Kisah yang menyentuh nakan Rita.

Tentu berpulang dengan cara yang baik, tanpa sakit dan saat beribadah,
adalah cara yang kita idamkan. Semoga menjadi ibrah bagi kita semua,
bisa dipetik jadi pelajaran, bahwa kematian itu sangat dekat. Karena itu ada
hadits
"Rajinlah beribadah seakan engkau akan mati besok. Namun jangan lupa pula
beramal
seakan engkau akan hidup lama".

Doa untuk semua karib nakan Rita yang telah berpulang, semoga mereka
semua menanti
kita di surga. Amin
2010/4/22 Rita Desfitri Lukman <rita.desfi...@rantaunet.org>

> KEMATIAN ITU SANGAT DEKAT
>
> Selesai mengajar di lantai III gedung D tadi pagi, saya langsung turun ke
> ruangan kerja saya di lantai II, saya sadar mahasiswa yang mau bimbingan
> biasanya sudah berkumpul, karena hari ini adalah hari Kamis, dan mereka tahu
> betul bahwa hari Jumat dan Sabtu saya biasa off karena pulang kampung. Saya
> suka mencandai mereka sebagai 'pasien darurat' karena harus ditangani
> segera, kalau tidak mau menunggu sampai minggu berikutnya. Tiba-tiba HP
> berdering. Suara dari line seberang cukup singkat: "Ta, Ibu Simpang Haru
> meninggal tadi pagi. Kemaren malam masih sehat wal'afiat. Hari ini juga akan
> dimakamkan dekat kuburan Papa di Padangpanjang".
>
> Sayapun termangu. Ibu Simpang Haru adalah referensi saya untuk ibu dari si
> Uni kocak yang sering saya panggil Uni Banun, kakak senior saya waktu di
> Bandung dulu yang memang suka konyol. Uni dan saya memang sangat dekat.
> Sempat satu kamar kost di Bandung sebelum dia tamat lebih dulu dan pulang ke
> Padang untuk mengajar. Ada rasa menyesal di hati. Beberapa waktu yang lalu
> si Ibu memang sempat berpesan menyuruh saya datang ke rumah beliau di
> Simpang Haru, tapi saya janjikan nanti-nanti kalau ada waktu, karena
> sekarang memang sedang diburu tugas-tugas tak menentu. Ternyata tadi pagi
> sang ibu sudah berpulang terlebih dahulu, sebelum saya sempat kembali
> bertemu...
>
> Saya kembali termenung. Beberapa waktu belakangan ini orang-orang yang
> dekat dan saya sayangi pergi satu persatu.
>
> Sebulan yang lalu, di kampung, saya dan ibu juga dikejutkan ketukan pintu
> depan di waktu subuh dan kerabat dengan tersendat berkata pada ibu...:  "Buk
> Ni, Uncu tadi malam maningga... ". Nenek Uncu adalah nenek yang sudah saya
> anggap nenek kandung sendiri, yang ikut mengasuh kami waktu masih kecil.
> Rumah kami yang berdekatan membuat nenek Uncu sering mengurus kami dulu
> ketika Ibu dan Bapak sedang mengajar pagi hari. Saya paham kenapa ibu
> sedikit shock, karena saya sendiri juga terguncang... Saya sadar, nenek Uncu
> bagi ibu tak ubahnya seperti ibu kandungnya sendiri.
>
> Di awal tahun 60-an, ketika ibu saya yang waktu itu masih gadis belia
> berumur belasan tahun, tiba-tiba menjadi yatim piatu dengan sederet
> adik-adik kecil yang otomatis menjadi tanggung jawabnya. Walaupun bukan anak
> pertama, tetapi kedua kakaknya jauh dirantau dan belum tahu persisnya
> dimana, membuat ibu bertanggung jawab penuh kepada semua adiknya. Waktu
> itu, hidup bagi ibu jelas tidak mudah, karena bukan dari keluarga kaya.
> Beruntung, sistem kekerabatan di Minangkabau membuat ibu tidak dibiarkan
> sendiri oleh sanak famili. Walaupun mereka juga tidak mampu membantu secara
> materi, tetapi perhatian dan dukungan moral dari para mamak dan sanak
> saudara membuat ibu kuat bertahan. Nenek Uncu adalah salah satu yang
> terdepan dalam melindungi ibu yang waktu itu hanyalah gadis muda yang
> kebingungan...
>
> Tapi Allah menunjukkan kasih sayangnya. Semangat juang ibu yang membuat
> orang cukup terpana  membuat ibu mampu belajar berbagai macam ketrampilan
> yang dapat digunakan untuk mencari nafkah bagi adik-adiknya. Kecerdasan otak
> ibu yang di atas rata-rata juga membuat beliau cepat diangkat jadi guru.
>
> Setelah menikah dengan Bapak, pasangan kedua guru muda itu bahu membahu
> membesarkan bocah-bocah yatim piatu tak berdosa. Tak heran adik-adik ibu
> dulu menyangka Bapak sayalah yang orang tuanya, dan sampai Bapak meninggal
> dua tahun lalu pun, semua adik-adik ibu tetap menghormati dan memperlakukan
> Bapak sebagaimana orang tua yang membesarkannya.
>
> Ketika kakak sulung saya dilahirkan di rumah sakit Maninjau, dan kemudian
> dibawa pulang, rumah kecil  peninggalan nenek itu makin semarak dengan
> celoteh bocah-bocah tak berdosa.
>
> Saya adalah bocah terakhir yang benar-benar dilahirkan di atas rumah
> tua berdinding papan dan seng peninggalan nenek yang terletak di pusat
> kampung di atas diperbukitan itu. Wajar jika dalam tiga generasi terakhir
> keluarga kami, sayalah yang punya ikatan emosional paling dalam dengan gubuk
> yang sudah kosong dan hampir roboh itu.
>
> Ketika kehidupan orang tua  Alhamdulillah menjadi semakin baik, dan Bapak
> mampu membeli sepetak tanah tidak jauh dari pinggiran danau untuk membangun
> rumah setahap demi setahap, kami sekeluarga yang anggotanya cukup besar dan
> semua adik ibu boyongan ke rumah baru yang juga sederhana. Adik-adik saya
> sedikit lebih beruntung karena hidup dengan kondisi yang saat itu sudah
> cukup baik. Rumah sederhana kami semakin ramai ketika kakak kandung ibu dan
> kakak iparnya yang sebelumnya menetap dirantau meninggal dunia, sehingga dua
> diantara sepupu saya yang sudah yatim piatu itu diambil Bapak dan Ibu untuk
> bergabung di rumah kami.
>
> Barangkali itulah sebabnya Bapak dan Ibu tak bosan-bosannya mengingatkan
> kami anak-anaknya tentang pentingnya arti bersaudara, dan belajar
> berbagi serta bertenggang rasa. Bagaimana untuk selalu bersyukur atas rahmat
> yang diberikan Tuhan. Kesederhanaan hidup kalau disyukuri, akan mendatangkan
> kedamaian. Bapak dan Ibu selalu mengingatkan bahwa tidak ada alasan untuk
> hidup di dunia ini dengan kesombongan, dan memandang rendah orang lain.
> Karena harta, tahta, dan jabatan, itu hanyalah pinjaman Yang Maha Kuasa,
> bukan milik kita.
>
> "Kita tidak punya banyak harta, karena kita bukan keluarga kaya. Kita juga
> bukan dari keluarga pejabat yang terhormat. Agar bisa tetap dihormati dan
> disayangi orang,  jagalah sikap dan perilaku agar punya harga diri dan
> kehormatan, karena hanya itulah yang kita miliki di tengah bermasyarakat...
> Jangan hidup menjadi parasit dan menyusahkan bagi orang lain..  Belajarlah
> hidup dengan empati kepada sesama dan lakukan yang bermanfaat.. ." demikian
> Bapak dulu suka bernasehat.
>
> Dan kematian nenek Uncu bulan lalu, jelas membuat ibu kembali teringat
> peristiwa-peristiwa getir yang dialaminya ketika masih muda dulu.
>
> Saya juga tidak pernah mengenal kedua kakek dan nenek saya dari pihak
> Bapak. Bapak saya juga sudah yatim ketika masih bocah kecil yang
> baru belajar melangkahkan kakinya. Sementara ibunya atau nenek saya
> meninggal hanya beberapa bulan sebelum saya dilahirkan. Ibu saya bilang
> ketika beliau mengandung saya, mertua perempuannya sering mengelus-ngelus
> perut buncitnya, seolah-olah sudah tahu dia tidak akan melihat ketika saya
> muncul ke dunia. Tapi Rahmat Tuhan sungguh besar, kami tetap diberikan
> banyak nenek dan kakek yang sangat menyayangi dan mencintai kami semua.
>
> Entah kebetulan atau tidak, saya juga sering disebut orang yang sangat
> mirip dengan kakak perempuan Bapak yang juga meninggal tak lama sebelum saya
> dilahirkan. Hal inilah mungkin yang menyebabkan saya sangat dekat dengan
> keluarga ayah atau bako, seperti halnya dekat dengan keluarga Ibu sendiri.
>
>  Dan... Tiga minggu lalu, saya juga terkejut karena ibu dari kampung
> menelpon ke Air Tawar malam-malam, mengatakan nenek di Panurunan Maninjau
> meninggal dunia. Saya langsung menghambur ke lantai bawah membangunkan Om
> dan Tante karena kabar buruk itu. Nenek kerabat yang sangat dekat dengan
> saya telah meninggal dunia. Dan lebih sedih lagi ketika tahu sang nenek
> ternyata sering menyebut-nyebut nama saya karena sudah lama tak
> berjumpa. Nenek pergi ketika asyik berkumpul dan bercanda bersama anak
> cucunya. Tak seorang pun tahu, bahkan si Etek yang juga tidur-tiduran di
> sampingnya. Semua mengira nenek hanya zikir-zikir memejamkan mata seperti
> biasa. Setelah pertanyaan-pertanyaan kepada beliau tidak lagi dijawab dan
> suara zikirnya hilang dan senyap, baru semua sadar bahwa nenek telah
> tiada... :(
>
> Semua pergi tanpa aba-aba... Persis seperti Bapak saya yang berpulang
> ketika akan mengambil wudhu menjelang masuknya waktu shalat subuh dua tahun
> yang lalu.
>
> Ya Allah...., setelah rangkaian kejadian ini, saya seperti diingatkan bahwa
> kematian itu begitu dekat dengan kita. Kita tidak pernah tahu... kapan
> giliran kita menunggu... Semoga Allah membimbing kita agar mampu menjalani
> hidup yang lebih baik secara akidah dan amanah.... Amien...
>
> Sekarang, malam ini.... yang ingin saya lakukan hanya memanjatkan doa, agar
> semua orang-orang tercinta yang sudah meninggalkan kita itu damai
> disisNya... Innalillahi wa inna ilaihi Raji'un....
>
> Wassalam,
>
>
> Padang, 22 April 2010.
>
>
> Rita Desfitri Lukman
>
>
>
> --
> .
> Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat
> lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet
> http://groups.google.com/group/RantauNet/~
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
> 1. Email besar dari 200KB;
> 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi;
> 3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan
> keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
>



-- 
Wassalaamu'alaikum
Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta),
gelar Bagindo, suku Mandahiliang,
lahir 17 Agustus 1947.
Nagari Gasan Gadang, Kab. Pariaman. rantau: Deli, Jakarta, sekarang
Sterling, Virginia-USA
------------------------------------------------------------
"menjadi bagian dari sapu lidi, akan lebih bermanfaat dari pada menjadi
sebatang lidi"

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke