Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi 'Grameen Bank' di Indonesia?
Apakah prktek Bank syariah itu hanya dari bunga atau bagi hasil saja, Bagaimana kalau ada lembaga Bank Syariah menghire karyawan dengan status out sourcing selamanya yang setaip saat bisa diPHK ?. Bukankah membuat staffnya tenang dalam bekerja termasuk juga bagian penerapan syariah itu sendiri prinsip adil ? --- Pada Sel, 21/7/09, Ari Condro masar...@gmail.com menulis: Dari: Ari Condro masar...@gmail.com Judul: Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi 'Grameen Bank' di Indonesia? Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Tanggal: Selasa, 21 Juli, 2009, 12:22 PM tuh kan, untuk kredit mikro salah satu kuncinya adalah monitoring harian. * modus bank thithil minded * 2009/7/21 Tjandra Irawan tjandrairawan@ gmail.com: Seandainya diskusi ini tidak di milis AKI, saya sudah malas menanggapi tulisan dari penulis/blogger malas. Mereka malas membaca Grameen Bank (GB) secara mendalam, hanya mendengar bahwa yang dilakukan oleh GB sudah hebat lantaran Mohamad Yunus memenangi hadiah Nobel Perdamaian. Untung ada orang seperti Mas Madjmudin yang mengutip Prof. Dr. MA Manan mengenai 9 mitos ttg Grameen Bank. Kesalahan terbesar penulis/blogger tersebut adalah kekeliruan pemahamannya tentang GB. Penulis menganggap GB sebagai model atau metodologi penyaluran kredit mikro untuk pengentasan kemiskinan. Padahal model tersebut sudah diakui kegagalannya oleh GB, dan sudah dikoreksi dengan diperkenalkannya GB II. Banyak sekali perubahan PRINSIP antara GB (classic) dengan GB II. Dalam GB II tidak lagi ada tanggung renteng; anggota yang tidak mempunyai pinjaman tidak lagi dikeluarkan (dalam GB classic, anggota yang tidak lagi punya hutang harus dikeluarkan) . Salah satu hasil perubahan ini, untuk pertama kalinya LDR GB kurang dari 100%, alias simpanan yang dimobilisasinya lebih besar dari pinjaman yang disalurkan. Ini salah satu hal untuk membuktikan bahwa mereka adalah benar-benar bank, bukan finance company! Meskipun sudah ada perubahan, GB masih belum dianggap berhasil. Sebagaimana sudah pernah diulas oleh THE WALL STREET JOURNAL edisi November 27, 2001. Yang terakhir adalah ulasan komprehensif tentang microcredit yang ditayangkan TV Perancis pada tanggal 15 Mei 2009. Yang ngerti bahasa Perancis, silakan lihat di http://envoye- special.france2. fr/index- fr.php?page= reportage id_rubrique= 947 Yang paling menarik, dalam berita Kompas, Sabtu, 18 Juli 2009, Resep Neoliberal Gagal, UNCTAD masih melaporkan Bangladesh sebagai 49 negara termiskin dunia yang tak beranjak dari kemiskinan. Dalam hal apa GB berhasil, selain menambah jumlah anggota dan meningkatkan asetnya? Kalau ada yang berminat mempelajarinya secara mendalam, pasti akan sangat menarik. Bank Gakin (Bank Keluarga Miskin) mencoba meniru, bahasa halusnya, mereplikasi GB. Sayangnya yang direplikasi justru kegagalan GB, he, he, he, ... Apakah Bank Gakin itu bank, atau lembaga pembiayaan? Teman-teman yang bekerja di perbankan pasti tahu benar dan dapat mensharingkan bagaimana seharusnya sebuah bank, apalagi bank ritel! Sekarang soal berikutnya, yaitu apakah ada kaitannya dengan sistem perbankan Syariah. Apakah kalau Bank Gakin menerapkan sistem syariah lantas tidak akan mengalami masalah likuiditas yang diberitakan dalam Radar Jember? Saya yakin teman-teman tahu jawabannya. Masalah likuiditas tersebut timbul bukan soal penerapan syariah atau bukan, melainkan soal layanan keuangan apa yang akan digunakan untuk mengentaskan kemiskinan: penyaluran kredit mikro saja atau penyediaan layanan keuangan yang lengkap. Mau memeras orang kecil dengan menyalurkan pinjaman saja, atau mau meningkatkan kesejahteraan orang kecil dengan menyediakan layanan keuangan yang lengkap agar mereka dapat terbantu dalam mengelola keuangannya untuk consumption smoothing! Soal penerapan sistem perbankan Syariah dalam pengentasan kemiskinan atau khususnya Grameen replication bukanlah hal baru. Teman-teman di Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) yang merupakan bagian dari Peramu--works to empower mustadh'afiin, sudah lebih dulu dari Bank Gakin menerapkan sistem perbankan syariah untuk pengentasan kemiskinan dengan model pelayanan replikasi GB. Awal Juli lalu saya mengunjungi mereka, dan mereka mengamini pengalaman praksis saya sebagai konsultan keuangan mikro bahwa mereka harus meningkatkan pelayanan penerimaan setoran harian. Model pelayanan mingguan secara berkelompok terbukti kurang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Karena para anggotanya masih harus susah payah berjuang untuk menyimpan uang tunai yang diterimanya pada hari Sabtu sampai pada hari pertemuan. Silakan teman-teman berkunjung untuk mendalami yang terjadi di lapangan dan ajukan pertanyaan yang mendalam. Semoga bermanfaat. Salam, Irawan -- salam, Ari Jatuh cinta itu seperti apa ya rasanya? Temukan jawabannya di Yahoo! Answers! http://id.answers.yahoo.com [Non-text portions of this message have been
Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi 'Grameen Bank' di Indonesia?
tuh kan, untuk kredit mikro salah satu kuncinya adalah monitoring harian. * modus bank thithil minded * 2009/7/21 Tjandra Irawan tjandraira...@gmail.com: Seandainya diskusi ini tidak di milis AKI, saya sudah malas menanggapi tulisan dari penulis/blogger malas. Mereka malas membaca Grameen Bank (GB) secara mendalam, hanya mendengar bahwa yang dilakukan oleh GB sudah hebat lantaran Mohamad Yunus memenangi hadiah Nobel Perdamaian. Untung ada orang seperti Mas Madjmudin yang mengutip Prof. Dr. MA Manan mengenai 9 mitos ttg Grameen Bank. Kesalahan terbesar penulis/blogger tersebut adalah kekeliruan pemahamannya tentang GB. Penulis menganggap GB sebagai model atau metodologi penyaluran kredit mikro untuk pengentasan kemiskinan. Padahal model tersebut sudah diakui kegagalannya oleh GB, dan sudah dikoreksi dengan diperkenalkannya GB II. Banyak sekali perubahan PRINSIP antara GB (classic) dengan GB II. Dalam GB II tidak lagi ada tanggung renteng; anggota yang tidak mempunyai pinjaman tidak lagi dikeluarkan (dalam GB classic, anggota yang tidak lagi punya hutang harus dikeluarkan). Salah satu hasil perubahan ini, untuk pertama kalinya LDR GB kurang dari 100%, alias simpanan yang dimobilisasinya lebih besar dari pinjaman yang disalurkan. Ini salah satu hal untuk membuktikan bahwa mereka adalah benar-benar bank, bukan finance company! Meskipun sudah ada perubahan, GB masih belum dianggap berhasil. Sebagaimana sudah pernah diulas oleh THE WALL STREET JOURNAL edisi November 27, 2001. Yang terakhir adalah ulasan komprehensif tentang microcredit yang ditayangkan TV Perancis pada tanggal 15 Mei 2009. Yang ngerti bahasa Perancis, silakan lihat di http://envoye-special.france2.fr/index-fr.php?page=reportageid_rubrique=947 Yang paling menarik, dalam berita Kompas, Sabtu, 18 Juli 2009, Resep Neoliberal Gagal, UNCTAD masih melaporkan Bangladesh sebagai 49 negara termiskin dunia yang tak beranjak dari kemiskinan. Dalam hal apa GB berhasil, selain menambah jumlah anggota dan meningkatkan asetnya? Kalau ada yang berminat mempelajarinya secara mendalam, pasti akan sangat menarik. Bank Gakin (Bank Keluarga Miskin) mencoba meniru, bahasa halusnya, mereplikasi GB. Sayangnya yang direplikasi justru kegagalan GB, he, he, he, ... Apakah Bank Gakin itu bank, atau lembaga pembiayaan? Teman-teman yang bekerja di perbankan pasti tahu benar dan dapat mensharingkan bagaimana seharusnya sebuah bank, apalagi bank ritel! Sekarang soal berikutnya, yaitu apakah ada kaitannya dengan sistem perbankan Syariah. Apakah kalau Bank Gakin menerapkan sistem syariah lantas tidak akan mengalami masalah likuiditas yang diberitakan dalam Radar Jember? Saya yakin teman-teman tahu jawabannya. Masalah likuiditas tersebut timbul bukan soal penerapan syariah atau bukan, melainkan soal layanan keuangan apa yang akan digunakan untuk mengentaskan kemiskinan: penyaluran kredit mikro saja atau penyediaan layanan keuangan yang lengkap. Mau memeras orang kecil dengan menyalurkan pinjaman saja, atau mau meningkatkan kesejahteraan orang kecil dengan menyediakan layanan keuangan yang lengkap agar mereka dapat terbantu dalam mengelola keuangannya untuk consumption smoothing! Soal penerapan sistem perbankan Syariah dalam pengentasan kemiskinan atau khususnya Grameen replication bukanlah hal baru. Teman-teman di Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) yang merupakan bagian dari Peramu--works to empower mustadh'afiin, sudah lebih dulu dari Bank Gakin menerapkan sistem perbankan syariah untuk pengentasan kemiskinan dengan model pelayanan replikasi GB. Awal Juli lalu saya mengunjungi mereka, dan mereka mengamini pengalaman praksis saya sebagai konsultan keuangan mikro bahwa mereka harus meningkatkan pelayanan penerimaan setoran harian. Model pelayanan mingguan secara berkelompok terbukti kurang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Karena para anggotanya masih harus susah payah berjuang untuk menyimpan uang tunai yang diterimanya pada hari Sabtu sampai pada hari pertemuan. Silakan teman-teman berkunjung untuk mendalami yang terjadi di lapangan dan ajukan pertanyaan yang mendalam. Semoga bermanfaat. Salam, Irawan -- salam, Ari
Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi Grameen Bank di Indonesia?
--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, anton ms wardhana ari.am...@... wrote: bli okeu, dalam hal riba, mohon maaf sebelumnya buat pemeluk agama lain saya bicara soal ini, saya sepakat bahwa pengertian riba bukanlah bunga. setidaknya yang saya dapat dari penjelasan ustadz saya: bahkan bagi hasil yang melampaui kewajaran pun bisa dianggap riba sepanjang tingginya basil itu bukan karena tingginya biaya yang harus ditanggung bank. oleh karena itu, besaran basil pun boleh dipertanyakan dari mana dasarnya oleh calon nasabah. teorinya sih begitu, ngga tau praktiknya. mungkin praktisi bank syariah/bprs bisa menjelaskan lebih lanjut. Saya bukan praktisi perbankan tapi barangkali bisa menambah penjelasan dasar teori ekonomi syariah. Hukum paling mendasar sistem bank syariah terdapat dalam perintah seperti di bawah : Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. [Al Baqarah:280] Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah [Al Baqarah:276] Nah tentang riba sendiri, konsekuensi lebih lanjut dari penggunaan riba adalah : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. 2:275) Kemudian ada 7 prinsip yang menjiwai bank syariah : (1) keadilan, kesamaan dan solidaritas; (2) larangan terhadap objek dan makhluk; (3) pengakuan kekayaan intelektual; (4) harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan baik (fair way); (5) tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban; (6) kondisi umum dari kredit (meliputi; pertama, peminjam yang mengalami kesulitan keuangan sebaiknya diperlakukan secara baik, diberi tangguh waktu, bahkan akan lebih baik bila diberi keringanan, dan kedua, terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai hukum selisih antara kredit dan harga spot, ada yang berpendapat bahwa itu adalah suku bunga implisit dan ada juga yang berpendapat bahwa hal tersebut dibolehkan untuk mengakomodasi biaya transaksi - bukan biaya dari pembiayaan; dan (7) dualiti risiko, di satu sisi sebagai bagian dari persetujuan kredit (liability) usaha produktif yang merupakan legitimasi dari bagi hasil, di lain sisi risiko sebaiknya diambil secara hati-hati, risiko yang tak terkontrol sebaiknya dihindari. . D. Syaik (Islamic Banking, The Arab Review)
[Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia?
tulisan ini saya copas dari kompasiana, sebuah tulisan karya ririn handayani dalam rangka iB Blogger Competition. kalo udah di blog publik begitu, apa saya masih harus izin lagi ya ? kalau saya dianggap salah, maka saya mohon maaf sebesar-besarnya. selain saya sangat mendukung lomba artikel semacam ini, IMHO beberapa tulisan di dalamnya cukup menarik untuk diobrolkan mengingat nampaknya isyu ekonomi pro rakyat dan kerakyatan maupun jalan tengah sangat mewarnai pilpres kali ini, dan bagi saya itu berarti masyarakat kita mulai peduli dengan kebangunan ekonomi bagi rakyat (kecil) yang mungkin dari sisi jumlah merupakan mayoritas di republik ini (sayangnya, belum jelas benar dari angka itu berapa rakyat kecil yang wiraswasta, yang karyawan, maupun yang keduanya :) komentar saya di bawah ini adalah pikiran saya yang bukan pelaku UMKM, bukan pengamat ekonomi, hanya pendapat seorang jurukunci ki brankas yang tertarik dengan pengembangan UMKM (hmm. jatuh2nya pengamat juga ya.. tapi ketinggian ah.. penonton aja deh :) menurut saya, yang lebih sulit bukanlah segmentasi pemberian kredit pada UKM, melainkan antara 1) memilih UMKM yang memang layak dibantu (kriteria bisa macam2 soalnya) dan / atau mendidik UKM ini agar mampu menyusun rencana usaha yang cukup matang sehingga potensinya berkembang ngga perlu diragukan lagi, setidaknya menurut analis kredit :) dan 2) menyajikan laporan yang cukup handal, utamanya bagi dia sendiri, sehingga bisa monitor dan mungkin mengembangkan usahanya lagi. kalo mengharap masyarakat siap duluan, mungkin sulit, meski pasti ada aja rekan2 LSM yang siap membantu UMKM tersebut dalam hal itu. mengandalkan penyuluh pemerintah punya, hmm.. entah juga ya.. hehe.. jadi menurut saya memang perlu ada semacam penyuluhan dari bank itu sendiri. ]eh.. dan semoga pendapat saya ini ngga terlalu asal. kalo ternyata ngaco ya mohon maap dan mohon koreksinya :) *BR, ari.ams* sumber asli: http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2009/07/17/beranikah-bank-syariah-menjadi-grameen-bank-di-indonesia/ * * iB Blogger Competition adalah lomba penulisan artikel di kanal blog Kompasiana dengan total hadiah sebesar Rp. 20 juta. Tema tulisan seputar Perbankan Syariah. Lomba terbuka untuk umum, dengan syarat harus memiliki blog atau account di situs pertemanan (Facebook, Multiplay, dll). Artikel diterima paling lambat tanggal 15 Agustus 2009 untuk periode I dan tanggal 31 Oktober 2009 untuk periode II. * Beranikah Bank Syariah Menjadi Grameen Bank di Indonesia? *Oleh ririnhandayani - 17 Juli 2009 - Dibaca 296 Kali - Ada berita memprihatinkan yang dimuat Harian Pagi Radar Jember dua hari berturut-turut, 28 dan 29 Juni 2009 lalu. Yakni tentang nasib 2.200 anggota Bank Gakin (Bank Keluarga Miskin) di Kabupaten Jember yang seperti telur di ujung tanduk. Pasalnya, modal bank yang dibina Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Jember itu akan ditarik oleh pemiliknya, Bank Jatim. Padahal modal pinjaman yang diberikan Bank Jatim hampir mencapai 80%. Dari 29 Bank Gakin yang ada, hanya tujuh unit yang menggunakan dana mandiri. Dana yang digulirkan juga lumayan besar yakni mencapai Rp 14 milyar lebih. Jika benar Bank Jatim akan menarik seluruh pinjamannya, dipastikan sekitar 2.200 anggota Bank Gakin Jember akan kelabakan. Mereka harus pontang-panting mempertahankan eksistensi usahanya yang sudah tiga tahun ini dirintis dengan gemilang. Mereka akan terpukul karena pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Jember, belum mampu menyediakan dana pengganti karena keterbatasan anggaran. Demikian sebagian isi dari tulisan di Harian Pagi Radar Jember tersebut. Atas realitas ini, akankah Bank Syariah khususnya Bank Syariah di Kota Jember tergerak hatinya dan melihat ini sebagai potensi pasar yang prospektif? Tujuh belas tahun sudah usia bank syariah di Indonesia sejak berdiri 1992 lalu, namun eksistensinya masih melangit. Sebagian besar strategi dan inovasi produk yang dikembangkan bank syariah belum bisa dinikmati sektor riil yang notabene adalah kalangan masyarakat kelas bawah yang jelas-jelas sangat membutuhkan aliran modal namun tidak memiliki apa-apa untuk dijadikan agunan. Dalam mekanisme pemberian kredit/modal, bank syariah menetapkan prosedur yang tidak jauh berbeda dengan bank konvensional. Masalahnya kemudian menjadi sangat sederhana, apa artinya perbedaan antara bank konvensional dengan sistem bunganya dan bank syariah dengan sistem bagi hasilnya, jika keduanya sama-sama susah diakses oleh masyarakat kecil yang membutuhkan modal untuk kelangsungan usahanya? Saya terenyuh mendengar cerita seorang ibu lijo (penjual sayur keliling) tentang bagaimana ia bisa mendapatkan modal usaha untuk bisa berjualan dan bagaimana ia harus membayar bunganya. Tak adanya akses untuk meminjam modal usaha ke bank karena tak punya apa-apa untuk dijadikan agunan, terpaksa si ibu meminjam uang kepada rentenir dengan bunga 20 persen sebulan. Bandingkan dengan tingkat suku bunga kredit komersil bank konvensional yang kini
Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia?
menarik sekali ketika bank syariah dikaitkan dengan pengentasan kemiskinan, bahkan diperbandingkan dengan yg konon kabarnya menjadi role model banknya orang miskin yaitu Grameen Banknya M. Yunus di Bangladesh. Harapan partisipasi pengentasan kemiskinan kepada bank syariah di Indonesia saat ini menurut saya (dgn ilmu yg masih terbatas) masih sulit diharapkan terlalu banyak. Apalagi berusaha 'dipersamakan' untuk beroperasi melayani orang miskin seperti Grameen di Bangladesh. Yang lebih menarik sebenarnya jika berbicara ttg Grameen Bank adalah paparan seorang scholar islamic economics yaitu Prof. Dr. MA Manan mengenai 9 mitos ttg Grameen Bank. (terlampir dlm attachment) 9 mitos itu adalah : 1.Grameen Bank ternyata tidak memiliki mekanisme untuk mendongkrak skala usaha nasabahnya ketingkat yang lebih tinggi.Akibatnya tahapanuntuk memutus lingkaran kemiskinan menjadi sulit. 2.Model kredit mikro Grameen Bank ternyata tidak diperuntukkan bagi masyarakat yg berkriteria sangat miskin. Mereka tetap mensyaratkan kepemilikan suatu jaminan. 3. Biaya bunga sangat tinggi, jika dimasukkan biaya-biaya lain (adm,keanggotaan) maka total bunga per anum mencapai 54%. 4. Model kredit mikro Grameen Bank masih menerapkan hubungan pemberi pinjaman - penerima pinjaman, biasanya posisi penerima pinjaman lebih lemah, eksploitasi tingkat bunga, sistem denda yang memberatkan. 5.Isu yang dikembangkan condong mendisintegrasi keharmonisan rumah tangga masyarakat. Terkait isu jender,mengingat 95% nasabahnya adalah wanita. Konon yg ideal adalah jutru harus dikembangkan kerukunan suami-istri, dan keluarga yang menjadi kelompok2 nasabah peminjam. 6. Model yang dikembangkan Grameen Bank cenderung membuat ketergantungan pada pihak asing. 7. Operasional Grameen Bank tidak diaudit oleh pihak bank sentral ataupun auditor independen. 8. Operasional Grameen Bank pun dibebaskan dari pajak. 9. Tinggi$nya perbaikan non performing loan dicapai dengan cara2 yang mengabaikan rasa kemanuasiaan. Jadi teringat postingan Bang Poltak di milis ini mengenai Grameen Bank, yg menyatakan bahwa fenomena Grameen Bank toh tidak beda jauh dengan fenomena perkembangan Bank BRI yg sampai ke pelosok kecamatan di Indonesia. --- On Sat, 18/7/09, anton ms wardhana ari.am...@gmail.com wrote: From: anton ms wardhana ari.am...@gmail.com Subject: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia? To: Date: Saturday, 18 July, 2009, 4:41 PM tulisan ini saya copas dari kompasiana, sebuah tulisan karya ririn handayani dalam rangka iB Blogger Competition. kalo udah di blog publik begitu, apa saya masih harus izin lagi ya ? kalau saya dianggap salah, maka saya mohon maaf sebesar-besarnya. selain saya sangat mendukung lomba artikel semacam ini, IMHO beberapa tulisan di dalamnya cukup menarik untuk diobrolkan mengingat nampaknya isyu ekonomi pro rakyat dan kerakyatan maupun jalan tengah sangat mewarnai pilpres kali ini, dan bagi saya itu berarti masyarakat kita mulai peduli dengan kebangunan ekonomi bagi rakyat (kecil) yang mungkin dari sisi jumlah merupakan mayoritas di republik ini (sayangnya, belum jelas benar dari angka itu berapa rakyat kecil yang wiraswasta, yang karyawan, maupun yang keduanya :) * Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia? *Oleh ririnhandayani - 17 Juli 2009 - Dibaca 296 Kali - [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Grameen Bank’ di Indonesia?
Saya kira benar, biarkan masing jenis dengan segala macam featurenya berada dipasar. Disamping, masing2 memiliki pangsa pasar sendiri2, juga karena karakteristik yang membedakan masing2. Bank syariah didalam melakukan bisnisnya memiliki beberapa aksioma. Yang paling dikenal tentu saja anti riba. Riba sendiri tidak boleh disimplifikasi sebagai bunga, karena misalnya dalam skema mudharobah, bila tingkat marginnya disyaratkan 70%, walau sudah disepakati dg akad, bisa terkatagori riba. Jika si nasabah dalam posisi terjepit, tak punya alternatif lain, sedang bank dalam posisi yg lebih kuat, bisa memaksakan. Diseluruh dunia porsi bisnis bank syariah saya kira masih kecil (CMIIW), di Indonesia sendiri masih kurang dari 5%. Apatah BI, membuat direktorat khusus, agar peran bank syariah makin besar. Toh perkembangannya begini2 saja. Karena masih berlabel bank syariah yg mau ngak mau akan dikonotasikan dengan Islam. Jadi seolah2 bank ini, skema ini, hanya cocok dg orang Islam. Padahal mestinya tidak. Toh jika memang lebih menguntungkan, didunia yg serba pragmatis ini, sapa yg ngak mau. Saya kira bank syariah masih terkonotasi dan akhirnya peran yg dimainkan ya sesempit konotasi dan persepsi yg melekat padanya. Satu lagi, satu dua bank syariah sdh mulai mau menjadi grameen bank. Sayang sekali, menurut pengamatan saya, kawan2 syariah banker masih terkungkung atau mengkungkung dirinya pada persepsi diatas, yg bagi saya salah besar. Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com Date: Sun, 19 Jul 2009 09:49:06 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Re: [Keuangan] Beranikah Bank Syariah Menjadi ‘Gra meen Bank’ di Indonesia? Menurut saya, biarkan saja masing-masing jenis bank berkembang. Semakin banyak alternatif (termasuk lewat pendanaan non bank semisal venture capital ataupun pasar modal) akan semakin baik. Mengapa? Karena kebutuhan tiap usaha dan bisnis berbeda-beda. Kalau ada 1000 alternatif, mengapa cuma puas dengan 3 alternatif? Jadi tidak usah lah satu bank ditantang untuk menjadi jenis bank lainnya. Tantangan seperti itu cuma akan mengaburkan esensi masing-masing. Dan mengatakan bahwa satu jenis perbankan adalah dari Tuhan - dan yang lain bukan - adalah semata-mata pengelabuan. Bila memang Tuhan sendiri mau bikin bank - Beliau tidak butuh campur tangan organisatoris manusia (yg cuma akan bikin repot dan cenderung manipulatif). On 7/19/09, Ari Condro masar...@gmail.com wrote: agak kurang pas kalo bank islam dikaitkan dgn grameen bank, karena M.A. Manan mendudukkan posisi ideal bank islam lebih tinggi dan mulia dibandingkan grameen bank. beberapa alasannya seperti dijabarkan salah satu rekan sebelumnya (majmudin), sekaligus mendegradasikan nilai islam sebagai tidak peka gender (padahal di bangladesh, nasib wanita banyak yg terlunta lunta sehingga perlu diprioritaskan). di indonesia sendiri ada BMT, Pinbuk buat level grassroot, ada BPRS dan gadai syariah buat level menengah ke bawah, dan bank syariah buat level corporate dan industri. jadi kalau bicara UMKM dgn bank syariah, yah emang beda segmentasi dengan sendirinya. selain itu kalau diamati, diantara tiga skema utama penyaluran dana di bank islam, yaitu : - mudhorobah (bagi hasil) - murobahah (cost plus) - musyarokah (holding) yg paling populer adalah (boleh dikata 90 persen_, pinjaman disalurkan liwat skema murobahah, alias cost plus). ini metode ilustrasi sederhananya. ada pengusaha butuh mesin x yg harganya di pasaran 100 jt. maka bank akan membeli mesin itu, lalu lewat skema cost plus, ada plus sebesar 30 jt, sehingga pokok pinjaman sebesar 130 jt. tinggal anguran misale 10 kali, masing masing cicilan sebesar 13 juta tiap nyicil. metode ini sangat sederhana, tinggal liat perbandingan dgn suku bunga berjalan pulak. kenapoa metode ini paling populer ? karena nasabah bank islam tidak dipercaya akan mampu mendeliver laporan keuangan yg akuntanble. secara di akuntansi yg biasa biasa ajah, managers tend to apply earnings management gitu lho. silakan buka lagi bukunya Scott positive accounting theory bagian earnings management. gak usah ngomong religi pun, manajemen akan cenderung cari cara oprtunistik buat memaksimalkan keuntungan di sisi dirinya. dan sistem bagi hasil sangat rawan buat pihak bank, dgn skenario si manajer akan mengecil ngecilkan labanya, sehingga bagi hasil yg diterima pihak bank akan lebih kecil dari yang seharusnya. 2009/7/18 anton ms wardhana ari.am...@gmail.com: tulisan ini saya copas dari kompasiana, sebuah tulisan karya ririn handayani dalam rangka iB Blogger Competition. kalo udah di blog publik begitu, apa saya masih harus izin lagi ya ? kalau saya dianggap salah, maka saya mohon maaf sebesar-besarnya. selain saya sangat mendukung lomba artikel semacam ini, IMHO beberapa tulisan di dalamnya cukup menarik untuk diobrolkan mengingat nampaknya isyu ekonomi pro rakyat dan