KAMI TUNGGU DI SULIT AIR Oleh : Jepe
Kamis, 19 Maret 2009 disaat saya lagi sibuk dengan rutinitas kerja di kantor menjelang lepas jam istirahat siang, saya ditelpon oleh Bapak Prof dr H K Suheimi atau sehari-hari saya memanggil beliau Pak Haji atau Pak Emi. "Andi ada waktu, ke kampung Pak Rainal kita Sulik Air (Sulik Aia logat minang), saya berharap Andi agar ikut menemani saya" Begitu inti pembicaraan saya dengan Pak Emi, sejak telepon dari Pak Emi tersebut saya dihadapkan suatu pilihan yang agak sulit karena serba mendadak tanpa ada rencana dihari-hari sebelumnya. Hanya karena membayangkan sebuah pusaka kuliner Nagari Sulit Air "Gulai Hitam" serta keindahan alam ranah minang bagi saya "nggak ada matinya" maka rencana-rencana akhir pekan ini saya batalkan, niat saya begitu kuat ikut bersama Pak Emi ke Ranah besoknya. Pekerjaan kantor yang seharusnya saya selesaikan pada hari Jumat saya bawa pulang dan saya selesaikan pada malamnya. Saya belum memberikan jawaban yang pasti pada Pak Emi atas ajakan beliau ini, seperti biasa jawaban normative yang bisa saya sampaikan pada Pak Emi "Insya Allah saya ikut dengan Bapak". Jum'at pagi menjelang ke kantor Pak Emi mengirim pesan singkat (SMS) "Insya Allah kita berangkat jam 9, ada baiknya Andi ikut", tanpa pikir panjang lagi akhirnya saya mengambil keputusan dan menelpon Pak Emi " Ya Pak saya ikut ke Sulit Air" . Sekitar jam 9 saya sudah berada di RS PMC, kami masih menunggu kolega Pak Emi (adik kelas Pak Emi alumni SMA 1 Bukit Tinggi), setelah kami lengkap berkumpul dan telah mempersiapkan segala sesuatunya sekitar jam 11 kami mulai bergerak dari kota Pekanbaru menuju Ranah Minang. Tak kenal maka tak sayang, begitu kata sebuah pepatah, setengah jam perjalanan saya begitu kaku dingin dan diam seribu bahasa duduk didepan sebelah sopir mobil kijang Inova Pak Emi, sementara beliau duduk dikursi bagian tengah mobil berdua dengan istri tercinta. Dari mana saya harus memulai pembicaraan, tapi setelah saya lebih jauh lagi mengenal Pak Emi akhirnya suasana hati saya yang sedikit kaku menjadi cair. Pak Emi sebagai seorang professor dibidang kedokteran dengan spesialis kandungan saya membayangkan beliau sosok dokter yang kalem, tenang, pragmatis dan hanya bicara seperlunya, tapi sungguh diluar dugaan atau bisa jadi juga beliau mempunyai jiwa seni yang dalam dengan perasaan yang halus ini ditandai beliau bisa memainkan alat musik seperti Drum dan Biola, bernyanyi, menulis, menari, bercerita dan selera humor yang disampaikan secara halus maka suasana perjalanan begitu menyenangkan. Betapa hebohnya kami didalam mobil saling melemparkan joke-joke segar, mmm..Bu Emi istri beliau tak kalah hebohnya dengan kami, sentilan dan celetukan ringannya dalam menyampaikan joke-joke membuat kami ketawa lepas bersama-sama. Senda gurau mengalir begitu saja sepertinya tidak berujung berpangkal, sambung menyambung tidak ada putusnya apapun yang kami bahas dan diskusikan. Saya harus akui selera humor Pak Emi begitu halus dan cerdas dan humor yang cerdas tersebut adalah ketika disampaikan dengan bahasa-bahasa tersirat dan bersayap, jika hanya disikapi datar saja hanya sebuah ungkapan tanpa makna atau istilahnya "nggak ada lucu-lucunya" tapi ketika dipahami dengan kemampuan olah pikir maka reaksinya begitu spontan untuk kita melepaskan senyuman bahkan ketawa "ngakak", ketawa dari hati, ketawa bukan basa basi, ketawa tanpa tekanan. Cara-cara Pak Emi bercerita dan berhumor apakah intonasi suara, mimik dan ekpresi wajah serta bahasa tubuhnya terasa sangat pas dan mengena dalam bertutur. Sayapun bisa merespon dengan kemampuan olah pikir yang mumpuni kemana arah cerita serta humor Pak Emi yang disampaikan dengan bahasa yang halus, tersirat dan bersayap. (tentang cerita Humor Pak Emi dibagian khusus) Jika saya lelet, lemot, oon atau sejenisnya dalam menangkap pembicaraan Pak Emi, tiba-tiba Bu Emi "nyeletuk" dan berkata "Maklumlah antene kami manakua, jadi nan randah-randah sajo tatangkok" Ha..ha..kena deh saya.. Sepanjang perjalanan ada saja yang kami bahas dan semua itu mengundang senyum dan tawa, sebut saja Pak Emi bercerita betapa malangnya nasib seorang caleg "Andi, kadang kita juga nggak habis pikir, betapa seseorang mau habis-habisan secara materi untuk menjadi seorang anggota Dewan, saya kwatir Ndi jaman sekarang para caleg-caleg yang bertarung ini setelah selesai pemilu hanya dua saja pilihan bagi mereka yang pertama ke rumah sakit jiwa jika tidak terpilih yang kedua ke Penjara jika kelak duduk menjadi anggota Dewan. Ini sebuah realita Andi, seorang Caleg wanita yang menjual mobil dan harta bendanya untuk menjadi warga yang "terhormat" di parlemen, ketika uang didapat dari hasil penjualan harta benda tersebut uangnya di rampok, dia berusaha mempertahankannya, masih untung nyawa tidak melayang tapi tangannya patah dan dirawat di rumah sakit saya, betapa malangnya caleg ini sang suamipun telah lari bersama pacar selingkuhannya, akhirnya caleg ini tidak sanggup membayar biaya pengobatan dan perawatannya selama di rumah sakit, dia berjanji ke manajemen PMC akan ada petinggi di Riau ini membayarnya (Elite Partai)" Bosan bercerita lalu kami bernyanyi bersama-sama sepanjang perjalanan. Waw betapa PeDenya Pak Emi menghamburkan suaranya sekeras, senyaring dan semerdu mungkin layaknya seperti tampil diacara "idol-idolan" lah. Sssttt...harap tenang ya..Trio Macan lagi unjuk kebolehan (Pak Emi, Jepe dan Buk Emi) aha..tapi nggak pake nginjak-nginjak punggung temen lo ketika nyanyi seperti Trio Macan asli dan juga nggak..deh..nggak dehhh..mutar-mutar kepala kayak mau lepas dari leher...ihhh..ngeriiyyy dh.. Kami membawakan lagu-lagu cinta jaman dulu (Old Song). Stop...dibahas dulu ini lagu Andi, ketika kami sedang asyik-asyiknya bernyanyi sebuah lagu lama (judulnya saya lupa) liriknya begini "Ibarat air di daun keladi"..nah ketika sampai pada lirik "Cinta separuh hati", Pak Emi lansung komentar "Ahhh..masing lumayan cinta separuh hati, jaman sekarang Ndi cinta nggak pakai hati" Atau ketika sebuah lagu yang cukup popular begini liriknya "Kau..yang dulu sangat kusayangi...Kau merubah cintaku jadi benci" "Pak Emi betapa dahsyatnya cinta sekaligus mengerikan ya...dari Cinta begitu mudahnya berbelok menjadi benci, bahkan dendam....cinta memang terkadang mematikan Pak...cinta yang membuat "Ramuak jantuang jo hati"..ueedunnn !!!. Tanpa terasa kami telah sampai di Piladang istirahat sejenak dimesjid sambil menunaikan shalat Ashar, ketika saya sejenak meregang badan dengan gerakan tubuh ala kadarnya mata saya menatap sebuah rumah makan didepan mesjid, dengan tulisan sebuah menu "Ikan Lapuak"...ahh..inilah yang dimaksud dan pernah diceritakan oleh Datuk Arif (sahabat di dunia maya Rantau Net dan Facebook) sebuah pusaka kuliner ranah Minang dikampungnya, tapi sayang karena kami sudah makan begitu lahap dan perut terasa masih kenyang selepas shalat Jumat di Salo Bangkinang kami tidak sempat lagi menikmati ikan lapuak ini dan juga mengingat waktu yang sudah sore, kami tidak ingin melepaskan sebuah momen yang indah sebagaimana yang disarankan oleh Da Rainal melalui SMS jika menuju Sulit Air sebaiknya via Singkarak (bukan dari Ombilin via Simawang), Da Rainal menceritakan pada kami pemandangan Danau Singkarak dari atas bukit jalan menuju Kenagarian Sulik Air begitu indah dikala sore hari menjelang matahari tenggelam. Ketika kami kembali naik ke mobil Bu Emi berkata kepada pembantunya yang dipersilahkan naik duluan "Maju lah ka balakang..duduak" Majulah kebelakang !!..mmm..tentunya pembantu Bu Emi sedikit bingung menyikapi seruan Bu Emi ini..Lha..kok maju ke belakang..bukannya mundur..Bu Kali ini tentunya "Antene saya tidak manakua lagi", tidak ada yang salah dan aneh perintah Bu Emi ini kepada pembantunya saat naik ke mobil, benar adanya apa yang dimaksud Bu Emi adalah bergerak melangkah maju didalam mobil untuk duduk dikursi bagian belakang mobil...begitukan Bu..he..he..he. Saat mobil melaju pandangan kami tidak lepas pada potret, baliho, spanduk, poster para caleg yang bertaburan disetiap sisi jalan terutama di pusat-pusat keramain seperti kantor-kantor walinagari, puskesmas, balai-balai pertemuan dan pasar-pasar yang meriah setiap sekali seminggu dan tentunya pemandangan ranah minang yang indah dengan bentangan alamnya yang berkontur dengan hamparan bukit, tebing terjal, sawah, ladang, lembah dengan sungai dan anak-anak sungai berbatu mengalir air begitu bening rasanya kami ingin melepaskan pakaian untuk mandi sepuas-puasnya menikmati air jernih yang mengalir tersebut, begitulah ranah miang tercinta yang sangat kaya dengan pemandangan alamnya yang memesona. "Pak Emi..Pak Emi..ada "pemandangan" yang indah.. tuh, lihat Pak, Siti Nurhaliza jadi caleg juga ya diranah minang" celetuk saya kepada Pak Emi ketika mobil melaju menuju Batu Sangkar. Sebuah poster Caleg yang cukup besar berdiri gagah dipinggir jalan, layaknya artis, caleg wanita muda ini tampil dengan potret dirinya dengan tatapan mata bundar, senyum memesona dengan gigi berkawat trendi (bekel) lalu memakai busana yang gaya (stylish and fashionable) wajah mirip penyanyi kenamaan negeri jiran Malaysia Siti Nurhaliza. Lalu saya mencoba menggoda Bu Emi yang kelihatannya cukup lelah menahan kantuk "Bu..Bu..Bu...pernah tahu nggak Bu..sebuah partai dengan lambang seperti rada-rada benang kusut atau bisa juga kelihatan seperti tanda tangan, dengan dua tanduk banteng yang runcing, tapi kepala banteng ini sepertinya remuk redam Bu" Ha..ha..partai apaan tu Ndi" sahut Bu Emi Nah..nanti deh bu saya kasih tahu, jika kita ketemu poster atau spanduknya jawab saya, ketika saya menemukan spanduk partai ini dengan calegnya di sepanjang jalan menuju Singkarak saya kasih tahu, Bu Emi menatap serius spanduk partai dengan lambang "benang kusut/tanda tangan" ini, beliau hanya menjawab singkat dan tersenyum "iya..iya..kok nggak pernah ibu perhatikan ya" Sore menjelang senja, mobil kami merayap pelan diperbukitan jalan menuju Sulit Air, dari ketinggian mata kami tidak lepas menatap kebawah menuju hamparan danau Singkarak, cuaca sangat bersahabat kala itu. Sungguh pemandangan yang memesona serta memanjakan mata, semburat cahaya merah tembaga (cewang) ketika matahari tenggelam diufuk barat digaris horizontal sejauh mata memandang batas paling akhir Danau Singkarak memantul dengan silau yang lembut ketika cahaya tersebut sampai dipermukaan air danau. Perlahan tapi pasti matahari mulai tenggelam dibalik perbukitan yang mengelilingi danau Singkarak, tapi masih menyisakan cahaya merah tembaga pupus dengan rona yang lembut..dibalik bukit saat matahari menghilang, sungguh indah tak terperikan , sementara hamparan danau Singkarak dikala hari mulai gelap dengan cahaya redup-redup matahari dibalik bukit dan kerlap-kerlip lampu perkampungan dan jalan-jalan raya dibibir danau menerpa air permukaan danau menimbulkan kilau sayup-sayup tak sampai terputus-putus ketika diamati dari ketinggian bukit. Akhirnya seiring tenggelamnya matahari dibalik perbukitan yang mengitari danau, kami tidak melihat lagi hamparan Danau Singkarak karena telah berada di lembah memasuki Kenagarian Sulit Air, sementara Da Rainal ketika kami memasuki kampungnya memonitor keberadaan kami melalui telepon seluler, kami dipandu jalan menuju rumahnya dan berpatokan pada sebuah "Land Mark" nagari Sulik Air yaitu Jembatan Jodoh atau penduduk Sulit Air menyebut dengan Titi Jodoh. *** GULAI HITAM Bersambung..bayangin dulu nikmat, unikdan khasnya rasa sebuah pusaka kuliner Nagari Sulit Air..menjelang makan siang ini.. :) --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned: - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama - DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---