Re: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?

2005-09-19 Terurut Topik andri halim
Bung Asahan yang saya hormati,

Ah... pepatah, "padi semakin tua/berisi maka semakin
merunduk" pantas saya sandangkan kepada anda, senang
rasanya dapat mengenal anda yang berpandangan luas dan
semoga saya dapat belajar banyak dari anda.
terima kasih, 

Andri

--- BISAI <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Bung Andri Yang bijaksana,
> Komentar bung selalu singkat tapi padat. Saya
> belajar dari bung. Semua kita
> sesungguhnya masih belajar, tapi ada yang lebih
> cepat majunya dan ada yang
> kurang cepat. Saya termasuk yang kurang cepat itu.
> Tapi sungguh-sungguh saya
> juga ingin belajar dari siapapun. Tapi disamping
> belajar kita juga berusaha
> berbuat sungguh-sungguh. < Pribumi> , ,
>  , 
>  , < Peranakan> ,  , dsb,
> dsb-nya, CUMALAH sebuah
> kata atau nama. Dan apalah artinya sebuah nama. Tapi
> kita memang akan
> bersungguh-sungguh bila sebuah kata atau nama
> ditunggangi atau dimanipulasi
> seseorang atau penguasa, atau rezim atau siapa saja,
> untuk mengambil
> keuntungan tertentu dan merugikan orang banyak,
> apalagi merugikan seluruh
> rakyat. Tapi seperti juga pemikiran bung, kalau kata
> yang telah menjadi
> coreng moreng itu lalu rame-rame kita sikat dari
> muka bumi, dari kamus,
> disapu bersih, tapi bukan dibersihkan nodanya untuk
> kita miliki kembali
> sebagai kekayaan kita sendiri, perbuatan yang
> demikian bukanlah perbuataan
> yang produktif bahkan anti produktif. Secara
> berkelakar, bila umpamanya bung
> ditanya seseorang apakah pribumi atau non pribumi,
> lalu bung jawab: "Saya
> pribumi!". Lalu bung sendiri, umpamanya merasa lucu
> karena mata yang sipit,
> kulit yang lebih putih dari pribumi dsb,dsb. Juga
> yang menanyai yang tampak
> pribumi asli atau pribumi totok, juga berpikir
> seperti bung. Apakah ini
> lucu?. Ya, memang itu lucu. Tapi juga di sana
> terkandung satu keseriusan.
> Bung telah berani menggunakan hak bung, merasa
> pribumi dan memang pribumi.
> Soal yang bung anggap halangan karena mata sipit dan
> semua ciri-ciri husus
> yang bersifat biologis lainnya itu, kita anggap
> sebagai pergurauan yang
> membuat kita gembira, sebuah humor yang sehat. Saya
> menyaksikan sendiri
> meskipun hanya dalam sebuah film dokumenter, film
> ilmiah, bahwa DNA seorang
> warga Kirgistan yang ciri biologisnya sangat Cina,
> tapi ternyata dia masih
> mermiliki DNA nenek moyang asal muasal manusia,
> yanga sama dengan DNA-nya
> nenek moyang kita yang dari benua Afrika (ketika itu
> tentu saja belum ada
> yang namanya bangsa Afrika, cuma nama geografis
> saja) yang puluhan ribu
> tahun lalu. Dalam film itu juga tampak lucu, seorang
> yang berwajah Cina tapi
> punya DNA Afrika dan berkebangsaan Kirgistan. Dia
> tertawa, sang
> doktor(penyelidik) juga tertawa bahkan saya sendiri
> sebagai penonton TV itu
> turut tertawa. Tapi yang terserius adalah bahwa
> telah terbuktikan secara
> ilmiah yang tidak mungkin dibantah lagi bahwa kita
> umat manusia ini berasal
> dari nenek moyang yang sama. Semua kita dari Afrika.
> Tapi manusia telah
> terlanjur mengkotak-kotakkan dirinya menjadi
> puak-puak, suku-suku dan lalu
> bangsa-bangsa. Itu juga suatu yang wajar saja dalam
> perkembangan sejarah
> kehidupan manusia sebagai mahluk sosial dan mahluk
> dinamis. Tapi yang tidak
> wajar adalah,  ketika sekelompok manusia merasa
> dirinya lebih tinggi, lebih
> berhak dari kelompok atau bangsa yang lain dengan
> dirinya. Ketidak wajaran
> inilah yang kita lawan sepanjang masa. Tapi bagaima
> cara melawannya?. Tentu
> saja dengan bermacam cara yang sesuai dan juga
> mestinya efektif agar
> mendapatkan hasil yang kita inginkan. Di sinilah
> pentingnya kita saling
> bertukar pikiran dan saling belajar dan bukan hanya
> menuruti instruksi,
> perintah, apalagi pemaksaan mutlak dari para
> diktator bangsa yang bila perlu
> kita lawan, harus kita lawan dengan berbagai cara.
> Salam sebangsa  dan setanah air.
> asahan aidit
> 
> 
> - Original Message - 
> From: "andri halim" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: 
> Sent: Saturday, September 17, 2005 5:31 AM
> Subject: Re: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus
> mengharamkah istilah
> Pribumi dan Non Pribumi?
> 
> 
> > Salam hangatku utk Bung Asahan,
> >
> > Apa yang salah dengan kata "Pribumi" dan "Non
> > pribumi", jawabanku adalah tidak ada yang salah
> dengan
> > kata-kata tersebut, tetapi kata-kata tersebut
> dilihat
> > oleh sebagian orang seolah-olah sangat bersalah
> hanya
> > karena digunakan sebagai senjata oleh ORBA.
> >
> > Andaikata benar kalau kata "pribumi dan
> non-pribumi"
> > sangat begitu bersala

Re: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?

2005-09-16 Terurut Topik andri halim
Salam hangatku utk Bung Asahan,

Apa yang salah dengan kata "Pribumi" dan "Non
pribumi", jawabanku adalah tidak ada yang salah dengan
kata-kata tersebut, tetapi kata-kata tersebut dilihat
oleh sebagian orang seolah-olah sangat bersalah hanya
karena digunakan sebagai senjata oleh ORBA.

Andaikata benar kalau kata "pribumi dan non-pribumi"
sangat begitu bersalah terhadap terjadinya
diskriminasi, dan kata-kata tersebut harus
dihapuskan(tidak boleh disebut2 lagi) maka yang
terjadi hanyalah mengurangi perbendaharaan kata saja,
dan dilain pihak hanya membiarkan
diskriminasi(permasalahan utama) terus berjalan.

Inti, Apa yang Anda pikirkan menurutku benar adanya,
buat apa  mengharamkan istilah "Pribumi dan
Non-pribumi", karena itu hanya sebagai "alat" ORBA,
yang seharusnya dipikirkan dan didiskusikan adalah
bagaimana cara menghilangkan "diskriminasi" yang
terjadi bukan mempermasalahkan kata "Pribumi dan
Non-pribumi", mungkin yang dipikirkan oleh sebagian
orang adalah "kalo kata tersebut diharamkan maka etnis
China bisa diterima oleh masyarakat asli
Indonesia(pribumi), heheheheheheee, kalo segampang itu
seharusnya Indonesia tidak lagi terjadi diskriminasi
donk, karena Habibie sendiri telah melarang penggunaan
kata tersebut pada saat dilantik menjadi presiden
tetapi hasilnya = nihil.

Salam persahabatan,


Andri

--- BISAI <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Saudara Andri Halim yang saya hormati,
> Komentar anda saya baca kata perkata, kalimat
> perkalimat. Saya merasakan
> kejernihan pikiran anda, langsung menangkap masaalah
> yang sedang dibicarakan
> dan menangkap hakekat atau inti masaalah tanpa
> berpanjang panjang atau
> berprasangka buruk. Tepat sungguh seperti yang anda
> bilang: ..."bagaimana
> cara menghilangkan"DISKRIMINASI" dengan tidak adanya
> diskriminasi lagi maka
> secara langsung efek dari Pribumi dan non Pribumi
> akan pupus dengan
> sendirinya, menurutku inilah inti jawaban dari
> Pribumi dan non pribumi".
> Menurut saya inilah kesimpulan terbaik  dari seluruh
> diskusi yang anda
> temukan dengan kepala dingin dan pikiran yang
> terang. Memang kita tidak
> melawan kata tapi melawan setiap pikiran, tindakan
> maupun naluri
> diskriminasi. Hanya dengan pikiran demikian kita
> bisa mendekati atau
> manangkap hakekat melawan diskriminasi secara benar
> dan terfokus.
> Mem-phoby-kan kata  yang hanya karena
> adanya instruksi  seorang
> Presiden yang kelanjutan dari seorang Presiden 
> diktator yang terguling
> sebelumnya, cumalah perbuatan sia-sia dan juga
> terlalu sentris untuk semata
> disangkutkan kepada satu etnis, sedangkan sebagian
> terbesar etnis lainnya
> harus manut begitu saja, seolah mereka tidak
> setetespun menderita racun
> diskriminasi. Pandangan sentris yang begini patut
> kita tentang justru karena
> kita menghendaki bangunan masyarakat yang pluralis
> seperti yang juga anda 
> dan saya
> menghendakinya.
> Melawan diskriminasi ataupum diskriminasi rasial
> bukan berarti semua etnis
> harus dihilangkan identitas etnis-nya, tidak ada
> lagi Jawa, tidak ada lagi
> Sunda, tidak ada lagi Melayu, Batak dsb, dan yang
> ada hanya Indonesia,
> Indonesia dan Indonesia. Itu tentu sangat indah
> kedengarannya. Dan ketika
> dua orang Indonesia yang baru berkenalan di Jakarta
> umpamanya, yang satu
> tanya : "Saudara berasal dari mana?".Lalu yang
> ditanya menjawab: "Saya
> berasal dari Indonesia". Dan lalu terjadilah dialog
> dan tanya jawab sbb:
> 
> "Di mana kampung halaman saudara?
> 
> "Kampung halaman saya  di Indonesia"
> "Dan saudara tinggal di mana?"
> "Saya tinggal di Indonesia".
> "Saudara berasal dari suku mana"
> "Saya berasal dari suku Indonesia"
> "Bisakah saya mengetahui alamat Saudara?"
> "Alamat saya di Indonesia"
> "Di manakah saudara bekerja?"
> "Saya bekerja di Indonesia"
> "Apakah pekerjaan Saudara?
> "Pekerjaan saya Indonesia".
> "Apakah saudara Bangsa Indonesia?"
> "Bukan, saya peranakan Cina".
> "Jadi saudara bukan pribumi???"
> "Ah, jangan sebut kata itu, najis! , haramejadah!
> Nah beginilah kalau kita ingin menghilangkan
> identitas etnis orang lain
> tapi cuma menjaga identitas etnis sendiri dengan
> maksud berjuang melawan
> diskriminasi hanya melalui kata-kata, perang kata
> dan pemalsuan kata. Dalam
> kehidupan, tidak semua benda bisa dijadikan benda
> politik, demikian pula
> bahasa. Tidak semua kata bisa bisa dimanipulasi
> untuk kepentingan politik.
> Dan bila sudah begini, orang(bila dia adalah
> penguasa) mulai dengan
> memperbudak kata dan lalu menjadi budak kata (yang
> dikuasai). Saya sendiri
> tidak gandrung apalagi fanatik dengan kata
> , tapi saya
> mempertanyakan, mengapa kata itu harus diharamkan
> dan hingga ini hanya anda
> yang bisa menjawab dan meyakinkan saya bahwa
> pengharaman kata  sama
> sekali bukan hakekat terjadinya diskriminasi tapi
> justru politik
> diskriminasi Orba-lah yang telah mendiskriminasi
> semua etnis, termasuk
> etnis Cina dan bukan kata  yang dijadikan
> kambing hitam.Tapi
> pertanyaan saya dalam bentuk tulisan yang juga
> menjadi