Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu
Wah, surprise tahu koh ABS juga pencinta musik klasik. Bicara dirigen , entah mengapa saya tidak simpati sama si gaek Georges Pretre, udah tua bangka gitu (konon usianya lebih 80 thn?) masih jingkrak-jingkrakan gak karuan. Lebih berwibawa Zubin Mehta atau Claudio Abado yang berpenampilan anggun dan tenang. Kalo gak salah ingat, China Philharmonic juga pernah tampil tak kurang dari 5 kali di Gedung Emas Wina yang megah itu. Apakah Gedung Ronodipuro akan semegah yang di Wina itu ya?? Btw, alamat lengkap Gedung Ronodipuro di mana sih? Tolong diinformasikan donk, siapa tahu sekali-kali ada kesempatan kita-kita bisa tampil di situ juga. Salam, Erik \ - In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@... wrote: Erik-heng, Radetzkymarsch yang setiap tahun selalu dimainkan terakhir di Neujahrskonzert Wina, sebagai 'bonus' (encore), adalah favorit saya nomor-1 dari antara ciptaan Johann Strauss (Vater)! Dan saya selalu turut menepukkan tangan sesuai derap irama mars yang dipimpinkan oleh dirigen Wiener Philharmoniker (tahun ini: Georges Prêtre). Tetapi tentu saja bertepuk-tangannya bukan di fine dining restaurant-nya William Wongso, melainkan di depan layar TV ketika acara itu disiarkan! He he he... Wasalam.
RE: [budaya_tionghua] Buku Chan/Zen
Jika teman Anda itu seorang pemula, belilah buku ini di TB Gramedia terdekat: Kisah-Kisah Kebijaksanaan Zen Melalui Cerita Mencapai Pencerahan: Penulis Indra Gunawan Penerbit http://www.belbuk.com/gramedia-pustaka-utama-m-22.html?osCsid=8296184dc5d145bc5b065f34fa054e0a Gramedia Pustaka Utama Kategori Buku http://www.belbuk.com/sejarah-amp-budaya-sejarah-umum-c-30_348.html?osCsid=8296184dc5d145bc5b065f34fa054e0a Sejarah Umum Tahun Penerbitan 2005 Jumlah Halaman 178 Dimensi (LxP) 13.5 x 20 cm Jenis Cover Soft Cover No ISBN 979-22-1713-4 Berat Buku 0.29 kg SINOPSIS BUKU: Buku ini buku cerita. Bukan hanya cerita, tapi juga dengan makna ceritanya yang ditafsirkan dan diberi konteks pengertiannya oleh Indra Gunawan, seorang praktisi manajemen dan pakar kesehatan holistik yang banyak mendalami filsafat Timur. Ia mengemukakan ajaran Zen yang diterapkan dalam bentuk cerita yang diberi konteks manajemen, kepemimpinan, dan kehidupan secara lebih luas. Anthony de Mello mengatakan tak seorang pun dapat menemukan pengertian yang paling tepat bagi dirinya sendiri. Sang Guru pun tidak mampu. Indra Gunawan pun tidak bermaksud mengunyahkan makna cerita-cerita Zen itu untuk kita. Komentar-komentarnya hanyalah wawasan perbandingan yang sangat berguna bagi kita untuk mendapatkan kedalaman makna sebuah cerita. Kita bisa menemukan sendiri pengertian yang paling tepat perihal makna cerita tersebut bagi kehidupan pribadi maupun profesional. Karena itu, tidak heran kalau Zen begitu inspiratif, telah memperkaya banyak profesional di seluruh dunia dewasa ini. Kalau merasa belum puas, cari PC di toko tersebut yang memuat database buku dan ketik “zen” pada Subyek buku yang dicari dan tekan tombol Enter. Lalu akan keluar buku Zen baik yang berbahasa Inggris maupun yang sudah terjemahan, jika stoknya ada teman Anda tinggal minta mas-mas atau mbak-mbak petugas Gramedia mencarikan buku-bukunya lalu minta izin untuk dibaca-baca dulu (biasanya sih diizinkan membuka bungkus plastiknya) dan kalau merasa tertarik ya dibeli aja. Gitu aja kok repot. :-) Andy L.S. Penggemar Zen _ From: zho...@yahoo.com [mailto:zho...@yahoo.com] Sent: Monday, February 01, 2010 2:05 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Buku Chan/Zen Rekan, ada teman yg ingin baca buku ttg filosofi Zen dlm bhs Indonesia, dia minta petunjuk buku mana yg layak dibaca(nggak usah yg berat2). Berhubung saya sudah lama tak pernah berburu buku Indonesia, mohon info dari teman2 yg rajin ubek2 toko buku. Terimakasih. ZFy Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT _ From: Akhmad Bukhari Saleh absa...@indo.net.id Date: Sat, 30 Jan 2010 02:42:10 +0700 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Pameran Foto Dan Diskusi Pecinan Meneruskan e-mail dari seorang kawan sebagai yang di bawah ini. Untuk yang berminat, harap datang tepat waktu supaya kebagian tempat, karena ruangannya (Galeri Antara) kecil. Wasalam. - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - “Chinatowns in Southeast Asia”, a project commissioned by the Chinese Heritage Centre in Singapore, arrives in Jakarta, Indonesia. The opening is on 5 Feb 2010 (Friday) in Antara Photojournalism Gallery (Jalan Antara 59, Pasar Baru, Jakarta) at 7.30pm. There will be makanan Tionghoa (Chinese food) and Barongsai (lion dance). Artist talk, titled “Journey through the Labyrinth of Chinatowns”, will be on 6 Feb 2010 (Saturday) at 3pm. Hope to see you there. -- Zhuang Wubin writer/photographer image001.gif
[budaya_tionghua] OOT: Pementasan Ballet Pantomime Don Juan, Jakarta 4-5 Februari 2010 di GKJ
Pantomim Musik DON JUAN SAKSIKAN PEMENTASAN BALLET PANTOMIME “DON JUAN Pantomim berdasarkan musik karya Christoph Willibald Ritter von Gluck Sutradara Libretto: Milan Sládek Yang diselenggarakan di: Jakarta: 4-5 Februari 2010 Pukul: 20.00 WIB Gedung Kesenian Jakarta Jl. Gedung Kesenian No.1 Jakarta 10710 Tiket Telp. +62 21 3808283/ 3441892 Umum: Rp. 75.000 Rp. 50.000, pelajar mahasiswa: Rp. 20.000 Bandung: 9-10 Februari 2010 Taman Budaya Jawa Barat Jl. Bukit Dago Selatan 53A Bandung 40135 Tlp/Fax. (022) 2504912 Tanda masuk (tidak dipungut biaya): +62 22 4236440 Pendukung Sutradara Libretto: Milan Sládek Asisten Sutradara: Yayu AW Unru Penata Artistik: Jan Kocman Penata Musik: Budi Utama Prabowo Pemain Utama: Don Juan: Yayu AW Unru Donna Elvira: Lilies Komtur: Carolus Daris Gatot Rahmadi Leporello: Pungkas Banon Gautama Kerjasama Produksi Dalam rangka ulang tahun ke-40 Institut Kesenian Jakarta dan penghormatan terhadap tokoh pantomin Indonesia alm. Sena Utoyo, Goethe-Institut, Institut Kesenian Jakarta – dengan dukungan Gedung Kesenian Jakarta dan Sena Didi Mime menyelenggarakan produksi ini. MILAN SLADEK Kisah yang sudah dikenal luas mengenai Don Juan si perayu yang selalu mempermainkan perempuan ini disutradarai oleh Milan Sládek, pria kelahiran Slowakai (23 Februari 1938 di Streženice) yang merupakan seorang master pantomim terbaik masa kini. Milan Sládek sejak masa mudanya sudah menekuni pantomim. Dengan tubuhnya dia menampilkan seluruh pemikiran, perasaan dan fantasinya, tanpa memerlukan kata-kata. Secara harafiah, pantomim yang berasal dari bahasa Yunani ini mengandung makna „semua ditiru“. Arti kata itu diberi nuansa baru oleh Sladek dengan eksperimen dan keterbukaannya terhadap tradisi teater tradisional, dari Commedia dell’arte sampai Kabuki Jepang. DON JUAN Milan Sladek bersama dengan 14 orang pemain yang berasal dari mahasiswa dan alumni Institut Kesenian Jakarta serta anggota Sena Didi Mime mentransfer „Don Juan“ karya Christoph Willibald Gluck (1714-1787) yang biasanya merupakan tari balet klasik menjadi pantomim. Karya ini merupakan titik balik dalam genre tari, karena awalnya berasal dari naskah drama. Don Juan yang terkenal sebagai seorang penggemar perempuan dan selalu mempermainkan semua gadis yang dijumpainya. Tetapi ketika dia pada suatu hari menggoda Donna Elvira, putri sang Komtur, maka diapun menjadi musuh abadi sang ayah. Terjadilah duel antara ayah dan kekasih, yang menyebabkan sang ayah terluka parah. Sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya, dia menyumpahi Don Juan dan berjanji akan balas dendam. CHRISTOPHER WILLIBALD RITTER von GLUCK (1714-1787) Disamping Mozart dan Händel, komposer Jerman Christoph Willibald Ritter von Gluck (1714-1787) merupakan salah seorang komposer opera yang penting di abad ke-18. Gluck mereformasi opera Seria yang waktu itu sudah dikenal umum, antara lain dengan pemisahan yang jelas antara resitatif dan aria dan di era ini elemen-elemen tersebut mulai terjalin s
[budaya_tionghua] Re: Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. (Was: Apa relevansinya )
Hai, ko Phoeng dan TTM lain! Apa kabar, sudah makan minum? Soal makan enak bareng kan udah rencana kita dari dulu-dulu. Kalo sekarang diingatkan lagi sih, saya dukung 100%. Cuma apakah musti di resto Vegetarian? Terus terang saya kurang simpatik sama resto Vegetarian yang perlakuan mereka sangat diskriminatif terhadap konsumen. Bayangkan, jelas-jelas mereka dulu yang menyajikan daging palsu, eh pada saatnya kita mau bayar dengan uang palsu mereka tolak. Ini kan tidak adil, masa' cuma mereka saja yang boleh palsu-palsuan, sedang konsumen tidak boleh! Ha, ha!! Kita kembali serius, kebetulan sekarang kesempatannya buat matengin rencana dulu, bung Agung juga sdh berkali-kali nagih janji tuh. Saya kira sepinya tanggapan rekan-rekan soal makan bareng ini mungkin karena rencana kita dulu terlalu muluk, pake wisata kuliner seharian penuh segala, itu mungkin menyeramkan bagi sebagian rekan-rekan. Saya usul yang sederhana ajalah, pilih hari yang tepat untuk semua, makan siang atau malam bersama di resto yang Ko Phoeng tentukan. Yang penting bisa ngumpul dan kopi darat dulu!! Demikian dari saya. Terima kasih. Salam, Erik \ In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ophoeng opho...@... wrote: Bung ABS, Bung Erik, Bu Eva dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nah, sudah ada persinggungan ttg makan-makan nih, barulah saya berani ikutan nimbrung barang sepatah kata ya. Bagaimana kalau perbedaan pendapat barusan diselesaikan saja di depan meja. makan? Karena beda-beda kedoyanan, bagaimana kalau makannya di tempat yang 'netral' ajah, yakni di resto vegetarian yang bisa diterima oleh semua pihak? Saya sih optional ajah, kalau masih lebih kursinya di meja, boleh juga ajak saya ikut nimbrung. Begitu ajah sih, sekedar usul dari pendoyan makan apa ajah asal enak. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan
Re: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Wah, babe yg memberangus babe pula yg ngasih bantuan berupa tanah utk membangun. Hebat betul! Apa bukan untuk menutup2i dosa di masa lalu setelah dilengserkan? Kok kita2 yg pernah menjadi korban mau2nya menjadi tukang rias si mayat hidup? Jika kita manusia yg sadar sejarah, lebih baik dirikan saja museum pemberangusan budaya dan pembersihan etnis di taman mini! Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: dkhkwa dkh...@yahoo.com Date: Mon, 01 Feb 2010 07:51:40 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Pa Tjandra, Yang owe dengar dari “sumber yang bisa dipercayaâ€, tanah aslinya adalah 1 ha, “Hebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling besar 2 ha.†Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan sukarela atau paksa “bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb sekarang terbebaskan.†Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha, apa anehnya? Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa berkuasanya menindas orang TIONGHOA, untuk “menebus dosaâ€??? Bukankah kata pepatah, “ada uang, ada barangâ€? Luasnya yang jau melebihi anjungan dari daerah-daerah lain di Indonesia apa tidak dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial? Apalagi bangunan yang hendak dibuat adalah “main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk perayaan Peh Chun).†Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia, yang tak asing bagi sebagian orang, tapi sesuatu yang benar-benar asing, karena tidak ada di Indonesia, yang tukang-tukangnya “diimpor†langsung dari Tiongkok, sedangkan anjungan-anjungan lain toch mengambil contoh, misalnya, Keraton Yogyakarta yang memang aslinya benar-benar ada di Yogya. “Disain ini bukan replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru.†Kenapa bersikap “alergi†betul terhadap para tuan tanah atau pejabat TIONGHOA, sementara etnis LAIN biasa-biasa saja terhadap para pemimpin seperti para raja, sultan atau bupati mereka? Ataukah anjungan Tionghoa Indonesia isinya adalah replika Cikim-snia (Kota Terlarang) di Pakknia (Beijing), Danau Se’ou (Xihu) di Hangciu (Hangzhou), lengkap dengan pohon Yangliu-nya segala, Taman-taman Souciu (Suzhou), Pailau (Gerbang) dari Emui (Xiamen), dsb. Kalau orang mau melihat bangunan Tionghoa asli di Tiongkok, kenapa mereka harus ke Taman Mini? Kenapa tidak terbang saja langsung ke Beijing, Shanghai, Hangzhou, Suzhou, Xiamen, Guangzhou, Shenzhen? Di sana malah lebih bagus, bukan tiruan seperti kita, tapi asli loh!!! Yang owe tahu, di Shenzhen juga dibikin miniatur seperti di kita, China Folk Cultures Village, tapi kan mereka menampilkan beragam bangunan berdasarkan kelompok etnik yang memang ADA di Tiongkok, bukan mendisain bangunan-bangunan baru yang “ngga karuan juntrungannyaâ€!!! (PCMIIW) Lalu ke mana orang harus pergi bila ingin mencari dan mempelajari bangunan ala TIONGHOA INDONESIA, kalau bangunan asli yang ada sudah dihancurkan dan replikanya yang dibuat sesuai aslinya pun tidak ada? Apakah sejarah dan jatidiri Tionghoa Indonesia mau dihapuskan, digantikan dengan sejarah non-Tionghoa Indonesia versi Taman Mini yang―lagi-lagi―“ngga karuan juntrungannyaâ€??? Owe harep itu perkara tida nanti sampe kajadian pada generatie muda kita sampe kapan juga. Muhun maaf seandeh owe punya kata-kata ada yang sala. Kiongchiu, DK --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Tjandra Ghozalli ghozalli2...@... wrote: Bab. 1 Dear members, Memang soal sumbangan bukan hal mudah. Historisnya dahulu pa Harto menyerahkan lahan TMII kepada pak Tedy hanya 1 ha untuk warga Tionghoa sedang 1 ha lagi utk warga India dan 1 ha lagi utk warga Arab. Tetapi dalam perjalanannya lahan untuk warga India dan Arab dikembalikan ke pa Harto, karena menurut mereka, sulit mendapatkan dana dari warga mereka yang umumnya tidak kompak. Lalu pa Harto serahkan semuanya kepada pa Teddy. Entah kenapa pa Tedy terlalu “PD†mungkin dianggapnya warga Tionghoa yg populasinya no.3 setelah warga Jawa dan Sunda serta terkenal dengan kekompakannya dan suka saling bantu (itu sebabnya ada legenda yg menyatakan orang Tionghoa cepat maju karena di antara mereka suka saling tolong), ditambah lagi banyak warga Tionghoa sudah berhasil dalam bidang usaha - masa sih dalam waktu 6 tahun anjungan tidak jadi? Maka diterima semuanya, bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb sekarang terbebaskan. Tapi
RE: [budaya_tionghua] TAHUN MACAN
Thanks FYI From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of Dee Dhee Sent: Senin, Februari 01, 2010 11:43 AM To: budaya tionghua Subject: [budaya_tionghua] TAHUN MACAN
[budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Sorry, ikut nimbrung ya Vid! Rupanya pak Tjandra kita belum nangkep suasana batin teman-teman yang uneg-unegnya sudah panjang lebar ditumpahkan kemarin itu ya? Apa yang harus dibanggakan, kalau dibilang Anjungan Tionghoa di TMII luasnya 4,5 ha, sedangkan suku lain cuma 2 ha. Itu khan dibeli dengan duit dari koceknya para so call Tokoh Tionghoa yang nyatanya adalah para Konglomerat. Sekarang ribut-ribut kurang duit (dan minta partisipasi masyarakat Tionghoa) untuk membangun main building, kenapa tidak minta yayasan TMII aja yang nangani? Nyatanya khan anjungan untuk suku-suku lain dibangun oleh yayasan!! Kenapa khusus anjungan Tionghoa mesti bangun sendiri? Apa yang salah? Salah dimana? Jangan-jangan setelah diusut ternyata adalah SALAH SENDIRI! GOBLOK SENDIRI!! Pak Tjandra menandaskan (dengan font tebal) bahwa Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia. Ini lagi-lagi kesalah-pahaman pak Tjandra dengan suara hati teman-teman! Teman-teman bukan menginginkan dihadirkannya sesuatu yang asli (yang sebelumnya belum pernah ada di Indonesia), teman-teman justru keberatan kalau GEDUNG ASLI yang sudah bernilai sejarah dibongkar, dirobohkan dan hanya membuat sekedar REPLIKAnya saja. Adapun tentang Gedung Tua, bukanlah sembarang Gedung Tua yang ingin dilestarikan dan dipertahankan keberadaannya. Tidak semua, karena memang tidak mungkin dan juga tidak perlu! Yang harus dipertahankan adalah Gedung Tua yang memiliki nilai sejarah bagi keberadaan, perkembangan dan perjuangan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Salah satunya adalah Gedung CANDRA NAYA! Nilai historis Gedung CANDRA NAYA yang dulunya bernama Gedung Sin Min Hui bagi masyarakat Tionghoa khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya kira-kira sebanding dengan Gedung Joang bagi masyarakat Indonesia. Selain dari segi arsitektur gedung ini terbilang lengkap dan sempurna dengan gaya Tionghoanya, gedung ini pun adalah bekas tempat tinggal Mayor Khouw Kim An (mayor Tiongoa terakhir di Indonesia) yang turut mendirikan THHK (Tiong Hua Hui Koan) dan sekaligus ketua Kongkoan di awal tahun 1900-an. Setelah perkumpulan Sin Min Hui didirikan, di gedung ini pula acap digelar pertunjukan kesenian masyarakat Tionghoa (di samping kesenian Betawi, Sunda dan juga Belanda), juga digedung ini pernah dipertunjukkan lakon âKembang Ros Dari Tjikembangâ yang ditonton oleh presiden Soekarno. Dan yang paling tak bisa dilupakan adalah kejadian pada zaman Gedoran di Tangerang pada tahun 1945-1947. Dalam kerusuhan anti Tionghoa itu, dipimpin oleh pengurus dan anggota Sin Min Hui, masyarakat Tionghoa dari Jakarta melakukan evakuasi terhadap masyarakat Tionghoa di Tangerang dan mengangkut dan menyelamatkan mereka ke gedung Sin Min Hui (yang kemudian berganti nama Candra Naya) ini. Walau pun tidak resmi dijadikan secretariat THHK, tapi di gedung Sin Min HUi (Candra Naya) inilah acap diadakan pertemuan-pertemuan membahas pergerakan dan kegiatan-kegiatan masyarakat Tionghoa. Jadi, tak salah jika dikatakan Gedung Candra Naya adalah saksi bisu bagi peristiwa-peristriwa social-politik dan budaya masyarakat Tionghoa di Indonesia. Namun, kemudian oleh masyarakat Tionghoa sendiri yang a-historis, Gedung bersejarah itu dipindah-tangan ke developer dan (rencananya) dibangun apartemen yang dilengkapi dengan pusat pertokoan (dan sampai hari ini blm rampung). Banyak elemen masyarakat Tionghoa yang keberatan dan melayangkan protes terhadap pengurus Candra Naya dan lembaga-lembaga lain yang terkait. Namun di tengah perjuangan masyarakat Tionghoa mempertahankana gedung Candra Naya bersejarah ini, muncul seorang Brigjen Teddy Yusuf (mengaku dan diakui sebagian orang) tokoh masyarakat Tionghoa yang menyatakan dukungannya atas pembongkaran gedung Candra Naya. Kemudian, entah atas prakarsa siapa dan bagaimana prosesnya (ini pak Tjandra yang lebih tahu), dicanangkanlah pembangunan Anjungan Tionghoa di TMII juga oleh paduka yang mulia Brigjen Teddy Yusuf, yang hari ini oleh Pak Tjandra dihimbau partisipasi kita untuk biaya pembangunannya. Sikap yang bagaimana lagi yang anda harapkan dari kami pak Tjandra??? Salam, Erik \ --- --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, dkhkwa dkh...@... wrote: Pa Tjandra, Yang owe dengar dari âsumber yang bisa dipercayaâ, tanah aslinya adalah 1 ha, âHebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling besar 2 ha.â Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan sukarela atau paksa âbahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb sekarang terbebaskan.â Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha, apa anehnya? Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa berkuasanya menindas orang TIONGHOA, untuk âmenebus dosaâ??? Bukankah
[budaya_tionghua] Re: Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. (Was: Apa relevansinya )
Bung Petrus Paryono dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe.. bener, memang saya mengutip istilah 'pipa perdamaian' yang biasa diedarkan oleh kesatria Indian dalam cerita Winnetou oleh Karl May. Cerita itu saya baca ketika masih SMP, tahun 1970-an, dan beberapa adegan masih terbayang dengan jelas walau buku yang saya baca itu pelit ilustrasinya - bukan komik. Tentang apakah 'pipa perdamaian' ini juga dipakai dalam budaya orang-orang Tionghua kalau mengadakan ritual perdamaian, saya sendiri ndak jelas. Saya pakai istilah itu untuk judul saja, tapi isinya 'kan lebih banyak bicara ttg makan-makan-nya tuh, jeh! Tapi, lepas dari itu, mestinya 'pipa perdamaian' itu adalah simbol yang dipakai oleh kaum Indian, karena mereka anggap mengisap pipa berramai-ramai itu melambangkan guyub-nya mereka. Sedang di kalangan orang-orang Tionghua, mungkin sarana perlambang guyub itu ya makan bareng semeja bunder rame-rame. Barangkali ada teman-teman lain yang lebih mengerti, sila berbagi ya. Saya tertarik dengan tradisi 'bakar batu' di Papua yang anda ceritakan, sayang kita mesti ke papua sendiri kalau mau ikut menikmati ritual kolosal dan massal (melibatkan orang-orang beberapa kampung yang bertikai katanya ya?), kalau anda ada punya foto-fotonya, barangkali kami di sini bisa ikut dibagi melihatnya? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Petrus Paryono petruspary...@... wrote: Dear Ophoeng, seingat yang saya baca dari buku Karl May, ada istilah pipa perdamaian pada suku-suku Indian di Amerika ketika mereka menyelesaikan perselisihan. Apakah istilah pipa perdamaian juga dipakai oleh (maaf) orang-orang tionghoa? Konon di Papua ada istilah bakar batu untuk mengakhiri perang suku. Itu acara mamah-mamah, maksudnya makan-makan. Dan yang dimakan adalah sayur-sayuran dan daging babi yang 'dipanasi' oleh batu panas yang telah dibakar semalaman. Terima kasih kalo mau memberi pencerahan bagi saya yang tidak memahami Budaya Tionghua Salam, Petrus Paryono From: Ophoeng opho...@... To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sun, January 31, 2010 11:54:06 PM Subject: [budaya_tionghua] Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. (Was: Apa relevansinya ) Bung ABS, Bung Erik, Bu Eva dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nah, sudah ada persinggungan ttg makan-makan nih, barulah saya berani ikutan nimbrung barang sepatah kata ya. Bagaimana kalau perbedaan pendapat barusan diselesaikan saja di depan meja. makan? Karena beda-beda kedoyanan, bagaimana kalau makannya di tempat yang 'netral' ajah, yakni di resto vegetarian yang bisa diterima oleh semua pihak? Saya sih optional ajah, kalau masih lebih kursinya di meja, boleh juga ajak saya ikut nimbrung. Begitu ajah sih, sekedar usul dari pendoyan makan apa ajah asal enak. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan
[budaya_tionghua] Rencana Makan Bareng. (Was: Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. )
Bung Erik dan TTM semuah, Hai, aakabar? Sudah makan? Hehehe vegetarian food, tidak mesti bikin dedagingan dari gluten itu. Karena prinsip mereka adalah berpantang makan 'daging' dari hewan, kalau tak salah. Jadi sesuai namanya 'vegetarian', tentu yang dimakan ya golongan sayur-mayur ajah, ndak harus dibuat berbentuk, berroma dan bertektur dedagingan yang anda sebut sebagai 'daging palsu' itu, jeh! Usul saya barusan ttg makan bareng sebagai tanda perdamaian, karena saya kuatir ada yang tidak makan daging hewan tertentu, jadi kalau diajak makan vegetarian, tentu saja tidak masalah. Rasanya sayur-mayur non daging lebih bisa diterima oleh sesiapa saja. Walau melulu berbahan sayur-mayur, kacang-kacangan dan jejamuran, di tangan koki yang pro dan ahli, hidangan yang keluar dari dapur resto vegetarian juga enak sekali tuh! Tentang rencana makan bareng. Kalau ndak salah, status terakhir adalah anda akan mengkoordinir pendaftarannya, lalu kita tentukan mau makannya yang ala set menu masakan Tionghua lengkap (darat, laut dan udara) yang per meja biasanya 10 orang dan 10 macam menu, atau mau yang bagaimana? Pilihan menu dan resto mungkin lebih mudah dibandingkan pendaftarannya, mengkoordinir para pesertanya. Jadi, kalau bisa, tolong dicatat dulu ajah siapa yang mau ikut serta. salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Erik rsn...@... wrote: Hai, ko Phoeng dan TTM lain! Apa kabar, sudah makan minum? Soal makan enak bareng kan udah rencana kita dari dulu-dulu. Kalo sekarang diingatkan lagi sih, saya dukung 100%. Cuma apakah musti di resto Vegetarian? Terus terang saya kurang simpatik sama resto Vegetarian yang perlakuan mereka sangat diskriminatif terhadap konsumen. Bayangkan, jelas-jelas mereka dulu yang menyajikan daging palsu, eh pada saatnya kita mau bayar dengan uang palsu mereka tolak. Ini kan tidak adil, masa' cuma mereka saja yang boleh palsu-palsuan, sedang konsumen tidak boleh! Ha, ha!! Kita kembali serius, kebetulan sekarang kesempatannya buat matengin rencana dulu, bung Agung juga sdh berkali-kali nagih janji tuh. Saya kira sepinya tanggapan rekan-rekan soal makan bareng ini mungkin karena rencana kita dulu terlalu muluk, pake wisata kuliner seharian penuh segala, itu mungkin menyeramkan bagi sebagian rekan-rekan. Saya usul yang sederhana ajalah, pilih hari yang tepat untuk semua, makan siang atau malam bersama di resto yang Ko Phoeng tentukan. Yang penting bisa ngumpul dan kopi darat dulu!! Demikian dari saya. Terima kasih. Salam, Erik
[budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Tulisan yang bagus Erik heng. Saya tambahkan sedikit ya. Sebelum pak Tjandra atau dr Irawan menganggap kalau kita ini punya dendam masa lalu atau selalu merenungkan masa lalu saja. Gedugn CN hanyalah sebuah contoh yang dipakai. Gedung Candra Naya sendiri sampai saat ini masih ada, meski dalam kondisi yang menyedihkan. Entah apakah pak Tjandra Dr Irawan mengetahui hal ini. Jadi kalau nama Candra Naya selalu disebut2, itu bukan karena dendam masa lalu. Selain gedung CN, masih banyak gedung2 lain yang nasibnya tidak kalah menyedihkan. Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Erik rsn...@... wrote: Sorry, ikut nimbrung ya Vid! Rupanya pak Tjandra kita belum nangkep suasana batin teman-teman yang uneg-unegnya sudah panjang lebar ditumpahkan kemarin itu ya? Apa yang harus dibanggakan, kalau dibilang Anjungan Tionghoa di TMII luasnya 4,5 ha, sedangkan suku lain cuma 2 ha. Itu khan dibeli dengan duit dari koceknya para so call Tokoh Tionghoa yang nyatanya adalah para Konglomerat. Sekarang ribut-ribut kurang duit (dan minta partisipasi masyarakat Tionghoa) untuk membangun main building, kenapa tidak minta yayasan TMII aja yang nangani? Nyatanya khan anjungan untuk suku-suku lain dibangun oleh yayasan!! Kenapa khusus anjungan Tionghoa mesti bangun sendiri? Apa yang salah? Salah dimana? Jangan-jangan setelah diusut ternyata adalah SALAH SENDIRI! GOBLOK SENDIRI!! Pak Tjandra menandaskan (dengan font tebal) bahwa Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia. Ini lagi-lagi kesalah-pahaman pak Tjandra dengan suara hati teman-teman! Teman-teman bukan menginginkan dihadirkannya sesuatu yang asli (yang sebelumnya belum pernah ada di Indonesia), teman-teman justru keberatan kalau GEDUNG ASLI yang sudah bernilai sejarah dibongkar, dirobohkan dan hanya membuat sekedar REPLIKAnya saja. Adapun tentang Gedung Tua, bukanlah sembarang Gedung Tua yang ingin dilestarikan dan dipertahankan keberadaannya. Tidak semua, karena memang tidak mungkin dan juga tidak perlu! Yang harus dipertahankan adalah Gedung Tua yang memiliki nilai sejarah bagi keberadaan, perkembangan dan perjuangan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Salah satunya adalah Gedung CANDRA NAYA! Nilai historis Gedung CANDRA NAYA yang dulunya bernama Gedung Sin Min Hui bagi masyarakat Tionghoa khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya kira-kira sebanding dengan Gedung Joang bagi masyarakat Indonesia. Selain dari segi arsitektur gedung ini terbilang lengkap dan sempurna dengan gaya Tionghoanya, gedung ini pun adalah bekas tempat tinggal Mayor Khouw Kim An (mayor Tiongoa terakhir di Indonesia) yang turut mendirikan THHK (Tiong Hua Hui Koan) dan sekaligus ketua Kongkoan di awal tahun 1900-an. Setelah perkumpulan Sin Min Hui didirikan, di gedung ini pula acap digelar pertunjukan kesenian masyarakat Tionghoa (di samping kesenian Betawi, Sunda dan juga Belanda), juga digedung ini pernah dipertunjukkan lakon âKembang Ros Dari Tjikembangâ yang ditonton oleh presiden Soekarno. Dan yang paling tak bisa dilupakan adalah kejadian pada zaman Gedoran di Tangerang pada tahun 1945-1947. Dalam kerusuhan anti Tionghoa itu, dipimpin oleh pengurus dan anggota Sin Min Hui, masyarakat Tionghoa dari Jakarta melakukan evakuasi terhadap masyarakat Tionghoa di Tangerang dan mengangkut dan menyelamatkan mereka ke gedung Sin Min Hui (yang kemudian berganti nama Candra Naya) ini. Walau pun tidak resmi dijadikan secretariat THHK, tapi di gedung Sin Min HUi (Candra Naya) inilah acap diadakan pertemuan-pertemuan membahas pergerakan dan kegiatan-kegiatan masyarakat Tionghoa. Jadi, tak salah jika dikatakan Gedung Candra Naya adalah saksi bisu bagi peristiwa-peristriwa social-politik dan budaya masyarakat Tionghoa di Indonesia. Namun, kemudian oleh masyarakat Tionghoa sendiri yang a-historis, Gedung bersejarah itu dipindah-tangan ke developer dan (rencananya) dibangun apartemen yang dilengkapi dengan pusat pertokoan (dan sampai hari ini blm rampung). Banyak elemen masyarakat Tionghoa yang keberatan dan melayangkan protes terhadap pengurus Candra Naya dan lembaga-lembaga lain yang terkait. Namun di tengah perjuangan masyarakat Tionghoa mempertahankana gedung Candra Naya bersejarah ini, muncul seorang Brigjen Teddy Yusuf (mengaku dan diakui sebagian orang) tokoh masyarakat Tionghoa yang menyatakan dukungannya atas pembongkaran gedung Candra Naya. Kemudian, entah atas prakarsa siapa dan bagaimana prosesnya (ini pak Tjandra yang lebih tahu), dicanangkanlah pembangunan Anjungan Tionghoa di TMII juga oleh paduka yang mulia Brigjen Teddy Yusuf, yang hari ini oleh Pak Tjandra dihimbau partisipasi kita untuk biaya pembangunannya. Sikap yang bagaimana lagi yang anda harapkan dari kami pak Tjandra??? Salam, Erik \ --- --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com,
[budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)
Sebenarnya saya juga heran, mengapa orang begitu gandrung thd acara newyear concertnya vienna symp.orch. Sampai di China muncul show gadungan, dimana mereka mendatangkan romb orkes dari viena yg bernama. Symphony Wien, tapi diiklankan se akan2 vienna symp. Orch. Kalau saya sih lumayan bosan, habis isinya Johan Strauss melulu, kurang greget lah. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Erik rsn...@yahoo.com Date: Mon, 01 Feb 2010 08:07:46 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu Wah, surprise tahu koh ABS juga pencinta musik klasik. Bicara dirigen , entah mengapa saya tidak simpati sama si gaek Georges Pretre, udah tua bangka gitu (konon usianya lebih 80 thn?) masih jingkrak-jingkrakan gak karuan. Lebih berwibawa Zubin Mehta atau Claudio Abado yang berpenampilan anggun dan tenang. Kalo gak salah ingat, China Philharmonic juga pernah tampil tak kurang dari 5 kali di Gedung Emas Wina yang megah itu. Apakah Gedung Ronodipuro akan semegah yang di Wina itu ya?? Btw, alamat lengkap Gedung Ronodipuro di mana sih? Tolong diinformasikan donk, siapa tahu sekali-kali ada kesempatan kita-kita bisa tampil di situ juga. Salam, Erik \ - In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@... wrote: Erik-heng, Radetzkymarsch yang setiap tahun selalu dimainkan terakhir di Neujahrskonzert Wina, sebagai 'bonus' (encore), adalah favorit saya nomor-1 dari antara ciptaan Johann Strauss (Vater)! Dan saya selalu turut menepukkan tangan sesuai derap irama mars yang dipimpinkan oleh dirigen Wiener Philharmoniker (tahun ini: Georges Prêtre). Tetapi tentu saja bertepuk-tangannya bukan di fine dining restaurant-nya William Wongso, melainkan di depan layar TV ketika acara itu disiarkan! He he he... Wasalam.
[budaya_tionghua] Re: Thx - Reinkarnasi
Terima kasih atas tanggapan rekan-rekan. Salam, Petrus Paryono From: Tantono Subagyo tant...@gmail.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Mon, February 1, 2010 10:21:58 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi Sdr Petrus yth, Tentang reinkarnasi dapat dibaca di http://en.wikipedia .org/wiki/ Reincarnation. Salam, Tantono Subagyo 2010/2/1 Petrus Paryono petrusparyono@ yahoo.com Dear milis, sebelumnya mohon maaf kalau posting ini tidak sesuai dengan Budaya Tionghua, karena saya tidak pernah mendapat didikan Budaya Tionghua. Saya ingin bertanya untuk menambah wawasan saya yang masih sempit: 1. agama atau kepercayaan apa saja yang mengakui adanya reinkarnasi? 2. apakah reinkarnasi dapat berakhir? Atau kalau ada link yang berkaitan dengan reinkarnasi, mohon informasinya. Terima kasih ya rekan-rekan milis yang baik. Salam, Petrus Paryono -- Salam, Tantono Subagyo
[budaya_tionghua] Re: AYO heritage BUDAYA TIONGHOA. Pasar Baru Jkt. Pst.
Wah ide yang ok bangetsss.. Saya mau singsingkan kengan baju, bantuin pak Dipo koordinasi. atau saya yang koordinasi nih? yuk yuk.. kapan maunya? --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ardian_c ardia...@... wrote: yuk sekali2 kita ngecet rumah org owe seh mau aje ngecet rumah org apelage yg tua getu asal jgn ngecet rumah setan aje ya --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ibcindon ibcindon@ wrote: Ide yang bagus sekali tuh.. From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of Dipo Sent: Saturday, January 30, 2010 6:49 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Ide yang menarik sekali. Mengenai tempat saya coba cari yang paling memungkinkan. Atau dari rekan2 ada ide lokasi yang bisa dibersihkan ? Asal jangan gedung di TMII ya. Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com , ini rico! rico12410@ wrote: teman-teman, menanggapi info dari pak Eddy W.. mungkin akan lebih kongkrit kontribusi warga tionghoa, bila beramai-ramai mengunjungi Toko Kompak atau ruko di belakang Klenteng Boen Tek Bio. Kita undang (atau saweran) tukang untuk perbaikan, sambil bawa beberapa ember cat, kuas, amplas, dll. Makanan kecil, minuman ringan sebagai teman kerja juga tidak ketinggalan. Sambil gotong royong sederhana, ngobrol pengalaman turun temurun.. mestinya akan menyenangkan sekali kita hari itu.. dan tuan rumah merasa diperhatikan dan dihargai usahanya mempertahankan 'bangunan cerita' milik mereka itu. Bagaimana? pak Dipo, mungkin bisa bantu mengkoordinasikan? salam Posted by: eddy witanto eddypw@ eddypw Fri Jan 29, 2010 5:23 am (PST) Toko Kompak di Pasar Baru Jakarta Pusat sudah dalam kondisi mengkhawatirkan di dalamnya, bagian belakangnya sudah dalam ambang kehancuran. Itu rumah Mayor Tio Tek Ho bukan? Di dalamnya ada rooflight. Di belakang Klenteng Boen Tek Bio juga ada rumah-toko yang terbagi atas 3 blok, blok yg tengah punya rooflight dg sisi berhiaskan cerita klasik Tiongkok dengan pecahan keramik dan kayu berukir. eddypw
Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi
Yang benar apa yah Best Regards, Hendra Bujang Mobile I : 0878 7828 7808 Mobile II : 0856 190 9109 Knowing Is Not Enough, We Must Apply Willing Is Not Enough, We Must Do --- On Mon, 2/1/10, Tono Mandra tonoman...@yahoo.com wrote: From: Tono Mandra tonoman...@yahoo.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, February 1, 2010, 12:15 PM salah opinimu bung ..! From: jackson_yahya@ yahoo.com jackson_yahya@ yahoo.com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Mon, February 1, 2010 9:45:17 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi Yang percaya reinkarnasi agam buddha dan hindu. Reinkarnasi akan berakhir jika semua karma sudah terlunasi. Di kristen juga percaya sebab tuhan yesus adalah allah yang reinkarnasi menjadi manusia Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss... ! From: Petrus Paryono petrusparyono@ yahoo.com Date: Sun, 31 Jan 2010 17:50:35 -0800 (PST) To: Budaya Tionghoa Grupbudaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: [budaya_tionghua] Reinkarnasi Dear milis, sebelumnya mohon maaf kalau posting ini tidak sesuai dengan Budaya Tionghua, karena saya tidak pernah mendapat didikan Budaya Tionghua. Saya ingin bertanya untuk menambah wawasan saya yang masih sempit: 1. agama atau kepercayaan apa saja yang mengakui adanya reinkarnasi? 2. apakah reinkarnasi dapat berakhir? Atau kalau ada link yang berkaitan dengan reinkarnasi, mohon informasinya. Terima kasih ya rekan-rekan milis yang baik. Salam, Petrus Paryono
[budaya_tionghua] Re: Reinkarnasi - - Bro Petrus
Petrus Paryono petruspary...@... wrote: sebelumnya mohon maaf kalau posting ini tidak sesuai dengan Budaya Tionghua, karena saya tidak pernah mendapat didikan Budaya Tionghua.. Saya ingin bertanya untuk menambah wawasan saya yang masih sempit: 1. agama atau kepercayaan apa saja yang mengakui adanya reinkarnasi? 2. apakah reinkarnasi dapat berakhir? -- Anda bukan dari keluarga Tionghoa, jadi tak mendapat didikan budaya Tionghoa? By the way, apa urusan budaya Tionghoa dengan reinkarnasi? Untuk info anda (selanjutnya, mohon datang ke vihara untuk memperdalam pengetahuan anda, misalnya PusDikLat Buddha, Vihara Avalokitesvara: Jl. Mangga Besar 58, Jakarta Barat Telp. (021) 6294542, 6299551 Fax.(021) 6249984) Reinkarnasi dalam agama Buddha Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali (Punabbhava). Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai tingkat kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebut; bila ia baik akan terlahir di alam bahagia, bila ia jahat ia akan terlahir di alam yang menderitakan. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Garuka Kamma yang artinya karma pada detik kematiaannya, bila pada saat ia meninggal dia berpikiran baik maka ia akan lahir di alam yang berbahagia, namun sebaliknya ia akan terlahir di alam yang menderitakan, sehingga segala sesuatu tergantung dari karma masing-masing. Umat Buddhist tak menggunakan konsep re-inkarnasi, yang hanya dikenal dalam agama Hindu. Reinkarnasi dalam Hindu Dalam agama Hindu, filsafat reinkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Dalam filsafat Hindu dan Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya Dalam filsafat agama Hindu, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Pada saat manusia hidup, mereka banyak melakukan perbuatan dan selalu membuahkan hasil yang setimpal. Jika manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya yang belum sempat dinikmati. Selain diberi kesempatan menikmati, manusia juga diberi kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya (kualitas). Jadi, lahir kembali berarti lahir untuk menanggung hasil perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam filsafat ini, bisa dikatakan bahwa manusia dapat menentukan baik-buruk nasib yang ditanggungnya pada kehidupan yang selanjutnya. Ajaran ini juga memberi optimisme kepada manusia. Bahwa semua perbuatannya akan mendatangkan hasil, yang akan dinikmatinya sendiri, bukan orang lain. Yang bisa berinkarnasi itu bukanlah hanya jiwa manusia saja. Semua jiwa mahluk hidup memiliki kesempatan untuk berinkarnasi dengan tujuan sebagaimana di atas (menikmati hasil perbuatannya di masa lalu dan memperbaiki kulaitas hidupnya). Proses reinkarnasi Pada saat jiwa lahir kembali, roh yang utama kekal namun raga kasarlah yang rusak, sehingga roh harus berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada saat memasuki badan yang baru, roh yang utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu, yang mengakibatkan baik-buruk nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat kehidupannya yang terdahulu agar tidak mengenang duka yang bertumpuk-tumpuk di kehidupan lampau. Sebelum mereka bereinkarnasi, biasanya jiwa pergi ke surga atau ke neraka. Dalam filsafat agama yang menganut faham reinkarnasi, neraka dan sorga adalah suatu tempat persinggahan sementara sebelum jiwa memasuki badan yang baru. Neraka merupakan suatu pengadilan agar jiwa lahir kembali ke badan yang sesuai dengan hasil perbuatannya dahulu. Dalam hal ini, manusia bisa bereinkarnasi menjadi makhluk berderajat rendah seperti hewan, dan sebaliknya hewan mampu bereinkarnasi menjadi manusia setelah mengalami kehidupan sebagai hewan selama ratusan, bahkan ribuan tahun. Sidang neraka juga memutuskan apakah suatu jiwa harus lahir di badan yang cacat atau tidak. Akhir proses reinkarnasi Selama jiwa masih terikat pada hasil perbuatannya yang terdahulu, maka ia tidak akan mencapai kebahagiaan yang tertinggi, yakni lepas dari siklus reinkarnasi. Maka, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi tersebut, roh yang utama melalui badan
Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi
Best Regards, Hendra Bujang Mobile I : 0878 7828 7808 Mobile II : 0856 190 9109 Knowing Is Not Enough, We Must Apply Willing Is Not Enough, We Must Do --- On Mon, 2/1/10, ANDREAS MIHARDJA mihar...@pacbell.net wrote: From: ANDREAS MIHARDJA mihar...@pacbell.net Subject: Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, February 1, 2010, 11:18 AM Reincarnation believe asalnya jauh sebelum adanya agama judaism Reincarnation diketemukan didalam kepercayaan agama Persia, Sumeri, Acadia, Phoenicia dan yg kemudian jaman sebelum Jesus diambil oleh agama zoroastren. Sewaktu jaman Jesus kaum pharisee percaya adanya reincarnasi - yg mereka ambil pengetahuannya dari doctrine agama mereka . Doctrine reincarnatie sampai 553 CE masih dipercaya didalam secret teachings dari Jesus - Setelah thn 553 ini dilarang utk dipercaya oleh gereja kristen dari Roma yg rupanya dipengaruhi oleh agama animisme dari Europa utara. Pelarangan ini ditentukan juga utk ajaran gnostic, agama judaism. Siapa yg melanggar -dihukum mati- Ini adalah waktunya dimana agama kristen menyebar ke arah timur sampai ke China. Jadi dgn lain perkataan juga agama kristen percaya adanya reincarnasi. Kapan akan direincarnasi tergantung dari keinginan para individue. Reincarnasi didalam agama kristen setelah 553 diganti dgn doctrine resurection atau hidup kembali setelah katanya Jesus kembali. Ini kepercayaan sebetulnya diambil oleh ajaran agama mesir kuno yg dibawa oleh Mozes atau Musa kenegara Kanaan --- tetapi ajaran aslinya dari agama yahudi dinegara Kanaan dipengaruhi oleh agama Persia dan hasilnya saya sudah tulis.Utk yg beragama kristen yg pecah dari agama Roma dlm abad ke15 - oleh karena kepercayaan mereka berdasarkan pentasoli - doctrine reincarnasi hilang. Tetapi utk yg beragama catholic [incl yg orthodox] ini ajaran masih dipakai. Percaya atau tidaknya tergantung para individue. Cycle reincarnasi dpt diputuskan oleh kesucian para individue. Oleh karena agama Hindu asalnya dari agama Persia purwa ingat buku suci mereka Ramayan dan Mahabharat. - maka orang Hindu percaya Reincarnasi. Agama budhism yg asalnya dari agama Hindu juga percaya doctrine ini. Sisanya kalian bisa ambil kesimpulan sendiri. Andreas --- On Sun, 1/31/10, Petrus Paryono petrusparyono@ yahoo.com wrote: From: Petrus Paryono petrusparyono@ yahoo.com Subject: [budaya_tionghua] Reinkarnasi To: Budaya Tionghoa Grup budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Sunday, January 31, 2010, 5:50 PM Dear milis, sebelumnya mohon maaf kalau posting ini tidak sesuai dengan Budaya Tionghua, karena saya tidak pernah mendapat didikan Budaya Tionghua. Saya ingin bertanya untuk menambah wawasan saya yang masih sempit: 1. agama atau kepercayaan apa saja yang mengakui adanya reinkarnasi? 2. apakah reinkarnasi dapat berakhir? Atau kalau ada link yang berkaitan dengan reinkarnasi, mohon informasinya. Terima kasih ya rekan-rekan milis yang baik. Salam, Petrus Paryono
Re: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)
Sebetulnya bukan masalah Johan Strauss melulu, Zhou-heng New year concert Wina memang di-design hanya untuk memainkan komposisi keluarga Strauss (bapak, anak dan saudara-saudara). Jadi biar sudah hampir seratus tahun, ya memang Strauss melulu. Untuk komponis lain, ada acara lain. Yang tentunya boleh saja kita 'langganani' nontonnya kalau kita berminat, seperti halnya fans Straus 'melangganani' new year concert ini. Di samping itu, jangan lupa Strauss kan orang Austria, jadi mereka di sana tidak pernah bosan akan dia, seperti halnya kita tidak pernah bosan akan Ismail Marzuki. Soal show gadungan di RRT (jangan 'China' ah...), kalau yang didatangkan ke Tiongkok itu memang betulan ansamble musik dari Austria, menurut saya itu bukan gadungan. Karena di Austria ada banyak group musik yang beda mutunya 11-12 saja dengan Wiener Philharmonik (pengisi acara new year concert). Kecuali tentunya kalau memang 100% diaku-aku sebagai Wiener Philharmonik padahalnya bukan. Tapi... ini sudah tidak ada hubungannya dengan budaya tionghoa ah! Jadi soal ini kita cukupkan sajalah sampai di sini. Kecuali saya hanya ingin menambahkan bahwa di RRT ada ratusan ribu pemain musik Barat klasik dengan mutu tidak terlalu jauh di bawah musisi klasik Eropa. Begitu juga penari ballet klasiknya. Antara lain, tempo hari saya pernah mengemukakan di milis ini tentang penari ballet yang cacat. Sementara itu bicara tentang gedung konser, dari Zhou-heng saya ingin tahu komentarnya tentang gedung Aula Simfonia Jakarta yang di Kemayoran itu. Walau tidak disebutkan terang-terangan, tetapi kalau kita lihat yang biasa perform di situ, seperti Stephen Tong, Jahja Ling, Jessie Chang, Billy Kristanto, Huang Wei, Chen Yong Chen, boleh dibilang ini gedung konser-nya teman-teman suku tionghoa. Namun kalau dari segi itu lalu kita lihat gaya arsitektur gedungnya, wah, maaf, kampungan abis... Wasalam. = - Original Message - From: zho...@yahoo.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, February 01, 2010 8:42 PM Subject: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya) Sebenarnya saya juga heran, mengapa orang begitu gandrung thd acara newyear concertnya vienna symp.orch. Sampai di China muncul show gadungan, dimana mereka mendatangkan romb orkes dari viena yg bernama. Symphony Wien, tapi diiklankan se akan2 vienna symp. Orch. Kalau saya sih lumayan bosan, habis isinya Johan Strauss melulu, kurang greget lah. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -- From: Erik rsn...@yahoo.com Date: Mon, 01 Feb 2010 08:07:46 - To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu Wah, surprise tahu koh ABS juga pencinta musik klasik. Bicara dirigen , entah mengapa saya tidak simpati sama si gaek Georges Pretre, udah tua bangka gitu (konon usianya lebih 80 thn?) masih jingkrak-jingkrakan gak karuan. Lebih berwibawa Zubin Mehta atau Claudio Abado yang berpenampilan anggun dan tenang. Kalo gak salah ingat, China Philharmonic juga pernah tampil tak kurang dari 5 kali di Gedung Emas Wina yang megah itu. Apakah Gedung Ronodipuro akan semegah yang di Wina itu ya?? Btw, alamat lengkap Gedung Ronodipuro di mana sih? Tolong diinformasikan donk, siapa tahu sekali-kali ada kesempatan kita-kita bisa tampil di situ juga. Salam, Erik In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@... wrote: Erik-heng, Radetzkymarsch yang setiap tahun selalu dimainkan terakhir di Neujahrskonzert Wina, sebagai 'bonus' (encore), adalah favorit saya nomor-1 dari antara ciptaan Johann Strauss (Vater)! Dan saya selalu turut menepukkan tangan sesuai derap irama mars yang dipimpinkan oleh dirigen Wiener Philharmoniker (tahun ini: Georges Prêtre). Tetapi tentu saja bertepuk-tangannya bukan di fine dining restaurant-nya William Wongso, melainkan di depan layar TV ketika acara itu disiarkan! He he he... Wasalam.
Re: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)
Saya pernah nonton pertunjukan orkestra di vienna, diadakan di salah satu gedung ex kompleks istana. Untungnya mainnya mozart. Dan setelah saya perhatikan, gedung2 pertunjukan musik disana kebanyakan diadakan di gedung2 kuno yg sebenarnya bukan khusus didisain utk pertunjukan musik. Akustiknya ya alakadarnya. Hanya mungkin saja suasana klasiknya itu yg bikin orang demen, se akan2 hidup di zaman strauss. Untuk saat sekarang, bakat2 bermusik memang banyak dilahirkan di RRT. Disana bermunculan bocah2 ajaib yg bergantian menggondol gelar juara kontes internasional. Seperti Lang Lang, Li Yunti dll. Ini bisa dimaklumi, karena di sana para orang tua di kota2 besar gandrung mengirim anak2nya les piano. Prosentasenya melebihi dunia barat. Untuk komponisnya, yg diakui dunia internasional adalah Tan Dun, yg menggubah musik opera Kaisar Qin di Newyork, juga penata musik Craugcing tiger nya Ang Lee. Dia pernah diundang utk mengisi acara tahunan pekan komponis dunia di swedia(setahun satu komponis). gedungnya stephen Tong di kemayoran memang parah. Karena dia ini paling gandrung arsitektur imitasi. Di malang dia sempat membuat miniatur sydney opera house di atas atap bangunan empat lantai! Sekarang dia ingin memindahkan roma ke kemayoran rupanya. Dia sebagai pendeta, tapi tak menunjukkan kerendahan hati. Tdk paham arsitektur tapi nekad, tak mau berguru pada arsitek profesional, malah mendikte. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Akhmad Bukhari Saleh absa...@indo.net.id Date: Mon, 1 Feb 2010 22:21:45 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya) Sebetulnya bukan masalah Johan Strauss melulu, Zhou-heng New year concert Wina memang di-design hanya untuk memainkan komposisi keluarga Strauss (bapak, anak dan saudara-saudara). Jadi biar sudah hampir seratus tahun, ya memang Strauss melulu. Untuk komponis lain, ada acara lain. Yang tentunya boleh saja kita 'langganani' nontonnya kalau kita berminat, seperti halnya fans Straus 'melangganani' new year concert ini. Di samping itu, jangan lupa Strauss kan orang Austria, jadi mereka di sana tidak pernah bosan akan dia, seperti halnya kita tidak pernah bosan akan Ismail Marzuki. Soal show gadungan di RRT (jangan 'China' ah...), kalau yang didatangkan ke Tiongkok itu memang betulan ansamble musik dari Austria, menurut saya itu bukan gadungan. Karena di Austria ada banyak group musik yang beda mutunya 11-12 saja dengan Wiener Philharmonik (pengisi acara new year concert). Kecuali tentunya kalau memang 100% diaku-aku sebagai Wiener Philharmonik padahalnya bukan. Tapi... ini sudah tidak ada hubungannya dengan budaya tionghoa ah! Jadi soal ini kita cukupkan sajalah sampai di sini. Kecuali saya hanya ingin menambahkan bahwa di RRT ada ratusan ribu pemain musik Barat klasik dengan mutu tidak terlalu jauh di bawah musisi klasik Eropa. Begitu juga penari ballet klasiknya. Antara lain, tempo hari saya pernah mengemukakan di milis ini tentang penari ballet yang cacat. Sementara itu bicara tentang gedung konser, dari Zhou-heng saya ingin tahu komentarnya tentang gedung Aula Simfonia Jakarta yang di Kemayoran itu. Walau tidak disebutkan terang-terangan, tetapi kalau kita lihat yang biasa perform di situ, seperti Stephen Tong, Jahja Ling, Jessie Chang, Billy Kristanto, Huang Wei, Chen Yong Chen, boleh dibilang ini gedung konser-nya teman-teman suku tionghoa. Namun kalau dari segi itu lalu kita lihat gaya arsitektur gedungnya, wah, maaf, kampungan abis... Wasalam. = - Original Message - From: zho...@yahoo.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, February 01, 2010 8:42 PM Subject: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya) Sebenarnya saya juga heran, mengapa orang begitu gandrung thd acara newyear concertnya vienna symp.orch. Sampai di China muncul show gadungan, dimana mereka mendatangkan romb orkes dari viena yg bernama. Symphony Wien, tapi diiklankan se akan2 vienna symp. Orch. Kalau saya sih lumayan bosan, habis isinya Johan Strauss melulu, kurang greget lah. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -- From: Erik rsn...@yahoo.com Date: Mon, 01 Feb 2010 08:07:46 - To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu Wah, surprise tahu koh ABS juga pencinta musik klasik. Bicara dirigen , entah mengapa saya tidak simpati sama si gaek Georges Pretre, udah tua bangka gitu (konon usianya lebih 80 thn?) masih jingkrak-jingkrakan gak karuan. Lebih berwibawa Zubin Mehta atau Claudio Abado yang berpenampilan anggun dan tenang. Kalo gak salah ingat, China Philharmonic juga pernah tampil tak kurang dari 5 kali di Gedung Emas Wina yang megah itu. Apakah Gedung
Re: Bls: [budaya_tionghua] Roh Bangunan Tua. (Was: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA)
Salah satu penjagaan bangunan tua yang terakhir saya ikuti adalah pembongkaran rumah warisan Oey Djie San (warisan pula dari Oey Giok Koen) di Tangerang (sebelumnya antara lain makam Souw Beng Kong di Pangeran Jayakarta, kemudian Kelenteng Talang di Cirebon dan Kelenteng Tanjung Kait di Mauk). Saya pernah ikut rapat di rumah seorang yang dikenal berinisial BL yang kelihatannya ditugasi oleh JSC (seorang hartawan, bapak dari seorang anak yang kuliah di LN yang kabarnya tertarik dengan arsitektur gedung tersebut) untuk mendengarkan masukan mengenai rencana pembongkaran rumah tadi. Dalam rapat tersebut, saya sudah melontarkan gagasan untuk mendirikan sebuah yayasan atau perkumpulan demi menyelamatkan gedung tadi dengan pertimbangan bahwa ada keterhubungan antara sisi historis dengan lokasinya, sekaligus untuk mengantisipasi hubungan di antara dana perawatan dengan tanggung jawab pengurusannya (karena kalau kepemilikan orang kaya tunggal saja, tidak ada jaminan bahwa kepentingan pribadi dirinya atau anak-anaknya akan dibatasi, sama seperti kejadian di rumah keluarga Souw yang sedikit sayapnya sudah diubah menjadi ruang praktek dokter). Sayangnya, meskipun BL ini mengaku sebagai bekas kontributor UNESCO di Asia Tenggara, kelihatannya misi untuk memenuhi keinginan JSC lebih kuat, apalagi dalihnya adalah bahwa gedung itu belum dijadikan benda CB. Jadinya pada saat itu hanya dijanjikan bahwa si pemilik akan memindahkan gedung tadi ke tempat yang cocok dan merawatnya. Pada saat itu saya sudah pesimis dengan janji tadi dan karenanya meminta BL untuk memberitahu si pemilik tadi mengenai desakan saya itu. Ternyata tidak ada kabar lebih lanjut. Setelah itu (tahun 2009 awal), akhirnya rumah tadi benar-benar dirobohkan dan kemudian dibangun McDonald. Yang membuat saya lebih pesimis adalah bahwa meskipun banyak pemerhati yang peduli, namun yang cuma pengen tahu atau mendompleng justru lebih banyak. Buktinya, ada beberapa organisasi pemuda Tionghoa yang ikut, tapi ternyata ada embel-embel politiknya (buat pemilu 2009). Kalau memanfaatkan momen pemilu untuk mengajak kepedulian tokoh politik (waktu itu sampai nama JK mau dibawa ke sana) menyelamatkan gedung sih oke-oke aja, tapi begitu yang mempergunakan peristiwa pembongkaran gedung itu adalah peserta gerakan untuk mendukung kepentingan pribadinya, yaaa, kacian. Yang lebih kacau lagi, ternyata ada sejumlah orang Tionghoa Tangerang yang sering disebut sebagai tokoh budaya justru terlibat atau setidaknya melegitimasi pembongkaran tadi. Entah janji-janji macam apa lagi yang sudah dilontarkan oleh pihak pembeli, arsiteknya dan juga pemborong pembongkaran tadi. Yang pasti, jejak janji itu tidak ada yang menagihnya hingga sekarang. Apalagi, berdasarkan kejadian yang lalu-lalu, orang Tionghoa di sini juga suka banyak janji, tapi menutupi niatan pribadinya. Inilah yang sangat menyedihkan. Berdasarkan hal-hal tersebut dan pengalaman saya yang juga banyak menghadapi ketidakberdayaan masyarakat dalam bersikap, salah satu kendala terbesarnya adalah adanya motifasi berbeda antara orang Tionghoa kaya dengan orang Tionghoa berbudaya. Ornag Tionghoa kaya pada saat ini cenderung tidak menjunjung apresiasi budaya, sementara orang Tionghoa berbudaya, jarang yang cukup berada untuk menunjang proses kegiatan budaya yang bukan artifisial. Kalau kedua kutub ini bisa dijembatani, satu masalah sudah bisa diatasi. Mengenai kenapa gedung tertentu yang dipilih, tentunya melihat dari sisi arsitekturnya, keunikannya, sejarahnya dan juga aspek-aspek budaya yang melekat pada gedung itu. Bahwa ada gedung biasa yang bisa menjadi cagar budaya, hal itu tentu ada, misalnya rumah sederhana milik seorang peranakan Tionghoa di daerah Kedaung. Namun tentu saja, tidak semua gedung biasa bisa menjadi obyek cagar budaya. Salah satu pertimbangannya adalah keotentikan arsitektur (dalam hal ini adalah rumah peranakan), usianya dan kesejarahan apa yang mau diperlihatkan di sana. Kalau rumah itu rumah biasa dalam pengertian tidak ada unsur sejarah, keunikan atau pelekatan budaya di dalamnya, ya, itu baru sekedar rumah biasa yang kita juga bisa bikiun kapan saja. Sayangnya dari pendataan yang saya lakukan di daerah kota, sebagian dari rumah biasa yang dijadikan cagar budaya oleh Pemda DKI justru sudah berubah fungsi atau setidaknya tetrjadi penambahan/perubahan bentuk bangunan sehingga mengurangi keotentikan yang menjadikannya benda cagar budaya. Kan lucu kalau atap rumahnya masih menggunakan pelana abad ke-19, bawahnya justru sudah beton dengan welding door dan tralis demi mengurangi resiko Mei 98. Dalam hal ini, pemerintah memang harus menjalankan fungsinya sebagai pendata, penata dan perawat benda-benda cagar budaya sebagaimana diamanatkan padanya berdasarkan UU. Terhadap pertanyaan apakah pemiliknya bisa dibenarkan melakukan perubahan itu, itu memang suulit. Di satu sisi saya menyadari bahwa biaya perawatan gedung-geduung kuno itu adalah mahal
[budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)
Hehehe, kayaknya ko ZFY bukan penggemar musik bule nih. Saya menggemari juga dan sedikit banyak kolektor musik klasik, baik opera klasik Tionghoa, instrumen Tionghoa, lagu daerah, opera seriosa Barat dan juga simponi Barat, khususnya mazhab Rococco. Ada kekuatan dan kekurangan masing-masing aliran, tapi yang saya rasakan, musik bisa memberikan inspirasi jiwa. Entah mengapa, telinga saya mungkin kurang hi-fi, atau memang begitulah perkembangan dinamika musik, musik jaman sekarang serasa kurang merasuk dan lebih banyak bermain dengan variasi ritmik yang meskipun menggebu-gebu, tapi lebih di kulit dan di jantung ketimbang di hati dan pikiran. Btw, yang dimainkan dalam NYC sebenarnya bukan cuma dari Johann Strauss (apalagi ada si Sr. dan si Jr.). Selain itu ada Eduard Staruss, Joseph Strauss yang meskipun kadang diklasifikasikan punya sejumlah persamaan (kecuali Richard Strauss yang memang tidak ada pertalian dengan Strauss masa Roccoco ini), namun perbedaannya juga banyak. Misalnya Joseph sering memainkan Polka, sementara kakaknya, si Jr lebih ke arah Waltz. Radetsky March sendiri selalu dimainkan sebagai tanda penutup simponi, oleh karena itu, iramanya juga cocok, yaitu agar orang mulai bergerakuntuk pulang. hehehehe. Begitu mendengar lagu ini dimainkan, orang sudah tahu dan tidak akan minta more, more, karena artinya sudah tanda bubaran. Sependalaman saya dalam konser tahun baru VPO, ada juga beberapa pemusik lain yang diangkat lagunya dalam tradisi Wina-Austria-Prusia (bahkan meskipun kabarnya ada perseteruan dalam hidupnya dengan anggota keluarga Strauss), misalnya Emil Waldteuffel, Franz Lehnar dan sebagainya. Malahan, ketika konduktornya bukan dari tradisi Austria-Jerman, ada upaya untuk memberikan sentuhan musik dari luar rumpun tadi. Jadi, sebenarnya variasinya cukup banyak, meskipun bagi yang tidak begitu mendalami musik klasik, nadanya kesannya cuma ngik-ngok-ngik-ngok saja (yang kata Soekarno musik dansa-dansi sebagai warna dominan dari walsa). Dalam kaitannya dengan BT, ada sejumlah kalangan Tionghoa yang memainkan musik klasik Barat dan dikenal luas di jagat Barat. Bagi saya, kehadiran mereka cukup penting menjadi jembatan budaya, meskipun ada juga yang tulen menjadi pemusik Barat. Ada sejumlah nama yang memasukkan juga instrumen Timur dalam orkesnya, bahkan dalam bentuk orkes kamar. Penampilan 12 Gadis yang terkesan diinspirasi oleh model Simponi juga merupakan sebuah upaya promosi yang menarik, mengingat pada akhirnya kalangan ortodoks klasik Barat juga tertarik untuk mendengarkan Simponi ala Tionghoa tersebut dan memberikan apresiasi yang luar biasa juga. Dalam sepuluh tahun belakangan ini, pertukaran musik dan permainan bersama dengan ensemble campuran Timur dan Barat serta alat-alat gabungan, mulai ditingkatkan. Sebagian alat musik Tionghoa sendiri terinspirasi atau bahkan diadaptasi dari alat musik kelompok bangsa yang lain seperti misalnya Pipa (seperti mandolin dengan bentuk yang menyerupai bawang dibelah) atau ensemble dengan nada diatonis. Sebaliknya, saat ini juga pemusik di Barat berkenalan dan antusias mempergunakan yangqin dan tambur. Kalangan pendidik Tionghoa sendiri sering mempergunakan musik sebagai salah satu medium untuk memusatkan konsentrasi dan kemampuuan berpikir. Makanya dahulu, musik juga menjadi salah satu keahlian yang diperlukan untuk mendidik rakyat. Hanya masalahanya, musik yang mana dan lirik yang seperti apa. Dalam pendengaran saya, musik klasik model walsa ini (tentunya jangan terpikir ngeres untuk melihat dansa-dansi panas atau apriori bahwa akan terjadi affair akibatnya) juga punya pengaruh yang cukup baik bagi perkembangan jiwa seseorang. Hal yang dapat diketahui tentang musik ialah: pada permulaannya suara harus cocok. Selanjutnya suara musik itu harmonis meninggi dan menurun terputus-putus, demikian seterusnya sampai selesai. Suma Mihardja --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: Sebenarnya saya juga heran, mengapa orang begitu gandrung thd acara newyear concertnya vienna symp.orch. Sampai di China muncul show gadungan, dimana mereka mendatangkan romb orkes dari viena yg bernama. Symphony Wien, tapi diiklankan se akan2 vienna symp. Orch. Kalau saya sih lumayan bosan, habis isinya Johan Strauss melulu, kurang greget lah. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Erik rsn...@... Date: Mon, 01 Feb 2010 08:07:46 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu Wah, surprise tahu koh ABS juga pencinta musik klasik. Bicara dirigen , entah mengapa saya tidak simpati sama si gaek Georges Pretre, udah tua bangka gitu (konon usianya lebih 80 thn?) masih jingkrak-jingkrakan gak karuan. Lebih berwibawa Zubin Mehta atau Claudio Abado yang berpenampilan anggun dan tenang. Kalo gak salah ingat, China Philharmonic juga pernah tampil tak
[budaya_tionghua] Re: AYO heritage BUDAYA TIONGHOA. Pasar Baru Jkt. Pst.
Semangat boleh tinggi, tapi harus terkendali dan hati-hati. Membereskan bangunan tua tidak semudah kelihatannya. Ada teknik konservasi yang harus dipersiapkan, selain dari pendekatan kepada yang empunya!!! Kalau tidak, tindakan ini hanya sekedar euphoria, dan takutnya layu sebelum berkembang. Jauh lebih baik untuk mengetahui keinginan dari si penghuni. Anda bisa bayangkan kalau tiba-tiba anda datang dalam jumlah besar dan memancing keributan dengan si pemiliknya. Kita ini mau peduli dengan budaya atau mau membuat ribut? Kalau info soal gedung kuno yang rusak sih saya juga punya banyak, tapi pernahkan anda bicara dengan pemiliknya? Kita juga punya sopan santun. Kalau pemiliknya keberatan karena ada alasan historis atau ada hal lain, kita harus mendengarkannya juga. Sebagai contoh, rumah yang di Tangerang itu bukan terbengkalai, cuma ada kesulitan untuk memberbaiki bagian atapnya karena kayu tua. Memangnya anda bisa naik-naik ke atas untuk membersihkan tanpa menimbulkan kerusakan di sana sini? Yang diperlukan sejumlah rumah adalah renovasi total. Masalahnya, yang banyak dibutuhkan adalah biaya yang besar dan teknik konservasi yang benar. Rumah semacam itu juga masih banyak, dan karenanya saya justru mendorong untuk meluaskan pandangan kita dulu agar lebih optimal dalam bertindak. Sewaktu saya di Tangerang, saya sudah melihat adanya bos tanah yang hobi membeli rumah-rumah tua di sana untuk sarang walet. Salah satu yang saya tidak sempat ketahui duluan adalah pembongkaran rumah di depan Boen Tek Bio yang sebenarnya masih berarsitektur tua dan menggunakan bahan-bahan kualitas atas (semisal kusen berukuran paha gajah, atap pelana dan gembyok istimewa). Dari pengalaman itu, biasanya pemilik senang dengan perhatian, tapi apa yang dibutuhkannya seringkali berbeda dengan pemahaman kita. Selain itu, faktor bos tanah yang potensial menghasut (karena dia berminat membeli) juga harus diperhatikan karena potensial menjadi penghalang besar, bahkan penjegal upaya konservasi. Setelah ijin didapat dan dana yang cukup diperoleh, saya sih tegaskan, bukan anda yang akan memperbaikinya (maaf bila anda ternyata adalah tukang kayu, tukang cat atau tukang tembok kuno berpengalaman). Perbaikan atau perawatan perlu dikerjakan oleh tukang yang mengerti sistem bangunan bersangkutan, ditambah ahli material untuk menyesuaikannya dengan bahan aslinya. Sudah itupun harus ada dokumentasi yang akurat dan teknik pengukuran yang benar pula. Terkadang karena alasan praktis, ada beberapa perubahan minor yang dilakukan pemilik untuk menghindari kerusakan (misalnya penyemenan kayu yang miring sehingga berkesan kayunya miring, padahal sebenarnya kayunya harusnya tegak, dsb), dan itu perlu dikoreksi oleh arsitek Tionghoa archaic yang beneran (bukan yang cuma tahu dari ceritaan atau sekedar mengaku lulusan arsitektur Universitas di Grogol sana, mentang-mentang mayoritas dosennya Tionghoa). Jadi dalam hal ini, lebih baik kalau pembicaraan dilakukan oleh delegasi yang memahami masalah budaya Tionghoa, situasi sosial kenegaraan dan sekaligus paham teknik konservasinya. Sebagai iluustrasi, saya sendiri mendalami konstruksi kayu dan ukiran, namun tetap perlu orang yang mendalami teknik pengecatan konstruksi ukiran (bukan teori, tapi ahli cat; jangan sampai ukirannya justru tertutup cat atau diberi warna yang salah). Saya tidak hendak merendahkan semangat, namun pembicaraan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan salah sangka si pemilik, apalagi dalam situasi Indonesia yang banyak mafia tanah, ketidakpedulian aparat pemerintah dan ketidakpedulian kalangan Tionghoa sendiri. Jangan sampai kehadiran anda dengan isu yang ambisius untuk merawat lukisan di atap akan disalahtafirkan (termasuk disalahtafirkan soal duit, duit dan duit! Proyek, proyek dan proyek). Selain itu patut diperhitungkan adanya konflik dalam keluarga yang bersangkutan (kalau dibagusi, anggota lainnya akan marah dan berpikir bahwa yang tinggal akan mengangkangi; bisa juga bahwa si pemilik sengaja membiarkan rumahnya rusak agar terhindar dari ikatan cagar budaya, dan bisa menjual atau merombaknya dengan mudah). Lebih baik berhati-hati dan persiapan matang ketimbang ada masalah besar akibat kehadiran anda. Saya sudah melakukan beberapa perbincangan (lebih dalam rangka personal) dengan sejumlah pemilik gedung bersejarah. Sebagian besar mengeluhkan soal biaya perawatan, tekanan ekonomi untuk merubah fungsi bangunan, dan lebih parah lagi rasa malu punya gedung yang sudah tua (bercorak Tionghoa pula!). Masalah laten inilah yang harus diatasi lebih dulu. Sebagai perbandingan, renovasi Gedung Arsip Nasional (bercorak Indies saja perjuangannya butuh sekitar 10 tahun, itupun makan anggaran sekitar Rp. 25 milyar sebelum peresmiannya sekitar sepuluh tahun yang lalu; salah satunya dikoordinasi arsitek Han Hoo Tjwan [Han Awal] yang belakangan memperoleh penghargaan dari UNESCO Asia-Pacific Award dan penghargaan A Teeuw
[budaya_tionghua] Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan Peresmian Auditorium Jusuf Ronodipuro
Hari sabtu kemaren sengaja saya memuaskan diri dengan menghabiskan waktu untuk membaca novel kesayangan saya, ketika melirik jam sudah menunujukkan jam 01.00, udah hari minggu, saya menyalakan TV, dan entah mengapa rasanya kok ingin buka channel TVRI, dan sungguh kebetulan yang menyenangkan. Ternyata ada siaran tunda acara pagelaran orkes simfoni jakarta yang sekaligus peresmian auditorium Jusuf Ronodipuro yang dilaksanakan tepat dihari 2 tahun kepergian Beliau yaitu tanggal 27 Januari 2008. Beruntung saya ketinggalan sedikit acara tersebut, tampak Bapak Parni Hadi sedang memberikan sambutan, tampak di deretan kursi undangan yang saya kenal wajahnya diantaranya ada Ratu Kuis TVRI Ibu Ani Sumadi, kemudian tampak pula dubes Rusia beserta istri, Pak Adnan Buyung Nasution beserta Ibu Ria, dan yang paling penting tentunya sosok Ibu Jusuf Ronodipuro yang tetap terlihat cantik di usia senjanya yang didampingi oleh Putranya saya rasa, karena saya tidak kenal, hanya menerka-nerka karena wajahnya mirip dengan Bapak Jusuf Ronodipuro. setelah selesai Pak Parni Hadi menyampaikan pidatonya, giliran pak Sutan Takdir Alisyahbana mewakili keluarga dan kolega dari Bapak Jusuf Ronodipuro menyampaikan sambutan yang juga sekaligus mengupas perjalanan kehidupan Bapak Jusuf Ronodipuro. setelah itu adalah penanda tanganan prasasti auditorium yang ditanda tangani oleh Bapak Parni Hadi selaku dirut RRI, yang didampingi oleh Ibu Jusuf Ronodipuro yang tampak begitu terharu atas penghargaan kepada suami terkasih. kemudian acara disambung dengan persembahan lagu-lagu klasik sebagai conductor adalah Bapak Amir Katamsi. lagu pertama yang dipersembahkan adalah Lagu Symphony No 40 Kv. 550 karya Wolfgang Amandeus Mozart, salah satu lagu klasik yang paling saya kenal baik dan sangat saya sukai. seketika saya begitu menikmati musik klasik indah itu, lagu kedua berlanjut dengan lagu THE PRAYER karya David Foster yang dinyanyikan secara duet oleh Aning Katamsi dan Christopher Abimanyu. susul menyusul kemudian instrumen tritsch-Tratsch karya Polka, di sambung dengan penampilan solois sofran Aning Katamsi membawakan lagu CITA RIA dengan nada Sofran yang begitu bening, kembali Duet Aning katamsi dan Christopher menyanyikan AMIGOS PARASIEMPRE karya Andrew Llyold Webber, dan keduanya menutup dengan lagu TIME TO SAY GOODBYE karya Enrico Sartori. Dipenghujung acara Orkes simfoni jakarta menutup dengan RADETZKY MARCH karya Johann Straus II. Sungguh suatu persembahan yang sangat indah buat Putra terbaik bangsa ini, ucapan selamat sungguh layak di sampaikan kepada Yang Terhormat Keluarga Besar Bapak Jusuf Ronodipuro. Keteguhan Beliau dan keberaniannya akan selalu menjadi inspirasi bagi seluruh Bangsa Indonesia. bagaiman perjalanan tentang Orkes Simfoni Jakrta, inilah kutipan yang saya kutip dari koran tempo hari ini. Orkes Simfoni Jakarta (OSJ) mulanya berasal dari Orkes Studio Djakarta ( OSD ), OSD dibawah kepemimpinan Syaiful Bahri memainkan khusus lagu-lagu Indonesia, hingga OSD pada saat itu menempatkan diri sebagai pusat perkembangan musik Indonesia. OSD dibawah pimpinan Lie Eng Lion atau Andhi Dharma, bersama Praharayan Prabowo kemudian menjadi pengisi tetap acara musik klasikDi RRI dan Taman Ismail Marzuki. OSD kemudia berganti nama menjadi Orkes Simfoni Jakarta (OSJ ) dibawah pimpinan Yudianto Hinupurwadi dan dilanjutkan oleh Amir Katamsi hingga sekarang. Sebagai penutup rasanya ingin sekali mengenang Semboyan RRI yang dicetuskan oleh Bapak M. Jusuf Ronodipuro Sekali di Udara TETAP Di Udara Teriring salam hormat dan Kasih untuk Keluarga Besar Bapak Muhammad Jusuf Rondipuro. Salam, Eva.
Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India Arap, masing-masing 1hektar. Tapi India Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana. Reason aslinya, saya ndak tau. Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli. Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi. Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. Dari 4 hektar itu, ada danau area parkir. Jadi bangunnnya sendiri tidak luas-luas amat. Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai. Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI adalah semacam permintaan Pa Harto secara pribadi. Sebagai masyarakat yg patuh sama orang tua ya dituruti maunya pak Harto. Alasannya pun saya tidak tau. Entah berpikir ya identitas Tionghoa memang seperti itu. Apa salahnya? Saya pribadi tidak sino-phobic. Lebi menarik, kenapa India Arap menolak? Kalo analisanya konflik sosial, maka keputusan langkah pimpinan India Arap sudah tepat. Karena permintaan Pa Harto, maka pihak penyerang anjungan ini ya mestinya jangan maki si Tionghoa. Tapi coba pertanyakan ke Pa Harto sendiri donk Huangdi Bless U --- Pada Sen, 1/2/10, dkhkwa dkh...@yahoo.com menulis: Dari: dkhkwa dkh...@yahoo.com Judul: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 2:51 AM Pa Tjandra, Yang owe dengar dari “sumber yang bisa dipercaya”, tanah aslinya adalah 1 ha, “Hebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling besar 2 ha.” Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan sukarela atau paksa “bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb sekarang terbebaskan.” Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha, apa anehnya? Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa berkuasanya menindas orang TIONGHOA, untuk “menebus dosa”??? Bukankah kata pepatah, “ada uang, ada barang”? Luasnya yang jau melebihi anjungan dari daerah-daerah lain di Indonesia apa tidak dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial? Apalagi bangunan yang hendak dibuat adalah “main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk perayaan Peh Chun).” Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia, yang tak asing bagi sebagian orang, tapi sesuatu yang benar-benar asing, karena tidak ada di Indonesia, yang tukang-tukangnya “diimpor” langsung dari Tiongkok, sedangkan anjungan-anjungan lain toch mengambil contoh, misalnya, Keraton Yogyakarta yang memang aslinya benar-benar ada di Yogya. “Disain ini bukan replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru.” Kenapa bersikap “alergi” betul terhadap para tuan tanah atau pejabat TIONGHOA, sementara etnis LAIN biasa-biasa saja terhadap para pemimpin seperti para raja, sultan atau bupati mereka? Ataukah anjungan Tionghoa Indonesia isinya adalah replika Cikim-snia (Kota Terlarang) di Pakknia (Beijing), Danau Se’ou (Xihu) di Hangciu (Hangzhou), lengkap dengan pohon Yangliu-nya segala, Taman-taman Souciu (Suzhou), Pailau (Gerbang) dari Emui (Xiamen), dsb. Kalau orang mau melihat bangunan Tionghoa asli di Tiongkok, kenapa mereka harus ke Taman Mini? Kenapa tidak terbang saja langsung ke Beijing, Shanghai, Hangzhou, Suzhou, Xiamen, Guangzhou, Shenzhen? Di sana malah lebih bagus, bukan tiruan seperti kita, tapi asli loh!!! Yang owe tahu, di Shenzhen juga dibikin miniatur seperti di kita, China Folk Cultures Village, tapi kan mereka menampilkan beragam bangunan berdasarkan kelompok etnik yang memang ADA di Tiongkok, bukan mendisain bangunan-bangunan baru yang “ngga karuan juntrungannya”!!! (PCMIIW) Lalu ke mana orang harus pergi bila ingin mencari dan mempelajari bangunan ala TIONGHOA INDONESIA, kalau bangunan asli yang ada sudah dihancurkan dan replikanya yang dibuat sesuai aslinya pun tidak ada? Apakah sejarah dan jatidiri Tionghoa Indonesia mau dihapuskan, digantikan dengan sejarah non-Tionghoa Indonesia versi Taman Mini yang―lagi-lagi―“ngga karuan juntrungannya”??? Owe harep itu perkara tida nanti sampe kajadian pada generatie muda kita sampe kapan juga. Muhun maaf seandeh owe punya kata-kata ada yang sala. Kiongchiu, DK --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Tjandra Ghozalli ghozalli2002@ ...
Bls: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Sori mau tanya, emangnya ekspresi budaya Tionghoa itu cuma life-style kapiten Tionghoa di sini? --- Pada Sen, 1/2/10, Tjandra Ghozalli ghozalli2...@yahoo.com menulis: Dari: Tjandra Ghozalli ghozalli2...@yahoo.com Judul: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 1:26 AM Bab. 1 Dear members, Memang soal sumbangan bukan hal mudah. Historisnya dahulu pa Harto menyerahkan lahan TMII kepada pak Tedy hanya 1 ha untuk warga Tionghoa sedang 1 ha lagi utk warga India dan 1 ha lagi utk warga Arab. Tetapi dalam perjalanannya lahan untuk warga India dan Arab dikembalikan ke pa Harto, karena menurut mereka, sulit mendapatkan dana dari warga mereka yang umumnya tidak kompak. Lalu pa Harto serahkan semuanya kepada pa Teddy. Entah kenapa pa Tedy terlalu “PD” mungkin dianggapnya warga Tionghoa yg populasinya no.3 setelah warga Jawa dan Sunda serta terkenal dengan kekompakannya dan suka saling bantu (itu sebabnya ada legenda yg menyatakan orang Tionghoa cepat maju karena di antara mereka suka saling tolong), ditambah lagi banyak warga Tionghoa sudah berhasil dalam bidang usaha - masa sih dalam waktu 6 tahun anjungan tidak jadi? Maka diterima semuanya, bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb sekarang terbebaskan. Tapi setelah 6 tahun toh lahan tersebut belum terbangun main buildingnya. Padahal anjungan tetangganya (anjungan Kong Hu Cu) yg jauh lebih muda telah berdiri dgn megah (tentu anda tahu kenapa demikian). Nah sekarang ketua umum PSMTI yg baru yakni pa Rachmat (katanya orang terkaya no.140 di Asia) menyatakan dalam orasi di Munas PSMTI bulan Nopember silam, bahwa kalau dia terpilih jadi ketua umum maka dalam kurun 4 tahun dia akan bangun main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk perayaan Peh Chun). Disain ini bukan replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru. Selain itu beliau juga minta partisipasi dari warga Tionghoa utk menyukseskannya, karena Taman Budaya Tionghoa Indonesia ini nantinya bukan milik PSMTI namun milik kita semua. Nah, sebaiknya kita lihat saja apakah janji pa Rachmat dapat dipenuhinya? (biasanya calon pemimpin suka lupa janjinya kalau sudah diangkat – mudah2an tidak demikian). Tapi bagi para sianseng yg kebetulan berjiwa sosial serta berkeinginan dan berkemampuan, dipersilahkan ikut menyumbang via Dompet Peduli di majalah POST Media. RGDS. Tjandra G Bab 2 Saya adalah pengamat dari miliser Pecinta Kereta-api Indonesia. Karena hobi saya adalah model kereta api. Di milis Pecinta Kereta-api Indonesia ada kegiatan untuk menyelamatkan lokomotif tua. Pada tahun 2008 silam Pecinta Kereta-api Indonesia telah berhasil menyelamatkan lokomotif diesel BB-200 dan lokomotif listrik “bon-bon” CC-300 yang tadinya sudah mau dikiloin oleh PJKA sebagai besi tua. Selain itu member milis ini juga telah berhasil menghidupkan kembali stasiun Tanjung Priok yg tadinya sudah mau dijual untuk dijadikan Plaza Tanjung Priok. Tetapi berkat perjuangan mereka yg gigih akhirnya wali kota Jakarta Utara setuju untuk memugar stasiun tersebut. Uniknya para member milis ini tak segan segan beli cat, amplas, dan peralatan lainnya dari kocek sendiri, lalu setiap Sabtu dan Minggu mereka pergi ke dipo lokomotif Jatinegara dan Manggarai untuk merenovasi lokomotif tua beramai ramai. Hanya bagian mesin yg dikerjakan oleh PJKA, selebihnya anggota milis Pecinta Kereta-api yang melakukannya. Setelah selesai renovasi (dengan cat baru dan bisa jalan) maka diadakan acara syukuran dan difoto untuk majalah komunitas mereka “Kereta Api”. Saya juga setuju kalau di kalangan miliser Budaya Tionghua mau merenovasi bangunan tua seperti itu – mungkin ada member yang mau menjadi penggerak “swadaya renovasi bangunan tua Tionghoa Indonesia”? Di mana secara beramai ramai dan gotong royong merenovasi peninggalan sejarah tersebut – kami dari majalah POST Media sepenuhnya mendukung kegiatan ini dan kami akan meliputnya mulai dari A hingga Z. Mari kita segera ambil aksi nyata untuk membuktikan bahwa kita peduli terhadap bangunan sejarah warga Tionghoa, seperti halnya Pecinta Kereta-api Indonesia peduli dengan lokomotif tua dan bangunan (stasiun) tua. Sambil menunggu tanggapan dari para sianseng – saya mohon maaf bila ada kesalahan kata. RGDS. Tjandra G Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com
[budaya_tionghua] Re: Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan Peresmian Auditorium Jusuf Ronodipuro
Tritsch-tratsch bukan karya Polka. Polka adalah aliran musiknya, hampir seperti balet, tapi lebih energik dan tariannya pun bukan membuai seperti balet, lebih menghentak seperti tarian Gypsi. TT dimainkan dengan irama Polka, yang menggubahnya adalah Johann Strauss, Jr. Radetzky March bukan dibuat oleh yang Jr. (II)), tapi oleh bapaknya, sang Johann Strauss (Sr.; I). Namanya Lie Eng Liong (Adidharma; 1930-). Dia hasil didikan Konservatorium di Amsterdam untuk kemudian ke Julliard School of Music di New York. Gurunya adalah Persinger yang juga mengajar Zubin Mehta, konduktor terkenal Israel. Spesialisasinya semula adalah biola sebalum nantinya aktif di RRI dan kemudian OSJ. Pada tempayan Raja Thung terukir kalimat,Bila suatu hari dapat memperbarui dari, perbarui terus tiap hari dan jagalah agar baru selama-lamanya. Suma Mihardja --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Eva Yulianti beran...@... wrote: Hari sabtu kemaren sengaja saya memuaskan diri dengan menghabiskan waktu untuk membaca novel kesayangan saya, ketika melirik jam sudah menunujukkan jam 01.00, udah hari minggu, saya menyalakan TV, dan entah mengapa rasanya kok ingin buka channel TVRI, dan sungguh kebetulan yang menyenangkan. Ternyata ada siaran tunda acara pagelaran orkes simfoni jakarta yang sekaligus peresmian auditorium Jusuf Ronodipuro yang dilaksanakan tepat dihari 2 tahun kepergian Beliau yaitu tanggal 27 Januari 2008. Beruntung saya ketinggalan sedikit acara tersebut, tampak Bapak Parni Hadi sedang memberikan sambutan, tampak di deretan kursi undangan yang saya kenal wajahnya diantaranya ada Ratu Kuis TVRI Ibu Ani Sumadi, kemudian tampak pula dubes Rusia beserta istri, Pak Adnan Buyung Nasution beserta Ibu Ria, dan yang paling penting tentunya sosok Ibu Jusuf Ronodipuro yang tetap terlihat cantik di usia senjanya yang didampingi oleh Putranya saya rasa, karena saya tidak kenal, hanya menerka-nerka karena wajahnya mirip dengan Bapak Jusuf Ronodipuro. setelah selesai Pak Parni Hadi menyampaikan pidatonya, giliran pak Sutan Takdir Alisyahbana mewakili keluarga dan kolega dari Bapak Jusuf Ronodipuro menyampaikan sambutan yang juga sekaligus mengupas perjalanan kehidupan Bapak Jusuf Ronodipuro. setelah itu adalah penanda tanganan prasasti auditorium yang ditanda tangani oleh Bapak Parni Hadi selaku dirut RRI, yang didampingi oleh Ibu Jusuf Ronodipuro yang tampak begitu terharu atas penghargaan kepada suami terkasih. kemudian acara disambung dengan persembahan lagu-lagu klasik sebagai conductor adalah Bapak Amir Katamsi. lagu pertama yang dipersembahkan adalah Lagu Symphony No 40 Kv. 550 karya Wolfgang Amandeus Mozart, salah satu lagu klasik yang paling saya kenal baik dan sangat saya sukai. seketika saya begitu menikmati musik klasik indah itu, lagu kedua berlanjut dengan lagu THE PRAYER karya David Foster yang dinyanyikan secara duet oleh Aning Katamsi dan Christopher Abimanyu. susul menyusul kemudian instrumen tritsch-Tratsch karya Polka, di sambung dengan penampilan solois sofran Aning Katamsi membawakan lagu CITA RIA dengan nada Sofran yang begitu bening, kembali Duet Aning katamsi dan Christopher menyanyikan AMIGOS PARASIEMPRE karya Andrew Llyold Webber, dan keduanya menutup dengan lagu TIME TO SAY GOODBYE karya Enrico Sartori. Dipenghujung acara Orkes simfoni jakarta menutup dengan RADETZKY MARCH karya Johann Straus II. Sungguh suatu persembahan yang sangat indah buat Putra terbaik bangsa ini, ucapan selamat sungguh layak di sampaikan kepada Yang Terhormat Keluarga Besar Bapak Jusuf Ronodipuro. Keteguhan Beliau dan keberaniannya akan selalu menjadi inspirasi bagi seluruh Bangsa Indonesia. bagaiman perjalanan tentang Orkes Simfoni Jakrta, inilah kutipan yang saya kutip dari koran tempo hari ini. Orkes Simfoni Jakarta (OSJ) mulanya berasal dari Orkes Studio Djakarta ( OSD ), OSD dibawah kepemimpinan Syaiful Bahri memainkan khusus lagu-lagu Indonesia, hingga OSD pada saat itu menempatkan diri sebagai pusat perkembangan musik Indonesia. OSD dibawah pimpinan Lie Eng Lion atau Andhi Dharma, bersama Praharayan Prabowo kemudian menjadi pengisi tetap acara musik klasikDi RRI dan Taman Ismail Marzuki. OSD kemudia berganti nama menjadi Orkes Simfoni Jakarta (OSJ ) dibawah pimpinan Yudianto Hinupurwadi dan dilanjutkan oleh Amir Katamsi hingga sekarang. Sebagai penutup rasanya ingin sekali mengenang Semboyan RRI yang dicetuskan oleh Bapak M. Jusuf Ronodipuro Sekali di Udara TETAP Di Udara Teriring salam hormat dan Kasih untuk Keluarga Besar Bapak Muhammad Jusuf Rondipuro. Salam, Eva.
[budaya_tionghua] Re: AYO heritage BUDAYA TIONGHOA. Pasar Baru Jkt. Pst.
Terima kasih atas masukan Suma heng. Posting saya sebelumnya memang terlalu singkat, saya hanya menulis akan mencari tempat yang paling memungkinkan. Yang saya maksud dengan memungkinkan adalah al. ijin dari pemilik, kondisi bangunan, waktu, kemampuan peserta dan lokasi. Mengenai ijin pemilik tidak perlu saya jelaskan, karena pemikiran saya sama dengan isi posting Suma heng dibawah. Lokasi harus ditempat yang cukup mudah dijangkau. Waktu kegiatan juga tidak dapat terlalu lama. Mengenai kondisi, saya mencari tempat yang aman untuk peserta kagiatan. Terlalu riskan jika peserta harus naik2 atap rapuh atau semacamnya. Kondisi bangunan harus memungkinkan untuk dilakukan pembersihan dan perbaikan ringan. Kemampuan peserta juga akan berbagai macam. Karena itu kegiatan harus dibuat kegiatan yang dapat dilakukan oleh banyak orang dengan latar belakang, kemampuan dan kondisi fisik yang bermacam2 pula. Karena itu kegiatan akan dibatasi pada pembersihan lantai, pembersihan dinding jika dinding itu tidak ada relief / lukisan, pembersihan kusen2 jika tidak ada lukisan / ukiran pada kusen itu. Untuk pengecatan harus dilihat keadaannya. Mengecat dinding polos cukup aman dilakukan, jika kondisi tembok tanpa lukisan, wall paper atau ukiran, dan catnya sudah tidak asli. Pengecatan kayu agak sulit, karena kayu2 dirumah tua biasanya berukiran, dan banyak yang masih memiliki cat orisinil. Semua kegiatan ini, akan kami kosultasikan dengan ahli renovasi bangunan tua sebelumnya. Termasuk cara pembersihan (hanya pembersihan yang paling sederhana aman yang akan dilakukan karena pesertanya bukan orang terlatih) dan alat2 / bahan2 pembersih yang digunakan. Jadi kegiatan ini akan berupa pembersihan dan perawatan ringan. Kegiatan ini bukan upaya renovasi bangunan. Karena itu saya meminta kepada rekan2 yang mengetahui lokasi yang memenuhi hal2 yang saya tulis diatas. Jika Suma heng atau rekan2 lainnya dapat menyarankan tempat yang sesuai, tentu akan sangat membantu. Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, sumamihardja sumamihar...@... wrote: Semangat boleh tinggi, tapi harus terkendali dan hati-hati. Membereskan bangunan tua tidak semudah kelihatannya. Ada teknik konservasi yang harus dipersiapkan, selain dari pendekatan kepada yang empunya!!! Kalau tidak, tindakan ini hanya sekedar euphoria, dan takutnya layu sebelum berkembang. Jauh lebih baik untuk mengetahui keinginan dari si penghuni. Anda bisa bayangkan kalau tiba-tiba anda datang dalam jumlah besar dan memancing keributan dengan si pemiliknya. Kita ini mau peduli dengan budaya atau mau membuat ribut? Kalau info soal gedung kuno yang rusak sih saya juga punya banyak, tapi pernahkan anda bicara dengan pemiliknya? Kita juga punya sopan santun. Kalau pemiliknya keberatan karena ada alasan historis atau ada hal lain, kita harus mendengarkannya juga. Sebagai contoh, rumah yang di Tangerang itu bukan terbengkalai, cuma ada kesulitan untuk memberbaiki bagian atapnya karena kayu tua. Memangnya anda bisa naik-naik ke atas untuk membersihkan tanpa menimbulkan kerusakan di sana sini? Yang diperlukan sejumlah rumah adalah renovasi total. Masalahnya, yang banyak dibutuhkan adalah biaya yang besar dan teknik konservasi yang benar. Rumah semacam itu juga masih banyak, dan karenanya saya justru mendorong untuk meluaskan pandangan kita dulu agar lebih optimal dalam bertindak. Sewaktu saya di Tangerang, saya sudah melihat adanya bos tanah yang hobi membeli rumah-rumah tua di sana untuk sarang walet. Salah satu yang saya tidak sempat ketahui duluan adalah pembongkaran rumah di depan Boen Tek Bio yang sebenarnya masih berarsitektur tua dan menggunakan bahan-bahan kualitas atas (semisal kusen berukuran paha gajah, atap pelana dan gembyok istimewa). Dari pengalaman itu, biasanya pemilik senang dengan perhatian, tapi apa yang dibutuhkannya seringkali berbeda dengan pemahaman kita. Selain itu, faktor bos tanah yang potensial menghasut (karena dia berminat membeli) juga harus diperhatikan karena potensial menjadi penghalang besar, bahkan penjegal upaya konservasi. Setelah ijin didapat dan dana yang cukup diperoleh, saya sih tegaskan, bukan anda yang akan memperbaikinya (maaf bila anda ternyata adalah tukang kayu, tukang cat atau tukang tembok kuno berpengalaman). Perbaikan atau perawatan perlu dikerjakan oleh tukang yang mengerti sistem bangunan bersangkutan, ditambah ahli material untuk menyesuaikannya dengan bahan aslinya. Sudah itupun harus ada dokumentasi yang akurat dan teknik pengukuran yang benar pula. Terkadang karena alasan praktis, ada beberapa perubahan minor yang dilakukan pemilik untuk menghindari kerusakan (misalnya penyemenan kayu yang miring sehingga berkesan kayunya miring, padahal sebenarnya kayunya harusnya tegak, dsb), dan itu perlu dikoreksi oleh arsitek Tionghoa archaic yang beneran (bukan yang cuma tahu dari ceritaan atau sekedar mengaku lulusan arsitektur
Re: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)
Saya jelas tahu yg dimainkan tdk hanya johan strauss, saya menyebut namanya krn namanyalah yg paling sohor diantara komponis walsa. saya cukup menyebut namanya utk menggambarkan musik apa yg dimainkan di newyear concert, itu saja. Bagi saya, musik waltz ibaratnya musik pop atau musik disconya zaman itu, kurang kedalamannya. Semi klasiklah. Makanya tak heran di tahun 70an film dan soundtrack The Great Waltz bisa begitu populer di Indonesia (di situ semua anggota strauss diceritakan). Jelas sangat beda kelas dng musiknya Richard St misalnya, meski sama2 strauss. Secara pribadi saya lebih menyukai karya2 komponis rusia spt musogsky,Igor Stravinsky dan rahmaninov, juga dua komponis perancis Ravel dan Debusy. Mengenai pengaruh musik barat ke musik klasik Tiongkok, tdk semua positif. Misalnya gaya orkestrasi musik barat yg diadopsi sering malah menghilangkan kehalusan musik timur. Saya lebih senang mendengar komposisi klasik yg dimainkan instrument tunggal atau duo saja. Sedangkan mu Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: sumamihardja sumamihar...@yahoo.com Date: Mon, 01 Feb 2010 16:43:48 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya) Hehehe, kayaknya ko ZFY bukan penggemar musik bule nih. Saya menggemari juga dan sedikit banyak kolektor musik klasik, baik opera klasik Tionghoa, instrumen Tionghoa, lagu daerah, opera seriosa Barat dan juga simponi Barat, khususnya mazhab Rococco. Ada kekuatan dan kekurangan masing-masing aliran, tapi yang saya rasakan, musik bisa memberikan inspirasi jiwa. Entah mengapa, telinga saya mungkin kurang hi-fi, atau memang begitulah perkembangan dinamika musik, musik jaman sekarang serasa kurang merasuk dan lebih banyak bermain dengan variasi ritmik yang meskipun menggebu-gebu, tapi lebih di kulit dan di jantung ketimbang di hati dan pikiran. Btw, yang dimainkan dalam NYC sebenarnya bukan cuma dari Johann Strauss (apalagi ada si Sr. dan si Jr.). Selain itu ada Eduard Staruss, Joseph Strauss yang meskipun kadang diklasifikasikan punya sejumlah persamaan (kecuali Richard Strauss yang memang tidak ada pertalian dengan Strauss masa Roccoco ini), namun perbedaannya juga banyak. Misalnya Joseph sering memainkan Polka, sementara kakaknya, si Jr lebih ke arah Waltz. Radetsky March sendiri selalu dimainkan sebagai tanda penutup simponi, oleh karena itu, iramanya juga cocok, yaitu agar orang mulai bergerakuntuk pulang. hehehehe. Begitu mendengar lagu ini dimainkan, orang sudah tahu dan tidak akan minta more, more, karena artinya sudah tanda bubaran. Sependalaman saya dalam konser tahun baru VPO, ada juga beberapa pemusik lain yang diangkat lagunya dalam tradisi Wina-Austria-Prusia (bahkan meskipun kabarnya ada perseteruan dalam hidupnya dengan anggota keluarga Strauss), misalnya Emil Waldteuffel, Franz Lehnar dan sebagainya. Malahan, ketika konduktornya bukan dari tradisi Austria-Jerman, ada upaya untuk memberikan sentuhan musik dari luar rumpun tadi. Jadi, sebenarnya variasinya cukup banyak, meskipun bagi yang tidak begitu mendalami musik klasik, nadanya kesannya cuma ngik-ngok-ngik-ngok saja (yang kata Soekarno musik dansa-dansi sebagai warna dominan dari walsa). Dalam kaitannya dengan BT, ada sejumlah kalangan Tionghoa yang memainkan musik klasik Barat dan dikenal luas di jagat Barat. Bagi saya, kehadiran mereka cukup penting menjadi jembatan budaya, meskipun ada juga yang tulen menjadi pemusik Barat. Ada sejumlah nama yang memasukkan juga instrumen Timur dalam orkesnya, bahkan dalam bentuk orkes kamar. Penampilan 12 Gadis yang terkesan diinspirasi oleh model Simponi juga merupakan sebuah upaya promosi yang menarik, mengingat pada akhirnya kalangan ortodoks klasik Barat juga tertarik untuk mendengarkan Simponi ala Tionghoa tersebut dan memberikan apresiasi yang luar biasa juga. Dalam sepuluh tahun belakangan ini, pertukaran musik dan permainan bersama dengan ensemble campuran Timur dan Barat serta alat-alat gabungan, mulai ditingkatkan. Sebagian alat musik Tionghoa sendiri terinspirasi atau bahkan diadaptasi dari alat musik kelompok bangsa yang lain seperti misalnya Pipa (seperti mandolin dengan bentuk yang menyerupai bawang dibelah) atau ensemble dengan nada diatonis. Sebaliknya, saat ini juga pemusik di Barat berkenalan dan antusias mempergunakan yangqin dan tambur. Kalangan pendidik Tionghoa sendiri sering mempergunakan musik sebagai salah satu medium untuk memusatkan konsentrasi dan kemampuuan berpikir. Makanya dahulu, musik juga menjadi salah satu keahlian yang diperlukan untuk mendidik rakyat. Hanya masalahanya, musik yang mana dan lirik yang seperti apa. Dalam pendengaran saya, musik klasik model walsa ini (tentunya jangan terpikir ngeres untuk melihat dansa-dansi panas atau apriori bahwa akan terjadi affair akibatnya) juga punya pengaruh yang cukup baik bagi perkembangan jiwa seseorang. Hal yang
Re: [budaya_tionghua] Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan Peresmian Auditorium Jusuf Ronodipuro
Kok lagunya gado2 gini? Kok mirip Adi MS ya? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Eva Yulianti beran...@yahoo.com Date: Mon, 1 Feb 2010 00:54:28 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan Peresmian Auditorium Jusuf Ronodipuro Hari sabtu kemaren sengaja saya memuaskan diri dengan menghabiskan waktu untuk membaca novel kesayangan saya, ketika melirik jam sudah menunujukkan jam 01.00, udah hari minggu, saya menyalakan TV, dan entah mengapa rasanya kok ingin buka channel TVRI, dan sungguh kebetulan yang menyenangkan. Ternyata ada siaran tunda acara pagelaran orkes simfoni jakarta yang sekaligus peresmian auditorium Jusuf Ronodipuro yang dilaksanakan tepat dihari 2 tahun kepergian Beliau yaitu tanggal 27 Januari 2008. Beruntung saya ketinggalan sedikit acara tersebut, tampak Bapak Parni Hadi sedang memberikan sambutan, tampak di deretan kursi undangan yang saya kenal wajahnya diantaranya ada Ratu Kuis TVRI Ibu Ani Sumadi, kemudian tampak pula dubes Rusia beserta istri, Pak Adnan Buyung Nasution beserta Ibu Ria, dan yang paling penting tentunya sosok Ibu Jusuf Ronodipuro yang tetap terlihat cantik di usia senjanya yang didampingi oleh Putranya saya rasa, karena saya tidak kenal, hanya menerka-nerka karena wajahnya mirip dengan Bapak Jusuf Ronodipuro. setelah selesai Pak Parni Hadi menyampaikan pidatonya, giliran pak Sutan Takdir Alisyahbana mewakili keluarga dan kolega dari Bapak Jusuf Ronodipuro menyampaikan sambutan yang juga sekaligus mengupas perjalanan kehidupan Bapak Jusuf Ronodipuro. setelah itu adalah penanda tanganan prasasti auditorium yang ditanda tangani oleh Bapak Parni Hadi selaku dirut RRI, yang didampingi oleh Ibu Jusuf Ronodipuro yang tampak begitu terharu atas penghargaan kepada suami terkasih. kemudian acara disambung dengan persembahan lagu-lagu klasik sebagai conductor adalah Bapak Amir Katamsi. lagu pertama yang dipersembahkan adalah Lagu Symphony No 40 Kv. 550 karya Wolfgang Amandeus Mozart, salah satu lagu klasik yang paling saya kenal baik dan sangat saya sukai. seketika saya begitu menikmati musik klasik indah itu, lagu kedua berlanjut dengan lagu THE PRAYER karya David Foster yang dinyanyikan secara duet oleh Aning Katamsi dan Christopher Abimanyu. susul menyusul kemudian instrumen tritsch-Tratsch karya Polka, di sambung dengan penampilan solois sofran Aning Katamsi membawakan lagu CITA RIA dengan nada Sofran yang begitu bening, kembali Duet Aning katamsi dan Christopher menyanyikan AMIGOS PARASIEMPRE karya Andrew Llyold Webber, dan keduanya menutup dengan lagu TIME TO SAY GOODBYE karya Enrico Sartori. Dipenghujung acara Orkes simfoni jakarta menutup dengan RADETZKY MARCH karya Johann Straus II. Sungguh suatu persembahan yang sangat indah buat Putra terbaik bangsa ini, ucapan selamat sungguh layak di sampaikan kepada Yang Terhormat Keluarga Besar Bapak Jusuf Ronodipuro. Keteguhan Beliau dan keberaniannya akan selalu menjadi inspirasi bagi seluruh Bangsa Indonesia. bagaiman perjalanan tentang Orkes Simfoni Jakrta, inilah kutipan yang saya kutip dari koran tempo hari ini. Orkes Simfoni Jakarta (OSJ) mulanya berasal dari Orkes Studio Djakarta ( OSD ), OSD dibawah kepemimpinan Syaiful Bahri memainkan khusus lagu-lagu Indonesia, hingga OSD pada saat itu menempatkan diri sebagai pusat perkembangan musik Indonesia. OSD dibawah pimpinan Lie Eng Lion atau Andhi Dharma, bersama Praharayan Prabowo kemudian menjadi pengisi tetap acara musik klasikDi RRI dan Taman Ismail Marzuki. OSD kemudia berganti nama menjadi Orkes Simfoni Jakarta (OSJ ) dibawah pimpinan Yudianto Hinupurwadi dan dilanjutkan oleh Amir Katamsi hingga sekarang. Sebagai penutup rasanya ingin sekali mengenang Semboyan RRI yang dicetuskan oleh Bapak M. Jusuf Ronodipuro Sekali di Udara TETAP Di Udara Teriring salam hormat dan Kasih untuk Keluarga Besar Bapak Muhammad Jusuf Rondipuro. Salam, Eva.
Re: Bls: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Terlepas ini arsitektur dari mana, yg jelas ini adalah Theme Park di tanah penguasa orde baru! Untuk apa masyarakat Tionghoa hrs terlibat? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Azura-Mazda extrim_blue...@yahoo.com Date: Mon, 1 Feb 2010 07:54:52 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Bls: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Sori mau tanya, emangnya ekspresi budaya Tionghoa itu cuma life-style kapiten Tionghoa di sini? --- Pada Sen, 1/2/10, Tjandra Ghozalli ghozalli2...@yahoo.com menulis: Dari: Tjandra Ghozalli ghozalli2...@yahoo.com Judul: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 1:26 AM Bab. 1 Dear members, Memang soal sumbangan bukan hal mudah. Historisnya dahulu pa Harto menyerahkan lahan TMII kepada pak Tedy hanya 1 ha untuk warga Tionghoa sedang 1 ha lagi utk warga India dan 1 ha lagi utk warga Arab. Tetapi dalam perjalanannya lahan untuk warga India dan Arab dikembalikan ke pa Harto, karena menurut mereka, sulit mendapatkan dana dari warga mereka yang umumnya tidak kompak. Lalu pa Harto serahkan semuanya kepada pa Teddy. Entah kenapa pa Tedy terlalu “PD” mungkin dianggapnya warga Tionghoa yg populasinya no.3 setelah warga Jawa dan Sunda serta terkenal dengan kekompakannya dan suka saling bantu (itu sebabnya ada legenda yg menyatakan orang Tionghoa cepat maju karena di antara mereka suka saling tolong), ditambah lagi banyak warga Tionghoa sudah berhasil dalam bidang usaha - masa sih dalam waktu 6 tahun anjungan tidak jadi? Maka diterima semuanya, bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb sekarang terbebaskan. Tapi setelah 6 tahun toh lahan tersebut belum terbangun main buildingnya. Padahal anjungan tetangganya (anjungan Kong Hu Cu) yg jauh lebih muda telah berdiri dgn megah (tentu anda tahu kenapa demikian). Nah sekarang ketua umum PSMTI yg baru yakni pa Rachmat (katanya orang terkaya no.140 di Asia) menyatakan dalam orasi di Munas PSMTI bulan Nopember silam, bahwa kalau dia terpilih jadi ketua umum maka dalam kurun 4 tahun dia akan bangun main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk perayaan Peh Chun). Disain ini bukan replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru. Selain itu beliau juga minta partisipasi dari warga Tionghoa utk menyukseskannya, karena Taman Budaya Tionghoa Indonesia ini nantinya bukan milik PSMTI namun milik kita semua. Nah, sebaiknya kita lihat saja apakah janji pa Rachmat dapat dipenuhinya? (biasanya calon pemimpin suka lupa janjinya kalau sudah diangkat – mudah2an tidak demikian). Tapi bagi para sianseng yg kebetulan berjiwa sosial serta berkeinginan dan berkemampuan, dipersilahkan ikut menyumbang via Dompet Peduli di majalah POST Media. RGDS. Tjandra G Bab 2 Saya adalah pengamat dari miliser Pecinta Kereta-api Indonesia. Karena hobi saya adalah model kereta api. Di milis Pecinta Kereta-api Indonesia ada kegiatan untuk menyelamatkan lokomotif tua. Pada tahun 2008 silam Pecinta Kereta-api Indonesia telah berhasil menyelamatkan lokomotif diesel BB-200 dan lokomotif listrik “bon-bon” CC-300 yang tadinya sudah mau dikiloin oleh PJKA sebagai besi tua. Selain itu member milis ini juga telah berhasil menghidupkan kembali stasiun Tanjung Priok yg tadinya sudah mau dijual untuk dijadikan Plaza Tanjung Priok. Tetapi berkat perjuangan mereka yg gigih akhirnya wali kota Jakarta Utara setuju untuk memugar stasiun tersebut. Uniknya para member milis ini tak segan segan beli cat, amplas, dan peralatan lainnya dari kocek sendiri, lalu setiap Sabtu dan Minggu mereka pergi ke dipo lokomotif Jatinegara dan Manggarai untuk merenovasi lokomotif tua beramai ramai. Hanya bagian mesin yg dikerjakan oleh PJKA, selebihnya anggota milis Pecinta Kereta-api yang melakukannya. Setelah selesai renovasi (dengan cat baru dan bisa jalan) maka diadakan acara syukuran dan difoto untuk majalah komunitas mereka “Kereta Api”. Saya juga setuju kalau di kalangan miliser Budaya Tionghua mau merenovasi bangunan tua seperti itu – mungkin ada member yang mau menjadi penggerak “swadaya renovasi bangunan tua Tionghoa Indonesia”? Di mana secara beramai ramai dan gotong royong merenovasi peninggalan sejarah tersebut – kami dari majalah POST Media sepenuhnya mendukung kegiatan ini dan kami akan meliputnya mulai dari A hingga Z. Mari kita segera ambil aksi nyata untuk membuktikan bahwa kita peduli terhadap bangunan sejarah warga Tionghoa, seperti halnya Pecinta Kereta-api Indonesia peduli dengan lokomotif tua dan bangunan (stasiun) tua. Sambil menunggu tanggapan dari para sianseng – saya mohon
Re: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Saya rasa Azura -Mazda ada benarnya , dengan tanpa mengurangi hormat kami kepada para tokoh2 yang menyesalkan pembongkaran situs2 budaya Tionghoa jadul yang lalu. Jadi Pak Tjandra Gozhali juga jangan mendesak terus beliau2 ini yang masih emosi. Ibaratnya jangan ngebangunin macan tidur. Sebab mereka para tokoh2 budaya disini juga ada caranya sendiri untuk mempreservasi budaya Tionghoa. Sekarang yang penting agar panitia pembangunan itu coba approach ke pihak2 lainnya, dengan segala option yang mungkin bisa jalan , contoh ikut sertakan ormas lainnya , jangan hanya dikungkungi oleh satu ormas saja. Atau pihak2 swasta lainnya yang berminat , tentunya tidak ada free lunch, pokoknya dicari win-win solution. Saya hargai usaha Pak Tjandra membantu Pak Teddy, memang sebagai Post Media harus berbuat kearah itu. Semoga Post Media tetap langgeng. Untuk Pak David Kwa, mohon maaf kalau ada omongan owe yang sala Soja, Dr.Irawan., 2010/2/1 Azura-Mazda extrim_blue...@yahoo.com Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India Arap, masing-masing 1hektar. Tapi India Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana. Reason aslinya, saya ndak tau. Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli. Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi. Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. Dari 4 hektar itu, ada danau area parkir. Jadi bangunnnya sendiri tidak luas-luas amat. Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai. Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI adalah semacam permintaan Pa Harto secara pribadi. Sebagai masyarakat yg patuh sama orang tua ya dituruti maunya pak Harto. Alasannya pun saya tidak tau. Entah berpikir ya identitas Tionghoa memang seperti itu. Apa salahnya? Saya pribadi tidak sino-phobic. Lebi menarik, kenapa India Arap menolak? Kalo analisanya konflik sosial, maka keputusan langkah pimpinan India Arap sudah tepat. Karena permintaan Pa Harto, maka pihak penyerang anjungan ini ya mestinya jangan maki si Tionghoa. Tapi coba pertanyakan ke Pa Harto sendiri donk Huangdi Bless U --- Pada *Sen, 1/2/10, dkhkwa dkh...@yahoo.com* menulis: Dari: dkhkwa dkh...@yahoo.com Judul: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 2:51 AM Pa Tjandra, Yang owe dengar dari “sumber yang bisa dipercaya”, tanah aslinya adalah 1 ha, “Hebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling besar 2 ha.” Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan sukarela atau paksa “bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb sekarang terbebaskan.” Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha, apa anehnya? Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa berkuasanya menindas orang TIONGHOA, untuk “menebus dosa”??? Bukankah kata pepatah, “ada uang, ada barang”? Luasnya yang jau melebihi anjungan dari daerah-daerah lain di Indonesia apa tidak dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial? Apalagi bangunan yang hendak dibuat adalah “main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk perayaan Peh Chun).” Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia, yang tak asing bagi sebagian orang, tapi sesuatu yang benar-benar asing, karena tidak ada di Indonesia, yang tukang-tukangnya “diimpor” langsung dari Tiongkok, sedangkan anjungan-anjungan lain toch mengambil contoh, misalnya, Keraton Yogyakarta yang memang aslinya benar-benar ada di Yogya. “Disain ini bukan replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru.” Kenapa bersikap “alergi” betul terhadap para tuan tanah atau pejabat TIONGHOA, sementara etnis LAIN biasa-biasa saja terhadap para pemimpin seperti para raja, sultan atau bupati mereka? Ataukah anjungan Tionghoa Indonesia isinya adalah replika Cikim-snia (Kota Terlarang) di Pakknia (Beijing), Danau Se’ou (Xihu) di Hangciu (Hangzhou), lengkap dengan pohon Yangliu-nya segala, Taman-taman Souciu (Suzhou), Pailau (Gerbang) dari Emui (Xiamen), dsb. Kalau orang mau melihat bangunan Tionghoa asli di Tiongkok, kenapa mereka harus ke Taman Mini? Kenapa tidak terbang saja langsung ke Beijing, Shanghai, Hangzhou, Suzhou, Xiamen, Guangzhou, Shenzhen? Di sana malah lebih
Re: [budaya_tionghua] Re: AYO heritage BUDAYA TIONGHOA. Pasar Baru Jkt. Pst.
Cuma mau nyaranin saja, kalau mau ngecet disikat dulu sampai bersih , kalau ada yg retak di bersihkan dan di dempul dulu, lalu di meni (cat dasar) , baru setelah kering lain waktu datang lagi diampelas dan dibersihkan lagi dan di cat finish . Kalau yg plituran yah kudu diplitur lagi . Jangan main timpa cat saja , nanti jadi mubazir pada ngelotok, atau seperti kulit buaya, Sebaiknya ada ahlinya yang profesional yang memberi arahan. Karena sayang kalau barang antik malah jadi rusak. Mudah2an memang sudah diatur demikian, salam, Dr.Irawan. 2010/1/31 ardian_c ardia...@yahoo.co.id yuk sekali2 kita ngecet rumah org owe seh mau aje ngecet rumah org apelage yg tua getu asal jgn ngecet rumah setan aje ya --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com budaya_tionghua%40yahoogroups.com, ibcindon ibcin...@... wrote: Ide yang bagus sekali tuh.. From: budaya_tionghua@yahoogroups.combudaya_tionghua%40yahoogroups.com [mailto:budaya_tionghua@yahoogroups.combudaya_tionghua%40yahoogroups.com] On Behalf Of Dipo Sent: Saturday, January 30, 2010 6:49 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com budaya_tionghua%40yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Ide yang menarik sekali. Mengenai tempat saya coba cari yang paling memungkinkan. Atau dari rekan2 ada ide lokasi yang bisa dibersihkan ? Asal jangan gedung di TMII ya. Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.combudaya_tionghua%40yahoogroups.com mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.combudaya_tionghua%2540yahoogroups.com , ini rico! rico12410@ wrote: teman-teman, menanggapi info dari pak Eddy W.. mungkin akan lebih kongkrit kontribusi warga tionghoa, bila beramai-ramai mengunjungi Toko Kompak atau ruko di belakang Klenteng Boen Tek Bio. Kita undang (atau saweran) tukang untuk perbaikan, sambil bawa beberapa ember cat, kuas, amplas, dll. Makanan kecil, minuman ringan sebagai teman kerja juga tidak ketinggalan. Sambil gotong royong sederhana, ngobrol pengalaman turun temurun.. mestinya akan menyenangkan sekali kita hari itu.. dan tuan rumah merasa diperhatikan dan dihargai usahanya mempertahankan 'bangunan cerita' milik mereka itu. Bagaimana? pak Dipo, mungkin bisa bantu mengkoordinasikan? salam Posted by: eddy witanto eddypw@ eddypw Fri Jan 29, 2010 5:23 am (PST) Toko Kompak di Pasar Baru Jakarta Pusat sudah dalam kondisi mengkhawatirkan di dalamnya, bagian belakangnya sudah dalam ambang kehancuran. Itu rumah Mayor Tio Tek Ho bukan? Di dalamnya ada rooflight. Di belakang Klenteng Boen Tek Bio juga ada rumah-toko yang terbagi atas 3 blok, blok yg tengah punya rooflight dg sisi berhiaskan cerita klasik Tiongkok dengan pecahan keramik dan kayu berukir. eddypw
[budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA. Boen Bio Li Thang GUS DUR
Yth para rekan milis, Menarik sekali diskusi yang yang terus berlangsung di milis mengenai lahan yang dicadangkan di TMII. Maaf saya ingin urun rembuk. Beberapa waktu yang lalu ketika semua sedang berduka cita atas meninggalnya Gus Dur pernah tercetus usulan ( emosionil ?? )membangun klenteng peringatan untuk Gus Dur. ( entah serius , entah main-maina ??? ) Usulan ini hilang tanpa jejak………. J) Saya jadi terpikirkan, istilah klenteng di Indonesia merupakan pengertian tempat beribadat agama Tionghoa. Konsep yang sudah diterima masyarakat semua. Kalu membangun klenteng akan banyak komentar tidak senang dari masyarakat luas, meskipun mungkin sekedar salah pengertian saja. Dalam hal TMII bagaimana kalau kita gunakan untuk suatu lahan tempat performance, belajar dan mempelajari budaya. Mirip TIM Jakarta. Bangunan utama dapat diberi nama BUN BIO GUS DUR ( tempat budaya GUS DUR ) atau pun LI THANG GUS DUR ( Hall/aula pembelajaran GUS DUR ). Dilengkapi dengan perpustakaan, semacan CHINESE HERITAGE CENTER di SINGAPORE, yang sekarang dipimpin oleh Prof. LEO SURYADINATA . Management dapat mengelola program yang terarah yang tetap dan teratur dilokasi ini. Mungkin acara budaya TiongHoa, pameran, acara kesenian, diskusi, ceramah, seminar dst, dst. Income pemeliharaan dapat dengan menyewakan HALL / LITHANG untuk upacara dan pesta. Lahan parkir luas sudah pasti, pesta taman pun dapat diselengarakan disana. Dengan srana gtaman serba mirip HangChow atau Sihu. Melihat kecenderungan masyarakat klas the have di Jakarta yang suka show off , jika fasilitas yang disediakan serba luas dan nyaman rasanya sarana ini tidak akan pernah kekurangan peminat sepanjang tahun. Juga keinginan memperingati GUS DUR akan teringat sepanjang waktu. Pemeiliharaan dan penelitian budaya Tionghoa di Indonesia dapat terselengarakan secara berkesinambungan……….. Banyak tujuan dapat diperoleh pada waktu yang bersamaan….. MARI KITA BAHAS BAIK-BAIAK………. Kenapa tidak ?? Salam erat, Sugiri. From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of zho...@yahoo.com Sent: Tuesday, February 02, 2010 8:17 AM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Pak Irawan, Terlepas dari masalah pembongkaran bangunan lama, tujuan dan manfaat dari taman budaya di taman mini itu sendiri sangat meragukan. Ini bukan masalah emosi, tapi sudah masalah rasional. Ditinjau dari aspek sosial, budaya maupun dari kacamata akademis arsitektur juga sangat absurd menggelikan. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT _ From: Dr. Irawan drira...@indonesiamedia.com Date: Mon, 1 Feb 2010 11:26:26 -0800 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Saya rasa Azura -Mazda ada benarnya , dengan tanpa mengurangi hormat kami kepada para tokoh2 yang menyesalkan pembongkaran situs2 budaya Tionghoa jadul yang lalu. Jadi Pak Tjandra Gozhali juga jangan mendesak terus beliau2 ini yang masih emosi. Ibaratnya jangan ngebangunin macan tidur. Sebab mereka para tokoh2 budaya disini juga ada caranya sendiri untuk mempreservasi budaya Tionghoa. Sekarang yang penting agar panitia pembangunan itu coba approach ke pihak2 lainnya, dengan segala option yang mungkin bisa jalan , contoh ikut sertakan ormas lainnya , jangan hanya dikungkungi oleh satu ormas saja. Atau pihak2 swasta lainnya yang berminat , tentunya tidak ada free lunch, pokoknya dicari win-win solution. Saya hargai usaha Pak Tjandra membantu Pak Teddy, memang sebagai Post Media harus berbuat kearah itu. Semoga Post Media tetap langgeng. Untuk Pak David Kwa, mohon maaf kalau ada omongan owe yang sala Soja, Dr.Irawan., 2010/2/1 Azura-Mazda extrim_blue...@yahoo.com Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India Arap, masing-masing 1hektar. Tapi India Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana. Reason aslinya, saya ndak tau. Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli. Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi. Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. Dari 4 hektar itu, ada danau area parkir. Jadi bangunnnya sendiri tidak luas-luas amat. Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai. Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI adalah semacam permintaan Pa
Re: [budaya_tionghua] Re: Reinkarnasi - - Bro Petrus
Ngomong2 soal reinkarnasi , saya mau syer sesuatu yang janggal dalam budaya masyarakat di Amerika. Herannya kalau ada yang bicara reinkarnasi diantara orang2 Indonesia kebanyakan yang tinggal di Amrik , mereka langsung menepis, dan menyatakan bahwa itu tidak ada , hidup ini hanya sekali saja !. Tapi kalau saya perhatikan kalau ngomongan itu ada diluar lingkunagn orang Indonesia , seperti bule, dan orang2 lainnya yang bukan orang indo. mereka sering ucapkan: 'You're not gonna get it until your next life . Yang berarti next life itu adalah kehidupan berikutnya. Dan ini sering diucapkan . Bahkan oleh orang bule yang statusnya tentu beragama lain dari Budha, Hindu maupun Islam. Dalam budaya kita biasanya, kami selalu berpikir kalau agama nasrani itu datangnya dari para bule2 itu. Karena kebanyakan dari missionaries itu adalah orang2 kaukasus. Saya hanya bingung saja. Tapi saya juga tidak mau menuai pertengkaran karena urusan ini. Saya hanya meninjau dari sudut budayanya saja. Kalau ada seseorang yang bisa menjelaskan secara ilmiah dan kepala dingin saya ingin mendengarnya/baca. Tapi kalau ini jadi argumentasi dogma, harap stop disini saja. Saya pribadi merasa penjelasan dari younginheart5000 cukup masuk akal. Salam, Dr.Irawan. 2010/2/1 Petrus Paryono petruspary...@yahoo.com Terima kasih atas pencerahannya. Cukup membuka wawasan saya. Saya akan coba belajar lebih lanjut, tapi tidak dengan tanya-jawab di milis ini. Saya kuatir kalau nanti keluar dari koridor milis Budaya Tionghua bakal disemprit he...he Salam, Petrus Paryono -- *From:* younginheart5000 crv...@yahoo.com *To:* budaya_tionghua@yahoogroups.com *Sent:* Mon, February 1, 2010 8:07:23 PM *Subject:* [budaya_tionghua] Re: Reinkarnasi - - Bro Petrus Petrus Paryono petrusparyono@ ... wrote: sebelumnya mohon maaf kalau posting ini tidak sesuai dengan Budaya Tionghua, karena saya tidak pernah mendapat didikan Budaya Tionghua.. Saya ingin bertanya untuk menambah wawasan saya yang masih sempit: 1. agama atau kepercayaan apa saja yang mengakui adanya reinkarnasi? 2. apakah reinkarnasi dapat berakhir? -- Anda bukan dari keluarga Tionghoa, jadi tak mendapat didikan budaya Tionghoa? By the way, apa urusan budaya Tionghoa dengan reinkarnasi? Untuk info anda (selanjutnya, mohon datang ke vihara untuk memperdalam pengetahuan anda, misalnya PusDikLat Buddha, Vihara Avalokitesvara: Jl. Mangga Besar 58, Jakarta Barat Telp. (021) 6294542, 6299551 Fax.(021) 6249984) Reinkarnasi dalam agama Buddha Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali (Punabbhava) . Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai tingkat kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebut; bila ia baik akan terlahir di alam bahagia, bila ia jahat ia akan terlahir di alam yang menderitakan. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Garuka Kamma yang artinya karma pada detik kematiaannya, bila pada saat ia meninggal dia berpikiran baik maka ia akan lahir di alam yang berbahagia, namun sebaliknya ia akan terlahir di alam yang menderitakan, sehingga segala sesuatu tergantung dari karma masing-masing. Umat Buddhist tak menggunakan konsep re-inkarnasi, yang hanya dikenal dalam agama Hindu. Reinkarnasi dalam Hindu Dalam agama Hindu, filsafat reinkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Dalam filsafat Hindu dan Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya Dalam filsafat agama Hindu, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Pada saat manusia hidup, mereka banyak melakukan perbuatan dan selalu membuahkan hasil yang setimpal. Jika manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya yang belum sempat dinikmati. Selain diberi kesempatan menikmati, manusia juga diberi kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya (kualitas). Jadi, lahir kembali berarti lahir untuk menanggung hasil perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam filsafat ini, bisa dikatakan bahwa manusia dapat menentukan baik-buruk nasib yang ditanggungnya pada kehidupan yang selanjutnya. Ajaran ini juga memberi optimisme
[budaya_tionghua] test
testing, please ignore or just delete
Re: [budaya_tionghua] Re: Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan Peresmian Auditorium Jusuf Ronodipuro
Saya baru saja mau menanggapi yang sama, tapi Suma Mihardja haksoe sudah lebih dahulu mengkoreksi kesalahan-kesalahannya. Sebetulnya di posting saya terdahulu sudah disebut bahwa Radetzkymarsch adalah ciptaan Johan Strauss der Vater, bukan der Sohn. Kalau Eva sudah baca itu, barangkali di posting-nya ini dia hanya salah ketik saja, maunya mengetik I, jadinya II. Juga soal Lie Eng Liong Adidharma, tentu saja Suma-heng tahu betul, karena dirigen itu termasuk salahsatu tokoh tionghoa yang riwayat hidup singkatnya tercantum dalam bukunya Suma-heng sendiri (mengedit Sam Setyautama) Tokoh Etnis Tionghoa Di Indonesia. Tetapi di samping itu kiranya perlu saya tambahkan koreksi bahwa Sutan Takdir Alisyahbana sudah meninggal 10-an tahun yang lalu. Jadi tidak mungkin memberi kata sambutan di acara itu. Yang sebenarnya memberi sambutan di acara itu adalah wartawan senior sejaman Jusuf Ronodipuro (walau lebih muda usianya), yaitu Rosihan Anwar. Ketika memberikan sambutan, Rosihan sempat memperkenalkan penyiar RRI jaman Jusuf Ronodipuro yang juga hadir malam itu,yaitu istrinya sendiri dan Mien Soedarpo-Wiranatakusumah. Entah bagaimana Eva bisa mengira Rosihan adalah Sutan Takdir. Lafal namanya berbeda jauh, postur kedua beliau pun sangat berbeda, walau sama-sama orang Minang. Tentang Auditorium Ronodipuro, di tempat itu, pada asalnya di jaman dulu terdapat Studio-5 RRI, yang juga sudah merupakan auditorium yang sangat dikenal para penggemar musik Jakarta saat itu. Namun sempat terbakar dan terbengkalai beberapa lamanya. Sampai direnovasi Direksi RRI sekarang dan diresmikanmalam itu. Malam itu, karya Mozart selain Symphony G Minor-nya yang disebut Eva (No.40 KV 550), dimainkan juga Eine Kleine Nachtmusik, yang tentu saja buat penggemar musik klasik 'ringan', lebih dikenali. Tapi... ini sudah tidak ada hubungannya dengan budaya tionghoa! Jadi koreksi dan tambahan atas posting Eva kouwnio saya cukupkan sampai di sini. Wasalam. - Original Message - From: sumamihardja To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Tuesday, February 02, 2010 12:19 AM Subject: [budaya_tionghua] Re: Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan Peresmian Auditorium Jusuf Ronodipuro Tritsch-tratsch bukan karya Polka. Polka adalah aliran musiknya, hampir seperti balet, tapi lebih energik dan tariannya pun bukan membuai seperti balet, lebih menghentak seperti tarian Gypsi. TT dimainkan dengan irama Polka, yang menggubahnya adalah Johann Strauss, Jr. Radetzky March bukan dibuat oleh yang Jr. (II)), tapi oleh bapaknya, sang Johann Strauss (Sr.; I). Namanya Lie Eng Liong (Adidharma; 1930-). Dia hasil didikan Konservatorium di Amsterdam untuk kemudian ke Julliard School of Music di New York. Gurunya adalah Persinger yang juga mengajar Zubin Mehta, konduktor terkenal Israel. Spesialisasinya semula adalah biola sebalum nantinya aktif di RRI dan kemudian OSJ. Pada tempayan Raja Thung terukir kalimat,Bila suatu hari dapat memperbarui dari, perbarui terus tiap hari dan jagalah agar baru selama-lamanya. Suma Mihardja - --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Eva Yulianti beran...@... wrote: Hari sabtu kemaren sengaja saya memuaskan diri dengan menghabiskan waktu untuk membaca novel kesayangan saya, ketika melirik jam sudah menunujukkan jam 01.00, udah hari minggu, saya menyalakan TV, dan entah mengapa rasanya kok ingin buka channel TVRI, dan sungguh kebetulan yang menyenangkan. Ternyata ada siaran tunda acara pagelaran orkes simfoni jakarta yang sekaligus peresmian auditorium Jusuf Ronodipuro yang dilaksanakan tepat dihari 2 tahun kepergian Beliau yaitu tanggal 27 Januari 2008. Beruntung saya ketinggalan sedikit acara tersebut, tampak Bapak Parni Hadi sedang memberikan sambutan, tampak di deretan kursi undangan yang saya kenal wajahnya diantaranya ada Ratu Kuis TVRI Ibu Ani Sumadi, kemudian tampak pula dubes Rusia beserta istri, Pak Adnan Buyung Nasution beserta Ibu Ria, dan yang paling penting tentunya sosok Ibu Jusuf Ronodipuro yang tetap terlihat cantik di usia senjanya yang didampingi oleh Putranya saya rasa, karena saya tidak kenal, hanya menerka-nerka karena wajahnya mirip dengan Bapak Jusuf Ronodipuro. setelah selesai Pak Parni Hadi menyampaikan pidatonya, giliran pak Sutan Takdir Alisyahbana mewakili keluarga dan kolega dari Bapak Jusuf Ronodipuro menyampaikan sambutan yang juga sekaligus mengupas perjalanan kehidupan Bapak Jusuf Ronodipuro. setelah itu adalah penanda tanganan prasasti auditorium yang ditanda tangani oleh Bapak Parni Hadi selaku dirut RRI, yang didampingi oleh Ibu Jusuf Ronodipuro yang tampak begitu terharu atas penghargaan kepada suami terkasih. kemudian acara disambung dengan persembahan lagu-lagu klasik sebagai conductor adalah Bapak Amir Katamsi. lagu pertama yang dipersembahkan adalah Lagu Symphony No 40 Kv. 550 karya