Re: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Bung Asahan yang saya hormati, Ah... pepatah, padi semakin tua/berisi maka semakin merunduk pantas saya sandangkan kepada anda, senang rasanya dapat mengenal anda yang berpandangan luas dan semoga saya dapat belajar banyak dari anda. terima kasih, Andri --- BISAI [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Andri Yang bijaksana, Komentar bung selalu singkat tapi padat. Saya belajar dari bung. Semua kita sesungguhnya masih belajar, tapi ada yang lebih cepat majunya dan ada yang kurang cepat. Saya termasuk yang kurang cepat itu. Tapi sungguh-sungguh saya juga ingin belajar dari siapapun. Tapi disamping belajar kita juga berusaha berbuat sungguh-sungguh. Pribumi , Non Pribumi, Asli , Bukan asli Pendatang , Peranakan , Totok CINA, dsb, dsb-nya, CUMALAH sebuah kata atau nama. Dan apalah artinya sebuah nama. Tapi kita memang akan bersungguh-sungguh bila sebuah kata atau nama ditunggangi atau dimanipulasi seseorang atau penguasa, atau rezim atau siapa saja, untuk mengambil keuntungan tertentu dan merugikan orang banyak, apalagi merugikan seluruh rakyat. Tapi seperti juga pemikiran bung, kalau kata yang telah menjadi coreng moreng itu lalu rame-rame kita sikat dari muka bumi, dari kamus, disapu bersih, tapi bukan dibersihkan nodanya untuk kita miliki kembali sebagai kekayaan kita sendiri, perbuatan yang demikian bukanlah perbuataan yang produktif bahkan anti produktif. Secara berkelakar, bila umpamanya bung ditanya seseorang apakah pribumi atau non pribumi, lalu bung jawab: Saya pribumi!. Lalu bung sendiri, umpamanya merasa lucu karena mata yang sipit, kulit yang lebih putih dari pribumi dsb,dsb. Juga yang menanyai yang tampak pribumi asli atau pribumi totok, juga berpikir seperti bung. Apakah ini lucu?. Ya, memang itu lucu. Tapi juga di sana terkandung satu keseriusan. Bung telah berani menggunakan hak bung, merasa pribumi dan memang pribumi. Soal yang bung anggap halangan karena mata sipit dan semua ciri-ciri husus yang bersifat biologis lainnya itu, kita anggap sebagai pergurauan yang membuat kita gembira, sebuah humor yang sehat. Saya menyaksikan sendiri meskipun hanya dalam sebuah film dokumenter, film ilmiah, bahwa DNA seorang warga Kirgistan yang ciri biologisnya sangat Cina, tapi ternyata dia masih mermiliki DNA nenek moyang asal muasal manusia, yanga sama dengan DNA-nya nenek moyang kita yang dari benua Afrika (ketika itu tentu saja belum ada yang namanya bangsa Afrika, cuma nama geografis saja) yang puluhan ribu tahun lalu. Dalam film itu juga tampak lucu, seorang yang berwajah Cina tapi punya DNA Afrika dan berkebangsaan Kirgistan. Dia tertawa, sang doktor(penyelidik) juga tertawa bahkan saya sendiri sebagai penonton TV itu turut tertawa. Tapi yang terserius adalah bahwa telah terbuktikan secara ilmiah yang tidak mungkin dibantah lagi bahwa kita umat manusia ini berasal dari nenek moyang yang sama. Semua kita dari Afrika. Tapi manusia telah terlanjur mengkotak-kotakkan dirinya menjadi puak-puak, suku-suku dan lalu bangsa-bangsa. Itu juga suatu yang wajar saja dalam perkembangan sejarah kehidupan manusia sebagai mahluk sosial dan mahluk dinamis. Tapi yang tidak wajar adalah, ketika sekelompok manusia merasa dirinya lebih tinggi, lebih berhak dari kelompok atau bangsa yang lain dengan dirinya. Ketidak wajaran inilah yang kita lawan sepanjang masa. Tapi bagaima cara melawannya?. Tentu saja dengan bermacam cara yang sesuai dan juga mestinya efektif agar mendapatkan hasil yang kita inginkan. Di sinilah pentingnya kita saling bertukar pikiran dan saling belajar dan bukan hanya menuruti instruksi, perintah, apalagi pemaksaan mutlak dari para diktator bangsa yang bila perlu kita lawan, harus kita lawan dengan berbagai cara. Salam sebangsa dan setanah air. asahan aidit - Original Message - From: andri halim [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Saturday, September 17, 2005 5:31 AM Subject: Re: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Salam hangatku utk Bung Asahan, Apa yang salah dengan kata Pribumi dan Non pribumi, jawabanku adalah tidak ada yang salah dengan kata-kata tersebut, tetapi kata-kata tersebut dilihat oleh sebagian orang seolah-olah sangat bersalah hanya karena digunakan sebagai senjata oleh ORBA. Andaikata benar kalau kata pribumi dan non-pribumi sangat begitu bersalah terhadap terjadinya diskriminasi, dan kata-kata tersebut harus dihapuskan(tidak boleh disebut2 lagi) maka yang terjadi hanyalah mengurangi perbendaharaan kata saja, dan dilain pihak hanya membiarkan diskriminasi(permasalahan utama) terus berjalan. Inti, Apa yang Anda pikirkan menurutku benar adanya, buat apa mengharamkan istilah Pribumi dan Non-pribumi, karena itu hanya sebagai alat ORBA, yang seharusnya dipikirkan dan didiskusikan adalah bagaimana cara menghilangkan diskriminasi yang terjadi bukan
Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Bung Andri Yang bijaksana, Komentar bung selalu singkat tapi padat. Saya belajar dari bung. Semua kita sesungguhnya masih belajar, tapi ada yang lebih cepat majunya dan ada yang kurang cepat. Saya termasuk yang kurang cepat itu. Tapi sungguh-sungguh saya juga ingin belajar dari siapapun. Tapi disamping belajar kita juga berusaha berbuat sungguh-sungguh. Pribumi , Non Pribumi, Asli , Bukan asli Pendatang , Peranakan , Totok CINA, dsb, dsb-nya, CUMALAH sebuah kata atau nama. Dan apalah artinya sebuah nama. Tapi kita memang akan bersungguh-sungguh bila sebuah kata atau nama ditunggangi atau dimanipulasi seseorang atau penguasa, atau rezim atau siapa saja, untuk mengambil keuntungan tertentu dan merugikan orang banyak, apalagi merugikan seluruh rakyat. Tapi seperti juga pemikiran bung, kalau kata yang telah menjadi coreng moreng itu lalu rame-rame kita sikat dari muka bumi, dari kamus, disapu bersih, tapi bukan dibersihkan nodanya untuk kita miliki kembali sebagai kekayaan kita sendiri, perbuatan yang demikian bukanlah perbuataan yang produktif bahkan anti produktif. Secara berkelakar, bila umpamanya bung ditanya seseorang apakah pribumi atau non pribumi, lalu bung jawab: Saya pribumi!. Lalu bung sendiri, umpamanya merasa lucu karena mata yang sipit, kulit yang lebih putih dari pribumi dsb,dsb. Juga yang menanyai yang tampak pribumi asli atau pribumi totok, juga berpikir seperti bung. Apakah ini lucu?. Ya, memang itu lucu. Tapi juga di sana terkandung satu keseriusan. Bung telah berani menggunakan hak bung, merasa pribumi dan memang pribumi. Soal yang bung anggap halangan karena mata sipit dan semua ciri-ciri husus yang bersifat biologis lainnya itu, kita anggap sebagai pergurauan yang membuat kita gembira, sebuah humor yang sehat. Saya menyaksikan sendiri meskipun hanya dalam sebuah film dokumenter, film ilmiah, bahwa DNA seorang warga Kirgistan yang ciri biologisnya sangat Cina, tapi ternyata dia masih mermiliki DNA nenek moyang asal muasal manusia, yanga sama dengan DNA-nya nenek moyang kita yang dari benua Afrika (ketika itu tentu saja belum ada yang namanya bangsa Afrika, cuma nama geografis saja) yang puluhan ribu tahun lalu. Dalam film itu juga tampak lucu, seorang yang berwajah Cina tapi punya DNA Afrika dan berkebangsaan Kirgistan. Dia tertawa, sang doktor(penyelidik) juga tertawa bahkan saya sendiri sebagai penonton TV itu turut tertawa. Tapi yang terserius adalah bahwa telah terbuktikan secara ilmiah yang tidak mungkin dibantah lagi bahwa kita umat manusia ini berasal dari nenek moyang yang sama. Semua kita dari Afrika. Tapi manusia telah terlanjur mengkotak-kotakkan dirinya menjadi puak-puak, suku-suku dan lalu bangsa-bangsa. Itu juga suatu yang wajar saja dalam perkembangan sejarah kehidupan manusia sebagai mahluk sosial dan mahluk dinamis. Tapi yang tidak wajar adalah, ketika sekelompok manusia merasa dirinya lebih tinggi, lebih berhak dari kelompok atau bangsa yang lain dengan dirinya. Ketidak wajaran inilah yang kita lawan sepanjang masa. Tapi bagaima cara melawannya?. Tentu saja dengan bermacam cara yang sesuai dan juga mestinya efektif agar mendapatkan hasil yang kita inginkan. Di sinilah pentingnya kita saling bertukar pikiran dan saling belajar dan bukan hanya menuruti instruksi, perintah, apalagi pemaksaan mutlak dari para diktator bangsa yang bila perlu kita lawan, harus kita lawan dengan berbagai cara. Salam sebangsa dan setanah air. asahan aidit - Original Message - From: andri halim [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Saturday, September 17, 2005 5:31 AM Subject: Re: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Salam hangatku utk Bung Asahan, Apa yang salah dengan kata Pribumi dan Non pribumi, jawabanku adalah tidak ada yang salah dengan kata-kata tersebut, tetapi kata-kata tersebut dilihat oleh sebagian orang seolah-olah sangat bersalah hanya karena digunakan sebagai senjata oleh ORBA. Andaikata benar kalau kata pribumi dan non-pribumi sangat begitu bersalah terhadap terjadinya diskriminasi, dan kata-kata tersebut harus dihapuskan(tidak boleh disebut2 lagi) maka yang terjadi hanyalah mengurangi perbendaharaan kata saja, dan dilain pihak hanya membiarkan diskriminasi(permasalahan utama) terus berjalan. Inti, Apa yang Anda pikirkan menurutku benar adanya, buat apa mengharamkan istilah Pribumi dan Non-pribumi, karena itu hanya sebagai alat ORBA, yang seharusnya dipikirkan dan didiskusikan adalah bagaimana cara menghilangkan diskriminasi yang terjadi bukan mempermasalahkan kata Pribumi dan Non-pribumi, mungkin yang dipikirkan oleh sebagian orang adalah kalo kata tersebut diharamkan maka etnis China bisa diterima oleh masyarakat asli Indonesia(pribumi), heheheheheheee, kalo segampang itu seharusnya Indonesia tidak lagi terjadi diskriminasi donk, karena Habibie sendiri telah melarang penggunaan kata tersebut pada saat dilantik menjadi presiden tetapi hasilnya = nihil. Salam
Re: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
, preyektor politik rasialis Orba dsb, dsb-nya ,hanya karena ada perbedaan pendapat.Semua pemikiran saya tidak dijawab dengan pemikiran kembali untuk mengembangkan diskusi yang sehat dan berguna bagi banyak pihak, tapi pada saya diberi cap-cap atau stempel yang bukan saja bermaksud untuk membunuh karakter pribadi saya tapi juga menghina dan memfitnah orang-orang yang mungkin sefikiran dengan saya, senasib dengan saya yang juga menderita diskriminasi seperti saya. Tapi semua itu telah saya jawab dengan pemikiran, dengan kemampuan yang sesuai dengan yang saya punyai, dengan argumentasi yang tapi juga tentu saja dengan sambil membela diri dan memberikan reaksi yang adil terhadap serangan dan fitnah-fitnah yang saya terima. Sebagai ahir kata, saudara Andri, saya merasakan penderitaan saudara sebagai etnis Cina yang yang sungguh-sungguh ingin menjadi orang Indonesia yang sejajar dan sederajat dengan semua orang Indonesia lainnya tidak pandang etnis apapun, tapi toh tetap saja menderita diskriminasi. Saudara tidak sendiri tapi saudara berada di antara puluhan bahkan ratusan juta manusia Indonesia yang di-pariakan lainnya yang didiskiriminir oleh penguasa bangsanya sendiri, dan bahkan kadang-kadang oleh saudara-saudara se-etnisnya sendiri yang adalah juga sebagai akibat politk diskriminasi penguasa diktator di masa lalu. Kita tetap berjuang melawan semua bentuk diskriminasi dan kediktatoran dan bukan hanya melawan kata yang telah dilumuri tujuan politik gelap. Kita bersihkan kata pribumi dari semua noda dan kotoran yang diberikan oleh penguasa dan diktator bangsa di masa lalu. Semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku, sama derajat dan semua kita adalah bangsa Indonesia yang mencintai keadilan dan melawan semua bentuk diskriminasi politik, ekonomi, kebudayaan maupun ras. Kecuali memang ada yang berkeinginan lain. Itu adalah urusan mereka. Salam perkenalan dan persahabatan yang sehangat hangatnya dari saya. asahan aidit. - Original Message - From: andri halim [EMAIL PROTECTED] To: Andy Winata [EMAIL PROTECTED]; budaya_tionghua@yahoogroups.com; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, September 15, 2005 6:51 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Salam saudara sekalian, Ingin rasanya mengungkapkan rasa di hati ini, Seperti yg diketahui telah beberapa ratus tahun Chung hua tinggal di Indonesia, sebelum kedatangan VOC pertama kali tahun 1600an pun orang-orang chung hua telah tinggal bersama orang-orang asli di indonesia untuk berdagang, pada saat pertama kali yang datang hanya mereka yg berkelamin lelaki, karena pada sekitar jaman dinasti Ming (kira2 1300an) ada larangan perempuan tidak boleh ke luar negri, sehingga lelaki chung hua perantauan menikah dengan penduduk asli sekitar, dan ini berjalan dengan baik sampai akhir diterbitkannya devide et empera oleh pihak Belanda, semua mulai berjalan dengan tidak nyaman === message truncated === __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com Yahoo! Groups Sponsor ~-- DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today! http://us.click.yahoo.com/O4u7KD/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Salam saudara sekalian, Ingin rasanya mengungkapkan rasa di hati ini, Seperti yg diketahui telah beberapa ratus tahun Chung hua tinggal di Indonesia, sebelum kedatangan VOC pertama kali tahun 1600an pun orang-orang chung hua telah tinggal bersama orang-orang asli di indonesia untuk berdagang, pada saat pertama kali yang datang hanya mereka yg berkelamin lelaki, karena pada sekitar jaman dinasti Ming (kira2 1300an) ada larangan perempuan tidak boleh ke luar negri, sehingga lelaki chung hua perantauan menikah dengan penduduk asli sekitar, dan ini berjalan dengan baik sampai akhir diterbitkannya devide et empera oleh pihak Belanda, semua mulai berjalan dengan tidak nyaman Nah yang jadi permasalahan yang dihadapi sekarang lebih berat lagi, karena masyarakat Indonesia tidak lagi menerima pluralisme, negara terdiri dari beberapa macam suku, agama, ras, dll. dan seharusnya pemerintah menggalakkan pluralisme agar masyarakatnya dapat menerima semua apa yang disebut sebagai Perbedaan, tetapi yang terjadi dilapangan adalah Pemerintah tidak mempunyai kekuatan untuk mengatur negara ini, jadi begitu gampangnya dipermainkan oleh pihak2 yang bertujuan, dan satu hal yang sangat-sangat membuatku prihatin adalah : OOT : Negara ini adalah negara mayoritas Islam terbanyak, bahkan masjid terbanyak juga berada di Indonesia, jauh lebih banyak dari asal agama itu sendiri, tetapi, yang menjadi masalah adalah, islam ada yang Fund dan Liberal, dan pemerintah terkesan sangat tidak berkutik menghadapi masalah ini, karena sangat terlihat apabila ada Is-Fund yang mengerakkan massa, maka pemerintah hanya bisa bengong melihat, ini sudah terlalu sering, yang akhirnya membuatku berpikir bahwa peranan yang paling penting di Negara ini adalah agama mayoritasnya nya dari pada pemerintah itu sendiri, yang akhirnya membuat masyarakat tidak bisa menerima apa yang namanya pluralisme, dan mengakibatkan diskriminasi terus berjalan sampai sekarang, (dalam hati aku berterima kasih kepada Gus dur, yg sangat Pluralisme dan Liberal, masih mau melihat minoritas2 dan menahan gerakan Fund) --- bukankan seharusnya pemerintah yang melihat kejadian seperti ini dapat membuat ancang2 untuk membatasi ruang gerak organisasi2 yang terlalu fund seperti ini, agar terciptanya pluralisme Hah..., kadang aku sedih melihat yang terjadi di negara ini, aku seorang Chung hua generasi ketiga dari kakek aku yang tinggal di Indonesia, darah aku darah China, tetapi aku lahir di negara Indonesia ini, sehingga membuat aku sayang kepada tanah air ini, dengan lantang aku bisa berteriak aku Orang Indonesia, aku Nasionalis, tetapi di dalam hati kecil aku menangis, apakah benar aku orang Indonesia, kalau iya kenapa terasa telak diskriminasi yang terjadi di negara ini seolah-olah aku bukan orang Indonesia, ataukah aku hanya menumpang tinggal disini, mencari makan disini, apakah hanya sekedar itu?, Back on topic, What is in a name, pernah juga diucapkan oleh Sukarno pada saat rapat Baperki kedua, beliau mengatakan bahwa apa lah arti sebuah nama, aceng kek, acong kek, terserah kamu, suka-suka kamu, nah yang aku ingin ungkapkan adalah kenapa mau repot-repot mempersoalkan masalah pribumi dan Non-pribumi, wong kita sama saja kok sebagai warga negara Indonesia, negara ini sedang banyak2nya menghadapi masalah yg lebih penting, masalah pribumi ataupun bukan pribumi itu masalah belakang, tetapi yg harus dipersoalkan adalah bagaimana cara menghilangkan DISKRIMINASI, dengan tidak adanya diskriminasi lagi maka secara langsung efek dari Pribumi dan Non-pribumi akan pupus dengan sendirinya, menurutku inilah inti jawaban dari Pribumi dan Non-pribumi. Negara ini terdiri dari berbagai suku, agama, ras, maka itu marilah kita berpikir ulang, sebenarnya apa yang salah, kenapa suku tiong hua saja yang selalu bermasalah, bukan maksud aku membela2 native, karena menurutku native juga ada yang baik dan yang tidak, sama seperti orang2 tiong hua dan orang2 suku lainnya, pasti ada yang baik dan tidak, nah yang seharusnya dilakukan adalah bagaimana cara mengedukasi orang2 yang rasialis/yang suka mendiskriminasikan dapat menerima perbedaan, sehingga kita yang dari berbagai macam itu dapat bekerjasama dalam membangun negara ini jauh lebih baik NB : emai ini benar2 dari yang aku pikirkan selama ini, memang dalam hati aku secara jujur banyak setuju dengan apa yang diungkapan Bung Asahan, jadi aku nga mau panjang2 cerita lagi, karena inti yang aku pikirkan rata2 sama, dan walau aku bukan jago politik ttp mohon intelektual pribadi aku jgn dihina ya :-, kalo aku salah mohon tolong dikoreksi Rgds, Andri __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com To: BUDAYA TIONGHUA budaya_tionghua@yahoogroups.com, WAHANA [EMAIL PROTECTED] From: BISAI [EMAIL PROTECTED] Date: Tue, 13 Sep 2005 21:18:15 +0200 Subject: [budaya_tionghua] Fw: [Politik_Tionghoa] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah
[budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
ASAHAN ALHAM AIDIT: Mengapa harus mengharamkan istilah Pribumi dan Non Pribumi? Menurut pendapat saya sebutan Pribumi dan non Pribumi bukanlah sebab utama terjadinya sentimen ras yang memicu kerusuhan rasial. Tapi bahwa istilah itu diberi warna politik untuk mengesankan seolah-olah pemerintah yang mengharamkan istilah itu adalah pemerintah yang bersih dari politik diskriminasi rasial, adalah cumapunya sifat reklame untuk menarik satu golongan tertentu dan mengaburkan atau mengalihkan perhatian massa rakyat dari persoalan-persoalan berat seperti krisis ekonomi, krisis politik dan juga krisis kebudayaan serta moral di tingkat atas. Tapi memangharus diakui, bahwa istilah yang sudah dilaburi warna politik dengan inti reklame menarik itu, memang lebih banyak ditujukan pada etnis Cina dan memang lalu etnis Cina yang lebih banyak menjadi korban yang juga sekaligus adalah juga korban reklame Pemerintah yang berjubah antidiskriminasi rasial. Buktinya. Ketika benar-benar telah terjadikerusuhan rasialdi bulan Mei 1988, apakah yang telah dilakukan oleh Pemerintah dalam usaha menghentikan, membatasi, mengadakan penyelidikan siapabiang keladi kerusuhan, menangkap para penyuluh kerusuhan?, Yang kita dengar adalah bahwa aparat negara seperti TNI, polisi cuma diam menyaksikan kerusuhan yang sudah menjadi terror itu . Bukankah hal ini berartibahwa Pemerintah ketika itu cuma munafik, demagog, lain dimulut lain di hati.Dan lalu orang-orang menyalahkan istilahPribumi dan Non Pribumi yang telah menjadi biang keladi dan cikal bakal sentimen ras. Pada hal kata itu sendiri tidak punya dosa sedikitpun dan hanya sebutan biasa tanpa warna politik atau tendensi ras dan hanya menunjukkan tempat di mana seseorang dilahirkan atau telah lama diam di suatu tempat dan merasa dirinya atau dianggap adalah penduduk tempat tertentu.Tapi karena dipersoalkan dan banyak dipersoalkan, kata itu jadi kehilangan artinya yang asli dan netral lalu diberi warnapolitik sehingga menjadi peka dan bisa memancing sentimen ras yang pada gilirannya untuk mengambil keuntungan politik oleh segolongan atau aliran poltik tertentu. Inti masaalah sentimen ras bukan terletak pada istilah Pribumi atau non Pribumi tapi pada cara berfikir seseorang atau golongan atau aliran politik terhadap satu golongan ras yang lain.Dengan kata lain pengharaman kata Pribumi dan Non Pribumi adalah pengharaman yangdilakukan oleh Orde Baru itu sendiri untuk tujuan reklame yang licik dan lihai bagi mempengaruhi psikologi massa sehingga orang-orang lupa pada masaalah yang paling inti dari timbulnya sentimen ras sebagai satu sisitim pemikirandan terlena oleh daya tarik reklame dengan menggunakan istilah yang mudah dijadikan kambing hitam. Sedangkan Pemerintah pencipta pengharaman itu berada di balik kabut hitam yang mengaburkan semuakemunafikan dan penipuannya sambil menyulutsentimen ras tanpa dirasakan banyakorang. Sebaiknya kita kembali ke persoaalan inti masaalah dan bukan pada istilah yang tak habis-habisnya dibicarakan. Dalam kenyataan yang lebih dalam, bukan hanya etnis Cina saja yang menderita korban sentimen ras atau diskriminasi secara umum. Di antara ras-ras atau suku-suku di Indonesia, juga saling mendiskriminasi satu sama lain. Ini persoalan bersama semua etnis yang ada dan bukan hanya terkonsentrasi pada satu etnis saja. Terlalu banyak mengkonsentrasi diri sebagai etnis yang dikorbankan akan mengakibatkan perjuangan melawan diskriminasi menjadi hanya terfokos pada satu etnis dan itu akan berakibat kembali ke diskriminasi terpusat sehinggap perhatiantertuju ke satu pusat. Korban diskriminasi di Indonesia mencakup ratusan juta atau sebagian terbesar penduduk Indonesia. Setiap hari mereka dibunuhi secara psikologis, secara ekonomis, secara moril maupun materil. Bukankah kita lebih baikmenyatukan diri dalam perjuangan bersama melawan diskriminasi yang telah membudaya dalam masyarakat Indonesia yang membuat terpuruknya bangsa ini. Jadi bukan cuma meng-utik-utik soal istilah Pribumi dan non pribumi melulu sambil berlari jauh dari inti persoalan yang sesungguhnyayang bahkan bisa lebih menyulut sentimen ras. Semua kita adalah korban historis dan kontemporer Orde Baru. Tanpa menyedari hal ini cuma akan menguntungkan Orde Baru dan memperpanjang keterpurukan bangsa. Waspadalah terhadap reklame Orba dan jangan cepat-cepat membelinya dengan harga murah, bungkusnya indah, isinya tuba. asahan aidit. .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the