KEMATIAN ITU SANGAT DEKAT

Selesai mengajar di lantai III gedung D tadi pagi, saya langsung turun ke
ruangan kerja saya di lantai II, saya sadar mahasiswa yang mau bimbingan
biasanya sudah berkumpul, karena hari ini adalah hari Kamis, dan mereka tahu
betul bahwa hari Jumat dan Sabtu saya biasa off karena pulang kampung. Saya
suka mencandai mereka sebagai 'pasien darurat' karena harus ditangani
segera, kalau tidak mau menunggu sampai minggu berikutnya. Tiba-tiba HP
berdering. Suara dari line seberang cukup singkat: "Ta, Ibu Simpang Haru
meninggal tadi pagi. Kemaren malam masih sehat wal'afiat. Hari ini juga akan
dimakamkan dekat kuburan Papa di Padangpanjang".

Sayapun termangu. Ibu Simpang Haru adalah referensi saya untuk ibu dari si
Uni kocak yang sering saya panggil Uni Banun, kakak senior saya waktu di
Bandung dulu yang memang suka konyol. Uni dan saya memang sangat dekat.
Sempat satu kamar kost di Bandung sebelum dia tamat lebih dulu dan pulang ke
Padang untuk mengajar. Ada rasa menyesal di hati. Beberapa waktu yang lalu
si Ibu memang sempat berpesan menyuruh saya datang ke rumah beliau di
Simpang Haru, tapi saya janjikan nanti-nanti kalau ada waktu, karena
sekarang memang sedang diburu tugas-tugas tak menentu. Ternyata tadi pagi
sang ibu sudah berpulang terlebih dahulu, sebelum saya sempat kembali
bertemu...

Saya kembali termenung. Beberapa waktu belakangan ini orang-orang yang dekat
dan saya sayangi pergi satu persatu.

Sebulan yang lalu, di kampung, saya dan ibu juga dikejutkan ketukan pintu
depan di waktu subuh dan kerabat dengan tersendat berkata pada ibu...:  "Buk
Ni, Uncu tadi malam maningga... ". Nenek Uncu adalah nenek yang sudah saya
anggap nenek kandung sendiri, yang ikut mengasuh kami waktu masih kecil.
Rumah kami yang berdekatan membuat nenek Uncu sering mengurus kami dulu
ketika Ibu dan Bapak sedang mengajar pagi hari. Saya paham kenapa ibu
sedikit shock, karena saya sendiri juga terguncang... Saya sadar, nenek Uncu
bagi ibu tak ubahnya seperti ibu kandungnya sendiri.

Di awal tahun 60-an, ketika ibu saya yang waktu itu masih gadis belia
berumur belasan tahun, tiba-tiba menjadi yatim piatu dengan sederet
adik-adik kecil yang otomatis menjadi tanggung jawabnya. Walaupun bukan anak
pertama, tetapi kedua kakaknya jauh dirantau dan belum tahu persisnya
dimana, membuat ibu bertanggung jawab penuh kepada semua adiknya. Waktu itu,
hidup bagi ibu jelas tidak mudah, karena bukan dari keluarga kaya.
Beruntung, sistem kekerabatan di Minangkabau membuat ibu tidak dibiarkan
sendiri oleh sanak famili. Walaupun mereka juga tidak mampu membantu secara
materi, tetapi perhatian dan dukungan moral dari para mamak dan sanak
saudara membuat ibu kuat bertahan. Nenek Uncu adalah salah satu yang
terdepan dalam melindungi ibu yang waktu itu hanyalah gadis muda yang
kebingungan...

Tapi Allah menunjukkan kasih sayangnya. Semangat juang ibu yang membuat
orang cukup terpana  membuat ibu mampu belajar berbagai macam ketrampilan
yang dapat digunakan untuk mencari nafkah bagi adik-adiknya. Kecerdasan otak
ibu yang di atas rata-rata juga membuat beliau cepat diangkat jadi guru.

Setelah menikah dengan Bapak, pasangan kedua guru muda itu bahu membahu
membesarkan bocah-bocah yatim piatu tak berdosa. Tak heran adik-adik ibu
dulu menyangka Bapak sayalah yang orang tuanya, dan sampai Bapak meninggal
dua tahun lalu pun, semua adik-adik ibu tetap menghormati dan memperlakukan
Bapak sebagaimana orang tua yang membesarkannya.

Ketika kakak sulung saya dilahirkan di rumah sakit Maninjau, dan kemudian
dibawa pulang, rumah kecil  peninggalan nenek itu makin semarak dengan
celoteh bocah-bocah tak berdosa.

Saya adalah bocah terakhir yang benar-benar dilahirkan di atas rumah
tua berdinding papan dan seng peninggalan nenek yang terletak di pusat
kampung di atas diperbukitan itu. Wajar jika dalam tiga generasi terakhir
keluarga kami, sayalah yang punya ikatan emosional paling dalam dengan gubuk
yang sudah kosong dan hampir roboh itu.

Ketika kehidupan orang tua  Alhamdulillah menjadi semakin baik, dan Bapak
mampu membeli sepetak tanah tidak jauh dari pinggiran danau untuk membangun
rumah setahap demi setahap, kami sekeluarga yang anggotanya cukup besar dan
semua adik ibu boyongan ke rumah baru yang juga sederhana. Adik-adik saya
sedikit lebih beruntung karena hidup dengan kondisi yang saat itu sudah
cukup baik. Rumah sederhana kami semakin ramai ketika kakak kandung ibu dan
kakak iparnya yang sebelumnya menetap dirantau meninggal dunia, sehingga dua
diantara sepupu saya yang sudah yatim piatu itu diambil Bapak dan Ibu untuk
bergabung di rumah kami.

Barangkali itulah sebabnya Bapak dan Ibu tak bosan-bosannya mengingatkan
kami anak-anaknya tentang pentingnya arti bersaudara, dan belajar
berbagi serta bertenggang rasa. Bagaimana untuk selalu bersyukur atas rahmat
yang diberikan Tuhan. Kesederhanaan hidup kalau disyukuri, akan mendatangkan
kedamaian. Bapak dan Ibu selalu mengingatkan bahwa tidak ada alasan untuk
hidup di dunia ini dengan kesombongan, dan memandang rendah orang lain.
Karena harta, tahta, dan jabatan, itu hanyalah pinjaman Yang Maha Kuasa,
bukan milik kita.

"Kita tidak punya banyak harta, karena kita bukan keluarga kaya. Kita juga
bukan dari keluarga pejabat yang terhormat. Agar bisa tetap dihormati dan
disayangi orang,  jagalah sikap dan perilaku agar punya harga diri dan
kehormatan, karena hanya itulah yang kita miliki di tengah bermasyarakat...
Jangan hidup menjadi parasit dan menyusahkan bagi orang lain..  Belajarlah
hidup dengan empati kepada sesama dan lakukan yang bermanfaat.. ." demikian
Bapak dulu suka bernasehat.

Dan kematian nenek Uncu bulan lalu, jelas membuat ibu kembali teringat
peristiwa-peristiwa getir yang dialaminya ketika masih muda dulu.

Saya juga tidak pernah mengenal kedua kakek dan nenek saya dari pihak Bapak.
Bapak saya juga sudah yatim ketika masih bocah kecil yang baru belajar
melangkahkan kakinya. Sementara ibunya atau nenek saya meninggal hanya
beberapa bulan sebelum saya dilahirkan. Ibu saya bilang ketika beliau
mengandung saya, mertua perempuannya sering mengelus-ngelus perut buncitnya,
seolah-olah sudah tahu dia tidak akan melihat ketika saya muncul ke dunia.
Tapi Rahmat Tuhan sungguh besar, kami tetap diberikan banyak nenek dan
kakek yang sangat menyayangi dan mencintai kami semua.

Entah kebetulan atau tidak, saya juga sering disebut orang yang sangat mirip
dengan kakak perempuan Bapak yang juga meninggal tak lama sebelum saya
dilahirkan. Hal inilah mungkin yang menyebabkan saya sangat dekat dengan
keluarga ayah atau bako, seperti halnya dekat dengan keluarga Ibu sendiri.

 Dan... Tiga minggu lalu, saya juga terkejut karena ibu dari kampung
menelpon ke Air Tawar malam-malam, mengatakan nenek di Panurunan Maninjau
meninggal dunia. Saya langsung menghambur ke lantai bawah membangunkan Om
dan Tante karena kabar buruk itu. Nenek kerabat yang sangat dekat dengan
saya telah meninggal dunia. Dan lebih sedih lagi ketika tahu sang nenek
ternyata sering menyebut-nyebut nama saya karena sudah lama tak
berjumpa. Nenek pergi ketika asyik berkumpul dan bercanda bersama anak
cucunya. Tak seorang pun tahu, bahkan si Etek yang juga tidur-tiduran di
sampingnya. Semua mengira nenek hanya zikir-zikir memejamkan mata seperti
biasa. Setelah pertanyaan-pertanyaan kepada beliau tidak lagi dijawab dan
suara zikirnya hilang dan senyap, baru semua sadar bahwa nenek telah
tiada... :(

Semua pergi tanpa aba-aba... Persis seperti Bapak saya yang berpulang ketika
akan mengambil wudhu menjelang masuknya waktu shalat subuh dua tahun yang
lalu.

Ya Allah...., setelah rangkaian kejadian ini, saya seperti diingatkan bahwa
kematian itu begitu dekat dengan kita. Kita tidak pernah tahu... kapan
giliran kita menunggu... Semoga Allah membimbing kita agar mampu menjalani
hidup yang lebih baik secara akidah dan amanah.... Amien...

Sekarang, malam ini.... yang ingin saya lakukan hanya memanjatkan doa, agar
semua orang-orang tercinta yang sudah meninggalkan kita itu damai
disisNya... Innalillahi wa inna ilaihi Raji'un....

Wassalam,


Padang, 22 April 2010.


Rita Desfitri Lukman

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke