Dari pengamatan saya, Bung JIP, dalam membuat satu kegiatan yang
bersifat massfi, apalagi melibatkan localities, menimbang kondisi
terkini, yang dibutuhkan Sumbar saat ini adalah:

1. Integritas dari para key persons yang menjadi panutan masyarakat
baik di Ranah maupun di Rantau. (tanpa ini, kita sama saja bunyikan
klakson motor di pintu tol Jalan Gatot Subroto, JKT),

2. Sebelum suara kita didengar  massa, mereka lebih dulu melihat dan
menimbang, apa sih kontribusi yang telah kita tunaikan untuk mereka?
(tanpa ini, kita sama saja  jualan obat di tengah pasar)

3. Masyarakat Sumber lebih membutuhkan solusi langsung (direct effect)
ketimbang wacana-wacana yang melelahkan isi kepala mereka. (Ceritanya
akan lain kalau Gebu Minang memulainya dengan bagi-bagi angpao atau
sembako).

4. Integritas dari para inisiator untuk meyakinkan masyarakat bahwa
kongres atau seminar tersebut benar-benar memerlukan dukungan semua
pihak. (bukan karena ini kan acara den, gagasan den, tasarah di den).

Sori, lah lamo ndak komentar di milis.

love
Esteranc Labeh





On Dec 28, 12:45 pm, Indra Jaya Piliang <pi_li...@yahoo.com> wrote:
> http://www.indrapiliang.com/2010/12/28/kongres-eh-seminar/
> Harian Haluan, 27 Desember 2010
> Kongres, Eh, Seminar
> Oleh
> Indra J Piliang
>  
> Seorang kawan, Ibrani SH, meminta saya menjadi moderator acara Kongres 
> Kebudayaan Minangkabau di Bukittinggi. Belum seminggu, saya mendapatkan 
> informasi dari Marzul Very, KNPI Sumatera Barat, bahwa acara itu dibatalkan. 
> Yang kemudian terjadi, Kongres Kebudayaan Minangkabau berubah menjadi Seminar 
> Kebudayaan Minangkabau. Lokasi acara dipindahkan ke Padang. Selama dua malam 
> saya menginap di Hotel Basko.
>  
> Apa yang saya bayangkan betapa Kongres, eh, Seminar ini akan menjadi ajang 
> bagi keluarnya “rudus” pandeka-pandeka Minang tidak terbukti. Minangkabau 
> tetaplah wilayah kebudayaan yang lebih mengandalkan logika dan dialektika, 
> ketimbang langkah empat dalam silat. Yang bersemangat hadir adalah kalangan 
> perantau. Barangkali karena penyelenggara acara adalah Gebu Minang yang sudah 
> berubah dari gerakan ekonomi ke gerakan kebudayaan.
>  
> Sayangnya, kalangan yang justru banyak hadir adalah generasi “saisuak”. 
> Anak-anak muda Minang entah kemana. Kebudayaan, pada titik ini, hanya bagian 
> dari nostalgia kelompok-kelompok lama yang tak ingin melihat nagari demi 
> nagari takluk kepada kebudayaan asing. Tanpa upaya untuk melakukan semacam 
> “Kaoem Moeda Movement”, sebagaimana terjadi pada awal abad ke 20, kebudayaan 
> hanya menjadi sekadar ritual, bukan tradisi yang bisa diperbaharui.
>  
> Kongres
> Saya tidak tahu akar umbi penolakan atas rencana Kongres Kebudayaan 
> Minangkabau. Maklumlah, saya sama sibuknya dengan jutaan anak-anak muda 
> Minang lainnya di rantau dalam mengadu untuang badan. Yang saya tahu, 
> anak-anak muda Minang bukanlah kelompok yang pengecut dalam berbicara. Ranah 
> mengajarkan betapa perdebatan adalah bagian tak terpisahkan dalam kehidupan.
>  
> Kongres adalah ajang untuk bergelanggang mata orang banyak. Bersuluh 
> matahari. Dan segala bentuk petatah-petitih lama bagi setiap orang dalam 
> mengajukan pendapat. Ketika Kongres ditolak dengan beragam ancaman yang tidak 
> perlu, saya membatin betapa kebudayaan Minang bak mahkota di kepala seorang 
> raja atau kaisar. Kebudayaan Minang diperebutkan, tetapi barangkali hanya 
> sebagai kebanggaan semu yang tak mampu memperlihatkan keadaban dalam 
> berkomunikasi.
>  
> Kalaulah ada masalah dalam penanggalan atau doktrin kebudayaan, kongres 
> menjadi ajang untuk mempertukarkan gagasan. Beragam kongres kebudayaan di 
> manapun tidaklah bisa menghasilkan satu keputusan tunggal. Kebudayaan juga 
> bukanlah sesuatu yang bersifat material (semata), melainkan gabungan dari 
> beragam unsur yang bahkan memasuki ranah agama dan ilmu pengetahuan.
>  
> Kalau Kongres Kebudayaan Minangkabau tempo hari jadi dilaksanakan, maka 
> catatan sejarah hanya akan menyebutnya sebagai Kongres Kebudayaan Minangkabau 
> Pertama. Alias nanti bisa dilaksanakan untuk kedua, ketiga, atau keseratus 
> kalinya. Setiap kongres bisa berisikan tema-tema yang berlainan atau 
> mengulang tema yang sama untuk lebih dipertajam. Dengan cara begitu, kalau 
> kongres adalah ajang sekali setahun atau sekali dalam dua tahun, perbincangan 
> menyangkut kebudayaan Minangkabau akan terus ada.
>  
> Seminar
> Ketika Kongres berubah menjadi Seminar, saya kira persoalannya lebih kepada 
> kompromi kepada ketidak-mengertian. Harga diri panitia memang ikut-ikutan, 
> tetapi bukan unsur utama. Dengan seminar, jawaban sudah diberikan betapa 
> kehadiran pemikiran apapun sebetulnya bukan ancaman. Pemikiran bisa 
> dikoreksi, kesepakatan bisa diurai kembali.
>  
> Dari sisi format, sebetulnya seminar yang digelar belum maksimal. Makalah 
> yang dibagikan terlalu sedikit, bercampur antara isu-isu kebudayaan, 
> penanganan bencana, serta kawasan laut dan pesisir. Pembagian peserta ke 
> dalam sejumlah komisi juga berdasarkan isu-isu kebudayaan dan non kebudayaan 
> tadi. Tampak sekali panitia berusaha untuk mempertahankan apapun yang bisa 
> dipertahankan.
>  
> Ke depan, kita membutuhkan seminar lagi. Yang lebih lama. Yang lebih besar. 
> Dengan makalah yang lebih banyak. Kalau perlu, setiap bupati dan walikota di 
> Sumbar menyampaikan makalah. Kalau tidak ada makalah, bupati dan walikota 
> bisa menyampaikan masalah-masalah kebudayaan di masing-masing kabupaten dan 
> kota.
>  
> Mau lebih banyak lagi, langsung ke tingkat nagari. Alangkah eloknya bila 
> masing-masing wali nagari menyampaikan makalah, sementara para ahli, baik 
> dari kalangan kampus atau budayawan lain justru menjadi pendengar dan 
> perumus. Perbincangan akan jauh lebih hangat, apabila yang berbicara adalah 
> langsung suara dari akar umbi kebudayaan Minang itu sendiri, yakni 
> sosok-sosok yang bergelimang lunau di sawah, sinaran matahari pantai atau 
> kedinginan di gunung tinggi.
>  
> Riset
> Yang juga tak kalah penting adalah riset-riset kebudayaan. Kita layak semakin 
> galau, ketika kian sedikit putra-putri ranah Minang yang ikut dalam kompetisi 
> penulisan ilmiah populer di luar Minang. Andrinof Chaniago, seorang dosen 
> Universitas Indonesia, sering mengeluh tentang ketiadaan makalah-makalah dari 
> Sumatera Barat setiap kali dia menjadi juri.
>  
> Masih banyak waktu untuk menjadikan Sumatera Barat tetap sebagai baromater 
> kebudayaan di Indonesia bagian barat. Keunggulan pikiran harus digali, 
> kekayaan budaya wajib ditelusuri. Riset adalah bagian dari itu. Dari sisi 
> jurnalistik dan fotografi, sebetulnya semakin banyak ditemui, terutama di 
> media online. Namun yang langsung bersinggungan dengan kegiatan semacam 
> Kongres atau Seminar Kebudayaan jarang.
>  
> Tugas generasi kini bukanlah mengelap-elap kebudayaan lama yang entah masih 
> dipakai atau sudah dibuang bak kain usang. Generasi kini memerlukan dialog 
> dengan generasi yang lebih senior. Sungguh ironis, bila yang disaksikan 
> adalah bukan perdebatan, melainkan hanya sekadar penolakan atas sebuah 
> peristiwa budaya semacam kongres atau seminar.
>  
> Tentu, kita menunggu lebih banyak kongres atau seminar lagim agar lebih 
> banyak makalah atau pemikiran yang bisa dibagi dan berbagi...
>  
>  

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke