Re: [FISIKA] ledakan matahari
Pak Menteri Pertahanan Inggris ini nampaknya masih menggunakan prediksi lama, seperti dari Simposium Fisika Matahari 22 - 23 Mei 2008. Pada saat simposium itu berlangsung, siklus Matahari ke-24 belum dimulai (baru dimulai pada Desember 2008) sehingga data-data yang tersaji pada saat itu masih merupakan data aktivitas Matahari di siklus ke-23 yang mencapai puncaknya pada tahun 2000/2001. Sementara data dari siklus ke-24 memperlihatkan trend sangat berbeda. Sepanjang 2009 misalnya, satelit pengamat Matahari SOHO mencatat ada 260 hari di mana Matahari spotless (alias tanpa dihiasi bintik/jerawat Matahari). Ini merupakan rekor tersendiri sepanjang 100 tahun terakhir dengan mengecualikan data tahun 1913. Jumlah bintik Matahari berkorelasi langsung dengan aktiovitas Matahari dan intensitas penyinarannya di Bumi, sehingga jumlah bintik yang sedikit menandakan Matahari yang lebih kalem. Prediksi terbaru yang dikeluarkan NOAA alias BMKG-nya AS menyebutkan dalam siklus ke-24 ini (yang akan berumur 10,4 tahun), puncak aktivitas Matahari terjadi pada April/Mei 2014 (jadi bukan tahun 2013) dengan BBM (bilangan bintik Matahari) +/- 40 atau hanya sepertiga BM tahun 2000/2001. Kalemnya aktivitas Matahari di siklus ke-24 ini mungkin merupakan faktor utama yang menyebabkan anomali iklim secara global, dimana kita saat ini sebenarnya sedang memasuki tahapan global cooling. Prediksi dari pak Dhany Herdiwijaya (astronom Indonesia) juga menampilkan hal yang sama. Lebih lengkapnya silahkan dibaca di : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/03/08/101397/18/Snowmageddon-Banjir-dan-Matahari-Tenang Salam, Ma'rufin --- On Wed, 9/22/10, Den Bagusnya mili...@yahoo.com.sg wrote: From: Den Bagusnya mili...@yahoo.com.sg Subject: [FISIKA] ledakan matahari To: fisika_indonesia@yahoogroups.com Date: Wednesday, September 22, 2010, 8:02 AM Mohon para pakar astronomi, apakah berita seperti ini benar? terima kasih •Awas, Serangan Matahari Terhadap Bumi Komunikasi Bisa Mati http://internasional.kompas.com/read/2009/09/20/22434639/Awas..Serangan.Matahari.Terhadap.Bumi.Komunikasi.Bisa.Mati KOMPAS.com - Menteri Pertahanan Inggris Liam Fox membuat pernyataan di konferensi emergensi di London, kemarin. Menurutnya, tiga tahun lagi bakal ada ledakan begitu dahsyat di Matahari. Energi sebesar itu bakal melumpuhkan Bumi. Kondisi kaos akan terjadi gara-gara ledakan itu, kata Fox. Menurut Fox, ledakan itu mengakibatkan pembangkit listrik hancur, sistem komunikasi rusak, pesawat terbang jatuh, pasokan makanan hancur, dan jaringan internet mati total. Bencana kerusakan itu seperti terjadi pada 1859 ketika ledakan mahadasyat terjadi di Matahari, imbuhnya. Di dalam konferensi yang diselenggarakan oleh Dewan Keamanan Infrastruktur Kelistrikan informasi soal ledakan itu mengemukan. Para pakar itu mengatakan kalau Matahari bakal mencapai puncak krisis peredarannya pada 2013. Dampaknya adalah energi magnetik dari Matahari akan menjadi besar sehingga memicu radiasi badai. Akibatnya, terjadi kobaran api di alam semesta. Kondisi seperti itu, menurut para pakar lagi terjadi setiap 100 tahun sekali. Pada kejadian 1859, sekitar dua pertiga langit yang terlihat dari Bumi menjadi merah membara. Kondisi seperti ini bakal terjadi lagi dengan memicu terjadinya badai di beberapa kota modern seperti London, Paris, dan New York, kata mereka sembari menambahkan kalau pada 1989 kejadian padamnya pembangkit listrik di Quebec, Kanada adalah gejala dari ledakan tersebut. Kendati demikian, sebagaimana warta The Sun pada Selasa (21/9/2010), Fox meminta para pakar dalam konferensi itu menyusun strategi masa mendatang. Kita sekarang mengambil keuntungan dari kemajuan teknologi tapi kita juga menciptakan kondisi mudah diserang yang dimanfaatkan oleh musuh-musuh kita, katanya. Sementara itu salah seorang peserta yang juga mantan penasihat dewan pertahanan AS Dr Avi Schnuur mengatakan,Badai geomagnetik akan menghantam Bumi. Kita tak bisa menunggu untuk membiarkan hal itu terjadi. Sementara itu, pihak peneliti dari Universitas Santo Andreas, Inggris, mengatakan Bumi akan dilanda hujan permata. Hujan itu terjadi lantaran debu-debu luar angkasa terkena ledakan geomagnetik tersebut.
[FISIKA] Re: Global Warming......di Papua udara masih segar.....
Venus hanya sebagai analogi, tentang bagaimana situasi sebuah dunia kecil yang mendadak harus menerima CO2 secara berlebih. Kata kunci yang menghubungkan antara global warming di Bumi dengan situasi Venus dan kiamat ya CO2 ini. Singkat saja, dari sejarah tumbukan benda langit yang terekam dengan baik pada lapisan2 kulit Bumi, mekanisme pemusnahan massal makhluk hidup terletak pada berlebihnya kadar CO2, meski SO2 dan NxOy juga nggak bisa dikesampingkan. Musnahnya 75 % populasi makhluk hidup pada peristiwa 65 juta tahun silam, dan 98 % makhluk hidup pada 250 juta tahun silam, mayoritas dikendalikan oleh berlebihnya kadar gas-gas ini di atmosfer. Beruntung Bumi kita masih punya medan magnetik, sehingga hancurnya atmosfer tidak membuat partikel2 energetik yang diproduksi dalam badai Matahari menjadi bebas hambatan untuk menghajar permukaan Bumi secara mematikan. Dan kunci untuk mengendalikan CO2 di Bumi ini, ada pada kita, manusia. Jika konsentrasi CO2 terus bertambah secara linier sesuai dengan rate sekarang, maka pada 2070 - 2100 kelak kita akan menjumpai kondisi dimana kadar CO2 telah mampu menyekap panas demikian banyak sehingga 30 % populasi makhluk hidup di Bumi yang sensitif akan perubahan suhu 1-2 derajat takkan bertahan. Rate 30 % ini sama dengan yang dihasilkan tumbukan benda langit 35 juta tahun silam, yang masing2 membentuk kawah Chesapeake Bay di New York (diameter 95 km) dan kawah Popigai di Russia timur (diameter 100 km). Konsentrasi CO2 di atmosfer akan bertambah lebih cepat andaikata ada yang iseng memulai perang berskala besar sambil membakar tanki-tanki penyimpanan minyak raksasa yang ada di Bumi ini (maaf saja, yang di Plumpang itu kemarin bukan apa-apa, cuman bisul di punggung gajah). R.P Turco, E. Toon, Pollack, Ackerman dan Carl Sagan mengtung pada 1984, andaikata hal ini terjadi, shu Bumi akan melorot drastis hingga 25 derajat di bawah nilai rata-ratanya sekarang (alias mengalami musim dingin nuklir) sebelum naik kembali secara dramatis ke angka 35 derajat dari nilai pas musim dingin ekstrim itu. Salam, Ma'rufin From: USMAN SETIYANTO usanto...@yahoo.co.id To: astronomi_indone...@yahoogroups.com Sent: Friday, January 16, 2009 9:49:07 PM Subject: [astronomi_indonesia] Re: Global Warming..di Papua udara masih segar. Salam sejahtera! wah...menarik sekali diskusi ini;di Papua...masih luas hutannya, walau sudah mulai digunduli oleh orang2 yg haus rakus kekayaan duniawi. dan tidak peduli dgn global warming!!! lalu apa hubungan Global Warming - Venus - Kiamat? Salam dari Teluk Bintuni ===USman=== --- Pada Sen, 5/1/09, Ma'rufin Sudibyo maruf...@yahoo. com menulis: Dari: Ma'rufin Sudibyo maruf...@yahoo. com Topik: [astronomi_indonesi a] Re: [IndoEnergy] Re: Global Warming Kepada: indoene...@yahoogro ups.com Cc: Fisika fisika_indonesia@ yahoogroups. com, Forum Pembaca Kompas forum-pembaca- kom...@yahoogrou ps.com, Himpunan Astronom Amatir Jakarta haa...@yahoogroups. com, Astronomi Indonesia astronomi_indonesia @yahoogroups. com, Jogja Astroclub jogja_astroclub@ yahoogroups. com, Iffah a.if...@gmail. com, Sulistyowati al_i...@yahoo. co.id, Ihda brother_ihda@ yahoo.co. id, Ayah Abdillah H abdill...@gmail. com Tanggal: Senin, 5 Januari, 2009, 10:45 PM Ya, tentu saja tak ada yang salah dengan CO2 di atmosfer Bumi. Itu bukan gas setan. Namun menjadi bermasalah ketika konsentrasinya menjadi terlalu banyak. Mari kita lihat kasus pemusnahan massal 65 juta tahun silam, yang menyebabkan sedikitnya 75 % populasi makhluk hidup penghuni Bumi punah. Alvarez et.al (1980) menyebutkan pemusnahan massal ini sangat terkait dengan eksistensi lapisan lempung hitam tipis nan kaya Iridium yang ditemukan terjepit di sedimen zaman Karbon dan Paleosen, yang kemudian diketahui memiliki hubungan dengan terbentuknya Megastruktur Chicxulub di Semenanjung Yucatan, kawah raksasa produk tumbukan benda langit. Memang timing terbentuknya Megastruktur Chicxulub dengan pemusnahan massal itu ada selisih waktu 0,3 juta tahun. Namun dari jejak-jeka di lapisan tipis lempung hitam itu diketahui bahwa pemusnahan massal terjadi akibat adanya perubahan lingkungan dramatis yang diawali dengan musim dingin nuklir selama 8 - 20 tahun (ingat hipotesis TTAPS alias Turco, Toon, Pollack, Ackerman dan Sagan), dimana suhu udara turun hingga titik yang membekukan akibat terhalangnya radiasi sinar Matahari oleh sebaran debu-debu di atmosfer, yang kemudian disusul dengan pemanasan global selama ribuan tahun kemudian dimana suhu rata-rata Bumi meningkat hingga 10 derajat Celcius dari nilainya semula. Aherns O' Keefe (1990) dari NASA menunjukkan bahwa konsentrasi CO2 di atmosfer pada saat peristiwa itu mencapai 1,5 % alias 15.000 ppm atau 44 kali lipat di atas nilai sekarang (340 ppm, rata-rata). Dalam hal pemanasan global untuk konteks kekinian di Bumi, kita bisa juga berkaca pada apa yang terjadi di planet kembaran kita
[FISIKA] Fw: Catastrophic Coincidence: Second Ever Example Of Contemporaneous Meteorite Impact And Flood Volcanism Discovered
Satu lagi kejadian tumbukan benda langit dan vulkanisme basalt yang koinsidens waktunya. Dan baru berlangsung kemarin sore' (30 juta tahun silam), bandingkan dengan kejadian tumbukan yang membentuk kawah Chicxulub dan banjir lava basal di Dekan yang muncul 65 juta tahun silam. Dan yang membedakannnya lagi, pembentukan Struktur Logoisk (diameter 17 km) dengan vulkanisme basalt Afro Arabia di Yaman pada 30 juta tahun silam ini 'hanya' menyemburkan 30 milyar ton gas sulfurdioksida, belum seberapa dibandingkan massa 8.000 milyar ton gas SO2 yang disemburkan Chicxulub (diameter asli 300 km) dan vulkanisme Dekan pada 65 juta tahun silam, event yang diyakini menghasilkan peristiwa pemusnahan massal dimana 75 % populasi makhluk hidup tersapu dari muka Bumi, termasuk kadal raksasa alias dinosaurus. Dan satu lagi yang membedakan, bila kejadian 65 juta tahun silam berada dalam sistem podal-antipodal planet Bumi (silahkan direkonstruksikan posisi Kawah Chicxulub dan pusat semburan banjir lava basalt Dataran Tinggi Dekan pada 65 juta tahun silam, maka akan kita dapatkan kawah raksasa produk tumbukan benda langit berdiameter minimal 10 km tersebut tepat berada di titik lawan (antipodal) pusat banjir lava basalt Dekan dalam globe Bumi), Struktur Logoisk dengan pusat vulkanisme basalt Afro Arabia tidaklah demikian. Sehingga tidak jelas benar apakah tumbukan Logoisk yang memicu aktivitas vulkanisme basalt Afro Arabia, atapun meningkatkan intensitas aliran lava dari mantel Bumi. Sebagai pembanding, dalam kejadian 65 juta tahun silam, aktivitas vulkanisme basalt di Dataran Tinggi Dekan telah berlangsung lebih dulu dibanding kejadian tumbukan Chicxulub. Namun tumbukan benda langit tersebut menghasilkan gelombang seismik cukup kuat yang di titik antipodal kawah tumbukan terkumpul (terfokuskan) kembali dan memanaskan lapisan selubung Bumi setempat secara adiabatik, sehingga meningkatkan aliran keluar lava basalt di Dataran Tinggi Dekan. Volume banjir lava basalt kian membesar ketika -- ini masih hipotesis -- di dekat pusat semburan lava ini pun terbentuk kawah tumbukan raksasa berdiameter 600 km (!) yang kita kenal sebagai Struktur Shiva. So, inilah mekanisme pemusnahan massal itu. Ketika komet/meteor raksasa (dengan diameter minmal 10 km) jatuh membentur permukaan Bumi, gelombang seismik yang diproduksinya cukup kuat untuk terfokuskan kembali pada titik antipodalnya, dan memicu aktivitas vulkanisme areal berupa banjir lava basalt di sana. Kombinasi emisi gas CO2 dan SO2 yang dihembuskan dari kedua peristiwa tersebut, disamping debu2 vulkanik dan mikrotektit produk tumbukan yang menggelapkan atmosfer, itulah yang mengiamatkan kehidupan di permukaan Bumi, sebagaimana terjadi pada 250 juta tahun silam dan 65 juta tahun silam. Salam, Ma'rufin - Forwarded Message Subject: Catastrophic Coincidence: Second Ever Example Of Contemporaneous Meteorite Impact And Flood Volcanism Discovered Catastrophic Coincidence: Second Ever Example Of Contemporaneous Meteorite Impact And Flood Volcanism Discovered ScienceDaily (Jan. 7, 2009) — Scientists have discovered only the second example of a meteorite impact that occurred at the same time as massive volcanic activity, in research published in the Journal of the Geological Society the week of Jan 12. The first time such a coincidence was observed, at the Cretaceous-Tertiary boundary, was the catastrophic event thought to be responsible for the extinction of the dinosaurs, 65 million years ago. This new event, uncovered after the 17 km diameter Logoisk impact structure in Belarus was precisely dated, is thought to have taken place around 30 million years ago. The crater was dated using argon isotopes, and found to have occurred at a similar time to a period of massive volcanism known as the Afro-Arabian flood volcanism, which started in NW Yemen at around 30.9 Mya, and SW Yemen at around 29.0 Mya. The impact also coincides broadly with a period of sudden global cooling and sea level fluctuation. The researchers, led by Sarah Sherlock at the Open University, argue that massive volcanic eruptions and meteorite impacts are likely to have coincided much more frequently than has previously been thought, but because the preservation of impact craters on Earth is poor much of the evidence for these coincidences is lost. The relationships between meteorite impact craters, volcanism and changes in climate is a subject of much debate among scientists. Prior to the study, only one example of an impact coinciding with volcanism had been found: the Chicxulub and Boltysh impacts and the Deccan Traps flood volcanism, all of which occurred at the Cretaceous-Tertiary boundary. In 2002, the discovery of their coincidence with a global mass extinction led to debate over the causative links between meteorite impacts, volcanism and mass extinction events, and fuelled the search for more impacts at stratigraphic boundaries. Unlike the Cretaceous-Tertiary
[FISIKA] Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Presiden SBY Pilih Kasih kepada Korban Gempa
Ya memang mengherankan dan menyebalkan. Gempa Gorontalo 17 November 2008 silam itu memang 'hanya' memiliki magnitude Mw 7,3 (bandingkan dengan Gempa Sorong 4 Januari 2009 yang magnitudenya Mw 7,6). Namun gempa Gorontalo lebih berdampak ke masyarakat setempat, mengingat menurut USGS Landscan 2005 terdapat sekurangnya 200 ribu jiwa yang bermukim di wilayah yang mengalami guncangan berskala 7 - 8 MMI alias setara dengan guncangan kuat yang menghantam Bantul dan sekitarnya dalam kejadian gempa Yogya 27 Mei 2006 silam. Sementara untuk kasus Gempa Sorong, juga ada 200 ribu jiwa yang terdampak, namun untuk intensitas guncangan yang lebih rendah yakni 'hanya' 5 - 6 MMI. Di sini seharusnya administrasi SBY (untuk tidak mengatakannya rezim) musti memiliki pengetahuan mendasar bahwa yang krusial dalam dampak gempa ke populasi adalah intensitas guncangannya (yang dinyatakan dalam skala MMI), bukan sekedar magnitudenya semata. Dan peta intensitas guncangan macam gini mudah sekali didapatkan, baik lewat BMKG maupun lewat USGS. Memamg secara politis magnitude Gempa Sorong jauh lebih tinggi, mengingat fokus dunia internasional lebih menyorot ke Papua ketimbang wilayah lainnya di Indonesia. Namun jika menggunakan paradigma politik sebagai panglima dalam prosedur penanganan bencana, mau jadi apa negeri ini ? mau mengulangi borok Lapindo lagi ? Ya inilah tantangan ke depan bagi organisasi2 macam HAGI, IAGI dan AGI2 lainnya, untuk terus mengadvokasi dan mempersuasi administrasi pemerintahan soal penanganan bencana geologi. Nyaris sepanjang usia berdirinya republik ini, kita senantiasa mengalami bencana geologi dalam wujud gempa bumi. Jika penanganannya tidak kunjung membaik dari waktu ke waktu, ya banyak yang dipertaruhkan di masa depan... Salam, Ma'rufin From: Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id To: forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com Sent: Wednesday, January 7, 2009 11:21:43 PM Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Presiden SBY Pilih Kasih kepada Korban Gempa http://www.kompas. com/index. php/read/ xml/2009/ 01/06/19181161/ presiden. sby.pilih. kasih.pada. korban.gempa. . PALU, SELASA — Bupati Buol Amran Natalipu dan mantan Direktur Eksekutif Persatuan Bantuan Hukum Rakyat Sulawesi Tengah Muammar A Koloi menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pilih kasih dalam menangani korban gempa. SBY lebih mementingkan pencitraan diri di luar negeri dalam menanggapi bencana Monokawari, Papua Barat. Ketimbang gempa Buol, Gorontalo, dan Toli-Toli November lalu yang skala dan kerusakannya lebih besar, Presiden jauh lebih tanggap memerhatikan bencana di Manokwari dengan langsung mengirim empat menteri dan bantuan, kata Amran Natalipu, Selasa (6/1) . Amran dan Muammar mengungkapkan, hingga lebih sebulan gempa Buol yang menyebabkan 1.500 rumah rusak, perwakilan pusat yang datang dari Kementrian PU hanya staf di bawah dirjen. Tak satu pun menteri yang berkunjung. Senin lalu, atau cuma selang sehari setelah gempa di Manokwari, empat menteri tiba dengan membawa bantuan bahan makanan, obat-obatan, peralatan saat darurat, dan sejumlah uang tunai untuk para korban. Mereka adalah Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Perhubungan Jusman Safeii Djamal, ditambah Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif. Amran dan Muammar mengingatkan, Manokwari dan Buol sama-sama bagian dari NKRI dan sama-sama warga Indonesia. Anehnya, bencana di Manokwari jauh lebih diperhatikan. Asas keadilan seperti diabaikan,'' katanya. Reny Sri Ayu Taslim
[FISIKA] Bulan Baru dan Purnama Jadi Alternatif Peringatan Dini
Bulan Baru dan Purnama Jadi Alternatif Peringatan Dini Selasa, 6 Januari 2009 | 21:53 WIB BANDUNG — Fenomena bulan baru dan bulan purnama berpotensi dijadikan alternatif lain sistem peringatan dini menjelang kejadian bencana alam gempa bumi. Fenomena bulan baru dan purnama dikatakan berpotensi menyebabkan pelepasan energi di lempeng bumi. Demikian dikatakan Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaludin, Selasa (6/1), terkait alternatif astronomi dalam sistem peringatan dini gempa bumi. Menurut Thomas, hal itu disebabkan perbedaan dua arah gaya bumi, menuju dan menjauhi bulan atau matahari. Hal itu dikatakannya rentan mengganggu atau melepaskan energi dalam struktur lempeng bumi, khususnya di daerah perbatasan waktu pagi dan magrib. Dengan adanya kejadian ini, sangat mungkin lempengan yang sudah rawan lantas bergerak, katanya. Bulan purnama, dikatakan Thomas, terjadi ketika bumi berada di antara bulan dan matahari. Untuk Januari 2009, bulan purnama pada tanggal 11 Januari. Sementara itu, bulan baru ketika bulan berada di antara matahari dan bumi dan terjadi tanggal 26 Januari 2009. Thomas memberikan beberapa contoh gempa bumi yang terjadi di Indonesia beberapa waktu terakhir. Beberapa di antaranya bahkan berkekuatan tinggi dan memakan banyak korban jiwa. Di antaranya, gempa Alor pada 12 November 2004 terjadi menjelang bulan baru, 28 Ramadhan 1425 dan gempa Nabire pada 26 November 2004 terjadi menjelang purnama, 13 Syawal 1425. Selain itu, gempa Aceh pada 26 Desember 2004 terjadi saat purnama, 14 Dzulqaidah 1425; gempa Simeulue pada 26 Februari 2005 terjadi setelah purnama, 16 Muharram 1426; dan gempa Nias pada 28 Maret 2005 terjadi setelah purnama, 17 Safar 1426. Gempa Mentawai pada 10 April 2005 terjadi pada bulan baru, 1 Rabiul Awal 1426, dan gempa Yogya pada 27 Mei 2006, terjadi menjelang bulan baru, 29 Rabiuts Tsaniah 1427, juga termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, ia mengharapkan agar para ahli dan pakar gempa bumi bisa menimbang hal ini sebagai salah satu sumbangan peringatan dini gempa bumi. Diharapkan, dalam bulan baru dan purnama, kewaspadaan bisa ditingkatkan. Tujuannya, agar kejadian gempa bumi tidak menimbulkan korban. Bagi masyarakat, hal ini bisa dijadikan pegangan. Bagi mereka yang hidup di daerah rawan bencana gempa bumi, hal ini merupakan sumbangan peringatan dini lainnya. Dengan begitu, mereka diharapkan bisa mandiri mempersiapkan sebelumnya atau menyelamatkan diri ketika terjadi gempa bumi.
[FISIKA] Sorong, Sebuah Catatan Bertajuk 7,6 Mw
Catatan dimulai dari 4 Januari 2009 pukul 04:44 WIT, ketika sebuah guncangan kuat menggoyang kepala burung pulau Irian. USGS National Earthquake Information Center menempatkan gempa ini pada magnitude 7,6 Mw dan dikategorikan sebagai gempa besar dengan pelepasan energi seismik mencapai 3.700 kiloton TNT atau 185 kali lipat lebih dahsyat ketimbang bom Hiroshima. Hingga 12 jam kemudian telah tercatat sedikitnya 21 gempa susulan. Sejauh ini baru 1 orang tewas, 2 orang masih tertimbun di Hotel Mutiara, 4 orang luka-luka serta beragam bangunan roboh ataupun retak-retak, seperti misalnya kantor Gubernur Irian Jaya Barat. Plotting posisi episentrum gempa utama dan gempa-gempa susulannya menunjukkan Gempa Sorong ini berpusat di daratan, tepatnya di lintasan sesar Sorong. Merujuk mekanisme fokal dari USGS, gempa ini ditimbulkan oleh pematahan naik (thrust faulting) sepanjang 150 km dengan luas segmen batuan yang terpatahkan mencapai 4.000 km persegi, yang secara rata-rata mengalami pergeseran total (total slip) sebesar 2,5 meter. Angka ini berbeda jauh dengan estimasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Dept. ESDM yang menempatkan luasan patahan sebesar 28.600 km persegi atau 7 kali lipat lebih besar, yang berkorelasi dengan total slip 7 m. Mana yang lebih tepat tentunya musti dicek berdasarkan jejak-jejak rupture di lapangan, yang kemungkinan besar terekspos di permukaan mengingat hiposentrum gempa ini dangkal (yakni 35 km menurut USGS). Namun jika merujuk pada pengalaman gempa dengan magnitude hampir sama, seperti Samudera Hindia 17 Juli 2006 (7,7 Mw) maupun Mentawai 1935 (7,7 Mw), nilai total slipnya rata-rata tidak melebihi 3 meter. Di tengah musibah ini, patut disyukuri bahwa gempa ini tidak terjadi di laut, mengingat ada bagian sesar Sorong yang berada di dasar Teluk Cenderawasih. Andaikata sumber gempa ada di dasar teluk, maka dengan dislokasi vertikal rata-rata sebesar 150 cm akan diikuti dengan terbentuknya tsunami merusak dengan energi 3,92 kiloton dengan tinggi gelombang 1,3 meter pada pantai berjarak 50 km dari episentrum. Ini tentu cukup merusak. Di masa silam pesisir utara Pulau Irian, khususnya pulau Biak dan sekitarnya, pernah dihantam tsunami merusak pada 17 Februari 1996 yang menyebabkan 108 orang tewas. Gempa ini menghasilkan guncangan berintensitas 9 MMI di sumbernya. Namun di kota Sorong dan Manokwari, dua pusat pemukiman terdekat dengan sumber gempa, intensitas gempa tercatat hanya 5 MMI yang berkorelasi dengan percepatan tanah maksimum 4 - 6 % G. Angka ini cukup kecil sehingga tidak sampai meruntuhkan bangunan setempat. USGS Landscan 2005 menyebut ada 200 ribu jiwa yang mendiami wilayah yang terkena guncangan lebih dari 5 MMI, sehingga potensi korban jiwa memang ada, namun diestimasikan kecil. Demikian pula dengan potensi korban luka-luka. Sementara kerusakan infrastruktur sejauh ini belum bisa diestimasikan. Gempa Sorong meletup di lintasan sesar Sorong, sebuah patahan transformasi nan panjang yang membentuk Kawasan Indonesia bagian Timur mulai dari Pulau Irian hingga Pulau Sulawesi, yang muncul sebagai hasil interaksi kompleks antara lempeng Pasifik yang mendesak ke arah barat daya dengan kecepatan 11 cm/tahun dengan lempeng Australia yang bergerak ke utara dnegan kecepatan 6 cm/tahun. Sesar Sorong ini tergolong sesar aktif dan berulangkali menjadi sumber gempa yang merusak di kawasan Pulau Irian, Kepulauan Maluku, maupun Sulawesi bagian timur (Kep. Banggai dan Sula). Namun Pulau Irian tidak hanya punya sesar Sorong saja, masih ada pula sesar Tarera Aiduna yang bertanggung jawab atas gempa Nabire 2004, serta sesar Ransiki dan sesar-sesar yang membujur di sepanjang Pegunungan Jayawijaya. Persoalannya sekarang, 70 % pusat hunian manusia Indonesia berada di atas lembah/daratan yang terbentuk oleh aktivitas patahan, sebagian di antaranya diketahui aktif dan sebagian lagi belum jelas statusnya. Sementara sebagian besar bangunan di pusat-pusat hunian ini mempunyai daya tahan nan buruk terhadap guncangan gempa. Perhitungan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Dep. ESDM menunjukkan, untuk Pulau Jawa saja, guncangan gempa dengan magnitude 4,8 - 5,2 Mw (alias 5 skala Richter) sudah cukup mampu membuat kerusakan signifikan, sebagaimana yang terbukti dalam petaka Gempa Yogya 27 Mei 2006 silam yang merenggut 6.000 korban jiwa, padahal magnitudenya tergolong kecil (hanya 6,4 Mw). Maka prioritas mitigasi bencana gempa, mau tak mau adalah bagaimana menytelematkan manusianya, bukan bangunannya. Inilah yang harus terus menerus kita latih dan lakukan. Waspada dan berlatih siaga adalah your earthquake early warning systems. Sebab gempa-gempa lain setelah Gempa Sorong pasti akan terjadi, dan salah satunya mungkin akan terjadi di tempat tinggal kita. Itu hanya masalah waktu saja. Catatan usai. Salam, Ma'rufin attachment: papua_seismicity.GIF
[FISIKA] Re: Mendukung PLTN dan Risiko.
Yth. pak Bakri Arbie dan rekan2 miliser Sekedar koreksi. Plutonium-239 (Pu-239) itu punya waktu paruh 24.000 tahun pak, bukan 240.000 tahun. Karena waktu paruhnya relatif kecil ini maka aktivitas jenisnya tinggi sehingga potensi bahaya akibat radiasinya menjadi lebih besar. Sekedar tambahan saja, dalam khasanah radioisotop, berlawanan dengan asumsi umum, sebenarnya makin kecil waktu paruh sebuah radioisotop maka potensi bahaya yang dikandungnya makin besar. Dan sebaliknya makin besar umur paruhnya maka makin kecil pula potensi bahayanya. Sekedar tambahan pula, material yang digunakan untuk membuat blacbox pesawat, demikian juga dengan komponen2 sayap dan ekor pesawat, memang terbuat dari Uranium. Dalam bahasa teknisnya depleted uranium, alias uranium yang miskin kandungan U-235nya sebagai sisa dari proses pengkayaan bahan nuklir. Apakah masih ada radiasinya ? Tentu saja masih ada. Namun jika diperbandingkan, seseorang yang naik pesawat terbang jauh lebih tinggi terekspos radiasi sinar kosmis yang berupa partikel subatomik energetik ketimbang radiasi akibat depleted uranium. Terlebih lagi jika ada musim badai Matahari dalam wujud coronal mass ejection, yang per prediksi akan berlangsung pada 2011 - 2013 mendatang (sesuai siklus Matahari). Dan sejauh ini, adakah yang mengeluh sakit radiasi karena naik pesawat ? Salam, Ma'rufin From: bakri arbie daya...@yahoo.com To: forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com; Omar Trigantara trigantar...@yahoo.com; rahakund...@yahoo.co.uk; audi_firmans...@yahoo.com; Ani Sekarningsih asekarningsih2...@yahoo.com; arbie bakri arbieba...@yahoo.com Sent: Tuesday, December 23, 2008 9:03:43 AM Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Mendukung PLTN dan Risiko. Yth Bung Syarif, NIMBY atau istilah not in my backyard,berasal dari debat di Amerika tentang bagaimana menyimpan limbah PLTN yang jumlahnya sekitar 104 Unit. Negara bagian yang kebetulan punya sifat geologi yang kuat untuk penyimpanan bahan bakar bekas tidak mau menerima limbah dari negara bagian lainnya.Kuat juga otonomi daerah seperti Indonesia sekarang. Inti masalahnya yang diramaikan adalah adanya Plutonium yang dikandung limbah tersebut yang merupakan pemancar alpha dan berumur paruh 240.000 tahun. Namun sesuatu yang dilupakan atau tidak diketahui banyak orang,bahwa bumi ini sendiri sejak ledakan nuklir besar atau Big-Bang sudah mengandung radiasi dalam proses lahirnya bumi dan planet serta bintang-bintang dialam semesta ini. Disetiap ton tanah bumi yang kita pijak ini terdapat sekitar 4 gram Uranium 238 dan juga adalah alpha emitter,sedangkan waktu paruhnya adalah 4,5 milyar tahun. Namun hebatnya perancang agung bahwa tanaman tidak bisa menarik Uranium tersebut karena massa atomnya yang berat yaitu sebesar 238 kali atom hidrogen. Jadi tanaman dengan daya osmosisya hanya bisa menyedot hidrogen,carbon, nitrogen yang ringan-ringan saja. Sewaktu saya masih di BATAN dalam rangka mencari black-box dari pesawat yang jatuh di Medan,saya di tilpon Prof Diran,menanyakan risiko dari radiasi yang ternyata wadah dari black-box yang ternyata dibuat dari Uranium.Saya hanya mengatakan bahwa selama tidak termakan maka Uranium bisa dipegang tangan seperti benda alam biasa. Definisi zat radioaktif adalah setiap zat yang memancarkan radiasi pengion dengan aktivitas lebih besar dari 70.000 Becquerel per kg.Artinya apa ? Dalam 1 gram zat dengan radiasi lebih kecil dari 70 Bq dianggap bukan zat radioaktif. Maklumlah radiasi bisa dari luar angkasa dan bumi sendiri,bahkan ditubuh manusia saja terdapat zat radioaktif yaitu Kalium radioaktif. Hal ini menjadi bahan guyonan Prof Edward Teller,bapak bom hidrogen yang dua kali mengunjungi reaktor TRIGA di Bandung,pada saat itu saya sebagai operator reaktor. Beliau mengatakan ketika kita di control room,setelah beliau cek kekuatan radiasi di ruangan,komentarnya adalah lebih AMAN berada di ruang ini dari segi radiasi dibandingkan dengan anda punya isteri dua.Alasannya adalah dengan dua isteri disamping dan radiasi dari tubuh kita sendiri,maka dosisnya sudah lebih tinggi dari pada anda duduk di ruang kontrol ini. Suatu hal yang menarik dari limbah nuklir adalah gejala Oklo,Gabon,Afrika, dimana kurang lebih 1,5 tahun lalu terjadi reaktor alami yang sempat beroperasi selama ribuan tahun. Para peneliti Prancis kaget karena kadar U-235 di dalam U-238 alami,kok kadarnya rendah yang semestinya 0,7% namun hanya sekitar 0,2%. Perlu diketahui waktu paruh U-238 adalah 4,5 Milyar tahun sedangkan waktu paruh dari U-235 adalah 0,7 Milyar tahun,sehingga dengan kombinasi air alami dan kadar U-235 setinggi 3,5% dan partikel netron alami sebagai pemicu reaksi maka bisa saja terjadi reaktor alami,seperti PLTN PWR menggunakan U dengan pengkayaan 3,5%. Suatu hal yang menarik adalah limbah bekas reaktor tersebut yang terjadi 1,5 tahun lalu, ternyata bisa dikungkung oleh tanah biasa,tidak bergerak lebih jauh dari 3 meter.
[FISIKA] Re: 50 LSM Rapatkan Barisan, Tolak PLTN
Memang konyol. Kalo sekedar bicara asal tolak itu sih mudah, namun untuk menawarkan alternatif solusi yang praktis operasional secara komprehensif dalam berbagai aras, itu yang belum terlihat dari LSM2 ini. Potensi geotermal Indonesia yang 27.000 MWe itu lebih banyak masih berupa dugaan. Yang sudah bener2 terbukti baru sekitar 2.000-an MWe (persisnya saya lupa) dan ini pernah dimuat di Kompas beberapa waktu lalu. Dari yang sudah terbukti itu sekitar 600-an MWe (persisnya saya juga lupa) sudah dimanfaatkan, dengan harga listrik yang lumayan mahal. So masih cukup banyak reservoir2 geotermal yang belum diteliti lebih lanjut, dibor, dan diketahui luas prospek serta suhunya untuk mengetahui potensi energi terbuktinya. Area geotermal Indonesia umumnya berada di daerah remote dan masuk ke dalam bagian hutan lindung/cagar alam/taman nasional dan ini pun menimbulkan kompleksitas tersendiri ketika hendak dimanfaatkan panas buminya. Semoga masih ingat dengan kasus Bali dimana rencana eksplorasi geotermal di kawasan terlindungi ditolak oleh gubernur setempat.Belum lagi kasus pat gulipat Karaha Bodas. Saya tidak anti geotermal. Ini potensi pembangkit termal yang besar, yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin, meski kalo kita mau sedikit melakukan kalkulasi sederhana, potensi Geotermal Indonesia sebenarnya 'hanya' setara dengan 27 unit reaktor berdaya 1.000 MWe atau sama dengan 7 kompleks PLTN (kalo dalam 1 kompleks diasumsikan ada 4 unit reaktor). Hanya, ketika kita dihadapkan pada situasi bahwa area geotermal terletak pada lokasi-lokasi yang dilindungi, bagaimana ? Siap tidak dengan konsekuensinya ? So, jangan letakkan semua telur hanya dalam satu keranjang... Salam, Ma'rufin From: andryansyah rivai andryans...@yahoo.com To: indoene...@yahoogroups.com Sent: Saturday, December 20, 2008 7:02:52 PM Subject: Re: [IndoEnergy] 50 LSM Rapatkan Barisan, Tolak PLTN Kalau saya akan sangat setuju walau dibilang mahal untuk PLT...yang sumber energinya ada di negeri sendiri. Untuk itu saya sangat mengharapkan adanya ketegasan dari pemerintah, apa konsentrasi kita, kalau PLTP (PLTG, Geothermal?) yang dipilih, ya konsentrasikan penelitian dalam negeri terfokus ke masalah yang berkaitan dengan teknologi yang ada pada pemanfaatan PLTG. From: Wisnu Martono wisnuam2003@ yahoo.com. au To: indoene...@yahoogro ups.com Sent: Saturday, December 20, 2008 5:10:22 PM Subject: Re: [IndoEnergy] 50 LSM Rapatkan Barisan, Tolak PLTN Info dan potensi panasbumi, saya setuju. Dan memang demikian. Tapi, gelombang laut, angin dan matahari, ntar dulu. Gelombang laut sangat site specific. Biasanya, yang potensinya besar, jauh dari pusat beban. Belum lagi soal teknologinya yang masih belum proven, kecuali teknologi tertentu (Tapchan Norwegia, salah satunya). Angin, juga site specific dan secara rata-rata angin di Indonesia tidaklah begitu kencang. Salah satu kelemahan sumber energi terbarukan (kecuali hidro dan panasbumi) adalah lokasinya yang sangat site specific dan kadang tidak match dengan pusat beban. Hidro dan panasbumi tidak terlalu harus dekat dengan pusat beban karena energy densitynya yang besar sehingga masih ekonomis ditransmisikan jarak jauh. Pertanyaannya, apakah mereka yang menolak PLTN itu juga mau memperjuangkan agar PLTP ditambah? Walaupun harga listrik PLTP cenderung mahal? Kalau tidak, ya kita cuma berdebat, sementara kebutuhan listrik naik terus dan cenderung hanya orang kota yang bisa menikmatinya. Jadi, kita hanya menolak PLTN atau juga memperjuangkan agar orang desa ikut menikmati listrik? --- On Sat, 20/12/08, Chairul Hudaya www.nuklir.info@ gmail.com wrote: From: Chairul Hudaya www.nuklir.info@ gmail.com Subject: [IndoEnergy] 50 LSM Rapatkan Barisan, Tolak PLTN To: indoene...@yahoogro ups.com Received: Saturday, 20 December, 2008, 12:26 PM Sumber : http://www.kr. co.id/web/ detail.php? sid=186582actmenu=38 Berdasar data Dirjen Listrik dan Pengembangan Energi,Indonesia memiliki potensi panas bumi 20 ribu MW, lebih dari dua pertiga total kapasitas daya terpasang listrik PLN saat ini sekitar 28 ribu MW. Dari total potensi itu, sekitar 8 ribu MW berada di Jawa, 5 ribu MW di Sumatera. Energi ini baru dimanfaatkan 887 MW atau 4,4% dari seluruh potensi yang ada. Potensi biofuel jauh lebih besar. Belum lagi gelombang laut, angin dan tenaga surya. Kami jadi heran, kenapa pemerintah begitu ngotot ingin membangun PLTN, kata Hasan yang juga Pengurus DPK Apindo Kudus. Recent Activity * 7 New MembersVisit Your Group New web site? Drive traffic now. Get your business on Yahoo! search. Y! Messenger Group get-together Host a free online conference on IM. Special K Group on Yahoo! Groups Learn how others are losing pounds. . Stay connected to the people that matter most with a smarter inbox. Take a
[FISIKA] OOT : HAARP, Aurora dan Gempa -- Re: Alat Penyebab Gempa di Dunia dgn tujuan Politis
Mari bayangkan kita berdiri dalam jarak 10 m dari sebuah meja yang diatasnya terdapat segelas air minum. Tak ada media apapun yang menghubungkan kita dengan meja tersebut kecuali udara. Bisakah kita mengocok isi gelas tersebut tanpa menyentuhnya? Bisa, jika kita berfikir dalam paradigma kunyuk melempar buah ala Wiro Sableng. Namun itu sangat sulit diterima secara nalar bukan ? Sama juga dengan hubungan antara gempa dan aktivitas HAARP. Didalamnya banyak informasi sumir dan lebih parah lagi, kemudian dicampuradukkan sehingga sulit dipisahkan antara asumsi dan fakta. Sama jugalah dengan cerita Bom Bali I dan mikronuklir/SADM. HAARP alias High-frequency Active Auroral Program memang salah satu proyek Pentagon, hasil kerjasama US Air Force, US Navy, DARPA (Defense Advanced Research Project Agency) dan Univ. of Alaska. Berdiri pada 1993, proyek ini menempati sisi barat Taman Nasional Wrangell-Saint Elias di Gakona, Alaska, dengan tujuan mengetahui, menyimulasikan dan mengontrol proses ionosferik yang barangkali saja bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan telekomunikasi dan surveilans. HAARP terdiri dari 180 antenna yang meradiasikan 3,981 megawatt ERP (total effective radiated power). Fasilitas seperti HAARP tidak hanya dibangun AS saja. Eropa juga memilikinya, dengan ERP 1 gigawatt yang berpangkalan di Tromso, Norwegia. Demikian pula Russia dengan fasilitas sejenis di Vasilsurk, yang sanggup menghasilkan 190 megawatt ERP. Dengan berpatokan pada ERP-nya saja, kita bisa lihat HAARP adalah yang terkecil. Seluruh fasilitas ini berada di lingkar kutub utara (Arktik). Intensitas gelombang elektromagnetik high-frequency yang dipancarkan HAARP ke ionosfer mencapai 3 mikrowatt/cm persegi. Sebagai pembanding, intensitas radiasi elektromagnetik dari Matahari (dalam semua spektrum panjang gelombang) yang sampai ke permukaan Bumi mencapai 0,15 watt/cm persegi atau 50 ribu kali lebih besar. Dan marilah kita berandai-andai sedikit : bisakah pancaran sinar Matahari memicu gempa tektonik? Tidak bukan? Dan lantas, bisakah sinyal HAARP yang puluhan ribu kali lebih lemah ketimbang sinar Matahari itu memicu gempa? Kontroversi HAARP sebagai senjata geofisika telah muncul sejak September 1995 lewat buku Angel's Don't Play This HAARP: Advances in Tesla Technology yang ditulis Nick Begich, Jr. Sebelumnya konttroversi HAARP lebih pada senjata elektronik strategis terbaru dalam kerangka Strategic Defence Initiative (SDI) alias Star Wars model Ronald Reagan. Pada Agustus 2002, Vladimir Putin di depan komite pertahanan dan hubungan internasional Duma (parlemen Rusia) memang menyinggung HAARP sebagai ..the U.S. is creating new integral geophysical weapons that may influence the near-Earth medium with high-frequency radio waves. The significance of this qualitative leap could be compared to the transition from cold steel to firearms, or from conventional weapons to nuclear weapons. This new type of weapons differs from previous types in that the near-Earth medium becomes at once an object of direct influence and its component.., namun pernyataan ini hanyalah reaksi atas sikap ugal-ugalan Bush yang menarik diri dari Anti-Ballistic Missile Treaty 1972 (alias Mutual Destructive Treaty) yang ditandatangani Nixon dan Brezhnev dan menggelar National Missile Defense (sistem pertahanan rudal nasional) serta Theatre Missile Defense (sistem pertahanan rudal mandala) sebagai mutasi program SDI yang sebelumnya telah dibekukan Clinton. Putin sendiri inkonsisten dengan kata-katanya karena Russia ternyata juga memiliki fasilitas serupa HAARP (yakni Sura Ionospheric Heating Facility) di Vasilsurk yang bahkan lebih powerfull ketimbang HAARP. Kita bisa membandingkan HAARP atau instalasi sejenisnya dengan proses dinamika alami di ionosfer sendiri dalam bentuk kemunculan aurora atau cahaya kutub. Sebab prosesnya sama. Namun intensitas energi aurora ratusan hingga ribuan kali lebih kuat ketimbang HAARP. Dan jika ada hubungan antara dinamika ionosfer dengan gempa, maka seharusnya zona kutub utara dan selatan Bumi menjadi tempat aktivitas seismik teraktif, karena di sinilah aurora selalu muncul. Namun kenyataannya justru malah Jepang, Turki dan Indonesia yang menjadi kawasan seismik paling aktif. Demikian juga, jika ada hubungan aurora dengan gempa, ia juga gagal menjelaskan bagaimana gempa terdahsyat justru meletup di lepas pantai Chile pada 22 Mei 1960 (magnitude Mw 9,6). Jangankan HAARP ataupun aurora, ledakan nuklir sekalipun ternyata juga tak sanggup memicu gempa tektonik. Eksperimen detonasi nuklir bawah tanah terdahsyat yang pernah dilakukan, yakni Cannikin (5 megaton TNT) pada 6 November 1971 di bawah Pulau Amchitka di gugusan Kepulauan Aleut, menghasilkan getaran setara gempa ber-body magnitude 6,8 skala Richter, namun tak sanggup meningkatkan frekuensi kegempaan di sepanjang zona subduksi Aleut, apalagi memicu gempa yang lebih besar. Padahal zona subduksi ini dikenal kritis
[FISIKA] Berkaca dari Gorontalo Mw 7,3
Sampai kini tercatat 'hanya' 4 orang tewas dan 50-an orang luka-luka dalam bencana Gempa Gorontalo 17 November 2008 lalu. Ditulis 'hanya', karena merujuk USGS Landscan 2005 terdapat populasi lebih dari 160.000 orang menghuni daerah yang terguncang sangat keras, mencapai 7 - 8 MMI. Sebagai gambaran, guncangan sebesar itu pulalah yang memporak-porandakan Kabupaten Bantul dalam bencana Gempa Yogya 2,5 tahun silam dan merenggut korban sedikitnya 6.000 jiwa. Agaknya konsep Siaga Bencana memang sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Gorontalo dan Sulawesi Tengah, sehingga mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan dalam minutes-by-minutes ketika gempa mengguncang. Yang patut disayangkan memang respon aparat administratur setempat. Sampai hari ini kita mendengar alat berat belum dikerahkan, meski 1.500 bangunan telah rusak/roboh, sehingga pembersihan puing-puing hanya dikerjakan dengan tangan. Dana bantuan sudah habis dan harus menunggu lagi duit tahun anggaran mendatang. Ironisnya, Fadel Muhammad sang gubernur, lebih memilih keluyuran ke Yogyakarta mempromosikan bukunya Reinventing Local Government... Ya, inilah potret birokrasi Indonesia yang tak jua berubah, lebih suka ngurus diri dan popularitasnya sendiri ketimbang peduli dan berempati pada penderitaan orang banyak. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat gempa utama terjadi pada 17 November 2008 pukul 01:32 WITA dengan magnitude 7,7 skala Richter dan kedalaman hiposentrum fhanya 10 km. Segera disiarkan peringatan dini tentang potensi terjadinya tsunami menyusul gempa ini. Namun re-analisis data dari USGS National Earthquake Information Center mencatat gempa tersebut memiliki moment magnitude Mw 7,3 dengan surface-magnitude 7,0 skala Richter dan melepaskan energi luar biasa besar : 1.340 kiloton TNT atau 67 kali lipat lebih dahysat ketimbang bom Hiroshima. Episentrum gempa berada di Laut Sulawesi pada jarak 30 km dari garis pantai terdekat, dengan hiposentrum hanya sedalam 30 km. Episentrum gempa berada di zona pertemuan patahan Gorontalo dengan palung Minahasa, dua dari sekian banyak retakan kulit Bumi yang mengelilingi Semenanjung Minahasa, tempat provinsi Sulawesi tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara berada. Analisis mekanisme fokus menunjukkan gempa bersumberkan dari pematahan naik (thrust faulting) pada segmen batuan seluas 4.000 km persegi, dengan retakan menjalar dari episentrum sampai 90 km ke arah timur-tenggara, menyusuri alur patahan Gorontalo. Pergeseran total (total slip) akibat aktivitas ini mencapai 1,9 meter (rata-rata). Jika merujuk ke persamaan Iida (Iida, 1958), untuk hiposentrum sedalam 30 km dibutuhkan magnitude minimum Mw 6,7 agar Gempa Gorontalo mampu menghasilkan tsunami. Dangkalnya hiposentrum Gempa Gorontalo juga mengakibatkan munculnya rupture (rekahan) di permukaan Bumi dalam bentuk dislokasi vertikal dasar laut di atas patahan sumber gempa. Sehingga Gempa Gorontalo merupakan gempa tsunami (tsunamigenic). Namun dengan dislokasi vertikal 'hanya' 0,8 m maka energi tsunami yang diproduksinya sangat kecil, yakni hanya 0,45 kiloton saja. Ini 38 kali lipat lebih rendah dibanding energi inisial tsunami merusak terakhir di Indonesia, yakni Gempa Samudera Hindia 17 Juli 2006 (Mw 7,7) yang memporak-porandakan pesisir selatan Pulau Jawa. Dan berbeda dengan Gempa Samudera Hindia 17 Juli 2006, episentrum Gempa Gorontalo berada di laut dangkal dengan kontur dasar laut sekitarnya cukup landai, sehingga guncangan keras gempa tidak sampai merontokkan dasar laut disekitarnya dalam skala besar. Oleh karena itu tidak ada efek penguatan/amplifikasi gelombang. Inilah yang membuat Gempa Gorontalo tidak disertai tsunami yang signifikan, apalagi merusak. Salah satu tide-buoy BPPT yang berada di Manado merekam amplitude tsunami produk Gempa Gorontalo hanyalah beberapa puluh cm saja, tidak berbeda dengan hasil pemodelan matematis yang berkisar 10 - 60 cm. Pulau Sulawesi dibentuk oleh interaksi rumit antara Lempeng Filipina, Lempeng Sunda (Eurasia) dan Lempeng Pasifik, menempatkannya sebagai triple junction penting di Indonesia dengan frekuensi kegempaan cukup tinggi yang bisa dibandingkan dengan Kepulauan Jepang. Di bagian utara, interaksi Lempeng Filipina dengan mikrolempeng Maluku (pecahan Lempeng Pasifik) membentuk Semenanjung Minahasa yang dikelilingi sejumlah retakan kulit Bumi aktif seperti palung Minahasa (di sisi utara), patahan besar Palu-Koro dan Matano (di sisi barat dan selatan), palung Sangihe (di sisi timur) serta patahan Gorontalo (di bagian tengah). Kerumitan ini membuat Sulawesi kaya akan mineral bahan tambang dan migas. Di sepanjang patahan Gorontalo misalnya, yang membelah kota Gorontalo dan Danau Limboto, dijumpai mineral bahan tambang seperti emas dan tembaga (Katili, 1969). Namun retakan-retakan tersebut juga dikenal sebagai generator gempa. Dari episentrum Gempa Gorontalo saja, merentang hingga 300 km ke timur-timur laut menyusuri
[FISIKA] Re: Keajaiban medan magnet di Madinah
Sebelum memperbincangkan magnetiknya, coba dilihat batuannya dulu. Kota Madinah dan sekitarnya secara geologis berdiri di atas Arabian Shield yang tua (umur 700-an juta tahun) yang dihiasi endapan lava alkali basaltik (thoelitic basalt) seluas 180.000 km persegi yang usianya muda (muncul 10 juta tahun silam dengan puncak intensitas 2 juta tahun silam). Lava yang bersifat basa ini muncul ke permukaan Bumi dari kedalaman 40-an km melalui zona rekahan sepanjang 600 km yang dikenal sebagai Makkah-Madinah-Nufud volcanic line, karena membentang dari dekat Makkah di selatan, melintasi Madinah dan berujung di daratan Nufud di utara. Sehingga vulkanisme Arabia merupakan vulkanisme hotspot seperti halnya vulkanisme Kepulauan Hawaii dan sangat bertolak belakang dengan vulkanisme produk subduksi antar lempeng (seperti di Indonesia) yang menghasilkan magma bersifat asam. Banyak gunung berapi terbentuk di sepanjang zona rekahan ini, seperti Harrah Rahat, Harrah Ithnayn, Harrah Uwayrid dan Harrah Khaybar (betul, Harrah Khaybar adalah perbukitan berbatu tandus yang menjadi lokasi benteng-benteng suku Yahudi dalam Perang Khaybar). Namun jangan bayangkan gunung-gunung ini berbentuk kerucut yang menjulang tinggi dan eksotis sebagaimana gunung-gunung berapi di Indonesia. Karena vulkanisme Arabia lebih didominasi erupsi efusif (leleran) sehingga gunung berapi yang muncul bersifat melebar, dengan puncak-puncak yang rendah dan 'jelek'. Kompleks semacam ini lebih cocok disebut volcanic field (atau harrah, dalam bahasa Arab-nya). Harrah Rahat adalah bentukan paling menarik. Dengan panjang 310 km, ia membentang dari utara Madinah hingga ke dekat Jeddah dan mengandung sedikitnya 2.000 km kubik endapan lava yang membentuk 2.000 lebih kerucut kecil (scoria) dan 200-an kawah maar. Selama 4.500 tahun terakhir Harrah Rahat telah meletus besar sebanyak 13 kali dengan periode antar letusan rata-rata 346 tahun. Letusan besar terakhir terjadi pada 26 Juni 1256 CE, yang memuntahkan 500 juta meter kubik lava lewat 6 kerucut kecilnya selama 52 hari kemudian. Lava ini mengalir hingga 23 km ke utara dan hampir menenggelamkan kota suci Madinah yang letaknya memang lebih rendah, jika saja tidak ada mukjizat yang membuat aliran lava berhenti ketika jaraknya tinggal 4 km saja dari Masjid Nabawi. Jangan bandingkan letusan itu dengan, misalnya, Merapi 2006 yang 'hanya' memuntahkan 8 juta meter kubik lava saja. Nah, basalt, secara umum tersusun dari mineral piroksen, olivin, ilmenit dan feldspar. Tiga mineral pertama mengandung besi namun tidak dalam porsi dominan seperti Fe3O4. Memang dimungkinkan mineral-mineral itu melapuk dan kemudian besi-nya membentuk Fe3O4 sendiri dan terkonsentrasi di Jabal Magnet hingga menghasilkan anomali magnetik mengingat Fe3O4 memiliki sifat ferromagnetik. Namun ini sulit dibayangkan mengingat umur basalt di sekitar Madinah masih sangat muda, tidak lebih dari 2 juta tahun. Terlebih dengan sumber panas (magma) di bawahnya, memungkinkan besi melampaui titik Curie terutama saat letusan sehingga kehilangan sifat kemagnetannya. Anomali magnetik memang ada di sebelah utara Madinah, yakni di dekat dataran tinggi Nufud. Namun anomali ini lebih terkait dengan struktur sirkular al-Madafi yang dicurigai merupakan kawah produk tumbukan benda langit jutaan tahun silam, dimana kemungkinan benda langit tersebut adalah meteorit siderit yang sangat kaya akan besi (kandungan besi-nya bisa mencapai 90 % berat). Namun Jabal Magnet terpisah cukup jauh dari al-Madafi sehingga sulit untuk mengaitkan keduanya. Memang semuanya perlu diteliti lebih lanjut. Perlu ada survei magnetik dan gravitasi di Jabal Magnet. Hanya, sependek pengetahuan saya, fenomena di Jabal Magnet lebih mirip dengan fenomena sejenis di Gunung Kelud, yang tempo hari telah diteliti secara intensif oleh pak Amin Widodo dkk dari ITS. Fenomena Gunung Kelud sendiri disimpulkan merupakan 'ilusi optik' karena pengaruh soil creep yang membuat tegakan pohon-pohon di sisi jalan itu menjadi berbeda. Di Jabal Magnet, 'ilusi optik' itu mungkin lebih dikontrol oleh gerakan dari bawah permukaan Bumi. Pada 1999 silam otoritas Saudi Geological Survey (SGS) sempat dikejutkan dengan adanya aktivitas swarm (gempa kecil terus menerus) di Harrah Rahat, pertanda naiknya sejumlah besar magma. Ini memaksa SGS memasang sejumlah seismometer. Dan di sekitar Madinah diketahui betapa aktifnya kegempaan Harrah Rahat, terkait dengan migrasi magma tersebut, yang memproduksi ratusan gempa-gempa kecil tiap hari dengan magnitude 1 - 3 skala Richter dan adakalanya mencapai 4 skala Richter. Barangkali migrasi magma tadi juga menyelusup ke bawah Jabal Magnet dan menghasilkan perubahan kontur permukaan. Salam, Ma'rufin From: muzadi didik optalnindi [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; fisika_indonesia@yahoogroups.com Sent: Saturday, September 27, 2008 7:52:52 AM Subject: [sains]
[FISIKA] Re:Pendaratan di bulan, benarkah ?
Dalam bincang2 tentang pendaratan manusia di Bulan, sering kita terjebak pada percaya nggak percaya soal pendaratan itu, tanpa mencoba menoleh lebih jauh tentang sumbangan ilmiah dari peristiwa tersebut. Mari kita tinjau dua saja diantaranya. Saya mengutipnya dari publikasi American Geophysical Union 1974 dan bulletin Icarus 168 (2004). Yang pertama itu himpunan geofisikawan yang prestisius, sementara yang kedua bulletin ilmiah yang tak kalah prestisiusnya. Pertama, tentang interior Bulan. Mayoritas pemahaman struktur internal Bulan datang dari data-data kegempaan Bulan (moonquake) yang direkam seismometer-seismometer yang dipasang oleh misi Apollo 11 - 17 (kecuali Apollo 13), yang berfungsi hingga 1977 - 1983 ketika instrumen itu dimatikan karena pasokan listriknya telah menyusut. Misalnya saja, antara 1972 - 1977 tercatat 38 kali gempa Bulan sangat dangkal dengan magnitude hingga 5,5 skala Richter, yang skala guncangannya di Bumi kita sudah melebihi dahsyatnya Gempa Yogya. Ada empat jenis gempa Bulan : gempa sangat dalam (hiposentrum 700 km, disebabkan oleh gaya pasang surut dalam sistem Bumi-Bulan), gempa tumbukan meteorit, gempa termal (hiposentrum ~ 60 km, disebabkan oleh pemuaian kerak Bulan oleh sinar Matahari setelah 2 minggu menjalani kondisi malam) dan gempa sangat dangkal (hiposentrum 20 - 30 km, disebabkan oleh pemerosotan struktur tepi kawah muda). Dari data kegempaan ini, yang berdasarkan spektrum gelombang primer (P) yang longitudinal/kompresional dan gelombang sekunder (S) yang transversal, diketahui struktur internal Bulan terbagi ke dalam tiga lapisan : kerak (tebal rata-rata 60 km), selubung/mantel (tebal rata-rata 1.530 km, dari kedalaman 60 km hingga 1.590 km) dan inti (diameter 350 km). Ada yang unik dari kerak Bulan, dimana pada wajah Bulan yang dekat Bumi (Earthside) secara rata-rata 12 km lebih tipis ketimbang kerak sisi jauh (farside). Ini membuat pusat massa Bulan dan pusat geometrisnya jadi tak berimpit, yakni berselisih 1,8 km, sesuatu yang tidak dijumpai di Bumi dan planet lainnya. Mengapa demikian? Ini terkait dengan evolusinya. Selubung terdiri dari 3 lapisan : selubung atas, tengah dan bawah. Kini kerak Bulan, selubung atas dan selubung tengah berada pada fase padat, sementara selubung bawah (mulai kedalaman 1.000 km) dan inti fasenya setengah cair. Tebalnya bagian padat ini membuat transfer panas dari interior Bulan ke permukaan terjadi secara konduksi, sehingga magma dari selubung Bulan tidak sanggup bermigrasi ke permukaan baik secara konveksi maupun adveksi. Bandingkan misalnya dengan Bumi, yang bagian padatnya hanya ada di kerak (dengan ketebalan rata-rata 40 km), dialasi selubung yang setengah cair. Ini membuat transfer panas ke kerak Bumi berlangsung secara konveksi dan adveksi, dimana terjadi sirkulasi dalam selubung dan itulah yang menggerakkan lempeng-lempeng tektonik. Mungkinkah data struktur interior Bulan didapat tanpa harus meletakkan seismometer di permukaan? Secara teknis sangat sulit, dan kalopun bisa hanyalah parsial. Clementine misalnya, pesawat antariksa yang diorbitkan ke Bulan pada 1999, bisa mendeteksi inti Bulan lewat sifat magnetik Bulan (yang sangat lemah) yang ditangkap magnetometer boom-nya yang supersensitif, namun tidak untuk struktur keseluruhan. Yang kedua, dinamika jarak Bumi-Bulan. Pemahaman ini berasal dari data-data retroreflektor, yakni cermin khusus yang sengaja dipasang di permukaan Bulan dalam misi Apollo 11 - 15 (kecuali Apollo 13) dan dirancang sedemikian rupa sehingga jika dikenai seberkas cahaya maka cahaya itu akan dipantulkan kembali ke sumbernya. Dengan menggunakan Laser, jarak Bumi-Bulan bisa diketahui dengan sangat teliti. Pada dekade 1970-an, ketidakpastian jarak Bumi-Bulan dengan retroreflektor 'hanya' 15 cm, namun di dekade ini telah jauh lebih akurat dengan ketidakpastian hanya 1 - 2 mm saja, sehingga bahkan cukup memadai untuk menguji prinsip ekivalensi yang menjadi batu bata dasar relativitas Einstein. Dari sini akhirnya diketahui bahwa sumbu mayor orbit Bulan selalu bertambah besar sebanyak 3,6 cm/tahun. Ini terkait dengan gaya pasang surut dalam sistem Bumi-Bulan, dimana implikasi perubahan itu membuat periode rotasi Bumi menjadi sedikit melambat, sementara Bulan semakin menjauh. Bulan akan terus menjauh dari Bumi sedikit demi sedikit hingga sampai di region dimana gaya pasang surut sistem Bulan-Matahari lebih dominan dan pada saat itu Bulan akan lebih dikontrol oleh gravitasi Matahari. Jika diekstrapolasikan mundur ke belakang, mudah ditebak bahwa Bulan pernah bergabung jadi satu dengan Bumi. Pemisahan (fission) Bumi - Bulan diperkirakan terjadi pada masa awal tata surya ketika proto-Bumi dihantam benda langit seukuran Mars, yang membuat sebagian selubung Bumi terlepas ke angkasa dan terkondensasi sendiri hingga membentuk Bulan. Ini konsisten dengan data densitas rata-rata Bulan (yang besarnya 3,35 g/cc atau sama dengan densitas selubung Bumi)
[FISIKA] Re: Pendaratan di bulan, benarkah ?
Yup, memang, jika menggunakan teknologi pada saat misi Apollo dijalankan, saat itu tidak tersedia pilihan untuk mengamankan peralatan elektronis portable dari gempuran radiasi kecuali dengan membungkusnya dalam selimut khusus (yang sekali lagi, juga mengandung timbal). Namun pada saat ini, masalah ini bisa diatasi dengan melakukan soft error pada komponen2 semikonduktor dalam peralatan elektronis tersebut. Maksudnya, pada prosesornya misalnya, atau pada IC-nya, diberi impurities (pengotor) ketika dalam pembuatannya. Sebab dengan cara ini komponen itu jadi relatif lebih tahan terhadap radiasi. Misi Mars Pathfinder 1997 yang menerjunkan robot rover Sojourner di permukaan Mars mungkin bisa menjadi contoh dari aplikasi teknik ini. Sojourner rover hanyalah sebesar box Sarimi, ditenagai sinar Matahari lewat solar cell-nya, namun juga membawa satu unit RHU (Radioisotope Heater Unit) sebagai sumber panas untuk menghangatkan komponen2 elektronik didalamnya agar bekerja optimal. Meski berbasis Plutonium-244 yang pemancar alfa murni, benturan partikel alfa dengan selongsongnya tentu saja menciptakan radiasi gamma. Di sisi lain, Sojourner juga dihujani guyuran sinar kosmis dari antariksa karena atmosfer Mars tidaklah sekuat atmosfer Bumi dan tidak dideteksi keberadaan sabuk radiasi di Mars (mohon diralat jika ini tidak tepat). Meski demikian, rover mungil ini mampu bertahan beroperasi hingga 4 bulan. Ia baru mati gara2 terjadinya badai pasir di lokasinya, yang kemungkinan besar menguburnya sehingga kehabisan tenaga. Mendaratkan rover di Bulan? Ayuk ! Salam, Ma'rufin From: Anton William [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, October 30, 2008 5:36:53 AM Subject: Re: [astronomi_indonesia] Re: Pendaratan di bulan, benarkah ? sabuk van allen itu ga cuma satu, ada dua. ada sabuk bagian dalam dan ada sabuk bagian luar. yang radiasinya paling kuat dan berbahaya itu sabuk bagian dalam. beruntungnya sabuk bagian dalam itu ga terlalu tebal sehingga astronot ga akan terlalu lama berada di dalam sana... selama satu kali misi apollo, astronot akan mendapat total radiasi sekitar 1 rem. ini sama saja dengan radiasi sejenis yang diterima manusia yang tinggal di permukaan laut selama tiga tahun. jadi ga berbahaya. ilmuwan apollo juga memikirkan jalur terpendek yang paling mungkin untuk melewati sabuk bagian dalam. setelah apollo lepas dari sabuk bagian dalam maka radiasi yang diterima akan menurun secara drastis. yang agak beresiko itu adalah instrumen elektronik yang memang rentan terhadap radiasi yang ada disabuk van allen. kalau komputer yang anda miliki dibawa ke luar angkasa tanpa perlindungan maka dalam belasan detik komputer itu sudah menjadi sampah :P. ilmuwan apollo menyiasatinya dengan membungkus instrumen elektronik tersebut dengan material khusus sehingga amanlah instrumen elektronik tersebut. hal yang sama juga dilakukan terhadap film emulsi yang dibawa oleh apollo. misi apollo yang mendaratkan manusia ke permukaan bulan adalah misi apollo 11. sebelum apollo 11 ini sudah ada misi-misi apollo lainnya yang melakukan pengujian kemampuan roket saturn V, pengujian re-entry, pengujian lunar orbit rendezvouz, pengujian kemampuan mengorbit bulan, dll. jadi apollo ga langsung berhasil, ada serangkaian ujicoba penting yang membuat mereka bisa ke bulan. kalau saya ga salah, misi apollo 1 gagal, menewaskan 3 astronot. apollo 8 adalah misi pertama membawa awak sekaligus melakukan streaming video --komunikasi dilakukan dalam panjang gelombang radio. ketika itu mereka menguji kemampuan modul komando untuk mengorbit bulan. saat mengorbit bulan, apollo 8 menayangkan permukaan bulan, biar lebih dramatis astronot membacakan ayat bibel :P. misi ini terbukti sukses dan mengangkat popularitas misi apollo. berikutnya adalah misi apollo 10 yang juga melakukan streaming melalui televisi. wajar jadinya kalau streaming televisi pada misi apollo 11 adalah hal yang biasa, mengingat pada misi-misi sebelumnya streaming sudah diujicobakan. pada misi apollo 11 streaming di permukaan bulan masih menggunakan video hitam-putih. kalau masih penasaran dengan misi apollo silahkan kunjungi halaman-halaman berikut: http://www.badastro nomy.com/ bad/tv/foxapollo .html http://history. nasa.gov/ apollo.html (ada buku2 yang bisa dibaca secara online) kalau ada yang tertarik silahkan ikuti kompetisi mendaratkan wahana ke permukaan bulan yang diselenggarakan google http://www.googlelu narxprize. org/ anton w. --- On Wed, 10/29/08, Ma'rufin Sudibyo [EMAIL PROTECTED] com wrote: From: Ma'rufin Sudibyo [EMAIL PROTECTED] com Komunikasinya tetep ada jeda-lah. Secara teori (jika mengacu jarak saja), ada jeda 1 detik-an, namun dalam praktiknya ada jeda sekitar 10 detik. Ini bukan hal yang aneh dalam komunikasi satelit, karena hal yang sama juga dialami seperti misalnya jika kita berkomunikasi dengan memanfaatkan jaringan satelit yang diorbitkan di orbit
[FISIKA] Re: Pendaratan di bulan, benarkah ?
Dan dalam hal pendaratan manusia di Bulan, jangan dilupakan satu tokoh penting, genius yang berada di belakangnya, tulang punggung seluruh program antariksa NASA pada 1950-1960an : Wherner von Braun. Tanpa ketekunan dan kejeniusannya, mungkin manusia baru mendarat di Bulan pada 2020 mendatang. Salam, Ma'rufin From: Ma'rufin Sudibyo [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED]; Rukyat [EMAIL PROTECTED]; Fisika fisika_indonesia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, October 29, 2008 5:43:16 AM Subject: [ RHI ] Re: Pendaratan di bulan, benarkah ? Komunikasinya tetep ada jeda-lah. Secara teori (jika mengacu jarak saja), ada jeda 1 detik-an, namun dalam praktiknya ada jeda sekitar 10 detik. Ini bukan hal yang aneh dalam komunikasi satelit, karena hal yang sama juga dialami seperti misalnya jika kita berkomunikasi dengan memanfaatkan jaringan satelit yang diorbitkan di orbit GEO (Geostationer Earth Orbit) yang 35.880 km dari permukaan Bumi itu. Kalo lewat jaringannya Iridium yang LEO (Low Earth Orbit) alias hanya 2.000 km memang tidak begitu terasa. Karena ada jeda begitu, terlebih komunikasinya berlangsung antar satelit, maka salah satu penyiasatannya dengan kalimat-kalimat yang pendek. Untuk menyiasati ketiadaan atmosfer, para astronot di Bulan mengenakan baju khusus yang berfungsi sebagai pelindung sekaligus atmosfer mini. Baju ini melindungi pemakainya dari panas (karena radiasi inframerah Matahari), radiasi keras (ultraviolet) , radiasi pengion (sinar X, proton, elektron dan neutron energetik) serta benturan mikrometeorit. Baju ini terdiri dari 3 lapis, katun (yang terdalam), dilapis kevlar dan jalinan serat kevlar + karet sebagali lapisan terluar. Baju ini memberikan perlindungan selama minimal 6 jam berturut-turut, disesuaikan dengan aktivitas EVA (extra vehicular activities) di Bulan yang rata-rata menghabiskan waktu 6 jam. Baju ini juga dilengkapi dengan tanki oksigen, tanki cadangan, penyerap karbondioksida dan penampung urine. Menembus sabuk radiasi van Allen ? (Maaf diralat, yang benar namanya van Allen, kalo van Halen itu nama rocker). Untuk melewatinya ya tetap duduk manis di dalam wahana antariksa lah. Sabuk radiasi ini, berdasarkan riset Explorer 1, Sputnik 3 dan satelit2 lainnya, itu kan merupakan tempat elektron dan proton terjebak. Keduanya merupakan radiasi partikel bermuatan, sehingga penanganannya sebenarnya relatif lebih mudah dibanding jika misalnya kita menghadapi radiasi tak bermuatan macam foton gamma maupun neutron. Kajian menunjukkan jika wahana antariksa dilapisi dengan timbal (timah hitam) setebal 3 mm saja, dosis radiasi yang diterimanya saat melewati sabuk van Allen sebesar 2.500 rem/tahun. Karena wahana antariksa melintasi sabuk van Allen paling banter hanya dalam setengah jam saja, maka bisa kita perhitungkan bahwa radiasi yang diterimanya hanyalah sebesar 0,14 rem. Ini tidak bermasalah, karena ambang batas radiasi yang bisa diterima tubuh tanpa mengakibatkan efek berarti itu sebesar 50 rem. Jika timbalnya ditebelin, tentu radiasi yang diterima wahana antariksa (dan juga penumpang didalamnya) akan lebih kecil lagi. Salam, Ma'rufin From: dion_azani [EMAIL PROTECTED] com To: astronomi_indonesia @yahoogroups. com Sent: Tuesday, October 28, 2008 5:04:46 PM Subject: [astronomi_indonesi a] Re: Pendaratan di bulan, benarkah ? Rekan2, maksud saya komunikasi astronot di bulan dengan di bumi tidak ada jeda sama sekali, seharusnya paling tidak ada jeda meskipun bukan jeda seperti halnya berbicara dengan walkie-talkie. Mohon koreksi-nya. Kalau tidak keberatan, saya ingin bertanya tentang hal-hal berkaitan pendaratan tersebut: 1. Di Bulan tidak ada atmosfer, artinya tidak ada yang menahan sinar matahari. Bagaimana astronot disana menyiasati hal tersebut ? Mohon pencerahannya. 2. Bagaimana dengan radiasi sabuk Van Hallen, bagaimana menyiasati hal tersebut ? Terima kasih atas jawaban rekan2. --- In astronomi_indonesia @yahoogroups. com, Ma'rufin Sudibyo [EMAIL PROTECTED] . wrote: Ikut nimbrung, tulisan saya yang pake warna biru _ _ __ From: dion_azani dion_azani@ ... To: astronomi_indonesia @yahoogroups. com Sent: Monday, October 27, 2008 6:58:47 PM Subject: [astronomi_indonesi a] Re: Pendaratan di bulan, benarkah ? Begini mas, teknologi yang saya maksud adalah teknologi komunikasi. Saya ingn tahu, teknologi apakah yang dipakai untuk berkomunikasi antara astronot di Bulan dan Bumi ? Pada tahun yang sama, 1969 proyek ARPANET baru dimulai. Memang beberapa wahana yang dikirim ke luar angkasa (bulan) mampu mengirimkan data-data fotografi tetapi apakah sudah mampu mengirimkan data voice (suara) ? Maaf mas, saya hanya ingin tahu saja ? Sepanjang yang pernah saya baca, transmisi data (suara dan gambar) dalam misi-misi Apollo ke Bulan salah satunya dibantu oleh satelit komunikasi yang ditempatkan di antara orbit Bumi - Bulan
[FISIKA] Re: Pendaratan di bulan, benarkah ?
Komunikasinya tetep ada jeda-lah. Secara teori (jika mengacu jarak saja), ada jeda 1 detik-an, namun dalam praktiknya ada jeda sekitar 10 detik. Ini bukan hal yang aneh dalam komunikasi satelit, karena hal yang sama juga dialami seperti misalnya jika kita berkomunikasi dengan memanfaatkan jaringan satelit yang diorbitkan di orbit GEO (Geostationer Earth Orbit) yang 35.880 km dari permukaan Bumi itu. Kalo lewat jaringannya Iridium yang LEO (Low Earth Orbit) alias hanya 2.000 km memang tidak begitu terasa. Karena ada jeda begitu, terlebih komunikasinya berlangsung antar satelit, maka salah satu penyiasatannya dengan kalimat-kalimat yang pendek. Untuk menyiasati ketiadaan atmosfer, para astronot di Bulan mengenakan baju khusus yang berfungsi sebagai pelindung sekaligus atmosfer mini. Baju ini melindungi pemakainya dari panas (karena radiasi inframerah Matahari), radiasi keras (ultraviolet), radiasi pengion (sinar X, proton, elektron dan neutron energetik) serta benturan mikrometeorit. Baju ini terdiri dari 3 lapis, katun (yang terdalam), dilapis kevlar dan jalinan serat kevlar + karet sebagali lapisan terluar. Baju ini memberikan perlindungan selama minimal 6 jam berturut-turut, disesuaikan dengan aktivitas EVA (extra vehicular activities) di Bulan yang rata-rata menghabiskan waktu 6 jam. Baju ini juga dilengkapi dengan tanki oksigen, tanki cadangan, penyerap karbondioksida dan penampung urine. Menembus sabuk radiasi van Allen ? (Maaf diralat, yang benar namanya van Allen, kalo van Halen itu nama rocker). Untuk melewatinya ya tetap duduk manis di dalam wahana antariksa lah. Sabuk radiasi ini, berdasarkan riset Explorer 1, Sputnik 3 dan satelit2 lainnya, itu kan merupakan tempat elektron dan proton terjebak. Keduanya merupakan radiasi partikel bermuatan, sehingga penanganannya sebenarnya relatif lebih mudah dibanding jika misalnya kita menghadapi radiasi tak bermuatan macam foton gamma maupun neutron. Kajian menunjukkan jika wahana antariksa dilapisi dengan timbal (timah hitam) setebal 3 mm saja, dosis radiasi yang diterimanya saat melewati sabuk van Allen sebesar 2.500 rem/tahun. Karena wahana antariksa melintasi sabuk van Allen paling banter hanya dalam setengah jam saja, maka bisa kita perhitungkan bahwa radiasi yang diterimanya hanyalah sebesar 0,14 rem. Ini tidak bermasalah, karena ambang batas radiasi yang bisa diterima tubuh tanpa mengakibatkan efek berarti itu sebesar 50 rem. Jika timbalnya ditebelin, tentu radiasi yang diterima wahana antariksa (dan juga penumpang didalamnya) akan lebih kecil lagi. Salam, Ma'rufin From: dion_azani [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, October 28, 2008 5:04:46 PM Subject: [astronomi_indonesia] Re: Pendaratan di bulan, benarkah ? Rekan2, maksud saya komunikasi astronot di bulan dengan di bumi tidak ada jeda sama sekali, seharusnya paling tidak ada jeda meskipun bukan jeda seperti halnya berbicara dengan walkie-talkie. Mohon koreksi-nya. Kalau tidak keberatan, saya ingin bertanya tentang hal-hal berkaitan pendaratan tersebut: 1. Di Bulan tidak ada atmosfer, artinya tidak ada yang menahan sinar matahari. Bagaimana astronot disana menyiasati hal tersebut ? Mohon pencerahannya. 2. Bagaimana dengan radiasi sabuk Van Hallen, bagaimana menyiasati hal tersebut ? Terima kasih atas jawaban rekan2. --- In astronomi_indonesia @yahoogroups. com, Ma'rufin Sudibyo [EMAIL PROTECTED] . wrote: Ikut nimbrung, tulisan saya yang pake warna biru _ _ __ From: dion_azani dion_azani@ ... To: astronomi_indonesia @yahoogroups. com Sent: Monday, October 27, 2008 6:58:47 PM Subject: [astronomi_indonesi a] Re: Pendaratan di bulan, benarkah ? Begini mas, teknologi yang saya maksud adalah teknologi komunikasi. Saya ingn tahu, teknologi apakah yang dipakai untuk berkomunikasi antara astronot di Bulan dan Bumi ? Pada tahun yang sama, 1969 proyek ARPANET baru dimulai. Memang beberapa wahana yang dikirim ke luar angkasa (bulan) mampu mengirimkan data-data fotografi tetapi apakah sudah mampu mengirimkan data voice (suara) ? Maaf mas, saya hanya ingin tahu saja ? Sepanjang yang pernah saya baca, transmisi data (suara dan gambar) dalam misi-misi Apollo ke Bulan salah satunya dibantu oleh satelit komunikasi yang ditempatkan di antara orbit Bumi - Bulan. Tentu saja sinyal dari satelit ini lantas disambungkan ke satelit komunikasi geostasioner di orbit Bumi untuk kemudian baru diterima pusat kendali misi. Ini sama saja dengan komunikasi dari pesawat-pesawat ulang alik yang sedang mengorbit, misalnya, yang juga selalu direlay oleh satelit geostasioner NASA, misalnya TDRS. Jadi memang komunikasinya tidak langsung dari Lunar Module ke Bumi. Indikasi penggunaan satelit komunikasi di antara orbit Bumi-Bulan nampak dari fakta bahwa sinyal dari Lunar Module Apollo 11, selain diterima di Goldstone Radio Telescope di Arizona, juga diterima oleh Honeysucke Creek
Re: [FISIKA] Masalah Lebaran
Hilaal itu Bulan dalam fase sabit yang paling kecil yang sudah bisa diamati mata manusia, baik dengan ataupun tanpa alat bantu. Hilaal bisa terlihat (visibel) karena adanya 3 faktor sekaligus yang bekerja bareng-bareng : 1. Posisi astronomis Bulan dan Matahari 2. Dinamika atmosfer 3. Resolusi mata manusia So sebenarnya isu tentang hilaal ini adalah salah satu lahan garapan fisika, khususnya optika.Ketiga faktor tadi bekerja sekaligus yang diekspresikan dalm intensitas cahaya langit senja dan intensitas cahaya hilaal. Hilaal akan nampak jika intensitas cahaya hilaal melebihi intensitas cahaya langit senja dan sekaligus melampaui ambang batas resolusi mata manusia untuk nilai intensitas cahaya langit senja yang bersangkutan. So, ini bukan hanya masalah posisi (baca : tinggi) Bulan dan Matahari saja. Penggunaan posisi Bulan dan Matahari berada dalam ranah pendekatan geometris yang menjadi ciri khas teori visibilitas hilaal sejak abad ke-20. Namun ini mulai ditinggalkan menjelang abad ke-21, karena disadari, akurasinya jelek. Jika berdasarkan pada posisi Bulan, bisa kami katakan, untuk Indonesia (sebagai daerah berlintang rendah), bila hilaal cukup jauh dari Matahari (dengan beda azimuth 6 - 7 derajat saat sunset), approksimasi ketinggian minimum hilaal saat sudah mulai terlihat adalah 4 derajat. Namun jika hilaal tepat di atas Matahari (beda azimuthnya nol derajat), maka approksimasi ketinggian minimum hilaal saat sudah mulai terlihat melambung menjadi 14 derajat. Salam, Ma'rufin - Original Message From: ar sugeng riyadi [EMAIL PROTECTED] To: fisika_indonesia@yahoogroups.com Sent: Saturday, September 27, 2008 11:52:25 PM Subject: Re: [FISIKA] Masalah Lebaran Salam, Hilal terendah yang bisa diamati mata normal secara Fisika menurut saya sebagaimana Limit Danjon (http://the- moon.wikispaces. com/Danjon+ Limit) yakni 7°. Selamat iedul fitri, Taqobbal Allah Minna wa minkum... Wassalaam, Pak AR di Solo http://pakarfisika. wordpress. com/ --- On Sat, 9/27/08, Mochammad Muchlis [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Mochammad Muchlis [EMAIL PROTECTED] Subject: [FISIKA] Masalah Lebaran To: fisika_indonesia@ yahoogroups. com Date: Saturday, September 27, 2008, 11:47 AM Salam, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Seperti biasa, menjelang lebaran tentu banyak perbedaan dalam penghitungan antara ahli hisab dan ahli rukyat. Untuk rukyat, yang berdasarkan pengamatan bulan secara langsung, itupun diselahi dengan perbedaan soal syarat sudut pandang. Saya mau tanya secara fisika, berapa derajatkah bahwa bulan dikatakan tampak, meski bulan sepenuhnya. - - - - - - Flexi - Gratis bicara sepanjang waktu se-Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta - - - - - - Speedy Gratis internetan unlimited dari pkl. 20.00 s/d 08.00 se-Jabodetabek, Banten, Karawang dan Purwakarta - - - - - - Nikmati akses TelkomNet Instan Week End Net hanya Rp 1.000/jam. Berlaku untuk Sabtu-Minggu, khusus Jawa Tengah dan DIY s/d 31 Desember 2008 - - - - - - Speedy Paket Merdeka 2008, hanya Rp 99ribu sudah mendapatkan modem dan registrasi, diskon abonemen 50% 3 bulan pertama (tidak termasuk Speedy Warnet). Berlaku khusus Jawa Tengah dan DIY s/d 30 September 2008 - - - - - - Dapatkan Free Modem + Free Biaya Aktivasi Untuk Pemasangan Internet Speedy Di Kandatel Makassar S/D 30-08-208, Hub.147 atau modemgratis@ plasa.com - - - - - -
[FISIKA] Zona Waktu RI dan kajian Ulangnya
FYI, dari Kompas. Tentang Waktu Kesatuan Indonesia (WKI) Salam, Ma'rufin Zona Waktu RI dan Kajian Ulangnya Rabu, 17 September 2008 | 01:53 WIB Oleh NINOK LEKSONO Alasan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan lebih menjadi bahan pertimbangan kebijakan penetapan wilayah waktu di negara-negara tersebut dibandingkan alasan ilmiah dan rasa nyaman alamiah lainnya. Dr Sonny Nursutan Hotama, peneliti di Universitas Airlangga tentang alasan Malaysia dan Singapura memakai zona waktu GMT plus 8) Ketika krisis listrik terjadi, biasanya yang lalu hinggap di kepala untuk penghematan adalah program pemadaman listrik atau pengurangan aktivitas yang melibatkan transportasi. Namun, di lingkungan masyarakat ada pula yang coba mendekati masalah ini dari sisi yang lebih fundamental, yakni dengan mengubah sistem waktu. Tanggal 8 Juni 2005 di Jakarta, menindaklanjuti kerisauan Kepala Divisi Keuangan dan Niaga PT PLN Nandy Arsjad, diselenggarakan seminar nasional bertema ”Dampak Pembagian Wilayah Waktu di Indonesia terhadap Pola Konsumsi Energi dan Kegiatan Perekonomian Indonesia”. Ide pokok yang mendasari olah pikir ini adalah adanya peluang untuk mengurangi pemakaian energi listrik pada saat beban puncak pada sore hingga malam hari bila pelanggan lebih cepat berhenti beraktivitas dan pergi tidur. Agar lebih cepat tidur malam, mereka diharapkan bangun lebih dini dan berangkat beraktivitas pada pagi hari. Untuk tujuan di atas, yang dapat diusahakan adalah dengan menggeser ketentuan waktu yang berlaku saat ini di Indonesia lebih cepat ke muka. Jadi, ini memang tujuan utamanya, waktu Indonesia bagian barat (WIB) berubah ikut wilayah waktu Indonesia bagian tengah (Wita). Untuk tujuan lebih luas, WIT pun sekalian dimasukkan dalam Wita. Meski kemudian berbagai kalangan ikut menanggapi wacana ini. Rupanya perhatian serius diberikan oleh peneliti di Lembaga Penelitian Universitas Airlangga dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Uraian dan argumen salah satu peneliti ini, yakni Koordinator Tim Kajian Zona Waktu LPPM Unair Sonny Nursutan Hotama, memperlihatkan bahwa waktu tidak semata ditetapkan karena alasan keilmuan geografis, tetapi juga alasan politik dan ekonomi. Sengaja menyimpang Waktu universal atau waktu Greenwich (Greenwich Mean Time/GMT) diperkenalkan tahun 1675 dan lebih ditujukan untuk kepentingan turis. Namun kemudian, ia mendapatkan momentum setelah Sir Stanford Fleming (1827-1915), yang asal Kanada, melakukan pembagian zona waktu berdasarkan alasan ilmiah dan fakta astronomis bahwa Bumi berputar pada sumbunya dan menuntaskan satu putaran (rotasi) penuh dalam tempo 24 jam. Dengan itu pula, Fleming membagi satu putaran penuh 360 derajat dalam 24 zona waktu, masing-masing 15 derajat. Jadi, setiap 15 derajat ada perbedaan waktu satu jam. Ia lalu mengambil Greenwich sebagai bujur 0 derajat sehingga belahan dunia sebelah barat punya zona waktu GMT minus 1 sampai minus 12, sedangkan belahan timur punya zona waktu GMT plus 1 sampai plus 12. Seperti dituliskan Sonny Nursutan, aturan Fleming itu mencoba mempertemukan antara waktu dan kondisi cuaca secara alamiah dan wajar untuk berbagai wilayah geografis dunia. Misalnya saja, Rusia dengan rentang wilayah 165 derajat garis bujur akan punya 11 zona waktu dan AS sembilan zona waktu. Aturan ini bermanfaat untuk berbagai keperluan, seperti pariwisata, pelayaran, dan kereta api lintas nasional. Hanya saja, dalam perkembangannya ternyata tidak semua negara mau ikut dengan aturan Fleming, misalnya saja China. Negara ini punya lebih dari 60 derajat garis bujur, tetapi sejak tahun 1949 menetapkan satu zona waktu tunggal (GMT plus 8) untuk seluruh wilayahnya. Korea Selatan, yang seharusnya berada di zona GMT plus 8, saat ini berada di GMT plus 9. Di Asia Tenggara, Malaysia GMT plus 7 dan GMT plus 8 serta Singapura GMT plus 7, tetapi keduanya memakai GMT plus 8. Tentu negara-negara tersebut punya alasan masing-masing ketika memilih tidak ikut aturan Fleming. Dulu, semasa pendudukan Jepang di Indonesia dan Korea, demi efektivitas operasi militer dan juga dalam upaya menjepangkan jajahannya, waktu wilayah jajahan ini pun diubah dan disamakan dengan waktu Tokyo, menjadi GMT plus 9. Seiring dengan kembalinya Irian Barat ke pangkuan Indonesia, Presiden RI menetapkan wilayah waktu dibagi menjadi tiga zona. Singapura menetapkan waktunya GMT plus 8 untuk menyamakan kegiatan pasar uang dan saham dengan pasar Hongkong. Daylight Saving Time Setelah aturan Fleming, di banyak negara empat musim juga dilancarkan program penghematan dengan memanfaatkan sinar surya semaksimal mungkin. Program yang dikenal dengan nama Daylight Saving Time (DST) ini yang sudah dimulai sejak akhir Perang Dunia I terbukti berdampak positif bagi penghematan energi, khususnya listrik. Program DST mengubah penunjukan waktu satu jam lebih awal pada saat musim panas. Ini membuat semua aktivitas dimulai satu jam lebih awal atau matahari lalu dirasakan ”terbenam lebih lambat” selama satu jam.
Re: [astronomi_indonesia] Re: [FISIKA] Tanya tentang : Air Ditemukan Dalam Batuan Bulan
Deteksi air di Bulan itu, kalo yang bisa dilacak di Kompas, berasal dari sampel batuan Bulan.Sampel batuan itu berasal dari misi Apollo, identifikasinya menggunakan teknik spektroskopi. Memang detail tekniknya tidak dimuat di Kompas, namun bisa diduga bahwa yang dilakukan adalah mendeteksi kelimpahan Hidrogen ataupun ion Hidroksil (OH-) di dalam batu Bulan. Banyak teknik spektroskopi yang bisa melakukannya, yang paling efektif sejauh ini x-ray spectroscopy. Kalo yang hendak dilakukan lewat LCROSS itu ya mirip. Wahana antariksa itu akan ditumbukkan ke Bulan dengan kecepatan Bumi sehingga terbentuk kawah (mirip-mirip dengan kawah-kawah kecil yang terbentuk di daratan Inggris Raya saat digempur roket balistik A-4/V-2 Vergeltung Jerman dalam PD 2). Dari kawah ini akan tersembur material produk tumbukan (ejecta) berbentuk butiran halus dengan diameter paling besar hanya 10 cm. Nah ejecta ini akan tersembur tinggi (karena gravitasi Bulan kecil dan tiadanya atmosfer) sehingga melingkupi area yang luas dan mudah untuk dianalisis dengan spektroskopi sinar infra merah/visual/gelombang radio untuk mendeteksi molekul air. Koq Bulan dirusak 'wajahnya'? Sebenarnya, tanpa LCROSS pun, Bulan setiap hari mengalami bombardemen meteor yang langsung mendarat ke permukaannya tanpa bisa dicegah dan menciptakan aneka kawah beragam ukuran. Frekuensi hantaman meteor ke Bulan akan lebih tinggi ketika terjadi hujan meteor periodik (shower). Seperti akhir Juli 2008, tercatat ada dua shower aktif, masing-masing Southern Delta Aquarids dan Piscis Austrinids. Dua-duanya mengirimkan meteor ke Bulan. Dan kelak pada Desember 2008, ada shower Geminids yang frekuensinya jauh lebih tinggi (mencapai 100 + meteor/jam). Salam, Ma'rufin - Original Message From: dodik n. [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, July 23, 2008 7:58:12 PM Subject: Re: [astronomi_indonesia] Re: [FISIKA] Tanya tentang : Air Ditemukan Dalam Batuan Bulan btw, apa gak sayang sama bulan ya, kok sampe dirusak gitu ? hehehe. Masalahnya gak ada yang pegang sertifikat tanah buat bulan, jadi kalo nasa mau melakukan percobaan di sana, gak perlu ijin siapa2 :) 2008/7/23 Tri Laksmana trilaksmana@ gmail.com: Sama saja, dua pesawat yang ditumbukkan ke permukaan Bulan tersebut berfungsi sebagai senjata/rudal. Kita sudah punya teknologi rudal balistik antar-benua (ICBM), tapi belum ada rudal antar-planet :D Hehehehe... Makanya digunakan pesawat yang diluncurkan dari wahana LCROSS dengan sasaran untuk menumbuk Bulan. Idenya sama seperti misi Deep Impact beberapa tahun lalu, sebuah pesawat disasarkan ke sebuah komet supaya menabrak permukaan, membuat lubang, dan melontarkan material2 dari lapisan dalam komet supaya bisa dianalis oleh instrumen lain. Nah metodenya LCROSS juga sama, wahana yang ditubrukkan ke permukaan Bulan itu ya seperti mesin galian saja untuk mendapatkan material2 dari bagian interior Bulan, nanti sesudah tabrakan, wahana LCROSS akan menganalisis material2 yang terlontar dan mencari tanda2 keberadaan H2O di lapisan internal Bulan. Sumber: http://lcross. arc.nasa. gov/ Deep Impact: http://www.nasa. gov/mission_ pages/deepimpact /main/index. html Salam, -tri- ...
Re: [FISIKA] Penentuan hari raya
Kalo kaitannya dengan sains murni, Insya' Allah saya, ataupun pak Mutoha, ataupun pak AR Sugeng Riyadi, bisa menjelaskannya di sini. Tapi kalo kaitannya dengan sains - religion, lebih baik memang ditanyakan saja ke milis rukyatul hilal Indonesia (RHI) = http://groups.yahoo.com/group/rukyatulhilal/ salam, Ma'rufin - Original Message From: Rockefellaz Fellow [EMAIL PROTECTED] To: fisika_indonesia@yahoogroups.com Sent: Tuesday, July 15, 2008 2:46:34 PM Subject: Re: [FISIKA] Penentuan hari raya sekedar saran, mungkin akan lebih baik jika anda mengajukan pertanyaan2 tersebut ke milis/group yang sesuai. thx 2008/7/15 joko_ftn [EMAIL PROTECTED] com: sebenrnya, gimana sih cara penentuan tanggal jatuhnya hari raya???kok sekarang musimnya 2 hari raya...pengen tahu juga, bagaimana cih prinsip dari hisap dan ruhkyatbiar jadi adem ayem sesama umat muslim... makasih... -- Rock for Freedom
[FISIKA] Pak Said D Jenie Wafat
Assalamu'alaikum.. Jumat lalu sekitar pukul 8 pagi, pak Said D Jenie, Kepala BPPT yang juga saudara kembar pak Umar Anggara Jenis (kepala LIPI) itu wafat. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun. Prof. Said D Jenie ini lebih dikenal sebagai ahli penerbangan dan menjadi tokoh penting dibalik terbangnya N-250 pada 10 Agustus 1995 (yang sayangnya tak pernah terbang lagi pasca krisis). Namun beliau juga dikenal piawai dalam teknologi satelit dan kendaraan bawah air. Dalam masalah hisab rukyat, Prof. Said D Jenie pada tahun silam pernah mengemukakan gagasan untuk mengajukan definisi baru tentang hilaal, dengan parameter : fase = 1,5 % ; tinggi (h) = 2 derajat; umur Bulan 7 jam. Meski dalam beberapa bagiannya terasa ada yang tidak sinkron, namun upaya pendefinisian baru ini patut dihargai mengingat untuk pertama kalinya fase Bulan masuk ke dalam parameter hilaal di Indonesia (sebelumnya hanya tinggi dan umur saja). Saya teringat pernah mengkritisi definisi beliau itu dan mengambil kesimpulan kalo itu sebenarnya tak beda dengan Kriteria Babilonia, salah satu kriteria visibilitas hilaal yang valid dan reliabel. Semoga arwahnya diterima di sisi-Nya. Amin. Dan kita yang ditinggalkan, bisa melanjutkan perjuangannya. Wassalamu'alaikum... Ma'rufin Catatan : berikut tulisan tentang parameter Said D Jenie tersebut Dalam visibilitas hilaal, ada sejumlah elemen Bulan yang bisa digunakan, seperti tinggi Bulan (h), selisih tinggi dengan Matahari (aD), selisih azimuth dengan Matahari (DAz), elongasi (aL), umur Bulan sejak konjungsi, fase, Lag (yakni selisih waktu antara terbenamnya Bulan terhadap terbenamnya Matahari),magnitude visual (mvis) dan lebar sabit (W). Elemen2 tersebut sebenarnya tidak berdiri sendiri2 dan saling bebas, melainkan saling terkait. Sebut saja misalnya selisih tinggi, selisih azimuth dan elongasi. Untuk hilaal, ketiga elemen ini membentuk segitiga siku2 imajiner dengan sisi rebah = DAz, sisi tegak = aD dan sisi miring = elongasi. Sehingga disini bisa diberlakukan persamaan Phytagoras. Sementara fase Bulan, umur Bulan lebar sabit dan magnitude visual Bulan merupakan fungsi dari elongasi Bulan. Dan Lag bergantung kepada selisih tinggi dan posisi lintang pengamatan. Jika Prof Said D Jeniemenggunakan parameter : - fase = 1,5 % - tinggi (h) = 2 derajat - umur Bulan 7 jam sebagai usulan batas visibilitas terbaru (di Indonesia), parameter ini bisa dicek satu persatu apakah memang sesuai dengan teori gerak Bulan yang dipakai saat ini (saya menggunakan algoritma Chapront ELP 2000/82 yang merupakan varian dari algoritma Jean Meeus 1991). Mari kita lihat dari fase. Rumusnya, f = 0,5 (1 - cos aL). Dengan fase minimum = 1,5 % = 0,015 kita mendapatkan nilai elongasi minimum Bulan = 14 derajat. Secara rata-rata Bulan bergerak menjauhi Matahari dengan kecepatan 0,5 derajat/jam. Maka jarak sudut (elongasi) minimum sebesar 14 derajat itu secara rata-rata ditempuh selama 14/0,5 = 28 jam setelah konjungsi. Dari sini nampak jelas bahwa penggunaan parameter umur Bulan 7 jam ternyata tidak sinkron dengan hasil hitungan tadi, dimana seharusnya digunakan umur Bulan 28 jam. Bagaimana dengan tingginya? Harus dibedakan antara tinggi Bulan (h) yang dihitung dari horizon sejati dengan selisih tinggi (aD), dimana aD = h + s dengan s = tinggi Matahari terhadap horizon sejati (berharga negatif, karena sudah terbenam). Dengan segitiga Phytagoras, aD terkait dengan elongasi dan selisih Azimuth. Untuk Bulan yang baru saja meninggalkan konjungsi-nya, nilai DAz berkisar dari 0 - 5 derajat. Sementara jika umur Bulan 24 jam, nilai ekstrim DAz bisa mencapai 10 derajat. Mari gunakan nilai2 DAz ini. Untuk DAz 0 - 10 derajat, rentang nilai aD 9,8 - 14 derajat. Antara aD dan Lag terdapat hubungan yang sedikit ruwet, dimana aD = aS cos (lambda) dan Lag (dalam menit) = as*4. Lambda disini adalah lintang lokasi pengamatan. Untuk Indonesia, nilai lambda boleh dikata mendekati nol derajat (apalagi dilintasi garis khatulistiwa) sehingga cos(lambda)-- 1. Maka jika parameter pak Said D Jenie diterapkan di Indonesia, kita menjumpai nilai Lag dalam rentang 39 - 56 menit. Sehingga, parameter Prof Said D Jenie ini dalam bentuk lain bisa dituliskan sebagai : - umur Bulan 28 jam - Lag 39 menit Ini sebenarnya bukan tawaran baru untuk kriteria visibilitas hilaal, sebab bentuk tersebut ternyata sangat mirip dengan apa yang dinamakan Kriteria Babilon, yang ditemukan ahli2 perbintangan Kerajaan Babilonia Baru pada 2.700 tahun silam guna kepentingan konstruksi kalender mereka. Dalam kriteria Babilon, umur Bulan 24 jam sementara Lag 48 menit. Karena wilayah Babilonia Baru terletak di sekitar garis lintang 30deg LU, koreksinya untuk daerah tropik seperti Indonesia menghasilkan Lag 41 menit, sangat dekat dengan nilai yang ditawarkan pak Said D. Jenie. Parameter Prof Said D. Jenie ini konsisten dengan hasil pengamatan kami di Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) dan Jogja Astro Club
[FISIKA] Dari Trans 7 -- Re: [IndoEnergy] Re: Blue energy... realita atau rekayasa ?
Sepakat, kritis memang musti dikedepankan. Bicara energi, kita berada dalam ranah hal-hal yang bisa dihitung, dan perhitungan yang baik tentu yang bisa diulang oleh orang lain asalkan kondisi dan situasinya sama. Jika tidak demikian, yah itu masih dalam taraf pseudo-sains, seperti kasus cold fusion itu, atau superluminal particles dalam dunia fisika. Btw, Blue energy Joko Soeprapto itu, ternyata gas Brown hasil elektrolisa air. Kesimpulan ini berdasar demonstrasi Joko sendiri di depan wartawan Trans 7 yang disiarkan Selasa malam lalu dalam Kupas Tuntas. Dari demosntrasi ini didapat kira-kira skema pembangkitan listrik ala Blue energy ya seperti ini (lihat di attachment). Singkatnya, Joko memanfaatkan air (dari sumber mana saja) yang dicampur sedikit naftalena dan dimasukkan dalam tabung (sebut saja reaktor) yang dialiri listrik 320 watt. Kenapa naftalena? Joko mengatakan, sebenarnya tidak harus naftalena, bisa juga senyawa lain karena yang penting ada karbonnya dan karbon ini akan diambil untuk kemudian dirangkaikan dengan hidrogen di dalam reaktor lewat bantuan listrik sehingga didapat hidrokarbon yang dikehendaki. Namun dari lubang outlet reaktor tidak terlihat ada cairan yang keluar. Malah yang ada gelembung-gelembung gas. Sementara dari lubang satunya (sebutlah outlet residu), keluar residu yang setelah diolah di tiga tabung lain yang berbeda kemudian menghasilkan pupuk. Gas dari outlet reaktor ini kemudian dicampur dengan solar dalam perbandingan 9 bagian gas dan 1 bagian solar. Pencampurannya dilakukan begitu saja dalam sebuah percabangan, tanpa lewat mixer. Dari sini kemudian campuran itu dimasukkan ke mesin diesel, untuk menggerakkan mesin tersebut sehingga diperoleh arus listrik. dan arus listrik 320 watt yang digunakan reaktor tadi diambil dari listrik diesel ini. Ada banyak pertanyaan memang, misalnya saja kenapa yang dimasukkan ke dalam reaktor itu (yang kemungkinan reaktor elektrolisis) justru air dan naftalena? Sementara elektrolisa air lebih efektif berlangsung dalam suasana basa (sehingga lebih baik ditambahkan basa-basa seperti KOH dll). Dan bagaimana pencampuran gas yang terbentuk (gas Brown) dengan solar sehingga didapat klaim penghematan solar hingga 90 %. Demikian juga pupuk itu datang dari mana? Demikian juga jika diklaim naftalena sebagai sumber karbon, yang dipreteli dan kemudian dirangkai-rangkai dalam tabung reaktor itu dengan hidrogen sehingga timbul hidrokarbon, koq keluarnya malah gas ? Padahal yang dikehendaki fluida, yang mirip solar. Salam, Ma'rufin - Original Message From: Wisnu Martono [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Sunday, July 6, 2008 11:17:30 AM Subject: Re: [IndoEnergy] Re: Blue energy... realita atau rekayasa ? Kebetulan, saya ada dalam perahu bernama kritis itu. Sikap kritis tetap diperlukan, kalau tidak ingin Joko Suprapto-joko suprapto lain timbul dan menjerumuskan kita semua ke kubangan yang dalam. Sangat salah, menganggap sikap kritis sebagai sikap waton suloyo. Apalagi sinisme. Saya bicara dengan hitungan. Silahkan koreksi hitungan saya, kalau dianggap pendapat saya keliru. Satu hal jelas, saya telah menggunakan hitungan sejak tahun 2006, ketika (hampir) semua orang masih terpesona dengan mimpi bernama jarakpagar. Mereka yang tidak mampu membantah hitungan saya biasanya lalu lari ke tuduhan berbau character assasination . Orang minyak lah, orang LSM lah. Dua-duanya tidak benar dan tidak berdasar. Repot, kalau sikap kritis lalu ditanggapi secara personal. --- On Sun, 6/7/08, Lisman Manurung [EMAIL PROTECTED] com wrote: From: Lisman Manurung [EMAIL PROTECTED] com Subject: Re: [IndoEnergy] Re: Blue energy... realita atau rekayasa ? To: [EMAIL PROTECTED] ups.com Received: Sunday, 6 July, 2008, 7:33 AM Upaya mencari enerji alternatif hendaknya tidak melahirkan sinisme. Tetapi kita perlu mengembangkannya dan tentu dengan sikap kritis... --- On Sat, 7/5/08, Wisnu Martono wisnuam2003@ yahoo.com. au wrote: From: Wisnu Martono wisnuam2003@ yahoo.com. au Subject: Re: [IndoEnergy] Re: Blue energy... realita atau rekayasa ? To: [EMAIL PROTECTED] ups.com Date: Saturday, July 5, 2008, 9:51 PM Di Youtube juga bisa dilihat ada percobaan mencampur air dengan bahan bakar untuk mobil.Mobilnya bisa jalan, sampai akhirnya melompat-lompat karena mesinnya menjadi sangat kasar dan mati sesudah berjalan sekian mil. Mungkin mesinnya juga udah hancur. Mungkin bukan separah ini yang dimaksud JoSu sbg Blue Energy. Tapi, apa? --- On Sat, 5/7/08, M. Danil Daud [EMAIL PROTECTED] com wrote: From: M. Danil Daud [EMAIL PROTECTED] com Subject: [IndoEnergy] Re: Blue energy... realita atau rekayasa ? To: [EMAIL PROTECTED] ups.com Received: Saturday, 5 July, 2008, 7:27 PM Rekan, Kalau disearch di internet dengan kata blue energy kita akan menemukan banyak sekali situs yang menjual alat2 yang ngakunya dapat menghasilkan H2 dengan biaya murah. Alat yang dijual harganya juga sangat murah. Ada yang pernah
[FISIKA] Melempar Dadu untuk Mars, Menanti Tumbukan Asteroid 2007 WD5
Bener. Asteroid 2007 WD5 sedang menempuh lintasan ke Mars dan kemungkinan akan bertumbukan dengan planet mungil merah ini pada 30 Januari 2008 mendatang, tepatnya pada pukul 10:55 GMT. Di Indonesia, tumbukan ini hanya bisa disaksikan di zona waktu WITA dan WIT, sebab hanya di zona waktu itulah langit sudah mulai menggelap karena Matahari sudah terbenam. Maka dari itu, yuk siap2 trip to Bali, Flores, Sumbawa dll sepanjang masih di WITA/WIT :). Namun, cerita tentang tumbukan itu masih ada tetapi-nya. Asteroid 2007 WD5 ditemukan pada 20 November lalu dalam Catalina Sky Survey yang bersenjatakan teleskop pemantul berdiameter 1,5m di Observatorium Gunung Lemmon, Arizona (AS). Program Catalina Sky Survey yang dibiayai sepenuhnya oleh NASA ini bertujuan untuk melacak benda2 langit mini yang memiliki potensi untuk berbenturan dengan Bumi. Kita tahu, berdasar jejak 170-an kawah2 produk tumbukan benda langit (yang terbukti) yang tersebar di seantero penjuru permukaan Bumi kita, planet biru ini tidaklah steril dari potensi benturan dengan benda langit mini seperti komet dan asteroid. 65 juta tahun silam kawanan dinosaurus dan makhluk hidup lain yang memiliki berat tubuh 20 kg musnah saat asteroid sebesar Gunung Everest menghantam Semenanjung Yucatan dan menciptakan kawah tumbukan raksasa Chicxulub yang bergaris tengah 200 km. Belakangan para astronom dan astrofisikawan lebih mencemaskan keberadaan benda-benda langit supermini dengan diameter 50 m yang jumnlahnya milyaran dan bergentayangan secara random di tata surya bagian dalam. Sebab mereka berada di bawah kemampuan deteksi teleskop2 optik terbaik di Bumi pada saat ini, sementara dampak tumbukannya cukup Armageddon untuk kota besar sekalipun. Kawah Meteor Wabar (Saudi Arabia) misalnya, terbentuk ketika asteroid berdiameter 'hanya' 10 m menghantam jantung lautan pasir ar-Rub' al-Khali di tenggara Riyadh pada 1863. Asteroid 'sekecil' itupun sudah sanggup menghempaskan energi 11 kiloton TNT dengan dentuman bunyi tumbukan terdengar ke segenap penjuru Jazirah Arabia. Andaikata asteroid ini jatuh 10-15 menit lebih cepat, sebagian kota Paris mungkin sudah menjadi abu akibat tumbukan yang energinya setara dengan separo energi letusan bom Hiroshima ini. Asteroid 2007 WD5 kemungkinan adalah asteroid batu (stony) atau kondritik berdiameter 50 m (massa = 180.000 ton) yang diklasifikasikan ke dalam asteroid kelas Amor, alias pelintas Mars. Orbit asteroid ini berbentuk ellips dengan perihelion 1,01 AU, aphelion 2,54 AU, eksentrisitas 0,6, inklinasi 2,37º dengan periode edar 4,05 tahun. Pada 1 November lalu (jadi sebelum ditemukan), asteroid ini melintas di dekat Bumi dalam jarak 'hanya' 7,5 juta km alias 19,5 kali jarak Bumi-Bulan. Mengejutkan? Masih ada lagi. Proyeksi orbit asteroid ini menunjukkan ia hampir memotong orbit Mars pada 30 Januari 2008 mendatang! Proyeksi terbaik menunjukkan pada 30 Januari 2008 mendatang asteroid ini sebenarnya hanya melintas sejauh 50.000 km dari pusat planet Mars, atau 46.400 km dari permukaan planet merah mungil ini. Namun ini belumlah final karena ketidakpastian orbit asteroid ini masih cukup besar. Jika dilihat dari permukaan 2007 WD5, maka ada zona ketidakpastian imajiner berbentuk ellips dengan panjang 1,33 juta km dan lebar 1.300 km di sekeliling garis orbit asteroid ini. Dan zona ketidakpastian inilah yang memotong orbit Mars, bahkan menyentuh permukaan planet itu. Tumbukan bisa terjadi dimana saja di permukaan Mars pada zona ellips selebar 800 km yang memotong ekuator pada garis bujur 30º BB Mars, di dekat lokasi pendaratan robot rover Opportunity, yang hingga kini masih aktif dalam misi robot kembar Mars Exploration Rover sejak awal 2004 silam. Namun potensi tumbukan ini masih berada dalam lemparan dadu, sebab probabilitas tumbukan itu hanyalah 1 : 75. Meski, peluang ini jauh lebih baik dibanding peluang asteroid 99942 Apophis yang diperkirakan akan bersinggungan dengan Bumi pada 13 April 2036 pada probabilitas 1 : 45.000 dan itupun sudah menempatkan asteroid ini dalam skala 1 Torino. Jika tumbukan benar2 terjadi, maka 2007 WD5 akan masuk ke atmosfer Mars pada sudut datang 30º sehingga akan terus jatuh ke permukaannya tanpa bisa dicegah. NASA memperhitungkan asteroid ini akan menumbuk Mars pada kecepatan 13,5 km/s dengan energi tumbukan 3 megaton TNT (150 kali lipat bom Hiroshima) dan akan membentuk kawah berdiameter 1 km. Sepertinya estimasi NASA ini berdasarkan pada perhitungan kasar dengan asumsi target itu menumbuk Bumi (Kawah Meteor Arizona yang sangat terkenal itu, dengan diameter 1,2 km memang dibentuk oleh tumbukan asteroid yang melepaskan energi 3,5 megaton TNT), sementara lingkungan Mars adalah berbeda dengan Bumi. Rasanya ini memang harus dianalisis ulang. So, kondisinya memang tidak seoptimistis seperti kisah serial tumbukan 21 keping komet Shoemaker Levy 9 (SL-9) terhadap Jupiter pada 16 - 24 Juli 1994 silam, yang probabilitas tumbukannya jauh lebih besar dan sudah bisa diramalkan sejak setahun sebelumnya.
Re: [FISIKA] magnetic di Kelud was segitiga bermuda
Sebenarnya tidak ada yang aneh di Gunung Kelud. Pak Amien Widodo dari ITS sudah menelitinya dan sejauh ini menurut beliau semuanya wajar-wajar saja, mobil itu bergerak karena jalannya menurun. Mengapa kelihatannya naik? Itu lebih pada ilusi optik. Acuan untuk menyatakan naik atau turun di jalan itu lebih didasarkan pada tegakan pohon-pohon di sisi kiri-kanan jalan, sementara posisi pohon-pohon di sini ternyata sudah lebih dulu miring karena terjadinya tanah merayap (soil creep). Soil creep ini berhubungan dengan daya ikat batuan setempat yang rendah, bukan dengan penggelembungan akibat naiknya magma menuju kepundan. Soal ini pernah diangkat di program Potret-nya SCTV dan pernah juga diulas dalam Dongeng Geologi-nya ustadz gempa kita pak Rovicky (http://rovicky.wordpress.com). Yang aneh pada Kelud justru proses letusannya kali ini. Sepanjang 730 tahun terakhir Kelud dikenal sebagai gunung api yang eksplosif dengan letusan yang singkat, yang kemudian mendatangkan kesimpulan bahwa dapur magma gunung ini kecil (Escher, 1954). Sebagai gunung api muda yang sepantaran dengan Merapi, perkembangan Kelud ternyata sangat terbatas, ditandai dengan ketinggian yang rendah, puncak irregular dan tajam dengan sumbat lava di sana-sini yang membentuk puncak Sumbing, puncak Gajahmungkur dan puncak Kelud itu sendiri. Ini semua adalah tanda-tanda nyata bahwa gunung yang berdiri ujung selatan patahan Gresik atau Watukosek (nama yang mendadak populer karena sering dikambinghitamkan dalam episode Banjir Lumpur Lapindo) memiliki karakter letusan eksplosif yang dahsyat hingga seringkali merusak tubuhnya sendiri. Pada letusan 1990 gunung ini menyemburkan tephra sebanyak 120 juta meter kubik. Bandingkan dengan Merapi 2006 yang 'hanya' sanggup mengeluarkan 8 juta meter kubik. Baru kali ini Kelud meletus dengan lambat, bertipe efusif dan menimbun magmanya hingga memenuhi danau kawah menjadi sebuah kubah lava baru. Dalam catatan histori letusannya, terbentuknya kubah lava juga pernah terjadi pada 1376. Namun kubah lava ini tidak menjadi tanda bahwa Kelud akan lebih 'jinak'. Pasca letusan 1376 itu pun Kelud kembali kepada karakternya semula : eksplosif. salam Ma'rufin --- Husin Alatas [EMAIL PROTECTED] wrote: fenomenanya sama saja dengan rumah miring di dufan. ini cuma masalah ilusi optik. terlihat naik, padahal turun. salam, ha On 12/4/07, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: Mas Ma'rufin, Lalu fenomena apa yang ada di daerah wates, kediri gunung kelud. Disana ada Jalan Misteri yang panjangya sekitar 100M dimana mobil bisa nggelondor kearah gunung (naik), bukan turun. suwun infonya. wassalam wrwb. wrote: Kalo tentang penyebab sesungguhnya kejadian di segitiga Bermuda, sampai saat ini belum jelas. Namun untuk soal meteor raksasa dan kawah tumbukannya (termasuk materi magnetiknya), perkenankan untuk sedikit mendongeng disini, yang pada intinya sulit untuk mengaitkan hal itu dengan fenomena segitiga Bermuda. Di dekat segitiga itu, tepatnya di Semenanjung Yucatan, memang ada sebuah kawah tumbukan gigantik berdiameter 180 km. Kawah Chicxulub namanya, terbentuk 65 juta tahun silam dan diyakini sebagai penyebab musnahnya dinosaurus. Kini kawah itu terpendam di kedalaman 700 m dan tidak menampakkan topografi apapun di muka Bumi kecuali jajaran cenotes (mata air) yang unik. Sementara di utara segitiga, juga terdapat kawah besar yang lain, Kawah Chesapeake Bay namanya, yang terpendam persis di bawah metropolitan New York. Kawah ini berdiameter 95 km dan terbentuk 35 juta tahun silam bersama Kawah Popigai di Russia timur. Tidak jelas apa yang dimusnahkan oleh kawah ini, namun grafik paleobiodiversity menunjukkan memang ada penurunan jumlah spesies makhluk hidup di sekitar 35 juta tahun silam, meski skalanya cukup kecil dibanding pemusnahan 65 juta tahun silam. Kalo mau diusut-usut lagi, banyak kawah besar-besar bertebaran di Canada. Mulai dari Sudbury (diameter 200 km, terbentuk 1,8 milyar tahun silam), Manicouagan yang berbentuk danau cincin khas (diameter 100 km, terbentuk 120 juta tahun silam) hingga danau kawah kembar Clearwater East dan Clearwater West, masing2 berdiameter 35 km. Apakah materi ferromagnet dari kawah Chicxulub dan Chesapeake Bay yang mengontrol keanehan di segitiga Bermuda? Saya pikir tidak. Memang benar, ada meteorit yang sangat kaya dengan besi (hingga 90 % berat) yang disebut meteorit siderit. Namun meteorit ini lebih banyak ditemukan tunggal (tanpa kawah) ataupun terserak dalam kawah-kawah kecil, dan sejatinya meteor siderit bukanlah meteor dominan dalam tata surya kita. Yang dominan adalah meteor dari jenis karbon kondritik dan kondritik, dan kedua meteor inilah yang paling banyak membentuk kawah2 besar. Chicxulub dan Chesapeake Bay pun dibentuk oleh meteorit ini. Seperti apa meteorit kondritik? Ia mirip dengan batu apung, dan untuk karbonat
[FISIKA] OOT : From Global Warming To Mass Extinction -- Global warming �ngga bisa� dicegah !
Salah satu tema paling seksi dalam khazanah astrofisika adalah mass extinction alias pemusnahan massal. Ini adalah peristiwa dimana populasi dan kelimpahan makhluk hidup di Bumi mendadak menyusut dalam skala waktu yang sangat pendek (kurang dari 1 juta tahun, teramat singkat dalam skala waktu geologi) dibanding semula. Dalam 500 juta tahun terakhir di Bumi terjadi sedikitnya lima episode pemusnahan massal berskala besar, yakni 435 juta tahun silam (akhir Ordovisian), 374 juta tahun silam (akhir Devon), 250 juta tahun silam (batas Permian-Trias), 201 juta tahun silam (akhir Trias) dan 65 juta tahun silam (batas Kapur-Tersier). Yang terakhir ini memang terpopuler sebab pada saat itulah kawanan reptil raksasa dinosaurus musnah lenyap kehidupannya bersama 75 % makhluk Bumi saat itu. Namun pemusnahan massal terdahsyat terjadi 250 juta tahun silam kala 96 % populasi makhluk hidup mendadak lenyap. Baik pemusnahan massal pada batas Permian-Trias maupun pada batas Kapur-Tersier diduga kuat berkaitan dengan kejadian tumbukan benda langit raksasa yang terkoneksi dengan banjir lava basalt. Pemusnahan massal 250 juta tahun silam diduga erat terkait dengan terbentuknya Kawah Bedout (diameter 200 km) di Australia Barat sebagai kawah satelit dan kawah Wilkes Land (diameter 400 km) di Antartika sebagai kawah utama serta banjir lava basalt di Siberia. Rekonstruksi posisi kedua kawah untuk waktu 250 juta tahun silam menunjukkan keduanya berada di zona Kutub Selatan masa itu, sementara pusat banjir lava basalt Siberia berada di dekat Kutub Utara masa itu, atau di sekitar antipode (titik-lawan) kawah Bedout dan Wilkes Land. Sementara pemusnahan massal di batas Kapur-Tersier diduga kuat terkait dengan terbentuknya Kawah Chicxulub di Mexico (diameter 200 km) dan banjir lava basalt Dekan di India. Sama juga, rekonstruksi pusat banjir lava basalt Dekan untuk 65 juta tahun silam menunjukkan dirinya berada di sekitar antipode Kawah Chicxulub. Belakangan di sekitar lokasi banjir lava ini juga didapati kawah tumbukan lain yang tak kalah besarnya, Kawah Shiva (panjang 600 km lebar 450 km) yang juga terbentuk 65 juta tahun silam. Rekonstruksi posisi kawah Chicxulub dan Shiva ini untuk waktu 65 juta tahun nsilam menunjukkan keduanya memang berada dalam sistem pode-antipode alias saling berseberangan. Salah satu 'substansi penghancur' dalam pemusnahan massal adalah kadar CO2 yang sangat berlebih di atmosfer, yang menyebabkan pemanasan global. Pada pemusnahan massal 250 juta tahun silam kadar CO2 di atmosfer mencapai 3.000 ppm atau 0,3 %. Sementara dalam pemusnahan massal 65 juta tahun silam kadar CO2-nya 'hanya' 1.000 ppm. O' Keefe dan Aherns (1989) menyimulasikan, dengan basis kadar CO2 masa kini yang diasumsikan 350 ppm, tumbukan asteroid batu/besi berdiameter 10 km ataupun komet berdiameter 14 km akan membuat kadar CO2 di atmosfer melonjak hebat hingga 1.500 ppm oleh melelehnya sedimen karbonat yang menjadi target tumbukan dan kebakaran hutan global yang menjadi dampak lanjutan dari tumbukan. Implikasinya suhu rata-rata permukaan Bumi pun naik 10º C dari nilai semula. Padahal kenaikan suhu rata-rata sebesar 4º C saja sudah cukup untuk meleburkan seluruh gletser yang tersisa di Bumi dan juga padang es di Arktika dan Antartika. Terjadinya pemanasan global pada 250 juta tahun silam dan 65 juta tahun silam dapat diketahui dari anomali rasio isotop C-13/C-12 yang berharga 0,4 (padahal normalnya hanya 0,27). Kini atmosfer Bumi kita mengandung CO2 sebanyak 375 ppm (nilai tahun 2005). Oleh pemakaian bahan bakar fossil yang diimbangi dengan pembabatan hutan secara besar-besaran, maka terjadilah penambahan CO2 di atmosfer sebanyak 3 ppm/tahun yang diikuti dengan kenaikan permukaan rata-rata air laut sebesar 3,1 mm/tahun dan kenaikan suhu rata-rata 0,05º C. Jika semuanya berjalan secara linier, kondisi udara saat musnahnya dinosaurus (yakni kadar CO2 1.000 ppm) memang baru akan tercapai pada 2215 CE alias 208 tahun lagi. Namun melelehnya semua es di permukaan Bumi (termasuk kutub) akan terjadi lebih cepat, yakni dalam 4/0,05 = 80 tahun lagi atau pada 2090 CE kelak. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) bahkan menyebut kenaikan suhu 4º C akan terjadi lebih cepat lagi, yakni dalam 70 tahun mendatang. Meski 'hanya' 4º C namun harap diingat bahwa 30 % makhluk hidup Bumi saat ini sangat sensitif terhadap perubahan suhu, sehingga kenaikan suhu global sebesar 2º C saja sudah mampu memusnahkan mereka. Jika suhu global sampai naik 4º C maka 30 % lahan basah akan hilang. Implikasinya tentu sangat luar biasa. Kemusnahan macam ini setara dengan dampak tumbukan masa Eosen (35 juta tahun silam) yang membentuk kawah Chesapeake Bay (diameter 95 km, lokasi New York) dan Popigai (diameter 100 km, lokasi Russia timur). So, tanpa harus menanti komet Armageddon jatuh menumbuk Bumi, kita manusia pun bisa menciptakan pemusnahan massal dalam 70 - 80 tahun ke depan. Rumusnya sangat sederhana : bakar semua bahan bakar fossil dan organik serta babat
[FISIKA] Gunung Toba
Danau Toba yang besar itu (luasnya kira2 100 x 30 km) sebenarnya berdiri di atas reruntuhan 3 kaldera besar. Di selatan terdapat Kaldera Porsea, berbentuk ellips dengan dimensi 60 x 40 km, terbentuk oleh letusan gigantik 800 ribu tahun silam. Kaldera ini meliputi sebagian selatan danau Toba dari Pulau Samosir, hingga ke daratan wilayah Parapat - Porsea dan teluk yang menjadi outlet ke Sungai Asahan. Wajah kaldera Porsea ini 'dirusak' oleh kaldera Sibadung yang terbentuk kemudian. Sementara di sebelah utara, di utara Pulau Samosir terdapat kaldera Haranggaol yang nyaris bulat dengan diameter 'hanya' 14 km. Haranggaol terbentuk pada 500 ribu tahun silam. Keberadaan kaldera-kaldera besar ini menunjukkan Danau Toba adalah kompleks vulkanik nan luar biasa. Kita fokuskan ke Kaldera Sibadung. Inilah kaldera yang terbentuk dalam erupsi gigantik 71.500 +/- 4.000 tahun silam dan dinobatkan sebagai letusan terdahsyat di muka Bumi dalam 2 juta tahun terakhir setelah banjir lava di Yellowstone (AS). Bentuk kaldera mirip kacang (peanut-like) dan secara kasar memiliki panjang 60 km dengan lebar 30 km. Bentuk unik ini mengesankan bahwa kaldera Sibadung dulunya kemungkinan adalah gunung api kembar yang meletus secara bersamaan, seperti halnya gunung Danan dan Perbuwatan dalam erupsi katastrofik Krakatau 1883. Kaldera Sibadung mencakup seluruh bagian Pulau Samosir dan perairan selatan Danau Toba, kecuali teluk di sebelah tenggara yang menjadi outlet ke Sungai Asahan. Letusan Toba 71 - 75 ribu tahun silam memang sungguh luar biasa. Gunung ini melepaskan energi 1.000 megaton TNT atau 50 ribu kali lipat ledakan bom Hiroshima dan menyemburkan tephra 2.800 km kubik berupa ignimbrit, yakni batuan beku sangat asam yang memang menjadi ciri khas bagi letusan-letusan besar. 800 km kubik tephra diantaranya dihembuskan ke atmosfer sebagai debu vulkanis, yang kemudian terbang mengarah ke barat akibat pengaruh rotasi Bumi sebelum kemudian turun mengendap sebagai hujan abu. Sebagai pembanding, erupsi paroksimal Tambora 1815 (yang dinyatakan terdahsyat dalam sejarah modern) 'hanya' menyemburkan 100 km kubik debu dan itupun sudah sanggup mengubah pola cuaca di Bumi selama bertahun-tahun kemudian, yang salah satunya menghasilkan hujan lebat yang salah musim di Eropa dan berujung pada kekalahan Napoleon pada pertempuran besar Waterloo. Kerikil (lapili) produk letusan Toba ditemukan hingga di India, yang berjarak 3.000 km dari pusat letusan. Keseluruhan permukaan anak benua India ditimbuni abu letusan dengan ketebalan rata-rata 15 cm. Bahkan di salah satu tempat di India tengah, ketebalan abu letusan Toba mencapai 6 meter. Debu vulkanik dan sulfur yang disemburkan ke langit dalam letusan dahsyat selama 2 minggu tanpa henti itu membentuk tirai penghalang cahaya Matahari yang luar biasa tebalnya di lapisan stratosfer, hingga intensitas cahaya Matahari yang jatuh ke permukaan Bumi menurun drastis tinggal 1 % dari nilai normalnya. Kurangnya cahaya Matahari juga menyebabkan suhu global menurun drastis hingga 3 - 3,5º C dari normal dan memicu terjadinya salah satu zaman es. Rendahnya intensitas cahaya Matahari membuat tumbuh2an berhenti berfotosintesis untuk beberapa lama dan tak sedikit yang bahkan malah mati, seperti terekam di lembaran2 es Greenland. Bagaimana dengan manusia? Ambrose (1998) berdasar jejak DNA manusia purba menyebut saat itu terjadi situasi genetic bottleneck yang ditandai dengan berkurangnya kelimpahan genetik dan populasi manusia. Bahkan dikatakan jumlah individu manusia saat itu (tentunya dari generasi homo sapiens awal seperti homo sapiens neanderthalensis dan rekan-rekannya) merosot drastis hingga tinggal 10 % saja dari populasi semula. Bencana lingkungan akibat erupsi Toba ini diduga membuat homo neanderthalensis berevolusi menghasilkan individu yang lebih lemah. Sehingga ketika katastrofik berikutnya terjadi, yakni pada 12.900 tahun silam di ujung zaman es tatkala asteroid/komet berdiameter 5 km jatuh ke Bumi dari ketinggian awal yang rendah (mendekati horizon) sehingga benda ini meledak pada ketinggian 60 km di atas Eropa - Amerika sembari melepaskan energi 10 juta megaton TNT, neanderthal tak sanggup lagi bertahan dan punahlah ia bersama kawanan mammoth sang gajah raksasa zaman es. Danau Toba sekarang ini, apakah masih aktif? Ya. Bekas letusan berskala kecil dan kubah lava baru pasca erupsi hebat itu masih dapat dijumpai di kerucut Pusukbukit di sebelah barat dan kerucut Tandukbenua di sebelah utara. Terangkatnya Pulau Samosir hingga 450 meter dari elevasi semula (yang dapat dilihat dari lapisan2 sedimen danau di pulau ini) juga menunjukkan bahwa reservoir magma Toba telah terisi kembali, secara parsial. Studi seismik menunjukkan di bawah danau Toba terdapat sedikitnya dua reservoir magma di kedalaman 40-an km dengan ketebalan 6-10 km. Kapan Toba akan kembali meletus dahsyat? Kita tidak tahu. Namun dilihat dari historinya butuh waktu sedikitnya 300 ribu tahun pasca letusan besar Toba untuk kembali menghasilkan
Re: [FISIKA] Re: segitiga bermuda
Kalo tentang penyebab sesungguhnya kejadian di segitiga Bermuda, sampai saat ini belum jelas. Namun untuk soal meteor raksasa dan kawah tumbukannya (termasuk materi magnetiknya), perkenankan untuk sedikit mendongeng disini, yang pada intinya sulit untuk mengaitkan hal itu dengan fenomena segitiga Bermuda. Di dekat segitiga itu, tepatnya di Semenanjung Yucatan, memang ada sebuah kawah tumbukan gigantik berdiameter 180 km. Kawah Chicxulub namanya, terbentuk 65 juta tahun silam dan diyakini sebagai penyebab musnahnya dinosaurus. Kini kawah itu terpendam di kedalaman 700 m dan tidak menampakkan topografi apapun di muka Bumi kecuali jajaran cenotes (mata air) yang unik. Sementara di utara segitiga, juga terdapat kawah besar yang lain, Kawah Chesapeake Bay namanya, yang terpendam persis di bawah metropolitan New York. Kawah ini berdiameter 95 km dan terbentuk 35 juta tahun silam bersama Kawah Popigai di Russia timur. Tidak jelas apa yang dimusnahkan oleh kawah ini, namun grafik paleobiodiversity menunjukkan memang ada penurunan jumlah spesies makhluk hidup di sekitar 35 juta tahun silam, meski skalanya cukup kecil dibanding pemusnahan 65 juta tahun silam. Kalo mau diusut-usut lagi, banyak kawah besar-besar bertebaran di Canada. Mulai dari Sudbury (diameter 200 km, terbentuk 1,8 milyar tahun silam), Manicouagan yang berbentuk danau cincin khas (diameter 100 km, terbentuk 120 juta tahun silam) hingga danau kawah kembar Clearwater East dan Clearwater West, masing2 berdiameter 35 km. Apakah materi ferromagnet dari kawah Chicxulub dan Chesapeake Bay yang mengontrol keanehan di segitiga Bermuda? Saya pikir tidak. Memang benar, ada meteorit yang sangat kaya dengan besi (hingga 90 % berat) yang disebut meteorit siderit. Namun meteorit ini lebih banyak ditemukan tunggal (tanpa kawah) ataupun terserak dalam kawah-kawah kecil, dan sejatinya meteor siderit bukanlah meteor dominan dalam tata surya kita. Yang dominan adalah meteor dari jenis karbon kondritik dan kondritik, dan kedua meteor inilah yang paling banyak membentuk kawah2 besar. Chicxulub dan Chesapeake Bay pun dibentuk oleh meteorit ini. Seperti apa meteorit kondritik? Ia mirip dengan batu apung, dan untuk karbonat kondritik mirip batubara. Sebagai bukti lain bahwa bukan aktivitas magnetik yang mengontrol keanehan di segitiga Bermuda, nun jauh di selatan di dekat Antartika terdapat region yang dikenal sebagai SAA (South Atlantic Anomaly), yakni bagian permukaan Bumi yang paling dekat dengan sabuk radiasi van Allen bagian dalam sehingga intensitas magnet di sini lebih besar dibanding tempat lain. SAA dikenal berpotensi merusak komponen elektronik yang peka sehingga Hubble Space Telescope, yang konfigurasi orbitnya 'terpaksa' harus melewati region SAA, akan dimatikan jika melewati daerah ini. Namun sejauh ini tidak ada catatan kehilangan kapal ataupun pesawat terbang disini, berbeda sekali dengan segitiga Bermuda. salam Ma'rufin --- [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: menurut cerita, zaman dulu pernah ada meteor yang jatuh didaerah tersebut. meteor ini memiliki konsentrasi massa yang sangat besar, sehingga mampu mempengaruhi gaya gravitasi dan medan maghnet di sekitar daerah tersebut. Konsentrasi massa yang sangat besar membuat daerah ini menjadi terisolir dan memiliki system space tersendiri, dan tidak mengenal lagi arah mata angin utara-barat-timur atau selatan. Setiap kali pesawat atau kapal yang melalui jalur tersebut akan tersesat selamanya dan tidak pernah akan kembali. Pernah saya baca beberapa expedisi penelitian yang melibatkan peralatan canggih untuk masuk ke daerah tersebut tidak pernah kembali dan kemungkinan sampai saat ini masih tersesat disana. Atau mungkin disana sudah ada komunitas penduduk yang tersesat dan beranak pinak dengan kondisi lingkungan yang jauh berbeda dengan system di bumi pada umumnya. Mungkin ada yang berminat untuk hidup didunia lain, silakan mencoba expedisi ke daerah ini. Amazing story.. -bhx- On 11/2/07, putri_bungah [EMAIL PROTECTED] wrote: mungkin ada efek medan magnet yang besar ya?? yang terkonsentrasi di segitiga bermuda ini... --- In fisika_indonesia@yahoogroups.comfisika_indonesia%40yahoogroups.com, dian_zero4 [EMAIL PROTECTED] wrote: Sampai sekarang berbagai keanehan dan misteri dari segitiga bermuda telah coba dijelaskan dengan berbagai teori,dikaitkan dengan cerita yang mungkin bersifat tahayul, atau dengan berbagai penjelasan lain yang sayangnya belum mampu memberikan penjelasan yang memuaskan. mungkin ada di antara temen-temen fisika_indonesia yang tau banyak tentang segitiga bermuda tolong dong kasih penjelasan tentang penyebab terjadinya keanehan-keanehan ini, terima kasih Be a better sports nut! Let your teams follow you with Yahoo Mobile. Try it now.
Re: [FISIKA] Re: Gerhana dan Gempa (1) : Situbondo 10 September 2007
Sebagai tambahan, disini dibandingkan karakter tsunami produk Gempa Bengkulu 12 September 2007 dengan tsunami Samudera Hindia 17 Juli 2006 silam. Gempa Samudera Hindia 17 Juli 2006 memiliki magnitude 7,7 Mw dengan hiposentrum 33 km dan episentrum di lepas pantai Pangandaran. Finite fault model dari Chen Ji (Caltech) menunjukkan gempa ini memproduksi rupture zone seluas 200 x 50 km persegi, tidak berbeda dengan estimasi formula empirik dari Ambrasey dan Zatopak (1968) serta Rivera dkk (2002). Secara rata-rata dalam rupture zone ini terjadi pergeseran sejauh 2 m, dengan pergeseran maksimum 3 m di lepas pantai Cilacap. Gempa ini melepaskan energi 5,4 megaton TNT atau 270 kali lebih dahsyat dibanding bom Hiroshima. Durasi gempa lebih panjang, yakni 200 detik (Gempa Bengkulu berdurasi 120 detik), karena kecepatan pematahannya lambat (hanya 1 km/detik) yang memang khas untuk zona subduksi Jawa. Untuk Sumatra kecepatan pematahannya rata-rata 3 kali lebih besar. Jika dibandingkan dengan Gempa Bengkulu (magnitude 8,4 Mw), gempa Samudera Hindia ini 11 kali lebih lemah. Logikanya jika gempanya saja lebih lemah tentunya tsunami-nya juga lebih kecil. Namun tsunami dalam Gempa Samudera Hindia ternyata jauh lebih besar. Pantai Pangandaran dihantam gelombang dengan run-up vertikal 10 m, sementara Logending (Kebumen) 7 m, Congot (Kulonprogo) 2 m dan Parangtritis 5 m (berdasarkan data PSBA UGM). Bahkan pantai Permisan Nusakambangan - arena latihan Kopassus - dihantam gelombang besar setinggi 21 m ! Mengapa bisa demikian? Kuncinya ada pada Magnitude tsunami (Mt), besaran yang diperkenalkan Katsuyuki Abe untuk mendeskripsikan kaitan antara tsunami dengan gempa pembangkitnya. Sebuah tsunami dikatakan normal jika harga Mt berada di sekitar harga magnitude gempanya (Mw), sehingga tsunami murni diproduksi oleh deformasi dasar laut. Jika Mt Mw, muncullah kasus tsunami earthquake (TsE). Ini fenomena yang sangat langka, dalam 40 tahun terakhir dari sekian banyak gempa penghasil tsunami hanya 0,1 % saja diantaranya yang menunjukkan fenomena TsE. TsE disebabkan adanya olakan tambahan yang mengiringi deformasi dasar laut dan mayoritas disebabkan oleh adanya longsoran massif pada tebing/perbukitan bawah laut. Seperti diketahui, meski menghasilkan tsunami yang kurang energetik, longsoran massif nan gigantik sanggup menghasilkan tsunami dengan run-up vertikal yang luar biasa. Kasus Teluk Lituya 1958 di Alaska (run-up vertikal = 520 meter), Teluk Skagway 1994 di Alaska maupun Vajont Dam 1963 di Italia (run-up vertikal = 250 meter) menjadi bukti kedahsyatan tsunami akibat longsoran massif. Tsunami Samudera Hindia 17 Juli 2006 memiliki Mt = 8,9 ± 0,2 alias hampir menyamai tsunami produk Gempa megathrust Sumatra-Andaman 2004 yang menerjang Aceh (Mt = 9,1). Seandainya saja waktu itu gempa di Samudera Hindia tidak sanggup merontokkan tebing curam setinggi ± 1 km (tebing2 ini pernah dilihat langsung pada penyelaman laut dalam Tim BPPT-Jepang 2002 silam) yang berada di ekstensi lintasan patahan besar Sumatra yang menjangkau zona subduksi Jawa di dekat episentrum, pantai selatan Pulau Jawa mulai Pangandaran hingga Parangtritis hanya akan diterjang gelombang pasang dengan run-up vertikal 0,3 - 0,2 m saja. So, diakui atau tidak, Bumi kita itu unik. Tidak selalu gempa yang besar menghasilkan tsunami yang merusak. Tidak selalu juga gempa yang kecil terasa lebih ringan. Yogyakarta di pagi hari pada Sabtu 27 Mei 2006 adalah pelajaran sangat berharga untuk itu, dan bagi saya pribadi, itu takkan terlupakan.. salam Ma'rufin --- [EMAIL PROTECTED] wrote: Kayaknya bukan hanya orang jawa dulu yang nggak faham untuk apa upacara klenik waktu gerhana dilakukan, saya pun punya pikiran kenapa ada sunahnya sholat gerhana, karena pikiran saya gerhana bulan itu hanya peristiwa alam biasa. Tetapi menurut penjelasan mas rovicky ternyata itu ada hubungannya dengan peristiwa kejadian alam di bumi, maka tentunya sholat gerhana menjadi sangat bermakna terutama untuk meminta perlindungan agar bencana tidak singgah di tempat kita. Terimakasih atas pencerahannya. wassalam tri Mas Marufin, dkk Gempa Bengkulu malah pas banget dengan bulan mati. kan pas banget dengan awal puasa, seperti aku ulas di dongengan itu. Kalau ingin menambahkan faktor kewaspadaan sakjane gempa, tsunami, serta gunung meletus itu bisa dihubungkan juga dengan peredaran benda-benda langit. Untuk bumi sangat terpengaruh oleh satelitnya yaitu bulan. Sedemikian pentingya peredaran benda langit ini sampai-sampai dalam ilmu geologi peredarannya juga dipakai dalam memprediksi (manganalisa) endapat batuan yg disebut Orbital Force Stratigraphy, atau ada yang meyebutkan Cyclostratigraphy, karena perulangannya (siklus). jaman dahulu orang hanya mengingat-ingat serta niteni (bhasa Indonesia niteni apa ya), bahwa setiap ada gerhana, ada awal bulan, selalu dilakukan upacara adat. Mereka hanya ndak mudeng gejala apa ... wong plajaran
Re: [FISIKA] GEMPA TAPI TIDAK TSUNAMI
--- sobar pribadi [EMAIL PROTECTED] wrote: Gempa yang terjadi di Bengkulu kemaren tidak menyebabkan terjadinya tsunami. Padahal kekuatan gempa dan kedalaman gempa sudah memenuhi syarat terjadinya tsunami. Bagaimana para ahli fisika menjelaskan hal ini ??? Saya bukan ahli fisika..Tapi tak coba mbantu njawab. Gempa Bengkulu itu sebenarnya juga menimbulkan tsunami, pak Sobar. Gempa itu terbentuk akibat rupturing pada zone seluas 400 x 200 km yang menjulur ke barat laut dari episentrum, dengan total slipping rata2 200 cm, meski di beberapa tempat sempat juga mencapai 400 cm. Mekanisme gempa ini ditimbulkan oleh gerak pematahan naik miring (oblique thrust faulting) pada prisma akresi Sumatra, dalam daerah di antara zona subduksi dan Great Mentawai Fault di utara Enggano. Secara teoritis ada gerak naik (uplift) setinggi 40 cm (rata-rata) yang mendeformasi dasar laut pada zona rupture, mengingat hiposentrum gempa yang dangkal. Model matematik sederhana dari Carayannis menunjukkan uplift ini mampu memproduksi tsunami berenergi 16 kiloton TNT. Sementara model matematis dari Katsuyuki Abe memperlihatkan, dengan asumsi magnitude tsunami = magnitude gempa (yakni 8,4 Mw) maka pesisir Bengkulu akan diterjang gelombang pasang setinggi 3 m, sementara Muko-Muko (yang jauhnya 200-250 km dari episentrum) diterpa gelombang 1-2 meter. Itu semua memang terjadi. Ada beberapa kerusakan di Muko-Muko akibat tsunami ini, namun tidak parah. Di Bengkulu, garis pantainya memiliki ketinggian rata2 5 m dpl, sehingga tsunami tak sanggup merambat naik. Catatan tide gauge di Cocos Islands menunjukkan ada tsunami dengan tinggi 15 cm. Kecilnya tsunami di Bengkulu, kemungkinan besar akibat gempa ini tidak diiringi dengan pelongsoran besar di dasar laut setempat. Sehingga tidak ada penambahan olakan lokal yang bisa memperhebat kedahsyatan tsunami. salam Ma'rufin Need a vacation? Get great deals to amazing places on Yahoo! Travel. http://travel.yahoo.com/ === ** Arsip : http://members.tripod.com/~fisika/ ** Ingin Berhenti : silahkan mengirim email kosong ke : [EMAIL PROTECTED] === Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/fisika_indonesia/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/fisika_indonesia/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[FISIKA] OOT : Tsunami Danau Singkarak
Tsunami Danau Singkarak *Prolog* Ini out of topic. Sekedar untuk menggambarkan betapa Bumi kita benar-benar The Dynamic Earth. Gempa adalah kejadian biasa saja tata surya kita dan juga terjadi di Bulan (moonquake), Mars (marsquake) atau bahkan Matahari (sunquake). Namun hanya di Bumi-lah gempa terbukti bisa menghasilkan malapetaka susulan : tsunami. Dan sayangnya kita sering abai dengan sinyal-sinyal dari tubuh Bumi kita ini sebelum petaka benar-benar bergema di depan mata. *Tsunami* Bahwasanya gempa Solok 6 Maret 2007 telah menewaskan 67 orang, melukai 931 orang (baik berat maupun ringan) dan memberantakkan lebih dari 33.800 bangunan (baik rumah tinggal, kantor maupun ruko) telah banyak diketahui. Namun sedikit sekali yang menyadari bahwa gempa yang moment magnitudenya 6,4 skala Magnitudo (body-wave magnitude 5,9 skala Richter, merujuk USGS) ini ternyata juga memproduksi tsunami kecil di perairan Danau Singkarak. Gelombang pasang itu memang tidak membunuh, namun menghempas hingga 15 meter ke pesisir danau sampai tiga kali dan merusakkan bangunan-bangunan warung yang terkena. Bila diasumsikan pesisir danau ini adalah lahan yang landai dengan vegetasi jarang, persamaan Bretschneider dan Wybro menyimpulkan tinggi gelombang (run-up) tsunami ini sekitar 30 cm (didapat dari log X max = log 1400 + (4/3)*log (h/10), dengan X max jangkauan maksimum tsunami ke daratan dan h run-up tsunami, keduanya dalam meter). Wikipedia mencatat Danau Singkarak berada pada koordinat 0,620 LS 100,540 BT. Luas danau mencapai 107,8 km persegi dengan kandungan airnya 16,1 km kubik. Ketinggian permukaan danau 362 m dari permukaan laut, sementara titik terdalam danau ada 268 m dari permukaan, sehingga secara keseluruhan danau ini masih berada di atas permukaan laut. Danau Singkarak mendapatkan airnya terutama dari Sungai Sumani, dan melimpahkan airnya ke Selat Malaka lewat Batang Ombilin dan Batang Anai. Sebagian kecil air danau dialirkan ke Samudera Hindia setelah menggerakkan turbin PLTA Singkarak lewat terowongan bawah tanah nan panjang. Secara geologi danau ini berada di lintasan patahan besar Sumatra, patahan geser (transform) ke kanan sepanjang 1.900 km yang bergerak dengan kecepatan rata-rata 10 mm/tahun dan membelah daratan Sumatra menjadi dua bagian tidak sama besar. Patahan ini terbagi menjadi 11 segmen alias patahan kecil-kecil yang saling tersambung. Danau Singkarak terjepit di antara segmen Sianok (panjang 90 km) di timur laut serta segmen Sumani (panjang 60 km) di barat daya. Gempa Solok disebabkan oleh patahnya segmen Sianok, dengan panjang sekitar 25 km dan lebar 12 km (secara kasar, mengacu pada gempa Yogya dan rasio panjang/lebar patahan sebesar 2 : 1 untuk gempa-gempa menengah mengacu pada Rivera dkk, 2002). Dengan moment magnitude 6,4 skala Magnitudo segmen yang patah ini telah bergeser 60 cm dari posisinya semula. Ini juga angka yang sangat kasar, mengingat menurut Dr. Irwan Meilano, gempa-gempa di patahan besar Sumatra rata-rata menghasilkan pergeseran 1 - 2 m. Dan dengan moment magnitude sebesar ini (juga surface magnitude 6,4 skala Richter), gempa Solok melepaskan energi 60 kiloton TNT atau tiga kali lipat energi bom yang diledakkan di Hiroshima. Mari fokuskan dampak patahnya segmen Sianok pada perairan Danau Singkarak. Meski lebih didominasi pergeseran mendatar, namun juga telah terjadi pergeseran vertikal, meski kecil. Hal ini nampak pada sudut slip/rake patahan yang minus 175 derajat (tanda minus adalah ciri patahan turun). Dan dengan sudut dip 78 derajat gempa ini menghasilkan pergeseran turun (z) sebesar 10 cm, secara kasar. Iida (1958) menyebutkan gempa pembangkit tsunami yang sigfikan adalah gempa dengan magnitude minimum M = 6,42 + 0,01*H. Pada kedalaman hiposenter Gempa Solok 19 km (versi USGS), maka M-nya harus bernilai 6,6 untuk bisa membangkitkan tsunami. Ini tidak terpenuhi dalam kasus gempa Solok. Namun harus diingat bahwa rumus Iida hanya berlaku di lautan luas, sementara Danau Singkarak adalah perairan sangat sempit yang sangat dekat dengan (bahkan berada di atas) sumber gempa. Mari asumsikan seluruh bagian Danau Singkarak berada pada segmen yang patah. Turunnya dasar danau secara mendadak membuat air danau mengalami olakan yang selanjutnya berkembang menjadi tsunami. Dengan menganggap luas area pembangkitan tsunami (A) sama dengan luas permukaan danau yang 107,8 km persegi dan densitas air danau (rho) 1 gram/cc, lewat persamaan Carayannis (E = (1/6)*rho*g*A*z*z, dengan g percepatan gravitasi) kita mendapatkan energi tsunami ini adalah 1,76 gigajoule atau setara dengan ledakan 0,4 ton TNT. Ini energi yang kecil. Namun ketika seluruh isi danau dikocok sedemikian rupa oleh getaran gempa, energi kecil pada perairan kecil bisa menghasilkan efek menakjubkan (dan menggetarkan, meski tidak membunuh orang). Dengan kedalaman rata-rata danau (katakanlah) 200 meter, menggunakan derivasi persamaan Huygens, tsunami Danau Singkarak ini berderap pada kecepatan 160 km/jam. Abe (1981) telah
[FISIKA] Mini Megatsunami Kampung Nyalindung
Sebenarnya ini out of topic, bukan murni persoalan fisika, apalagi astronomi. Namun kalo dikaitkan, ada hubungan juga yang (rada) erat, terutama jika kita menelaah dampak katastrofik yang bakalan digenerasikan oleh tumbukan benda langit, salah satu topik paling 'seksi' dalam astrofisika. 1. Kasus Peristiwanya terjadi di Kampung Nyalindung, Desa Titisan, Kecamatan Sukalarang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada 17 Februari 2007 sekitar pukul 04:00 WIB. Tepatnya di sebuah lokasi penambangan pasir yang berada di sebuah danau kecil (tanpa nama). Tanpa diketahui apa penyebabnya, mendadak tebing terjal sepanjang 50 m dan setinggi 50 m pula yang tersusun dari endapan pasir di tepian danau, runtuh dan tercebur ke badan air persis dibawahnya. Menyusul kemudian muncullah gelombang setinggi sekitar 15 meter yang bergerak menyapu pesisir danau, termasuk enam penambang pasir yang kebetulan sedang beraktivitas disana, dalam jarak sekitar 100 meter dari titik longsoran. Dua penambang dilaporkan selamat, meski sempat tenggelam oleh terjangan gelombang hingga sekujur tubuhnya penuh luka. Sementara empat lainnya hingga kini masih dinyatakan hilang, namun diduga kuat telah tewas. 2. Analisis Gelombang setinggi 15 meter itu tak lain adalah tsunami, yang lokal. Selain dibangkitkan oleh deformasi dasar laut (terjadi dalam gempa tektonik), tsunami juga bisa dibangkitkan oleh masuknya massa yang massif ke dalam badan air setempat, baik laut maupun danau. Massa yang massif itu bisa berupa longsoran gigantik, ataupun bongkahan monolitik, meski yang terakhir ini sangat jarang terjadi. Ciri khas tsunami ini, umumnya memiliki ketinggian gelombang (run-up) yang dramatik, namun periodenya jauh lebih kecil (dibanding tsunami produk gempa) sehingga run-upnya cepat terdisipasi seiring bertambahnya jarak dari TGA (tsunami generating area)-nya. Danau itu memiliki kedalaman sekitar 40 meter, sehingga bisa diperkirakan tsunami tersebut berderap dengan kecepatan 28 m/detik atau 100 km/jam. Sehingga jarak 100 meter bisa dijangkaunya hanya dalam waktu 4 detik. Namun ketika mulai tiba di pesisir, secara teoritik kecepatannya menurun jauh menjadi 30 km/jam. Begitu mulai 'naik' ke daratan, kecepatannya pun kian menurun menjadi 4 - 18 km/jam saja, seperti diperlihatkan oleh tsunami besar yang 'menyerbu' Banda Aceh (dan sempat direkam) saat terjadi gempa megathrust Sumatra-Andaman 2004 (moment magnitude 9,15). Pada run-up 15 meter, andaikata pesisir danau tersebut adalah tanah datar berpasir dengan vegetasi jarang layaknya sebagian besar garis pantai di Indonesia serta jika persamaan Bretschneider dan Wybro benar, maka tsunami ini mampu menggenangi daratan hingga jarak maksimum 2,4 km dari pesisir danau. Namun karena umumnya danau adalah cekungan di sela2 pegunungan, maka jarak maksimumnya tidaklah sebesar itu. Dalam kasus ini jarak maksimum genangan dibatasi oleh elevasi titik2 daratan disekitar danau relatif terhadap permukaan air danau. 3. Sumber dan analogi Jika tsunami berasal dari longsoran massif, maka secara umum terdapat aturan sederhana, bahwa energi tsunami maksimum hanya 4 % dari energi longsoran. Run-up tsunami yang dihasilkan dari longsoran massif ini bisa sangat tinggi, melebihi angka 100 meter, sehingga diistilahkan sebagai megatsunami. Dalam kejadian longsoran gigantik akibat gempa sangat dangkal (5,1 skala Richter) di lereng utara Gunung Saint Helena yang mengawali letusan paroksimal gunung tersebut (18 Mei 1980), terjadi tsunami lokal dengan run-up hingga 180 meter (!) pada danau Spirit yang ada di kaki gunung, ketika sebagian besar material longsoran (dengan total volume 2,9 milyar meter kubik) menerjang masuk ke danau setelah menuruni lereng gunung dengan kecepatan 175 - 250 km/jam. Sedangkan bila tsunami itu berasal dari bongkahan monolitik yang jatuh bebas, energi tsunaminya jauh lebih besar mengingat gerak jatuh bebas bongkahan monolitik hanya dihambat oleh molekul-molekul udara dan nyaris tidak memberikan efek apa-apa sehingga kecepatan jatuhnya tetap tinggi, dibandingkan dengan gerak longsoran massif yang sangat dihambat oleh gesekannya dengan bidang luncur. Dengan besarnya energi, run-up tsunaminya pun lebih besar. Contoh paling fantastis dipertontonkan dalam kejadian tsunami Teluk Lituya, Alaska (9 Juli 1958), sebuah megatsunami lokal dengan run-up setinggi 520 m (!) akibat jatuhnya bongkahan raksasa bervolume 1,13 juta meter kubik yang sebelumnya adalah tebing terjal setinggi 1.000 meter disisi barat laut Gilbert Inlet, bagian dari Teluk Lituya. Oleh getaran gempa tektonik (moment magnitude 8,3) yang berpusat di sesar Fairweather - dimana tebing ini tepat berada di lintasan sesar - dengan episentrum berjarak hanya 20 km dari teluk, tebing ini retak, terbelah dan kemudian jatuh ke badan air dibawahnya sebagai bongkahan tunggal (monolitik) yang amat besar pada sudut jatuh 75-80 derajat terhadap garis normal. Hantaman bongkahan monolitik ke dasar teluk membentuk 'kawah' berdiameter 270 meter sembari 'melipat'
[FISIKA] Puting Beliung Yogya, Anginnya Suku Aad dan Komet Nyungsep
1. Prolog Di Australia dinamakan willy-willy, di Amerika hurricane, di Asia Timur taifun, sementara di Indonesia ada yang menyebutnya angin topan, lesus, cleret taun, dan puting beliung. Semuanya merujuk pada satu fenomena : badai tropis. Badai tropis adalah mekanisme atmosfer Bumi guna mendistribusikan ketidakseragaman energi penyinaran yang diterimanya dari Matahari antara daerah tropis dan sub tropis. Dimana-mana munculnya badai tropis selalu diawali dengan terbentuknya depresi barometrik bertekanan rendah (alias depresi tropis) pada atmosfer di atas perairan (laut) hangat dengan suhu air melebihi 26 derajat Celsius, sehingga memproduksi panas dan uap air yang (kelak) menjadi 'bahan bakar' penggerak badai. Depresi tropis ini memiliki tekanan udara lebih rendah dari atmosfer disekitarnya, sehingga membuat angin mengarah ke sana. Namun tekanan udara dalam depresi tropis masih melebihi 1.000 milibar. Depresi tropis selalu diikuti dengan pembentukan awan Cumulonimbus, awan sangat tebal yang menggantung mulai dari ketinggian 1.800 m dengan puncak menjulang hingga ketinggian 15.000 meter dan 'berwarna' hitam. Aliran udara ke depresi tropis akan menghasilkan pusaran, yang arahnya bergantung kepada gaya coriolis di lokasi pembentukannya. Untuk daerah di selatan khatulistiwa, gaya coriolis membuat aliran udara yang mengarah ke depresi tropis membentuk pusaran searah jarum jam. Jika pusaran telah terbentuk, anehnya, di pusat pusaran (yang tadinya adalah depresi tropis), terjadi penurunan tekanan hingga 990 milibar. Inilah badai tropis. Dalam banyak kasus tekanan ini kian menurun saja menjadi 960 milibar, yang membuat badai tropis berkembang meraksasa dan makin dahsyat saja sebagai badai siklon. Pada kasus yang sangat ekstrim, tekanan udara bahkan terus merosot menjadi kurang dari 960 milibar, menghasilkan supersiklon seperti badai Katrina yang menghantam New Orleans pada 2005 silam. Ketika badai tropis mulai terbentuk, ia memiliki ciri khas berupa pusaran angin berkecepatan (rata-rata) 65 - 115 km/jam. Dalam foto satelit, badai tropis ini mudah sekali dideteksi sebab berupa kumpulan awan Cumulonimbus (yang bergerak berputar) seluas 31.500 km persegi atau lebih. Jika badai tropis telah berkembang menjadi siklon, kumpulan awan Cumulonimbus ini bisa berdiameter 80 - 1.000 km dengan kecepatan pusaran anginnya mencapai 250 km/jam ! Dalam jarak 100 - 1.500 km dari pusat badai sering terjadi peningkatan curah hujan (mencapai 1 mm/detik atau 1 liter/detik untuk tiap meter persegi luas tanah), angin kencang (berkecepatan lebih dari 65 km/jam) dan petir. Inilah sebabnya mengapa jika di Philipina sedang terjadi badai tropis/siklon, demikian juga di Australia barat laut (kedua tempat ini merupakan 'jalur tradisional' perjalanan badai tropis/siklon), cuaca di Indonesia, lebih khusus lagi di Jawa, sering ikut terpengaruh. 2. Puting beliung Yogya Badai tropis selalu terjadi di laut, meski dalam perjalanannya bisa saja ia mendekati daratan atau malah masuk ke dalam daratan (seperti yang terjadi pada badai Katrina). Dalam skala lebih kecil, badai tropis juga bisa terjadi di daratan, dengan luasan awan Cumulonimbus jauh lebih kecil, yakni 10 - 50 km persegi saja atau berdiameter 3,5 - 8 km (jika kita menganggap kumpulan awan Cumulonimbus ini berbentuk lingkaran). Badai tropis ini bentuknya sangat khas (dan mudah dikenali), yakni berupa kerucut terbalik nan ramping dengan dasar kerucut menggantung pada awan Cumulonimbus sementara puncaknya 'menyapu' permukaan Bumi. Inilah Tornado (di Amerika) atau puting beliung (di Indonesia). Badai tropis lokal ini umurnya sangat singkat (hanya dalam hitungan menit), namun kerusakan yang dihasilkannya sama dahsyatnya dengan badai tropis di lautan. Kedahsyatan sebuah badai dinyatakan dalam skala Saffir-Simpson, yang didasarkan pada kecepatan pusaran angin dan produk kerusakan yang dihasilkan. Pada puting beliung di Yogya 18 Februari kemarin, melihat adanya kerusakan berat di atap bangunan dan tumbangnya pepohonan, kedahsyatan puting beliung ini mencapai 2 skala Saffir-Simpson (tingkat kerusakan menengah) dengan estimasi kecepatan pusaran anginnya pada range 154 - 176 km/jam. Ini masih jauh dari kekuatan Katrina (yang mencapai skala 5 Saffir-Simpson, dengan kecepatan pusaran angin 250 km/jam dan mampu membuat air laut menerjang ke daratan hingga 10 km). Puting beliung sebenarnya bukan hal baru di Yogya. Pada 2001 silam, tepatnya di awal Maret, pasca letusan Merapi 10 Februari 2001, juga muncul puting beliung di Yogya, yang dampaknya di Kampus UGM saja merubuhkan puluhan batang pohon perindang (sekaligus merontokkan pagar seng dan menghancurkan satu pintu kaca kompleks Masjid Kampus yang saat itu masih dalam tahap penyelesaian). Saat itu 'teori' yang muncul mengaitkan puting beliung ini dengan aktivitas Merapi, dimana Merapi berperan sebagai sumber panas yang menarik udara dan uap air dari Samudera Hindia. Puting beliung Yogya tidak bisa dilepaskan dengan gerak semu Matahari, yang
Re: [FISIKA] Re: Terusan: [astronomi_indonesia] Matahari Mengelilingi Bumi...!!
Wah, matur nuwun kalo dianggap salah :). Begini saja mas Zainul Abidin,kalo memang sistem Bumi - Matahari tidak semata bertumpu pada gaya gravitasi, namun ada gaya2 fiktif lain yang harus diperhitungkan, kira2 seberapa besar prosentasenya terhadap waktu edar Bumi mengelilingi Matahari (atau sebaliknya, Matahari mengelilingi Bumi) ? Kalo menurut pak Dr. T. Djamaluddin di LAPAN, untuk sistem Bumi - Bulan saja, memang ada proses menuju sinkronisasi periode sehingga gerak rotasi Bumi kian diperlambat dengan rate 0,002 detik/abad, sebaliknya Bulan kian menjauh dari Bumi dengan rate 3,5 cm/tahun, sehingga ratusan juta tahun ke depan periode rotasi Bumi akan sama persis dengan periode revolusi Bulan, sekitar 40-an hari. Bagaimana dengan sistem Bumi - Matahari ? Sebab kalo salah satu gaya fiktif itu (anggaplah) diakibatkan oleh relativitas umum, bukankah pengaruh relativitas umum tidak begitu besar terhadap Bumi, jika dibanding Merkurius ? Mungkin akan lebih enak juga kalo pengaruh gaya2 fiktif itu dinyatakan dengan angka2, jadi (saya pribadi) jelas kira2 seperti apa pengaruh dan wujudnya. Demikian, mohon pencerahannya. Salam Ma'rufin Salam --- zainul abidin [EMAIL PROTECTED] wrote: Memilih bumi sebagai kerangka acuan tidak berarti bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Bebas memilih kerangka acuan. Tapi tidak bebas memilih pusat massa. Ma'rufin Sudibyo :Karena massa Bumi = 5,98 .10^24 kg maka diperoleh periode edarMatahari - atau definisi 1 tahun Bumi - adalah sebesar 18,274 milyardetik alias 211.000 hari ! Jika jumlah hari dalam setahun sebanyak itu,maka seharusnya kita di Indonesia akan mengalami musim kemarau sepanjang 100 ribu hari. Kesalahan anda adalah menghitung persamaan gerak matahari hanya denganmelibatkan gaya gravitasi. Sebelumnya saya sudah jelaskan bahwa padakerangka non inersial muncul gaya2 fiktif. awam_k wrote: Ijinkan aku menambah kasusnya: Sebenarnya tidak jelas bagiku apa yang dimaksud oleh teman-2 dgn teorigeosentris mereka itu, yaitu meletakkan planet bumi sebagai pusat alamsemesta sedangkan benda-2 lainnya bergerak mengelilinginya. Apakahgeosentris yg dimaksud di sini identik dengan pandangan astronomy kuno? Kalo benar demikian, berarti titik pusat massa alam semesta ini adadisekitar jejari bumi atau bahkan berada di sekitar pusat bumi.Akibatnya massa bumi bukanlah sebesar 5,98 X 10^24 kg, tetapi mendekati massa alam semesta. Dengan massa bumiyg maha luar biasa besar ini dan jejari bumi yang hanya sebesar 6,38 X10^6 meter, planet kita ini (bumi) adalah sebuah black hole dengangravitasi permukaan yg maha besar, sehingga cahaya pun tidak sanggupkeluar dari permukaan bumi. Akibatnya bumi adalah planet gelap dantidak bisa dilihat dari luar angkasa. Deskripsi di atas memang tidak mengeliminir hukum-hukum fiisika sepertihukum Kepler dan hukum Gravitasi Newton (berbanding terbalik dgn jarakpangkat dua), tetapi ya itu tadi, bumi haruslah sebuah black holesupaya hukum Kepler dan Newton tetap berlaku. Salam hangat, Awam __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com === ** Arsip : http://members.tripod.com/~fisika/ ** Ingin Berhenti : silahkan mengirim email kosong ke : [EMAIL PROTECTED] === Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/fisika_indonesia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [FISIKA] Tanya tentang tanda2 gempa bumi
Yang dimaksud mungkin prekursor, alias tanda2 khusus sebelum gempa meletup. Kita fokuskan persoalannya ke gempa tektonik. Sederhananya, gempa ini terjadi akibat adanya pematahan kerak bumi di sebuah patahan dengan luasan tertentu dan kemudian bergeser secara relatif terhadap lingkungan disekitarnya. Penyebab pergeseran ini tidak lain adalah tekanan dari lempeng tektonik, yang selama beberapa waktu sebelumnya (entah puluhan atau ratusan tahun) masih bisa ditahan oleh batuan setempat. Namun lama kelamaan ambang batas ketahanan batuan setempat terlewati juga, sehingga timbul pematahan yang berujung pada perambatan getaran gempa. Gempa terjadi dalam sekejap. Namun terlampauinya ambang batas ketahanan batuan (sebelum terpatahkan) butuh waktu lama.Batuan juga tak langsung terpatahkan begitu saja, namun ibarat penggaris, ia akan melengkung lebih dahulu, menghasilkan retakan2 mikro sebelum kemudian terpatahkan. Ada beberapa prekursor yang bisa dipakai, 4 diantaranya yang populer : 1. Emisi gas Radon. Gas Radon adalah gas radioaktif produk peluruhan Radium dan dalam keadaan normal terjebak pada rongga2 mikro dalam batuan penyusun kerak bumi. Terjadinya retakan2 mikro dalam kerak bumi menghasilkan jalan bebas yang membuat Radon terloloskan ke lingkungan, sehingga konsentrasinya di permukaan Bumi meningkat, menghasilkan anomali Radon. Prof. Asada menunjukkan anomali Radon telah terdeteksi pada gempa Tashkent 1966 (anomalinya terdeteksi sejak 1960 !), gempa Cina 1976 dan gempa Hanshin Agung-Awaji di Kobe (1995). 2. Munculnya awan yang aneh Ini masih kelanjutan dari kisah emisi gas Radon. Radon merupakan radioisotop pemancar sinar alfa. Karakteristik dari sinar alfa, meski jangkauannya sangat pendek (karena muatannya yang besar), namun ia mampu mengionisasi molekul2 udara di sepanjang jalur lintasannya sehingga akan terbentuk sedikitnya 10.000 pasang ion. Ion2 inilah yang selanjutnya berperan menjadi agen kondensasi dengan menarik molekul2 air di udara untuk berkondensasi menjadi titik2 air dan akhirnya berkumpul menjadi awan.Jika emisi Radon meningkat, konsekuensinya kondensasi pun berlangsung lebih intensif sehingga terbentuk gugusan awan yang besar dan unik, sebab mengikuti segmen di permukaan Bumi yang telah memunculkan retakan2 mikro. Awan ini umumnya berbentuk memanjang, seperti rangkaian kereta api atau ular (lihat di http://www.meteoquake.org). 3. Naik turunnya permukaan air tanah Prekursor lain adalah naik turunnya permukaan air tanah, meski variasinya tidak mencolok. Dinamika ini terjadi akibat adanya retakan2 mikro dalam kerak bumi, yang membuka ruang2 baru di dalam tanah sehingga air bawah tanah mengalir ke sana. Namun pada saat yang lain ruang ini menutup kembali sehingga air bawah tanah pun dipaksa keluar dari sana. Fenomena ini juga sempat diamati dalam gempa Hanshin Agung - Awaji di Kobe 1995. 4. Gangguan pada gelombang radio Ini juga masih berhubungan dengan anomali Radon dan di sisi lain juga dipengaruhi oleh seberapa banyak ion yang dilepaskan dari retakan2 mikro. Produksi ion yang berlebih, dan kemudian disirkulasikan ke atas, bisa mencapai lapisan ionosfer dan mengganggu lapisan ini,sehingga mengganggu kemampuannya untuk memancarkan gelombang radio. Dalam kasus megathrust 26 Desember 2004 kemarin, fenomena ini terdeteksi, berupa noise pada gelombang FM yang dipancarkan dari stasiun2 radio di Sumatra - Thailand dan teramati di India. Gangguan gelombang radio pula yang diperkirakan menstimulasi binatang2 rodentia untuk berperilaku aneh, seperti teramati di China 1976. Tidak semua prekursor ini bisa digunakan untuk mendeteksi gempa di setiap titik di permukaan Bumi. Dan juga, meski prekursor2 tadi sudah diamati secara intensif, namun hal itu belum menjadi jaminan bahwa prekursor tadi bisa digunakan. Ambil contoh kasus Cina. Dengan mengamati kelakuan aneh binatang2 rodentia (tikus dan konco2nya) beserta emisi Radon, otoritas China berhasil memprediksi datangnya gempa besar di tahun 1976. Namun mereka sama sekali gagal memprediksi gempa besar berikutnya, berselang beberapa tahun, meski menggunakan metode prekursor yang sama. Untuk wilayah Indonesia, jika berpatokan pada bentuk awan yang aneh, ini sulit dibedakan dengan awan2 yang terbentuk di Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) pada bulan2 tertentu mengingat sifat iklim Indonesia. Dalam kasus gempa Yogya 27 Mei kemarin, hingga beberapa hari sebelum gempa meletup memang terjadi hujan yang cukup lebat saat sore - malam hari, dan hujan terasakan pula hingga ke wilayah Purworejo - Kebumen, padahal menurut ramalan BMG daerah ini sudah harus memasuki musim kemarau sejak awal Mei, dengan prediksi curah hujan di bawah normal. Hujan lebat juga terus berlangsung hingga beberapa hari pasca gempa. Bisa saja hujan salah musim ini berkaitan dengan meningkatnya konsentrasi gas Radon di atas sesar Opak, sebelum dan seduha gempa meletup. Namun hal ini susah juga dibuktikan, selain tiadanya radon-meter di Yogya, harus diingat juga adanya faktor Merapi
Re: [FISIKA] nanya dunk?
1. Prinsipnya sederhana koq, tetap bertulangpunggungkan pada reaksi fissi (pembelahan inti2 berat) pada bahan fisil Uranium atau Plutonium, namun reaksinya dikendalikan sehingga berjalan teratur dan energi yang dihasilkan pun terkendali. Energi ini yang kemudian digunakan untuk memanaskan pendingin dan selanjutnya memproduksi uap air yang akan memutar turbogenerator. Ini bedanya dengan bom nuklir, sebab pada bom nuklir reaksi fissi-nya diusahakan berlangsung sebanyak-banyaknya dalam rentang waktu cukup singkat, sehingga energinya muncul sebagai ledakan. Kalo prosesnya, reaksi fissi tadi harus berlangsung pada ruang khusus (disebut reaktor). Bahan fisil-nya ditempatkan pada tabung2 khusus (disebut tabung bahan bakar, untuk reaktor2 komersial) atau dibentuk dengan geometri tertentu (umumnya bola, untuk reaktor2 eksperimental) ditaruh di dasar reaktor. Agar reaksi bisa berjalan, harus ada sumber neutron sebagai pemicu (initiator), biasanya digunakan campuran isotop Polonium berlapis logam Berilium, atau isotop transuranik Amerisium berlapis Berilium. Neutron2 produk initiator ini masih berenergi tinggi, sementara reaksi fissi berjalan efektif hanya jika dikenai neutron berenergi rendah (neutron termal). Maka dibutuhkan moderator untuk mengurangi energi neutron, yang bisa berupa air, air berat maupun grafit, karena baik inti Hidrogen maupun Carbon memiliki berat yang rendah. Namun grafit sudah sangat jarang digunakan, terlebih setelah malapetaka Chernobyl April 1986 silam. Agar reaksi fissi berjalan teratur, populasi neutron dalam reaktor harus dikontrol, karena setiap reaksi fissi rata2 menghasilkan 2,5 neutron baru. Untuk itu digunakan batang pengatur (control rod), biasanya dari Cadmium, guna menyerap kelebihan neutron (alias untuk mengatur daya reaktor juga) dengan menaikturunkannya ke dalam reaktor sesuai kebutuhan. Dan bila reaksi berantai sudah berjalan, timbul panas. Agar panas ini bisa dimanfaatkan dan sekaligus tidak merusak struktur reaktor, dibutuhkan pendingin yang bisa berupa air (untuk reaktor pada umumnya), namun bisa juga gas2 inert (untuk reaktor eksperimental dan jenis baru yang sedang dikembangkan) maupun logam natrium cair (untuk reaktor khusus yang disebut reaktor pembiak cepat). Untuk pendingin air, bisa diatur sistem pendinginan satu siklus dimana air langsung dididihkan dan memproduksi uap di dalam reaktor untuk selanjutnya memutar turbogenerator, lalu diembunkan dan diumpankan lagi ke reaktor. Reaktor seperti ini disebut BWR (Boiling Water Reactor), yang menjiplak mentah2 model boiler pada PLTU / PLTG, hanya merubah sumber panasnya saja. BWR dikenal sederhana, namun beresiko karena uapnya pasti mengandung isotop2 radioaktif. Yang lebih aman - namun konsekuensinya juga lebih kompleks - adalah sistem pendinginan dua siklus seperti pada reaktor PWR (Pressurized Water Reactor). Air bertekanan tinggi dimasukkan ke reaktor, terpanaskan, namun tidak mendidih (sebabnya kenapa, ingat2 saja hukum termodinamika). Air panas ini kemudian dialirkan ke penukar panas (heat exchanger). Disini air panas tadi tetap berada dalam pipanya sendiri, namun pipa tadi langsung bersentuhan dengan air dingin dari siklus kedua, sehingga air dingin mendidih, memproduksi uap, memutar turbogenerator dan diembunkan lagi untuk kemudian dipompakan ke heat exchanger. Baik model BWR (biasa dipakai di Eropa Timur) maupun PWR (dipakai Amerika, Eropa Barat dan Canada) sama2 membutuhkan pendingin dalam volume besar. Bila siklus pendinginan normal ini terganggu (entah karena pipa pecah atau apa), masih tersedia sistem pendingin darurat (disebut ECCS = Emergency Core Coolant System), yang akan segera mengguyur reaktor dan mendinginkannya sehingga reaktor bisa distabilkan dan selanjutnya akan mati (shut-down) secara otomatik. Karena melewati siklus pendinginan macam ini, efisiensi perubahan energi panas menjadi energi listrik dalam reaktor adalah kecil, berkisar 30-an %. Pada BWR memang sedikit lebih tinggi, tapi tidak beda jauh. Reaktor2 eksperimental kabarnya punya efisiensi lebih tinggi, tapi itu khan masih eksperimen. Jadi sekarang bayangkan saja, untuk membangkitkan energi listrik sebesar 3.000 megawatt elektrik seperti yang dihasilkan PLTU Suralaya, reaktor nuklir harus memproduksi energi panas sebesar 9.000 megawatt termal. Yang 6.000 megawatt termal hilang percuma sebagai panas yang dipindahkan ke pendingin dan kemudian dipindahkan ke lautan.Masalah efisiensi sebenarnya bukan problem PLTN semata, pembangkit2 termal lainnya (PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP) pun menemui kesulitan yang sama akibat berlakunya hukum termodinamika (ingat2 dengan efisiensi Carnot).Namun sebagai pembangkit termal, lebih lagi untuk menyalakan reaktor hingga mencapai tahap operasional membutuhkan waktu cukup lama ( 10 hari) demikian juga untuk mematikannya - apalagi pada BWR ditambah dengan tingkat kesulitan khas, dimana reaktor menjadi berbahaya ketika beroperasi pada daya rendah - maka PLTN sangat diandalkan sebagai penyedia daya stabil (daya
[FISIKA] Catatan kecil tentang Gempa Yogya 27 Mei 2006
Catatan kecil tentang Gempa Yogya 27 Mei 2006 1. Magnitude dan energi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) mencatat gempa Yogya memiliki magnitude 5,9 Skala Richter dengan posisi episentrum 37 km di selatan Yogya, tepat di dasar Samudera Hindia, dengan kedalaman sumber gempa 33 km dari permukaan laut. Data dari United States Geological Survey (USGS) sedikit lebih lengkap, dimana gempa ini memiliki body-wave magnitude (Mb) 6,0 skala Richter, surface magnitude (Ms) 6,3 skala Richter dan moment magnitude (Mw) 6,3 skala Magnitudo. Namun posisi episentrumnya berbeda jauh dengan data BMG, sebab terletak 20 km selatan Yogya, atau persis di bawah Parangtritis - Samas, pada kedalaman 35 km. Dari data ini kita bisa menghitung berapa besar energi yang diradiasikan gempa ini. Dengan persamaan log E = 1,5 Ms + 4,8 didapatkan energi gempa ini dalam rentang 4,467 . 10^13 Joule - 1,778 . 10^14 Joule atau 11 - 43 kiloton TNT. Bila dihitung berdasarkan persamaan Kanamori yang lebih kompleks, dimana E = (Mo/2) . 10^-11 dengan log Mo = 1,5 Mw + 16 didapatkan E = 1,409 . 10^14 Joule atau 34 kiloton TNT dengan momen seismik (Mo) = 2,818 . 10^25 dyne-cm. USGS malah mencatat momen seismik lebih besar (4,2 . 10^25 dyne-cm, atau hampir dua kali lipat). Sebagai pembanding, letusan bom Little Boy di atas Hiroshima pada akhir Perang Dunia II melepaskan energi sebesar 19 - 20 kiloton TNT. Artinya, energi gempa ini memang cukup besar. 2. Deformasi dan kompresi Moment magnitude (dan juga momen seismik) pada gempa ini jelas menunjukkan terjadinya deformasi di lokasi sumber gempa. Dengan mengambil data BMG, plotting posisi episentrum gempa utama dan gempa2 susulan pada peta memperlihatkan adanya patahan di dasar Samudera Hindia berarah barat daya - timur laut dengan panjang sekitar 100 km dan lebar sekitar 20 km. Dengan momen seismik 2,828 . 10^25 dyne-cm, patahan ini telah bergeser sejauh 5 cm (rata-rata). Namun bila kita gunakan momen seismik dari USGS, pergeseran rata-ratanya sebesar 7,5 cm. Terjadinya pergeseran ini barangkali akan terkuak bila diadakan survey laut dalam di lokasi sumber gempa. Angka pergeseran ini sekilas memang tidak jauh berbeda dengan kecepatan pendesakan Lempeng Australia yang besarnya (rata-rata) 6 cm / tahun ke utara - timur laut, mendesak Lempeng Sunda yang stabil, hingga menghasilkan zona subduksi berupa palung Jawa sekitar 150 km di selatan patahan ini dan sekaligus memproduksi zona Benioff-Wadati di kedalaman 100 - 200 km pada Jawa bagian selatan dan 600 km di Laut Jawa. Namun harus diingat bahwa pergeseran sebesar 5 - 7,5 cm pada patahan ini berlangsung hanya dalam waktu 1 menit. USGS Rapid Moment-Tensor Solution memperlihatkan patahan yang menjadi sumber gempa Yogya ini merupakan patahan geser (pure strike-slip). Distribusi episentrum gempa2 susulan menunjukkan pergeseran itu menuju ke barat daya, sehingga patahan ini telah menekan segmen2 yang berada di sebelah barat sumber gempa dan terbuka kemungkinan segmen2 itu akan menjadi sumber gempa selanjutnya di masa yang akan datang. USGS Rapid Moment-Tensor Solution juga memperlihatkan, dari sumber gempa ini dihasilkan kompresi terbesar yang mengarah ke timur laut - barat daya. Sementara sumbu kompresi minimum mengarah ke barat laut - tenggara. Barangkali hal ini menjadi salah satu penyebab mengapa kerusakan parah justru terjadi dalam sumbu imajiner Bantul - Yogyakarta - Klaten - Boyolali. Secara umum bisa dikatakan kerusakan terjadi pada daerah di dalam segitiga dengan sumbu Magelang - Bantul dan Bantul - Pacitan sebagai sisi terluarnya. Di luar segitiga ini, seperti daerah Purworejo, Kebumen, Purwokerto, Cilacap dan sekitarnya, tidak nampak kerusakan yang signifikan (kecuali sekedar kasus khusus). 3. Guncangan Besarnya guncangan di sumber gempa dinyatakan dalam hubungan Io = 1,5M - 0,75. Maka kita mendapatkan intensitas gempa di hiposentrum sebesar 8 - 9 MMI. Data yang dihimpun BMG menunjukkan intensitas gempa di kota Yogya mencapai 5 - 6 MMI. Sementara di Semarang mencapai 3 MMI atau setara dengan getaran yang diakibatkan lewatnya truk besar. Dari sini bisa dimunculkan hubungan antara intensitas pada daerah berjarak d kilometer dari hiposentrum dengan intensitas hiposentrum dalam bentuk ln I - ln Io = k.d dengan koefisien atenuasi (k) = -0,00789. Dengan persamaan ini, maka bisa dihitung bahwa intensitas gempa di Bantul mencapai 6 MMI, di Malang 1 MMI dan Jakarta nol. Terdapat hubungan antara intensitas setempat dengan percepatan tanah maksimal dalam bentuk log a = I/3 dengan a percepatan dalam satuan cm/detik^2. Dari persamaan ini kita mendapatkan percepatan di Bantul mencapai 12 % G, di Yogya 6 % G, di Semarang 1 % G dan di Malang 0,24 % G. Data berbeda diajukan USGS. Lewat laporan 40 responden USGS Community Internet Intensity Map yang berada di 18 kota berbeda di Pulau Jawa, didapatkan intensitas gempa di kota Yogya mencapai 8 MMI, Solo 5 MMI, Semarang 5 MMI, Purworejo - Kebumen 7 MMI, Malang 4 - 5 MMI, Surabaya dan Jakarta masing2
Re: [FISIKA] Relativitas Umum
Relativitas umum, secara mudahnya, bisa dikatakan sebagai relativitas khusus yang diperluas ke masalah gravitasi. Kita tahu bahwa menurut relativitas khusus ada kesetaraan antara massa dan energi sesuai persamaan Einstein E = mc^2 dengan kecepatan cahaya di ruang hampa adalah batas kecepatan tertinggi bagi materi di jagat raya. Relativitas khusus juga menyimpulkan bahwa " waktu mutlak " (yang independen terhadap segala perilaku materi di jagat raya, seperti yang diidealkan Newton) tidaklah ada dan waktu justru menjadi satu koordinat yang tak terpisahkan dengan tiga koordinat ruang (dari geometri Euclid) dalam jagat raya, sehingga waktu menjadi relatif karena dipengaruhi oleh ruang, dan menciptakan entitas baru yang dinamakan " ruang-waktu " yang berdimensi-4. Karena itu pergerakan materi, khususnya bila kecepatannya mendekati kecepatan cahaya, menciptakan efek2 'ajaib' seperti pemuluran waktu, pemendekan panjang, kenaikan massa dll. Menurut relativitas khusus, ruang-waktu di jagat raya ini datar, layaknya permadani. Relativitas khusus sangat berhasil diterapkan pada hukum Newton 1 - 3 dan membuat ketiga hukum legendaris itu menjadi sebuah kasus khusus dari relativitas khusus, dimana kecepatan materi demikian rendah bila dibandingkan dengan kecepatan cahaya. Namun relativitas khusus menemui kesulitan besar bila diterapkan pada hukum gravitasi Newton. Gambarannya begini, mari kita lihat sistem Bumi - Matahari, yang menurut Newton dinamikanya dikontrol oleh persamaan : F = GMm/R^2 dengan R (jarak rata2 Bumi-Matahari) 150 juta km. Jika tiba2 saja Matahari meledak hebat dan lenyap, maka F di Bumi pun harus 'seketika' berubah, dengan selang waktu perubahan yang tak bisa diukur (karena saking cepatnya). Sementara relativitas khusus membatasi kecepatan perubahan F itu tidak boleh melampaui kecepatan cahaya. Artinya Bumi baru menderita perubahan F dalam waktu 8,33 menit pasca meledaknya Matahari. Dua hal ini saling bertolak belakang. Einstein membutuhkan waktu 10 tahun untuk mencari kompromi antara gravitasi dan relativitas khusus, sebelum akhirnya menelurkan relativitas umum yang menggemparkan dunia pada 1915. Relativitas umum melihat gravitasi sebagai bentuk geometri ruang-waktu yang melengkung, seperti trampolin dibebani bola, akibat konsentrasi massa dan energi didalamnya. Ruang-waktu hanya akan berbentuk datar bila tidak ada konsentrasi massa dan energi, dan itu terjadi hanya di ruang antarbintang. Maka, bila menurut Newton, Bumi bisa mengedari Matahari akibat terjadinya keseimbangan antara gaya gravitasi dan gaya sentrifugal, menurut Einstein yang sebenarnya terjadi adalah massa Matahari demikian besarnya sehingga ruang-waktu di tata surya menjadi melengkung (mirip mangkuk) dan Bumi tidak punya jalan lain kecuali bergerak menyusuri lengkungan tersebut.Sehingga, bagi relativitas umum, ruang-waktu berdimensi -4 di jagat raya ini bisa saja melipat ataupun meregang, bergantung pada ada tidaknya konsentrasi massa dan energi. Betul, salah satu akibat dari melengkungnya ruang-waktu ini adalah terjadinya pembelokan lintasan berkas cahaya. Ini terjadi karena relativitas umum menganggap cahaya sebagai partikel, yang meskipun massa diamnya nol, namun memiliki massa relativistik m = hf/c^2. Harus diingat bahwa pada tahun 1905 Einstein menerbitkan 3 makalahnya secara beruntun : tentang gerak Brown, efek fotolistrik dan relativitas khusus. Untuk menjelaskan efek fotolistrik, Einstein membuat anggapan berani bahwa cahaya harus diperlakukan sebagai partikel, layaknya butir2 kelereng, saat menumbuk permukaan logam sehingga ia mampu 'menendang' elektron2 keluar dari lingkungannya dengan cepat, sebab bila cahaya tetap dianggap sebagai gelombang dibutuhkan waktu berjam-jam untuk mengumpulkan energi yang mampu menggerakkan elektron, hal yang tak sesuai dengan pengamatan.Masalahnya, massa relativistik partikel cahaya termasuk dalam jenis massa inersial, sementara sebuah partikel yang bisa dipengaruhi oleh gravitasi haruslah mempunyai massa gravitasional. Newton memang telah membuktikan kedua jenis massa itu identik, namun akurasi pengukuran di zaman Newton sangatlah terbatas. Beruntung ada Lorand Eotvos, yang dengan instrumen torsion balance-nya berhasil mengukuhkan prinsip ekivalensi, dimana massa inersial = massa gravitasional, dalam batas ketelitian satu berbanding semilyar. Karena itu partikel cahaya juga bisa dipengaruhi gravitasi dan akibatnya lintasannya akan berbelok. Dengan menggunakan prinsip ekivalensi dan sifat cahaya sebagai partikel, sebenarnya pembelokan lintasan berkas cahaya sudah diramalkan oleh persamaan Rutherford, yang berdasarkan pada hukum2 Newton. Mengambil analogi eksperimen bombardemen kertas emas dengan partikel alfa energetik yang dilakukan Geiger dan Marsden, jika kita mengganti inti atom dengan Matahari dan partikel alfa dengan partikel cahaya, maka persamaan Rutherford meramalkan cahaya akan dibelokkan 0,85 detik busur
Re: [FISIKA] [Butuh Info] Bisa gak ya listrik lewat udara
Sepakat dengan pak Dwi Ananto soal listrik sebagai aliran elektron. Logam memang dikenal efektif untuk menghantarkan listrik, karena adanya " lautan elektron bebas " sebagai konsekuensi dari atom-atom yang ber-ikatan logam, sehingga tidak membutuhkan banyak energi untuk menggerakkannya. Berbeda dengan udara yang terdiri dari molekul2 berikatan kovalen dan tidak memungkinkan adanya lautan elektron bebas. Namun ada 3 kasus unik terjadinya " transmisi listrik " (dalam pendapat saya) melewati ruang hampa maupun udara, dan mekanismenya benar2 berbeda dengan penjalaran petir. Ketiga kasus ini menghasilkan listrik dengan energi yang (saya kira) cukup besar, namun hampir pasti tiada gunanya bagi pemenuhan kebutuhan energi manusia. 1. Badai Matahari Sebagian besar energi Matahari memang dibawa keluar oleh foton2 gelombang elektromagnetik (dengan pita spektrum yang sangat lebar, mulai dari gelombang2 panjang hingga sinar gamma). Namun ada sebagian kecil energi yang dibawa oleh aliran partikel proton dan elektron pada kecepatan (normalnya) 370 km/detik dan densitas 6 partikel/sentimeter kubik (di orbit Bumi), yang dikenal sebagai angin Matahari. Pada waktu2 tertentu, ketika permukaan Matahari diwarnai bintik2, terjadi flare/megaflare (dengan energi mencapai ribuan kali bom Hidrogen) yang mengejeksikan proton2 energetik ke korona dan memicu coronal mass ejection hingga terjadilah banjir proton dan elektron energetik ke arah tertentu dengan kecepatan 3 kali lipat angin Matahari. Energi elektron ini bisa mencapai 500 keV alias sama saja dengan aliran elektron2 di lingkungan medan listrik dengan beda potensial 500.000 volt (tidak jauh beda dengan tegangan pada SUTET). Pendapat saya, banjir elektron energetik ini bisa saja disebut " transmisi listrik dari Matahari ", mengingat terdapatnya aliran elektron berenergi dan arahnya juga tertentu. Mengutip tulisan pak Bachtiar Anwar dari Stasiun Pengamatan Matahari Watukosek-LAPAN, kuat arus dalam banjir elektron ini bisa mencapai 100 Ampere. Kita bisa mengetahui keberadaan arus listrik ini dengan mengukur kuat medan magnet Bumi, dimana dalam situasi terjadinya badai Matahari, kuat medan magnet Bumi akan sangat menurun dibanding hari-hari " tenang "-nya. Sangat mengesankan bahwa magnetosfer Bumi kita membuat banjir elektron dan proton energetik itu bisa ditahan untuk kemudian dibelokkan ke kutub2 geomagnet dan dinetralkan.Namun magnetosfer mengalami tekanan ultrakuat dari proton dan elektron energetik ini, hingga ketinggiannya menurun drastis dari normalnya 40.000-an km menjadi 25.000 km atau kurang. Akibatnya satelit2 di orbit geostasioner langsung terpapar partikel2, hingga timbul arus listrik yang liar didalam sirkuit elektroniknya dan rusaklah satelit itu. Diperkirakan sudah ratusan satelit yang menjadi bangkai akibat badai Matahari. 2. Auroral electrojet Ketika proton dan elektron energetik dalam badai Matahari dibelokkan oleh magnetosfer Bumi menuju kutub2 geomagnetnya, terjadi tabrakan dengan molekul2 Oksigen dan Nitrogen di atmosfer lintang tinggi hingga terjadi eksitasi dan ionisasi sekaligus. Eksitasi mengemisikan foton2 cahaya berwarna warni yang kita kenal sebagai aurora (cahaya kutub). Sementara ionisasi menghasilkan ion-ion dan elektron2 yang berlimpah. Aksi gaya Lorentz di lingkungan medan magnet Bumi membuat ion2 dan proton2 itu bergerak, sehingga terbentuk arus listrik kuat yang kemudian turun ke lapisan ionosfer, menuju zona auroral, untuk kemudian dibelokkan ke barat mengelilingi kutub geomagnet dalam radius sekitar 2.500 km. Inilah auroral electrojet dengan kuat arus yang juga bisa mencapai 100 Ampere dan bertahan selama beberapa jam. Auroral electrojet ini bertanggung jawab atas padamnya aliran listrik Ontario Hydro (Kanada) dalam kejadian badai matahari dahsyat di akhir 1980-an akibat terbentuknya medan magnet pengganggu yang sangat kuat. Medan magnet pengganggu ini menghasilkkan variasi sangat besar dalam kuat medan magnet Bumi di daerah lintang tinggi, hingga hanya tinggal separuh dari nilai pada kondisi " tenang ". 3. Arus Listrik Ionosferik Setiap saat Matahari selalu menyinari separuh bola Bumi dengan distribusi penyinaran yang tak seragam. Intensitas penyinaran tertinggi ada di khatulistiwa. Di lapisan troposfer, ketidakseragaman ini menimbulkan dinamika atmosferik yang berujung pada terbentuknya badai2 tropis sebagai bagian dari mekanisme perataan distribusi energi ke seluruh permukaan Bumi. Sementara di lapisan yang lebih tinggi (stratosfer dan ionosfer), ketidakseragama ini menciptakan arus konveksi yang menyirkulasikan udara dari khatulistiwa menuju daerah lintang tinggi di hemisfer utara dan selatan, dan demikian juga sebaliknya. Arus konveksi di lapisan ionosfer membawa serta ion2 dan elektron2 bebas yang ada dalam sirkulasinya. Pergerakan ion2 dan elektron2 ini menciptakan arus listrik listrik ionosferik, yang memang tidak sekuat arus listrik produk badai Matahari,
Re: [FISIKA] Fisika Kuantum, Tuhan Tidak Melempar Dadu
Teori kuantum Wheeler sebenarnya sudah muncul sejak pasca Perang Dunia II,digagas oleh fisikawan John A. Wheeler. Kalo kita bicara tentang teori kuantum, harus kita pahami bahwa alam semesta (maksudnya alam partikel) bersifat fluktuatif, tidak ada yang pasti, karena dikontrol oleh asas ketidakpastian Heisenberg sehingga hanya probabilitas posisi dan momentumnya saja yang kita ketahui. Inilah yang dibenci Einstein dari teori kuantum, meski ia dikenal sebagai salah satu perintisnya yang utama (dengan Satyendrenath Bose di India, terpisah separuh bola Bumi dengan Einstein di Princeton, mereka saling surat menyurat dalam rangka menyusun sebuah statistik kuantum, kini dikenal sebagai statistik Bose-Einstein, untuk mengatur perilaku partikel2 berspin bulat yang berperanan membawa gaya2fundamental di alam semesta/boson, dan mereka baru bertemu muka setelah tulisannya siap diterbitkan). Sampai2 muncul kata2nya yang terkenal : " Tuhan tidak melempar dadu ". Materi (baca : partikel) dalam mekanika kuantum memang tidak riil, karena ia selalu memiliki sifat gelombang akibat gerakannya, sementara di jagat raya ini tidak ada partikel yang diam mutlak. Gambarannya begini, kita lihat seseorang yang sedang duduk. Meski secara kasatmata ia nampak diam, namun menurut mekanika kuantum sebenarnya tidaklah demikian. Orang itu jelas tersusun oleh partikel2 seperti elektron, proton dan neutron ditambah meson (yang saling bertukaran antar neutron dalam menciptakan gaya inti) yang semuanya selalu bergerak. Sementara menurut mekanika kuantum, partikel yang bergerak selalu menghasilkan gelombang de Broglie sehingga status partikel itu menjadi bias, di satu saat ia muncul sebagai " butiran " (baca : materi), sementara di saat yang lain ia muncul sebagai gelombang. Sehingga partikel2 penyusun orang yang sedang duduk itu sebenarnya selalu berganti-ganti sifat dari materi ke gelombang dan sebaliknya secara terus menerus. Bagi mekanika kuantum, materi dan gelombang adalah dua sisi dari sekeping uang logam yang sama. Hal ini sebenarnya tidak aneh, karena jika kita mempelajari relativitas umum, kita juga akan menemukan kesimpulan bahwa materi dan energi sebenarnya merupakan dua bentuk berbeda dari sesuatu yang sama.Dengan menggabungkan mekanika kuantum dan relativitas umum, kita bisa mendapatkan kesimpulan bahwa materi merupakan bentuk energi yang terkurung dalam ruang-waktu yang melengkung. Aneh ? Masih lebih aneh teori string. Menurut teori ini, partikel2 yang beragam itu (mulai dari baryon, meson hingga lepton dan boson2 pembawa gaya) tidaklah berwujud " butiran " (mirip kelereng) sebagaimana gambaran yang ada selama ini, namun berbentuk string (dawai, seperti senar gitar) yang identik satu sama lain. Yang membedakan satu partikel dengan partikel lainnya adalah frekuensi getaran dawai masing2. Jadi, jika anda melihat orang duduk tadi, silahkan dibayangkan sendiri bahwa orang tersebut sebenarnya tersusun oleh trilyunan dawai yang selalu bergetar dengan frekuensinya masing. Meski teorinya cukup " aneh " namun inilah teori fisika yang berkembang pesat dalam 20 tahun terakhir ini dan dalam konferensi internasional tentang relativitas umum dan gravitasi 2003 disebutkan teori string inilah yang menjadi kandidat terkuat bagi Theory of Everything (TOE), teori yang mempersatukan mekanika kuantum dan relativitas umum. 1. Kalo semua makhluk hidup meninggal, Bumi dan alam semesta tidak akan lenyap, masih tetap ada. Karena jika kita tinjau dari sudut pandang relativitas, meninggalnya makhluk hidup tidak mengakibatkan gangguan pada ruang-waktu. Kita ambil contoh pada peristiwa " The Great Dying " 250 juta tahun silam, dimana 96 % populasi makhluk hidup musnah akibat tumbukan asteroid raksasa yang membentuk basin Bedout High (kini ada di lepas pantai sebelah barat laut Australia), tidak ada gangguan pada ruang-waktu dan Bumi tetap utuh hingga kini. Alam semesta memang bisa lenyap, jika terjadi gangguan besar pada ruang-waktu, sehingga ruang-waktu sobek/terbelah. Peristiwa ini diperkirakan akan terjadi dalam 20 milyar tahun mendatang karena pemuaian alam semesta telah demikian cepat hingga gravitasi tidak sanggup lagi menahannya dan ruang-waktu telah demikian merenggang hingga daya tahannya terlampaui. Karena ruang-waktu bersifat aktif dan menjadi bagian inheren dari seluruh materi dan energi, maka sobeknya ruang-waktu membuat materi dan energi kehilangan kestabilannya selama ini dan akan musnah. Kemusnahan yang sempurna, mulai dari galaksi hingga lepton. Cukup mengesankan bahwa mekanika kuantum juga meramalkan proton2 di alam semesta akan meluruh (yang berarti kehancuran materi yang disusun oleh proton) namun dalam tempo yang jauh lebih lama dibanding saat sobeknya ruang-waktu. 2. Fisika kuantum secara umum memang membuat manusia lebih bisa memahami alam semesta ini bekerja di dunia partikel dan sekaligus mengatur perilakunya. Secara praktis kegunaannya sangat banyak, mulai
[FISIKA] Kehancuran Bumi tahun 2053 dan tumbukan benda langit
Betul, itu hoax. Benturan antar planet terakhir di Bumi terjadi pada awal terbentuknya tata surya, ketika semua masih serba chaotic. Benturan proto Bumi yang masih cair panas dengan obyek sebesar Mars itulah yang melemparkan gumpalan besar ke angkasa dan kini menjadi Bulan. Kalo periode ulangan benturan ini kita hitung dengan persamaannya Near Earth Object Science Definition Team 2003, benturan yang sama akan terjadi lagi beberapa milyar tahun mendatang. Itu pun dengan syarat karakter orbit planet besar itu sama dengan orbit asteroid2 yang eksis saat ini, hal yang sulit dibayangkan mengingat planet2 pada umumnya berorbit stabil : memiliki inklinasi dan eksentrisitas kecil. Terkecuali Pluto dan 2003 UB 313, sang planet ke-10 itu. Namun status Pluto sudah menjadi debate of decades, karena di masa kini diketahui bahwa Pluto dan 2003 UB 313 hanyalah anggota terbesar dari milyaran asteroid transneptunik yang bergentayangan di Sabuk Kuiper, sama halnya dengan Ceres yang superior di kalangan anggota Sabuk Asteroid. Penetapan Pluto sebagai planet, diyakini banyak orang sebagai " kesalahan sejarah " warisan abad ke-20, namun rasanya International Astronomical Union belum mau 'mengakui' kesalahan ini. Kalo soal mengiamatkan Bumi dengan benturan benda langit, itu sih tak perlu menunggu datangnya planet besar yang nyasar. Bila kita baca makalah bersama Owen B. Toon dkk (Owen B. Toon, Kevin Zahnle, David Morrison; 1995; Environmental Perturbations Caused by the Impact of Asteroids and Comets; NASA Ames Research Centre; prosiding Planetary Defense Workshop 1995 di Laboratorium Nasional Lawrence Livermore California), cukup dengan tumbukan komet/asteroid berdiameter 4 - 6,5 km, yang melepaskan energi 1 - 10 juta megaton TNT dan menghasilkan kawah besar berdiameter 80 - 130 km, Bumi sudah kiamat akibat berlangsungnya musim dingin nuklir disusul pemanasan global selama ribuan tahun. Selang waktu terjadinya tumbukan itu, menurut hitungan, tiap 150 juta tahun. Dan terakhir tumbukan itu terjadi pada 35 juta tahun silam, yang membentuk kawah Chesapeake Bay dan kini terkubur di bawah megapolitan New York. Jadi tenang saja, masih ada sisa waktu 115 juta tahun lagi untuk bersenang-senang, teorinya :). Namun berdasar pendapat almarhum Carl Sagan, selang waktu kiamat itu sebenarnya jauh lebih pendek. Sagan telah lama mengemukakan hipotesis Shiva, tentang selang waktu tumbukan2 komet/asteroid besar dengan dampak global bagi Bumi tiap 35 juta tahun sekali, dengan error beberapa juta tahun. Contohnya, 65 juta tahun silam asteroid berdiameter 10 km jatuh di Teluk Meksiko, membentuk kawah raksasa (kawah Chicxulub) yang diameternya 200 km dan membuat 75 % populasi makhluk hidup musnah. Kejadian yang sama, dalam skala lebih kecil, terulang 35 juta tahun silam dengan terbentuknya kawah Chesapeake Bay (diameter 100 km) akibat tumbukan asteroid berdiameter 5 km. Maka, kalo Sagan bisa dipercaya, (seharusnya) tumbukan besar itu sudah terjadi kembali dekat2 masa sekarang ini. Menarik sekali bahwa para astrogeolog sudah lama curiga bahwa tumbukan itu sudah terjadi pada0,7 juta tahun lalu. Tempatnya belum diketahui pasti, namun yang jelas di kawasan Asia Tenggara, di Indocina. Jejaknya terlihat jelas dari sebaran mineral tektit (bekuan produk tumbukan) yang dinamakan tektit Austral-asia, yang terdistribusi dalam daerah sangat luas mulai dari New Zealand, Australia, Asia Tenggara, Madagaskar, Cina, hingga pedalaman Russia. Edward Chao - yang bersama almarhum Eugene M. Shoemaker dan Nicholas M. Short di tahun 1960-an memelopori studi perbandingan batuan di dasar kawah Meteor dan kawah2 produk ujicoba nuklir di gurun Nevada dan memastikan bahwa kawah Meteor diproduksi oleh aksi energi tinggi yang melepaskan tekanan superkuat, like nuclear explosion, jauh melebihi tekanan letusan gunung berapi, dan secara alami hanya bisa terjadi dalam tumbukan benda langit - bahkan menyamakan sebaran tektit Austral-asia ini dengan sebaran lapisan tipis lempung hitam yang terjepit di antara sedimen zaman Kapur dan Tersier, jejak dari tumbukan asteroid 65 juta tahun silam.Khusus di Indocina, tektit itu tidaklah kecil2 dan ringan, namun berat dengan struktur berlapis, disebut tektit Muong Nong. Model2 aerodinamika pembentukan tektit menunjukkan bahwa tektit Munong Nong tidak akan terlontar jauh dari sumbernya. Hal ini menarik sekali, karena salah satu satelit NASA - yang mengamati variasi tinggi muka air laut - di tahun 1988 mendeteksi adanya anomali di lepas pantai Vietnam, di perairan Laut Cina Selatan, pada koordinat kasar 13deg LU 110deg BT dan hanya berjarak beberapa puluh / ratus kilometer saja dari lokasi singkapan2 tektit Muong Nong. Anomali itu diterjemahkan sebagai adanya " depresi bulat " berdiameter 100-an km di dasar laut. Mungkin inilah kawah itu, hanya saja belum diselidiki lebih lanjut, dan akan sangat menarik jika kemudian dikaitkan dengan nasib Homo erectus, yang menurut para
Re: [FISIKA] [Butuh Info] Bisa gak ya listrik lewat udara
Tentu saja jawabannya bisa, mengapa tidak ? Namun prosesnya tidak seperti perambatan petir. Yang disebut " listrik " itu kan aliran elektron2, dan " energi listrik " adalah energi akumulatif yang dibawa oleh elektron2 itu. Elektron2 ini bisa saja dirambatkan lewat udara, seperti yang nampak pada petir, atau dalam skala kecil ketika manusia bermain-main dengan generator van de Graaf di laboratorium. Di tahun 1985 Laboratorium Lawrence Livermore (AS) pernah mengujicoba perambatan elektron energetik di udara lewat instrumen ATA (Advanced Test Accelerator) yang mereka buat untuk keperluan ujicoba " Perang Bintang " (Strategic Defence Intiative, begitu nama resminya menurut Pentagon). Namun proyek ini kemudian dianggap tidak feasible karena, sebagai partikel bermuatan listrik, lintasan elektron akan dibelokkan oleh medan magnet Bumi dengan bekerjanya gaya Lorentz. Bisa saja lintasan elektron ini dibuat lurus dengan cara menetralkan muatannya, namun secara praktis itu membutuhkan biaya sangat besar dan sulit terwujud. Yang hendak dicoba NASA, elektron2 ini diganti dengan foton2 gelombang elektromagnetik. Jadi, kelak, bila sudah ada stasiun ruang angkasa yang khusus untuk memanfaatkan energi Matahari (baik di orbit Bumi maupun di permukaan Bulan) dan mengubahnya menjadi energi listrik, energi listrik itu akan dikirimkan lewat gelombang elektromagnetik menuju receiver di Bumi. Tentu saja receiver ini sangat besar, karena sifat gelombang elektromagnetik yang membaur begitu menempuh jarak yang jauh. Sebagai gambaran, untuk laser saja, jika di Bumi dihasilkan dari source yang diameternya 5 cm, di Bulan diameternya sudah mencapai 20 km. Maka receiver ini paling bagus akan ditempatkan di tengah Sahara atupun Pasifik / Atlantik, di daerah2 remote yang tak berpenghuni. Soal efisiensi, wah jangan tanya, tentu saja masih rendah jika kita tetap menggunakan teknologi yang dikenal saat ini. Efisiensi listrik yang diproduksi dari tenaga angin dan Matahari memang dikenal paling rendah di antara sistem pembangkitan lainnya, dan juga paling mahal. Yang praktis untuk beberapa dekade ke depan, ya gunakan saja pembangkit hidro atau pembangkit termal seperti saat ini. Karena hidro sudah tidak bisa diandalkan lagi (dengan adanya pemanasan global), akhirnya cuman termal yang bisa jadi tulang punggung. Dan hanya ada tiga jenis pembangkit termal yang feasible : gas, uap (batubara) atau nuklir. Tiga2nya punya kelebihan, juga punya kelemahan. Tinggal bagaimana memanfaatkan ketiga-tiganya untuk saling melengkapi. Subject: Re: [FISIKA] [Butuh Info] Bisa gak ya listrik lewat udara Sebelumnya Salam Kenal buat para fisi-kawan se-indonesia.Pernah terpikir oleh saya "Gimana kalo Listrik dikirim lewat Udara!"Menurut saya itu mungkin sekali, sebagaimana Suara yang awalnya dikirim melalui kawat kemudian perkembangan selanjutnya dapat dikirimkan melalui udara.Saya tidak mempelajari tentang listrik secara mendalam, tetapi secara logis hal itu bisa diterapkan.Mungkin seperti pada Radio atau Ponsel, sebuah pembangkit listrik mengubah listrik menjadi data dg kode2 ttt, lalu mengirimkannya melalui gelombang ElkMagntk ke sebuah alamat tujuan ttt.Sementara sebuah 'receiver' telah siap sedia menerima dan mengubah kode2 tadi kembali menjadi listrik.Pemikiran selanjutnya: Mungkin suatu hari nanti kita bisa MESAN "LISTRIK" lewat SMS === ** Arsip : http://members.tripod.com/~fisika/ ** Ingin Berhenti : silahkan mengirim email kosong ke : [EMAIL PROTECTED] === SPONSORED LINKS Indonesia YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "fisika_indonesia" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. Relax. Yahoo! Mail virus scanning helps detect nasty viruses!
Re: [FISIKA] Menanyakan Konsep Ruang dan Waktu
Koreksi istilah dulu. Dalam relativitas umum tidak dikenal " medan massa ", adanya " medan gravitasi ". Mengapa demikian, karena menurut relativitas umum, jagat raya yang kita diami ini adalah ruang-waktu berdimensi 4 yang bentuknya benjol2 di sana sini akibat tidak meratanya distribusi massa dan energi. Benjolan (baca : lengkungan) ruang waktu inilah yang kita kenal sehari-hari sebagai " gravitasi ".Bila menurut mekanika Newton, Bumi mengelilingi Matahari akibat terjadinya keseimbangan antara gaya sentrifugal Bumi dengan gaya tarik Bumi-Matahari, maka menurut relativitas umum massa Matahari adalah demikian besar hingga mampu melengkungkan ruang-waktu disekitarnya dan Bumi (juga cahaya) tidak punya pilihan lain kecuali bergerak menyusuri lengkungan ini. 1. Bila seluruh massa tidak ada, maka ada dua kemungkinan : Pertama, seluruh massa itu berubah menjadi energi sesuai persamaan Einstein E = mc^2. Karena pada dasarnya massa dan energi itu ibarat dua sisi dari sekeping uang logam yang sama, bagi ruang-waktu efeknya tetap. Ruang-waktu itu tetap akan melengkung akibat konsentrasi energi didalamnya. Kedua, (andaikan) seluruh massa dan energi itu lenyap. Maka kita akan menjumpai sebuah kasus khusus dari relativitas umum yang disebut relativitas khusus.Disini ruang-waktu itu berbentuk datar. Persis seperti lapangan bola, atau seperti trampolin yang tidak dibebani apa-apa. Jika lenyapnya massa dan energi itu menjangkau segenap penjuru jagat raya, maka jagat raya ini akan datar seperti telor dadar. 2. Lubang hitam itu tidak membuat ruang-waktu bolong. Menurut relativitas umum, yang disebut lubang hitam itu adalah obyek yang gravitasinya demikian kuat hingga ruang-waktu disekelilingnya melengkung tak terhingga, membentukasimtot atau dalam bahasa gampangnya, membentuk semacam " corong ". Kemana corong ini mengarah, kita belum tahu, Tapi Stephen Hawking pernah menjelaskan adanya teori " lubang cacing " (wormhole), yakni " saluran ruang-waktu " yang menghubungkan dua lubang hitam dan menjadi jalan pintas untuk menempuh jarak2 yang teramat jauh. Gambarannya begini. Anggaplah kita manusia ingin bepergian ke galaksi X yang jaraknya 10 milyar tahun cahaya dari Bumi. Jika kita pakai kendaraan secepat cahaya, dibutuhkan waktu 10 milyar tahun untuk sampai ke tujuan. Tapi jika kita menuju ke pusat Bima Sakti (dimana di sana ada banyak lubang hitam) dan memilih satu yang tepat, kita akan menyingkat waktu perjalanan menjadi (barangkali) 1 juta tahun saja, atau bahkan mungkin 1 tahun saja. Mengapa bisa demikian, ya mari kita bayangkan kalo jagat raya ini seperti Bumi kita, yang bulat, dengan galaksi-galaksi itu seperti kepulauan2 / kontinen2 di muka Bumi.Secara konvensional,untuk mencapai kontinen Amerika (dari tempat kita berada di Indonesia ini), kita harus menyusuri permukaan Bumi untuk menuju ke sana, dengan menempuh jarak 20.000 km. Namun jika ada yang bisa mengeborlapisan2 Bumi (hingga melewati intinya)dan tembus ke kontinen Amerika (yang letaknya memang antipode/berbeda separuh bola Bumi dengan kita), kita hanya akan menepuh jarak 6.400 km jika melalui lubang bor ini. Gambarannya lubang cacing semacam itu. Jadi lubang hitam tidaklah membuat ruang-waktu bolong. Ruang-waktu memang bisa bolong (tepatnya sobek), namun bukan karena lubang hitam. Peristiwa ini diakibatkan oleh pengembangan ruang-waktu jagat raya yang demikian pesat sehingga takkan bisa ditahan lagi oleh gravitasi materi didalamnya. Hipotesisnya, " the big rip " ini pasti akan dialami jagat raya yang kita huni ini sekitar 20 milyar tahun mendatang, dan pada saat itu ruang-waktu akan sobek dan seluruh massa dan energi yang ada (termasuk manusia, kalau masih ada) akan lenyap tak berbekas. 3. Yang disebut mesin waktu yang lubang cacing itu tadi. Kalo dua lubang hitam bertemu, keduanya akan bersatu membentuk lubang hitam baru yang diameternya lebih besar, demikian juga dengan diameter horizon peristiwa-nya. Kalo lubang cacing tadi, alis mesin waktu dalam bahasa yang lebih populer, itu kan menghubungkan antara dua lubang hitam, bukan menyatukan keduanya. Dan sifat dua lubang hitam ini berbeda. Salah satunya harus bersifat selalu menyedot materi (seperti yang kita kenal). Sementara satunya lagi harus bersifat memuntahkan materi (karena limit penyedotan materinya sudah terlampaui). Lubang hitam jenis terakhir ini dikenal juga sebagai " lubang putih " (whitehole). Lewat lubang cacing ini, ya sah2 saja jika suatu materi (partikel, ataupun manusia) masuk ke dalam sebuah lubang hitam dan keluar lewat lubang hitam lainnya yang berhubungan (baca : lubang putih). 4. Rasanya sudah terjawab juga pada butir 2 dan 3 di atas ya. Tambahan : Pada konsep awalnya (1975-an), Hawking, menggunakan relativitas umum, memang berpendapat bahwa lubang hitam adalah
Re: [FISIKA] RelativitasKhusus
--- su [EMAIL PROTECTED] wrote: mo tau donk sebenernya pencapaian fisika nuklir n partikel tuh apa sih kalau nanti sudah ditemukan teori yang menyatukan segalanya buat apa? cuma sekedar untuk menunjukkan betapa tingginya intelektual manusia atau untuk apa? apakah nantinya dengan demikian dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan manusia? satu lagi kalau dengan teori tersebut dapat menentukan batas dari jagat raya lalu yang diluar jagat raya itu apa? Di tahun 1930-an, seorang wartawan bertanya kepada Enst Orlando Lawrence, sang ahli fisika brilyan dari Berkeley yang namanya kini ditabalkan untuk Lawrence Radiation Laboratory, salah satu institusi fisika nuklir paling berpengaruh di daratan Amerika. Lawrence baru beberapa tahun sebelumnya menciptakan siklotron berdiameter 60 cm, dengan magnet sumbangan perusahaan telepon dan digerakkan oleh listrik rumah tangga. Dan saat itu ia sedang ' licik2nya ' mencari dana kesana kemari untuk membangun sinkrotron, instrumen pemercepat partikel dengan diameter berlipat kali siklotron miliknya. sang wartawan bertanya, Tuan Lawrence, apa tujuan anda membangun peralatan ini . Lawrence, dengan gayanya yang lugas (seperti Oppenheimer), menjawab ketus Seandainya kami tahu untuk apa tujuannya, kami tak perlu membangun alat ini . Jawaban yang bikin kesal sang wartawan, juga anggota2 kongres. Namun toh Lawrence dapat duit juga, dan sinkrotron menjadi salah satu milestone. Dari sana inti2 baru didapatkan, fisika radiasi dan kedokteran nuklir muncul dan berkembang, dan Lawrence sendiri turut menjadi anggota tim Oppenheimer dalam merancang senjata nuklir pertama. mungkin itu jawabannya :). Tidak perlu rumit2 deh. anggap saja semua ini permainan , meski kadangkala fisika emmang membutuhkan permainan otak yang prima. Ikuti saja teladan dari Richard Feynmann, yang sehari-harinya suka sekali bermain menerbangkan piring-piring plastik di halaman laboratoriumnya, sampai diolok-olok oleh rekan2nya yang lain, bahwa itu semua sia-sia belaka dan tak berguna. Namun sejarah akhirnya menunjukkan, Feynmann-lah, dan bukan orang yang 'serba serius' dan suka mengolok-olok itu, yang berdiri di atas auditorium Nobel atas karya besarnya mengenai elektron. __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com === ** Arsip : http://members.tripod.com/~fisika/ ** Ingin Berhenti : silahkan mengirim email kosong ke : [EMAIL PROTECTED] === Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/fisika_indonesia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [FISIKA] RelativitasKhusus
tes __ Yahoo! for Good - Make a difference this year. http://brand.yahoo.com/cybergivingweek2005/ Yahoo! Groups Sponsor ~-- Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/UIYolB/TM ~- === ** Arsip : http://members.tripod.com/~fisika/ ** Ingin Berhenti : silahkan mengirim email kosong ke : [EMAIL PROTECTED] === Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/fisika_indonesia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[FISIKA] H5N1 dan Komet
Assalamu'alaykum.. Dua astrofisikawan Inggris terkenal, Fred Hoyle dan Chandra Wickamshingre, 3 dekade silam pernah menelurkan hipotesis panspermia yang kontroversial. Mereka berpendapat, kehidupan di muka Bumi ini (barangkali) berasal dari angkasa raya, yang dibawa mendarat ke permukaan planet biru ini oleh meteor maupun komet. Hipotesisnya yang aneh. Bayangkan saja, meteor2 yang masuk ke Bumi ataupun komet besar (jauh di masa silam) haruslah lebih dulu menembus selimut atmosfer Bumi dan mau tidak mau harus mengalami pergesekan super intensif hingga menimbulkan panas yang teramat tinggi dan tak jarang melebihi titik leleh logam. Sementara, materi2 dasar kehidupan, seperti asam amino, karbohidrat dan asam lemak, bukanlah senyawa kimia yang tahan terhadap paparan suhu tinggi. Tapi keterkejutan mulai muncul ketika dalam NASA Science News pernah dimuat artikel tentang keberadaan senyawa glukosa (gula) sederhana di dalam meteorit yang jatuh di Adelaide (Australia). George Cooper - sang peneliti itu - bahkan meyakini sepenuhnya bila kawanan asteroid yang bergentayangan di antara orbit Mars - Jupiter itu banyak mengandung bahan2 organik yang sama dengan bahan organik makhluk hidup (Nature, Desember 2003). Lebih kaget lagi ketika Chan dan rekan-rekannya, yang meneliti suatu kawasan vulkanis di Amerika Selatan yang diperkirakan mirip dengan Meridiani Planum di Mars, mendapatkan bahwa di daerah yang vulkanis dan sangat asam itu ternyata dijumpai sangat banyak koloni bakteri tahan asam (lihat National Geographic Indonesia, Juli 2005). Dari sini ia menduga bakteri pun eksis di Mars dan sisa2nya pernah kita jumpai dalam sebungkah meteorit ALH 84001 yang ditemukan di padang es Allan Hills, Antartika dan dipastikan berasal dari Mars. Maka, pertanyaannya, adakah virus AI subtipe H5N1 yang kini sedang merajalela itu, dan sedang bersiap menciptakan pandemi kolosal terbaru dalam sejarah peradaban manusia, adalah satu satu 'alien' ini ? yang dibawa masuk ke Bumi oleh komet/meteor ? Saya dulu percaya, cerita tentang kehadiran komet sebagai pembawa bencana hanyalah ungkapan usang dari Aristoteles 20 abad silam dan tidak pernah ada kaitannya dengan segala prahara yang terjadi di Bumi ini. Kalo kita tinjau situs http://www.comethunter.de, dalam setahun bisa muncul 100 komet (alias 3 hari sekali muncul sebuah komet) dan jaraknya dari Bumi demikian jauh. Toh demikian tidak setiap 3 hari Bumi menghadapi prahara2 dahsyat. Tapi, kini, jujur saja, kepercayaan itu kini mulai terkaburkan. Kalo merunut hipotesis Fred Hoyle, jangan2 virus AI subtipe H5N1 itu, yang menimbulkan outbreak pertama tahun 1997 di Hongkong, dibawa oleh komet2 yang muncul pada saat itu. Dan dua komet besar yang ada pada saat itu adalah komet Hyakutake dan komet Hale-Bopp, yang sama2 berperiode sangat panjang dan diduga berasal dari awan komet Oort nan legendaris. Demikian juga, bola dirunut lagi, dengan meletusnya outbreak kedua sejak akhir 2002 hingga sekarang, ada ngga' ya kaitannya dengan mendekatnya komet fenomenal Ikeya-Zhang di 2002 lalu ? Wassalamu'alaykum.. Ma'rufin __ Yahoo! Mail - PC Magazine Editors' Choice 2005 http://mail.yahoo.com Yahoo! Groups Sponsor ~-- 1.2 million kids a year are victims of human trafficking. Stop slavery. http://us.click.yahoo.com/WpTY2A/izNLAA/yQLSAA/UIYolB/TM ~- === ** Arsip : http://members.tripod.com/~fisika/ ** Ingin Berhenti : silahkan mengirim email kosong ke : [EMAIL PROTECTED] === Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/fisika_indonesia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/