Hebat, bung Naldi. Silakan bung Nanang menindak lanjuti gagasan ini. mungkin 
bersama LKAAM Sumbar dan LAKM Jakarta.

Kalau perlu pada suatu ketika nanti, kita adakan seminar atau FGD di daerah 
dimana rumah gadangnya masih banyak da terpelihara, khususnya di daerah Solok. 
Sekalian mendorong pariwisata ke daerah yang cantik itu.


Wassalam,
Saafroedin Bahar(Laki-laki, masuk 73 th, Jakarta) 



--- On Tue, 9/15/09, nal naldi <nalkom...@yahoo.com> wrote:

> From: nal naldi <nalkom...@yahoo.com>
> Subject: [...@ntau-net] Re: Adakah penelitian tentang jumlah rumah gadang di 
> Sumbar ?
> To: rantaunet@googlegroups.com
> Date: Tuesday, September 15, 2009, 12:47 PM
> 
> pendataan ini, kalau ada yang melakukannya, sebuah langkah
> awal untuk membuat kajian yang menarik:
> 1. Jumlah rumah bagonjong yang tersisa di masing-masing
> kab/kota
> 2. Tahun kapan dibangun dan bagaimana kondisinya.
> 3. Siapa (suku apa) yang membangun?
> 4. Bagaimana ragam hiasnya (ukirannya), apa makna ukiran
> tersebut bagi masyarakat setempat.
> 5. Rumah bagonjong adalah rumah yang arsitektural-nya sudah
> tahan gempa dan sangat kaya dengan filosofi yang
> mencerminkan budaya hidup orang Minang.
> 6.dll
>   Kalau hal-hal itu dibukukan dan diberi foto yang
> menarik, bisa menjadi sebuah "Buku Pintar Rumah Gadang
> Minangkabau". Ada teman kita, Nanang yang seorang arsitek,
> mungkin bisa mewujudkan hal ini. Saya yakin, buku ini akan
> jadi referensi yg sangat berharga baik untuk kalangan
> akademis maupun pemerhati/peminat budaya.
>   Ayo....segera wujudkan. 
> 
>   Berikut saya kutipkan tulisan kecil saya di Kompas.
>  
> 
> 
> KOMPAS - Jumat, 22 Dec 2006   Halaman:
> 63   Penulis:
> Yurnaldi   Ukuran:
> 9573   Foto: 1 
> 
> --------------------------------------------------------------------------------
> 
>                
>               Rumah Adat
>            
>    KEMBALI MARAK, RUMAH DENGAN SIMBOL ETNIK
>                
>             Oleh Yurnaldi
> 
>     Rumah bagi kebanyakan orang tak lebih
> fungsinya sebagai tempat 
> tinggal. Hanya sebagian kecil yang menambahkan fungsi lain,
> tempat 
> tinggal sekaligus perkantoran. Lantas, bagaimana dengan
> fungsi lain, 
> seperti simbol etnik dan filosofis? Barangkali ini bisa
> kita temukan 
> di Ranah Minangkabau, Sumatera Barat.
>     Pernah dengar rumah gadang atau rumah
> bagonjong? Itulah rumah 
> tradisional Minangkabau. Rumah gadang (rumah besar) bukan
> karena 
> fisiknya yang besar, melainkan karena fungsinya sebagai
> tempat 
> kediaman keluarga, perlambang kehadiran suatu kaum dalam
> satu nagari 
> (pemerintahan terendah pengganti desa), pusat kehidupan dan
> kerukunan.
>     "Rumah gadang multifungsi. Ia menjadi pusat
> kehidupan dan 
> kerukunan seperti tempat bermufakat keluarga kaum dan
> melaksanakan 
> upacara. Bahkan sebagai tempat merawat anggota keluarga
> yang sakit," 
> kata Suhendri Datuk Siri Marajo, penghulu di Balingka,
> Kabupaten 
> Agam, Sumbar.
>     Kini banyak rumah gadang di lebih dari 600
> nagari di Sumbar yang 
> kurang terawat dan terancam lapuk. Menurut Suhendri Datuk
> Siri 
> Marajo, di sejumlah daerah, rumah gadang melapuk karena
> tingginya 
> biaya perawatan dan juga karena dimakan usia. Untuk
> membangun kembali 
> rumah gadang saat ini, butuh biaya relatif besar, mencapai
> ratusan 
> juta rupiah, bahkan bisa mendekati satu miliar rupiah.
>     "Karena itu, sangat jarang ada warga atau
> kaum yang membangun 
> rumah gadang baru. Yang ada sekarang, seperti perpaduan
> rumah modern 
> dengan tradisional. Yang bagian tradisional memungut
> sebagian kecil 
> unsur rumah gadang/rumah bagonjong dan umumnya di bagian
> depan atau 
> teras, lengkap dengan ukirannya," tuturnya.
>     Makanya, kalau Anda keliling-keliling di
> berbagai daerah di 
> Sumbar, selain bisa menyaksikan rumah gadang, rumah kayu
> dengan 
> arsitektur bagonjong, juga bisa menyaksikan gedung
> perkantoran yang 
> juga bagonjong atau memungut sebagian kecil unsur
> tradisional, yakni 
> gonjong di bagian depan/teras saja.
>     Khusus untuk gedung perkantoran, memang ada
> imbauan Pemerintah 
> Provinsi Sumbar pada era Azwar Anas menjadi gubernur agar
> dibangun 
> dengan arsitektur bagonjong dengan tujuan melestarikan
> arsitektur 
> yang unik dan kaya filosofis.
>     Akan tetapi, untuk rumah-rumah warga tidak
> ada imbauan, kecuali 
> ada kesadaran budaya. Menurut seniman tradisional terkemuka
> Sumbar, 
> Musra Darizal atau lebih dikenal Mak Katik, maraknya rumah
> warga 
> mengambil sebagian kecil arsitektur tradisional dan
> memadukannya 
> dengan arsitektur modern tak lepas dari pemahaman dan
> kesadaran 
> budaya yang tinggi dari pemiliknya.
>     "Ada nilai dan kebanggaan mengambil unsur
> etnik/tradisional yang 
> kaya makna dan filosofis tersebut. Ini cermin bahwa
> pemiliknya di 
> samping punya cita rasa tinggi juga punya filosofi hidup
> yang bisa 
> dibanggakan, yang bisa kita cermati dari bahasa rupa pada
> ukiran-
> ukirannya," ujar Mak Katik.
> 
> Makna di balik ukiran
>     Jika Anda cermati rumah-rumah dengan sedikit
> unsur etnik 
> tersebut, selain bentuknya yang bagonjong, juga ada seni
> ukirnya 
> dengan cat warna-warni. Salah satu yang sangat penting dan
> unik 
> adalah nama ukirannya. Nama ukirannya dapat dilihat dari
> kaitan 
> ukiran dengan kehidupan masyarakat.
>     "Setiap nama ukiran melambangkan suatu gejala
> hidup dalam 
> masyarakat, apakah gejala itu merupakan gambaran kehidupan
> alam 
> ataupun melambangkan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat
> 
> Minangkabau. Hal ini menjadi pedoman dalam penyelenggaraan
> kehidupan 
> masyarakat Minangkabau," kata Ady Rosa, dosen Seni Rupa
> Universitas 
> Negeri Padang.
>     Dikatakan, penggambaran kehidupan gejala alam
> dapat dilihat dari 
> nama ukiran yang berasal dari nama tumbuh-tumbuhan dan nama
> binatang. 
> Sedangkan penggambaran sistem nilai kehidupan manusia dalam
> 
> masyarakat dapat dilihat dari nama ukiran yang berasal dari
> kata-kata 
> adat.
>     Setiap motif memiliki nama khusus dan
> biasanya mengandung makna 
> serta ajaran filosofi. Menurut seniman Alda Wimar, penamaan
> motif 
> dalam ukiran tidak hanya sebagai identitas, melainkan juga
> memiliki 
> arti harfiah dan makna filosofi yang mengandung
> ajaran-ajaran adat 
> dan agama Islam. "Dengan kata lain, setiap motif mengandung
> makna 
> yang tersurat, tersirat, bahkan tersuruk (tersembunyi),"
> ucapnya.
>     Ia mencontohkan, ada ukiran kaluak paku. Paku
> atau Gieichonia 
> linearis (termasuk keluarga tanaman pakis) sehari-hari
> dikonsumsi 
> masyarakat di Minangkabau sebagai sayur. Kaluak berarti
> gelung. 
> Pengertian harfiah yang tersurat pada kaluak paku berarti
> gelung 
> tanaman pakis yang memiliki keindahan dan kedinamisan.
>     Arti yang tersirat dari simbol kaluak paku
> ini menggambarkan 
> sifat kodrati manusia. Pucuk paku pada awal pertumbuhannya
> melingkar 
> ke dalam, yang kemudian akhirnya tumbuh melingkar ke arah
> luar. 
> Begitu juga manusia, yang pada tahap awal mengenal dirinya
> terlebih 
> dahulu sebelum melakukan sosialisasi dan interaksi dengan 
> lingkungannya. Di dalamnya sekaligus tersirat makna
> pentingnya sikap 
> introspeksi: bergelung ke dalam lebih dahulu, setelah itu
> barulah 
> bergelung ke arah luar. Koreksi kesalahan sendiri, setelah
> itu baru 
> layak mengoreksi kesalahan orang lain.
>     "Orang Minang mengibaratkan realitas kaluak
> paku ini sebagai 
> sikap masyarakat Minangkabau terhadap generasi penerusnya.
> Kaluak 
> paku dalam motif seni ukir merupakan pencerminan sikap
> budaya dalam 
> mendukung pertumbuhan anak dengan kasih sayang sekaligus
> memberikan 
> pendidikan dan kehormatan," ujar Alda.
>     Lain lagi dengan motif ukiran aka bapilin.
> Artinya tindakan orang 
> Minang yang sia-sia saja tak akan ada, harus ada maksud dan
> tujuan. 
> Setiap gerak-gerik ada tujuannya, ada isinya, jangan sampai
> tidak ada 
> gunanya untuk kehidupan individu atau masyarakat. Karena
> itu, dia 
> tidak boleh putus asa karena manusia sudah dibekali dengan
> akal dan 
> pikiran guna memikirkan segala sesuatu yang berguna untuk
> hidupnya.
>     Kalau dicermati, ada puluhan nama ukiran yang
> mengambil simbol 
> dari tumbuhan dan ada pula puluhan nama dari nama binatang,
> antara 
> lain itiak pulang patang, ulek tantadu, dan bada mudiak.
>     Ukiran itiak pulang patang menyiratkan makna
> keteraturan dan 
> kedisiplinan dalam berorganisasi dan bermasyarakat. Tanpa
> disiplin 
> dan keteraturan, tanpa pemimpin yang diikuti secara
> bersama, sebuah 
> kelompok masyarakat tentulah akan sulit untuk sampai pada
> tujuannya.
>     "Selain itu, ada hikmah lain dari perilaku
> itik yang menjadi 
> ajaran filosofi: saat lapar berpencar, setelah kenyang
> berhimpun. 
> Ketika pagi hari, itik keluar dari kandang mencari makan
> sendiri-
> sendiri. Sore hari setelah kenyang, mereka pulang bersama
> dalam satu 
> rombongan. Bandingkan dengan kelaziman perilaku manusia
> pada umumnya: 
> saat dalam kesulitan mencari bantuan kepada komunitasnya.
> Namun, 
> setelah meraih sukses, bantuan komunitas mungkin tidak
> diperlukan 
> lagi. Bahkan, sering kali manusia menikmati sendiri 
> kesuksesannyatanpa berbagi. Ini bertolak belakang dengan
> perilaku 
> itik dan tak sesuai dengan karakter orang Minang," ujar
> Alda Wimar.
>     Ukiran ulek tantadu, sejenis serangga yang
> mengisap madu bunga 
> tetapi tidak membunuh. Makanan yang diisap dari bunga tidak
> hanya 
> untuk menghidupi dirinya sendiri, melainkan juga menghidupi
> ulat yang 
> hidup di dalam perut tantadu. Antara tantadu dan ulat
> tersebut 
> terjalin bentuk kerja sama dalam kehidupan mereka. Ulat
> tersebut 
> dimanfaatkan tantadu untuk menghadapi musuh atau lawan.
>     Makna yang tersirat dari penggambaran motif
> ini adalah tentang 
> saling ketergantungan dalam kehidupan. Menyadari bahwa
> manusia 
> mempunyai saling ketergantungan satu sama lain, saling
> mengambil, 
> memberi, dan tidak saling merugikan. Dalam kehidupan flora
> dan fauna, 
> sistem ini dikenal dengan simbiosis mutualisme.
>     Ukiran bada mudiak memperlihatkan
> penggambaranikan-ikan kecil 
> yang memudiki sungai secara berombongan. Ini kiasan bagi
> kaum jelata 
> atau rakyat kecil menghadapi kekuatan besar agar tidak
> hanyut terbawa 
> arus. Makna yang tersirat dari ukiran bada mudiak adalah
> untuk 
> mendapatkan sumber yang jernih, kita harus kembali ke hulu.
> Untuk 
> menyelesaikanpermasalahan, kita harus kembali ke pangkal
> persoalan. 
> Ada makna ilahiah yang tersembunyi dari filosofi ini bahwa
> untuk 
> mencapai kebenaran haruslah kembali pada sumber yang
> sebenarnya, 
> yakni kebenaran Tuhan.
>     Begitulah. Terlalu panjang kalau dijelaskan
> satu per satu, yang 
> nama ukirannya bisa mencapai lebih dari seratus macam nama.
> Paling 
> tidak ini membuktikan bahwa ukiran-ukiran yang ada pada
> bagian rumah 
> yang diukir, yang diambil dari bagian etnik bangunan
> tradisional dan 
> kini melekat pada rumah-rumah modern, mempunyai makna
> filosofis yang 
> dalam.
>     Hanya orang yang tahu makna filosofis dari
> ukiran khas Minang 
> inilah yang biasanya membangun rumah dengan memadukan unsur
> 
> tradisional/etnik dengan modern, yang tentu saja memberi
> nilai tambah 
> yang unik secara visual dan barangkali, sekaligus, cerminan
> kesadaran 
> budaya yang tinggi dan karakter pemiliknya.
> 
> 
>     "Ukiran bada mudiak memperlihatkan
> penggambaran ikan-ikan kecil 
> yang memudiki sungai secara berombongan.
> 
> 
> Foto; 1
> KOMPAS/YURNALDI 
> Alam takambang jadi guru, begitu ungkapan orang
> Minangkabau. Karena 
> itu, ada ratusan nama ukiran mengambil dari alam, baik
> flora maupun
> fauna. Di balik gambaran/ukiran yang terpahat, tersimpan
> makna yang
> tersurat, tersirat, dan tersuruk. Sumber inspirasi dan
> studi yang
> menarik.
> 
>  
> 
> --- On Tue, 9/15/09, Dr.Saafroedin BAHAR <saaf10...@yahoo.com>
> wrote:
> 
> > From: Dr.Saafroedin BAHAR <saaf10...@yahoo.com>
> > Subject: [...@ntau-net] Adakah penelitian tentang jumlah
> rumah gadang di Sumbar ?
> > To: "rantaunet rantaunet rantaunet" <RantauNet@googlegroups.com>
> > Cc: "BiroKerjasama Rantau PemdaSumbar" <rantausum...@ymail.com>,
> "Yulnofrins Napilus" <ynapi...@west-sumatra.com>
> > Date: Tuesday, September 15, 2009, 10:34 AM
> > 
> > Assalamualaikum w.w. para sanak sapalanta,
> > 
> > Dalam situs www.west-sumatra.com yang dikelola oleh
> pak
> > Yulnofrins Napilus saya demikian sering melihat foto
> rumah
> > gadang yang selain masih dirawat dan dihuni, juga ada
> yang
> > sudah bobrok tak dihuni lagi.
> > 
> > Hal ini menarik, karena rumah gadang memegang peranan
> > sentral dalam sistem kekerabatan matrilineal
> Minangkabau.
> > Bobroknya rumah gadang adalah suatu indikasi bahwa
> ada
> > masalah dengan kelembagaan sistem kekerabatan ini.
> Saya jadi
> > tergelitik untuk mengetahui masalah ini.
> > 
> > Pertanyaan saya adalah: adakah penelitian yang sudah
> > dilakukan oleh perguruan tinggi di Sumatera Barat,
> atau oleh
> > siapa saja, mengenai masalah ini ?
> > 
> > Wassalam,
> > Saafroedin Bahar(Laki-laki, masuk 73 th, Jakarta) 
> > 
> > 
> > 
> > > 
> > 
> 
> 
>       
> 
> 
> > 
> 


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

  • ... Dr.Saafroedin BAHAR
    • ... indrawadi pisang
    • ... nal naldi
      • ... Dr.Saafroedin BAHAR
        • ... nal naldi
          • ... Dr.Saafroedin BAHAR
          • ... Fitr Tanjuang
        • ... asfarinal, asfarinal, asfarinal, asfarinal nanang, nanang, nanang, nanang

Kirim email ke