Pilkada Sumbar dan Gubernur Sebelumnya
Selasa, 25 Agustus 2015, 14:00 WIB

Dialog kreatif Buya Syafii Maarif dengan Irsyad Syafar di "Resonansi"
Republika, Selasa (18/8), dan ruang opini Republika, Sabtu (22/8), menarik
perhatian saya. Judul "Resonansi" Buya adalah, "Pilkada di Sumatra Barat
2015". Sementara judul tulisan Irsyad Syafar adalah "Pulanglah Buya".
Rasanya, bahkan juga menarik perhatian kalangan tertentu di ranah ini
khususnya dan umumnya semua pembaca Republika.

Buktinya, beberapa media sosial mengutip kedua wacana itu. Buya dengan
bahasanya yang cerdas dan bernas, sementara Irsyad dengan bahasanya yang
lirih dan juga terus terang. Keduanya enak untuk direnungkan, terutama bagi
yang ingin Sumatra Barat lebih maju dalam Indonesia yang lebih cemerlang
dan berperadaban.

Kata kunci yang dikutip Irsyad Syafar dari Buya adalah bahwa Sumbar dalam
hal indeks kesejahteraan (Irsyad: kebahagiaan) terjun bebas pada angka tiga
dari bawah setelah Papua dan NTB (Irsyad: NTT). Lalu, Irwan Prayitno
dianggap lebih banyak mengurus kepentingan partainya daripada rakyat
Sumbar.

Sebagai orang yang tinggal di Sumbar, sepanjang pemahaman dan pengetahuan
saya, apa yang dikemukakan Buya Syafii dan Irsyad Syafar, kedua-duanya
mempunyai nilai kebenaran. Kalau dicermati, resonansi Buya bukan hanya
kepada Irwan Prayitno yang dituju, tetapi juga kepada lawan bertandingnya
di Pilkada Sumbar, dalam hal ini Muslim Kasim dan Fauzi Bahar.

Akan tetapi, terhadap Irwan Prayitno ada pembelaan datang dari Irsyad
Syafar anggota DPRD dari Fraksi PKS. Sedangkan terhadap Musim Kasim dan
Fauzi Bahar, tidak ada pembelaan. Padahal Irsyad Syafar kalau konsisten
sebagai wakil rakyat, bukan lagi milik PKS sebagaimana dia mengatakan bahwa
Irwan Prayitno bukan lagi milik PKS, tentu harus membela Muslim dan Fauzi
juga.

Oh ya, Irwan Prayitno bukan pengurus PKS di Sumbar, tetapi anggota Majelis
Syura pada tingkat nasional. Artinya, posisinya lebih menentukan dalam
segala hal. Dan itu tidak berarti dia harus hari-hari ikut rapat atau hadir
dalam acara-acara PKS tingkat wilayah, daerah, dan cabang lagi seperti yang
disinggung Irsyad Syafar. Itu bukan maqamnya.

Lebih dari itu, ketika Irsyad Syafar membela Irwan Prayitno mengenai hasil
survei BPS (2015) tentang indeks kebahagiaan tidak sama dengan
kesejahteraan, dia menggiring kepada pendekatan subjektif dan kualitatif.
Membedakan kebahagiaan dengan kesejahteraan tidak dengan angka-angka.
Tetapi, ketika Irsyad Syafar mengemukakan kesuksesan Irwan Prayitno, yang
dikemukakan adalah kuantitatif dengan persentase dan angka-angka.

Apa yang dikutip oleh Irsyad semuanya ada di dalam buku ukuran saku yang
diterbitkan dan dicetak oleh PT Grafika Jaya Sumbar (milik Pemda Prov
Sumbar) Januari 2015 dengan editor Yongki Salmeno teman Irwan Prayitno yang
sehari-hari dekat dengannya. Buku kecil itu sebagai data dan fakta yang
dibuat Irwan Prayitno seakan-akan pertanggungjawabannya selama memimpin
Sumbar, tetapi bukan resmi dari pemerintah provinsi.

Isi buku dibuka dengan pendahuluan dan pujian seorang teman dan diakhiri
dengan riwayat hidup Irwan Prayitno. Lalu isi di dalamnya ada dua hal.
Pertama, 315 indikator kemajuan pembangunan Sumbar, yang kedua prestasi dan
penghargaan sebanyak 194 butir. Lalu ada dua ilustrasi gambar tentang
pembangunan jalan Padang By Pass yang mulus kalau nanti sudah jadi
(sekarang belum selesai).

Maka, Irsyad Syafar mengutip sebagian kecil dari 315 indikator tadi. Begitu
pula soal apa yang dinamakan penghargaan dan prestasi juga dikutip oleh
Irsyad dari 194 tadi. Maka di dalam pikiran saya, semua gubernur yang akan
mengakhiri masa jabatannya membuat laporan seperti itu.

Akan tetapi, ada yang mengusik pikiran saya ketika Irsyad Syafar mengatakan
"prestasi yang dicapai Irwan selama lima tahun memimpin Sumbar adalah fakta
yang tak terbantahkan, belum pernah dicapai gubernur-gubernur sebelumnya".

Lalu, Irsyad Syafar menerangkan yang dimaksudnya, kembali ke buku Irwan
Prayitno soal LKPJ, WTP dari BPK, pemuda pelopor, tour sepeda, penyaluran
dana BOS, rehab-rekon pascabencana, dan seterusnya.

Irsyad lupa menyentuh soal pariwisata yang belum optimal. Perolehan
prestasi pendidikan yang juga belum pada deretan papan atas di tingkat
nasional. Padang, ibu kota provinsi dan gerbang Sumbar, mestinya menjadi
wilayah binaan dan pengawasan utama oleh gubernur, tetapi belum bersih
seperti zaman Syahrul Udjud menjabat wali kota. Ada gelagat, semua yang
baik diklaim dan semua yang kurang belum disebut.

Orang rantau yang gelisah karena komuniksi yang terputus. Investor gamang
masuk ke Sumbar antara lain karena soal lahan. Banyak MoU dengan calon
investor yang tak ada realisasinya. Gamangnya beberapa pihak terhadap
investor luar yang dianggap punya misi lain dan seterusnya.

Lalu amnesia pula menyebut bahwa semua pembangunan yang monumental seperti
Masjid Raya, Kelok Sembilan, Jalan Raya Sicincin-Malalak, dan lainnya
adalah kelanjutan dari pekerjaan gubernur-gubernur sebelumnya. Bahwa sampai
sekarang macet berat mulai dari Koto Baru ke Bukittinggi belum teratasi dan
bila musim libur atau Lebaran datang dari Padang ke Payakumbuh yang 110
kilometer itu ditempuh 9 jam.

Hotel Balairung Minang berlantai 13 di Matraman Jakarta dibangun oleh
gubernur sebelumnya. Pembangunan kembali Istano Basa yang terbakar 2006
dibangun oleh gubernur sebelumnya. Beasiswa dari pemda untuk melanjutkan
sekolah dalam dan luar negeri dan pembangun asrama mahasiswa Minang empat
lantai di Kairo, Mesir, oleh gubernur sebelumnya. Semua perguruan tinggi di
Sumbar mendapat bantuan untuk beasiswa dosen ke S-2 dan S-3 waktu itu.

Saya khawatir pembaca tersinggung ketika membandingkan Irwan Prayitno
dengan Gamawan Fauzi, Zainal Bakar, Hasan Basri Durin, Azwar Anas, dan
Harun Zain, semuanya gubernur-gubernur sebelumnya. Padahal, di zaman
gubernur sebelumnya, prestasi monumental penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan sudah diukir. Antara lain, penghargaan tertinggi Samkarya
Nugraha Parasamya Purna Karya Nugraha di zaman Gubernur Azwar Anas dan
Hasan Basri Durin.

Untuk tahun 2014 diterima oleh gubernur Jawa Tengah pada peringatan Hari
Otonomi Derah ke-18 di Istana Negara Jakarta, diserahkan oleh Presiden SBY,
Jumat (25/4/14). Parasamya paling baru diserahkan Presiden Jokowi 27 April
2015 di istana. Tiga besar penerima Parasamya itu Jatim, Jateng, dan DIY.

Ukurannya jelas bukan hal-hal yang rutin seperti yang disebutkan oleh
Irsyad di atas yang hal itu siapa pun gubernurnya akan melakukan. Menurut
Prof Dr Djohermansyah Djohan, mantan dirjen otoda Kementerian Dalam Negeri,
pada lima tahun terakhir penilaian untuk anugerah luar biasa tadi itu terus
dilakukan. Namun, Sumbar belum memperoleh prestasi angka satu atau bahkan
belum pada tiga besar. Sumbar baru pada peringkat nomor 20 dari 34 provinsi
di Indonesia.

Variabel yang menentukan, di antaranya, indeks perolehan kinerja dalam
EKPPD (Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah). Paling pokok
tiga aspek. Wilayah inisiator dan penentu kebijakan. Penilaian berlaku
terhadap kinerja kepala daerah dan DPRD.

Tataran pelaksana kebijakan, di antaranya, penilaian terhadap kinerja 47
SKPD. Begitu pula penilaian dan capaian urusan pemerintah, yaitu penilaian
perolehan kinerja 26 urusan wajib dan delapan urusan pilihan. Hal lain yang
pokok lagi penilaian terhadap indeks kesesuaian materi antara LPPD dan
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007.

Di atas segalanya itu, saya menangkap apa yang dirisaukan oleh Buya adalah
pada tataran monumental tersebut di atas tadi. Itu pula yang diinginkan
Buya bahwa gubernur Sumbar mendatang adalah "petarung sejati", bukan yang
biasa-biasa saja. Sekadar tambahan, meski zaman Orde Baru sudah tinggal
kenangan, zaman Rudini sebagai mendagri (1988-1993) dulu, kepala daerah
yang dapat Parasamya saja yang boleh maju untuk pemilihan periode kedua.

Akhirnya, di balik itu semua, apa yang menjadi wacana Irsyad Syafar
sangatlah saya hargai karena bagaimanapun telah memberikan penjelasan
terhadap resonansi Buya sehingga ada perbandingan pemikiran. Begitu pula
tulisan saya ini dimaksudkan untuk mengasah pikiran, bukan menolak dan
meniadakan. Allah Yang Mahatahu. n

*Shofwan Karim*

Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang

Sumber:
http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/15/08/25/ntmm4732-pilkada-sumbar-dan-gubernur-sebelumnya

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke