Server mailing list RantauNet berjalan atas sumbangan para anggota, simpatisan dan semua pihak yang bersedia membantu. Ingin menyumbang silahkan klik: http://www.rantaunet.com/sumbangan.php ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Rabu, 12 Nopember 2003 Orang Awak Mudik Basamo Oleh : Alwi Shahab, wartawan Republika Penduduk Jakarta menjelang dan beberapa hari setelah Lebaran akan berkurang. Ini akibat membludaknya orang yang akan mudik. Diperkirakan jumlah pemudik mencapai 2,11 juta orang atau meningkat 10,36 persen dibanding tahun lalu. Demikian diungkapkan oleh Hendah Sumogroho, kasubdis Pengendalian Lalu Lintas Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Secara nasional jumlah pemudik, menurut Menko Kesra Yusuf Kalla, mencapai 18 juta orang. Bagi orang Minang, yang menurut perkiraan tahun 2000 jumlahnya di Jadebotabek paling tidak dua juta orang, sejak lama dikenal dengan istilah pulang basamo, yakni pulang bersama, konvoi, dengan berbagai stiker ditempel di mobil. Lalu, disambut dan dieluk-elukan voorijder di perbatasan provinsi. Ketika itulah sebuah pemandangan kebudayaan dipertontonkan. ''Ayo ke rantau mengubah nasib,'' kira-kira seperti itulah pesan yang mereka bawa sepanjang jalan. Menurut almarhum AA Navis yang baru saja menerima penghargaan bidang kebudayaan, bagi orang Minangkabau, terutama laki-lakinya, didorong agar kuat berusaha mencari harta, bukan saja untuk kepentingan sendiri, juga untuk memperkaya kaum kerabatnya. Kaum perantau, kata Navis dalam bukunya ''Alam Terkembang Jadi Guru'', dirangsang selalu untuk mengirimkan kekayaannya ke kampung untuk memegang sawah gadai, membuka ladang baru, membangun rumah saudara, bahkan untuk membangun proyek-proyek sosial lainnya, seperti masjid, sekolah (madrasah), dan balairung atau bangunan untuk kepentingan umum. Dari pola demikian, terlihat kini banyak rumah melebihi keperluan atau pembangunan masjid yang indah megah di berbagai desa, tulis Navis dengan cerpennya yang terkenal ''Robohnya Surau Kami''. Karena itulah, seperti diberitakan Republika dari Padang beberapa waktu lalu, pulangnya para perantau membawa dampak berganda bagi orang Minang di kampung. Sekalipun para perantau ini tidak pulang semua, dapat dipastikan 90 persen dari mereka mengirimkan uang ke kampung. Baik melalui wesel, bank, atau dititipkan pada teman lain. Bahkan, banyak yang dijemput sendiri oleh adik atau orang tuanya. Di Jakarta konon jumlah perantau asal Minang jumlahnya sudah melebihi warga Betawi. Jumlah mereka paling dominan di antara perantau dari pulau Sumatra. Di susul orang Batak, kata Husmison Nizar, kasi Sejarah dan Arkeologi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI. Karena sebagian besar mereka adalah para pedagang, mudik umumnya dilakukan menjelang Idul Fitri. Karena puncak yang paling dinanti-nantikan adalah Shalat Idul Fitri di masjid desa, lalu bersalaman sesama teman lama, dengan perantau lain, saling tukar cerita, kadang membual. Tapi, menurut Husnison Nizar yang tahun ini akan mudik dengan kendaraan pribadi bersama keluarga ke ranah Minang, para pemudik juga mengejar untuk bertakbir pada malam takbiran. Husmizon mengaku tradisi orang Minang pulang kampung tidak cukup Rp 5 juta, seperti dirinya yang membawa keluarga. ''Yang namanya orang rantau pulang kampung beserta keluarga dinilai sebagai orang yang sudah mapan,'' ujarnya. Uang sebesar Rp 5 juta untuk biaya mudik Lebaran, termasuk untuk ongkos arus balik. Termasuk untuk membeli oleh-oleh bagi teman dan kerabat di Jakarta. Tapi, yang paling banyak untuk sanak famili di kampung. ''Istilahnya mereka ingin merasakan rokok dari Jakarta,'' ujarnya. Dominannya warga Minang di Jakarta dapat dilihat di pasar-pasar tradisional bukan hanya di Jakarta, tapi juga di pasar-pasar tradisional gas di kawasan Botabek dan sekitarnya. Baik mereka yang membuka toko maupun pedagang kaki lima (PKL). Terkecuali di mal, pasar swalayan, dan supermarket. Orang-orang Minang ini memang merupakan pedagang yang tangguh. Seperti dikemukakan AA Navis, mereka memunyai satu motivasi yang kuat untuk hidup dinamis, memelihara harga diri yang tidak terkalahkan atau tidak terendahkan agar tidak memalukan. Seperti di Pasar Tanah Abang, pusat grosir tekstil terbesar di tanah air, banyak pedagang asal Minang yang memulainya sebagai PKL. Republika Padang melaporkan, di balik kemilau pulang basamo, terselip rasa sedih teramat dalam bagi orang kampung yang hidupnya senin-kemis. Makanya, jika ada anak lelaki mereka yang biasanya sekolah tidak sampai disuruh pergi ke rantau. Kok lai ka barubah nasib ang nak'' kata orang tuanya. Artinya, pergilah merantau agar nasibmu bisa berubah. Nofendri T. Lare ======================================================== LaMaK DiaWaK KaTuJu DiuRaNG ======================================================== ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Ingin memasarkan produk anda di web RantauNet http://www.rantaunet.com Hubungi [EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED] ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php ---------------------------------------------------- Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php ========================================