Pendidikan seharusnya nomor satu, di mana pun
Raja Salman pun sempat mendidik President Trump in English:
"Please use your right hand"
On May 22, 2017 05:56, "Fashridjal M. Noor" <fashridjalmn...@gmail.com
<mailto:fashridjalmn...@gmail.com>> wrote:
Artikel dibawah ini menjelaskan masalah refugee dan terorisme
serta penyebabnya
https://www.wsws.org/en/articles/2015/09/04/pers-s04.html?view=article_mobile
<https://www.wsws.org/en/articles/2015/09/04/pers-s04.html?view=article_mobile>
👆
Excerpts
With the dissolution of the Soviet Union in 1991, the US ruling
elite concluded that it was free to exploit America’s unrivaled
military might as a means of offsetting US capitalism’s long-term
economic decline. By means of military aggression, Washington
embarked on a strategy of establishing its hegemony over key
markets and sources of raw materials, beginning first and foremost
with the energy-rich regions of the Middle East and Central Asia.
This strategy was summed up crudely in the slogan advanced by
the Wall Street Journal in the aftermath of the first war against
Iraq in 1991: “Force works.”
What the world is witnessing in today’s wave of desperate refugees
attempting to reach Europe are the effects of this policy as it
has been pursued over the whole past period.
Decade-long wars in Afghanistan and Iraq, waged under the pretext
of a “war on terrorism” and justified with the infamous lies about
Iraqi “weapons of mass destruction,” succeeded only in devastating
entire societies and killing hundreds of thousands of men, women
and children.
They were followed by the US-NATO war for regime change that
toppled the government of Muammar Gaddafi and turned Libya into a
so-called failed state, wracked by continuous fighting between
rival militias. Then came the Syrian civil war—stoked, armed and
funded by US imperialism and its allies, with the aim of toppling
Bashar al-Assad and imposing a more pliant Western puppet in Damascus.
The predatory interventions in Libya and Syria were justified in
the name of “human rights” and “democracy,” receiving on this
basis the support of a whole range of pseudo-left organizations
representing privileged layers of the middle class—the Left Party
in Germany, the New Anti-Capitalist Party in France, the
International Socialist Organization in the US and others. Some of
them went so far as to hail the actions of Islamist militias armed
and funded by the CIA as “revolutions.”
The present situation and the unbearable pressure of death and
destruction that is sending hundreds of thousands of people into
desperate and deadly flight represent the confluence of all of
these crimes of imperialism. The rise of ISIS and the ongoing
bloody sectarian civil wars in both Iraq and Syria are the product
of the US devastation of Iraq, followed by the backing given by
the CIA and US imperialism’s regional allies to ISIS and similar
Islamist militias inside Syria.
No one has been held accountable for these crimes. Bush, Cheney,
Rumsfeld, Rice, Powell and others in the previous administration
who waged a war of aggression in Iraq based upon lies have enjoyed
complete impunity. Those in the current administration, from Obama
on down, have yet to be called to account for the catastrophes
they have unleashed upon Libya and Syria. Their accomplices are
many, from a US Congress that has acted as a rubber stamp for war
policies to an embedded media that has helped foist wars based
upon lies upon the American public, and the pseudo-lefts who have
attributed a progressive role to US imperialism and its
“humanitarian interventions.”
Together they are responsible for what is unfolding on Europe’s
borders, which, more than a tragedy, is part of a protracted and
continuing war crime.
Bill Van Auken
On May 22, 2017 05:41, "Isna Huriati" <i...@pacific.net.id
<mailto:i...@pacific.net.id>> wrote:
Mari kita simak pidato Presiden Jokowi didepan KTT Arab -
Amerika. Hati hati lah umat Islam di Indonesia, karena trump
gang akan makin menjadi dalam adu domba umat terutama sekali
untuk membenci presiden dengan berbagai macam fitnah. Siapa
yang berani bicara blak blak an didepan Trump seperti ini?
Di Depan Trump, Jokowi: Atasi Terorisme dengan Pendekatan Agama
Ray Jordan - detikNews
<https://news.detik.com/berita/d-3507578/di-depan-trump-jokowi-atasi-terorisme-dengan-pendekatan-agama#><https://news.detik.com/berita/d-3507578/di-depan-trump-jokowi-atasi-terorisme-dengan-pendekatan-agama#><https://news.detik.com/berita/d-3507578/di-depan-trump-jokowi-atasi-terorisme-dengan-pendekatan-agama#><https://news.detik.com/berita/d-3507578/di-depan-trump-jokowi-atasi-terorisme-dengan-pendekatan-agama#>
*Riyadh* - Dalam KTT Arab Islam Amerika Serikat yang digelar
di Arab Saudi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bicara soal upaya
mengatasi radikalisme dan terorisme. Jokowi menyarankan untuk
mengatasi paham tersebut dengan pendekatan agama.
Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan sejarah mengajarkan bahwa
senjata dan kekuatan militer saja tidak akan mampu mengatasi
terorisme.
"Pemikiran yang keliru hanya dapat diubah dengan cara berpikir
yang benar," ujar Jokowi ketika berbicara di KTT Arab Islam
Amerika di Conference Hall King Abdulaziz Convention Center,
Riyadh Arab Saudi, Minggu (21/5/2017) lewat keterangan
tertulis yang disampaikan Kepala Biro Pers Media dan Informasi
Sekretariat Presiden Bey Machmudin.
Oleh karenanya, lanjut Jokowi, Indonesia meyakini pentingnya
menyeimbangkan pendekatan hard-power dengan pendekatan
soft-power. Selain pendekatan hard-power, Indonesia juga
mengutamakan pendekatan soft-power melalui pendekatan agama
dan budaya.
"Untuk program deradikalisasi, misalnya, otoritas Indonesia
melibatkan masyarakat, keluarga, termasuk keluarga mantan nara
pidana terorisme yang sudah sadar; dan organisasi masyarakat,"
kata Jokowi.
Untuk kontra radikalisasi, lanjut Presiden, antara lain
Indonesia merekrut para netizen muda dengan follower yang
banyak untuk menyebarkan pesan-pesan damai.
"Kita juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di
Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus
mensyiarkan Islam yang damai dan toleran," kata Jokowi.
"Pesan-pesan damailah yang harus diperbanyak bukan pesan-pesan
kekerasan. Setiap kekerasan akan melahirkan kekerasan baru,"
tambah mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga mengatakan bahwa pertemuan
ini memiliki makna yang penting untuk mengirimkan pesan
kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat. Serta
menghilangkan persepsi bahwa Amerika Serikat melihat Islam
sebagai musuh.
"Yang lebih penting lagi pertemuan ini harus mampu
meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus
mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia," ujar Presiden.
Jokowi menjelaskan bahwa ancaman radikalisme dan terorisme
terjadi di mana-mana. Indonesia adalah salah satu korban aksi
terorisme, serangan di Bali terjadi tahun 2002 dan 2005 dan
serangan di Jakarta terjadi Januari 2016.
"Dunia marah dan berduka melihat jatuhnya korban serangan
terorisme di berbagai belahan dunia di Perancis, Belgia,
Inggris, Australia dan lain-lain," ucap Jokowi.
Dunia seharusnya juga sangat prihatin terhadap jatuhnya lebih
banyak korban jiwa akibat konflik dan aksi terorisme di
beberapa negara seperti Irak, Yaman, Suriah, Libya.
"Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik dan
radikalisme terorisme," kata Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan jutaan orang harus keluar dari
negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Jutaan
generasi muda kehilangan harapan masa depannya.
"Kondisi ini membuat anak-anak muda frustasi dan marah. Rasa
marah dan frustasi ini dapat berakhir dengan muculnya
bibit-bibit baru ektremisme dan radikalisme," kata Presiden.
Acara ini, dihadiri oleh para pemimpin dunia, di antaranya
Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz dan Presiden Amerika
Serikat Donald Trump.
Sebelum KTT dimulai, dilakukam sesi foto bersama. Dalam sesi
foto ini, tampak Raja Salman bin Abdul Aziz Al-Saud, Presiden
Amerika Serikat Donald Trump, tampak pula Sultan Brunei Sultan
Hassanal Bolkiah, Raja Jordan Raja Abdullah II, Presiden Mesir
Abdelfattah Said Al-Sisi, Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi,
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Afghanistan Ashraf
Ghani.
*(rjo/ams)*
--
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di
tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
1. Email besar dari 200KB;
2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di
http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email
lama & mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
<http://groups.google.com/group/RantauNet/>
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet"
di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari
grup ini, kirim email ke
rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com
<mailto:rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com>.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi
https://groups.google.com/d/optout
<https://groups.google.com/d/optout>.
--
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat
lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
1. Email besar dari 200KB;
2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7)
serta mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan
di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com
<mailto:rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com>.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.