Setujuuu dengan Mas Oka..
(Dari td setuju aja,, hehehe)
Memang benar negeri ini masih belajar mengenal makna demokrasi..
Yg repot adalah kalau semua ngerasa benar..
Hukum yg paling gampang adalah orang yg benar pasti tau yg salah..
Tp masalahnya adalah kalo semua ngerasa benar siapa yg salah? Dan seberapa
akurat/terbukti kah kebenaran itu?
*hanya mereka yg tau
Wilander
-Original Message-
From: oka oka.wid...@indosat.net.id
Date: Fri, 05 Mar 2010 08:31:14
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: Bls: [Keuangan] [oot] Pidato Presiden Menanggapi Kasus Century (II)
Saya kira benar apa yang disampaikan mas Pras ini. Ngak ada yang tidak punya
kepentingan dalam politik. Penguasa dan koalisinya, oposan dan teman2nya. Semua
punya kepentingan.
Sayangnya, karena rakyat Indonesia ini masih banyak yang belum paham benar
bagaimana itu berdemokrasi, malah ada upaya agar yang berbeda dengan Pemerintah
mendapat cap haus kekuasaan pasti ada udang dibalik batu...mebawa banyak
kepntingan dll..
Mari kita kembalikan sajalah pada rel demokrasi dan aturan mainnya. Anggota DPR
harus diasumsikan mewakili rakyat yang memilihnya. Jadi kalo anggota DPR
kebetulan bersuara bersebrangan dengan Pemerintah, ya diasumsikan bahwa ada
bagian rakyat yg bersebrangan dengan pemerintah. Ngak perlu dipertanyakan
mereka mewakili siapa?kalo kita tidak bisa terima bahwa asumsi bahwa
anggota DPR mewakili rakyat, berarti pemilu legislatif tempo hari ngak bener,
dong?
Termasuk anggapan bahwa kasus Century karena sentimen pribadi kepada Budiono
dan SMI...so what? dalam politik memang like and dislike kok..ngak bisa
dihindari. Profesionalisme satu hal, tapi kemampuan mendekati kekuatan politik
lain ya harus dilakukan dalam politik. Wapres dan Mentri keuangan adalah
jabatan politik. Ya para pejabat itu harus siap ada yang sayang ada yang benci.
Yang jelek dari demokrasi adalah hukum suara terbanyak. Suara terbanyak
dianggap benar. Seperti suara terbanyak bilang, SBY menjadi presiden. Jadilah
ybs Presiden, apapun kelemahan dan kekuatan, pro dan kontra yang melingkupi
ybs. Sebangun ketika suara terbayak DPR bilang bail out century salah, maka
itulah kebenarannyaitulah realitasnya.
Jangan lagi tanya, karena tak relevan, kalo Budiono tidak jadi Wapres, maka
tidak ada kasus Centuryitu sama saja dengan mengaumsikan, kalo 1998 ngak
ada krisis dan pak Harto ngak turun, mungkin kita sudah setara dengan
Korsel.ngak relevankarena kita tidak bisa membalik sejarah
Mari kita ikuti saja proses politik inisaya pribadi juga tidak sabar. Bukan
masalah saya pro siapa atau kontra yang mana...tapi saya kuatir ini menjadi
bola liar yang menghantam kemana2
--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@...
wrote:
Tapi mari kita baca secara terbalik. Jika memang tidak ada apa-apanya,
dalam artian rekomendasi Pansus DPR hanya mewakili kepentingan tertentu (
ah..adakah itu netralitas-objektif-nirkepentingan dalam dunia nyata ini?),
dan tidak memiliki implikasi apa pun, karena putusannya berbeda dg tujuan
awal, mengapa Partai Demokrat dan pihak penguasa harus sedemikian ngotot
melakukan lobi, melibatkan staf khusus yang digaji dg uang negara, mengulur
waktu voting dengan lobi selama 6 jam, dlsb? Artinya, partai penguasa pun
juga punya kepentingan dan ini diam2 menunjukkan kekhawatiran. Jika merasa
benar dan akhirnya akan diserahkan ke proses hukum dengan segala
keyakinannya, ya sudah, ikuti saja, tak usah ngotot lobi dan ulur waktu.
Sekedar mengingatkan logika ketua DPR dan empat fraksi pengusul Opsi A+C, di
samping Opsi A dan Opsi C.
1. Kebenaran tidak bisa divoting, karenanya voting dihindari. Kebenaran itu
diaklamasi (artinya, apakah segala putusan politik hasil voting sama artinya
bukan kebenaran?).
2. Maka dirumuskan Opsi A+C, karena di kedua opsi sama2 mengandung kebenaran.
3. Dilakukan lobi utk merumuskan formulasi Opsi A+C.
4. Hasil lobi ini kemudian dibawa ke paripurna untuk divoting, apakah
disetujui ada tiga Opsi A, C, dan A+C. Di sini ada kontradiksi, Opsi A+C yang
semula dirumuskan sebagai kebenaran, jatuh pada logika yg sama: divoting.
5. Artinya ketiganya jadi tidak memiliki kebenaran bukan?
Ya sudah, memang DPR harus belajar ilmu logika lagi. Tapi hebatnya, kekacauan
logika ini toh tak ada yg mempertanyakan, karena bisa dibungkus dengan aneka
tingkah dan tekuk lidah yang amat lihai.
Ini semua permainan Bungdan teknokrat juga harus mulai awas, sebagaimana
disampaikan Pak Mahfud MD, hasil proses di DPR ini sehat, dan bisa jadi
rujukan baru bahwa kebijakan bisa dipidanakan sejauh mengandung unsur pidana.
Teknokrat dan politisi kapan ya akurnya?
salam,
pras
Dari: Wilander elchino_...@...
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 23:04:28
Judul: Re: [Keuangan] [oot] Pidato Presiden Menanggapi Kasus