RE: [balita-anda] belajar membaca pada bayi-balita ?
kalau gak keberatan daftar stimulasinya apa aja ya bu? makasih. http://www.sold.com.au - SOLD.com.au - Find yourself a bargain! >> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
RE: [balita-anda] belajar membaca pada bayi-balita ?
Halo lagi juga buat Ibu Dini dan rekan2 semua Senang saya dg diskusi ini :) Ada benarnya juga kata Ibu Dini, bahwa metode Shichida BUKAN HANYA mengajar membaca sejak kecil. Di dalam Metode Shichida banyak sekali hal2 yg diterapkan seperti pengembangan EQ dan musikpun ada. Intinya, metode shichida ini ingin mengembangkan kemampuan otak kanan dan kiri anak supaya tumbuh secara seimbang. Metode shichida lebih menekankan pada pengembangan otak kanan krn hal ini didasari bahwa begitu anak masuk SD, hanya kemampuan otak kiri terus yg dituntut di sekolah (tentu saja ada juga pengembangan otak kanan.. kalau tidak ditulis, saya bisa diprotes nih :), seperti misalnya kompetisi antar anak utk mendapatkan nilai yg terbaik, dsb., shg kemampuan dan keunikan anak yg sesungguhnya menjadi tidak berkembang. Oya... sebelumnya saya ingin buat clear dulu. Flashcards/dotcards itu pertama kali dikembangkan oleh Glenn Doman yg memang ditujukan utk mengajar bayi membaca dan matematika, sesuai dg judul2 buku Glenn Doman ttg hal tsb. Tapi Glenn Doman TIDAK hanya menekankan penelitiannya pada hal tsb krn dia juga menulis ttg pengembangan fisik anak supaya tumbuh dg sebaik-baiknya. (Kalau banyak yg bertanya, mengapa anak perlu bisa membaca sejak dini, jawabannya bisa dilihat di websitenya Glenn Doman, krn dia juga banyak mendapatkan pertanyaan seperti itu.) Jadi, maksud saya, jangan sampai jadi salah paham bahwa flashcards/dotcards itu adalah isi dari metode shichida. Memang, shichida juga menerapkan flashcards/dotcards sbg SALAH SATU permainan dalam mengembangkan otak kanan anak, walaupun ada perbedaan sedikit dg metodenya Glenn Doman dalam menerapkan flascards/dotcards tsb. Dan yg di Indonesia yg sering diadakan seminarnya itu sepertinya metodenya Glenn Doman dan BUKAN shichida. (Mungkin teman2 yg dari Tigaraksa bisa menjelaskannya lebih lanjut ?) Kembali ke metode shichida, utk mengetahui lebih lengkapnya (utk yg bisa bhs jepang) silahkan lihat di www.shichida.co.jp . Atau ada juga buku2-nya yg diterbitkan dalam bhs inggris. Saya tahu awalnya ttg metode shichida ini justru dari teman org USA yg juga menerapkan metode ini di sekolahnya. Bukunya a.l.: "Babies are Genius" , "Nurture your child by recognizing, praising and loving", Any child can progress!", "Children ability that can grow more", "How to find genius in your child", "Children can change by the right brain education - the education to pull out their strong will and potentials-". Shichida ini juga menjadi guru besar di Newport University. Ada satu hal yg saya memahaminya berbeda dg pendapat Ibu Dini yg mengatakan bahwa "kemampuan imaging sangat berkaitan dengan modal dasar (IQ) seseorang". Dari berbagai info yg saya baca, IQ anak dapat berkembang jauh lebih tinggi jika ada stimulasi2 dari luar. Dan imaging training itu sangat berguna utk meningkatkan IQ anak, terutama anak dibawah usia 3 tahun. Tentu saja juga sangat bermanfaat utk anak diatas usia tsb. Jadi, yg saya pahami adalah: prosesnya terbalik dg yg disampaikan oleh Ibu Dini. Mungkin sumbernya lain, jadi isinya juga tidak sama 'kali ya... Kmd, masalah teknik pernafasan di metode shichida, intinya itu dilakukan utk membuat anak menjadi rileks, shg otaknya memancarkan gelombang alpha atau theta, ygmana hal ini sangat penting supaya otak bisa menyerap informasi dg mudah. Jadi, latihan pernafasan itu biasanya dilakukan sebelum melakukan permainan, sbg salah satu cara utk membuat anak menjadi rileks. Satu lagi yg saya agak berbeda pendapat dg Ibu Dini adalah masalah "ambisi" orgtua. Menurut saya ambisi orgtua mrpk faktor yg penting utk pengembangan anak, krn tanpa adanya ambisi orgtua, anak tidak akan mendapatkan stimulasi yg cukup utk perkembangan otaknya. Yg PENTING, dg ambisi orgtua tsb anak TIDAK menjadi TERTEKAN dalam segala hal yg dilakukannya. Semua anak pada dasarnya adalah SANGAT CERDAS. Apapun yg diberikan akan diterima dg baik. Tetapi jika ambisi orgtua tsb diterapkan dg jalan yg salah, dan anak menjadi tertekan, maka tujuan utamanya justru tidak akan tercapai. Saya kira itu yg harus selalu kita ingat. Jadi, saya sih tetap mempunyai ambisi utk memberikan yg terbaik bagi anak2 saya dg cara memberikan stimulasi yg sebanyak-banyaknya selama mereka tetap senang dalam menerimanya. Apa saja stimulasinya ? Banyak sekali. Kalau boleh promosi nih :) daftar stimulasi2-nya ada di ebook saya "3 Tahun Pertama yg Menentukan". Tapi di ebook itu kebanyakan stimulasi peningkatan EQ 'kali ya Masalah flashcards/dotcards ataupun metode shichida/glenn doman justru tidak disinggung. Sekian dulu, ditunggu tanggapannya. Sorry kalo terlalu panjang sharingnya... salam, Taufan Surana www.balitacerdas.com -Original Message- From: Dini Mardiati [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Tuesday, June 11, 2002 1:37 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [balita-anda] belajar membaca pada bayi-balita ? Halo lagi ..
Fw: [balita-anda] belajar membaca pada bayi-balita ?
Rekans BA, maaf yach Saya salah ngirim ..., maksud nya keorang lain kok malah ke BA lagi... sekali lagi maaf.. BundaEcha&Ical >> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Re: [balita-anda] belajar membaca pada bayi-balita ?
ini bagus.. komentar anggota BA tentang metode Shicida..., inget kan yang saya ceritain beberapa hari lalu..? ok, met baca.. - Original Message - From: "Dini Mardiati" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Monday, June 10, 2002 11:37 PM Subject: [balita-anda] belajar membaca pada bayi-balita ? Halo lagi ... Terus terang saya jadi penasaran dengan metode Shicida. (Asyik juga jadinya, terpancing cari informasi ... ) Dari referensi tsb, tampaknya metoda Shicida BUKAN untuk mengajar membaca sejak kecil. Karena tujuannya adalah peningkatan memory - untuk mengoptimalkan proses image dan kapasitas imajinatif. Jadi dengan flashcard, anak dilatih mengingat dengan kecepatan tinggi. Diharapkan, dengan segudang memori dikepala, anak menjadi kreatif. Kalau ternyata anak jadi bisa baca sejak kecil, itu bonus. Tapi prinsip metoda ini mengajarkan bagaimana agar mampu menghubung-hubungkan (asosiasi) informasi dengan cepat dan imaging training. NB : Sampai dimana pengaruhnya pada tiap orang ? perlu diingat, bahwa kemampuan imaging sangat berkaitan dengan modal dasar (IQ) seseorang - terbukti dalam pengalaman saya menterapi klien,- maksudnya, yang IQnya rata-rata nggak akan bisa disulap jadi superior. Atau bila trainingnya lewat hipnosis, bisa lebih baik? - cuma masalahnya, berarti harus dihandle yang ahlinya. Imaging baik maka kecerdasan emosional (EQ) baik ? Tidak juga. Meskipun dalam metode Shicida diajarkan pula tekhnik pelatihan pernafasan atau imaging - yang kadang digunakan pula dalam terapi psikis, bukan berarti anak yang dilatih metode ini akan dengan baik membaca situasi dan bereaksi emosional yang proporsional. Memory, imaging, EQ, memang sama-sama terkait dengan otak kanan, tapi bukan berarti sama. EQ harus dilatih, diasah melalui contoh simulasi atau dongeng atau kisah nabi dan feedback dari perbuatan riil anak. Anak yang dilatih tekhnik pernafasan bisa jadi lebih mudah diarahkan untuk menggunakannya (secara benar, tentunya) untuk merubah mood atau arah berpikirnya. Sekali lagi, untuk ini perlu latihan, waktu dan kesabaran. Bukan instant. Mbak Lilis Suryani tanggal 4 Juni lalu di milis ini juga sudah meringkaskan artikel mengenai pengembangan EQ. (waktu itu judul email : DSA di Depok) Apakah berarti pendidikan a la tradisonal hanya melatih otak kiri ? Sebenarnya tidak. Kuncinya adalah sikap dan ide dari guru dan ortu. Kalau boleh, saya kutip pendapat salah satu peneliti kreativitas selama 20 lebih : "The best way to encourage creativity in children is to foster curiosity, encourage questions and provide challeges in everyday life" - Chen Lung-an. Kreativitas dapat diajarkan, bukan dalam ruang kelas, tapi dari kehidupan, bagaimana membuka mata anak tehadap dunia, membantu mereka melihat berbagai kemungkinan. - inilah yang saya lihat dalam pola pendidikan balita dan dasar di Jerman. Anak diajak ke musium, ke kantor polisi, laboratorium, dll. Hanya saja pihak yang didatangi juga sudah siap dengan paket informasi yang memungkinkan anak mencoba, mencari tau dan menemukan berbagai hal menarik- sayangnya di kita belom jalan, ya ... Mereka juga dipancing untuk berkreasi dengan bahan alam yang ada di sekitarnya, atau memanfaatkan kotak atau kemasan bekas produk. Satu lagi yang saya liat, prakarya anak benar-benar murni karya mereka, bukan seperti di kita yang umumnya para ortu heboh bila anak mereka dapat tugas atau ortu yang menghias sepeda anak untuk lomba sepeda hias waktu tujuhbelasan, "soalnya malu juga kan kalo bikinan anak jelek ." sekedar mengingatkan Keprihatinan saya terhadap arah/trend pendidikan anak yang belakangan ini seolah bertema "cetaklah anak super", bukanlah berarti tidak setuju dengan tekhnik pendidikan baru. Tapi maaf, saya "mencium" ambisi ortu yang bisa merusak anak. Kalau ditanya apa dasarnya, saya sulit menerangkan. Mungkin ini juga salah satu bentuk imaging - karena terbiasa menjadi observer. Saya berharap balita yang pandai baca tulis pada akhirnya memang gemar membaca (moga-moga bukan komik) dan terpancing untuk cari informasi dari berbagai sumber - bukan sekedar disuapi. Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Benar kan ? Tapi sekali lagi saya menghimbau kepada rekan-rekan agar berhati-hati sebelum bertindak. Cobalah untuk mencari tau essensi dari sesuatu yang baru secara menyeluruh, jangan sebagian saja. Banyak bertanya pada yang pakarnya (tapi hati-hati juga lho dengan muatan sponsor penyelenggara acara!) Bukankah segala sesuatu tergantung dari niat awalnya ? Cuma memang kita harus bertanya lagi pada diri sendiri dan mencoba jujur. Tidak mudah lho mencoba melihat sisi gelap diri kita. Bila anda menggunakan metoda baru dengan niat membantu pengembangan anak, lakukanlah. tapi ortu harus penuh toleransi dan apresiatif, jangan sampai membunuh sense kreatifitas anak. Ingatlah, usia balita masih pada tahapan konkret, jadi bila anak 1,5 tahun hanya tertarik pada o
[balita-anda] belajar membaca pada bayi-balita ?
Halo lagi ... Terus terang saya jadi penasaran dengan metode Shicida. (Asyik juga jadinya, terpancing cari informasi ... ) Dari referensi tsb, tampaknya metoda Shicida BUKAN untuk mengajar membaca sejak kecil. Karena tujuannya adalah peningkatan memory - untuk mengoptimalkan proses image dan kapasitas imajinatif. Jadi dengan flashcard, anak dilatih mengingat dengan kecepatan tinggi. Diharapkan, dengan segudang memori dikepala, anak menjadi kreatif. Kalau ternyata anak jadi bisa baca sejak kecil, itu bonus. Tapi prinsip metoda ini mengajarkan bagaimana agar mampu menghubung-hubungkan (asosiasi) informasi dengan cepat dan imaging training. NB : Sampai dimana pengaruhnya pada tiap orang ? perlu diingat, bahwa kemampuan imaging sangat berkaitan dengan modal dasar (IQ) seseorang - terbukti dalam pengalaman saya menterapi klien,- maksudnya, yang IQnya rata-rata nggak akan bisa disulap jadi superior. Atau bila trainingnya lewat hipnosis, bisa lebih baik? - cuma masalahnya, berarti harus dihandle yang ahlinya. Imaging baik maka kecerdasan emosional (EQ) baik ? Tidak juga. Meskipun dalam metode Shicida diajarkan pula tekhnik pelatihan pernafasan atau imaging - yang kadang digunakan pula dalam terapi psikis, bukan berarti anak yang dilatih metode ini akan dengan baik membaca situasi dan bereaksi emosional yang proporsional. Memory, imaging, EQ, memang sama-sama terkait dengan otak kanan, tapi bukan berarti sama. EQ harus dilatih, diasah melalui contoh simulasi atau dongeng atau kisah nabi dan feedback dari perbuatan riil anak. Anak yang dilatih tekhnik pernafasan bisa jadi lebih mudah diarahkan untuk menggunakannya (secara benar, tentunya) untuk merubah mood atau arah berpikirnya. Sekali lagi, untuk ini perlu latihan, waktu dan kesabaran. Bukan instant. Mbak Lilis Suryani tanggal 4 Juni lalu di milis ini juga sudah meringkaskan artikel mengenai pengembangan EQ. (waktu itu judul email : DSA di Depok) Apakah berarti pendidikan a la tradisonal hanya melatih otak kiri ? Sebenarnya tidak. Kuncinya adalah sikap dan ide dari guru dan ortu. Kalau boleh, saya kutip pendapat salah satu peneliti kreativitas selama 20 lebih : "The best way to encourage creativity in children is to foster curiosity, encourage questions and provide challeges in everyday life" - Chen Lung-an. Kreativitas dapat diajarkan, bukan dalam ruang kelas, tapi dari kehidupan, bagaimana membuka mata anak tehadap dunia, membantu mereka melihat berbagai kemungkinan. - inilah yang saya lihat dalam pola pendidikan balita dan dasar di Jerman. Anak diajak ke musium, ke kantor polisi, laboratorium, dll. Hanya saja pihak yang didatangi juga sudah siap dengan paket informasi yang memungkinkan anak mencoba, mencari tau dan menemukan berbagai hal menarik- sayangnya di kita belom jalan, ya ... Mereka juga dipancing untuk berkreasi dengan bahan alam yang ada di sekitarnya, atau memanfaatkan kotak atau kemasan bekas produk. Satu lagi yang saya liat, prakarya anak benar-benar murni karya mereka, bukan seperti di kita yang umumnya para ortu heboh bila anak mereka dapat tugas atau ortu yang menghias sepeda anak untuk lomba sepeda hias waktu tujuhbelasan, "soalnya malu juga kan kalo bikinan anak jelek ." sekedar mengingatkan Keprihatinan saya terhadap arah/trend pendidikan anak yang belakangan ini seolah bertema "cetaklah anak super", bukanlah berarti tidak setuju dengan tekhnik pendidikan baru. Tapi maaf, saya "mencium" ambisi ortu yang bisa merusak anak. Kalau ditanya apa dasarnya, saya sulit menerangkan. Mungkin ini juga salah satu bentuk imaging - karena terbiasa menjadi observer. Saya berharap balita yang pandai baca tulis pada akhirnya memang gemar membaca (moga-moga bukan komik) dan terpancing untuk cari informasi dari berbagai sumber - bukan sekedar disuapi. Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Benar kan ? Tapi sekali lagi saya menghimbau kepada rekan-rekan agar berhati-hati sebelum bertindak. Cobalah untuk mencari tau essensi dari sesuatu yang baru secara menyeluruh, jangan sebagian saja. Banyak bertanya pada yang pakarnya (tapi hati-hati juga lho dengan muatan sponsor penyelenggara acara!) Bukankah segala sesuatu tergantung dari niat awalnya ? Cuma memang kita harus bertanya lagi pada diri sendiri dan mencoba jujur. Tidak mudah lho mencoba melihat sisi gelap diri kita. Bila anda menggunakan metoda baru dengan niat membantu pengembangan anak, lakukanlah. tapi ortu harus penuh toleransi dan apresiatif, jangan sampai membunuh sense kreatifitas anak. Ingatlah, usia balita masih pada tahapan konkret, jadi bila anak 1,5 tahun hanya tertarik pada onta saat dibacakan kisah nabi, _ adalah hal yang sangat wajar. Teruslah memberi stimulasi, terutama dari contoh riil sikap dan perilaku kita - pada porsi yang wajar - karena itu memang tugas kita sebagai ortu. bisa lihat http://www.sinorama.com.tw/en/1999/199903/803044eb.html