Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi 'Grameen Bank' di Indonesia?

2009-07-21 Terurut Topik husaini ismail
 
Apakah prktek Bank syariah itu hanya dari bunga atau bagi hasil saja, Bagaimana 
kalau ada lembaga Bank Syariah menghire karyawan dengan status out 
sourcing selamanya yang setaip saat bisa diPHK ?.
 
Bukankah membuat staffnya tenang dalam bekerja termasuk juga bagian penerapan 
syariah itu sendiri prinsip adil ?
 
   

--- Pada Sel, 21/7/09, Ari Condro masar...@gmail.com menulis:


Dari: Ari Condro masar...@gmail.com
Judul: Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi 'Grameen Bank' di 
Indonesia?
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 21 Juli, 2009, 12:22 PM


  



tuh kan, untuk kredit mikro salah satu kuncinya adalah monitoring harian.
* modus bank thithil minded *

2009/7/21 Tjandra Irawan tjandrairawan@ gmail.com:


 Seandainya diskusi ini tidak di milis AKI, saya sudah malas menanggapi
 tulisan dari penulis/blogger malas. Mereka malas membaca Grameen Bank (GB)
 secara mendalam, hanya mendengar bahwa yang dilakukan oleh GB sudah hebat
 lantaran Mohamad Yunus memenangi hadiah Nobel Perdamaian. Untung ada orang
 seperti Mas Madjmudin yang mengutip Prof. Dr. MA Manan mengenai 9 mitos ttg
 Grameen Bank.

 Kesalahan terbesar penulis/blogger tersebut adalah kekeliruan pemahamannya
 tentang GB. Penulis menganggap GB sebagai model atau metodologi penyaluran
 kredit mikro untuk pengentasan kemiskinan. Padahal model tersebut sudah
 diakui kegagalannya oleh GB, dan sudah dikoreksi dengan diperkenalkannya GB
 II. Banyak sekali perubahan PRINSIP antara GB (classic) dengan GB II. Dalam
 GB II tidak lagi ada tanggung renteng; anggota yang tidak mempunyai pinjaman
 tidak lagi dikeluarkan (dalam GB classic, anggota yang tidak lagi punya
 hutang harus dikeluarkan) . Salah satu hasil perubahan ini, untuk pertama
 kalinya LDR GB kurang dari 100%, alias simpanan yang dimobilisasinya lebih
 besar dari pinjaman yang disalurkan. Ini salah satu hal untuk membuktikan
 bahwa mereka adalah benar-benar bank, bukan finance company!

 Meskipun sudah ada perubahan, GB masih belum dianggap berhasil. Sebagaimana
 sudah pernah diulas oleh THE WALL STREET JOURNAL edisi November 27, 2001.
 Yang terakhir adalah ulasan komprehensif tentang microcredit yang
 ditayangkan TV Perancis pada tanggal 15 Mei 2009. Yang ngerti bahasa
 Perancis, silakan lihat di
 http://envoye- special.france2. fr/index- fr.php?page= reportage 
 id_rubrique= 947
 Yang paling menarik, dalam berita Kompas, Sabtu, 18 Juli 2009, Resep
 Neoliberal Gagal, UNCTAD masih melaporkan Bangladesh sebagai 49 negara
 termiskin dunia yang tak beranjak dari kemiskinan. Dalam hal apa GB
 berhasil, selain menambah jumlah anggota dan meningkatkan asetnya? Kalau ada
 yang berminat mempelajarinya secara mendalam, pasti akan sangat menarik.

 Bank Gakin (Bank Keluarga Miskin) mencoba meniru, bahasa halusnya,
 mereplikasi GB. Sayangnya yang direplikasi justru kegagalan GB, he, he, he,
 ... Apakah Bank Gakin itu bank, atau lembaga pembiayaan? Teman-teman yang
 bekerja di perbankan pasti tahu benar dan dapat mensharingkan bagaimana
 seharusnya sebuah bank, apalagi bank ritel!

 Sekarang soal berikutnya, yaitu apakah ada kaitannya dengan sistem perbankan
 Syariah. Apakah kalau Bank Gakin menerapkan sistem syariah lantas tidak akan
 mengalami masalah likuiditas yang diberitakan dalam Radar Jember? Saya yakin
 teman-teman tahu jawabannya. Masalah likuiditas tersebut timbul bukan soal
 penerapan syariah atau bukan, melainkan soal layanan keuangan apa yang akan
 digunakan untuk mengentaskan kemiskinan: penyaluran kredit mikro saja atau
 penyediaan layanan keuangan yang lengkap. Mau memeras orang kecil dengan
 menyalurkan pinjaman saja, atau mau meningkatkan kesejahteraan orang kecil
 dengan menyediakan layanan keuangan yang lengkap agar mereka dapat terbantu
 dalam mengelola keuangannya untuk consumption smoothing!

 Soal penerapan sistem perbankan Syariah dalam pengentasan kemiskinan atau
 khususnya Grameen replication bukanlah hal baru. Teman-teman di Koperasi
 Baytul Ikhtiar (BAIK) yang merupakan bagian dari Peramu--works to empower
 mustadh'afiin, sudah lebih dulu dari Bank Gakin menerapkan sistem perbankan
 syariah untuk pengentasan kemiskinan dengan model pelayanan replikasi GB.
 Awal Juli lalu saya mengunjungi mereka, dan mereka mengamini pengalaman
 praksis saya sebagai konsultan keuangan mikro bahwa mereka harus
 meningkatkan pelayanan penerimaan setoran harian. Model pelayanan mingguan
 secara berkelompok terbukti kurang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan
 anggotanya. Karena para anggotanya masih harus susah payah berjuang untuk
 menyimpan uang tunai yang diterimanya pada hari Sabtu sampai pada hari
 pertemuan. Silakan teman-teman berkunjung untuk mendalami yang terjadi di
 lapangan dan ajukan pertanyaan yang mendalam.

 Semoga bermanfaat.

 Salam,
 Irawan

 

-- 
salam,
Ari
















  Jatuh cinta itu seperti apa ya rasanya? Temukan jawabannya di Yahoo! 
Answers! http://id.answers.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been

Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi 'Grameen Bank' di Indonesia?

2009-07-20 Terurut Topik Ari Condro
tuh kan, untuk kredit mikro salah satu kuncinya adalah monitoring harian.
* modus bank thithil minded *




2009/7/21 Tjandra Irawan tjandraira...@gmail.com:


 Seandainya diskusi ini tidak di milis AKI, saya sudah malas menanggapi
 tulisan dari penulis/blogger malas. Mereka malas membaca Grameen Bank (GB)
 secara mendalam, hanya mendengar bahwa yang dilakukan oleh GB sudah hebat
 lantaran Mohamad Yunus memenangi hadiah Nobel Perdamaian. Untung ada orang
 seperti Mas Madjmudin yang mengutip Prof. Dr. MA Manan mengenai 9 mitos ttg
 Grameen Bank.

 Kesalahan terbesar penulis/blogger tersebut adalah kekeliruan pemahamannya
 tentang GB. Penulis menganggap GB sebagai model atau metodologi penyaluran
 kredit mikro untuk pengentasan kemiskinan. Padahal model tersebut sudah
 diakui kegagalannya oleh GB, dan sudah dikoreksi dengan diperkenalkannya GB
 II. Banyak sekali perubahan PRINSIP antara GB (classic) dengan GB II. Dalam
 GB II tidak lagi ada tanggung renteng; anggota yang tidak mempunyai pinjaman
 tidak lagi dikeluarkan (dalam GB classic, anggota yang tidak lagi punya
 hutang harus dikeluarkan). Salah satu hasil perubahan ini, untuk pertama
 kalinya LDR GB kurang dari 100%, alias simpanan yang dimobilisasinya lebih
 besar dari pinjaman yang disalurkan. Ini salah satu hal untuk membuktikan
 bahwa mereka adalah benar-benar bank, bukan finance company!

 Meskipun sudah ada perubahan, GB masih belum dianggap berhasil. Sebagaimana
 sudah pernah diulas oleh THE WALL STREET JOURNAL edisi November 27, 2001.
 Yang terakhir adalah ulasan komprehensif tentang microcredit yang
 ditayangkan TV Perancis pada tanggal 15 Mei 2009. Yang ngerti bahasa
 Perancis, silakan lihat di
 http://envoye-special.france2.fr/index-fr.php?page=reportageid_rubrique=947
 Yang paling menarik, dalam berita Kompas, Sabtu, 18 Juli 2009, Resep
 Neoliberal Gagal, UNCTAD masih melaporkan Bangladesh sebagai 49 negara
 termiskin dunia yang tak beranjak dari kemiskinan. Dalam hal apa GB
 berhasil, selain menambah jumlah anggota dan meningkatkan asetnya? Kalau ada
 yang berminat mempelajarinya secara mendalam, pasti akan sangat menarik.

 Bank Gakin (Bank Keluarga Miskin) mencoba meniru, bahasa halusnya,
 mereplikasi GB. Sayangnya yang direplikasi justru kegagalan GB, he, he, he,
 ... Apakah Bank Gakin itu bank, atau lembaga pembiayaan? Teman-teman yang
 bekerja di perbankan pasti tahu benar dan dapat mensharingkan bagaimana
 seharusnya sebuah bank, apalagi bank ritel!

 Sekarang soal berikutnya, yaitu apakah ada kaitannya dengan sistem perbankan
 Syariah. Apakah kalau Bank Gakin menerapkan sistem syariah lantas tidak akan
 mengalami masalah likuiditas yang diberitakan dalam Radar Jember? Saya yakin
 teman-teman tahu jawabannya. Masalah likuiditas tersebut timbul bukan soal
 penerapan syariah atau bukan, melainkan soal layanan keuangan apa yang akan
 digunakan untuk mengentaskan kemiskinan: penyaluran kredit mikro saja atau
 penyediaan layanan keuangan yang lengkap. Mau memeras orang kecil dengan
 menyalurkan pinjaman saja, atau mau meningkatkan kesejahteraan orang kecil
 dengan menyediakan layanan keuangan yang lengkap agar mereka dapat terbantu
 dalam mengelola keuangannya untuk consumption smoothing!

 Soal penerapan sistem perbankan Syariah dalam pengentasan kemiskinan atau
 khususnya Grameen replication bukanlah hal baru. Teman-teman di Koperasi
 Baytul Ikhtiar (BAIK) yang merupakan bagian dari Peramu--works to empower
 mustadh'afiin, sudah lebih dulu dari Bank Gakin menerapkan sistem perbankan
 syariah untuk pengentasan kemiskinan dengan model pelayanan replikasi GB.
 Awal Juli lalu saya mengunjungi mereka, dan mereka mengamini pengalaman
 praksis saya sebagai konsultan keuangan mikro bahwa mereka harus
 meningkatkan pelayanan penerimaan setoran harian. Model pelayanan mingguan
 secara berkelompok terbukti kurang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan
 anggotanya. Karena para anggotanya masih harus susah payah berjuang untuk
 menyimpan uang tunai yang diterimanya pada hari Sabtu sampai pada hari
 pertemuan. Silakan teman-teman berkunjung untuk mendalami yang terjadi di
 lapangan dan ajukan pertanyaan yang mendalam.

 Semoga bermanfaat.

 Salam,
 Irawan

 



-- 
salam,
Ari


Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia?

2009-07-19 Terurut Topik herisetiono004
--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, anton ms wardhana 
ari.am...@... wrote:

 bli okeu,
 
 dalam hal riba, mohon maaf sebelumnya buat pemeluk agama lain saya bicara
 soal ini, saya sepakat bahwa pengertian riba bukanlah bunga.
 setidaknya yang saya dapat dari penjelasan ustadz saya: bahkan bagi hasil  
 yang melampaui kewajaran pun bisa dianggap riba sepanjang tingginya basil 
 itu bukan karena tingginya biaya yang harus ditanggung bank. oleh karena  
 itu, besaran basil pun boleh dipertanyakan dari mana dasarnya oleh calon 
 nasabah.
 teorinya sih begitu, ngga tau praktiknya. mungkin praktisi bank syariah/bprs 
  bisa menjelaskan lebih lanjut.
 

Saya bukan praktisi perbankan tapi barangkali bisa menambah penjelasan dasar 
teori ekonomi syariah. Hukum paling mendasar sistem bank syariah terdapat dalam 
perintah seperti di bawah :

Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh 
sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, 
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. [Al Baqarah:280]

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah… [Al Baqarah:276]


Nah tentang riba sendiri, konsekuensi lebih lanjut dari penggunaan  riba adalah 
:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti 
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. 
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata 
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang 
telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari 
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang 
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi 
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal 
di dalamnya. (QS. 2:275)

Kemudian ada 7 prinsip yang menjiwai bank syariah :
(1) keadilan, kesamaan dan solidaritas; (2) larangan terhadap objek dan 
makhluk; (3) pengakuan kekayaan intelektual; (4) harta sebaiknya digunakan 
dengan rasional dan baik (fair way); (5) tidak ada pendapatan tanpa usaha dan 
kewajiban; (6) kondisi umum dari kredit (meliputi; pertama, peminjam yang 
mengalami kesulitan keuangan sebaiknya diperlakukan secara baik, diberi tangguh 
waktu, bahkan akan lebih baik bila diberi keringanan, dan kedua, terdapat 
beberapa perbedaan pendapat mengenai hukum selisih antara kredit dan harga 
spot, ada yang berpendapat bahwa itu adalah suku bunga implisit dan ada juga 
yang berpendapat bahwa hal tersebut dibolehkan untuk mengakomodasi biaya 
transaksi - bukan biaya dari pembiayaan; dan (7) dualiti risiko, di satu sisi 
sebagai bagian dari persetujuan kredit (liability) usaha produktif yang 
merupakan legitimasi dari bagi hasil, di lain sisi risiko sebaiknya diambil 
secara hati-hati, risiko yang tak terkontrol sebaiknya dihindari.
.
 D. Syaik (Islamic Banking, The Arab Review)





[Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia?

2009-07-18 Terurut Topik anton ms wardhana
tulisan ini saya copas dari kompasiana, sebuah tulisan karya ririn handayani
dalam rangka iB Blogger Competition.
kalo udah di blog publik begitu, apa saya masih harus izin lagi ya ? kalau
saya dianggap salah, maka saya mohon maaf sebesar-besarnya.
selain saya sangat mendukung lomba artikel semacam ini, IMHO beberapa
tulisan di dalamnya cukup menarik untuk diobrolkan mengingat nampaknya isyu
ekonomi pro rakyat dan kerakyatan maupun jalan tengah sangat mewarnai
pilpres kali ini, dan bagi saya itu berarti masyarakat kita mulai peduli
dengan kebangunan ekonomi bagi rakyat (kecil) yang mungkin dari sisi jumlah
merupakan mayoritas di republik ini (sayangnya, belum jelas benar dari angka
itu berapa rakyat kecil yang wiraswasta, yang karyawan, maupun yang keduanya
:)

komentar saya di bawah ini adalah pikiran saya yang bukan pelaku UMKM, bukan
pengamat ekonomi, hanya pendapat seorang jurukunci ki brankas yang tertarik
dengan pengembangan UMKM (hmm. jatuh2nya pengamat juga ya.. tapi ketinggian
ah.. penonton aja deh :)

menurut saya, yang lebih sulit bukanlah segmentasi pemberian kredit pada
UKM, melainkan antara 1) memilih UMKM yang memang layak dibantu (kriteria
bisa macam2 soalnya) dan / atau   mendidik UKM ini agar mampu menyusun
rencana usaha yang cukup matang sehingga potensinya berkembang ngga perlu
diragukan lagi, setidaknya menurut analis kredit :) dan 2) menyajikan
laporan yang cukup handal, utamanya bagi dia sendiri, sehingga bisa monitor
dan mungkin mengembangkan usahanya lagi.
kalo mengharap masyarakat siap duluan, mungkin sulit, meski pasti ada aja
rekan2 LSM yang siap membantu UMKM tersebut dalam hal itu. mengandalkan
penyuluh pemerintah punya, hmm.. entah juga ya.. hehe.. jadi menurut saya
memang perlu ada semacam penyuluhan dari bank itu sendiri.

]eh.. dan semoga pendapat saya ini ngga terlalu asal. kalo ternyata ngaco
ya mohon maap dan mohon koreksinya :)


*BR, ari.ams*

sumber asli:
http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2009/07/17/beranikah-bank-syariah-menjadi-grameen-bank-di-indonesia/
*
*

 iB Blogger Competition adalah lomba penulisan artikel di kanal blog
 Kompasiana dengan total hadiah sebesar Rp. 20 juta. Tema tulisan seputar
 Perbankan Syariah. Lomba terbuka untuk umum, dengan syarat harus memiliki
 blog atau account di situs pertemanan (Facebook, Multiplay, dll). Artikel
 diterima paling lambat tanggal 15 Agustus 2009 untuk periode I dan tanggal
 31 Oktober 2009 untuk periode II.

*
Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia? *Oleh
ririnhandayani - 17 Juli 2009 - Dibaca 296 Kali -

Ada berita memprihatinkan yang dimuat Harian Pagi Radar Jember dua hari
berturut-turut, 28 dan 29 Juni 2009 lalu. Yakni tentang nasib 2.200 anggota
Bank Gakin (Bank Keluarga Miskin) di Kabupaten Jember yang seperti telur di
ujung tanduk. Pasalnya, modal bank yang dibina Dinas Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah Jember itu akan ditarik oleh pemiliknya, Bank Jatim. Padahal
modal pinjaman yang diberikan Bank Jatim hampir mencapai 80%. Dari 29 Bank
Gakin yang ada, hanya tujuh unit yang menggunakan dana mandiri. Dana yang
digulirkan juga lumayan besar yakni mencapai Rp 14 milyar lebih. Jika benar
Bank Jatim akan menarik seluruh pinjamannya, dipastikan sekitar 2.200
anggota Bank Gakin Jember akan kelabakan. Mereka harus pontang-panting
mempertahankan eksistensi usahanya yang sudah tiga tahun ini dirintis dengan
gemilang. Mereka akan terpukul karena pemerintah dalam hal ini Pemerintah
Kabupaten Jember, belum mampu menyediakan dana pengganti karena keterbatasan
anggaran. Demikian sebagian isi dari tulisan di Harian Pagi Radar Jember
tersebut. Atas realitas ini, akankah Bank Syariah khususnya Bank Syariah di
Kota Jember tergerak hatinya dan melihat ini sebagai potensi pasar yang
prospektif?

Tujuh belas tahun sudah usia bank syariah di Indonesia sejak berdiri 1992
lalu, namun eksistensinya masih “melangit”. Sebagian besar strategi dan
inovasi produk yang dikembangkan bank syariah belum bisa dinikmati sektor
riil yang notabene adalah kalangan masyarakat kelas bawah yang jelas-jelas
sangat membutuhkan aliran modal namun tidak memiliki apa-apa untuk dijadikan
agunan. Dalam mekanisme pemberian kredit/modal, bank syariah menetapkan
prosedur yang tidak jauh berbeda dengan bank konvensional. Masalahnya
kemudian menjadi sangat sederhana, apa artinya perbedaan antara bank
konvensional dengan sistem bunganya dan bank syariah dengan sistem bagi
hasilnya, jika keduanya sama-sama susah diakses oleh masyarakat kecil yang
membutuhkan modal untuk kelangsungan usahanya?

Saya terenyuh mendengar cerita seorang ibu lijo (penjual sayur keliling)
tentang bagaimana ia bisa mendapatkan modal usaha untuk bisa berjualan dan
bagaimana ia harus membayar bunganya. Tak adanya akses untuk meminjam modal
usaha ke bank karena tak punya apa-apa untuk dijadikan agunan, terpaksa si
ibu meminjam uang kepada rentenir dengan bunga 20 persen sebulan. Bandingkan
dengan tingkat suku bunga kredit komersil bank konvensional yang kini 

Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia?

2009-07-18 Terurut Topik madjmudin m
menarik sekali ketika bank syariah dikaitkan dengan pengentasan kemiskinan, 
bahkan diperbandingkan dengan yg konon kabarnya menjadi  role model banknya 
orang miskin yaitu Grameen Banknya M. Yunus di Bangladesh.

Harapan partisipasi pengentasan kemiskinan kepada bank syariah di Indonesia 
saat ini menurut saya (dgn ilmu yg masih terbatas) masih  sulit diharapkan 
terlalu banyak. Apalagi berusaha 'dipersamakan' untuk beroperasi melayani 
orang miskin seperti Grameen di 
Bangladesh. 

Yang lebih menarik sebenarnya jika berbicara ttg Grameen Bank adalah paparan 
seorang scholar islamic economics yaitu Prof. Dr. MA Manan mengenai 9 mitos ttg 
Grameen Bank. (terlampir dlm attachment)
9 mitos itu adalah :
1.Grameen Bank ternyata tidak memiliki mekanisme untuk mendongkrak skala usaha 
nasabahnya ketingkat yang lebih tinggi.Akibatnya tahapanuntuk memutus lingkaran 
kemiskinan menjadi sulit.
2.Model kredit mikro Grameen Bank ternyata tidak diperuntukkan bagi masyarakat 
yg berkriteria sangat miskin. Mereka tetap mensyaratkan kepemilikan suatu 
jaminan.
3. Biaya bunga sangat tinggi, jika dimasukkan biaya-biaya lain 
(adm,keanggotaan) maka total bunga per anum mencapai 54%.
4. Model kredit mikro Grameen Bank masih menerapkan hubungan pemberi pinjaman - 
penerima pinjaman, biasanya posisi penerima pinjaman lebih lemah, eksploitasi 
tingkat bunga, sistem denda yang memberatkan.
5.Isu yang dikembangkan condong mendisintegrasi keharmonisan rumah tangga 
masyarakat. Terkait isu jender,mengingat 95% nasabahnya adalah wanita. Konon yg 
ideal adalah jutru harus dikembangkan kerukunan suami-istri, dan keluarga yang 
menjadi kelompok2 nasabah peminjam.
6. Model yang dikembangkan Grameen Bank cenderung membuat ketergantungan pada 
pihak asing.
7. Operasional Grameen Bank tidak diaudit oleh pihak bank sentral ataupun 
auditor independen.
8. Operasional Grameen Bank pun dibebaskan dari pajak.
9. Tinggi$nya perbaikan non performing loan dicapai dengan cara2 yang 
mengabaikan rasa kemanuasiaan.

Jadi teringat postingan Bang Poltak di milis ini mengenai Grameen Bank, yg 
menyatakan bahwa fenomena Grameen Bank toh tidak beda jauh dengan fenomena 
perkembangan Bank BRI yg sampai ke pelosok kecamatan di Indonesia.

--- On Sat, 18/7/09, anton ms wardhana ari.am...@gmail.com wrote:

From: anton ms wardhana ari.am...@gmail.com
Subject: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia?
To: 
Date: Saturday, 18 July, 2009, 4:41 PM

tulisan ini saya copas dari kompasiana, sebuah tulisan karya ririn handayani
dalam rangka iB Blogger Competition.
kalo udah di blog publik begitu, apa saya masih harus izin lagi ya ? kalau
saya dianggap salah, maka saya mohon maaf sebesar-besarnya.
selain saya sangat mendukung lomba artikel semacam ini, IMHO beberapa
tulisan di dalamnya cukup menarik untuk diobrolkan mengingat nampaknya isyu
ekonomi pro rakyat dan kerakyatan maupun jalan tengah sangat mewarnai
pilpres kali ini, dan bagi saya itu berarti masyarakat kita mulai peduli
dengan kebangunan ekonomi bagi rakyat (kecil) yang mungkin dari sisi jumlah
merupakan mayoritas di republik ini (sayangnya, belum jelas benar dari angka
itu berapa rakyat kecil yang wiraswasta, yang karyawan, maupun yang keduanya
:)

*
Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia? *Oleh
ririnhandayani - 17 Juli 2009 - Dibaca 296 Kali -



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia?

2009-07-18 Terurut Topik oka widana
Saya kira benar, biarkan masing jenis dengan segala macam featurenya berada 
dipasar. Disamping, masing2 memiliki pangsa pasar sendiri2, juga karena 
karakteristik yang membedakan masing2.

Bank syariah didalam melakukan bisnisnya memiliki beberapa aksioma. Yang paling 
dikenal tentu saja anti riba.

Riba sendiri tidak boleh disimplifikasi sebagai bunga, karena misalnya dalam 
skema mudharobah, bila tingkat marginnya disyaratkan 70%, walau sudah 
disepakati dg akad, bisa terkatagori riba. Jika si nasabah dalam posisi 
terjepit, tak punya alternatif lain, sedang bank dalam posisi yg lebih kuat, 
bisa memaksakan.

Diseluruh dunia porsi bisnis bank syariah saya kira masih kecil (CMIIW), di 
Indonesia sendiri masih kurang dari 5%. Apatah BI, membuat direktorat khusus, 
agar peran bank syariah makin besar. Toh perkembangannya begini2 saja.

Karena masih berlabel bank syariah yg mau ngak mau akan dikonotasikan dengan 
Islam. Jadi seolah2 bank ini, skema ini, hanya cocok dg orang Islam. Padahal 
mestinya tidak. Toh jika memang lebih menguntungkan, didunia yg serba pragmatis 
ini, sapa yg ngak mau.

Saya kira bank syariah masih terkonotasi dan akhirnya peran yg dimainkan ya 
sesempit konotasi dan persepsi yg melekat padanya.

Satu lagi, satu dua bank syariah sdh mulai mau menjadi grameen bank. Sayang 
sekali, menurut pengamatan saya, kawan2 syariah banker masih terkungkung atau 
mengkungkung dirinya pada persepsi diatas, yg bagi saya salah besar. 


Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com

Date: Sun, 19 Jul 2009 09:49:06 
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Gra
meen Bank’ di Indonesia?


Menurut saya, biarkan saja masing-masing jenis bank berkembang.
Semakin banyak alternatif (termasuk lewat pendanaan non bank semisal
venture capital ataupun pasar modal) akan semakin baik.  Mengapa?
Karena kebutuhan tiap usaha dan bisnis berbeda-beda. Kalau ada 1000
alternatif, mengapa cuma puas dengan 3 alternatif?

Jadi tidak usah lah satu bank ditantang untuk menjadi jenis bank
lainnya. Tantangan seperti itu cuma akan mengaburkan esensi
masing-masing.

Dan mengatakan bahwa satu jenis perbankan adalah dari Tuhan - dan
yang lain bukan - adalah semata-mata pengelabuan.  Bila memang Tuhan
sendiri mau bikin bank - Beliau tidak butuh campur tangan
organisatoris manusia (yg cuma akan bikin repot dan cenderung
manipulatif).

On 7/19/09, Ari Condro masar...@gmail.com wrote:
 agak kurang pas kalo bank islam dikaitkan dgn grameen bank, karena
 M.A. Manan mendudukkan posisi ideal bank islam lebih tinggi dan mulia
 dibandingkan grameen bank.  beberapa alasannya seperti dijabarkan
 salah satu rekan sebelumnya (majmudin), sekaligus mendegradasikan
 nilai islam sebagai tidak peka gender (padahal di bangladesh, nasib
 wanita banyak yg terlunta lunta sehingga perlu diprioritaskan).

 di indonesia sendiri ada BMT, Pinbuk buat level grassroot, ada BPRS
 dan gadai syariah buat level menengah ke bawah, dan bank syariah buat
 level corporate dan industri.  jadi kalau bicara UMKM dgn bank
 syariah, yah emang beda segmentasi dengan sendirinya.

 selain itu kalau diamati, diantara tiga skema utama penyaluran dana di
 bank islam, yaitu :
 - mudhorobah (bagi hasil)
 - murobahah (cost plus)
 - musyarokah (holding)

 yg paling populer adalah (boleh dikata 90 persen_, pinjaman disalurkan
 liwat skema murobahah, alias cost plus).  ini metode ilustrasi
 sederhananya.

 ada pengusaha butuh mesin x yg harganya di pasaran 100 jt.  maka bank
 akan membeli mesin itu, lalu lewat skema cost plus, ada plus sebesar
 30 jt, sehingga pokok pinjaman sebesar 130 jt.  tinggal anguran misale
 10 kali, masing masing cicilan sebesar 13 juta tiap nyicil.  metode
 ini sangat sederhana, tinggal liat perbandingan dgn suku bunga
 berjalan pulak.

 kenapoa metode ini paling populer ?  karena nasabah bank islam tidak
 dipercaya akan mampu mendeliver laporan keuangan yg akuntanble.
 secara di akuntansi yg biasa biasa ajah, managers tend to apply
 earnings management gitu lho.  silakan buka lagi bukunya Scott
 positive accounting theory bagian earnings management.

 gak usah ngomong religi pun, manajemen akan cenderung cari cara
 oprtunistik buat memaksimalkan keuntungan di sisi dirinya. dan sistem
 bagi hasil sangat rawan buat pihak bank, dgn skenario si manajer akan
 mengecil ngecilkan labanya, sehingga bagi hasil yg diterima pihak bank
 akan lebih kecil dari yang seharusnya.





 2009/7/18 anton ms wardhana ari.am...@gmail.com:
 tulisan ini saya copas dari kompasiana, sebuah tulisan karya ririn
 handayani
 dalam rangka iB Blogger Competition.
 kalo udah di blog publik begitu, apa saya masih harus izin lagi ya ? kalau
 saya dianggap salah, maka saya mohon maaf sebesar-besarnya.
 selain saya sangat mendukung lomba artikel semacam ini, IMHO beberapa
 tulisan di dalamnya cukup menarik untuk diobrolkan mengingat nampaknya
 isyu
 ekonomi pro rakyat dan