Dulu,  ketika pertama kali membaca pendapat pakar SQ  Prof Dr Danah Zohar di
Republika 13 Juni 2006,  yang memberikan gambaran mengenai dunia yang
terperangkap Kapitalisme Barat dalam kalimat   "Tak ada yang lebih buruk
daripada monster yang memangsa dirinya sendiri," sebagaimana yang
dilontarkannya dalam sebuah seminar di Jakarta, rasanya biasa-biasa saja. 

Tetapi saya benar-benar terperanjat ketika membaca ulang  artikel  tersebut
sebelum di-forward ulang ke Palanta belum lama ini, yakni pada saat
kapitalisme yang berbasis keserakahan itu. ternyata sudah mulai memakan
induak angkangnya sendiri, yakni AS dan Eropa.

Aneh bin ajaib, Indonesia, terutama sejak tahun 2009 yang dengan setia
membiarkan dirinya menjadi mangsa monster tersebut, dengan tetap setia
mengikuti resep-resep pelayan sang monster yang bernama IMF: liberalisasi
pasar keuangan dan perdagangan, yang membawa Indonesia saat ini sangat rawan
dalam kedaulatan pangan dan energi, dan makin terjeratnya rakyat kecil oleh
kemiskinan struktural. Alih-alih merevisi atau "marah" terhadap perlakuan +
penghinaannya kepada Indonesia,  yang ATLN tercermin dari keberangan Bob
(Mohamad) Hasan, saat itu menjabat Menteri Perindustrian, yang dengan
jengkel mengatakan, Indonesia bukanlah republiknya IMF. Ini merujuk kepada
kejengkelannya atas desakan-desakan IMF agar Indonesia melakukan deregulasi,
termasuk membubarkan Bulog, yang kemudian mengakibatkan kehancuran sistem
pengadaan dan harga-harga bahan pokok.

Alih-alih, bukannya "eling", demi pencitraan, belum lama ini Pemerintah
SBY-Boediono malah memberikan kontribusi modal kepada IMF sebesar  US$1
miliar (sekitar Rp9,5 triliun). 

Wallahualam bissawab  

Wassalam, HDB-SBK (L, 69) 

====

Kemunafikan IMF Nyata                                                

Kompas.com, Minggu, 14 Agustus 2011 | 08:34 WIB

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/14/08344791/Kemunafikan.IMF.Ny
ata

KOMPAS.com - Ingat saat krisis moneter menimpa Indonesia tahun 1997? Masih
terkenang bagaimana Michel Camdessus, saat itu Direktur Pelaksana Dana
Moneter Internasional, sembari berlipat tangan mengawasi almarhum Presiden
Soeharto meneken surat berisi janji mereformasi ekonomi atas desakan IMF.

Kemudian, muncul berita, Bill Clinton, saat itu Presiden AS, sampai
menelepon Soeharto agar memenuhi desakan IMF, yang dianggap sebagai alat
kekuasaan Konsensus Washington.

Masih ingat juga keberangan Bob (Mohamad) Hasan, saat itu menjabat Menteri
Perindustrian, yang dengan jengkel mengatakan, Indonesia bukanlah
republiknya IMF. Ini merujuk kepada kejengkelannya atas desakan-desakan IMF
agar Indonesia melakukan deregulasi, termasuk membubarkan Bulog, yang
kemudian mengakibatkan kehancuran sistem pengadaan dan harga-harga bahan
pokok.

Teringat juga Ginandjar Kartasasmita, saat itu Menko Perekonomian,
bolak-balik memimpin rapat karena IMF selalu memantau setiap langkah dan
janji soal reformasi ekonomi.

Janji ini selalu dikaitkan dengan pengucuran dana. Jika janji reformasi
terlambat, kucuran dana pun terancam. Maka, saat itu istilah letter of
intent (LOI) terkenal di kalangan wartawan peliput krisis. LOI ini berisi
langkah-langkah dan realisasi reformasi yang didiktekan IMF terhadap RI.

Hal ini seiring dengan pelarian modal dari Indonesia yang membuat Indonesia
menghadap ke IMF untuk mendapatkan dana talangan 43 miliar dollar AS.

Setelah itu, masih jelas dalam ingatan, Direktur IMF untuk Urusan Asia
Pasifik Hubert Neiss bolak-balik mengawasi perkembangan reformasi ekonomi
Indonesia.

Semua itu memang merupakan buah dari keteledoran pebisnis Indonesia yang
meminjam dana murah dari luar negeri, tetapi ditanamkan di sektor properti
yang tidak laku.

Hal itu juga sehubungan dengan penumpukan utang negara Indonesia, padahal di
sisi lain wabah korupsi marak dan bumper untuk menghadapi tidak disiapkan.
Maka, muncul sejarah "penghinaan" oleh IMF terhadap RI, yang mungkin tak
akan pernah dilupakan sebagian kalangan Indonesia.

"Tak berani"

Kini, krisis lebih-kurang serupa menghadang zona euro, julukan bagi 17
negara pengguna mata uang tunggal euro. Krisis utang juga menimpa markas dan
ikon utama ekonomi pasar serta markasnya Konsensus Washington, yakni AS.

Namun, di mana IMF sekarang? Apa perintah Dominique Strauss-Kahn, Direktur
Pelaksana IMF, yang kini digantikan oleh Christine Lagarde?

Adakah IMF memaksa negara-negara itu menyusun LOI? Adakah IMF menghardik AS
dan zona euro agar menyehatkan perekonomian sejak dini? Jika iya, apakah IMF
berani memublikasikan keburukan dan kebijakan ekonomi AS dan zona euro
sebagaimana pernah dilakukan kepada RI dan sejumlah negara berkembang
lainnya?

Dr Rizal Ramli, pengamat ekonomi, dulu sudah mengingatkan akan bahaya
tekanan IMF soal deregulasi. Demikian juga Kwik Kian Gie sangat kritis
terhadap IMF karena dianggap tidak bisa memahami keadaan di Indonesia dan
hanya memaksakan resep-resep ekonomi tanpa memperhatikan dampaknya terhadap
kaum papa Indonesia.

Masih ingat pula sebuah gerobak mi ayam dibiarkan telantar di pinggir jalan
di Kali Malang, Jakarta Timur. Pemiliknya meninggalkan tulisan tangan. Ini
isinya, "terkena krisis moneter". Krisis justru memburuk setelah resep IMF,
dengan fokus liberalisasi, yang membuat mahal harga terigu saat itu. Ah,
munafiknya IMF. (MON)

 

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Kirim email ke