Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu

2010-02-01 Terurut Topik Erik

Wah, surprise tahu koh ABS juga pencinta musik klasik. Bicara dirigen ,
entah mengapa saya tidak simpati sama si gaek Georges Pretre, udah tua
bangka gitu (konon usianya lebih 80 thn?) masih jingkrak-jingkrakan gak
karuan. Lebih berwibawa Zubin Mehta atau Claudio Abado yang
berpenampilan anggun dan tenang.

Kalo gak salah ingat, China Philharmonic juga pernah tampil tak kurang
dari 5 kali di Gedung Emas Wina yang megah itu. Apakah Gedung Ronodipuro
akan semegah yang di Wina itu ya?? Btw, alamat lengkap Gedung Ronodipuro
di mana sih? Tolong diinformasikan donk, siapa tahu sekali-kali ada
kesempatan kita-kita bisa tampil di situ juga.

Salam,

Erik

\
-

  In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh
absa...@... wrote:
Erik-heng, Radetzkymarsch yang setiap tahun selalu dimainkan terakhir di
Neujahrskonzert Wina, sebagai 'bonus' (encore), adalah favorit saya
nomor-1 dari antara ciptaan Johann Strauss (Vater)!

Dan saya selalu turut menepukkan tangan sesuai derap irama mars yang
dipimpinkan oleh dirigen Wiener Philharmoniker (tahun ini: Georges
Prêtre).
  Tetapi tentu saja bertepuk-tangannya bukan di fine dining
restaurant-nya William Wongso, melainkan di depan layar TV ketika acara
itu disiarkan! He he he...

Wasalam.



RE: [budaya_tionghua] Buku Chan/Zen

2010-02-01 Terurut Topik als
Jika teman Anda itu seorang pemula, belilah buku ini di TB Gramedia terdekat:

 

Kisah-Kisah Kebijaksanaan Zen Melalui Cerita Mencapai Pencerahan:

 


Penulis

 

Indra Gunawan


Penerbit

 

 
http://www.belbuk.com/gramedia-pustaka-utama-m-22.html?osCsid=8296184dc5d145bc5b065f34fa054e0a
 Gramedia Pustaka Utama


Kategori Buku

 

 
http://www.belbuk.com/sejarah-amp-budaya-sejarah-umum-c-30_348.html?osCsid=8296184dc5d145bc5b065f34fa054e0a
 Sejarah Umum


Tahun Penerbitan

 

2005


Jumlah Halaman

 

178


Dimensi (LxP)

 

13.5 x 20 cm


Jenis Cover

 

Soft Cover


No ISBN

 

979-22-1713-4


Berat Buku

 

0.29 kg

 


SINOPSIS BUKU:



Buku ini buku cerita. Bukan hanya cerita, tapi juga dengan makna ceritanya yang 
ditafsirkan dan diberi konteks pengertiannya oleh Indra Gunawan, seorang 
praktisi manajemen dan pakar kesehatan holistik yang banyak mendalami filsafat 
Timur. Ia mengemukakan ajaran Zen yang diterapkan dalam bentuk cerita yang 
diberi konteks manajemen, kepemimpinan, dan kehidupan secara lebih luas.

Anthony de Mello mengatakan tak seorang pun dapat menemukan pengertian yang 
paling tepat bagi dirinya sendiri. Sang Guru pun tidak mampu. Indra Gunawan pun 
tidak bermaksud mengunyahkan makna cerita-cerita Zen itu untuk kita. 
Komentar-komentarnya hanyalah wawasan perbandingan yang sangat berguna bagi 
kita untuk mendapatkan kedalaman makna sebuah cerita. Kita bisa menemukan 
sendiri pengertian yang paling tepat perihal makna cerita tersebut bagi 
kehidupan pribadi maupun profesional. Karena itu, tidak heran kalau Zen begitu 
inspiratif, telah memperkaya banyak profesional di seluruh dunia dewasa ini.

 

Kalau merasa belum puas, cari PC di toko tersebut yang memuat database buku dan 
ketik “zen” pada Subyek buku yang dicari dan tekan tombol Enter. Lalu akan 
keluar buku Zen baik yang berbahasa Inggris maupun yang sudah terjemahan, jika 
stoknya ada teman Anda tinggal minta mas-mas atau mbak-mbak petugas Gramedia 
mencarikan buku-bukunya lalu minta izin untuk dibaca-baca dulu (biasanya sih 
diizinkan membuka bungkus plastiknya) dan kalau merasa tertarik ya dibeli aja. 
Gitu aja kok repot. :-)

 

Andy L.S. 

Penggemar Zen

 

 

 

 

  _  

From: zho...@yahoo.com [mailto:zho...@yahoo.com] 
Sent: Monday, February 01, 2010 2:05 PM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Buku Chan/Zen

 

  Rekan, ada teman yg ingin baca buku ttg filosofi Zen dlm bhs Indonesia, dia 
minta petunjuk buku mana yg layak dibaca(nggak usah yg berat2). Berhubung saya 
sudah lama tak pernah berburu buku Indonesia, mohon info dari teman2 yg rajin 
ubek2 toko buku.

Terimakasih.
ZFy 

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

  _  

From: Akhmad Bukhari Saleh absa...@indo.net.id 

Date: Sat, 30 Jan 2010 02:42:10 +0700

To: budaya_tionghua@yahoogroups.com

Subject: [budaya_tionghua] Pameran Foto Dan Diskusi Pecinan

 

  

  

Meneruskan e-mail dari seorang kawan sebagai yang di bawah ini.

 

Untuk yang berminat, harap datang tepat waktu supaya kebagian tempat, karena 
ruangannya (Galeri Antara) kecil.

 

Wasalam.

 

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 

 

“Chinatowns in Southeast Asia”, a project commissioned by the Chinese Heritage 
Centre in Singapore, arrives in Jakarta, Indonesia.

 

The opening is on 5 Feb 2010 (Friday) in Antara Photojournalism Gallery (Jalan 
Antara 59, Pasar Baru, Jakarta) at 7.30pm.

There will be makanan Tionghoa (Chinese food) and Barongsai (lion dance).

 

Artist talk, titled “Journey through the Labyrinth of Chinatowns”, will be on 6 
Feb 2010 (Saturday) at 3pm.

Hope to see you there.
--
Zhuang Wubin
writer/photographer



image001.gif

[budaya_tionghua] OOT: Pementasan Ballet Pantomime Don Juan, Jakarta 4-5 Februari 2010 di GKJ

2010-02-01 Terurut Topik Alin SP Apriliani



Pantomim  Musik DON JUAN

 

SAKSIKAN PEMENTASAN

BALLET PANTOMIME

 

“DON JUAN

Pantomim berdasarkan musik karya

Christoph Willibald Ritter von Gluck

Sutradara  Libretto: Milan Sládek





Yang diselenggarakan di:



Jakarta:

4-5 Februari 2010

Pukul: 20.00 WIB

Gedung Kesenian Jakarta

Jl. Gedung Kesenian No.1

Jakarta 10710

Tiket Telp. +62 21 3808283/ 3441892

Umum: Rp. 75.000  Rp. 50.000, pelajar  mahasiswa: Rp. 20.000



Bandung:

9-10 Februari 2010

Taman Budaya Jawa Barat

Jl. Bukit Dago Selatan 53A

Bandung 40135

Tlp/Fax. (022) 2504912

Tanda masuk (tidak dipungut biaya): +62 22 4236440







Pendukung

Sutradara  Libretto: Milan Sládek

Asisten Sutradara: Yayu AW Unru

Penata Artistik: Jan Kocman

Penata Musik: Budi Utama Prabowo



Pemain Utama:

Don Juan: Yayu AW Unru

Donna Elvira: Lilies

Komtur: Carolus Daris Gatot Rahmadi

Leporello: Pungkas Banon Gautama



Kerjasama Produksi

Dalam rangka ulang tahun ke-40 Institut Kesenian Jakarta dan penghormatan
terhadap tokoh pantomin Indonesia alm. Sena Utoyo,
Goethe-Institut, Institut Kesenian Jakarta – dengan dukungan Gedung Kesenian
Jakarta dan Sena Didi Mime menyelenggarakan produksi ini.



MILAN SLADEK

Kisah yang sudah dikenal luas mengenai Don Juan si perayu yang selalu
mempermainkan perempuan ini disutradarai oleh Milan Sládek, pria kelahiran
Slowakai (23 Februari 1938 di Streženice) yang merupakan seorang master
pantomim terbaik masa kini.

Milan Sládek sejak masa mudanya sudah menekuni pantomim. Dengan tubuhnya dia
menampilkan seluruh pemikiran, perasaan dan fantasinya, tanpa memerlukan
kata-kata. Secara harafiah, pantomim yang berasal dari bahasa Yunani ini
mengandung makna „semua ditiru“. Arti kata itu diberi nuansa baru oleh Sladek
dengan eksperimen dan keterbukaannya terhadap tradisi teater tradisional, dari
Commedia dell’arte sampai Kabuki Jepang.



DON JUAN

Milan Sladek bersama dengan 14 orang pemain yang berasal dari mahasiswa dan
alumni Institut Kesenian Jakarta serta anggota Sena Didi Mime mentransfer „Don
Juan“ karya Christoph Willibald Gluck (1714-1787) yang biasanya merupakan tari
balet klasik menjadi pantomim.

Karya ini merupakan titik balik dalam genre tari, karena awalnya berasal dari
naskah drama.

Don Juan yang terkenal sebagai seorang penggemar perempuan dan selalu
mempermainkan semua gadis yang dijumpainya. Tetapi ketika dia pada suatu hari
menggoda Donna Elvira, putri sang Komtur, maka diapun menjadi musuh abadi sang
ayah. Terjadilah duel antara ayah dan kekasih, yang menyebabkan sang ayah
terluka parah. Sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya, dia menyumpahi Don
Juan dan berjanji akan balas dendam.







CHRISTOPHER WILLIBALD RITTER von GLUCK
(1714-1787)

Disamping Mozart dan Händel, komposer Jerman Christoph Willibald Ritter von
Gluck (1714-1787) merupakan salah seorang komposer opera yang penting di abad
ke-18. Gluck mereformasi opera Seria yang waktu itu sudah dikenal umum, antara
lain dengan pemisahan yang jelas antara resitatif dan aria dan di era ini
elemen-elemen tersebut mulai terjalin s

[budaya_tionghua] Re: Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. (Was: Apa relevansinya )

2010-02-01 Terurut Topik Erik

Hai, ko Phoeng dan TTM lain! Apa kabar, sudah makan minum?

Soal makan enak bareng kan udah rencana kita dari dulu-dulu. Kalo
sekarang diingatkan lagi sih, saya dukung 100%.

Cuma apakah musti di resto Vegetarian? Terus terang saya kurang simpatik
sama resto Vegetarian yang perlakuan mereka sangat diskriminatif
terhadap konsumen. Bayangkan, jelas-jelas mereka dulu yang menyajikan
daging palsu, eh pada saatnya kita mau bayar dengan uang palsu mereka
tolak. Ini kan tidak adil, masa' cuma mereka saja yang boleh
palsu-palsuan, sedang konsumen tidak boleh! Ha, ha!!

Kita kembali serius, kebetulan sekarang kesempatannya buat matengin
rencana dulu, bung Agung juga sdh berkali-kali nagih janji tuh. Saya
kira sepinya tanggapan rekan-rekan soal makan bareng ini mungkin karena
rencana kita dulu terlalu muluk, pake wisata kuliner seharian penuh
segala, itu mungkin menyeramkan bagi sebagian rekan-rekan. Saya usul
yang sederhana ajalah, pilih hari yang tepat untuk semua, makan siang
atau malam bersama di resto yang Ko Phoeng tentukan. Yang penting bisa
ngumpul dan kopi darat dulu!!

Demikian dari saya. Terima kasih.

Salam,

Erik

\


In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ophoeng opho...@... wrote:
Bung ABS, Bung Erik, Bu Eva dan TTM semuah,
Hai, apakabar? Sudah makan?
Nah, sudah ada persinggungan ttg makan-makan nih, barulah saya berani
ikutan nimbrung barang sepatah kata ya.
Bagaimana kalau perbedaan pendapat barusan diselesaikan saja di depan
meja. makan? Karena beda-beda kedoyanan, bagaimana kalau makannya di
tempat yang 'netral' ajah, yakni di resto vegetarian yang bisa diterima
oleh semua pihak?
Saya sih optional ajah, kalau masih lebih kursinya di meja, boleh juga
ajak saya ikut nimbrung.
Begitu ajah sih, sekedar usul dari pendoyan makan apa ajah asal enak.
Salam makan enak dan sehat,
Ophoeng
BSD City, Tangerang Selatan



Re: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA

2010-02-01 Terurut Topik zhoufy
Wah, babe yg memberangus babe pula yg ngasih bantuan berupa tanah utk 
membangun. Hebat betul! Apa bukan untuk menutup2i dosa di masa lalu setelah 
dilengserkan? Kok kita2 yg pernah menjadi korban mau2nya menjadi tukang rias si 
mayat hidup?

Jika kita manusia yg sadar sejarah, lebih baik dirikan saja museum 
pemberangusan budaya dan pembersihan etnis di taman mini!


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: dkhkwa dkh...@yahoo.com
Date: Mon, 01 Feb 2010 07:51:40 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA



Pa Tjandra,

Yang owe dengar dari “sumber yang bisa dipercaya”, tanah aslinya adalah 1 
ha, “Hebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling besar 
2 ha.” Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan 
sukarela atau paksa “bahkan serah terima juga tak lancar karena harus 
membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy 
juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan 
tsb sekarang terbebaskan.” Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha, apa anehnya? 
Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa berkuasanya menindas 
orang TIONGHOA, untuk “menebus dosa”??? Bukankah kata pepatah, “ada uang, 
ada barang”?

Luasnya yang jau melebihi anjungan dari daerah-daerah lain di Indonesia apa 
tidak dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial? Apalagi bangunan yang 
hendak dibuat adalah “main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada 
pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk 
perayaan Peh Chun).” Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas 
kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia, yang tak asing bagi 
sebagian orang, tapi sesuatu yang benar-benar asing, karena tidak ada di 
Indonesia, yang tukang-tukangnya “diimpor” langsung dari Tiongkok, 
sedangkan anjungan-anjungan lain toch mengambil contoh, misalnya, Keraton 
Yogyakarta yang memang aslinya benar-benar ada di Yogya. “Disain ini bukan 
replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru.” 
Kenapa bersikap “alergi” betul terhadap para tuan tanah atau pejabat 
TIONGHOA, sementara etnis LAIN biasa-biasa saja terhadap para pemimpin seperti 
para raja, sultan atau bupati mereka? 

Ataukah anjungan Tionghoa Indonesia isinya adalah replika Cikim-snia (Kota 
Terlarang) di Pakknia (Beijing), Danau Se’ou (Xihu) di Hangciu (Hangzhou), 
lengkap dengan pohon Yangliu-nya segala, Taman-taman Souciu (Suzhou), Pailau 
(Gerbang) dari Emui (Xiamen), dsb. Kalau orang mau melihat bangunan Tionghoa 
asli di Tiongkok, kenapa mereka harus ke Taman Mini? Kenapa tidak terbang saja 
langsung ke Beijing, Shanghai, Hangzhou, Suzhou, Xiamen, Guangzhou, Shenzhen? 
Di sana malah lebih bagus, bukan tiruan seperti kita, tapi asli loh!!! Yang owe 
tahu, di Shenzhen juga dibikin miniatur seperti di kita, China Folk Cultures 
Village, tapi kan mereka menampilkan beragam bangunan berdasarkan kelompok 
etnik yang memang ADA di Tiongkok, bukan mendisain bangunan-bangunan baru yang 
“ngga karuan juntrungannya”!!! (PCMIIW) Lalu ke mana orang harus pergi bila 
ingin mencari dan mempelajari bangunan ala TIONGHOA INDONESIA, kalau bangunan 
asli yang ada sudah dihancurkan dan replikanya yang dibuat sesuai aslinya pun 
tidak ada? Apakah sejarah dan jatidiri Tionghoa Indonesia mau dihapuskan, 
digantikan dengan sejarah non-Tionghoa Indonesia versi Taman Mini 
yang―lagi-lagi―“ngga karuan juntrungannya”??? 

Owe harep itu perkara tida nanti sampe kajadian pada generatie muda kita sampe 
kapan juga. Muhun maaf seandeh owe punya kata-kata ada yang sala.

Kiongchiu,
DK


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Tjandra Ghozalli ghozalli2...@... 
wrote:

Bab. 1 

Dear members, 

Memang soal sumbangan bukan hal mudah. Historisnya dahulu pa Harto menyerahkan 
lahan TMII kepada pak Tedy hanya 1 ha untuk warga Tionghoa sedang 1 ha lagi utk 
warga India dan 1 ha lagi utk warga Arab. Tetapi dalam perjalanannya lahan 
untuk warga India dan Arab dikembalikan ke pa Harto, karena menurut mereka, 
sulit mendapatkan dana dari warga mereka yang umumnya tidak kompak. Lalu pa 
Harto serahkan semuanya kepada pa Teddy. Entah kenapa pa Tedy terlalu “PD” 
mungkin dianggapnya warga Tionghoa yg populasinya no.3 setelah warga Jawa dan 
Sunda serta terkenal dengan kekompakannya dan suka saling bantu (itu sebabnya 
ada legenda yg menyatakan orang Tionghoa cepat maju karena di antara mereka 
suka saling tolong), ditambah lagi banyak warga Tionghoa sudah berhasil dalam 
bidang usaha - masa sih dalam waktu 6 tahun anjungan tidak jadi? Maka diterima 
semuanya, bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan lahan 
tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga pensiunan 
petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb sekarang 
terbebaskan. Tapi 

RE: [budaya_tionghua] TAHUN MACAN

2010-02-01 Terurut Topik Alim
Thanks FYI

 



From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of Dee Dhee
Sent: Senin, Februari 01, 2010 11:43 AM
To: budaya tionghua
Subject: [budaya_tionghua] TAHUN MACAN

 



[budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA

2010-02-01 Terurut Topik Erik

Sorry, ikut nimbrung ya Vid!

Rupanya pak Tjandra kita belum nangkep suasana batin teman-teman yang
uneg-unegnya sudah panjang lebar ditumpahkan kemarin itu ya?

Apa yang harus dibanggakan, kalau dibilang Anjungan Tionghoa di TMII
luasnya 4,5 ha, sedangkan suku lain cuma 2 ha. Itu khan dibeli dengan
duit dari koceknya para so call Tokoh Tionghoa yang nyatanya adalah
para Konglomerat. Sekarang ribut-ribut kurang duit (dan minta
partisipasi masyarakat Tionghoa) untuk membangun main building, kenapa
tidak minta yayasan TMII aja yang nangani? Nyatanya khan anjungan untuk
suku-suku lain dibangun oleh yayasan!! Kenapa khusus anjungan Tionghoa
mesti bangun sendiri? Apa yang salah? Salah dimana? Jangan-jangan
setelah diusut ternyata adalah SALAH SENDIRI! GOBLOK SENDIRI!!

Pak Tjandra menandaskan (dengan font tebal) bahwa Yang dibangun
bukanlah replika dari gedung bekas kediaman tokoh masyarakat Anu dari
daerah Anu di Indonesia. Ini lagi-lagi kesalah-pahaman pak Tjandra
dengan suara hati teman-teman! Teman-teman bukan menginginkan
dihadirkannya sesuatu yang asli (yang sebelumnya belum pernah ada di
Indonesia), teman-teman justru keberatan kalau GEDUNG ASLI yang sudah
bernilai sejarah dibongkar, dirobohkan dan hanya membuat sekedar
REPLIKAnya saja.

Adapun tentang Gedung Tua, bukanlah sembarang Gedung Tua yang ingin
dilestarikan dan dipertahankan keberadaannya. Tidak semua, karena memang
tidak mungkin dan juga tidak perlu! Yang harus dipertahankan adalah
Gedung Tua yang memiliki nilai sejarah bagi keberadaan, perkembangan dan
perjuangan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Salah satunya adalah Gedung
CANDRA NAYA!

Nilai historis Gedung CANDRA NAYA yang dulunya bernama Gedung Sin Min
Hui bagi masyarakat Tionghoa khususnya dan masyarakat  Indonesia umumnya
kira-kira sebanding dengan Gedung Joang bagi masyarakat Indonesia.
Selain dari segi arsitektur gedung ini terbilang lengkap dan sempurna
dengan gaya Tionghoanya, gedung ini pun adalah bekas tempat tinggal
Mayor Khouw Kim An (mayor Tiongoa terakhir di Indonesia) yang turut
mendirikan THHK (Tiong Hua Hui Koan) dan sekaligus ketua Kongkoan di
awal tahun 1900-an. Setelah perkumpulan Sin Min Hui didirikan, di gedung
ini pula acap digelar pertunjukan kesenian masyarakat Tionghoa (di
samping kesenian Betawi, Sunda dan juga Belanda), juga digedung ini
pernah dipertunjukkan lakon “Kembang Ros Dari Tjikembang”
yang ditonton oleh presiden Soekarno. Dan yang paling tak bisa dilupakan
adalah kejadian pada zaman Gedoran di Tangerang pada tahun 1945-1947.
Dalam kerusuhan anti Tionghoa itu, dipimpin oleh pengurus dan anggota
Sin Min Hui, masyarakat Tionghoa dari Jakarta melakukan evakuasi
terhadap masyarakat Tionghoa di Tangerang dan mengangkut dan
menyelamatkan mereka ke gedung Sin Min Hui (yang kemudian berganti nama
Candra Naya) ini. Walau pun tidak resmi dijadikan secretariat THHK, tapi
di gedung Sin Min HUi (Candra Naya) inilah acap diadakan
pertemuan-pertemuan membahas pergerakan dan kegiatan-kegiatan masyarakat
Tionghoa. Jadi, tak salah jika dikatakan Gedung Candra Naya adalah saksi
bisu bagi peristiwa-peristriwa social-politik dan budaya masyarakat
Tionghoa di Indonesia.

Namun, kemudian oleh masyarakat Tionghoa sendiri yang a-historis, Gedung
bersejarah itu dipindah-tangan ke developer dan (rencananya) dibangun
apartemen yang dilengkapi dengan pusat pertokoan (dan sampai hari ini
blm rampung). Banyak elemen masyarakat Tionghoa yang keberatan dan
melayangkan protes terhadap pengurus Candra Naya dan lembaga-lembaga
lain yang terkait. Namun di tengah perjuangan masyarakat Tionghoa
mempertahankana gedung Candra Naya bersejarah ini, muncul seorang
Brigjen Teddy Yusuf (mengaku dan diakui sebagian orang) tokoh masyarakat
Tionghoa yang menyatakan dukungannya atas pembongkaran gedung Candra
Naya.

Kemudian, entah atas prakarsa siapa dan bagaimana prosesnya (ini pak
Tjandra yang lebih tahu), dicanangkanlah pembangunan Anjungan Tionghoa
di TMII juga oleh paduka yang mulia Brigjen Teddy Yusuf, yang hari ini
oleh Pak Tjandra dihimbau partisipasi kita untuk biaya pembangunannya.

Sikap yang bagaimana lagi yang anda harapkan dari kami pak Tjandra???

Salam,

Erik

\
---


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, dkhkwa dkh...@... wrote:

Pa Tjandra,
Yang owe dengar dari “sumber yang bisa dipercaya”, tanah
aslinya adalah 1 ha, “Hebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha
padahal anjungan lain paling besar 2 ha.” Tapi, karena tanah
selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan sukarela atau paksa
“bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan
lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga
pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka
lahan tsb sekarang terbebaskan.” Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5
ha, apa anehnya? Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang
semasa berkuasanya menindas orang TIONGHOA, untuk “menebus
dosa”??? Bukankah 

[budaya_tionghua] Re: Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. (Was: Apa relevansinya )

2010-02-01 Terurut Topik Ophoeng
Bung Petrus Paryono dan TTM semuah,

Hai, apakabar? Sudah makan?

Hehehe.. bener, memang saya mengutip istilah 'pipa perdamaian' yang biasa 
diedarkan oleh kesatria Indian dalam cerita Winnetou oleh Karl May. Cerita itu 
saya baca ketika masih SMP, tahun 1970-an, dan beberapa adegan masih terbayang 
dengan jelas walau buku yang saya baca itu pelit ilustrasinya - bukan komik.

Tentang apakah 'pipa perdamaian' ini juga dipakai dalam budaya orang-orang 
Tionghua kalau mengadakan ritual perdamaian, saya sendiri ndak jelas. Saya 
pakai istilah itu untuk judul saja, tapi isinya 'kan lebih banyak bicara ttg 
makan-makan-nya tuh, jeh!

Tapi, lepas dari itu, mestinya 'pipa perdamaian' itu adalah simbol yang dipakai 
oleh kaum Indian, karena mereka anggap mengisap pipa berramai-ramai itu 
melambangkan guyub-nya mereka. Sedang di kalangan orang-orang Tionghua, mungkin 
sarana perlambang guyub itu ya makan bareng semeja bunder rame-rame.

Barangkali ada teman-teman lain yang lebih mengerti, sila berbagi ya.

Saya tertarik dengan tradisi 'bakar batu' di Papua yang anda ceritakan, sayang 
kita mesti ke papua sendiri kalau mau ikut menikmati ritual kolosal dan massal 
(melibatkan orang-orang beberapa kampung yang bertikai katanya ya?), kalau anda 
ada punya foto-fotonya, barangkali kami di sini bisa ikut dibagi melihatnya?

Salam makan enak dan sehat,
Ophoeng
BSD City, Tangerang Selatan



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Petrus Paryono petruspary...@... 
wrote:

Dear Ophoeng,
 
seingat yang saya baca dari buku Karl May, ada istilah pipa perdamaian pada 
suku-suku Indian di Amerika ketika mereka menyelesaikan perselisihan.
 
Apakah istilah pipa perdamaian juga dipakai oleh (maaf) orang-orang tionghoa? 
 
Konon di Papua ada istilah bakar batu untuk mengakhiri perang suku. Itu acara 
mamah-mamah, maksudnya makan-makan. Dan yang dimakan adalah sayur-sayuran dan 
daging babi yang 'dipanasi' oleh batu panas yang telah dibakar semalaman.
 
Terima kasih kalo mau memberi pencerahan bagi saya yang tidak memahami Budaya 
Tionghua
 
Salam,
Petrus Paryono
 
 


 

From: Ophoeng opho...@...
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Sun, January 31, 2010 11:54:06 PM
Subject: [budaya_tionghua] Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. (Was: Apa 
relevansinya )
 
   
Bung ABS, Bung Erik, Bu Eva dan TTM semuah,
 
Hai, apakabar? Sudah makan?
 
Nah, sudah ada persinggungan ttg makan-makan nih, barulah saya berani ikutan 
nimbrung barang sepatah kata ya.
 
Bagaimana kalau perbedaan pendapat barusan diselesaikan saja di depan meja. 
makan? Karena beda-beda kedoyanan, bagaimana kalau makannya di tempat yang 
'netral' ajah, yakni di resto vegetarian yang bisa diterima oleh semua pihak?
 
Saya sih optional ajah, kalau masih lebih kursinya di meja, boleh juga ajak 
saya ikut nimbrung.
 
Begitu ajah sih, sekedar usul dari pendoyan makan apa ajah asal enak.
 
Salam makan enak dan sehat,
Ophoeng
BSD City, Tangerang Selatan
 




[budaya_tionghua] Rencana Makan Bareng. (Was: Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. )

2010-02-01 Terurut Topik Ophoeng
Bung Erik dan TTM semuah,

Hai, aakabar? Sudah makan?

Hehehe vegetarian food, tidak mesti bikin dedagingan dari gluten itu. 
Karena prinsip mereka adalah berpantang makan 'daging' dari hewan, kalau tak 
salah. Jadi sesuai namanya 'vegetarian', tentu yang dimakan ya golongan 
sayur-mayur ajah, ndak harus dibuat berbentuk, berroma dan bertektur dedagingan 
yang anda sebut sebagai 'daging palsu' itu, jeh!

Usul saya barusan ttg makan bareng sebagai tanda perdamaian, karena saya kuatir 
ada yang tidak makan daging hewan tertentu, jadi kalau diajak makan vegetarian, 
tentu saja tidak masalah. Rasanya sayur-mayur non daging lebih bisa diterima 
oleh sesiapa saja. Walau melulu berbahan sayur-mayur, kacang-kacangan dan 
jejamuran, di tangan koki yang pro dan ahli, hidangan yang keluar dari dapur 
resto vegetarian juga enak sekali tuh!

Tentang rencana makan bareng. Kalau ndak salah, status terakhir adalah anda 
akan mengkoordinir pendaftarannya, lalu kita tentukan mau makannya yang ala set 
menu masakan Tionghua lengkap (darat, laut dan udara) yang per meja biasanya 10 
orang dan 10 macam menu, atau mau yang bagaimana? Pilihan menu dan resto 
mungkin lebih mudah dibandingkan pendaftarannya, mengkoordinir para pesertanya.

Jadi, kalau bisa, tolong dicatat dulu ajah siapa yang mau ikut serta.

salam makan enak dan sehat,
Ophoeng
BSD City, Tangerang Selatan



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Erik rsn...@... wrote:

 
Hai, ko Phoeng dan TTM lain! Apa kabar, sudah makan minum?
 
Soal makan enak bareng kan udah rencana kita dari dulu-dulu. Kalo
sekarang diingatkan lagi sih, saya dukung 100%.
 
Cuma apakah musti di resto Vegetarian? Terus terang saya kurang simpatik sama 
resto Vegetarian yang perlakuan mereka sangat diskriminatif terhadap konsumen. 
Bayangkan, jelas-jelas mereka dulu yang menyajikan daging palsu, eh pada 
saatnya kita mau bayar dengan uang palsu mereka tolak. Ini kan tidak adil, 
masa' cuma mereka saja yang boleh palsu-palsuan, sedang konsumen tidak boleh! 
Ha, ha!!

Kita kembali serius, kebetulan sekarang kesempatannya buat matengin
rencana dulu, bung Agung juga sdh berkali-kali nagih janji tuh. Saya
kira sepinya tanggapan rekan-rekan soal makan bareng ini mungkin karena rencana 
kita dulu terlalu muluk, pake wisata kuliner seharian penuh segala, itu mungkin 
menyeramkan bagi sebagian rekan-rekan. Saya usul yang sederhana ajalah, pilih 
hari yang tepat untuk semua, makan siang atau malam bersama di resto yang Ko 
Phoeng tentukan. Yang penting bisa ngumpul dan kopi darat dulu!!

Demikian dari saya. Terima kasih.
 
Salam,
 
Erik




[budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA

2010-02-01 Terurut Topik Dipo
Tulisan yang bagus Erik heng.

Saya tambahkan sedikit ya. Sebelum pak Tjandra atau dr Irawan menganggap kalau 
kita ini punya dendam masa lalu atau selalu merenungkan masa lalu saja.

Gedugn CN hanyalah sebuah contoh yang dipakai. Gedung Candra Naya sendiri 
sampai saat ini masih ada, meski dalam kondisi yang menyedihkan. Entah apakah 
pak Tjandra  Dr Irawan mengetahui hal ini. Jadi kalau nama Candra Naya selalu 
disebut2, itu bukan karena dendam masa lalu. 

Selain gedung CN, masih banyak gedung2 lain yang nasibnya tidak kalah 
menyedihkan.

Salam

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Erik rsn...@... wrote:

 
 Sorry, ikut nimbrung ya Vid!
 
 Rupanya pak Tjandra kita belum nangkep suasana batin teman-teman yang
 uneg-unegnya sudah panjang lebar ditumpahkan kemarin itu ya?
 
 Apa yang harus dibanggakan, kalau dibilang Anjungan Tionghoa di TMII
 luasnya 4,5 ha, sedangkan suku lain cuma 2 ha. Itu khan dibeli dengan
 duit dari koceknya para so call Tokoh Tionghoa yang nyatanya adalah
 para Konglomerat. Sekarang ribut-ribut kurang duit (dan minta
 partisipasi masyarakat Tionghoa) untuk membangun main building, kenapa
 tidak minta yayasan TMII aja yang nangani? Nyatanya khan anjungan untuk
 suku-suku lain dibangun oleh yayasan!! Kenapa khusus anjungan Tionghoa
 mesti bangun sendiri? Apa yang salah? Salah dimana? Jangan-jangan
 setelah diusut ternyata adalah SALAH SENDIRI! GOBLOK SENDIRI!!
 
 Pak Tjandra menandaskan (dengan font tebal) bahwa Yang dibangun
 bukanlah replika dari gedung bekas kediaman tokoh masyarakat Anu dari
 daerah Anu di Indonesia. Ini lagi-lagi kesalah-pahaman pak Tjandra
 dengan suara hati teman-teman! Teman-teman bukan menginginkan
 dihadirkannya sesuatu yang asli (yang sebelumnya belum pernah ada di
 Indonesia), teman-teman justru keberatan kalau GEDUNG ASLI yang sudah
 bernilai sejarah dibongkar, dirobohkan dan hanya membuat sekedar
 REPLIKAnya saja.
 
 Adapun tentang Gedung Tua, bukanlah sembarang Gedung Tua yang ingin
 dilestarikan dan dipertahankan keberadaannya. Tidak semua, karena memang
 tidak mungkin dan juga tidak perlu! Yang harus dipertahankan adalah
 Gedung Tua yang memiliki nilai sejarah bagi keberadaan, perkembangan dan
 perjuangan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Salah satunya adalah Gedung
 CANDRA NAYA!
 
 Nilai historis Gedung CANDRA NAYA yang dulunya bernama Gedung Sin Min
 Hui bagi masyarakat Tionghoa khususnya dan masyarakat  Indonesia umumnya
 kira-kira sebanding dengan Gedung Joang bagi masyarakat Indonesia.
 Selain dari segi arsitektur gedung ini terbilang lengkap dan sempurna
 dengan gaya Tionghoanya, gedung ini pun adalah bekas tempat tinggal
 Mayor Khouw Kim An (mayor Tiongoa terakhir di Indonesia) yang turut
 mendirikan THHK (Tiong Hua Hui Koan) dan sekaligus ketua Kongkoan di
 awal tahun 1900-an. Setelah perkumpulan Sin Min Hui didirikan, di gedung
 ini pula acap digelar pertunjukan kesenian masyarakat Tionghoa (di
 samping kesenian Betawi, Sunda dan juga Belanda), juga digedung ini
 pernah dipertunjukkan lakon “Kembang Ros Dari Tjikembang”
 yang ditonton oleh presiden Soekarno. Dan yang paling tak bisa dilupakan
 adalah kejadian pada zaman Gedoran di Tangerang pada tahun 1945-1947.
 Dalam kerusuhan anti Tionghoa itu, dipimpin oleh pengurus dan anggota
 Sin Min Hui, masyarakat Tionghoa dari Jakarta melakukan evakuasi
 terhadap masyarakat Tionghoa di Tangerang dan mengangkut dan
 menyelamatkan mereka ke gedung Sin Min Hui (yang kemudian berganti nama
 Candra Naya) ini. Walau pun tidak resmi dijadikan secretariat THHK, tapi
 di gedung Sin Min HUi (Candra Naya) inilah acap diadakan
 pertemuan-pertemuan membahas pergerakan dan kegiatan-kegiatan masyarakat
 Tionghoa. Jadi, tak salah jika dikatakan Gedung Candra Naya adalah saksi
 bisu bagi peristiwa-peristriwa social-politik dan budaya masyarakat
 Tionghoa di Indonesia.
 
 Namun, kemudian oleh masyarakat Tionghoa sendiri yang a-historis, Gedung
 bersejarah itu dipindah-tangan ke developer dan (rencananya) dibangun
 apartemen yang dilengkapi dengan pusat pertokoan (dan sampai hari ini
 blm rampung). Banyak elemen masyarakat Tionghoa yang keberatan dan
 melayangkan protes terhadap pengurus Candra Naya dan lembaga-lembaga
 lain yang terkait. Namun di tengah perjuangan masyarakat Tionghoa
 mempertahankana gedung Candra Naya bersejarah ini, muncul seorang
 Brigjen Teddy Yusuf (mengaku dan diakui sebagian orang) tokoh masyarakat
 Tionghoa yang menyatakan dukungannya atas pembongkaran gedung Candra
 Naya.
 
 Kemudian, entah atas prakarsa siapa dan bagaimana prosesnya (ini pak
 Tjandra yang lebih tahu), dicanangkanlah pembangunan Anjungan Tionghoa
 di TMII juga oleh paduka yang mulia Brigjen Teddy Yusuf, yang hari ini
 oleh Pak Tjandra dihimbau partisipasi kita untuk biaya pembangunannya.
 
 Sikap yang bagaimana lagi yang anda harapkan dari kami pak Tjandra???
 
 Salam,
 
 Erik
 
 \
 ---
 
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, 

[budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)

2010-02-01 Terurut Topik zhoufy
Sebenarnya saya juga heran, mengapa orang begitu gandrung thd acara newyear 
concertnya vienna symp.orch. Sampai di China muncul show gadungan, dimana 
mereka mendatangkan romb orkes dari viena yg bernama. Symphony Wien, tapi 
diiklankan se akan2 vienna symp. Orch. 

Kalau saya sih lumayan bosan, habis isinya Johan Strauss melulu, kurang greget 
lah.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: Erik rsn...@yahoo.com
Date: Mon, 01 Feb 2010 08:07:46 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu


Wah, surprise tahu koh ABS juga pencinta musik klasik. Bicara dirigen ,
entah mengapa saya tidak simpati sama si gaek Georges Pretre, udah tua
bangka gitu (konon usianya lebih 80 thn?) masih jingkrak-jingkrakan gak
karuan. Lebih berwibawa Zubin Mehta atau Claudio Abado yang
berpenampilan anggun dan tenang.

Kalo gak salah ingat, China Philharmonic juga pernah tampil tak kurang
dari 5 kali di Gedung Emas Wina yang megah itu. Apakah Gedung Ronodipuro
akan semegah yang di Wina itu ya?? Btw, alamat lengkap Gedung Ronodipuro
di mana sih? Tolong diinformasikan donk, siapa tahu sekali-kali ada
kesempatan kita-kita bisa tampil di situ juga.

Salam,

Erik

\
-

  In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh
absa...@... wrote:
Erik-heng, Radetzkymarsch yang setiap tahun selalu dimainkan terakhir di
Neujahrskonzert Wina, sebagai 'bonus' (encore), adalah favorit saya
nomor-1 dari antara ciptaan Johann Strauss (Vater)!

Dan saya selalu turut menepukkan tangan sesuai derap irama mars yang
dipimpinkan oleh dirigen Wiener Philharmoniker (tahun ini: Georges
Prêtre).
  Tetapi tentu saja bertepuk-tangannya bukan di fine dining
restaurant-nya William Wongso, melainkan di depan layar TV ketika acara
itu disiarkan! He he he...

Wasalam.




[budaya_tionghua] Re: Thx - Reinkarnasi

2010-02-01 Terurut Topik Petrus Paryono
Terima kasih atas tanggapan rekan-rekan.

Salam,
Petrus Paryono




From: Tantono Subagyo tant...@gmail.com
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Mon, February 1, 2010 10:21:58 AM
Subject: Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi

  
Sdr Petrus yth,
Tentang reinkarnasi dapat dibaca di http://en.wikipedia .org/wiki/ 
Reincarnation. Salam, Tantono Subagyo


2010/2/1 Petrus Paryono petrusparyono@ yahoo.com

  
Dear milis,
sebelumnya mohon maaf kalau posting ini tidak sesuai dengan Budaya Tionghua, 
karena saya tidak pernah mendapat didikan Budaya Tionghua.


Saya ingin bertanya untuk menambah wawasan saya yang masih sempit:
 
1. agama atau kepercayaan apa saja yang mengakui adanya reinkarnasi?
2. apakah reinkarnasi dapat berakhir?


Atau kalau ada link yang berkaitan dengan reinkarnasi, mohon informasinya.


Terima kasih ya rekan-rekan milis yang baik.


Salam,
Petrus Paryono



-- 
Salam, Tantono Subagyo

 


  

[budaya_tionghua] Re: AYO heritage BUDAYA TIONGHOA. Pasar Baru Jkt. Pst.

2010-02-01 Terurut Topik bebek_ceper
Wah ide yang ok bangetsss..
Saya mau singsingkan kengan baju, bantuin pak Dipo koordinasi.
atau saya yang koordinasi nih?

yuk yuk.. kapan maunya?


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ardian_c ardia...@... wrote:

 yuk sekali2 kita ngecet rumah org
 owe seh mau aje ngecet rumah org apelage yg tua getu asal jgn ngecet rumah 
 setan aje ya 
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ibcindon ibcindon@ wrote:
 
  Ide yang bagus sekali tuh..
  
   
  
  From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of Dipo
  Sent: Saturday, January 30, 2010 6:49 PM
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
  
   
  

  
  Ide yang menarik sekali. Mengenai tempat saya coba cari yang paling
  memungkinkan. Atau dari rekan2 ada ide lokasi yang bisa dibersihkan ? Asal
  jangan gedung di TMII ya. 
  
  Salam
  
  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com
  mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com , ini rico! rico12410@
  wrote:
  
   teman-teman,
   
   menanggapi info dari pak Eddy W.. mungkin akan lebih kongkrit kontribusi
  warga tionghoa, bila beramai-ramai mengunjungi Toko Kompak atau ruko di
  belakang Klenteng Boen Tek Bio.
   Kita undang (atau saweran) tukang untuk perbaikan, sambil bawa beberapa
  ember cat, kuas, amplas, dll. Makanan kecil, minuman ringan sebagai teman
  kerja juga tidak ketinggalan. Sambil gotong royong sederhana, ngobrol
  pengalaman turun temurun.. mestinya akan menyenangkan sekali kita hari itu..
  dan tuan rumah merasa diperhatikan dan dihargai usahanya mempertahankan
  'bangunan cerita' milik mereka itu.
   
   Bagaimana? pak Dipo, mungkin bisa bantu mengkoordinasikan?
   
   salam
   
   
   Posted by: eddy witanto eddypw@ eddypw
   Fri Jan 29, 2010 5:23 am (PST)
   
   
   Toko Kompak di Pasar Baru Jakarta Pusat sudah dalam kondisi
  mengkhawatirkan di dalamnya, bagian belakangnya sudah dalam ambang
  kehancuran. Itu rumah Mayor Tio Tek Ho bukan? Di dalamnya ada rooflight.
   Di belakang Klenteng Boen Tek Bio juga ada rumah-toko yang terbagi atas 3
  blok, blok yg tengah punya rooflight dg sisi berhiaskan cerita klasik
  Tiongkok dengan pecahan keramik dan kayu berukir.
   
   eddypw
  
 





Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi

2010-02-01 Terurut Topik Hendra Bujang
Yang benar apa yah




Best Regards,
Hendra Bujang
Mobile I   : 0878 7828 7808 
Mobile II  : 0856 190 9109 
Knowing Is Not Enough, We Must Apply
Willing Is Not Enough, We Must Do 
 

--- On Mon, 2/1/10, Tono Mandra tonoman...@yahoo.com wrote:


From: Tono Mandra tonoman...@yahoo.com
Subject: Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Monday, February 1, 2010, 12:15 PM


  





salah opinimu bung ..!





From: jackson_yahya@ yahoo.com jackson_yahya@ yahoo.com
To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
Sent: Mon, February 1, 2010 9:45:17 AM
Subject: Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi

  

Yang percaya reinkarnasi agam buddha dan hindu. Reinkarnasi akan berakhir jika 
semua karma sudah terlunasi.

Di kristen juga percaya sebab tuhan yesus adalah allah yang reinkarnasi menjadi 
manusia
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss... 
!


From: Petrus Paryono petrusparyono@ yahoo.com 
Date: Sun, 31 Jan 2010 17:50:35 -0800 (PST)
To: Budaya Tionghoa Grupbudaya_tionghua@ yahoogroups. com
Subject: [budaya_tionghua] Reinkarnasi

  



Dear milis,
sebelumnya mohon maaf kalau posting ini tidak sesuai dengan Budaya Tionghua, 
karena saya tidak pernah mendapat didikan Budaya Tionghua.


Saya ingin bertanya untuk menambah wawasan saya yang masih sempit:
 
1. agama atau kepercayaan apa saja yang mengakui adanya reinkarnasi?
2. apakah reinkarnasi dapat berakhir?


Atau kalau ada link yang berkaitan dengan reinkarnasi, mohon informasinya.


Terima kasih ya rekan-rekan milis yang baik.


Salam,
Petrus Paryono










  

[budaya_tionghua] Re: Reinkarnasi - - Bro Petrus

2010-02-01 Terurut Topik younginheart5000
Petrus Paryono petruspary...@... wrote:


 sebelumnya mohon maaf kalau posting ini tidak sesuai dengan Budaya 
Tionghua, karena saya tidak pernah mendapat didikan Budaya Tionghua..

 
 Saya ingin bertanya untuk menambah wawasan saya yang masih sempit:
  
 1. agama atau kepercayaan apa saja yang mengakui adanya reinkarnasi?
 2. apakah reinkarnasi dapat berakhir?

--


Anda bukan dari keluarga Tionghoa, jadi tak mendapat didikan budaya Tionghoa?   
By the way, apa urusan budaya Tionghoa dengan reinkarnasi?

Untuk info anda (selanjutnya, mohon datang ke vihara untuk memperdalam 
pengetahuan anda, misalnya PusDikLat Buddha, Vihara Avalokitesvara: Jl. Mangga 
Besar 58, Jakarta Barat
Telp. (021) 6294542, 6299551 Fax.(021) 6249984)


Reinkarnasi dalam agama Buddha

Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali 
(Punabbhava). Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus 
menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai tingkat 
kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebut; bila ia 
baik akan terlahir di alam bahagia, bila ia jahat ia akan terlahir di alam yang 
menderitakan. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Garuka Kamma yang artinya 
karma pada detik kematiaannya, bila pada saat ia meninggal dia berpikiran baik 
maka ia akan lahir di alam yang berbahagia, namun sebaliknya ia akan terlahir 
di alam yang menderitakan, sehingga segala sesuatu tergantung dari karma 
masing-masing. Umat Buddhist tak menggunakan konsep re-inkarnasi, yang hanya 
dikenal dalam agama Hindu.

Reinkarnasi dalam Hindu

Dalam agama Hindu, filsafat reinkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar 
terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap nasib yang 
sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus reinkarnasi, maka 
hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil perbuatan yang 
buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Dalam 
filsafat Hindu dan Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan untuk 
menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi apabila manusia 
tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi sehingga tidak 
pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya

Dalam filsafat agama Hindu, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung 
hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Pada saat manusia hidup, 
mereka banyak melakukan perbuatan dan selalu membuahkan hasil yang setimpal. 
Jika manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka 
mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka 
dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati 
hasil perbuatannya yang belum sempat dinikmati. Selain diberi kesempatan 
menikmati, manusia juga diberi kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya 
(kualitas).

Jadi, lahir kembali berarti lahir untuk menanggung hasil perbuatan yang sudah 
dilakukan. Dalam filsafat ini, bisa dikatakan bahwa manusia dapat menentukan 
baik-buruk nasib yang ditanggungnya pada kehidupan yang selanjutnya. Ajaran ini 
juga memberi optimisme kepada manusia. Bahwa semua perbuatannya akan 
mendatangkan hasil, yang akan dinikmatinya sendiri, bukan orang lain.

Yang bisa berinkarnasi itu bukanlah hanya jiwa manusia saja. Semua jiwa mahluk 
hidup memiliki kesempatan untuk berinkarnasi dengan tujuan sebagaimana di atas 
(menikmati hasil perbuatannya di masa lalu dan memperbaiki kulaitas hidupnya).

Proses reinkarnasi

Pada saat jiwa lahir kembali, roh yang utama kekal namun raga kasarlah yang 
rusak, sehingga roh harus berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil 
perbuatannya. Pada saat memasuki badan yang baru, roh yang utama membawa hasil 
perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu, yang mengakibatkan baik-buruk 
nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat 
kehidupannya yang terdahulu agar tidak mengenang duka yang bertumpuk-tumpuk di 
kehidupan lampau. Sebelum mereka bereinkarnasi, biasanya jiwa pergi ke surga 
atau ke neraka.

Dalam filsafat agama yang menganut faham reinkarnasi, neraka dan sorga adalah 
suatu tempat persinggahan sementara sebelum jiwa memasuki badan yang baru. 
Neraka merupakan suatu pengadilan agar jiwa lahir kembali ke badan yang sesuai 
dengan hasil perbuatannya dahulu. Dalam hal ini, manusia bisa bereinkarnasi 
menjadi makhluk berderajat rendah seperti hewan, dan sebaliknya hewan mampu 
bereinkarnasi menjadi manusia setelah mengalami kehidupan sebagai hewan selama 
ratusan, bahkan ribuan tahun. Sidang neraka juga memutuskan apakah suatu jiwa 
harus lahir di badan yang cacat atau tidak.

Akhir proses reinkarnasi

Selama jiwa masih terikat pada hasil perbuatannya yang terdahulu, maka ia tidak 
akan mencapai kebahagiaan yang tertinggi, yakni lepas dari siklus reinkarnasi. 
Maka, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi tersebut, roh yang utama melalui 
badan 

Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi

2010-02-01 Terurut Topik Hendra Bujang





Best Regards,
Hendra Bujang
Mobile I   : 0878 7828 7808 
Mobile II  : 0856 190 9109 
Knowing Is Not Enough, We Must Apply
Willing Is Not Enough, We Must Do 
 

--- On Mon, 2/1/10, ANDREAS MIHARDJA mihar...@pacbell.net wrote:


From: ANDREAS MIHARDJA mihar...@pacbell.net
Subject: Re: [budaya_tionghua] Reinkarnasi
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Monday, February 1, 2010, 11:18 AM


  








Reincarnation believe asalnya jauh sebelum adanya agama judaism 
Reincarnation diketemukan didalam kepercayaan agama Persia, Sumeri, 
Acadia, Phoenicia dan yg kemudian jaman sebelum Jesus diambil oleh agama 
zoroastren. Sewaktu jaman Jesus kaum pharisee percaya adanya reincarnasi - yg 
mereka ambil pengetahuannya dari doctrine agama mereka .
Doctrine reincarnatie sampai 553 CE masih dipercaya didalam secret teachings 
dari Jesus - Setelah thn 553 ini dilarang utk dipercaya oleh gereja kristen 
dari Roma yg rupanya dipengaruhi oleh agama animisme dari Europa utara.  
Pelarangan ini ditentukan juga utk ajaran gnostic, agama judaism.   Siapa yg 
melanggar -dihukum mati- Ini adalah waktunya dimana agama kristen menyebar 
ke arah timur sampai ke China.

Jadi dgn lain perkataan juga agama kristen percaya adanya reincarnasi. Kapan 
akan direincarnasi tergantung dari keinginan para individue. Reincarnasi 
didalam agama kristen setelah 553 diganti dgn doctrine resurection atau hidup 
kembali setelah katanya Jesus kembali.  Ini kepercayaan sebetulnya diambil oleh 
ajaran agama mesir kuno yg dibawa oleh Mozes atau Musa kenegara Kanaan --- 
tetapi ajaran aslinya dari agama yahudi dinegara Kanaan dipengaruhi oleh agama 
Persia dan hasilnya saya sudah tulis.Utk yg beragama kristen yg pecah dari 
agama Roma dlm abad ke15 - oleh karena kepercayaan mereka berdasarkan pentasoli 
-
doctrine reincarnasi hilang. Tetapi utk yg beragama catholic [incl yg orthodox] 
ini ajaran masih dipakai.  Percaya atau tidaknya tergantung para individue.
Cycle reincarnasi dpt diputuskan oleh kesucian para individue.
 
Oleh karena agama Hindu asalnya dari agama Persia purwa   ingat buku suci 
mereka Ramayan dan Mahabharat. - maka orang Hindu percaya Reincarnasi.
Agama budhism yg asalnya dari agama Hindu juga percaya doctrine ini. Sisanya 
kalian bisa ambil kesimpulan sendiri. 
 
Andreas
 
 
 
 
--- On Sun, 1/31/10, Petrus Paryono petrusparyono@ yahoo.com wrote:


From: Petrus Paryono petrusparyono@ yahoo.com
Subject: [budaya_tionghua] Reinkarnasi
To: Budaya Tionghoa Grup budaya_tionghua@ yahoogroups. com
Date: Sunday, January 31, 2010, 5:50 PM






Dear milis,
sebelumnya mohon maaf kalau posting ini tidak sesuai dengan Budaya Tionghua, 
karena saya tidak pernah mendapat didikan Budaya Tionghua.


Saya ingin bertanya untuk menambah wawasan saya yang masih sempit:
 
1. agama atau kepercayaan apa saja yang mengakui adanya reinkarnasi?
2. apakah reinkarnasi dapat berakhir?


Atau kalau ada link yang berkaitan dengan reinkarnasi, mohon informasinya.


Terima kasih ya rekan-rekan milis yang baik.


Salam,
Petrus Paryono












  

Re: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)

2010-02-01 Terurut Topik Akhmad Bukhari Saleh
Sebetulnya bukan masalah Johan Strauss melulu, Zhou-heng
New year concert Wina memang di-design hanya untuk memainkan komposisi keluarga 
Strauss (bapak, anak dan saudara-saudara). Jadi biar sudah hampir seratus 
tahun, ya memang Strauss melulu.

Untuk komponis lain, ada acara lain. Yang tentunya boleh saja kita 'langganani' 
nontonnya kalau kita berminat, seperti halnya fans Straus 'melangganani' new 
year concert ini.

Di samping itu, jangan lupa Strauss kan orang Austria, jadi mereka di sana 
tidak pernah bosan akan dia, seperti halnya kita tidak pernah bosan akan Ismail 
Marzuki.

Soal show gadungan di RRT (jangan 'China' ah...), kalau yang didatangkan ke 
Tiongkok itu memang betulan ansamble musik dari Austria, menurut saya itu bukan 
gadungan. Karena di Austria ada banyak group musik yang beda mutunya 11-12 saja 
dengan Wiener Philharmonik (pengisi acara new year concert).
Kecuali tentunya kalau memang 100% diaku-aku sebagai Wiener Philharmonik 
padahalnya bukan.

Tapi... ini sudah tidak ada hubungannya dengan budaya tionghoa ah!
Jadi soal ini kita cukupkan sajalah sampai di sini.


Kecuali saya hanya ingin menambahkan bahwa di RRT ada ratusan ribu pemain musik 
Barat klasik dengan mutu tidak terlalu jauh di bawah musisi klasik Eropa.

Begitu juga penari ballet klasiknya.
Antara lain, tempo hari saya pernah mengemukakan di milis ini tentang penari 
ballet yang cacat.


Sementara itu bicara tentang gedung konser, dari Zhou-heng saya ingin tahu 
komentarnya tentang gedung Aula Simfonia Jakarta yang di Kemayoran itu.

Walau tidak disebutkan terang-terangan, tetapi kalau kita lihat yang biasa 
perform di situ, seperti Stephen Tong, Jahja Ling, Jessie Chang, Billy 
Kristanto, Huang Wei, Chen Yong Chen, boleh dibilang ini gedung konser-nya 
teman-teman suku tionghoa. Namun kalau dari segi itu lalu kita lihat gaya 
arsitektur gedungnya, wah, maaf, kampungan abis...

Wasalam.

= 

  - Original Message - 
  From: zho...@yahoo.com 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, February 01, 2010 8:42 PM
  Subject: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)



  Sebenarnya saya juga heran, mengapa orang begitu gandrung thd acara newyear 
concertnya vienna symp.orch. Sampai di China muncul show gadungan, dimana 
mereka mendatangkan romb orkes dari viena yg bernama. Symphony Wien, tapi 
diiklankan se akan2 vienna symp. Orch. 

  Kalau saya sih lumayan bosan, habis isinya Johan Strauss melulu, kurang 
greget lah. 

  Sent from my BlackBerry®
  powered by Sinyal Kuat INDOSAT


--

  From: Erik rsn...@yahoo.com 
  Date: Mon, 01 Feb 2010 08:07:46 -
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  Subject: Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu


  Wah, surprise tahu koh ABS juga pencinta musik klasik. Bicara dirigen , entah 
mengapa saya tidak simpati sama si gaek Georges Pretre, udah tua bangka gitu 
(konon usianya lebih 80 thn?) masih jingkrak-jingkrakan gak karuan. Lebih 
berwibawa Zubin Mehta atau Claudio Abado yang berpenampilan anggun dan tenang.

  Kalo gak salah ingat, China Philharmonic juga pernah tampil tak kurang dari 5 
kali di Gedung Emas Wina yang megah itu. Apakah Gedung Ronodipuro akan semegah 
yang di Wina itu ya?? Btw, alamat lengkap Gedung Ronodipuro di mana sih? Tolong 
diinformasikan donk, siapa tahu sekali-kali ada kesempatan kita-kita bisa 
tampil di situ juga. 

  Salam,

  Erik

  

   In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@... 
wrote:


  Erik-heng, Radetzkymarsch yang setiap tahun selalu dimainkan terakhir di 
Neujahrskonzert Wina, sebagai 'bonus' (encore), adalah favorit saya nomor-1 
dari antara ciptaan Johann Strauss (Vater)!

  Dan saya selalu turut menepukkan tangan sesuai derap irama mars yang 
dipimpinkan oleh dirigen Wiener Philharmoniker (tahun ini: Georges Prêtre).
   Tetapi tentu saja bertepuk-tangannya bukan di fine dining restaurant-nya 
William Wongso, melainkan di depan layar TV ketika acara itu disiarkan! He he 
he...
   
  Wasalam.



  


Re: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)

2010-02-01 Terurut Topik zhoufy
Saya pernah nonton pertunjukan orkestra di vienna, diadakan di salah satu 
gedung ex kompleks istana. Untungnya mainnya mozart. Dan setelah saya 
perhatikan, gedung2 pertunjukan musik disana kebanyakan diadakan di gedung2 
kuno yg sebenarnya bukan khusus didisain utk pertunjukan musik. Akustiknya ya 
alakadarnya. Hanya mungkin saja suasana klasiknya itu yg bikin orang demen, se 
akan2 hidup di zaman strauss.

Untuk saat sekarang, bakat2 bermusik memang banyak dilahirkan di RRT. Disana 
bermunculan bocah2 ajaib yg bergantian menggondol gelar juara kontes 
internasional. Seperti Lang Lang, Li Yunti dll. Ini bisa dimaklumi, karena di 
sana para orang tua di kota2 besar gandrung mengirim anak2nya les piano. 
Prosentasenya melebihi dunia barat. Untuk komponisnya, yg diakui dunia 
internasional adalah Tan Dun, yg menggubah musik opera Kaisar Qin di Newyork, 
juga penata musik Craugcing tiger nya Ang Lee. Dia pernah diundang utk mengisi 
acara tahunan pekan komponis dunia di swedia(setahun satu komponis).

gedungnya stephen Tong di kemayoran memang parah. Karena dia ini paling 
gandrung arsitektur imitasi. Di malang dia sempat membuat miniatur sydney opera 
house di atas atap bangunan empat lantai! Sekarang dia ingin memindahkan roma 
ke kemayoran rupanya. Dia sebagai pendeta, tapi tak menunjukkan kerendahan 
hati. Tdk paham arsitektur tapi nekad, tak mau berguru pada arsitek 
profesional, malah mendikte.


 
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: Akhmad Bukhari Saleh absa...@indo.net.id
Date: Mon, 1 Feb 2010 22:21:45 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: Re: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)

Sebetulnya bukan masalah Johan Strauss melulu, Zhou-heng
New year concert Wina memang di-design hanya untuk memainkan komposisi keluarga 
Strauss (bapak, anak dan saudara-saudara). Jadi biar sudah hampir seratus 
tahun, ya memang Strauss melulu.

Untuk komponis lain, ada acara lain. Yang tentunya boleh saja kita 'langganani' 
nontonnya kalau kita berminat, seperti halnya fans Straus 'melangganani' new 
year concert ini.

Di samping itu, jangan lupa Strauss kan orang Austria, jadi mereka di sana 
tidak pernah bosan akan dia, seperti halnya kita tidak pernah bosan akan Ismail 
Marzuki.

Soal show gadungan di RRT (jangan 'China' ah...), kalau yang didatangkan ke 
Tiongkok itu memang betulan ansamble musik dari Austria, menurut saya itu bukan 
gadungan. Karena di Austria ada banyak group musik yang beda mutunya 11-12 saja 
dengan Wiener Philharmonik (pengisi acara new year concert).
Kecuali tentunya kalau memang 100% diaku-aku sebagai Wiener Philharmonik 
padahalnya bukan.

Tapi... ini sudah tidak ada hubungannya dengan budaya tionghoa ah!
Jadi soal ini kita cukupkan sajalah sampai di sini.


Kecuali saya hanya ingin menambahkan bahwa di RRT ada ratusan ribu pemain musik 
Barat klasik dengan mutu tidak terlalu jauh di bawah musisi klasik Eropa.

Begitu juga penari ballet klasiknya.
Antara lain, tempo hari saya pernah mengemukakan di milis ini tentang penari 
ballet yang cacat.


Sementara itu bicara tentang gedung konser, dari Zhou-heng saya ingin tahu 
komentarnya tentang gedung Aula Simfonia Jakarta yang di Kemayoran itu.

Walau tidak disebutkan terang-terangan, tetapi kalau kita lihat yang biasa 
perform di situ, seperti Stephen Tong, Jahja Ling, Jessie Chang, Billy 
Kristanto, Huang Wei, Chen Yong Chen, boleh dibilang ini gedung konser-nya 
teman-teman suku tionghoa. Namun kalau dari segi itu lalu kita lihat gaya 
arsitektur gedungnya, wah, maaf, kampungan abis...

Wasalam.

= 

  - Original Message - 
  From: zho...@yahoo.com 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, February 01, 2010 8:42 PM
  Subject: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)



  Sebenarnya saya juga heran, mengapa orang begitu gandrung thd acara newyear 
concertnya vienna symp.orch. Sampai di China muncul show gadungan, dimana 
mereka mendatangkan romb orkes dari viena yg bernama. Symphony Wien, tapi 
diiklankan se akan2 vienna symp. Orch. 

  Kalau saya sih lumayan bosan, habis isinya Johan Strauss melulu, kurang 
greget lah. 

  Sent from my BlackBerry®
  powered by Sinyal Kuat INDOSAT


--

  From: Erik rsn...@yahoo.com 
  Date: Mon, 01 Feb 2010 08:07:46 -
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  Subject: Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu


  Wah, surprise tahu koh ABS juga pencinta musik klasik. Bicara dirigen , entah 
mengapa saya tidak simpati sama si gaek Georges Pretre, udah tua bangka gitu 
(konon usianya lebih 80 thn?) masih jingkrak-jingkrakan gak karuan. Lebih 
berwibawa Zubin Mehta atau Claudio Abado yang berpenampilan anggun dan tenang.

  Kalo gak salah ingat, China Philharmonic juga pernah tampil tak kurang dari 5 
kali di Gedung Emas Wina yang megah itu. Apakah Gedung 

Re: Bls: [budaya_tionghua] Roh Bangunan Tua. (Was: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA)

2010-02-01 Terurut Topik sumamihardja
Salah satu penjagaan bangunan tua yang terakhir saya ikuti adalah pembongkaran 
rumah warisan Oey Djie San (warisan pula dari Oey Giok Koen) di Tangerang 
(sebelumnya antara lain makam Souw Beng Kong di Pangeran Jayakarta, kemudian 
Kelenteng Talang di Cirebon dan Kelenteng Tanjung Kait di Mauk). Saya pernah 
ikut rapat di rumah seorang yang dikenal berinisial BL yang kelihatannya 
ditugasi oleh JSC (seorang hartawan, bapak dari seorang anak yang kuliah di LN 
yang kabarnya tertarik dengan arsitektur gedung tersebut) untuk mendengarkan 
masukan mengenai rencana pembongkaran rumah tadi.

Dalam rapat tersebut, saya sudah melontarkan gagasan untuk mendirikan sebuah 
yayasan atau perkumpulan demi menyelamatkan gedung tadi dengan pertimbangan 
bahwa ada keterhubungan antara sisi historis dengan lokasinya, sekaligus untuk 
mengantisipasi hubungan di antara dana perawatan dengan tanggung jawab 
pengurusannya (karena kalau kepemilikan orang kaya tunggal saja, tidak ada 
jaminan bahwa kepentingan pribadi dirinya atau anak-anaknya akan dibatasi, sama 
seperti kejadian di rumah keluarga Souw yang sedikit sayapnya sudah diubah 
menjadi ruang praktek dokter). Sayangnya, meskipun BL ini mengaku sebagai bekas 
kontributor UNESCO di Asia Tenggara, kelihatannya misi untuk memenuhi keinginan 
JSC lebih kuat, apalagi dalihnya adalah bahwa gedung itu belum dijadikan benda 
CB. Jadinya pada saat itu hanya dijanjikan bahwa si pemilik akan memindahkan 
gedung tadi ke tempat yang cocok dan merawatnya. Pada saat itu saya sudah 
pesimis dengan janji tadi dan karenanya meminta BL untuk memberitahu si pemilik 
tadi mengenai desakan saya itu. Ternyata tidak ada kabar lebih lanjut. Setelah 
itu (tahun 2009 awal), akhirnya rumah tadi benar-benar dirobohkan dan kemudian 
dibangun McDonald. Yang membuat saya lebih pesimis adalah bahwa meskipun banyak 
pemerhati yang peduli, namun yang cuma pengen tahu atau mendompleng justru 
lebih banyak. Buktinya, ada beberapa organisasi pemuda Tionghoa yang ikut, tapi 
ternyata ada embel-embel politiknya (buat pemilu 2009). Kalau memanfaatkan 
momen pemilu untuk mengajak kepedulian tokoh politik (waktu itu sampai nama JK 
mau dibawa ke sana) menyelamatkan gedung sih oke-oke aja, tapi begitu yang 
mempergunakan peristiwa pembongkaran gedung itu adalah peserta gerakan untuk 
mendukung kepentingan pribadinya, yaaa, kacian. 

Yang lebih kacau lagi, ternyata ada sejumlah orang Tionghoa Tangerang yang 
sering disebut sebagai tokoh budaya justru terlibat atau setidaknya 
melegitimasi pembongkaran tadi. Entah janji-janji macam apa lagi yang sudah 
dilontarkan oleh pihak pembeli, arsiteknya dan juga pemborong pembongkaran 
tadi. Yang pasti, jejak janji itu tidak ada yang menagihnya hingga sekarang. 
Apalagi, berdasarkan kejadian yang lalu-lalu, orang Tionghoa di sini juga suka 
banyak janji, tapi menutupi niatan pribadinya. Inilah yang sangat menyedihkan. 

Berdasarkan hal-hal tersebut dan pengalaman saya yang juga banyak menghadapi 
ketidakberdayaan masyarakat dalam bersikap, salah satu kendala terbesarnya 
adalah adanya motifasi berbeda antara orang Tionghoa kaya dengan orang Tionghoa 
berbudaya. Ornag Tionghoa kaya pada saat ini cenderung tidak menjunjung 
apresiasi budaya, sementara orang Tionghoa berbudaya, jarang yang cukup berada 
untuk menunjang proses kegiatan budaya yang bukan artifisial. Kalau kedua kutub 
ini bisa dijembatani, satu masalah sudah bisa diatasi. 

Mengenai kenapa gedung tertentu yang dipilih, tentunya melihat dari sisi 
arsitekturnya, keunikannya, sejarahnya dan juga aspek-aspek budaya yang melekat 
pada gedung itu. Bahwa ada gedung biasa yang bisa menjadi cagar budaya, hal 
itu tentu ada, misalnya rumah sederhana milik seorang peranakan Tionghoa di 
daerah Kedaung. Namun tentu saja, tidak semua gedung biasa bisa menjadi obyek 
cagar budaya. Salah satu pertimbangannya adalah keotentikan arsitektur (dalam 
hal ini adalah rumah peranakan), usianya dan kesejarahan apa yang mau 
diperlihatkan di sana. Kalau rumah itu rumah biasa dalam pengertian tidak ada 
unsur sejarah, keunikan atau pelekatan budaya di dalamnya, ya, itu baru sekedar 
rumah biasa yang kita juga bisa bikiun kapan saja. Sayangnya dari pendataan 
yang saya lakukan di daerah kota, sebagian dari rumah biasa yang dijadikan 
cagar budaya oleh Pemda DKI justru sudah berubah fungsi atau setidaknya 
tetrjadi penambahan/perubahan bentuk bangunan sehingga mengurangi keotentikan 
yang menjadikannya benda cagar budaya. Kan lucu kalau atap rumahnya masih 
menggunakan pelana abad ke-19, bawahnya justru sudah beton dengan welding door 
dan tralis demi mengurangi resiko Mei 98.

Dalam hal ini, pemerintah memang harus menjalankan fungsinya sebagai pendata, 
penata dan perawat benda-benda cagar budaya sebagaimana diamanatkan padanya 
berdasarkan UU.

Terhadap pertanyaan apakah pemiliknya bisa dibenarkan melakukan perubahan itu, 
itu memang suulit. Di satu sisi saya menyadari bahwa biaya perawatan 
gedung-geduung kuno itu adalah mahal 

[budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)

2010-02-01 Terurut Topik sumamihardja
Hehehe, kayaknya ko ZFY bukan penggemar musik bule nih. Saya menggemari juga 
dan sedikit banyak kolektor musik klasik, baik opera klasik Tionghoa, instrumen 
Tionghoa, lagu daerah, opera seriosa Barat dan juga simponi Barat, khususnya 
mazhab Rococco. Ada kekuatan dan kekurangan masing-masing aliran, tapi yang 
saya rasakan, musik bisa memberikan inspirasi jiwa. Entah mengapa, telinga saya 
mungkin kurang hi-fi, atau memang begitulah perkembangan dinamika musik, musik 
jaman sekarang serasa kurang merasuk dan lebih banyak bermain dengan variasi 
ritmik yang meskipun menggebu-gebu, tapi lebih di kulit dan di jantung 
ketimbang di hati dan pikiran. 

Btw, yang dimainkan dalam NYC sebenarnya bukan cuma dari Johann Strauss 
(apalagi ada si Sr. dan si Jr.). Selain itu  ada Eduard Staruss, Joseph Strauss 
yang meskipun kadang diklasifikasikan punya sejumlah persamaan (kecuali Richard 
Strauss yang memang tidak ada pertalian dengan Strauss masa Roccoco ini), namun 
perbedaannya juga banyak. Misalnya Joseph sering memainkan Polka, sementara 
kakaknya, si Jr lebih ke arah Waltz. Radetsky March sendiri selalu dimainkan 
sebagai tanda penutup simponi, oleh karena itu, iramanya juga cocok, yaitu agar 
orang mulai bergerakuntuk pulang. hehehehe. Begitu mendengar lagu 
ini dimainkan, orang sudah tahu dan tidak akan minta more, more, karena 
artinya sudah tanda bubaran.

Sependalaman saya dalam konser tahun baru VPO, ada juga beberapa pemusik lain 
yang diangkat lagunya dalam tradisi Wina-Austria-Prusia (bahkan meskipun 
kabarnya ada perseteruan dalam hidupnya dengan anggota keluarga Strauss), 
misalnya Emil Waldteuffel, Franz Lehnar dan sebagainya. Malahan, ketika 
konduktornya bukan dari tradisi Austria-Jerman, ada upaya untuk memberikan 
sentuhan musik dari luar rumpun tadi. Jadi, sebenarnya variasinya cukup banyak, 
meskipun bagi yang tidak begitu mendalami musik klasik, nadanya kesannya cuma 
ngik-ngok-ngik-ngok saja (yang kata Soekarno musik dansa-dansi sebagai warna 
dominan dari walsa). 

Dalam kaitannya dengan BT, ada sejumlah kalangan Tionghoa yang memainkan musik 
klasik Barat dan dikenal luas di jagat Barat. Bagi saya, kehadiran mereka cukup 
penting menjadi jembatan budaya, meskipun ada juga yang tulen menjadi pemusik 
Barat. Ada sejumlah nama yang memasukkan juga instrumen Timur dalam orkesnya, 
bahkan dalam bentuk orkes kamar. Penampilan 12 Gadis yang terkesan diinspirasi 
oleh model Simponi juga merupakan sebuah upaya promosi yang menarik, mengingat 
pada akhirnya kalangan ortodoks klasik Barat juga tertarik untuk mendengarkan 
Simponi ala Tionghoa tersebut dan memberikan apresiasi yang luar biasa juga.

Dalam sepuluh tahun belakangan ini, pertukaran musik dan permainan bersama 
dengan ensemble campuran Timur dan Barat serta alat-alat gabungan, mulai 
ditingkatkan. Sebagian alat musik Tionghoa sendiri terinspirasi atau bahkan 
diadaptasi dari alat musik kelompok bangsa yang lain seperti misalnya Pipa 
(seperti mandolin dengan bentuk yang menyerupai bawang dibelah) atau ensemble 
dengan nada diatonis. Sebaliknya, saat ini juga pemusik di Barat berkenalan dan 
antusias mempergunakan yangqin dan tambur.

Kalangan pendidik Tionghoa sendiri sering mempergunakan musik sebagai salah 
satu medium untuk memusatkan konsentrasi dan kemampuuan berpikir. Makanya 
dahulu, musik juga menjadi salah satu keahlian yang diperlukan untuk mendidik 
rakyat. Hanya masalahanya, musik yang mana dan lirik yang seperti apa. Dalam 
pendengaran saya, musik klasik model walsa ini (tentunya jangan terpikir ngeres 
untuk melihat dansa-dansi panas atau apriori bahwa akan terjadi affair 
akibatnya) juga punya pengaruh yang cukup baik bagi perkembangan jiwa seseorang.


Hal yang dapat diketahui tentang musik ialah: pada permulaannya suara harus 
cocok. Selanjutnya suara musik itu harmonis meninggi dan menurun 
terputus-putus, demikian seterusnya sampai selesai.

Suma Mihardja





--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:

 Sebenarnya saya juga heran, mengapa orang begitu gandrung thd acara newyear 
 concertnya vienna symp.orch. Sampai di China muncul show gadungan, dimana 
 mereka mendatangkan romb orkes dari viena yg bernama. Symphony Wien, tapi 
 diiklankan se akan2 vienna symp. Orch. 
 
 Kalau saya sih lumayan bosan, habis isinya Johan Strauss melulu, kurang 
 greget lah.
 Sent from my BlackBerry®
 powered by Sinyal Kuat INDOSAT
 
 -Original Message-
 From: Erik rsn...@...
 Date: Mon, 01 Feb 2010 08:07:46 
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Subject: Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu
 
 
 Wah, surprise tahu koh ABS juga pencinta musik klasik. Bicara dirigen ,
 entah mengapa saya tidak simpati sama si gaek Georges Pretre, udah tua
 bangka gitu (konon usianya lebih 80 thn?) masih jingkrak-jingkrakan gak
 karuan. Lebih berwibawa Zubin Mehta atau Claudio Abado yang
 berpenampilan anggun dan tenang.
 
 Kalo gak salah ingat, China Philharmonic juga pernah tampil tak 

[budaya_tionghua] Re: AYO heritage BUDAYA TIONGHOA. Pasar Baru Jkt. Pst.

2010-02-01 Terurut Topik sumamihardja
Semangat boleh tinggi, tapi harus terkendali dan hati-hati. Membereskan 
bangunan tua tidak semudah kelihatannya. Ada teknik konservasi yang harus 
dipersiapkan, selain dari pendekatan kepada yang empunya!!!

Kalau tidak, tindakan ini hanya sekedar euphoria, dan takutnya layu sebelum 
berkembang. Jauh lebih baik untuk mengetahui keinginan dari si penghuni. Anda 
bisa bayangkan kalau tiba-tiba anda datang dalam jumlah besar dan memancing 
keributan dengan si pemiliknya. Kita ini mau peduli dengan budaya atau mau 
membuat ribut? Kalau info soal gedung kuno yang rusak sih saya juga punya 
banyak, tapi pernahkan anda bicara dengan pemiliknya? Kita juga punya sopan 
santun. Kalau pemiliknya keberatan karena ada alasan historis atau ada hal 
lain, kita harus mendengarkannya juga. 

Sebagai contoh, rumah yang di Tangerang itu bukan terbengkalai, cuma ada 
kesulitan untuk memberbaiki bagian atapnya karena kayu tua. Memangnya anda bisa 
naik-naik ke atas untuk membersihkan tanpa menimbulkan kerusakan di sana sini? 
Yang diperlukan sejumlah rumah adalah renovasi total. Masalahnya, yang banyak 
dibutuhkan adalah biaya yang besar dan teknik konservasi yang benar. Rumah 
semacam itu juga masih banyak, dan karenanya saya justru mendorong untuk 
meluaskan pandangan kita dulu agar lebih optimal dalam bertindak.

Sewaktu saya di Tangerang, saya sudah melihat adanya bos tanah yang hobi 
membeli rumah-rumah tua di sana untuk sarang walet. Salah satu yang saya tidak 
sempat ketahui duluan adalah pembongkaran rumah di depan Boen Tek Bio yang 
sebenarnya masih berarsitektur tua dan menggunakan bahan-bahan kualitas atas 
(semisal kusen berukuran paha gajah, atap pelana dan gembyok istimewa). Dari 
pengalaman itu, biasanya pemilik senang dengan perhatian, tapi apa yang 
dibutuhkannya seringkali berbeda dengan pemahaman kita. Selain itu, faktor 
bos tanah yang potensial menghasut (karena dia berminat membeli) juga harus 
diperhatikan karena potensial menjadi penghalang besar, bahkan penjegal upaya 
konservasi.

Setelah ijin didapat dan dana yang cukup diperoleh, saya sih tegaskan, bukan 
anda yang akan memperbaikinya (maaf bila anda ternyata adalah tukang kayu, 
tukang cat atau tukang tembok kuno berpengalaman). Perbaikan atau perawatan 
perlu dikerjakan oleh tukang yang mengerti sistem bangunan bersangkutan, 
ditambah ahli material untuk menyesuaikannya dengan bahan aslinya. Sudah itupun 
harus ada dokumentasi yang akurat dan teknik pengukuran yang benar pula. 
Terkadang karena alasan praktis, ada beberapa perubahan minor yang dilakukan 
pemilik untuk menghindari kerusakan (misalnya penyemenan kayu yang miring 
sehingga berkesan kayunya miring, padahal sebenarnya kayunya harusnya tegak, 
dsb), dan itu perlu dikoreksi oleh arsitek Tionghoa archaic yang beneran (bukan 
yang cuma tahu dari ceritaan atau sekedar mengaku lulusan arsitektur 
Universitas di Grogol sana, mentang-mentang mayoritas dosennya Tionghoa). 

Jadi dalam hal ini, lebih baik kalau pembicaraan dilakukan oleh delegasi yang 
memahami masalah budaya Tionghoa, situasi sosial kenegaraan dan sekaligus paham 
teknik konservasinya. Sebagai iluustrasi, saya sendiri mendalami konstruksi 
kayu dan ukiran, namun tetap perlu orang yang mendalami teknik pengecatan 
konstruksi ukiran (bukan teori, tapi ahli cat; jangan sampai ukirannya justru 
tertutup cat atau diberi warna yang salah).

Saya tidak hendak merendahkan semangat, namun pembicaraan harus dilakukan 
dengan hati-hati agar tidak menimbulkan salah sangka si pemilik, apalagi dalam 
situasi Indonesia yang banyak mafia tanah, ketidakpedulian aparat pemerintah 
dan ketidakpedulian kalangan Tionghoa sendiri. Jangan sampai kehadiran anda 
dengan isu yang ambisius untuk merawat lukisan di atap akan disalahtafirkan 
(termasuk disalahtafirkan soal duit, duit dan duit! Proyek, proyek dan proyek).

Selain itu patut diperhitungkan adanya konflik dalam keluarga yang bersangkutan 
(kalau dibagusi, anggota lainnya akan marah dan berpikir bahwa yang tinggal 
akan mengangkangi; bisa juga bahwa si pemilik sengaja membiarkan rumahnya rusak 
agar terhindar dari ikatan cagar budaya, dan bisa menjual atau merombaknya 
dengan mudah). Lebih baik berhati-hati dan persiapan matang ketimbang ada 
masalah besar akibat kehadiran anda.

Saya sudah melakukan beberapa perbincangan (lebih dalam rangka personal) dengan 
sejumlah pemilik gedung bersejarah. Sebagian besar mengeluhkan soal biaya 
perawatan, tekanan ekonomi untuk merubah fungsi bangunan, dan lebih parah lagi 
rasa malu punya gedung yang sudah tua (bercorak Tionghoa pula!). Masalah 
laten inilah yang harus diatasi lebih dulu.

Sebagai perbandingan, renovasi Gedung Arsip Nasional (bercorak Indies saja 
perjuangannya butuh sekitar 10 tahun, itupun makan anggaran sekitar Rp. 25 
milyar sebelum peresmiannya sekitar sepuluh tahun yang lalu; salah satunya 
dikoordinasi arsitek Han Hoo Tjwan [Han Awal] yang belakangan memperoleh 
penghargaan dari UNESCO Asia-Pacific Award dan penghargaan A Teeuw 

[budaya_tionghua] Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan Peresmian Auditorium Jusuf Ronodipuro

2010-02-01 Terurut Topik Eva Yulianti
Hari sabtu kemaren sengaja saya memuaskan diri dengan menghabiskan waktu untuk 
membaca novel kesayangan saya, ketika melirik jam sudah menunujukkan jam 01.00, 
udah hari minggu, saya menyalakan TV, dan entah mengapa rasanya kok ingin buka 
channel TVRI, dan sungguh kebetulan yang menyenangkan.

Ternyata ada siaran tunda acara pagelaran orkes simfoni jakarta yang sekaligus 
peresmian auditorium Jusuf Ronodipuro yang dilaksanakan tepat dihari 2 tahun 
kepergian Beliau yaitu tanggal 27 Januari 2008.

Beruntung saya ketinggalan sedikit acara tersebut, tampak Bapak Parni Hadi 
sedang memberikan sambutan, tampak di deretan kursi undangan yang saya kenal 
wajahnya diantaranya ada Ratu Kuis TVRI Ibu Ani Sumadi, kemudian tampak pula 
dubes Rusia beserta istri, Pak Adnan Buyung Nasution beserta Ibu Ria, dan yang 
paling penting tentunya sosok Ibu Jusuf Ronodipuro yang tetap terlihat cantik 
di usia senjanya yang didampingi oleh Putranya saya rasa, karena saya tidak 
kenal, hanya menerka-nerka karena wajahnya mirip dengan Bapak Jusuf Ronodipuro.

setelah selesai Pak Parni Hadi menyampaikan pidatonya, giliran pak Sutan Takdir 
Alisyahbana mewakili keluarga dan kolega dari Bapak Jusuf Ronodipuro 
menyampaikan sambutan yang juga sekaligus mengupas perjalanan kehidupan Bapak 
Jusuf Ronodipuro.

setelah itu adalah penanda tanganan prasasti auditorium yang ditanda tangani 
oleh Bapak Parni Hadi selaku dirut RRI, yang didampingi oleh Ibu Jusuf 
Ronodipuro yang tampak begitu terharu atas penghargaan kepada suami terkasih. 

kemudian acara disambung dengan persembahan lagu-lagu klasik sebagai conductor 
adalah Bapak Amir Katamsi.

lagu pertama yang dipersembahkan adalah Lagu Symphony No 40 Kv. 550 karya 
Wolfgang Amandeus Mozart,  salah satu lagu klasik yang paling saya kenal baik 
dan sangat saya sukai. 

seketika saya begitu menikmati musik klasik indah itu, lagu kedua berlanjut 
dengan lagu THE PRAYER karya David Foster yang dinyanyikan secara duet oleh 
Aning Katamsi dan Christopher Abimanyu.

susul menyusul kemudian instrumen tritsch-Tratsch karya Polka, di sambung 
dengan penampilan solois sofran Aning Katamsi membawakan lagu CITA RIA  
dengan nada Sofran yang begitu bening, kembali Duet Aning katamsi dan 
Christopher menyanyikan AMIGOS PARASIEMPRE karya Andrew Llyold Webber, dan 
keduanya menutup dengan lagu TIME TO SAY GOODBYE karya Enrico Sartori.

Dipenghujung acara Orkes simfoni jakarta menutup dengan RADETZKY MARCH karya 
Johann Straus II.

Sungguh suatu persembahan yang sangat indah buat Putra terbaik bangsa ini, 
ucapan selamat sungguh layak di sampaikan kepada Yang Terhormat Keluarga Besar 
Bapak Jusuf Ronodipuro.

Keteguhan Beliau dan keberaniannya akan selalu menjadi inspirasi bagi seluruh 
Bangsa Indonesia.

bagaiman perjalanan tentang Orkes Simfoni Jakrta, inilah kutipan yang saya 
kutip dari koran tempo hari ini.

Orkes Simfoni Jakarta (OSJ) mulanya berasal dari Orkes Studio Djakarta ( OSD ), 
OSD dibawah kepemimpinan Syaiful Bahri memainkan khusus lagu-lagu Indonesia, 
hingga OSD pada saat itu menempatkan diri sebagai pusat perkembangan musik 
Indonesia.

OSD dibawah pimpinan Lie Eng Lion atau Andhi Dharma, bersama Praharayan Prabowo 
kemudian menjadi pengisi tetap acara musik klasikDi RRI dan Taman Ismail 
Marzuki.

OSD kemudia berganti nama menjadi Orkes Simfoni Jakarta (OSJ ) dibawah pimpinan 
Yudianto Hinupurwadi dan dilanjutkan oleh Amir Katamsi hingga sekarang.

Sebagai penutup rasanya ingin sekali mengenang Semboyan RRI yang dicetuskan 
oleh Bapak M. Jusuf Ronodipuro  Sekali di Udara TETAP Di Udara 

Teriring salam hormat dan Kasih untuk Keluarga Besar Bapak Muhammad Jusuf 
Rondipuro.

Salam,
Eva.   


  


Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA

2010-02-01 Terurut Topik Azura-Mazda
Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India  Arap, masing-masing
1hektar. Tapi India  Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana.
Reason aslinya, saya ndak tau. 

Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli.
Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari
masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi.
Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. 

Dari 4 hektar itu, ada danau  area parkir. Jadi bangunnnya sendiri
tidak luas-luas amat. 

Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan
oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai.
Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. 

Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya
anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada
yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. 

Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI
adalah semacam permintaan Pa Harto secara pribadi. Sebagai
masyarakat yg patuh sama orang tua ya dituruti maunya pak Harto.
Alasannya pun saya tidak tau. Entah berpikir ya identitas Tionghoa
memang seperti itu. Apa salahnya? Saya pribadi tidak sino-phobic. 

Lebi menarik, kenapa India  Arap menolak? Kalo analisanya konflik
sosial, maka keputusan langkah pimpinan India  Arap sudah tepat. 

Karena permintaan Pa Harto, maka pihak penyerang anjungan ini
ya mestinya jangan maki si Tionghoa. Tapi coba pertanyakan ke
Pa Harto sendiri donk


Huangdi Bless U

--- Pada Sen, 1/2/10, dkhkwa dkh...@yahoo.com menulis:

Dari: dkhkwa dkh...@yahoo.com
Judul: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 2:51 AM







 



  



  
  
  



Pa Tjandra,



Yang owe dengar dari “sumber yang bisa dipercaya”, tanah aslinya adalah 1 ha, 
“Hebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling besar 2 ha.” 
Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan sukarela atau 
paksa “bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan lahan tsb 
dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga pensiunan petinggi 
ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb sekarang 
terbebaskan.” Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha, apa anehnya? Orang boleh 
beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa berkuasanya menindas orang 
TIONGHOA, untuk “menebus dosa”??? Bukankah kata pepatah, “ada uang, ada barang”?



Luasnya yang jau melebihi anjungan dari daerah-daerah lain di Indonesia apa 
tidak dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial? Apalagi bangunan yang 
hendak dibuat adalah “main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada pagoda 
segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk perayaan Peh 
Chun).” Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas kediaman tokoh 
masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia, yang tak asing bagi sebagian 
orang, tapi sesuatu yang benar-benar asing, karena tidak ada di Indonesia, yang 
tukang-tukangnya “diimpor” langsung dari Tiongkok, sedangkan anjungan-anjungan 
lain toch mengambil contoh, misalnya, Keraton Yogyakarta yang memang aslinya 
benar-benar ada di Yogya. “Disain ini bukan replika dari rumah kuno para tuan 
tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru.” Kenapa bersikap “alergi” betul 
terhadap para tuan tanah atau pejabat TIONGHOA, sementara etnis LAIN 
biasa-biasa saja terhadap para pemimpin
 seperti para raja, sultan atau bupati mereka? 



Ataukah anjungan Tionghoa Indonesia isinya adalah replika Cikim-snia (Kota 
Terlarang) di Pakknia (Beijing), Danau Se’ou (Xihu) di Hangciu (Hangzhou), 
lengkap dengan pohon Yangliu-nya segala, Taman-taman Souciu (Suzhou), Pailau 
(Gerbang) dari Emui (Xiamen), dsb. Kalau orang mau melihat bangunan Tionghoa 
asli di Tiongkok, kenapa mereka harus ke Taman Mini? Kenapa tidak terbang saja 
langsung ke Beijing, Shanghai, Hangzhou, Suzhou, Xiamen, Guangzhou, Shenzhen? 
Di sana malah lebih bagus, bukan tiruan seperti kita, tapi asli loh!!! Yang owe 
tahu, di Shenzhen juga dibikin miniatur seperti di kita, China Folk Cultures 
Village, tapi kan mereka menampilkan beragam bangunan berdasarkan kelompok 
etnik yang memang ADA di Tiongkok, bukan mendisain bangunan-bangunan baru yang 
“ngga karuan juntrungannya”!!! (PCMIIW) Lalu ke mana orang harus pergi bila 
ingin mencari dan mempelajari bangunan ala TIONGHOA INDONESIA, kalau bangunan 
asli yang ada sudah dihancurkan dan
 replikanya yang dibuat sesuai aslinya pun tidak ada? Apakah sejarah dan 
jatidiri Tionghoa Indonesia mau dihapuskan, digantikan dengan sejarah 
non-Tionghoa Indonesia versi Taman Mini yang―lagi-lagi―“ngga karuan 
juntrungannya”??? 



Owe harep itu perkara tida nanti sampe kajadian pada generatie muda kita sampe 
kapan juga. Muhun maaf seandeh owe punya kata-kata ada yang sala.



Kiongchiu,

DK



--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Tjandra Ghozalli ghozalli2002@ ... 

Bls: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA

2010-02-01 Terurut Topik Azura-Mazda
Sori mau tanya, emangnya ekspresi budaya Tionghoa itu cuma
life-style kapiten Tionghoa di sini? 

--- Pada Sen, 1/2/10, Tjandra Ghozalli ghozalli2...@yahoo.com menulis:

Dari: Tjandra Ghozalli ghozalli2...@yahoo.com
Judul: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 1:26 AM







 



  



  
  
   
Bab. 1
Dear members,
Memang soal sumbangan bukan hal mudah. Historisnya dahulu pa Harto menyerahkan 
lahan TMII kepada pak Tedy hanya 1 ha untuk warga Tionghoa sedang 1 ha lagi utk 
warga India dan 1 ha lagi utk warga Arab. Tetapi dalam perjalanannya lahan 
untuk warga India dan Arab dikembalikan ke pa Harto, karena menurut mereka, 
sulit mendapatkan dana dari warga mereka yang umumnya tidak kompak. Lalu pa 
Harto serahkan semuanya kepada pa Teddy. Entah kenapa pa Tedy terlalu “PD” 
mungkin dianggapnya warga Tionghoa yg populasinya no.3 setelah warga Jawa dan 
Sunda serta terkenal dengan kekompakannya dan suka saling bantu (itu sebabnya 
ada legenda yg menyatakan orang Tionghoa cepat maju karena di antara mereka 
suka saling tolong), ditambah lagi banyak warga Tionghoa sudah berhasil dalam 
bidang usaha - masa sih dalam waktu 6 tahun anjungan tidak jadi? Maka diterima 
semuanya, bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan
 lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga 
pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb 
sekarang terbebaskan. Tapi setelah 6 tahun toh lahan tersebut belum terbangun 
main buildingnya. Padahal anjungan tetangganya (anjungan Kong Hu Cu) yg jauh 
lebih muda telah berdiri dgn megah (tentu anda tahu kenapa demikian). Nah 
sekarang ketua umum PSMTI yg baru yakni pa Rachmat (katanya orang terkaya 
no.140 di Asia) menyatakan dalam orasi di Munas PSMTI bulan Nopember silam, 
bahwa kalau dia terpilih jadi ketua umum maka dalam kurun 4 tahun dia akan 
bangun main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada pagoda segala dan 
danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk perayaan Peh Chun). 
Disain ini bukan replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama 
sekali baru. Selain itu beliau juga minta partisipasi dari warga Tionghoa utk 
menyukseskannya, karena Taman Budaya Tionghoa
 Indonesia ini nantinya bukan milik PSMTI namun milik kita semua. Nah, 
sebaiknya kita lihat saja apakah janji pa Rachmat dapat dipenuhinya? (biasanya 
calon pemimpin suka lupa janjinya kalau sudah diangkat – mudah2an tidak 
demikian). Tapi bagi para sianseng yg kebetulan berjiwa sosial serta 
berkeinginan dan berkemampuan, dipersilahkan ikut menyumbang via Dompet Peduli 
di majalah POST Media. RGDS. Tjandra G


Bab 2
Saya adalah pengamat dari miliser Pecinta Kereta-api Indonesia. Karena hobi 
saya adalah model kereta api. Di milis Pecinta Kereta-api Indonesia ada 
kegiatan untuk menyelamatkan lokomotif tua. Pada tahun 2008 silam Pecinta 
Kereta-api Indonesia telah berhasil menyelamatkan lokomotif diesel BB-200 dan 
lokomotif listrik “bon-bon” CC-300 yang tadinya sudah mau dikiloin oleh PJKA 
sebagai besi tua. Selain itu member milis ini juga telah berhasil menghidupkan 
kembali stasiun Tanjung Priok yg tadinya sudah mau dijual untuk dijadikan Plaza 
Tanjung Priok. Tetapi berkat perjuangan mereka yg gigih akhirnya wali kota 
Jakarta Utara setuju untuk memugar stasiun tersebut. Uniknya para member milis 
ini tak segan segan beli cat, amplas, dan peralatan lainnya dari kocek sendiri, 
lalu setiap Sabtu dan Minggu mereka pergi ke dipo lokomotif Jatinegara dan 
Manggarai untuk merenovasi lokomotif tua
 beramai ramai. Hanya bagian mesin yg dikerjakan oleh PJKA, selebihnya anggota 
milis Pecinta Kereta-api yang melakukannya. Setelah selesai renovasi (dengan 
cat baru dan bisa jalan) maka diadakan acara syukuran dan difoto untuk majalah 
komunitas mereka “Kereta Api”. Saya juga setuju kalau di kalangan miliser 
Budaya Tionghua mau merenovasi bangunan tua seperti itu – mungkin ada member 
yang mau menjadi penggerak “swadaya renovasi bangunan tua Tionghoa Indonesia”? 
Di mana secara beramai ramai dan gotong royong merenovasi peninggalan sejarah 
tersebut – kami dari majalah POST Media sepenuhnya mendukung kegiatan ini dan 
kami akan meliputnya mulai dari A hingga Z. Mari kita segera ambil aksi nyata 
untuk membuktikan bahwa kita peduli terhadap bangunan sejarah warga Tionghoa, 
seperti halnya Pecinta Kereta-api Indonesia peduli dengan lokomotif tua dan 
bangunan (stasiun) tua. Sambil menunggu tanggapan dari para sianseng – saya 
mohon maaf bila
 ada kesalahan kata. RGDS. Tjandra G


  


 





 



  






  Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! 
http://id.mail.yahoo.com

[budaya_tionghua] Re: Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan Peresmian Auditorium Jusuf Ronodipuro

2010-02-01 Terurut Topik sumamihardja
Tritsch-tratsch bukan karya Polka. Polka adalah aliran musiknya, hampir seperti 
balet, tapi lebih energik dan tariannya pun bukan membuai seperti balet, lebih 
menghentak seperti tarian Gypsi. TT dimainkan dengan irama Polka, yang 
menggubahnya adalah Johann Strauss, Jr.

Radetzky March bukan dibuat oleh yang Jr. (II)), tapi oleh bapaknya, sang 
Johann Strauss (Sr.; I).

Namanya Lie Eng Liong (Adidharma; 1930-). Dia hasil didikan Konservatorium di 
Amsterdam untuk kemudian ke Julliard School of Music di New York. Gurunya 
adalah Persinger yang juga mengajar Zubin Mehta, konduktor terkenal Israel. 
Spesialisasinya semula adalah biola sebalum nantinya aktif di RRI dan kemudian 
OSJ.


Pada tempayan Raja Thung terukir kalimat,Bila suatu hari dapat memperbarui 
dari, perbarui terus tiap hari dan jagalah agar baru selama-lamanya.


Suma Mihardja




--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Eva Yulianti beran...@... wrote:

 Hari sabtu kemaren sengaja saya memuaskan diri dengan menghabiskan waktu 
 untuk membaca novel kesayangan saya, ketika melirik jam sudah menunujukkan 
 jam 01.00, udah hari minggu, saya menyalakan TV, dan entah mengapa rasanya 
 kok ingin buka channel TVRI, dan sungguh kebetulan yang menyenangkan.
 
 Ternyata ada siaran tunda acara pagelaran orkes simfoni jakarta yang 
 sekaligus peresmian auditorium Jusuf Ronodipuro yang dilaksanakan tepat 
 dihari 2 tahun kepergian Beliau yaitu tanggal 27 Januari 2008.
 
 Beruntung saya ketinggalan sedikit acara tersebut, tampak Bapak Parni Hadi 
 sedang memberikan sambutan, tampak di deretan kursi undangan yang saya kenal 
 wajahnya diantaranya ada Ratu Kuis TVRI Ibu Ani Sumadi, kemudian tampak pula 
 dubes Rusia beserta istri, Pak Adnan Buyung Nasution beserta Ibu Ria, dan 
 yang paling penting tentunya sosok Ibu Jusuf Ronodipuro yang tetap terlihat 
 cantik di usia senjanya yang didampingi oleh Putranya saya rasa, karena saya 
 tidak kenal, hanya menerka-nerka karena wajahnya mirip dengan Bapak Jusuf 
 Ronodipuro.
 
 setelah selesai Pak Parni Hadi menyampaikan pidatonya, giliran pak Sutan 
 Takdir Alisyahbana mewakili keluarga dan kolega dari Bapak Jusuf Ronodipuro 
 menyampaikan sambutan yang juga sekaligus mengupas perjalanan kehidupan Bapak 
 Jusuf Ronodipuro.
 
 setelah itu adalah penanda tanganan prasasti auditorium yang ditanda tangani 
 oleh Bapak Parni Hadi selaku dirut RRI, yang didampingi oleh Ibu Jusuf 
 Ronodipuro yang tampak begitu terharu atas penghargaan kepada suami terkasih. 
 
 kemudian acara disambung dengan persembahan lagu-lagu klasik sebagai 
 conductor adalah Bapak Amir Katamsi.
 
 lagu pertama yang dipersembahkan adalah Lagu Symphony No 40 Kv. 550 karya 
 Wolfgang Amandeus Mozart,  salah satu lagu klasik yang paling saya kenal baik 
 dan sangat saya sukai. 
 
 seketika saya begitu menikmati musik klasik indah itu, lagu kedua berlanjut 
 dengan lagu THE PRAYER karya David Foster yang dinyanyikan secara duet oleh 
 Aning Katamsi dan Christopher Abimanyu.
 
 susul menyusul kemudian instrumen tritsch-Tratsch karya Polka, di sambung 
 dengan penampilan solois sofran Aning Katamsi membawakan lagu CITA RIA  
 dengan nada Sofran yang begitu bening, kembali Duet Aning katamsi dan 
 Christopher menyanyikan AMIGOS PARASIEMPRE karya Andrew Llyold Webber, dan 
 keduanya menutup dengan lagu TIME TO SAY GOODBYE karya Enrico Sartori.
 
 Dipenghujung acara Orkes simfoni jakarta menutup dengan RADETZKY MARCH karya 
 Johann Straus II.
 
 Sungguh suatu persembahan yang sangat indah buat Putra terbaik bangsa ini, 
 ucapan selamat sungguh layak di sampaikan kepada Yang Terhormat Keluarga 
 Besar Bapak Jusuf Ronodipuro.
 
 Keteguhan Beliau dan keberaniannya akan selalu menjadi inspirasi bagi seluruh 
 Bangsa Indonesia.
 
 bagaiman perjalanan tentang Orkes Simfoni Jakrta, inilah kutipan yang saya 
 kutip dari koran tempo hari ini.
 
 Orkes Simfoni Jakarta (OSJ) mulanya berasal dari Orkes Studio Djakarta ( OSD 
 ), OSD dibawah kepemimpinan Syaiful Bahri memainkan khusus lagu-lagu 
 Indonesia, hingga OSD pada saat itu menempatkan diri sebagai pusat 
 perkembangan musik Indonesia.
 
 OSD dibawah pimpinan Lie Eng Lion atau Andhi Dharma, bersama Praharayan 
 Prabowo kemudian menjadi pengisi tetap acara musik klasikDi RRI dan Taman 
 Ismail Marzuki.
 
 OSD kemudia berganti nama menjadi Orkes Simfoni Jakarta (OSJ ) dibawah 
 pimpinan Yudianto Hinupurwadi dan dilanjutkan oleh Amir Katamsi hingga 
 sekarang.
 
 Sebagai penutup rasanya ingin sekali mengenang Semboyan RRI yang dicetuskan 
 oleh Bapak M. Jusuf Ronodipuro  Sekali di Udara TETAP Di Udara 
 
 Teriring salam hormat dan Kasih untuk Keluarga Besar Bapak Muhammad Jusuf 
 Rondipuro.
 
 Salam,
 Eva.





[budaya_tionghua] Re: AYO heritage BUDAYA TIONGHOA. Pasar Baru Jkt. Pst.

2010-02-01 Terurut Topik Dipo
Terima kasih atas masukan Suma heng. Posting saya sebelumnya memang terlalu 
singkat, saya hanya menulis akan mencari tempat yang paling memungkinkan. Yang 
saya maksud dengan memungkinkan adalah al. ijin dari pemilik, kondisi 
bangunan, waktu, kemampuan peserta dan lokasi.

Mengenai ijin pemilik tidak perlu saya jelaskan, karena pemikiran saya sama 
dengan isi posting Suma heng dibawah. Lokasi harus ditempat yang cukup mudah 
dijangkau. Waktu kegiatan juga tidak dapat terlalu lama. 

Mengenai kondisi, saya mencari tempat yang aman untuk peserta kagiatan. Terlalu 
riskan jika peserta harus naik2 atap rapuh atau semacamnya. Kondisi bangunan 
harus memungkinkan untuk dilakukan pembersihan dan perbaikan ringan.

Kemampuan peserta juga akan berbagai macam. Karena itu kegiatan harus dibuat 
kegiatan yang dapat dilakukan oleh banyak orang dengan latar belakang, 
kemampuan dan kondisi fisik yang bermacam2 pula. 

Karena itu kegiatan akan dibatasi pada pembersihan lantai, pembersihan dinding 
jika dinding itu tidak ada relief / lukisan, pembersihan kusen2 jika tidak ada 
lukisan / ukiran pada kusen itu. Untuk pengecatan harus dilihat keadaannya. 
Mengecat dinding polos cukup aman dilakukan, jika kondisi tembok tanpa lukisan, 
wall paper atau ukiran, dan catnya sudah tidak asli. Pengecatan kayu agak 
sulit, karena kayu2 dirumah tua biasanya berukiran, dan banyak yang masih 
memiliki cat orisinil. 

Semua kegiatan ini, akan kami kosultasikan dengan ahli renovasi bangunan tua 
sebelumnya. Termasuk cara pembersihan (hanya pembersihan yang paling sederhana 
 aman yang akan dilakukan karena pesertanya bukan orang terlatih) dan alat2 / 
bahan2 pembersih yang digunakan.

Jadi kegiatan ini akan berupa pembersihan dan perawatan ringan. Kegiatan ini 
bukan upaya renovasi bangunan.

Karena itu saya meminta kepada rekan2 yang mengetahui lokasi yang memenuhi hal2 
yang saya tulis diatas. Jika Suma heng atau rekan2 lainnya dapat menyarankan 
tempat yang sesuai, tentu akan sangat membantu.

Salam


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, sumamihardja sumamihar...@... wrote:

 Semangat boleh tinggi, tapi harus terkendali dan hati-hati. Membereskan 
 bangunan tua tidak semudah kelihatannya. Ada teknik konservasi yang harus 
 dipersiapkan, selain dari pendekatan kepada yang empunya!!!
 
 Kalau tidak, tindakan ini hanya sekedar euphoria, dan takutnya layu sebelum 
 berkembang. Jauh lebih baik untuk mengetahui keinginan dari si penghuni. Anda 
 bisa bayangkan kalau tiba-tiba anda datang dalam jumlah besar dan memancing 
 keributan dengan si pemiliknya. Kita ini mau peduli dengan budaya atau mau 
 membuat ribut? Kalau info soal gedung kuno yang rusak sih saya juga punya 
 banyak, tapi pernahkan anda bicara dengan pemiliknya? Kita juga punya sopan 
 santun. Kalau pemiliknya keberatan karena ada alasan historis atau ada hal 
 lain, kita harus mendengarkannya juga. 
 
 Sebagai contoh, rumah yang di Tangerang itu bukan terbengkalai, cuma ada 
 kesulitan untuk memberbaiki bagian atapnya karena kayu tua. Memangnya anda 
 bisa naik-naik ke atas untuk membersihkan tanpa menimbulkan kerusakan di sana 
 sini? Yang diperlukan sejumlah rumah adalah renovasi total. Masalahnya, yang 
 banyak dibutuhkan adalah biaya yang besar dan teknik konservasi yang benar. 
 Rumah semacam itu juga masih banyak, dan karenanya saya justru mendorong 
 untuk meluaskan pandangan kita dulu agar lebih optimal dalam bertindak.
 
 Sewaktu saya di Tangerang, saya sudah melihat adanya bos tanah yang hobi 
 membeli rumah-rumah tua di sana untuk sarang walet. Salah satu yang saya 
 tidak sempat ketahui duluan adalah pembongkaran rumah di depan Boen Tek Bio 
 yang sebenarnya masih berarsitektur tua dan menggunakan bahan-bahan kualitas 
 atas (semisal kusen berukuran paha gajah, atap pelana dan gembyok istimewa). 
 Dari pengalaman itu, biasanya pemilik senang dengan perhatian, tapi apa yang 
 dibutuhkannya seringkali berbeda dengan pemahaman kita. Selain itu, faktor 
 bos tanah yang potensial menghasut (karena dia berminat membeli) juga harus 
 diperhatikan karena potensial menjadi penghalang besar, bahkan penjegal upaya 
 konservasi.
 
 Setelah ijin didapat dan dana yang cukup diperoleh, saya sih tegaskan, bukan 
 anda yang akan memperbaikinya (maaf bila anda ternyata adalah tukang kayu, 
 tukang cat atau tukang tembok kuno berpengalaman). Perbaikan atau perawatan 
 perlu dikerjakan oleh tukang yang mengerti sistem bangunan bersangkutan, 
 ditambah ahli material untuk menyesuaikannya dengan bahan aslinya. Sudah 
 itupun harus ada dokumentasi yang akurat dan teknik pengukuran yang benar 
 pula. Terkadang karena alasan praktis, ada beberapa perubahan minor yang 
 dilakukan pemilik untuk menghindari kerusakan (misalnya penyemenan kayu yang 
 miring sehingga berkesan kayunya miring, padahal sebenarnya kayunya harusnya 
 tegak, dsb), dan itu perlu dikoreksi oleh arsitek Tionghoa archaic yang 
 beneran (bukan yang cuma tahu dari ceritaan atau sekedar mengaku lulusan 
 arsitektur 

Re: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)

2010-02-01 Terurut Topik zhoufy
Saya jelas tahu yg dimainkan tdk hanya johan strauss, saya menyebut namanya krn 
namanyalah yg paling sohor diantara komponis walsa. saya cukup menyebut namanya 
utk menggambarkan musik apa yg dimainkan di newyear concert, itu saja. 
Bagi saya, musik waltz ibaratnya musik pop atau musik disconya zaman itu, 
kurang kedalamannya. Semi klasiklah. Makanya tak heran di tahun 70an film dan 
soundtrack The Great Waltz bisa begitu populer di Indonesia (di situ semua 
anggota strauss diceritakan). Jelas sangat beda kelas dng musiknya Richard St 
misalnya, meski sama2 strauss. 
Secara pribadi saya lebih menyukai karya2 komponis rusia spt musogsky,Igor 
Stravinsky dan rahmaninov, juga dua komponis perancis Ravel dan Debusy.
Mengenai pengaruh musik barat ke musik klasik Tiongkok, tdk semua positif. 
Misalnya gaya orkestrasi musik barat yg diadopsi sering malah menghilangkan 
kehalusan musik timur. Saya lebih senang mendengar komposisi klasik yg 
dimainkan instrument tunggal atau duo saja.


Sedangkan mu 
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: sumamihardja sumamihar...@yahoo.com
Date: Mon, 01 Feb 2010 16:43:48 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Vienna symphony (Re: Apa relevansinya)

Hehehe, kayaknya ko ZFY bukan penggemar musik bule nih. Saya menggemari juga 
dan sedikit banyak kolektor musik klasik, baik opera klasik Tionghoa, instrumen 
Tionghoa, lagu daerah, opera seriosa Barat dan juga simponi Barat, khususnya 
mazhab Rococco. Ada kekuatan dan kekurangan masing-masing aliran, tapi yang 
saya rasakan, musik bisa memberikan inspirasi jiwa. Entah mengapa, telinga saya 
mungkin kurang hi-fi, atau memang begitulah perkembangan dinamika musik, musik 
jaman sekarang serasa kurang merasuk dan lebih banyak bermain dengan variasi 
ritmik yang meskipun menggebu-gebu, tapi lebih di kulit dan di jantung 
ketimbang di hati dan pikiran. 

Btw, yang dimainkan dalam NYC sebenarnya bukan cuma dari Johann Strauss 
(apalagi ada si Sr. dan si Jr.). Selain itu  ada Eduard Staruss, Joseph Strauss 
yang meskipun kadang diklasifikasikan punya sejumlah persamaan (kecuali Richard 
Strauss yang memang tidak ada pertalian dengan Strauss masa Roccoco ini), namun 
perbedaannya juga banyak. Misalnya Joseph sering memainkan Polka, sementara 
kakaknya, si Jr lebih ke arah Waltz. Radetsky March sendiri selalu dimainkan 
sebagai tanda penutup simponi, oleh karena itu, iramanya juga cocok, yaitu agar 
orang mulai bergerakuntuk pulang. hehehehe. Begitu mendengar lagu 
ini dimainkan, orang sudah tahu dan tidak akan minta more, more, karena 
artinya sudah tanda bubaran.

Sependalaman saya dalam konser tahun baru VPO, ada juga beberapa pemusik lain 
yang diangkat lagunya dalam tradisi Wina-Austria-Prusia (bahkan meskipun 
kabarnya ada perseteruan dalam hidupnya dengan anggota keluarga Strauss), 
misalnya Emil Waldteuffel, Franz Lehnar dan sebagainya. Malahan, ketika 
konduktornya bukan dari tradisi Austria-Jerman, ada upaya untuk memberikan 
sentuhan musik dari luar rumpun tadi. Jadi, sebenarnya variasinya cukup banyak, 
meskipun bagi yang tidak begitu mendalami musik klasik, nadanya kesannya cuma 
ngik-ngok-ngik-ngok saja (yang kata Soekarno musik dansa-dansi sebagai warna 
dominan dari walsa). 

Dalam kaitannya dengan BT, ada sejumlah kalangan Tionghoa yang memainkan musik 
klasik Barat dan dikenal luas di jagat Barat. Bagi saya, kehadiran mereka cukup 
penting menjadi jembatan budaya, meskipun ada juga yang tulen menjadi pemusik 
Barat. Ada sejumlah nama yang memasukkan juga instrumen Timur dalam orkesnya, 
bahkan dalam bentuk orkes kamar. Penampilan 12 Gadis yang terkesan diinspirasi 
oleh model Simponi juga merupakan sebuah upaya promosi yang menarik, mengingat 
pada akhirnya kalangan ortodoks klasik Barat juga tertarik untuk mendengarkan 
Simponi ala Tionghoa tersebut dan memberikan apresiasi yang luar biasa juga.

Dalam sepuluh tahun belakangan ini, pertukaran musik dan permainan bersama 
dengan ensemble campuran Timur dan Barat serta alat-alat gabungan, mulai 
ditingkatkan. Sebagian alat musik Tionghoa sendiri terinspirasi atau bahkan 
diadaptasi dari alat musik kelompok bangsa yang lain seperti misalnya Pipa 
(seperti mandolin dengan bentuk yang menyerupai bawang dibelah) atau ensemble 
dengan nada diatonis. Sebaliknya, saat ini juga pemusik di Barat berkenalan dan 
antusias mempergunakan yangqin dan tambur.

Kalangan pendidik Tionghoa sendiri sering mempergunakan musik sebagai salah 
satu medium untuk memusatkan konsentrasi dan kemampuuan berpikir. Makanya 
dahulu, musik juga menjadi salah satu keahlian yang diperlukan untuk mendidik 
rakyat. Hanya masalahanya, musik yang mana dan lirik yang seperti apa. Dalam 
pendengaran saya, musik klasik model walsa ini (tentunya jangan terpikir ngeres 
untuk melihat dansa-dansi panas atau apriori bahwa akan terjadi affair 
akibatnya) juga punya pengaruh yang cukup baik bagi perkembangan jiwa seseorang.


Hal yang 

Re: [budaya_tionghua] Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan Peresmian Auditorium Jusuf Ronodipuro

2010-02-01 Terurut Topik zhoufy
Kok lagunya gado2 gini? Kok mirip Adi MS ya?


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: Eva Yulianti beran...@yahoo.com
Date: Mon, 1 Feb 2010 00:54:28 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan Peresmian 
Auditorium Jusuf Ronodipuro

Hari sabtu kemaren sengaja saya memuaskan diri dengan menghabiskan waktu untuk 
membaca novel kesayangan saya, ketika melirik jam sudah menunujukkan jam 01.00, 
udah hari minggu, saya menyalakan TV, dan entah mengapa rasanya kok ingin buka 
channel TVRI, dan sungguh kebetulan yang menyenangkan.

Ternyata ada siaran tunda acara pagelaran orkes simfoni jakarta yang sekaligus 
peresmian auditorium Jusuf Ronodipuro yang dilaksanakan tepat dihari 2 tahun 
kepergian Beliau yaitu tanggal 27 Januari 2008.

Beruntung saya ketinggalan sedikit acara tersebut, tampak Bapak Parni Hadi 
sedang memberikan sambutan, tampak di deretan kursi undangan yang saya kenal 
wajahnya diantaranya ada Ratu Kuis TVRI Ibu Ani Sumadi, kemudian tampak pula 
dubes Rusia beserta istri, Pak Adnan Buyung Nasution beserta Ibu Ria, dan yang 
paling penting tentunya sosok Ibu Jusuf Ronodipuro yang tetap terlihat cantik 
di usia senjanya yang didampingi oleh Putranya saya rasa, karena saya tidak 
kenal, hanya menerka-nerka karena wajahnya mirip dengan Bapak Jusuf Ronodipuro.

setelah selesai Pak Parni Hadi menyampaikan pidatonya, giliran pak Sutan Takdir 
Alisyahbana mewakili keluarga dan kolega dari Bapak Jusuf Ronodipuro 
menyampaikan sambutan yang juga sekaligus mengupas perjalanan kehidupan Bapak 
Jusuf Ronodipuro.

setelah itu adalah penanda tanganan prasasti auditorium yang ditanda tangani 
oleh Bapak Parni Hadi selaku dirut RRI, yang didampingi oleh Ibu Jusuf 
Ronodipuro yang tampak begitu terharu atas penghargaan kepada suami terkasih. 

kemudian acara disambung dengan persembahan lagu-lagu klasik sebagai conductor 
adalah Bapak Amir Katamsi.

lagu pertama yang dipersembahkan adalah Lagu Symphony No 40 Kv. 550 karya 
Wolfgang Amandeus Mozart,  salah satu lagu klasik yang paling saya kenal baik 
dan sangat saya sukai. 

seketika saya begitu menikmati musik klasik indah itu, lagu kedua berlanjut 
dengan lagu THE PRAYER karya David Foster yang dinyanyikan secara duet oleh 
Aning Katamsi dan Christopher Abimanyu.

susul menyusul kemudian instrumen tritsch-Tratsch karya Polka, di sambung 
dengan penampilan solois sofran Aning Katamsi membawakan lagu CITA RIA  
dengan nada Sofran yang begitu bening, kembali Duet Aning katamsi dan 
Christopher menyanyikan AMIGOS PARASIEMPRE karya Andrew Llyold Webber, dan 
keduanya menutup dengan lagu TIME TO SAY GOODBYE karya Enrico Sartori.

Dipenghujung acara Orkes simfoni jakarta menutup dengan RADETZKY MARCH karya 
Johann Straus II.

Sungguh suatu persembahan yang sangat indah buat Putra terbaik bangsa ini, 
ucapan selamat sungguh layak di sampaikan kepada Yang Terhormat Keluarga Besar 
Bapak Jusuf Ronodipuro.

Keteguhan Beliau dan keberaniannya akan selalu menjadi inspirasi bagi seluruh 
Bangsa Indonesia.

bagaiman perjalanan tentang Orkes Simfoni Jakrta, inilah kutipan yang saya 
kutip dari koran tempo hari ini.

Orkes Simfoni Jakarta (OSJ) mulanya berasal dari Orkes Studio Djakarta ( OSD ), 
OSD dibawah kepemimpinan Syaiful Bahri memainkan khusus lagu-lagu Indonesia, 
hingga OSD pada saat itu menempatkan diri sebagai pusat perkembangan musik 
Indonesia.

OSD dibawah pimpinan Lie Eng Lion atau Andhi Dharma, bersama Praharayan Prabowo 
kemudian menjadi pengisi tetap acara musik klasikDi RRI dan Taman Ismail 
Marzuki.

OSD kemudia berganti nama menjadi Orkes Simfoni Jakarta (OSJ ) dibawah pimpinan 
Yudianto Hinupurwadi dan dilanjutkan oleh Amir Katamsi hingga sekarang.

Sebagai penutup rasanya ingin sekali mengenang Semboyan RRI yang dicetuskan 
oleh Bapak M. Jusuf Ronodipuro  Sekali di Udara TETAP Di Udara 

Teriring salam hormat dan Kasih untuk Keluarga Besar Bapak Muhammad Jusuf 
Rondipuro.

Salam,
Eva.   


  



Re: Bls: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA

2010-02-01 Terurut Topik zhoufy
Terlepas ini arsitektur dari mana, yg jelas ini adalah Theme Park di tanah 
penguasa orde baru! Untuk apa masyarakat Tionghoa hrs terlibat?

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: Azura-Mazda extrim_blue...@yahoo.com
Date: Mon, 1 Feb 2010 07:54:52 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: Bls: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA

Sori mau tanya, emangnya ekspresi budaya Tionghoa itu cuma
life-style kapiten Tionghoa di sini? 

--- Pada Sen, 1/2/10, Tjandra Ghozalli ghozalli2...@yahoo.com menulis:

Dari: Tjandra Ghozalli ghozalli2...@yahoo.com
Judul: [budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 1:26 AM







 



  



  
  
   
Bab. 1
Dear members,
Memang soal sumbangan bukan hal mudah. Historisnya dahulu pa Harto menyerahkan 
lahan TMII kepada pak Tedy hanya 1 ha untuk warga Tionghoa sedang 1 ha lagi utk 
warga India dan 1 ha lagi utk warga Arab. Tetapi dalam perjalanannya lahan 
untuk warga India dan Arab dikembalikan ke pa Harto, karena menurut mereka, 
sulit mendapatkan dana dari warga mereka yang umumnya tidak kompak. Lalu pa 
Harto serahkan semuanya kepada pa Teddy. Entah kenapa pa Tedy terlalu “PD” 
mungkin dianggapnya warga Tionghoa yg populasinya no.3 setelah warga Jawa dan 
Sunda serta terkenal dengan kekompakannya dan suka saling bantu (itu sebabnya 
ada legenda yg menyatakan orang Tionghoa cepat maju karena di antara mereka 
suka saling tolong), ditambah lagi banyak warga Tionghoa sudah berhasil dalam 
bidang usaha - masa sih dalam waktu 6 tahun anjungan tidak jadi? Maka diterima 
semuanya, bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan
 lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga 
pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb 
sekarang terbebaskan. Tapi setelah 6 tahun toh lahan tersebut belum terbangun 
main buildingnya. Padahal anjungan tetangganya (anjungan Kong Hu Cu) yg jauh 
lebih muda telah berdiri dgn megah (tentu anda tahu kenapa demikian). Nah 
sekarang ketua umum PSMTI yg baru yakni pa Rachmat (katanya orang terkaya 
no.140 di Asia) menyatakan dalam orasi di Munas PSMTI bulan Nopember silam, 
bahwa kalau dia terpilih jadi ketua umum maka dalam kurun 4 tahun dia akan 
bangun main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada pagoda segala dan 
danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk perayaan Peh Chun). 
Disain ini bukan replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama 
sekali baru. Selain itu beliau juga minta partisipasi dari warga Tionghoa utk 
menyukseskannya, karena Taman Budaya Tionghoa
 Indonesia ini nantinya bukan milik PSMTI namun milik kita semua. Nah, 
sebaiknya kita lihat saja apakah janji pa Rachmat dapat dipenuhinya? (biasanya 
calon pemimpin suka lupa janjinya kalau sudah diangkat – mudah2an tidak 
demikian). Tapi bagi para sianseng yg kebetulan berjiwa sosial serta 
berkeinginan dan berkemampuan, dipersilahkan ikut menyumbang via Dompet Peduli 
di majalah POST Media. RGDS. Tjandra G


Bab 2
Saya adalah pengamat dari miliser Pecinta Kereta-api Indonesia. Karena hobi 
saya adalah model kereta api. Di milis Pecinta Kereta-api Indonesia ada 
kegiatan untuk menyelamatkan lokomotif tua. Pada tahun 2008 silam Pecinta 
Kereta-api Indonesia telah berhasil menyelamatkan lokomotif diesel BB-200 dan 
lokomotif listrik “bon-bon” CC-300 yang tadinya sudah mau dikiloin oleh PJKA 
sebagai besi tua. Selain itu member milis ini juga telah berhasil menghidupkan 
kembali stasiun Tanjung Priok yg tadinya sudah mau dijual untuk dijadikan Plaza 
Tanjung Priok. Tetapi berkat perjuangan mereka yg gigih akhirnya wali kota 
Jakarta Utara setuju untuk memugar stasiun tersebut. Uniknya para member milis 
ini tak segan segan beli cat, amplas, dan peralatan lainnya dari kocek sendiri, 
lalu setiap Sabtu dan Minggu mereka pergi ke dipo lokomotif Jatinegara dan 
Manggarai untuk merenovasi lokomotif tua
 beramai ramai. Hanya bagian mesin yg dikerjakan oleh PJKA, selebihnya anggota 
milis Pecinta Kereta-api yang melakukannya. Setelah selesai renovasi (dengan 
cat baru dan bisa jalan) maka diadakan acara syukuran dan difoto untuk majalah 
komunitas mereka “Kereta Api”. Saya juga setuju kalau di kalangan miliser 
Budaya Tionghua mau merenovasi bangunan tua seperti itu – mungkin ada member 
yang mau menjadi penggerak “swadaya renovasi bangunan tua Tionghoa Indonesia”? 
Di mana secara beramai ramai dan gotong royong merenovasi peninggalan sejarah 
tersebut – kami dari majalah POST Media sepenuhnya mendukung kegiatan ini dan 
kami akan meliputnya mulai dari A hingga Z. Mari kita segera ambil aksi nyata 
untuk membuktikan bahwa kita peduli terhadap bangunan sejarah warga Tionghoa, 
seperti halnya Pecinta Kereta-api Indonesia peduli dengan lokomotif tua dan 
bangunan (stasiun) tua. Sambil menunggu tanggapan dari para sianseng – saya 
mohon 

Re: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA

2010-02-01 Terurut Topik Dr. Irawan
Saya rasa Azura -Mazda ada benarnya , dengan tanpa mengurangi hormat kami
kepada para tokoh2 yang menyesalkan pembongkaran situs2 budaya Tionghoa
jadul yang lalu. Jadi Pak Tjandra Gozhali juga jangan mendesak terus beliau2
ini yang masih emosi. Ibaratnya jangan ngebangunin macan tidur. Sebab mereka
para tokoh2 budaya disini juga ada caranya sendiri untuk mempreservasi
budaya Tionghoa.

Sekarang yang penting agar panitia pembangunan itu coba approach ke pihak2
lainnya, dengan segala option yang mungkin bisa jalan , contoh ikut sertakan
ormas lainnya , jangan hanya dikungkungi oleh satu ormas saja. Atau pihak2
swasta lainnya yang berminat , tentunya tidak ada free lunch, pokoknya
dicari win-win solution.

Saya hargai usaha Pak Tjandra membantu Pak Teddy, memang sebagai Post Media
harus berbuat kearah itu. Semoga Post Media tetap langgeng.

Untuk Pak David Kwa, mohon maaf kalau ada omongan owe yang sala

Soja,
Dr.Irawan.,

2010/2/1 Azura-Mazda extrim_blue...@yahoo.com



 Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India  Arap, masing-masing
 1hektar. Tapi India  Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana.
 Reason aslinya, saya ndak tau.

 Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli.
 Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari
 masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi.
 Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII.

 Dari 4 hektar itu, ada danau  area parkir. Jadi bangunnnya sendiri
 tidak luas-luas amat.

 Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan
 oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai.
 Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur.

 Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya
 anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada
 yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial.

 Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI
 adalah semacam permintaan Pa Harto secara pribadi. Sebagai
 masyarakat yg patuh sama orang tua ya dituruti maunya pak Harto.
 Alasannya pun saya tidak tau. Entah berpikir ya identitas Tionghoa
 memang seperti itu. Apa salahnya? Saya pribadi tidak sino-phobic.

 Lebi menarik, kenapa India  Arap menolak? Kalo analisanya konflik
 sosial, maka keputusan langkah pimpinan India  Arap sudah tepat.

 Karena permintaan Pa Harto, maka pihak penyerang anjungan ini
 ya mestinya jangan maki si Tionghoa. Tapi coba pertanyakan ke
 Pa Harto sendiri donk


 Huangdi Bless U

 --- Pada *Sen, 1/2/10, dkhkwa dkh...@yahoo.com* menulis:


 Dari: dkhkwa dkh...@yahoo.com
 Judul: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
 Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 2:51 AM





 Pa Tjandra,

 Yang owe dengar dari “sumber yang bisa dipercaya”, tanah aslinya adalah 1
 ha, “Hebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling besar
 2 ha.” Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan
 sukarela atau paksa “bahkan serah terima juga tak lancar karena harus
 membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa
 Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur
 maka lahan tsb sekarang terbebaskan.” Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha,
 apa anehnya? Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa
 berkuasanya menindas orang TIONGHOA, untuk “menebus dosa”??? Bukankah kata
 pepatah, “ada uang, ada barang”?

 Luasnya yang jau melebihi anjungan dari daerah-daerah lain di Indonesia apa
 tidak dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial? Apalagi bangunan yang
 hendak dibuat adalah “main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada
 pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk
 perayaan Peh Chun).” Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas
 kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia, yang tak asing
 bagi sebagian orang, tapi sesuatu yang benar-benar asing, karena tidak ada
 di Indonesia, yang tukang-tukangnya “diimpor” langsung dari Tiongkok,
 sedangkan anjungan-anjungan lain toch mengambil contoh, misalnya, Keraton
 Yogyakarta yang memang aslinya benar-benar ada di Yogya. “Disain ini bukan
 replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru.”
 Kenapa bersikap “alergi” betul terhadap para tuan tanah atau pejabat
 TIONGHOA, sementara etnis LAIN biasa-biasa saja terhadap para pemimpin
 seperti para raja, sultan atau bupati mereka?

 Ataukah anjungan Tionghoa Indonesia isinya adalah replika Cikim-snia (Kota
 Terlarang) di Pakknia (Beijing), Danau Se’ou (Xihu) di Hangciu (Hangzhou),
 lengkap dengan pohon Yangliu-nya segala, Taman-taman Souciu (Suzhou), Pailau
 (Gerbang) dari Emui (Xiamen), dsb. Kalau orang mau melihat bangunan Tionghoa
 asli di Tiongkok, kenapa mereka harus ke Taman Mini? Kenapa tidak terbang
 saja langsung ke Beijing, Shanghai, Hangzhou, Suzhou, Xiamen, Guangzhou,
 Shenzhen? Di sana malah lebih 

Re: [budaya_tionghua] Re: AYO heritage BUDAYA TIONGHOA. Pasar Baru Jkt. Pst.

2010-02-01 Terurut Topik Dr. Irawan
Cuma mau nyaranin saja, kalau mau ngecet disikat dulu sampai bersih , kalau
ada yg retak di bersihkan dan di dempul dulu, lalu di meni (cat dasar) ,
baru setelah kering lain waktu datang lagi diampelas dan dibersihkan lagi
dan di cat finish . Kalau yg plituran yah kudu diplitur lagi .

Jangan main timpa cat saja , nanti jadi mubazir pada ngelotok, atau seperti
kulit buaya, Sebaiknya ada ahlinya yang profesional yang memberi arahan.
Karena sayang kalau barang antik malah jadi rusak.

Mudah2an memang sudah diatur demikian,
salam,
Dr.Irawan.

2010/1/31 ardian_c ardia...@yahoo.co.id



 yuk sekali2 kita ngecet rumah org
 owe seh mau aje ngecet rumah org apelage yg tua getu asal jgn ngecet rumah
 setan aje ya

 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com budaya_tionghua%40yahoogroups.com,
 ibcindon ibcin...@... wrote:
 
  Ide yang bagus sekali tuh..
 
 
 
  From: budaya_tionghua@yahoogroups.combudaya_tionghua%40yahoogroups.com
  [mailto:budaya_tionghua@yahoogroups.combudaya_tionghua%40yahoogroups.com]
 On Behalf Of Dipo
  Sent: Saturday, January 30, 2010 6:49 PM
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com budaya_tionghua%40yahoogroups.com
  Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
 
 
 
 
 
  Ide yang menarik sekali. Mengenai tempat saya coba cari yang paling
  memungkinkan. Atau dari rekan2 ada ide lokasi yang bisa dibersihkan ?
 Asal
  jangan gedung di TMII ya.
 
  Salam
 
  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.combudaya_tionghua%40yahoogroups.com
  mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.combudaya_tionghua%2540yahoogroups.com
 , ini rico! rico12410@

  wrote:
  
   teman-teman,
  
   menanggapi info dari pak Eddy W.. mungkin akan lebih kongkrit
 kontribusi
  warga tionghoa, bila beramai-ramai mengunjungi Toko Kompak atau ruko di
  belakang Klenteng Boen Tek Bio.
   Kita undang (atau saweran) tukang untuk perbaikan, sambil bawa beberapa
  ember cat, kuas, amplas, dll. Makanan kecil, minuman ringan sebagai teman
  kerja juga tidak ketinggalan. Sambil gotong royong sederhana, ngobrol
  pengalaman turun temurun.. mestinya akan menyenangkan sekali kita hari
 itu..
  dan tuan rumah merasa diperhatikan dan dihargai usahanya mempertahankan
  'bangunan cerita' milik mereka itu.
  
   Bagaimana? pak Dipo, mungkin bisa bantu mengkoordinasikan?
  
   salam
  
  
   Posted by: eddy witanto eddypw@ eddypw
   Fri Jan 29, 2010 5:23 am (PST)
  
  
   Toko Kompak di Pasar Baru Jakarta Pusat sudah dalam kondisi
  mengkhawatirkan di dalamnya, bagian belakangnya sudah dalam ambang
  kehancuran. Itu rumah Mayor Tio Tek Ho bukan? Di dalamnya ada rooflight.
   Di belakang Klenteng Boen Tek Bio juga ada rumah-toko yang terbagi atas
 3
  blok, blok yg tengah punya rooflight dg sisi berhiaskan cerita klasik
  Tiongkok dengan pecahan keramik dan kayu berukir.
  
   eddypw
  
 

  



[budaya_tionghua] AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA. Boen Bio Li Thang GUS DUR

2010-02-01 Terurut Topik ibcindon
Yth para rekan milis,

 

Menarik sekali diskusi yang yang  terus berlangsung di milis mengenai lahan 
yang dicadangkan di TMII.

 

Maaf saya ingin urun rembuk.

 

Beberapa waktu yang lalu ketika semua  sedang berduka cita  atas meninggalnya 
Gus Dur pernah  tercetus  usulan ( emosionil ?? )membangun  klenteng peringatan 
untuk Gus Dur. ( entah serius , entah main-maina ??? )

 

Usulan ini hilang tanpa jejak……….  J)

 

 

Saya jadi terpikirkan, istilah klenteng di Indonesia  merupakan pengertian 
tempat beribadat  agama Tionghoa. 

 

Konsep yang sudah diterima masyarakat semua. Kalu membangun klenteng akan 
banyak komentar tidak senang dari masyarakat luas, meskipun mungkin sekedar 
salah pengertian saja.

 

Dalam hal  TMII  bagaimana kalau kita  gunakan untuk suatu lahan tempat 
performance, belajar dan mempelajari  budaya. Mirip TIM  Jakarta.

 

Bangunan utama dapat diberi nama  BUN BIO  GUS DUR  ( tempat  budaya  GUS DUR ) 
  atau pun LI THANG  GUS  DUR  ( Hall/aula  pembelajaran GUS DUR ). 

 

Dilengkapi dengan perpustakaan, semacan CHINESE   HERITAGE CENTER di SINGAPORE, 
yang sekarang dipimpin   oleh Prof.  LEO SURYADINATA  .

 

Management  dapat mengelola program yang terarah   yang tetap dan teratur  
dilokasi ini. Mungkin  acara  budaya TiongHoa, pameran, acara kesenian, 
diskusi, ceramah, seminar dst, dst.

 

Income pemeliharaan dapat dengan menyewakan HALL / LITHANG  untuk upacara dan 
pesta.  Lahan parkir luas sudah pasti,  pesta  taman pun dapat diselengarakan 
disana.

 Dengan srana gtaman serba mirip HangChow  atau Sihu.

 

Melihat kecenderungan masyarakat klas the have  di Jakarta yang suka show off  
, jika fasilitas yang disediakan serba luas dan nyaman rasanya  sarana ini 
tidak akan pernah kekurangan peminat sepanjang tahun.

 

Juga keinginan memperingati  GUS DUR akan teringat sepanjang waktu.

 

Pemeiliharaan  dan penelitian budaya Tionghoa di Indonesia dapat 
terselengarakan secara berkesinambungan………..

 

Banyak tujuan dapat diperoleh pada waktu yang bersamaan…..

 

 

MARI KITA BAHAS BAIK-BAIAK……….  Kenapa tidak ??

 

 

Salam erat,

 

Sugiri.

 

From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] 
On Behalf Of zho...@yahoo.com
Sent: Tuesday, February 02, 2010 8:17 AM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: Re: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA

 

  

Pak Irawan,
Terlepas dari masalah pembongkaran bangunan lama, tujuan dan manfaat dari taman 
budaya di taman mini itu sendiri sangat meragukan. Ini bukan masalah emosi, 
tapi sudah masalah rasional. Ditinjau dari aspek sosial, budaya maupun dari 
kacamata akademis arsitektur juga sangat absurd menggelikan. 

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

  _  

From: Dr. Irawan drira...@indonesiamedia.com 

Date: Mon, 1 Feb 2010 11:26:26 -0800

To: budaya_tionghua@yahoogroups.com

Subject: Re: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA

 

  

Saya rasa Azura -Mazda ada benarnya , dengan tanpa mengurangi hormat kami 
kepada para tokoh2 yang menyesalkan pembongkaran situs2 budaya Tionghoa jadul 
yang lalu. Jadi Pak Tjandra Gozhali juga jangan mendesak terus beliau2 ini yang 
masih emosi. Ibaratnya jangan ngebangunin macan tidur. Sebab mereka para tokoh2 
budaya disini juga ada caranya sendiri untuk mempreservasi budaya Tionghoa.

Sekarang yang penting agar panitia pembangunan itu coba approach ke pihak2 
lainnya, dengan segala option yang mungkin bisa jalan , contoh ikut sertakan 
ormas lainnya , jangan hanya dikungkungi oleh satu ormas saja. Atau pihak2 
swasta lainnya yang berminat , tentunya tidak ada free lunch, pokoknya dicari 
win-win solution. 

Saya hargai usaha Pak Tjandra membantu Pak Teddy, memang sebagai Post Media 
harus berbuat kearah itu. Semoga Post Media tetap langgeng. 

Untuk Pak David Kwa, mohon maaf kalau ada omongan owe yang sala

Soja,
Dr.Irawan.,

2010/2/1 Azura-Mazda extrim_blue...@yahoo.com

  


Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India  Arap, masing-masing
1hektar. Tapi India  Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana.
Reason aslinya, saya ndak tau. 

Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli.
Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari
masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi.
Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. 

Dari 4 hektar itu, ada danau  area parkir. Jadi bangunnnya sendiri
tidak luas-luas amat. 

Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan
oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai.
Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. 

Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya
anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada
yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. 

Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI
adalah semacam permintaan Pa 

Re: [budaya_tionghua] Re: Reinkarnasi - - Bro Petrus

2010-02-01 Terurut Topik Dr. Irawan
Ngomong2 soal reinkarnasi , saya mau syer sesuatu yang janggal dalam budaya
masyarakat di Amerika.

Herannya kalau ada yang bicara reinkarnasi diantara orang2 Indonesia
kebanyakan yang tinggal di Amrik , mereka langsung menepis, dan menyatakan
bahwa itu tidak ada , hidup ini hanya sekali saja !.

Tapi kalau saya perhatikan kalau ngomongan itu ada diluar lingkunagn orang
Indonesia , seperti bule, dan orang2 lainnya yang bukan orang indo. mereka
sering ucapkan: 'You're not gonna get it until your next life . Yang
berarti next life itu adalah kehidupan berikutnya. Dan ini sering diucapkan
. Bahkan oleh orang bule yang statusnya tentu beragama lain dari Budha,
Hindu maupun Islam.

Dalam budaya kita biasanya, kami selalu berpikir kalau agama nasrani itu
datangnya dari para bule2 itu. Karena kebanyakan dari missionaries itu
adalah orang2 kaukasus. Saya hanya bingung saja. Tapi saya juga tidak mau
menuai pertengkaran karena urusan ini. Saya hanya meninjau dari sudut
budayanya saja.

Kalau ada seseorang yang bisa menjelaskan secara ilmiah dan kepala dingin
saya ingin mendengarnya/baca. Tapi kalau ini jadi argumentasi dogma, harap
stop disini saja. Saya pribadi merasa penjelasan dari younginheart5000 cukup
masuk akal.

Salam,
Dr.Irawan.

2010/2/1 Petrus Paryono petruspary...@yahoo.com




 Terima kasih atas pencerahannya. Cukup membuka wawasan saya.

 Saya akan coba belajar lebih lanjut, tapi tidak dengan tanya-jawab di milis
 ini. Saya kuatir kalau nanti keluar dari koridor milis Budaya Tionghua
 bakal disemprit  he...he

 Salam,
 Petrus Paryono

 --
 *From:* younginheart5000 crv...@yahoo.com
 *To:* budaya_tionghua@yahoogroups.com
 *Sent:* Mon, February 1, 2010 8:07:23 PM
 *Subject:* [budaya_tionghua] Re: Reinkarnasi - - Bro Petrus



 Petrus Paryono petrusparyono@ ... wrote:

  sebelumnya mohon maaf kalau posting ini tidak sesuai dengan Budaya
 Tionghua, karena saya tidak pernah mendapat didikan Budaya Tionghua..

  Saya ingin bertanya untuk menambah wawasan saya yang masih sempit:
 
  1. agama atau kepercayaan apa saja yang mengakui adanya reinkarnasi?
  2. apakah reinkarnasi dapat berakhir?

 --

 Anda bukan dari keluarga Tionghoa, jadi tak mendapat didikan budaya
 Tionghoa? By the way, apa urusan budaya Tionghoa dengan reinkarnasi?

 Untuk info anda (selanjutnya, mohon datang ke vihara untuk memperdalam
 pengetahuan anda, misalnya PusDikLat Buddha, Vihara Avalokitesvara: Jl.
 Mangga Besar 58, Jakarta Barat
 Telp. (021) 6294542, 6299551 Fax.(021) 6249984)

 Reinkarnasi dalam agama Buddha

 Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali
 (Punabbhava) . Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus
 menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai
 tingkat kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk
 tersebut; bila ia baik akan terlahir di alam bahagia, bila ia jahat ia akan
 terlahir di alam yang menderitakan. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh
 Garuka Kamma yang artinya karma pada detik kematiaannya, bila pada saat ia
 meninggal dia berpikiran baik maka ia akan lahir di alam yang berbahagia,
 namun sebaliknya ia akan terlahir di alam yang menderitakan, sehingga segala
 sesuatu tergantung dari karma masing-masing. Umat Buddhist tak menggunakan
 konsep re-inkarnasi, yang hanya dikenal dalam agama Hindu.

 Reinkarnasi dalam Hindu

 Dalam agama Hindu, filsafat reinkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar
 terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap nasib
 yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus reinkarnasi,
 maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil
 perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu
 duka. Dalam filsafat Hindu dan Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia
 kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi
 apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan
 duniawi sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti
 arti hidup yang sebenarnya

 Dalam filsafat agama Hindu, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus
 menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Pada saat
 manusia hidup, mereka banyak melakukan perbuatan dan selalu membuahkan hasil
 yang setimpal. Jika manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur
 hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan
 selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar
 jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya yang belum sempat dinikmati. Selain
 diberi kesempatan menikmati, manusia juga diberi kesempatan untuk
 memperbaiki kehidupannya (kualitas).

 Jadi, lahir kembali berarti lahir untuk menanggung hasil perbuatan yang
 sudah dilakukan. Dalam filsafat ini, bisa dikatakan bahwa manusia dapat
 menentukan baik-buruk nasib yang ditanggungnya pada kehidupan yang
 selanjutnya. Ajaran ini juga memberi optimisme 

[budaya_tionghua] test

2010-02-01 Terurut Topik Akhmad Bukhari Saleh
testing, please ignore or just delete

Re: [budaya_tionghua] Re: Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan Peresmian Auditorium Jusuf Ronodipuro

2010-02-01 Terurut Topik Akhmad Bukhari Saleh
Saya baru saja mau menanggapi yang sama, tapi Suma Mihardja haksoe sudah lebih 
dahulu mengkoreksi kesalahan-kesalahannya.

Sebetulnya di posting saya terdahulu sudah disebut bahwa Radetzkymarsch adalah 
ciptaan Johan Strauss der Vater, bukan der Sohn.
Kalau Eva sudah baca itu, barangkali di posting-nya ini dia hanya salah ketik 
saja, maunya mengetik I, jadinya II.

Juga soal Lie Eng Liong Adidharma, tentu saja Suma-heng tahu betul, karena 
dirigen itu termasuk salahsatu tokoh tionghoa yang riwayat hidup singkatnya 
tercantum dalam bukunya Suma-heng sendiri (mengedit Sam Setyautama) Tokoh 
Etnis Tionghoa Di Indonesia.

Tetapi di samping itu kiranya perlu saya tambahkan koreksi bahwa Sutan Takdir 
Alisyahbana sudah meninggal 10-an tahun yang lalu. Jadi tidak mungkin memberi 
kata sambutan di acara itu.

Yang sebenarnya memberi sambutan di acara itu adalah wartawan senior sejaman 
Jusuf Ronodipuro (walau lebih muda usianya), yaitu Rosihan Anwar.
Ketika memberikan sambutan, Rosihan sempat memperkenalkan penyiar RRI jaman 
Jusuf Ronodipuro yang juga hadir malam itu,yaitu istrinya sendiri dan Mien 
Soedarpo-Wiranatakusumah.

Entah bagaimana Eva bisa mengira Rosihan adalah Sutan Takdir. Lafal namanya 
berbeda jauh, postur kedua beliau pun sangat berbeda, walau sama-sama orang 
Minang.

Tentang Auditorium Ronodipuro, di tempat itu, pada asalnya di jaman dulu 
terdapat Studio-5 RRI, yang juga sudah merupakan auditorium yang sangat dikenal 
para penggemar musik Jakarta saat itu. Namun sempat terbakar dan terbengkalai 
beberapa lamanya.
Sampai direnovasi Direksi RRI sekarang dan diresmikanmalam itu.

Malam itu, karya Mozart selain Symphony G Minor-nya yang disebut Eva (No.40 KV 
550), dimainkan juga Eine Kleine Nachtmusik, yang tentu saja buat penggemar 
musik klasik 'ringan', lebih dikenali.

Tapi... ini sudah tidak ada hubungannya dengan budaya tionghoa!
Jadi koreksi dan tambahan atas posting Eva kouwnio saya cukupkan sampai di sini.

Wasalam.




  - Original Message - 
  From: sumamihardja 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, February 02, 2010 12:19 AM
  Subject: [budaya_tionghua] Re: Kebangkitan Orkes Simfoni Jakarta Dan 
Peresmian Auditorium Jusuf Ronodipuro



  Tritsch-tratsch bukan karya Polka. Polka adalah aliran musiknya, hampir 
seperti balet, tapi lebih energik dan tariannya pun bukan membuai seperti 
balet, lebih menghentak seperti tarian Gypsi. TT dimainkan dengan irama Polka, 
yang menggubahnya adalah Johann Strauss, Jr.

  Radetzky March bukan dibuat oleh yang Jr. (II)), tapi oleh bapaknya, sang 
Johann Strauss (Sr.; I).

  Namanya Lie Eng Liong (Adidharma; 1930-). Dia hasil didikan Konservatorium di 
Amsterdam untuk kemudian ke Julliard School of Music di New York. Gurunya 
adalah Persinger yang juga mengajar Zubin Mehta, konduktor terkenal Israel. 
Spesialisasinya semula adalah biola sebalum nantinya aktif di RRI dan kemudian 
OSJ.

  Pada tempayan Raja Thung terukir kalimat,Bila suatu hari dapat memperbarui 
dari, perbarui terus tiap hari dan jagalah agar baru selama-lamanya.

  Suma Mihardja


  -


  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Eva Yulianti beran...@... wrote:
  
   Hari sabtu kemaren sengaja saya memuaskan diri dengan menghabiskan waktu 
untuk membaca novel kesayangan saya, ketika melirik jam sudah menunujukkan jam 
01.00, udah hari minggu, saya menyalakan TV, dan entah mengapa rasanya kok 
ingin buka channel TVRI, dan sungguh kebetulan yang menyenangkan.
   
   Ternyata ada siaran tunda acara pagelaran orkes simfoni jakarta yang 
sekaligus peresmian auditorium Jusuf Ronodipuro yang dilaksanakan tepat dihari 
2 tahun kepergian Beliau yaitu tanggal 27 Januari 2008.
   
   Beruntung saya ketinggalan sedikit acara tersebut, tampak Bapak Parni Hadi 
sedang memberikan sambutan, tampak di deretan kursi undangan yang saya kenal 
wajahnya diantaranya ada Ratu Kuis TVRI Ibu Ani Sumadi, kemudian tampak pula 
dubes Rusia beserta istri, Pak Adnan Buyung Nasution beserta Ibu Ria, dan yang 
paling penting tentunya sosok Ibu Jusuf Ronodipuro yang tetap terlihat cantik 
di usia senjanya yang didampingi oleh Putranya saya rasa, karena saya tidak 
kenal, hanya menerka-nerka karena wajahnya mirip dengan Bapak Jusuf Ronodipuro.
   
   setelah selesai Pak Parni Hadi menyampaikan pidatonya, giliran pak Sutan 
Takdir Alisyahbana mewakili keluarga dan kolega dari Bapak Jusuf Ronodipuro 
menyampaikan sambutan yang juga sekaligus mengupas perjalanan kehidupan Bapak 
Jusuf Ronodipuro.
   
   setelah itu adalah penanda tanganan prasasti auditorium yang ditanda 
tangani oleh Bapak Parni Hadi selaku dirut RRI, yang didampingi oleh Ibu Jusuf 
Ronodipuro yang tampak begitu terharu atas penghargaan kepada suami terkasih. 
   
   kemudian acara disambung dengan persembahan lagu-lagu klasik sebagai 
conductor adalah Bapak Amir Katamsi.
   
   lagu pertama yang dipersembahkan adalah Lagu Symphony No 40 Kv. 550 karya