[bali] Re: Buleleng Cultural Heritage Conservation

2003-07-20 Terurut Topik popodanes
Terimakasih banyak untuk semua respon positif yang ditulis di milist ini.
Setelah cukup sering bertemu di Denpasar, temen-temen yang Rabu malam suka
kumpul di Hayam Wuruk juga ingin ngobrol soal ini di Singaraja. Kalau tidak
ada halangan, kita coba membuatnya hari Jumat 25 Juli. Senin besok kita akan
mulai organise, termasuk dengan orang-orang pemerintah yang terlibat.

Khusus mengenai opini pak Suwela dan ibu Widiasari yang cantik jelita itu
tentang gedung Bea  Cukai, saya perlu menjelaskannya sedikit. Dalam hal
ini, kami tidak asal mendukung study CHC yang sudah terlebih dahulu disusun
dengan baik, tetapi juga mempertimbangkan beberapa aspek lain.

Suatu catatan sejarah, menurut saya tidak selalu harus berumur dalam
hitungan abad, karena bisa terjadi dalam hitungan dekade maupun tahun.
Secara fisik, bangunan satu ini mewakili generasi art-deco yang ada di
Singaraja, yang menurut hemat saya, sekecil apapun, apabila masih bisa kita
pertahankan, harus kita pertahankan, palagi mengingat sudah begitu banyak
sodaranya bangunan ini yang hancur begitu saja, diganti bangunan baru yang
seringkali juga nggak ada indah-indahnya.

Secara non-fisik, bangunan ini menandai sejarah kepabeanan di Bali. Sebagai
orang Buleleng, saya merasakan ini sebagai suatu kebanggaan yang amat
sangat, karena inilah yang menjadi saksi penting bahwa kegiatan custom
clearance di Bali, pertama kali adanya di Buleleng. Semoga ini juga bisa
menjadi pecut, bahwa pendahulu kita di Buleleng sudah melakukan kegiatan
export langsung hasil bumi dan celeng dari Pabean. Bagaimana yang sekarang ?
Silakan jawab sendiri.

Secara planning ke depan, saya tidak melihat bangunan ini akan
menghalang-halangi usaha kita untuk menata kembali Pelabuhan Buleleng dengan
cantik. Saya sendiri sudah menyanggupi untuk membuat usulan penataan kembali
kawasan Pelabuhan ini, yang tentunya juga nanti perlu banyak input dari
rekan-rekan lain yang peduli. Saya berharap, kalau sudah ada perencanaan
yang konkrit dengan visi yang jelas, kita sedikit banyak akan terhindar dari
kemungkinan mekerah yang arahnya tidak jelas, ya, paling juga saling
mengingatkan, begitu.

Salam dari Tanjung Bungkak,

Popo


- Original Message -
From: Nyoman Bangsing [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Sunday, July 20, 2003 1:14 PM
Subject: [bali] Re: Buleleng  Cultural Heritage Conservation


 Ysh. Pak Nengah Sudja, Pak Gde Wisnaya, Pak Suwela, Pak Ketut Arthana, Ibu
 Widiasari, Ibu Dwi dan teman-teman lp3b lainnya.

 Saya sependapat dengan Pak Sudja. Bila dimungkinkan, nampaknya kita perlu
 memberdayakan masyarakat kita, dimana masyarakat ikut aktif mengawasi
 jalannya proyek yang akan dilaksanakan. Kita bisa memulainya dengan
membentuk
 information centre.
 Pusat informasi yang ada nantinya kita bisa perluas aktifitasnya.
 Sebagai bentuk servis, lp3b bisa memberikan info tentang pendidikan tinggi
 pada masyarakat Buleleng. Melalui servis ini, kita berharap masyarakat
akan
 tertarik, dan mulai melirik lp3b.
 LP3B juga bisa menggandeng PHRI, dan Dinas Pariwisata Buleleng, untuk
 menggali potensi wisata yang dimiliki Bali Utara. Untuk maksud itu
diperlukan
 survey tentang potensi wisata yang dimiliki Bali Utara. Coba kita lihat,
 apakah kita punya buku panduan tentang pariwisata Buleleng ?
 Wisatawan yang ada jelas memerlukan informasi yang lengkap tentang obyek
 pariwisata yang ada di Bali Utara.
 Kita bisa melakukan survey tentang potensi wilayah beserta SDM yang ada di
 Buleleng.
 Satu contoh konkret, bila saya ingin belajar menabuh Gender, siapa yang
bisa
 saya hubungi ?
 Bila seseorang ingin belajar/kursus melukis, siapa yang bisa dihubungi ?
 Bila saya ingin punya sunari, siapa yang mahir membuatnya ?
 Apabila seorang wisatawan ingin menginap di Bali Utara, apakah sudah ada
web
 yang memuat info tentang hotel-hotel yang ada di Bali Utara, termasuk
 sewanya ?
 Bila LP3B punya informasi yang lengkap tentang Bali Utara, maka akan
banyak
 pihak akan melirik lp3b. Apalagi bila kita mempunyai segala informasi
tentang
 Bali, mulai dari potensi manusianya, potensi wilayahnya, info lingkungan,
 info budayanya, dan segala pernik-pernik tentang Bali, maka lp3b nantinya
 akan semakin dicari banyak orang.
 Dari info yang ada, nantinya bisa ditelorkan berjilid-jilid buku yang bisa
 kita wariskan pada anak cucu kita.
 Pertanyaannya maukah kita melakukan pekerjaan besar seperti itu ?
 Jawabannya terpulang pada kita semua.

 Ngiring asapunika dumun, benjang pungkur malih wawanin. Sampai jumpa.

 salam sejahtera dari
 Nyoman Bangsing

 On Sat, 19 Jul 2003 10:20:51 +0700, nsudja wrote
  Mbak Widi, Gde Wis  dan kawan-kawan,
  Saya ikuti kegiatan heritage Pelabuhan Buleleng pada milis ini..
  Dalam kerangka good governance (yang berkaitan dengan kepentingan
  publik perlu mempertimbangkan   aspek seperti  tranpansi,
   pertanggung jawaban publik, partisipasi masyarakat, pencapaian
  efisiensi), apakah tidak sebaiknya diadakan satu ruang information
  centre, dimana rancangan yang akan diterapkan 

[bali] Re: Buleleng Cultural Heritage Conservation

2003-07-20 Terurut Topik nimade widiasari
Yth pak Popo (pendekar kita),
saya sangat senang, perkembangan dari program yang
mengarah ke visi yang bagus. Saya percaya sama selera
anda, ya...tinggal bagaimana menulari selera bagus ini
ke para pengambil keputusan.
Memang ada dilema, antara mau bikin yang serasi pada
suatu lokasi dengan catatan sejarah yang ingin
dipertahankan (tentu ini ada unsur sosialnya, untuk
menjadi semacam kebanggaan gitu/mengingatkan akan
unsur stimulasi bagi masyarakat). 

Tapi kalau boleh urun, kadang kita mesti agak tegaan
untuk membuat yang keren sekalian. Sorry aku memang
orangnya lebih cenderung ke unsur keindahan.
Sekalian menyajikan ini nih..yang keren, stimulasi
selera pejabat/masyarakatlah.
Kadang nggak sabaran ngebayangin pelabuhan yang
keren/nggak norak(dengan cat pelung tusing karuan2).
 
Mungkin juga kita bisa main di warna, untuk
mendekatkan satu style art Deco dengan style2 lain
dari masa yang berbeda. Aku usulkan pakai warna
dominan merah terakota, dengan krem, hijau antik dan
dekat2 situlah, sorry kalau cenderung ujung2nya
dominan ke art Deco. Warna ini diharapkan dimainkan,
sehingga kagak njomplang...(istilah gaulnya
:nabrak). Pohonnya ya...pasti sekitar Palm Raja,ada
kaktus, pandan,Prasok dan teman2nya. Selamat
berjuang...! 
cheers : Widi


--- popodanes [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Terimakasih banyak untuk semua respon positif yang
 ditulis di milist ini.
 Setelah cukup sering bertemu di Denpasar,
 temen-temen yang Rabu malam suka
 kumpul di Hayam Wuruk juga ingin ngobrol soal ini di
 Singaraja. Kalau tidak
 ada halangan, kita coba membuatnya hari Jumat 25
 Juli. Senin besok kita akan
 mulai organise, termasuk dengan orang-orang
 pemerintah yang terlibat.
 
 Khusus mengenai opini pak Suwela dan ibu Widiasari
 yang cantik jelita itu
 tentang gedung Bea  Cukai, saya perlu
 menjelaskannya sedikit. Dalam hal
 ini, kami tidak asal mendukung study CHC yang sudah
 terlebih dahulu disusun
 dengan baik, tetapi juga mempertimbangkan beberapa
 aspek lain.
 
 Suatu catatan sejarah, menurut saya tidak selalu
 harus berumur dalam
 hitungan abad, karena bisa terjadi dalam hitungan
 dekade maupun tahun.
 Secara fisik, bangunan satu ini mewakili generasi
 art-deco yang ada di
 Singaraja, yang menurut hemat saya, sekecil apapun,
 apabila masih bisa kita
 pertahankan, harus kita pertahankan, palagi
 mengingat sudah begitu banyak
 sodaranya bangunan ini yang hancur begitu saja,
 diganti bangunan baru yang
 seringkali juga nggak ada indah-indahnya.
 
 Secara non-fisik, bangunan ini menandai sejarah
 kepabeanan di Bali. Sebagai
 orang Buleleng, saya merasakan ini sebagai suatu
 kebanggaan yang amat
 sangat, karena inilah yang menjadi saksi penting
 bahwa kegiatan custom
 clearance di Bali, pertama kali adanya di Buleleng.
 Semoga ini juga bisa
 menjadi pecut, bahwa pendahulu kita di Buleleng
 sudah melakukan kegiatan
 export langsung hasil bumi dan celeng dari Pabean.
 Bagaimana yang sekarang ?
 Silakan jawab sendiri.
 
 Secara planning ke depan, saya tidak melihat
 bangunan ini akan
 menghalang-halangi usaha kita untuk menata kembali
 Pelabuhan Buleleng dengan
 cantik. Saya sendiri sudah menyanggupi untuk membuat
 usulan penataan kembali
 kawasan Pelabuhan ini, yang tentunya juga nanti
 perlu banyak input dari
 rekan-rekan lain yang peduli. Saya berharap, kalau
 sudah ada perencanaan
 yang konkrit dengan visi yang jelas, kita sedikit
 banyak akan terhindar dari
 kemungkinan mekerah yang arahnya tidak jelas, ya,
 paling juga saling
 mengingatkan, begitu.
 
 Salam dari Tanjung Bungkak,
 
 Popo
 
 
 - Original Message -
 From: Nyoman Bangsing [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Sunday, July 20, 2003 1:14 PM
 Subject: [bali] Re: Buleleng  Cultural Heritage
 Conservation
 
 
  Ysh. Pak Nengah Sudja, Pak Gde Wisnaya, Pak
 Suwela, Pak Ketut Arthana, Ibu
  Widiasari, Ibu Dwi dan teman-teman lp3b lainnya.
 
  Saya sependapat dengan Pak Sudja. Bila
 dimungkinkan, nampaknya kita perlu
  memberdayakan masyarakat kita, dimana masyarakat
 ikut aktif mengawasi
  jalannya proyek yang akan dilaksanakan. Kita bisa
 memulainya dengan
 membentuk
  information centre.
  Pusat informasi yang ada nantinya kita bisa
 perluas aktifitasnya.
  Sebagai bentuk servis, lp3b bisa memberikan info
 tentang pendidikan tinggi
  pada masyarakat Buleleng. Melalui servis ini, kita
 berharap masyarakat
 akan
  tertarik, dan mulai melirik lp3b.
  LP3B juga bisa menggandeng PHRI, dan Dinas
 Pariwisata Buleleng, untuk
  menggali potensi wisata yang dimiliki Bali Utara.
 Untuk maksud itu
 diperlukan
  survey tentang potensi wisata yang dimiliki Bali
 Utara. Coba kita lihat,
  apakah kita punya buku panduan tentang pariwisata
 Buleleng ?
  Wisatawan yang ada jelas memerlukan informasi yang
 lengkap tentang obyek
  pariwisata yang ada di Bali Utara.
  Kita bisa melakukan survey tentang potensi wilayah
 beserta SDM yang ada di
  Buleleng.
  Satu contoh konkret, bila saya ingin belajar
 menabuh Gender, siapa yang
 bisa
  saya hubungi ?
  Bila seseorang 

[bali] Re: Buleleng Cultural Heritage Conservation

2003-07-20 Terurut Topik popodanes
Untuk Bu Made Widiasari,

Beh , mara ngelah adi arsitek, asane agak ragu ye ajak selerane I Popo. ha
ha ha 

Yang ada di www.popodanes.com, memang masih koleksi kerjaan lama sebelum
dimuseumkan, karena karya kita yang sekarang lagi ada perubahan image, ke
arah positif tentunya. Semua yang baru akan di launch awal tahun depan.

Thanks supportnya anyway.

Popo




- Original Message -
From: nimade widiasari [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Sunday, July 20, 2003 11:46 PM
Subject: [bali] Re: Buleleng  Cultural Heritage Conservation


 Yth pak Popo (pendekar kita),
 saya sangat senang, perkembangan dari program yang
 mengarah ke visi yang bagus. Saya percaya sama selera
 anda, ya...tinggal bagaimana menulari selera bagus ini
 ke para pengambil keputusan.
 Memang ada dilema, antara mau bikin yang serasi pada
 suatu lokasi dengan catatan sejarah yang ingin
 dipertahankan (tentu ini ada unsur sosialnya, untuk
 menjadi semacam kebanggaan gitu/mengingatkan akan
 unsur stimulasi bagi masyarakat).

 Tapi kalau boleh urun, kadang kita mesti agak tegaan
 untuk membuat yang keren sekalian. Sorry aku memang
 orangnya lebih cenderung ke unsur keindahan.
 Sekalian menyajikan ini nih..yang keren, stimulasi
 selera pejabat/masyarakatlah.
 Kadang nggak sabaran ngebayangin pelabuhan yang
 keren/nggak norak(dengan cat pelung tusing karuan2).

 Mungkin juga kita bisa main di warna, untuk
 mendekatkan satu style art Deco dengan style2 lain
 dari masa yang berbeda. Aku usulkan pakai warna
 dominan merah terakota, dengan krem, hijau antik dan
 dekat2 situlah, sorry kalau cenderung ujung2nya
 dominan ke art Deco. Warna ini diharapkan dimainkan,
 sehingga kagak njomplang...(istilah gaulnya
 :nabrak). Pohonnya ya...pasti sekitar Palm Raja,ada
 kaktus, pandan,Prasok dan teman2nya. Selamat
 berjuang...!
 cheers : Widi


 --- popodanes [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Terimakasih banyak untuk semua respon positif yang
  ditulis di milist ini.
  Setelah cukup sering bertemu di Denpasar,
  temen-temen yang Rabu malam suka
  kumpul di Hayam Wuruk juga ingin ngobrol soal ini di
  Singaraja. Kalau tidak
  ada halangan, kita coba membuatnya hari Jumat 25
  Juli. Senin besok kita akan
  mulai organise, termasuk dengan orang-orang
  pemerintah yang terlibat.
 
  Khusus mengenai opini pak Suwela dan ibu Widiasari
  yang cantik jelita itu
  tentang gedung Bea  Cukai, saya perlu
  menjelaskannya sedikit. Dalam hal
  ini, kami tidak asal mendukung study CHC yang sudah
  terlebih dahulu disusun
  dengan baik, tetapi juga mempertimbangkan beberapa
  aspek lain.
 
  Suatu catatan sejarah, menurut saya tidak selalu
  harus berumur dalam
  hitungan abad, karena bisa terjadi dalam hitungan
  dekade maupun tahun.
  Secara fisik, bangunan satu ini mewakili generasi
  art-deco yang ada di
  Singaraja, yang menurut hemat saya, sekecil apapun,
  apabila masih bisa kita
  pertahankan, harus kita pertahankan, palagi
  mengingat sudah begitu banyak
  sodaranya bangunan ini yang hancur begitu saja,
  diganti bangunan baru yang
  seringkali juga nggak ada indah-indahnya.
 
  Secara non-fisik, bangunan ini menandai sejarah
  kepabeanan di Bali. Sebagai
  orang Buleleng, saya merasakan ini sebagai suatu
  kebanggaan yang amat
  sangat, karena inilah yang menjadi saksi penting
  bahwa kegiatan custom
  clearance di Bali, pertama kali adanya di Buleleng.
  Semoga ini juga bisa
  menjadi pecut, bahwa pendahulu kita di Buleleng
  sudah melakukan kegiatan
  export langsung hasil bumi dan celeng dari Pabean.
  Bagaimana yang sekarang ?
  Silakan jawab sendiri.
 
  Secara planning ke depan, saya tidak melihat
  bangunan ini akan
  menghalang-halangi usaha kita untuk menata kembali
  Pelabuhan Buleleng dengan
  cantik. Saya sendiri sudah menyanggupi untuk membuat
  usulan penataan kembali
  kawasan Pelabuhan ini, yang tentunya juga nanti
  perlu banyak input dari
  rekan-rekan lain yang peduli. Saya berharap, kalau
  sudah ada perencanaan
  yang konkrit dengan visi yang jelas, kita sedikit
  banyak akan terhindar dari
  kemungkinan mekerah yang arahnya tidak jelas, ya,
  paling juga saling
  mengingatkan, begitu.
 
  Salam dari Tanjung Bungkak,
 
  Popo
 
 
  - Original Message -
  From: Nyoman Bangsing [EMAIL PROTECTED]
  To: [EMAIL PROTECTED]
  Sent: Sunday, July 20, 2003 1:14 PM
  Subject: [bali] Re: Buleleng  Cultural Heritage
  Conservation
 
 
   Ysh. Pak Nengah Sudja, Pak Gde Wisnaya, Pak
  Suwela, Pak Ketut Arthana, Ibu
   Widiasari, Ibu Dwi dan teman-teman lp3b lainnya.
  
   Saya sependapat dengan Pak Sudja. Bila
  dimungkinkan, nampaknya kita perlu
   memberdayakan masyarakat kita, dimana masyarakat
  ikut aktif mengawasi
   jalannya proyek yang akan dilaksanakan. Kita bisa
  memulainya dengan
  membentuk
   information centre.
   Pusat informasi yang ada nantinya kita bisa
  perluas aktifitasnya.
   Sebagai bentuk servis, lp3b bisa memberikan info
  tentang pendidikan tinggi
   pada masyarakat Buleleng. Melalui servis ini, kita
  

[bali] Re: Buleleng Cultural Heritage Conservation

2003-07-20 Terurut Topik nyoman suwela

Rekan-rekan di Milis,
 Ide untuk membuat Information Centre di Buleleng, sangat bagus sekali. Melalui Pusat Informasi ini, masyarakat baik asal Buleleng maupun tidak, akan dapat menyumbangkan pikiran dan pengalamannya untuk pembangunan Buleleng pada khususnya dan Bali pada umumnya. Salah satu bentuk kepedulian masyarakat ini adalah adanya Milis ini. Saya sendiri banyak menimba pengetahuan dari Milis ini, meskipun saya arahnya sudah menuju “kelod kauh” yang mungkin sebentar lagi dititipkan “digeni”, diantar warga “maudeng selem”.
 Masalahnya sekarang: apakah para pengambil keputusan mau mendengar dan peduli terhadap masukan masyarakat ini. Saya cukup lama “ngayah” di Pemda, melayani cukup banyak Bupati, sehingga saya sedikit tahu bagaimana kecendrungan mereka yang lagi berkuasa itu. Itu sebabnya saya menulis di Milis ini tentang LAIN JURAGAN LAIN SELERANYA. Kecendrungannya adalah semua ingin membuat sejarah dan meningalkan sesuatu yang bisa dibanggakan waktu beliaunya berkuasa. Belum lagi masuk unsur politik. Lihat patung Banteng di Makam Pahlawan di Singaraja, waktu mulai bangkitnya lambang pohon beringin. Lihat itu patung Singa Ambara Raja yang warna gunta ganti seperti warna “ogoh-ogoh”. 
 Misalkan saja permimpin kita ada keinginan untuk mendengar masukan masyarakat. Buat alamat Email dan masuk di Milis ini. Dengan jaringan maya ini, beliaunya ( maksud saya Bu Pati dan Pak Pati ) bisa mendapat masukan dan mendengar KELUHAN masyarakat. Kalau tidak mau Emailnya dijejali “rubbish” ( kalau masukan dianggap sampah ), bikin dua alamat. Satu alamat masuk di Milis dan satu alamat lagi untuk hanya keperluan dinas. Dan untuk memberikan informasi dijaman IT ini, memang seharusnya Pemkab. sudah punya website. Saya cari-cari di internet, apakah Kab. Buleleng punya alamat Email atau Website, hasilnya nihil. Yang saya ketemukan Cuma gambar telanjang. Contoh Kab. Jermbrana punya website dengan address : Jembrana.go.id
 Saya kira bukan soal biaya. Pemkab. kan bisa bayar seorang web master untuk membuat dan mengelola web site ini. Yang menarik pula di Pemkab. Buleleng ada Dinas Informasi dan Elektronika. Saya pernah kesana, banyak kompouter, branded, KATANYA segera punya web site. 
 Pertanyaan Pak Bangsing, apa Buleleng punya buku panduan. Saya pernah ngayah ( mantan, maan taen ) sebagai Ka Dinas Pariwisata. Waktu itu saya menerbitkan buku panduan “Discover Buleleng, Enjoy the difference”. Buku itu saya susun dengan bantuan teman-teman orang Bule karena saya hanya tahu bahasa Bali kasar. Saya juga menyusun buku kecil ( booklet ) tentang Gedong Kirtya. Saya juga menyusun buku tentang data pariwisata Buleleng hasil survey Dinas kami waktu itu. Begitu saya “lengser” tidak pernah saya lihat ada terbitan baru, buku yang saya susun hanya dicetak ulang, TANPA DIEDIT ISINYA. Sayang sekali, akhirnya buku itu menjadi MISGUIDED BOOK. Barangkali yang perlu MENCETAKNYA, bukan goalnya. Saya pernah protes mengenai hal ini karena dalam buku
 tercantum nama saya sebagai penyusunnya.
 Kembali tentang pelestarian budaya, yang diperlukan dalam Information Centre ini, bukan hanya masukan waktu dibangun, juga PENGAWASAN masyarakat setelah selesai. Maksud saya, jangan sampai ganti Bupati, seleranya lain, dibongjkar lagi. Bicara soal sejarah, kadang-kadang seorang pemimpin tidak menyadari membuat sejarah. Misalnya kalau PLTGU Pemaron go ahead, maka pariwisata Lovina tinggal sejarah dan pemimpin waktu itulah yang membuat Lovina menjadi sejarah. Sampai bertemu lagi Milis ini. Setidak-tidaknya outlet untuk unek-unek. Nyoman Suwela
Nyoman Bangsing [EMAIL PROTECTED] wrote:
Ysh. Pak Nengah Sudja, Pak Gde Wisnaya, Pak Suwela, Pak Ketut Arthana, Ibu Widiasari, Ibu Dwi dan teman-teman lp3b lainnya.Saya sependapat dengan Pak Sudja. Bila dimungkinkan, nampaknya kita perlu memberdayakan masyarakat kita, dimana masyarakat ikut aktif mengawasi jalannya proyek yang akan dilaksanakan. Kita bisa memulainya dengan membentuk information centre.Pusat informasi yang ada nantinya kita bisa perluas aktifitasnya.Sebagai bentuk servis, lp3b bisa memberikan info tentang pendidikan tinggi pada masyarakat Buleleng. Melalui servis ini, kita berharap masyarakat akan tertarik, dan mulai melirik lp3b.LP3B juga bisa menggandeng PHRI, dan Dinas Pariwisata Buleleng, untuk menggali potensi wisata yang dimiliki Bali Utara. Untuk maksud itu diperlukan survey tentang potensi wisata yang dimiliki Bali Utara. Coba kita lihat, apakah
 kita punya buku panduan tentang pariwisata Buleleng ?Wisatawan yang ada jelas memerlukan informasi yang lengkap tentang obyek pariwisata yang ada di Bali Utara.Kita bisa melakukan survey tentang potensi wilayah beserta SDM yang ada di Buleleng.Satu contoh konkret, bila saya ingin belajar menabuh Gender, siapa yang bisa saya hubungi ?Bila seseorang ingin belajar/kursus melukis, siapa yang bisa dihubungi ?Bila saya ingin punya sunari, siapa yang mahir membuatnya ?Apabila seorang wisatawan ingin menginap di Bali Utara, apakah sudah ada web yang memuat info