RE: [balita-anda] Quo vadis pendidikan anak ?

2002-06-03 Terurut Topik Taufan Surana

Jumpa lagi...

Menarik sekali diskusi ini ya...

BENAR SEKALI apa yg disampaikan oleh Ibu Dini.
Kita sbg orgtua harus berhati-hati dalam mendidik anak kita,
jangan sampai ambisi orgtua menjadi yg utama.

Banyak sekali manfaat yg akan diambil oleh anak jika
dia bisa membaca/berhitung sejak dini. Tetapi, jika
tujuannya utk kebanggaan orgtua saja, ygmana anak
menjadi tertekan, maka SEGERA HENTIKAN sekarang
juga. Kalau ini yg terjadi, maka kebanggaan orgtua
itu akan segera berakhir, dan sebentar lagi akan
menemui seorang anak yg sangat bermasalah.

Seperti kata Ibu Dini juga, banyak ahli pendidikan di Jepang
mengatakan bahwa sistem pendidikan di Jepang hanya
mengejar ilmu saja dan menyebabkan stress murid2.

Utk itulah saat ini kurikulum pendidikan di Jepang mulai
dirubah dg beban pelajaran yg diturunkan.
Mereka sudah mulai melakukan reformasi thd
sistem pendidikannya.

Oleh sebab itulah pendidikan usia dini di Jepang utk
pengembangan OTAK KANAN semakin populer
krn sistem pendidikan mulai SD di Jepang dan juga
hampir seluruh dunia lebih menekankan kpd OTAK
KIRI yg mana anak harus mengikuti logika2, kemampuan
analisa, dll. di pelajarannya.

Seperti kata Ibu Dini juga, tidak hanya IQ yg dikejar,
tetapi juga EQ. Nah... EQ ini akan berkembang
lebih baik jika otak kanan berkembang dg baik.

Kata Ibu Dini, perkembangan otak kanan dan kiri harus balance.
Apa yg terjadi sekarang ?  Semua sistem pendidikan
HANYA mengejar kemampuan otak kiri.
Perkembangan otak kanan seakan2 berhenti begitu
anak masuk SD.

Seperti kata Shichida, inti dari pengembangan otak kanan
adalah KASIH SAYANG !
Ini yg paling ditekankan. Tanpa adanya kasih sayang yg
saling dirasakan antara anak dan orgtua, maka metode
apapun tidak akan berhasil.

Yg perlu selalu diingat adalah jika kita SEDANG
membicarakan masalah kecerdasan, BUKAN berarti
bahwa HANYA kecerdasan dalam hal bisa membaca
atau menghitung saja yg setiap hari kita ajarkan ke anak
kita.

Jangan sampai dalam diskusi masalah flashcards/dotcards, dsb.
itu kita SALAH MENERIMA seakan2 kegiatan anak2 kita
sehari-hari cuma itu terus.
Tentu saja masalah mandiri, percaya diri, kemampuan motorik halus, dsb.
tetap harus diperhatikan dg baik.

Jika anak mau belajar membaca dg senang hati, dia tidak akan
merasakan berat thd hal tsb. Justru, rasa percaya diri anak
meningkat pesat.
Sekali lagi yg penting JANGAN DIPAKSA !
Anak saya Rihan, 2-3 hari yll sama sekali tidak mau
bermain dg flash card. Ya sudah saya biarkan saja.
Hari ini dia tiba2 minta mainan flashcard lagi, tapi
yg bahasa inggris. Dotcards-nya juga lagi bosen kayaknya.
Sedangkan adiknya, Afi, masih tetap mau, dan justru
dia yg minta. Saya ikuti juga maunya.

Tapi bukan berarti hanya itu saja kegiatan mereka di rumah.
Banyak sekali kegiatannya/mainannya yg selalu bergantian,
termasuk pingin nonton TV acara anak2.
Hari ini di 'sekolah'-nya, Rihan dan Afi bermain kejar-kejaran,
bermain pasir sampai baju, badan dan rambutnya penuh dg pasir.
Jadi tidak hanya bermain flashcard/dotcard dari pagi sampai
malam.

Janganlah kita hanya melihat apa yg sedang didiskusikan
kali ini seakan2 hanya itu yg sedang dilakukan,
dan melupakan kegiatan lain yg juga diperlukan anak.
'Anak yg cerdas sekali' TIDAK MUNGKIN dicetak hanya
dg flashcards/dotcards ataupun metode2 dari Jepang, USA,
dll.

Anak cerdas dididik dg dasar utama kasih sayang, yaitu
kemauan dan kemampuan orgtua utk menerima apa adanya
dari segala yg dimiliki oleh anak, dan tidak menuntut
diluar keinginan dan kemampuan anak.

Sekian dulu.

salam,

Taufan
PS.
Ngomong2, sampai sekarang saya kok tidak tahu
dg jelas apa sih arti kata quo vadis itu ?
Mohon penjelasannya ya.. bagi yg tahu :)


-Original Message-
From: Dini Mardiati [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Monday, June 03, 2002 8:48 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [balita-anda] Quo vadis pendidikan anak ?


Halo semuanya ...

Pak Taufan menuliskan bahwa Tugas orgtualah utk membimbing dan memberikan
permainan yg berguna dan tidak hanya permainan yg cuma menghabiskan waktu

Saya mengatakan hal ini SANGAT SULIT dilakukan, perlu extra kesabaran.
Mengapa? Karena biasanya saat mengajarkan anak, AMBISI ortu yang
terproyeksikan. Tak jarang orang tua menjadi lupa bahwa yang ia hadapi
adalah anak-anak.  Juga perlu waktu, karena bagaimanapun juga, learning
games didisain untuk interaksi orangtua-anak. Apakah anda punya cukup waktu
untuk itu ? Rasanya bagi ortu yang bekerja penuh - apalagi di Jakarta,
umumnya baru di rumah di atas jam 7 malam - ini sangatlah sulit.

Apakah anak harus bisa baca tulis hitung saat balita ?
Saya dengar, trend pendidikan di kita sekarang begitu. Orang tua akan bangga
dan ini sering jadi tolak ukur mencari sekolah yang TOP buat anak. Ah ya,
metode ini kita import mentah-mentah dari Jepang. Mereka memang menjadi maju
pesat, tapi apakah anda sudah mendengar bahwa stres pun sudah menggejala
pada anak-anak mereka ?

Ingatkah anda bahwa keberhasilan bukan hanya dari IQ tapi juga EQ ?
Berhati-hatilah jangan sampai 

Re: [balita-anda] Quo vadis pendidikan anak ?

2002-06-03 Terurut Topik dzp


Halo Mbak Dini,

Saya setuju dengan pendapat anda, tapi  tolong donk cerita bagaimana sich
sistem pendidikan di Berlin khususnya untuk pendidikan TK dan Dasar yang
Mbak Dini irikan, terus terang saya juga iri karena saya lihat pendidikan
disini lebih fokus ke akademiknya, padahal anak TK harusnya bermain, bukan
belajar baca tulis, dan ini yang anak saya alami sekarang (Adam 4th duduk
di TK A, tiap hari ada PR nulis dan berhitung, tapi saya tidak paksakan
kalau Adam nggak berminat mengerjakan PRnya, tapi Adamnya sekarang senang
betul nulis, kalau boleh tiap ada kertas diisi tulisan walau tulisannya
nggak jelas, yach yang penting ada minatlah).
Saya tunggu yach Mbak ceritanya, soalnya saya dan salah seorang temen saya
yang sekarang ada di Ithaca, US cita-cita buat sekolah TKSD yang seperti
di US tapi yang islami, mudah-mudahan sich, amien

Salam,

Adam's  Donnie's Mom


   
   
Dini Mardiati
   
dini.mardiati@To: [EMAIL PROTECTED]
   
berlin.de cc: 
   
   Subject: [balita-anda] Quo vadis
   
06/03/02 06:47 pendidikan anak ?   
   
PM 
   
Please respond 
   
to balita-anda 
   
   
   
   
   




Halo semuanya ...

Pak Taufan menuliskan bahwa Tugas orgtualah utk membimbing dan memberikan
permainan yg berguna dan tidak hanya permainan yg cuma menghabiskan waktu

Saya mengatakan hal ini SANGAT SULIT dilakukan, perlu extra kesabaran.
Mengapa? Karena biasanya saat mengajarkan anak, AMBISI ortu yang
terproyeksikan. Tak jarang orang tua menjadi lupa bahwa yang ia hadapi
adalah anak-anak.  Juga perlu waktu, karena bagaimanapun juga, learning
games didisain untuk interaksi orangtua-anak. Apakah anda punya cukup waktu
untuk itu ? Rasanya bagi ortu yang bekerja penuh - apalagi di Jakarta,
umumnya baru di rumah di atas jam 7 malam - ini sangatlah sulit.

Apakah anak harus bisa baca tulis hitung saat balita ?
Saya dengar, trend pendidikan di kita sekarang begitu. Orang tua akan
bangga
dan ini sering jadi tolak ukur mencari sekolah yang TOP buat anak. Ah ya,
metode ini kita import mentah-mentah dari Jepang. Mereka memang menjadi
maju
pesat, tapi apakah anda sudah mendengar bahwa stres pun sudah menggejala
pada anak-anak mereka ?

Ingatkah anda bahwa keberhasilan bukan hanya dari IQ tapi juga EQ ?
Berhati-hatilah jangan sampai melupakan yang terakhir itu. Saya setuju
bahwa
perkembangan otak kiri dan kanan harus balance. Tapi bukan berarti area
kanan lalu dimanipulir menjadi logika !

Saat balita, yang paling penting dilatih adalah perkembangan motorik halus
dan kasarnya, melatih koordinasi motorik keseimbangan, kemandirian
aktivitas
harian seperti makan sendiri, pakai baju, sepatu dan celana termasuk
mengancingnya. Ini adalah latihan dasar agar mereka kelak terampil dan
merasa MANDIRI  PERCAYA DIRI. Bukankah ini yang sekarang terlihat krisis
pada anak-anak? Umumnya mereka sekarang mengandalkan orang lain seperti
pembantu, teman atau ortunya.
Yang berbau logika diajarkan tapi sifatnya pengenalan. Yang dituju bukan
anak bisa baca tulis hitung, tapi bagaimana menimbulkan minat anak dan rasa
ingin tahu mereka pada pengetahuan. Tentu kita ingin anak menjadi KRITIS
bukan hanya menunggu disuapi.

Saya pribadi mulai mengenalkan buku pada anak-anak sejak bayi (buku dari
kain/plastik bergambar) kemudian mulai 6 bulan dibacakan buku yang
ceritanya
singkat, lalu buku pop-up (sangat menarik karena gambarnya muncul atau
dapat
digerakkan). Usia 1,5 Tahun mulai dikenalkan CD interaktive. Tapi harus
sangat berhati-hati memilih program apa, benar-benar yang memang untuk
seusianya, misalnya cukup dengan menggeser maus, maka gambar di layar sudah
terwarnai - tanpa anak harus memilih warna khusus. Prinsipnya, hanya
PENGENALAN ! Itu pun harus didampingi dan tidak boleh memberikan tekanan
atau membuat anak merasa tidak mampu. Saya beruntung punya waktu karena
sekarang tidak bekerja lagi dan hanya mendampingi suami studi.

Salah satu contoh sederhana melatih kecerdasan emosinal (EQ) adalah
mengajarkan anak menunda keinginannya. Misalnya antri untuk main suatu
permainan. Dalam antrian, anak belajar aturan, juga belajar bahwa orang
lain
pun bisa punya keinginan yang sama, dia harus menunggu giliran, tidak bisa
seenaknya. Hal ini kurang dilatih di TK kita. Saat istirahat, anak-anak
rebutan