[Forum-Pembaca-KOMPAS] Disesalkan, Iklan Rokok Tayang Siang Hari
Hari pemungutan suara sudah berlalu di banyak daerah.. Hasil hitung cepat sdh ramai dibicarakan... Tapi kira-kira beranikah presiden RI hasil pilpres 2009 bertempur demi dan membela kesehatan rakyat dan generasi penerus bangsanya? Untuk urusan yang dikabarkan KOMPAS ini? Yang tidak sampai hati turut menikmati menu 'pesta', Wiji http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/07/09/05061513/disesalkan.iklan.rokok.tayang.siang.hari KESEHATAN ANAK-ANAK Disesalkan, Iklan Rokok Tayang Siang HariKamis, 9 Juli 2009 | 05:06 WIB Jakarta, Kompas - Komisi Penyiaran Indonesia menyesalkan adanya iklan rokok yang ditayangkan di televisi pada siang hari. Hal tersebut melanggar Undang-Undang Penyiaran, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 yang mengatur jam penayangan iklan rokok di televisi. "Iklan rokok siang hari sangat kami sesalkan. KPI sudah berkirim surat ke semua pengelola televisi agar tayangan iklan yang berhubungan dengan merek rokok setelah pukul 21.30 malam," kata anggota KPI, Bimo Nugroho, di Jakarta, Rabu (8/7). Bimo Nugroho menyikapi iklan "Bakti Lingkungan" dari suatu merek rokok. Iklan rokok tersebut ditayangkan terus-menerus beberapa kali sepanjang siang-sore hari, 8 Juli 2009. "KPI tidak akan berdiam diri apabila televisi terus menyiarkan iklan berbau rokok pada siang hari," kata Bimo Nugroho. KPI juga mengajak masyarakat untuk melek media serta turut mengawasi dan menyadari bahaya asap rokok. Bagaimanapun rokok mengganggu kesehatan dan lingkungan. "Ujungnya, kita perlu mengajak masyarakat untuk kritis bahwa lingkungan yang sehat harus dibangun dengan kebiasaan hidup yang sehat, seperti tidak merokok atau meracuni orang lain, termasuk anak-anak, dengan asap rokok," ujar Bimo. Merek rokok Meskipun mengusung iklan yang isinya mengenai kepedulian terhadap lingkungan hidup, M Joni, Tim Litigasi Komisi Nasional Perlindungan Anak, tetap memandang tayangan itu iklan rokok karena memajang merek rokok. "Itu bukan iklan terselubung. Ada unsur merek rokok, itu sudah terang-terangan beriklan. KPI harus bisa bersikap tegas sesuai dengan undang-undang," ujarnya. M Joni menyatakan, seharusnya stasiun televisi patuh terhadap undang-undang. Harus ada filter, jika memang ada larangan beriklan rokok pada siang hari, sebaiknya iklan itu tidak ditayangkan. "Apa yang terjadi sudah melanggar hukum dan KPI harus bertindak. KPI harus melakukan penegakan hukum Undang-Undang Penyiaran dan PP Nomor 19 Tahun 2003. Ada jam tayang yang dilanggar di sini," kata M Joni. Komnas Perlindungan Anak, menurut M Joni, akan mendukung dan memberi apresiasi kepada KPI untuk melakukan penegakan hukum karena itu memang patut dilakukan. "Ini peluang KPI untuk bertindak tegas," kata Joni. (LOK)
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Effendi Gazali: KTP Selesaikan Masalah DPT
Padahal tidak sedikit orang yang punya lebih dari 1 KTP... Mendapatkan KTP pun sangat mudah..karena masih banyak birokrat yang 'asal ada uang, apa pun yang Anda minta kami berikan..'. Dalam pembuatan KTP, evidence tidak selalu berlaku. Benarkah KTP selesaikan masalah DPT? Wiji
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: 70 Persen Perokok Menengah Bawah
Teman-teman FPK yb., Ada yang punya informasi penerbit mana yang menerbitkan buku yg diluncurkan ini? Terima kasih! Wiji --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "Agus Hamonangan" wrote: > > http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/07/01/03481187/70.persen..perokok.menengah.bawah > > > "Ada lingkaran setan antara merokok, kemiskinan, malanutrisi, dan > > kebodohan. Anak-anak juga menjadi korban. Rokok itu pintu gerbang > > kehancuran bangsa," kata mantan Menteri Kesehatan Prof Farid Anfasa Moeloek > > saat peluncuran buku berjudul Tembakau: Ancaman Global di Jakarta, Selasa > > (30/6). > > Buku yang diterjemahkan dari karya John Crofton dan David Simpson ini > disunting oleh Muherman Hasan, dokter ahli paru- paru. John Crofton adalah > tutor dari Muherman Hasan selama 20 tahun untuk upaya pemberantasan > tuberkulosis (TB). > >
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: 44 Tahun KOMPAS
Selamat th baru untuk KOMPAS! Berharap KOMPAS sungguh semakin dewasa, sungguh semakin menjadi 'kompas' bagi para pemangku kepentingannya, dan sanggup berkata kepada perusahaan rokok, "Maaf, kami tidak bisa menayangkan iklan Anda (karena antara lain kami tidak mau menganjurkan pembaca kami mencederai hak mereka atas standar kesehatan tertinggi yang mungkin mereka raih)..." Semoga tahun baru depan tidak seperti hari ini, refleksi tahun baru perjalanan KOMPAS diikuti dengan tayangan iklan rokok satu halaman penuh di halaman 5 KOMPAS cetak. Selamat berubah mjd lebih baik! Salam, Wiji
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Invitation, was Pak Godlip Pasaribu vs Pak Bungaran Simanjuntak
Ikut seneng dgn lahir-tumbuhnya persahabatan-persahabatan dalam ruang ini...:) Pak GP-Pak BS, dan Pak Sohib-Pak MB.. Selamat bersahabat! VcSw
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Moderator: 5 Tahun Milis FPK
Selamat tahun baru! Semoga tahun yang semakin bermakna.. Terima KASIH Bung Agus dan Bung Totot.. Terima kasih untuk semua yang sudah berbagi. Senang boleh ikut menikmati pencerahan dari ruang ini.. Salam dari Jalan Kaliurang km.5 Yk, Wiji
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Perang Rokok RI-AS
Pak KM, terima kasih u pencerahan hari ini! Sering persepsi pemangku kepentingan utama (pengambil kebijakan dan pereproduksi pengetahuan) keruh dan tidak mau melihat benang-benang yang berkelindan. Bagaimana seorang Duta Besar ---juga saya dengar Ibu Mari Pangestu yang Menteri; pasti beliau-beliau juga berpendidikan lebih dari cukup--- malah berencana mengadu ke WTO terkait dengan UU baru USA ini? Orang Jawa punya kosa kata 'keblinger', mungkin sesuai untuk menyebut kebijakan yang tidak bijak seperti ini. Seperti juga Pemda Kabupaten Bantul yang sumringah menerima berdirinya pabrik rokok di wilayahnya ketika murid-murid sekolah menengah di sana berikrar bersama untuk tidak merokok.. Bung Liman, itu The Insider, cerita ttg Wigan Salah satu film yang sangat direkomendasikan untuk diperHATIkan. Selama birokrat Indonesia masih dikuasai oleh perspektif yang dikendalikan oleh nalar 'rent seeking', sulit menemukan pamong yang mau sungguh menempatkan penghormatan-perlindungan-pemenuhan hak rakyat di atas kepentingan lain. Salam, Wiji --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, liman PAP wrote: > > Setuju sekali dengan tulisan KM, > > Cendekiawan 2009 pilihan Kompas ini benar-benar membuka wawasan kita tentang > bahaya rokok dan pilihan kesehatan rakyat atau cukai buat negara yang harus > dikorbankan. Bukankah kita sering tidak berdaya dalam menghadapi pihak asing? > > Dulu diceritakan seorang Russel Crowe dalam sebuah film yg diangkat dr kisah > nyata melawan industri rokok yg di antaranya terdapat perusahaan tempat > Russel bekerja karena 'menanamkan zat aditif' spy perokok ketagihan dan akan > merokok terus... > > Adakah yang mau menjadi Russel atau Obama yang lebih mementingkan kesehatan > rakyatnya dibanding hal-hal lain?? > > > Wass, > > LM > > >
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Obama dan Kecanduan Rokok
Bersiap apa, Bung Asep? Bersiap untuk menggadaikan kesehatan rakyat ---termasuk anak dan yang muda--- untuk mempertebal kantong mereka? Bersiap untuk dimiskinkan? Bersiap untuk semakin jauh dari kemerdekaan dan kedaulatan? Hehehe, cuma ingin tahu... Salam, Wiji --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Asep Kurniawan wrote: > > Investasi dan termasuk di dalamnya belanja iklan perusahan-perusahaan rokok > AS akan mengucur deras ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Bersiaplah.
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: masalah sampah sampah bekas lokasi caleg berkampanye.
Bung Ady dan Mbak Yuli, Berita itu di program-stasiun apa dan kapan? Saya tidak sempat lihat tayangannya. Ada teman bilang itu bukan PKS tapi Demokrat. Manakah yang benar? Perilaku parpol dan caleg selama berkampanye merupakan cerminan pilihan sikap mereka, juga terkait dengan sampah. Jangan-jangan mereka masih melestarikan perilaku NIMBY. Urusan sampah tidak bisa disepelekan. Saya sendiri baru tahu tentang Hari Peduli Sampah sesudah membaca tulisan Rm.Andang di Kompas, 21 Feb 2009 lalu. Masih terngiang-ngiang kata-kata ibu-ibu di Bojong tentang salah satu capres, "Mengurus sampah saja tidak bisa kok mau mengurus negara. Suruh datang ke Bojong dulu kalau berani." Bojong, salah satu daerah yang akan di-Bantargebang-kan untuk DKI Jakarta, dan gagal karena penduduknya tidak sudi desa mereka menjadi tempat sampah. Akhirnya instalasi lengkap dengan incineratornya dipotong-potong oleh juragan dari Madura. Salam dan terima kasih, VcSw http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/21/00171757/ubah.perilaku.nimby Ubah Perilaku "Nimby" Sabtu, 21 Februari 2009 | 00:17 WIB Al Andang L Binawan Bermula dari Leuwigajah, empat tahun lalu, 21 Februari 2005. Saat itu, 143 jiwa melayang tertimbun sampah. Tragis dan memilukan! Agar tidak terulang di tempat lain, Kementerian Negara Lingkungan Hidup menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah. Gemanya belum sungguh terasa, tetapi sebagai salah satu upaya, pantas terus digelindingkan. Sasaran pokok ketetapan Kementerian Negara Lingkungan Hidup adalah seluruh warga masyarakat, bukan hanya Bandung dan sekitarnya. Tujuannya mengubah perilaku nyampah, atau biasa dikenal sebagai perilaku nimby, Not In My Back Yard, asal tidak di halamanku, yang ditengarai menjadi sebab penting dalam tragedi itu. Sangat jelas, perilaku nimby, sebagai perilaku yang "alamiah", adalah perilaku tak peduli: pada sesama, pada alam, pada generasi mendatang. Hanya, perlu dicatat, bahwa perilaku nimby tidak hanya perilaku individu, tetapi juga "perilaku" yang bersifat institusional. "Nimby personal" Masalah sampah memang terkait erat dengan esensi sampah itu sendiri. Semakin modern sebuah masyarakat, semakin banyak sampahnya. Becermin dari Jakarta, menurut data Dinas Kebersihan DKI Jakarta (2007), produksi sampah di DKI adalah 26.945 m>sup<3>res<>res< per hari atau kira-kira 6.000 ton per hari. Itu terdiri dari sekitar 55 persen sampah organik dan 45 persen sampah anorganik. Data lain menunjukkan, 53 persen sampah adalah sampah rumah tangga. Selain itu, diamati pula bahwa sekitar 15,3 persen sampah di Jakarta dibuang sembarangan. Angka pertama menunjukkan, bukan sampah industri langsung yang lebih menjadi sumber sampah. Kemudian, angka kedua menunjukkan betapa sikap dan perilaku warga yang tak peduli mempunyai andil besar dan penting dalam karut-marutnya pengelolaan sampah di Jakarta. Kedua data itu saling terkait, lalu menunjuk pada nimby personal. Nimby personal, jika becermin di Jakarta, tampak di tempat-tempat umum yang pada umumnya kotor. Sungai-sungai juga tidak ada yang bersih. Juga, tak sedikit orang yang masih suka membuang sampah dari mobil pribadinya! "Nimby" institusional Data Dinas Kebersihan DKI Jakarta juga menunjukkan, di antara 45 persen sampah anorganik, plastik menduduki tempat kedua teratas (13,25 persen) setelah sampah kertas (20,57 persen). Data itu menarik karena 13,25 persen sampah plastik berarti sekitar 1.000 ton sampah plastik per hari diproduksi di Jakarta. Bisa diduga, bekas kemasan plastik dari suatu produk adalah golongan sampah plastik terbesar. Pun, dengan mengingat bahwa mi instan adalah salah satu makanan favorit warga kota karena murah dan praktis, sampah plastik bungkus mi instan punya andil tidak kecil. Inilah wujud nimby institusional dari lembaga bisnis, yang bukan tidak peduli pada amdal saja, tetapi juga tidak peduli pada dampak kemasan produknya. Yang kurang eksplisit dikatakan dalam data itu adalah, hingga saat ini pengelolaan sampah di DKI masih tradisional: dikumpulkan, lalu "dibuang" di Bantar Gebang, Bekasi. Ini adalah kenampakan paling nyata dari nimby institusional yang dilakukan pemerintah. Nimby ini adalah nimby aktif. Ada juga nimby institusional yang bersifat pasif. Hal ini tampak ke-pasif-an pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana pengelolaan sampah warga, mulai dari tempat sampah hingga sistem pengangkutan. Dengan kata lain, sistem pengelolaan masih dibiarkan seadanya meski sudah mulai ada beberapa upaya di sana-sini. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah memang sudah ditandatangani Presiden dan DPR tahun lalu. Peraturan pemerintahnya belum ada karena sedang digodok. Hal ini menunjukkan, kepedulian struktural terhadap sampah baru muncul akhir-akhir ini. Ini pun bisa ditafsirkan sebagai kenampakan nimby institusional pasif. Makna hari ini Ditetapkannya 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah tentu menjadi bagian penting dari kampanye peduli sampah. Kegia
[Forum-Pembaca-KOMPAS] hukum Re: Merokok di Hotel, Tamu Didenda Rp 1 Juta
Pak Ajeg dan teman-teman, Tadi sore keliling dan nemu arsip ini. Semoga bisa menambah kejernihan. Maaf, teks beritanya panjang ni... Sepakat dengan gagasan Bung Eko Kertajaya untuk "menganalisa masalah lebih baik kalau melihat jauh ke depan. ke depan utk hal2 yg lebih baik bagi peradaban. merokok, ataupun kebiasaan lain yg telah dinyatakan buruk. haruslah diimplementasikan dlm tindakan utk mendukung ke arah tersebut. orang, institusi etc sudah selayaknya melakukan upaya apapun.." Salam dan terima kasih, Wiji = http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0106/01/nasional/udar25.htm >Jumat, 1 Juni 2001 Udara Bebas Asap Rokok adalah HAM Kompas/arbain rambey TEMA Hari Tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei 2001 kemarin adalah Second Hand Smoke, Let's Clear the Air, yang di Indonesia dimodifikasi menjadi "Pelihara Udara Bersih dan Sehat, Lindungi Mereka yang Bukan Perokok".Mungkinkah ini diwujudkan di Indonesia, yang masyarakatnya dikenal amat "bersahabat terhadap rokok"? Rasanya amat muskil, namun bukan sama sekali mustahil. Perlu waktu lama, upaya ekstra keras dan strategi yang tepat untuk mengubah persepsi masyarakat bahwa merokok itu memang hak asasi bagi si perokok, namun udara bersih yang tidak dicemari oleh asap rokok juga adalah hak asasi manusia (HAM). Pendapat tentang permisifnya masyarakat Indonesia terhadap rokok, termasuk oleh para perokok pasif, pernah dikemukakan oleh almarhum dr M Adhyatma MPH, ketika masih menjabat Menteri Kesehatan. Pada masa kepemimpinan dr Adhyatma, wilayah perkantoran Depkes ditetapkan sebagai daerah bebas rokok. Sayangnya belum banyak kantor-kantor departemen dan instansi pemerintah lain mengikuti jejak yang sama. Dok. Kompas Senada dengan Adhyatma, Dr Matthew Allen, konsultan WHO dari Australia bulan April lalu menyatakan bahwa tingginya tingkat merokok dan penerimaan terhadap merokok pasif (passive smoking) merupakan hambatan utama dan pertama bagi penanggulangan masalah merokok di Indonesia. Allen mencatat, seusai melakukan penilaian dan survei cepat tentang situasi merokok di Indonesia, setidaknya masih ada tujuh hambatan lain bagi pengendalian rokok di Indonesia. Ketujuh hambatan itu adalah: 1) tak adanya pengetahuan di kalangan perokok tentang risiko merokok; 2) tak cukupnya pengetahuan badan-badan pemerintah dan LSM, yaitu tentang nilai pengendalian rokok bagi kesehatan dan perekonomian, serta taktik-taktik menyesatkan yang dipakai oleh industri rokok; 3) tidak adanya komitmen oleh para politisi dan departemen pemerintah; 4) adanya kerancuan wewenang Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial; 5) kuatnya sektor industri rokok; 6) desentralisasi dan tak adanya kerangka kerja di daerah untuk mengimplementasikan perangkat pengendalian rokok; dan 7) tak adanya dana untuk membuat kampanye tandingan dan program pengendalian rokok lainnya. "Saya tidak percaya bahwa situasi ekonomi Indonesia harus menjadi salah satu hambatan bagi pengendalian rokok, kecuali bagi kurangnya dana untuk membiayai promosi kesehatan dan pelayanan-pelayanan lainnya. Ada banyak hal yang dapat dilakukan tanpa butuh dana!" kata Matthew Allen. Sayangnya pendapatnya ini kurang dipahami oleh aparat di Departemen Pendidikan Nasional yang malah menerima sejumlah beberapa puluh juta rupiah dari Gabungan Pengusaha Rokok Kretek Indonesia (Gaprindo) untuk menyelenggarakan kampanye antirokok di kalangan pelajar, di antaranya untuk lomba poster. Allen menyatakan, hendaknya tawaran kerja sama dari kalangan industri rokok sama sekali tidak diladeni, karena mereka pasti mempunyai agenda tersembunyi. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Susan Loo, konsultan promosi kesehatan WHO. "Susahnya, Depdiknas malah meminta WHO mengganti dana yang mereka terima dari Gaprindo jika memang mereka tak boleh menerima dana seperti itu," kata Susan Loo. *** PROMOSI kesehatan dan pendidikan tentang pengendalian rokok di kalangan remaja, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya, memang sering terkendala oleh tak adanya dana dan masih lemahnya jejaring di kalangan LSM anti-rokok. Hal ini dikeluhkan oleh Ny Rennie Singgih, Ketua Umum Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3). Sementara industri rokok justru seolah memiliki dana tak terbatas untuk membujuk dan merayu para calon perokok muda lewat iklan dan promosi mereka dengan role models para bintang sinetron yang populer atau dengan acara-acara seronok seperti yang pernah dilakukan oleh rokok Pall Mall di berbagai kota di Indonesia. Lihat saja penuturan RTS Masli, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) dalam seminar "Peran Aktif Media Massa dalam Penanggulangan Masalah Rokok untuk Melindungi Perokok Pasif" di Jakarta, 23 Mei 2001. Belanja iklan rokok tahun 1995 hingga 2000 terus menunjukkan pertumbuhan, terutama untuk iklan televisi. Tahun 1995 hanya Rp 99 milyar (2,9 pers
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Merokok di Hotel, Tamu Didenda Rp 1 Juta
Teman-teman yb., Dalam satu event, kami berlima belas dari lima belas negara menggambarkan satu dahan yang mendeskripsikan kontribusi dunia bisnis terhadap pembentukan budaya HAM (human rights culture). Salah satu temuan atas yang bisa dilakukan entitas bisnis ternyata adalah mengintegrasikan HAM dalam operasional (sejak inisiasi gagasan produk, produksi, distribusi, hingga pengelolaan limbah pasca konsumsi) entitas bisnis; terkait dengan seluruh stakeholder. Sesuatu yang ideal, terlihat mustahil, namun tetap harus diupayakan. Dan menurut saya yang awam ini, sebagaimana kata Bung Kiki, upaya Surabaya Plaza ini adalah satu upaya untuk turut menghormati, melindungi, dan memenuhi hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang bisa dicapai atas kesehatan fisik dan mental, salah satu hak yang turut membentuk HAM. Kewajiban ini yang bahkan sering diabaikan oleh negara. cmiiw, Salam sehat, Wiji --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Kiki Soewarso wrote: > > Mereka mementingkan kesehatan karyawan dan pelanggannya dalam jangka panjang. Mereka juga percaya asap rokok memberi dampak buruk pada kesegaran aroma produk mereka. Apakah aturan yang sangat positif ini harus dilawan!? > > PERDA diperlukan untuk melindungi kesehatan non-perokok dan untuk mereka yang tidak peduli kesehatan masyarakat!! > > > -ks-
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re:hukum Re: Merokok di Hotel, Tamu Didenda Rp 1 Juta
Sepakat, Bung Adi! :) --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "adi.nugroho" wrote: > > Sebaliknya buat saya, Surabaya Plaza Hotel jadi referensi yang baik dan > sehat untuk menginap kalo saya sekeluarga pergi ke Surabaya. > > Tanpa asap rokok aman buat saya, istri dan anak-anak saya kelak > Hmmm pokoke segar ... > > > > Untuk Surabaya Plasa Hotel, konsistenlah, maka anda akan dihargai. > > > > Adi Nugroho
[Forum-Pembaca-KOMPAS] hukum Re: Merokok di Hotel, Tamu Didenda Rp 1 Juta
Bung Ajeg, Ini pikiran awam saja. Singapura yang tidak permisif dan tetep keukeuh dengan prinsip ternyata tetep dikunjungi banyak turis... Yang ini bukan analogi yang pas, tapi miriplah. Dulu upah buruh murah selalu dipakai sebagai penarik PMA, nyatanya 'keunggulan' itu tidak awet. Kenapa? Karena pada saat yang sama 'keunggulan' itu adalah pelanggaran atas hak buruh. Yang menghargai nilai-nilai kehidupan lebih awet daripada yang mengabaikannya... cmiiw, Salam, Wiji --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, ajegile wrote: > > > > Kalau metode membabibuta ala hotel di Surabaya itu ternyata efektif (termasuk dalam mengumpulkan denda), bolehlah ditiru hotel-hotel lainnya. Tentu, kita berharap semua hotel itu konsisten membabibuta juga terhadap tamu-tamu asing. Nanti kita lihat dampaknya bagi industri pariwisata. > > ajeg=
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Franz Magnis: Ekonomi Harus Beretika
Teman-teman yb., Orang Jawa punya prinsip 'urip samadya', hidup secukupnya, juga sebagai makhluk ekonomi. Tapi di hadapan naluri modal, prinsip ini lebih sering dikalahkan. Manusia dipacu untuk menghasilkan profit sebanyak-banyaknya, memproduksi sebanyak-banyaknya, menjual sebanyak-banyaknya, mengkonsumsi sebanyak-banyaknya, dan akhirnya membuang limbah semakin banyak juga. Sering proses ini dilakukan dengan dengan mengabaikan HAM dan lingkungan. Ada tantangan besar untuk menjadi produsen, distributor, dan konsumen yang bening-beretika; di sektor riil dan juga di sektor 'yang tidak riil'. Saya masih ingat betul bagaimana satu artikel di Kompas bicara tentang eksternalitas dalam Kasus Lumpur Lapindo. Etika tidak eksis lagi dalam proses produksi itu. Satu pertanyaan yg blm saya temukan jawabannya; apa kaitan antara 'good' (baik) dengan 'goods' (barang dagangan?)? cmiiw, Salam, Wiji
[F-P-K] Re: Merokok di Hotel, Tamu Didenda Rp 1 Juta
Bu Evi dan teman-teman yb., Bukannya hak yang melekat pada manusia sejak manusia lahir ---bahkan sejak manusia berupa janin (bungkus rokok juga bilang gitu...:))--- adalah hak atas kesehatan dan lingkungan yang sehat? Sependek pengetahuan saya, hak itu yang ada bukan hak untuk meracuni tubuh sendiri... Kalau soal 'sejauh dia tidak memaksa pihak lain teracuni, baik secara sengaja maupun tidak, akibat kepulan asap rokoknya!', mungkin kata- kata Salim arek Suroboyo di t-shirt biru muda yang sekarang sedang saya pakai bisa jadi cermin, 'Katanya sih rokok itu nikmatnya minta ampun, tapi gue heran aja...kok asap rokok lo gak ditelan aja sekalian biar orang lain gak ikut kena asep rokok lo?' [Beberapa teman saya yang perokok dan membaca tulisan itu tersenyum kecut sambil membujuk supaya t-shirt itu bisa menjadi hibah untuk mereka... hehehe...]. Masak orang peduli pada hak setiap orang/orang lain atas kesehatan dan lingkungan yang sehat disebut terlalu dungu to, Bu? :) Kabar lain, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sedang merealisasikan pembangunan fasilitas ruang khusus merokok di sejumlah tempat strategis sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang pengendalian pencemaran udara. Pengadaan fasilitas yang sangat mahal kata seorang teman (untuk mengakomodasi ---pinjam istilah Bu Evi--- 'hak untuk meracuni diri sendiri'); Rp 831 juta untuk 14 unit... cmiiw, Wiji --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, bamboopinetr...@... wrote: > > Setuju, Perokok memiliki hak u/meracuni tubuhnya sendiri sejauh dia tidak 'memaksa' pihak lain teracuni, baik secara sengaja maupun tidak, akibat kepulan asap rokoknya! Pihak hotel tersebut terlalu dungu menerapkan aturan tsb.
[F-P-K] Re: baliho dengan penyangga dari bambu
Kemarin waktu jalan ke Pacitan, kami lihat baliho berpenyangga bambu milik salah satu calon yang tulisannya berbunyi "Sama-sama sepupu, sama- sama maju". Kata teman saya, sang calon adalah sepupu Edhie Baskoro Yudhoyono. Kebutuhan akan suara terbanyak membuat caleg-caleg menonjolkan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan kompetensi. Sepupu? :p Kata orang Jawa, "Njur ngapa?" Salam, Wiji --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Bambang Sulistomo wrote: > > om totot, > saya kan baru pulang dari medan, > ada cerita benar yang bisa membuat kita ketawa geli,
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Dilarang Berpakain Transparan (bagi perempuan)
Mas Toyo dan teman-teman yb., Memang memprihatinkan, apalagi masih banyak sekali kebijakan publik yang berwarna diskriminatif seperti itu. Jadi ingat peribahasa yang didengar waktu SD, 'buruk muka cermin dibelah'... Yang bermasalah isi kepala yang melihat (laki-laki?) yang diakomodasi oleh para pembuat perda itu, subyek (yang diperlakukan sebagai obyek) yang dilihat (di sini ya perempuan) yang dilarang- larang... :( Kacau betul ketika pengambil kebijakan tidak punya perspektif keadilan, tidak mengerti HAM,... mereka hanya akan menjadi kekuatan pelestari ketidakadilan.. Salam, Wiji
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: JAVA JAZZ, Digelar tanpa sponsor rokok
Salut untuk perubahan ini! Selamat berkarya! Senang menerima kabar upaya mewujudkan apresiasi seni yang tidak lagi direcoki oleh intensi industri rokok melanggengkan penetrasinya. Selayaknyalah apresiasi seni dan segala proses yang terkait dengannya sungguh semakin menyehatkan jiwa-raga... :) Salam, Wiji (sambil mengenang sepanjang St Chaterine di malam pembukaan Festival Jazz Internasional 2008...)
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Setan Itu Bernama Rokok
Bung Agus, Mungkin ada baiknya ---ini sudah beberapa kali saya sampaikan--- ditilik lagi semua lembar fakta yang dimuat di www.fctc.org. Pak Deddy Mansyur juga pernah mengutip data dari http://www.inforese archlab.com/ smokingdeaths. chtml. Seandainya saja rokok adalah sekadar rokok yang tidak berkaitan dengan pengaruh buruk pada banyak aspek kehidupan termasuk hak asasi manusia atas kesehatan (lagi, bdk. dengan pasal 12 Kovenan Hak EKOSOB)... Penegakan hukum? Undang-undang no 11/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak EKOSOB tidak ditegakkan di sini. Teman-teman yang mengawal bisa menjelaskan mengapa RUU tentang pengendalian rokok begitu lambat bahkan hanya untuk masuk PROLEGNAS.. Harkat hidup? Silakan tilik kaitan rokok dan pemiskinan, kaitan rokok dengan penghargaan atas karunia kehidupan lengkap dengan kesehatan.. Teman saya yang pemerhati hak anak mengatakan di antara karakter anak yang belum dewasa adalah belum sadar akan hak-kewajiban dan belum sepenuhnya mampu memilih secara bertanggung jawab (kadang bahkan justru membahayakan diri sendiri dan orang di sekitarnya) sehingga masih memerlukan asistensi individu yang lebih dewasa :) Benarkah begitu? Salam dan terima kasih, Wiji --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Yohannes Baptista Agusnugroho wrote: > > Saya orang baru, lagi pengen mengomentari. > > Sekarang kok banyak salah kaprah. Rokok dituding sebagai pembunuh, dengan alasan pencemaran udara. > Pada prinsipnya, rokok adalah pilihan. . Tapi, kalau orang sudah bisa memilih dan dewasa, kok masih mau diperlakukan seperti anak-anak juga? Lagian, mending coba ngurusin hal lain yang lebih penting, misalnya seperti penegakan hukum, korupsi, good government, dan hal-hal lain yang menyangkut harkat hidup orang banyak, daripada ngurusin rokok. > > Y.B. Agusnugroho > +62 813 852 88987 >
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Dikecam, Promosi Rokok Tak Beretika (Kps 22 Jan 2009)
merokok di pesantren itu sangat biasa, merokoknya juga bareng2 sama Pak KYAI.. Bung Awang, 'dilakukan bareng-bareng Pak Kiai' tidak lantas membuat kebiasaan merokok berubah menjadi kebiasaan baik yang perlu dipertahankan to? :) Pak Kiai toh juga manusia (bdk.diskusi FPK ttg Benedictus XVI dan seruannya ttg homoseksualitas..), tidak bisa kata- sikapnya diikuti mentah-mentah.. Mas Fuad, saya juga pernah mendapatkan forward gambar-gambar perempuan sebagai 'media' promosi rokok di Eropa itu. Prihatin juga. Terlalu jauh mungkin kalau bicara moral terkait dengan rokok. Lha wong mengupayakan yang lebih baik untuk diri sendiri tidak mampu, bagaimana industri rokok dan perokok (yang jadi korbannya) mau diminta untuk mengupayakan yang lebih baik untuk sesama-lingkungan? Negara jelas absen dalam perlindungan hak warganya atas kesehatan, absen dalam melindungi warganya ---terutama anak-anak dan generasi muda- -- dari ancaman bahaya rokok. Saya baru saja ketemu dengan teman-teman di Jabodetabek yang juga ramai bicara tentang fatwa MUI ttg haramnya rokok. Mereka cerita ttg anak- anak SMP yang biasa nongkrong menjelang dan sesudah sekolah, sambil tenggelam dalam keasyikan merokok... Mengenaskan... Tanpa fatwa haram pun (Indonesia yang religius tidak perlu fatwa bukan?), orang bernalar bening tidak akan merokok. Lha janin ---saya pernah dengar, ia makhluk yang paling fitri (?)---saja tidak menoleransi asap rokok untuk mengoptimalkan pertumbuhannya... Bisakah dimaknai merokok tidak sejalan dengan fitrah manusia? Jadi panjang Yang jelas, riset-studi menunjukkan merokok berkontribusi pada kerusakan kesehatan, ia juga memiskinkan... Kurang alasan apalagi untuk mengendalikan produksi-peredaran-konsumsinya? Negara yang punya kewenangan untuk itu. salam, Wiji
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Pesan Natal, Paus: Selamatkan Umat Manusia dari Homoseksualitas
Sekadar sharing, Saya masih yakin bahwa setiap manusia dikaruniai akal budi untuk kritis memilah-memilih yang lebih baik untuk mengaktualisasikan keimanannya.. Mungkin ini bukan urun rembug yang pas-mencerahkan. Tapi mendengar- membaca pesan ini sejak awal membuat saya makin mengingat kembali frase `to feel - to learn - to remember' yang tertulis dalam nyala lampu di pintu Montreal Holocaust Museum. Ellie, salah seorang survivor Holocaust yang memandu kami menyusuri setiap bagian museum, berpesan kepada kami untuk mencegah `holocaust-holocaust yang lain'. Bagaimana melakukan itu? Dengan mengapresiasi setiap perbedaan dalam kehidupan manusia, dengan tidak menoleransi benih penghakiman pada sesama manusia berdasarkan perbedaan, sejak dari lingkup hidup yang terdekat-terjangkau. Salah satu bagian awal sejarah Holocaust yang dikisahkannya adalah penonjolan perbedaan fisik antara orang ras Aria dan orang Yahudi. Saya juga ingat sahabat saya, seorang doktor hukum lingkungan Armenia yang gay. Armenia di mana---kata sahabat Armenia saya--- hampir di setiap 10 meter jalan berdiri sebuah gereja. Sahabat saya ---yang bahkan setiap melihat tanda salib dalam jangkauan pandangan matanya seketika membuat tanda salib juga--- mengatakan sungguh sulit hidup sebagai seorang gay di Armenia yang religius. Saya yang Katolik awam dan tidak punya kompetensi berfilsafat-teologi ---boleh saya analogikan dengan pengakuan Irshad Manji yang mengaku tidak punya kompetensi berijtihad formal?--- hanya bisa bilang bahwa saya yakin cintaNYA dalam-luas-tinggi melampaui kekuatan akal kami; satu-satunya tugas yang perlu dia dan saya lakukan adalah membagi-meneruskan cinta tak bersyarat itu juga dengan tanpa syarat kepada sesama. Ya, kira- kira seperti gagasan penulis skenario PAY IT FORWARD... Sahabat Armenia saya bilang, belum pernah ada orang Katolik yang bicara seperti saya bicara kepadanya... Ya mungkin saja karena saya adalah `domba yang hilang' ;) sehingga saya bisa bilang seperti itu kepada sahabat saya... Tapi, alangkah gembira saya melihat raut mukanya menjadi berseri-seri optimis... Dan yang masih saya ingat juga, bendera yang dipilih mewakili bahasa komunitas LGBT sedunia adalah bendera pelangi; pelangi yang konon adalah isyarat perdamaianNYA dengan manusia. CMIIW, terima kasih.. Salam damai dalam keberagaman, Wiji --- anak Yogyakarta yang sempat merasa malu karena mendengar- tahu tentang Yogyakarta Principles untuk pertama kali justru ketika berada jauh dari kampung halaman
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: 2007, Kekerasan terhadap Istri Capai 17.772 Kasus /
tahun 2007 angka kasus kekerasan terhadap istri mencapai 17.772 kasus. Padahal pada tahun 2006 kekerasan terhadap istri hanya 1.348 kasus. ... Ini pun baru yang dilaporkan, dalam setahun menjadi lebih 13 kali lipat. Adakah ini juga fenomena gunung es? Satu lagi bukti bahwa affirmative action untuk pemenuhan keadilan gender masih diperlukan di Indonesia. Sayangnya, kebutuhan affirmative action untuk keadilan gender di ranah politik malah sudah diabaikan. CMIIW.. Salam, Wiji
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Perlu Dicari Titik Temu Kasus Rokok
Teman-teman yb., Berdasarkan kepatutan dan juga norma yang diterima secara internasional, negara-lah yang memiliki kewajiban melindungi hak asasi warga negaranya, termasuk hak warga negaranya atas kesehatan. Sepatutnya juga negara membangun sistem sedemikian rupa untuk meminimalkan ruang perusakan kesehatan warganya. Dalam hal ini ya dengan mengendalikan peredaran rokok. Tapi kalau aparatus negara sudah terbeli oleh industri rokok? Mereka masih saja tidak bisa mengerti makna 'biaya nasional yang dikeluarkan untuk menanggulangi masalah terkait rokok tahun 2005 besarnya 5,1 kali lipat pendapatan cukai rokok'. Mereka masih saja mengorbankan kesehatan rakyat untuk pendapatan semu.. Sepatutnya juga, pers bisa memilih untuk berpihak pada penegakan hak atas kesehatan, bukan malah 'mengail di air keruh' dengan mengambil pendapatan dari iklan rokok dan mengabaikan pendidikan pembacanya. Kalau untuk KOMPAS ya sepatutnya kira-kira sesuai 'amanat hati nurani rakyat'. Apa iya nurani rakyat mau merusak kesehatannya sendiri? Salam, Wiji
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Nekat Membunuh Karena Ingin Merokok
--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "NA NA" wrote: > > Mengenaskan sekali. Hanya gara2 tidak bisa merokok, nyawa orang jadi > melayang. > > > Lily Iya, Mbak Lily, bisa-bisanya nyawa seorang manusia tidak lebih berharga daripada sebungkus atau sebatang rokok... :( Wiji
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Iklan PNPM berlebihan
Rekan FPK yb., Kamis pagi-siang saya mengikuti satu forum belajar perempuan desa di salah satu lereng pegunungan yang mengelilingi Kota Pacitan. Sekretaris desa yang seorang perempuan ngudhar rasa tentang PNPM. Salah satu dusun dari empat dusun yang ada belum mendapatkan aliran listrik. Fasilitator PNPM mengatakan dengan yakin kebutuhan listrik ini bisa dipenuhi oleh PNPM, maka dimasukkanlah kebutuhan itu dalam usulan ke PNPM, menjadi prioritas di desa ---usulan kebutuhan lain ditinggal--- dan dibawa ke kecamatan. Ternyata hitung-hitungan yang ada di PNPM menyatakan kebutuhan listrik itu tidak bisa dipenuhi oleh PNPM. Karena perencanaan untuk PNPM tidak terintegrasi dengan perencanaan organik di MUSRENBANG jadilah warga dusun itu 'mondar- mandir' dalam ketidakpastian antara perencanaan PNPM dan MUSRENBANG. Sang Sekdes juga mengatakan tentang SPP ---simpan pinjam perempuan--- yang dananya dari PNPM, prosedurnya rumit, bunganya tinggi, dan tidak bisa langsung dikembangkan-digulirkan kepada warga penerima manfaat lain... "Itu juga hutang..." :( Di satu dusun di kabupaten lain, dana PNPM dibagi-bagi kepada warga yang hadir.. :(( Ada pertanyaan lain dari seorang ibu, "Desa kami tidak pernah diurusi kebersihan-keindahan-ketertiban kok kami diminta membayar retribusi kebersihan-keindahan-ketertiban?" Salam, Wijiyati
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: JANGAN PILIH PRESIDEN YANG PRO INDUSTRI ROKOK
Teman-teman yb., Tidak ada cukup alasan untuk tidak membatasi konsumsi rokok. Manfaat apa yang dibawa oleh rokok? Di Kompas 25 Nov lalu juga disajikan fakta bahwa tembakau tidak menyejahterakan petani yang menanamnya, akumulasi rente hanya dinikmati oleh industrialis rokok karena buruh pabrik rokok pun tetap saja miskin. Dalih bahwa rokok memberikan pemasukan berupa cukai bagi negara harus disandingkan dengan besaran biaya kesehatan yang yang dikeluarkan untuk menanggulangi masalah kesehatan akibat merokok. Ada pula sharing ibu-ibu di Kulonprogo bahwa kebiasaan merokok memicu KDRT. Tapi tetap saja pengambil kebijakan bebal tidak mau melihat kenyataan. Bulan Desember ini 60 tahun UDHR yang juga mencakup hak atas kesehatan; tapi dalam pengalaman Indonesia, negara yang berkewajiban melindungi hak warganya tidak berdaya melindungi warga dan hak atas kesehatannya dari ancaman rokok. Tidak ada satu pun presiden Indonesia yang peduli pada kesehatan rakyat dan generasi penerus Indonesia yang terancam oleh rokok. Tidak juga SBY yang hobi nyanyi bahkan ketika rakyat Porong bergulat dalam udara beracun dan terjangan lumpur. Lihat saja banner di Bandara Soetta soal PHBS lengkap dengan foto Ibu Negara dan Menkes, tidak dicantumkan 'tidak merokok' di sana... Soal rokok dan pemuka agama, bukannya mereka para pemuka agama biasa mengharamkan yang tidak mereka sukai? Kalau yang mereka sukai mah sulit untuk difatwakan haram, hehehehe... Ingat 'Tuhan 9cm'nya Taufik Ismail? Seperti itulah... Salam udara bersih-segar-menyehatkan tanpa asap rokok, Wiji
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: amerika hebat
Indonesia dan USA sama-sama punya semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sayangnya ketika USA mau berubah untuk sungguh mewujudkan semboyan itu, Indonesia justru mundur dan mengkhianati kebhinnekaan dengan mengesahkan UU P. Hari ini tulisan GKR Hemas mengenai UU P muncul di Kompas, di hari kemenangan Obama. Salut untuk Obama! Selamat bekerja mewujudkan harapan! Semoga perubahan ini sungguh membawa perubahan baik untuk dunia. salam damai dalam keberagaman, Wiji
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Dukung UU Pornografi atas nama agama?
Tadi malam RBTV Yogyakarta menghadirkan unjuk wicara dengan narasumber seorang perempuan doktor dari KPID (saya lupa namanya, yang saya ingat beliau mengatakan "...saya bahkan belum tahu versi mana RUU yang disahkan... belum juga bisa men-down load UU itu..."), Damairia Pakpahan, dan juga seorang narasumber laki-laki yang saya tidak tahu dari lembaga mana, yang jelas sang narasumber terakhir ini mewakili pihak pro UU P. Yang saya ingat juga, Ibu dari KPID mengatakan dalam UU Penyiaran sudah ada pengaturan memadai mengenai tayangan bermuatan pornografi (meski penegakannya masih dipertanyakan). Yang saya ingat juga, narasumber terakhir mengaku kaget ketika ada penelpon yang menggugat UU P yang menyebut homoseksualitas sebagai penyimpangan. Dia mengatakan bahwa Sang Pencipta sendiri yang mengatakan bahwa homoseksualitas adalah penyimpangan sembari mengutip ayat-ayat Al Quran (Pak, Indonesia kan bukan negara teokrasi?! Indonesia masih negara Pancasila!). Saya hampir yakin Bapak ini ---juga mereka yang mendukung UU P--- tidak tahu atau lupa bahwa WHO tidak mengkategorikan homoseksualitas sebagai penyimpangan, bahwa ada dokumen HAM yang bernama Yogyakarta Principles... Saya jadi kangen dialog kami bersama Irshad Manji; kami diingatkan bahwa hanya DIA yang tahu mana yang benar, jadi hanya DIA yang punya hak dan ukuran untuk menilai yang benar dan tidak benar... Manusia? Ia hanya bisa berijtihad dalam keberagaman, dalam damai, dalam kewarasan... bukan untuk memaksakan 'kebenaran' yang diyakini, apalagi dengan kekuasaan dan kekerasan... Sayang prinsip dasar ini sudah roboh, juga di Senayan... (Beberapa hari lalu saya ketemu dengan seorang Profesor dari Maryland yang berkomentar soal RUU P, "Lha DPR saja punya fenomena MM ---itu yang terungkap--- kok berani-beraninya DPR membahas dan mau mengesahkan RUU P"). masih berharap Indonesia menjadi rumah kita semua... Wiji --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "Mohamad Ilmi Hussein" wrote: > > Agama adalah norma, artinya bisa dilanggar oleh pemeluknya, jadi > untuk tidak dilanggar oleh pemeluknya perlu enforcement norma itu. Singkatnya agama menjaga akhlak (betul, tapi tidak ada penjaganya), maka perlu UU adalah menjadi penjaganya. > > > > Mudah-mudahan paham. Jangan kaya orang stres gitu lah. > > > > Ilmi >
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Bahasa Indonesia Diajarkan di 45 Negara
Cerita soal BI... Mirip pengalaman Pak Bambang, saya yang baru punya segelintir sahabat dari mancanegara pun merasa bangga setiap kali mereka tahu saya berkebangsaan Indonesia serta merta mereka berusaha mengucap 'Apa kabar?' atau 'Terima kasih!' dan berusaha memakai kalimat BI yang sungguh baik dan benar. Sering jadi malu karena bahkan saya yang orang Indonesia sering tidak menunjukkan kejernihan dengan BI. Di antara teman-teman saya dikenal sebagai 'editor wanna be'. Kenangan akan almarhum Bapak Guru BI SMP saya membuat saya tidak tahan untuk nyeletuk kalau ada teman memakai BI dengan tidak benar, apalagi dalam tulisan. Yang paling sering ditemukan a.l. kerancuan di- dan di, 'waktu dan tempat kami persilahkan' (ini kesalahan ganda bukan?), 'bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk', dan juga struktur kalimat yang tidak lengkap-nalar. Saya yang terbiasa bertemu-berbicara dengan warga dusun yang bersahaja ---dan terbiasa menggunakan BI yang bersahaja juga dengan mereka--- jadi lebih mudah merasa canggung berhadapan dengan teman- teman yang mungkin merasa lebih pintar dengan mencampur-aduk BI-nya yang belum baik-benar dengan kosa kata bahasa asing (terutama Bahasa Inggris). Hanya seperti Mas Manneke bilang, kami juga sering menemukan kosa kata Bahasa Jawa yang tidak ada padanan katanya dalam BI. Untuk pengalaman ini mau tidak mau ya kami pakai kosa kata Bahasa Jawa dengan cetak miring... Namun terasa sungguh bahwa ternyata sikap bersahaja pun semakin luntur dalam berbahasa. Waktu saya membantu menyunting paper seorang teman di ISS, saya menemukan blog polisieyd. Di sana baru tahu kata memengaruhi... Salut untuk beliau ---saya tidak kenal siapa beliau--- yang masih menyediakan diri membantu membenahi sikap ber-BI. Bulan Oktober yang Bulan Bahasa sudah berlalu... Semoga tidak berarti bahwa kesadaran untuk ber-BI yang baik dan benar juga ikut berlalu untuk kemudian sebentar ditengok lagi Oktober tahun depan... :)) Salam, Wiji
Re: [Forum Pembaca KOMPAS] Polri Segera Rombak Sistem Pendidikan
Pak RT-ku hrs bayar 80 juta rupiah supaya anak tunggalnya yg pemuda lulusan STM bs jadi polisi; tetangga yg lain hrs jual sawah warisan demi menjadikan anakny seorg polisi. Di Bantul malah ada yang harus bayar 100 juta rupiah... Tapi dalam satu unjuk wicara di TVRI Yogyakarta, seorang Polwan yang diundang menjadi narasumber berkeras mengatakan tidak ada pungli di kepolisian sesudah satu pemirsa menelpon dan bilang bahwa kalau mau masuk jadi polisi harus bayar. Salam, Wiji --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, halim hd <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > benar, pak, kalou mau dengarkan, masih banyak pungli. itu sudah jadi rahasia umum, misalnya di sulsel, ada ungkapan 'angkatan 60', atau 'angkatan 80'. artinya, untuk masuk dan lulus dari spn, mesti mengeluarkan biaya sebesar 60 atau 80 juta!! > > >
Re: [Forum Pembaca KOMPAS] Ical: Lexus Saya Belum DIjual
Hanya bertanya. Kok ya beliau msh bs tertawa-tawa ketika banyak jiwa di Porong terlunta- lunta karena terjangan Lumpur Lapindo? Kok ya beliau msh bs makan dgn enak tidur dengan nyenyak ketika banyak jiwa bahkan harus kehilangan pijakan-kewarasan karena tercerabut kehidupan-penghidupannya oleh panasnya Lumpur Lapindo? Bagaimana Menkokesra KIB melihat kesejahteraan korban Lumpur Lapindo?? Pak KK, bagaimana to yg Bapak dengar-lihat? [Maaf, kok jadi Pak KK yang ditanya.. Tidak harus dijawab kok Pak...]. Salam, Wiji
[Forum Pembaca KOMPAS] Re: Kebersahajaan Presiden Iran
Teman-teman FPK-ers, Di ruang di mana iklan deras digelontorkan untuk mencuci otak audiens, semakin sulit menemukan kejernihan batas kebutuhan dan keinginan. Semakin sulit menjadi ugahari-'prasaja' (Jw : bersahaja). Msh blm lupa, bbrp minggu yang lalu Kompas dengan apik menyandingkan dua foto loker sepatu (keluarga) pejabat negara. Begitu rakyat sempat ngintip merek sepatu mereka maka dibungkuslah sepatu-sepatu itu dengan kantong plastik... Lalu di http://cabiklunik.blogspot.com/2008/10/blog-kompasiana- menulis-tanpa-editor.html ada kutipan dari Kompasiana '."pak beye nggak pede", itu karena konflik batin yang bisa jadi terjadi saat Presiden meminta semua rakyat Indonesia mencintai dan menggunakan produk dalam negeri. Mengapa? Pada saat bersamaan, salah seorang menterinya, seorang ibu menteri, justru menyandang tas Louis Vuitton. Sebuah tas yang harganya puluhan juta rupiahbukan produksi Tanggulangin atau Bogor!' Tidak gampang untuk lebih memilih kegunaan daripada merek... Seandainya para pejabat negara mau membeli dan memakai alas kaki dan tas buatan teman-teman difabel di Magetan ---misalnya--- tentu pilihan itu lebih banyak manfaatnya bagi penguatan ekonomi bangsa, bukan malah menyumbang devisa kepada negara lain dengan mengimpor alas kaki dan tas yang harganya bisa untuk beli banyak buku buat anak sekolah di kampung saya... ;) atau untuk menyediakan PMT selama sekian banyak bulan untuk balita-balita di Posyandu di Bantul yang selama ini dipenuhi susah-payah dengan swadaya warga... Salam, Wiji
[Forum Pembaca KOMPAS] Re: KEPADA PRESIDEN R.I YANG AKAN DATANG , SIAPAPUN ANDA
Aku dukung aspirasimu, Mas Fuad! Ironis memang, Indonesia dalam hal rokok pun kalah sama negara semuda Timor Leste. Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaan 63 tahun yang lalu tapi belum merdeka juga dari penjajahan nikotin, sampai penyelenggara negaranya pun tidak mampu lagi berpikir dalam kewarasan; tidak mampu merumuskan kebijakan yang melindungi hak warganya untuk sehat... Kemarin pagi Budhe saya mengeluh karena di matanya terasa ada yang mengganjal. Usut punya usut, dulu beliau pernah dibonceng oleh perokok dan 'latu' (Jw : percikan api) rokok terbang masuk ke mata. Tadi pagi juga dalam perjalanan ke kantor saya harus menegur seorang laki-laki yang mengendarai sepeda motor sambil merokok dan percikan apinya terbang ke mana-mana mengenai pengendara motor di belakangnya. Sebegitu para perokok tidak memikirkan keselamatan orang lain... Kang Widodo, salam dari Jogja! Senang ketemu Njenengan di ruang ini juga. Salam udara lebih bersih-sehat-menyegarkan tanpa asap rokok, Wiji
[Forum Pembaca KOMPAS] Re: TARGETING KIDS ....(DAN MEREKAPUN SELALU MEMBANTAH)
Salam, Eksploitasi oleh kerakusan akan profit hanya mungkin terjadi dalam ketiadaan aturan-rambu-batasan; negara kehilangan daya untuk melindungi warganya dari ancaman ---termasuk ancaman nikotin. Hal yang mirip sudah sering dan baru saja terjadi dengan dunia keuangan; kerakusan di tengah minimnya/tiadanya rambu-batasan menghasilkan eksternalitas yang menyengsarakan banyak orang. Ketika aktor negara sudah takluk, stakeholder lain ---kekuatan-kekuatan masyarakat sipil-- - semakin sulit mengoptimalkan upaya. Saya ingat tulisan Pak KM di (maaf, bkn Kompas) SP akhir Maret lalu; Negara Yang Lemah (?), juga 'Anak-anak Merokoklah' dari Kak Seto di satu momen Hari Anak Nasional . Pengalaman Indonesia sangat ironis karena ---konon--- Indonesia termasuk negara yang delegasinya getol merumuskan dokumen FCTC; namun Indonesia juga negara yang bandel dalam proses ratifikasi FCTC (lihat : http://www.fctc.org/index.php? option=com_content&view=article&id=19&Itemid=17). Sekadar cerita, bahkan ibu-ibu dusun di Gunungkidul dengan tegas mengatakan belanja rokok adalah belanja yang meningkatkan kerentanan (ya kerentanan keluarga, kerentanan masyarakat, dan juga pasti kerentanan negara-bangsa). Perlu semakin banyak sosok 'Wigan' yang keukeuh memegang prinsip... Pinjam kalimat dari teman-teman INFID, 'tidak ada pencapaian MDGs tanpa kebijakan pengendalian rokok' (hehehe, bukankah ada temuan 70% perokok Indonesia berasal dari kelompok warga miskin? Terus banyak pengalaman bapak-bapak yang mengeluhkan biaya pendidikan anak tapi tidak sayang membelanjakan duit untuk beli rokok bahkan ketika anak mengalami kurang gizi?). Hirup udara lebih segar-sehat tanpa asap rokok... Wiji
[Forum Pembaca KOMPAS] Re: RUU Pornografi, Sulut Ancam Memisahkan Diri
--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "thseto" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > hehehee bukankah di banten perna ada kejadian spt itu? > gak pernah liat berita begituan ya mas? > > wrote: > . ,mana ada faktanya perempuan pulang Jam 8 malam ditangkep > satpol PP itu skenarion ketoprak humor anda kali yah > Peristiwa salah tangkap akibat peraturan yang tidak 'legitimate' juga terjadi di Bantul; di sana ada Perda Larangan Pelacuran. Perempuan pekerja ---bukan pekerja seks komersial--- yang pulang malam pun menjadi korban penangkapan. Teman-teman Jaringan Perempuan di Yk sudah berusaha menjelaskan betapa rancangan perda itu tidak 'legitimate' dan justru membuka peluang pelanggaran HAM, namun para petinggi Bantul tidak mau dengar. Saat ini teman-teman sedang mengupayakan JR di MA. Indonesia rumah kita semua... (masihkah?) Wiji