[Forum-Pembaca-KOMPAS] Disesalkan, Iklan Rokok Tayang Siang Hari

2009-07-08 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Hari pemungutan suara sudah berlalu di banyak daerah.. Hasil hitung cepat sdh 
ramai dibicarakan... Tapi kira-kira beranikah presiden RI hasil pilpres 2009 
bertempur demi dan membela kesehatan rakyat dan generasi penerus bangsanya? 
Untuk urusan yang dikabarkan KOMPAS ini?

Yang tidak sampai hati turut menikmati menu 'pesta',
Wiji




http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/07/09/05061513/disesalkan.iklan.rokok.tayang.siang.hari
 

KESEHATAN ANAK-ANAK
Disesalkan, Iklan Rokok Tayang Siang HariKamis, 9 Juli 2009 | 05:06 WIB

Jakarta, Kompas - Komisi Penyiaran Indonesia menyesalkan adanya iklan rokok 
yang ditayangkan di televisi pada siang hari. Hal tersebut melanggar 
Undang-Undang Penyiaran, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 yang mengatur 
jam penayangan iklan rokok di televisi.

"Iklan rokok siang hari sangat kami sesalkan. KPI sudah berkirim surat ke semua 
pengelola televisi agar tayangan iklan yang berhubungan dengan merek rokok 
setelah pukul 21.30 malam," kata anggota KPI, Bimo Nugroho, di Jakarta, Rabu 
(8/7).

Bimo Nugroho menyikapi iklan "Bakti Lingkungan" dari suatu merek rokok. Iklan 
rokok tersebut ditayangkan terus-menerus beberapa kali sepanjang siang-sore 
hari, 8 Juli 2009.

"KPI tidak akan berdiam diri apabila televisi terus menyiarkan iklan berbau 
rokok pada siang hari," kata Bimo Nugroho.

KPI juga mengajak masyarakat untuk melek media serta turut mengawasi dan 
menyadari bahaya asap rokok. Bagaimanapun rokok mengganggu kesehatan dan 
lingkungan.

"Ujungnya, kita perlu mengajak masyarakat untuk kritis bahwa lingkungan yang 
sehat harus dibangun dengan kebiasaan hidup yang sehat, seperti tidak merokok 
atau meracuni orang lain, termasuk anak-anak, dengan asap rokok," ujar Bimo.

Merek rokok

Meskipun mengusung iklan yang isinya mengenai kepedulian terhadap lingkungan 
hidup, M Joni, Tim Litigasi Komisi Nasional Perlindungan Anak, tetap memandang 
tayangan itu iklan rokok karena memajang merek rokok.

"Itu bukan iklan terselubung. Ada unsur merek rokok, itu sudah terang-terangan 
beriklan. KPI harus bisa bersikap tegas sesuai dengan undang-undang," ujarnya.

M Joni menyatakan, seharusnya stasiun televisi patuh terhadap undang-undang. 
Harus ada filter, jika memang ada larangan beriklan rokok pada siang hari, 
sebaiknya iklan itu tidak ditayangkan.

"Apa yang terjadi sudah melanggar hukum dan KPI harus bertindak. KPI harus 
melakukan penegakan hukum Undang-Undang Penyiaran dan PP Nomor 19 Tahun 2003. 
Ada jam tayang yang dilanggar di sini," kata M Joni.

Komnas Perlindungan Anak, menurut M Joni, akan mendukung dan memberi apresiasi 
kepada KPI untuk melakukan penegakan hukum karena itu memang patut dilakukan.

"Ini peluang KPI untuk bertindak tegas," kata Joni. (LOK)




[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Effendi Gazali: KTP Selesaikan Masalah DPT

2009-07-06 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Padahal tidak sedikit orang yang punya lebih dari 1 KTP... 
Mendapatkan KTP pun sangat mudah..karena masih banyak birokrat yang 'asal ada 
uang, apa pun yang Anda minta kami berikan..'. Dalam pembuatan KTP, evidence 
tidak selalu berlaku. 
Benarkah KTP selesaikan masalah DPT?
Wiji



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: 70 Persen Perokok Menengah Bawah

2009-07-03 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Teman-teman FPK yb., 

Ada yang punya informasi penerbit mana yang menerbitkan buku yg diluncurkan ini?
Terima kasih!
Wiji

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "Agus Hamonangan" 
 wrote:
>
> http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/07/01/03481187/70.persen..perokok.menengah.bawah
> 
> > "Ada lingkaran setan antara merokok, kemiskinan, malanutrisi, dan 
> > kebodohan. Anak-anak juga menjadi korban. Rokok itu pintu gerbang 
> > kehancuran bangsa," kata mantan Menteri Kesehatan Prof Farid Anfasa Moeloek 
> > saat peluncuran buku berjudul Tembakau: Ancaman Global di Jakarta, Selasa 
> > (30/6).
> 
> Buku yang diterjemahkan dari karya John Crofton dan David Simpson ini 
> disunting oleh Muherman Hasan, dokter ahli paru- paru. John Crofton adalah 
> tutor dari Muherman Hasan selama 20 tahun untuk upaya pemberantasan 
> tuberkulosis (TB).
> 
> 



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: 44 Tahun KOMPAS

2009-07-02 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Selamat th baru untuk KOMPAS!
Berharap KOMPAS sungguh semakin dewasa, sungguh semakin menjadi 'kompas' bagi 
para pemangku kepentingannya, dan sanggup berkata kepada perusahaan rokok, 
"Maaf, kami tidak bisa menayangkan iklan Anda (karena antara lain kami tidak 
mau menganjurkan pembaca kami mencederai hak mereka atas standar kesehatan 
tertinggi yang mungkin mereka raih)..."

Semoga tahun baru depan tidak seperti hari ini, refleksi tahun baru perjalanan 
KOMPAS diikuti dengan tayangan iklan rokok satu halaman penuh di halaman 5 
KOMPAS cetak.

Selamat berubah mjd lebih baik!
Salam,
Wiji





[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Invitation, was Pak Godlip Pasaribu vs Pak Bungaran Simanjuntak

2009-06-30 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Ikut seneng dgn lahir-tumbuhnya persahabatan-persahabatan dalam ruang ini...:)
Pak GP-Pak BS, dan Pak Sohib-Pak MB..
Selamat bersahabat! 

VcSw



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Moderator: 5 Tahun Milis FPK

2009-06-30 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Selamat tahun baru! Semoga tahun yang semakin bermakna.. 
Terima KASIH Bung Agus dan Bung Totot.. Terima kasih untuk semua yang sudah 
berbagi.
Senang boleh ikut menikmati pencerahan dari ruang ini..

Salam dari Jalan Kaliurang km.5 Yk,
Wiji



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Perang Rokok RI-AS

2009-06-26 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Pak KM, terima kasih u pencerahan hari ini!
Sering persepsi pemangku kepentingan utama (pengambil kebijakan dan 
pereproduksi pengetahuan) keruh dan tidak mau melihat benang-benang yang 
berkelindan. 
Bagaimana seorang Duta Besar ---juga saya dengar Ibu Mari Pangestu yang 
Menteri; pasti beliau-beliau juga berpendidikan lebih dari cukup--- malah 
berencana mengadu ke WTO terkait dengan UU baru USA ini? 
Orang Jawa punya kosa kata 'keblinger', mungkin sesuai untuk menyebut kebijakan 
yang tidak bijak seperti ini. 
Seperti juga Pemda Kabupaten Bantul yang sumringah menerima berdirinya pabrik 
rokok di wilayahnya ketika murid-murid sekolah menengah di sana berikrar 
bersama untuk tidak merokok.. 

Bung Liman, itu The Insider, cerita ttg Wigan
Salah satu film yang sangat direkomendasikan untuk diperHATIkan.
Selama birokrat Indonesia masih dikuasai oleh perspektif yang dikendalikan oleh 
nalar 'rent seeking', sulit menemukan pamong yang mau sungguh menempatkan 
penghormatan-perlindungan-pemenuhan hak rakyat di atas kepentingan lain.

Salam, 
Wiji

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, liman PAP  wrote:
>
> Setuju sekali dengan tulisan KM,
> 
> Cendekiawan 2009 pilihan Kompas ini benar-benar membuka wawasan kita tentang 
> bahaya rokok dan pilihan kesehatan rakyat atau cukai buat negara yang harus 
> dikorbankan. Bukankah kita sering tidak berdaya dalam menghadapi pihak asing?
> 
> Dulu diceritakan seorang Russel Crowe dalam sebuah film yg diangkat dr kisah 
> nyata melawan industri rokok yg di antaranya terdapat perusahaan tempat 
> Russel bekerja karena 'menanamkan zat aditif' spy perokok ketagihan dan akan 
> merokok terus...
> 
> Adakah yang mau menjadi Russel atau Obama yang lebih mementingkan kesehatan 
> rakyatnya dibanding hal-hal lain??
> 
> 
> Wass,
> 
> LM 
> 
> >




Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Obama dan Kecanduan Rokok

2009-06-25 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Bersiap apa, Bung Asep?
Bersiap untuk menggadaikan kesehatan rakyat ---termasuk anak dan yang muda--- 
untuk mempertebal kantong mereka? Bersiap untuk dimiskinkan? Bersiap untuk 
semakin jauh dari kemerdekaan dan kedaulatan?
Hehehe, cuma ingin tahu...

Salam,
Wiji


--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Asep Kurniawan  wrote:
>
> Investasi dan termasuk di dalamnya belanja iklan perusahan-perusahaan rokok 
> AS akan mengucur deras ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Bersiaplah.


[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: masalah sampah sampah bekas lokasi caleg berkampanye.

2009-03-25 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Bung Ady dan Mbak Yuli, 
Berita itu di program-stasiun apa dan kapan? Saya tidak sempat lihat 
tayangannya.
Ada teman bilang itu bukan PKS tapi Demokrat. Manakah yang benar?

Perilaku parpol dan caleg selama berkampanye merupakan cerminan pilihan sikap 
mereka, juga terkait dengan sampah. Jangan-jangan mereka masih melestarikan 
perilaku NIMBY. 
Urusan sampah tidak bisa disepelekan. Saya sendiri baru tahu tentang Hari 
Peduli Sampah sesudah membaca tulisan Rm.Andang di Kompas, 21 Feb 2009 lalu. 
Masih terngiang-ngiang kata-kata ibu-ibu di Bojong tentang salah satu capres, 
"Mengurus sampah saja tidak bisa kok mau mengurus negara. Suruh datang ke 
Bojong dulu kalau berani."
Bojong, salah satu daerah yang akan di-Bantargebang-kan untuk DKI Jakarta, dan 
gagal karena penduduknya tidak sudi desa mereka menjadi tempat sampah. Akhirnya 
instalasi lengkap dengan incineratornya dipotong-potong oleh juragan dari 
Madura.

Salam dan terima kasih,
VcSw
 
 
 
 
 
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/21/00171757/ubah.perilaku.nimby 
Ubah Perilaku "Nimby"
Sabtu, 21 Februari 2009 | 00:17 WIB 
Al Andang L Binawan
Bermula dari Leuwigajah, empat tahun lalu, 21 Februari 2005. Saat itu, 143 jiwa 
melayang tertimbun sampah. Tragis dan memilukan! Agar tidak terulang di tempat 
lain, Kementerian Negara Lingkungan Hidup menetapkan tanggal 21 Februari 
sebagai Hari Peduli Sampah. Gemanya belum sungguh terasa, tetapi sebagai salah 
satu upaya, pantas terus digelindingkan.
Sasaran pokok ketetapan Kementerian Negara Lingkungan Hidup adalah seluruh 
warga masyarakat, bukan hanya Bandung dan sekitarnya. Tujuannya mengubah 
perilaku nyampah, atau biasa dikenal sebagai perilaku nimby, Not In My Back 
Yard, asal tidak di halamanku, yang ditengarai menjadi sebab penting dalam 
tragedi itu.
Sangat jelas, perilaku nimby, sebagai perilaku yang "alamiah", adalah perilaku 
tak peduli: pada sesama, pada alam, pada generasi mendatang. Hanya, perlu 
dicatat, bahwa perilaku nimby tidak hanya perilaku individu, tetapi juga 
"perilaku" yang bersifat institusional.
"Nimby personal"
Masalah sampah memang terkait erat dengan esensi sampah itu sendiri. Semakin 
modern sebuah masyarakat, semakin banyak sampahnya.
Becermin dari Jakarta, menurut data Dinas Kebersihan DKI Jakarta (2007), 
produksi sampah di DKI adalah 26.945 m>sup<3>res<>res< per hari atau kira-kira 
6.000 ton per hari. Itu terdiri dari sekitar 55 persen sampah organik dan 45 
persen sampah anorganik.
Data lain menunjukkan, 53 persen sampah adalah sampah rumah tangga. Selain itu, 
diamati pula bahwa sekitar 15,3 persen sampah di Jakarta dibuang sembarangan.
Angka pertama menunjukkan, bukan sampah industri langsung yang lebih menjadi 
sumber sampah. Kemudian, angka kedua menunjukkan betapa sikap dan perilaku 
warga yang tak peduli mempunyai andil besar dan penting dalam karut-marutnya 
pengelolaan sampah di Jakarta. Kedua data itu saling terkait, lalu menunjuk 
pada nimby personal.
Nimby personal, jika becermin di Jakarta, tampak di tempat-tempat umum yang 
pada umumnya kotor. Sungai-sungai juga tidak ada yang bersih. Juga, tak sedikit 
orang yang masih suka membuang sampah dari mobil pribadinya!
"Nimby" institusional
Data Dinas Kebersihan DKI Jakarta juga menunjukkan, di antara 45 persen sampah 
anorganik, plastik menduduki tempat kedua teratas (13,25 persen) setelah sampah 
kertas (20,57 persen). Data itu menarik karena 13,25 persen sampah plastik 
berarti sekitar 1.000 ton sampah plastik per hari diproduksi di Jakarta.
Bisa diduga, bekas kemasan plastik dari suatu produk adalah golongan sampah 
plastik terbesar. Pun, dengan mengingat bahwa mi instan adalah salah satu 
makanan favorit warga kota karena murah dan praktis, sampah plastik bungkus mi 
instan punya andil tidak kecil. Inilah wujud nimby institusional dari lembaga 
bisnis, yang bukan tidak peduli pada amdal saja, tetapi juga tidak peduli pada 
dampak kemasan produknya.
Yang kurang eksplisit dikatakan dalam data itu adalah, hingga saat ini 
pengelolaan sampah di DKI masih tradisional: dikumpulkan, lalu "dibuang" di 
Bantar Gebang, Bekasi. Ini adalah kenampakan paling nyata dari nimby 
institusional yang dilakukan pemerintah. Nimby ini adalah nimby aktif.
Ada juga nimby institusional yang bersifat pasif. Hal ini tampak ke-pasif-an 
pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana pengelolaan sampah warga, mulai 
dari tempat sampah hingga sistem pengangkutan. Dengan kata lain, sistem 
pengelolaan masih dibiarkan seadanya meski sudah mulai ada beberapa upaya di 
sana-sini.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah memang sudah 
ditandatangani Presiden dan DPR tahun lalu. Peraturan pemerintahnya belum ada 
karena sedang digodok. Hal ini menunjukkan, kepedulian struktural terhadap 
sampah baru muncul akhir-akhir ini. Ini pun bisa ditafsirkan sebagai kenampakan 
nimby institusional pasif.
Makna hari ini
Ditetapkannya 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah tentu menjadi bagian 
penting dari kampanye peduli sampah. Kegia

[Forum-Pembaca-KOMPAS] hukum Re: Merokok di Hotel, Tamu Didenda Rp 1 Juta

2009-02-27 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Pak Ajeg dan teman-teman, 
Tadi sore keliling dan nemu arsip ini. Semoga bisa menambah 
kejernihan. Maaf, teks beritanya panjang ni...

Sepakat dengan gagasan Bung Eko Kertajaya untuk "menganalisa masalah 
lebih baik kalau melihat jauh ke depan. ke depan utk hal2 yg lebih 
baik bagi peradaban. merokok, ataupun kebiasaan lain yg telah 
dinyatakan buruk. haruslah diimplementasikan dlm tindakan utk 
mendukung ke arah tersebut. orang, institusi etc sudah selayaknya 
melakukan upaya apapun.."


Salam dan terima kasih, 
Wiji
=

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0106/01/nasional/udar25.htm  

>Jumat, 1 Juni 2001

Udara Bebas Asap Rokok adalah HAM



Kompas/arbain rambey 



TEMA Hari Tanpa Tembakau Sedunia 
31 Mei 2001 kemarin adalah Second Hand Smoke, 
Let's Clear the Air, yang di Indonesia dimodifikasi menjadi "Pelihara 
Udara Bersih dan Sehat, Lindungi Mereka yang Bukan 
Perokok".Mungkinkah ini diwujudkan di Indonesia, yang masyarakatnya 
dikenal amat "bersahabat terhadap rokok"? Rasanya amat muskil, namun 
bukan sama sekali mustahil. Perlu waktu lama, upaya ekstra keras dan 
strategi yang tepat untuk mengubah persepsi masyarakat bahwa merokok 
itu memang hak asasi bagi si perokok, namun udara bersih yang tidak 
dicemari oleh asap rokok juga adalah hak asasi manusia (HAM). 
Pendapat tentang permisifnya masyarakat Indonesia terhadap rokok, 
termasuk oleh para perokok pasif, pernah dikemukakan oleh almarhum dr 
M Adhyatma MPH, ketika masih menjabat Menteri Kesehatan. Pada masa 
kepemimpinan dr Adhyatma, wilayah perkantoran Depkes ditetapkan 
sebagai daerah bebas rokok. Sayangnya belum banyak kantor-kantor 
departemen dan instansi pemerintah lain mengikuti jejak yang sama. 


Dok. Kompas
Senada dengan Adhyatma, Dr Matthew Allen, konsultan WHO dari 
Australia bulan April lalu menyatakan bahwa tingginya tingkat merokok 
dan penerimaan terhadap merokok pasif (passive smoking) merupakan 
hambatan utama dan pertama bagi penanggulangan masalah merokok di 
Indonesia. 
Allen mencatat, seusai melakukan penilaian dan survei cepat tentang 
situasi merokok di Indonesia, setidaknya masih ada tujuh hambatan 
lain bagi pengendalian rokok di Indonesia. Ketujuh hambatan itu 
adalah: 1) tak adanya pengetahuan di kalangan perokok tentang risiko 
merokok; 2) tak cukupnya pengetahuan badan-badan pemerintah dan LSM, 
yaitu tentang nilai pengendalian rokok bagi kesehatan dan 
perekonomian, serta taktik-taktik menyesatkan yang dipakai oleh 
industri rokok; 3) tidak adanya komitmen oleh para politisi dan 
departemen pemerintah; 4) adanya kerancuan wewenang Badan Pengawasan 
Obat dan Makanan (POM) dan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan 
Sosial; 5) kuatnya sektor industri rokok; 6) desentralisasi dan tak 
adanya kerangka kerja di daerah untuk mengimplementasikan perangkat 
pengendalian rokok; dan 7) tak adanya dana untuk membuat kampanye 
tandingan dan program pengendalian rokok lainnya. 
"Saya tidak percaya bahwa situasi ekonomi Indonesia harus menjadi 
salah satu hambatan bagi pengendalian rokok, kecuali bagi kurangnya 
dana untuk membiayai promosi kesehatan dan pelayanan-pelayanan 
lainnya. Ada banyak hal yang dapat dilakukan tanpa butuh dana!" kata 
Matthew Allen. 
Sayangnya pendapatnya ini kurang dipahami oleh aparat di Departemen 
Pendidikan Nasional yang malah menerima sejumlah beberapa puluh juta 
rupiah dari Gabungan Pengusaha Rokok Kretek Indonesia (Gaprindo) 
untuk menyelenggarakan kampanye antirokok di kalangan pelajar, di 
antaranya untuk lomba poster. Allen menyatakan, hendaknya tawaran 
kerja sama dari kalangan industri rokok sama sekali tidak diladeni, 
karena mereka pasti mempunyai agenda tersembunyi. 
Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Susan Loo, konsultan promosi 
kesehatan WHO. "Susahnya, Depdiknas malah meminta WHO mengganti dana 
yang mereka terima dari Gaprindo jika memang mereka tak boleh 
menerima dana seperti itu," kata Susan Loo. 
***
PROMOSI kesehatan dan pendidikan tentang pengendalian rokok di 
kalangan remaja, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya, 
memang sering terkendala oleh tak adanya dana dan masih lemahnya 
jejaring di kalangan LSM anti-rokok. 
Hal ini dikeluhkan oleh Ny Rennie Singgih, Ketua Umum Lembaga 
Menanggulangi Masalah Merokok (LM3). Sementara industri rokok justru 
seolah memiliki dana tak terbatas untuk membujuk dan merayu para 
calon perokok muda lewat iklan dan promosi mereka dengan role models 
para bintang sinetron yang populer atau dengan acara-acara seronok 
seperti yang pernah dilakukan oleh rokok Pall Mall di berbagai kota 
di Indonesia. 
Lihat saja penuturan RTS Masli, Ketua Umum Persatuan Perusahaan 
Periklanan Indonesia (P3I) dalam seminar "Peran Aktif Media Massa 
dalam Penanggulangan Masalah Rokok untuk Melindungi Perokok Pasif" di 
Jakarta, 23 Mei 2001. Belanja iklan rokok tahun 1995 hingga 2000 
terus menunjukkan pertumbuhan, terutama untuk iklan televisi. 
Tahun 1995 hanya Rp 99 milyar (2,9 pers

[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Merokok di Hotel, Tamu Didenda Rp 1 Juta

2009-02-25 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Teman-teman yb., 

Dalam satu event, kami berlima belas dari lima belas negara 
menggambarkan satu dahan yang mendeskripsikan kontribusi dunia bisnis 
terhadap pembentukan budaya HAM (human rights culture). Salah satu 
temuan atas yang bisa dilakukan entitas bisnis ternyata adalah 
mengintegrasikan HAM dalam operasional (sejak inisiasi gagasan produk, 
produksi, distribusi, hingga pengelolaan limbah pasca konsumsi) entitas 
bisnis; terkait dengan seluruh stakeholder. Sesuatu yang ideal, 
terlihat mustahil, namun tetap harus diupayakan. 
Dan menurut saya yang awam ini, sebagaimana kata Bung Kiki, upaya 
Surabaya Plaza ini adalah satu upaya untuk turut menghormati, 
melindungi, dan memenuhi hak setiap orang untuk menikmati standar 
tertinggi yang bisa dicapai atas kesehatan fisik dan mental, salah satu 
hak yang turut membentuk HAM. Kewajiban ini yang bahkan sering 
diabaikan oleh negara. 

cmiiw,
Salam sehat,
Wiji

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Kiki Soewarso 
 wrote:
>
>  Mereka mementingkan kesehatan karyawan dan pelanggannya 
dalam jangka panjang. Mereka juga percaya asap rokok memberi dampak 
buruk pada kesegaran aroma produk mereka. Apakah aturan yang sangat 
positif ini harus dilawan!? 
> 
> PERDA diperlukan untuk melindungi kesehatan non-perokok dan untuk 
mereka yang tidak peduli kesehatan masyarakat!!  
> 
> 
> -ks-




[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re:hukum Re: Merokok di Hotel, Tamu Didenda Rp 1 Juta

2009-02-25 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Sepakat, Bung Adi!
:)

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "adi.nugroho" 
 wrote:
>
> Sebaliknya buat saya, Surabaya Plaza Hotel jadi referensi yang baik 
dan
> sehat untuk menginap kalo saya sekeluarga pergi ke Surabaya.
> 
> Tanpa asap rokok  aman buat saya, istri dan anak-anak saya kelak
>  Hmmm pokoke segar ...
> 
>  
> 
> Untuk Surabaya Plasa Hotel, konsistenlah, maka anda akan dihargai.
> 
>  
> 
> Adi Nugroho




[Forum-Pembaca-KOMPAS] hukum Re: Merokok di Hotel, Tamu Didenda Rp 1 Juta

2009-02-13 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Bung Ajeg,

Ini pikiran awam saja. Singapura yang tidak permisif dan tetep keukeuh
dengan prinsip ternyata tetep dikunjungi banyak turis...
Yang ini bukan analogi yang pas, tapi miriplah. Dulu upah buruh murah
selalu dipakai sebagai penarik PMA, nyatanya 'keunggulan' itu tidak
awet. Kenapa? Karena pada saat yang sama 'keunggulan' itu adalah
pelanggaran atas hak buruh.
Yang menghargai nilai-nilai kehidupan lebih awet daripada yang
mengabaikannya...

cmiiw,
Salam,
Wiji

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, ajegile 
wrote:
>
>
> > Kalau metode membabibuta ala hotel di Surabaya itu ternyata efektif
(termasuk dalam mengumpulkan denda), bolehlah ditiru hotel-hotel
lainnya. Tentu, kita berharap semua hotel itu konsisten membabibuta
juga terhadap tamu-tamu asing. Nanti kita lihat dampaknya bagi industri
pariwisata.
>
> ajeg=




[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Franz Magnis: Ekonomi Harus Beretika

2009-02-12 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Teman-teman yb., 

Orang Jawa punya prinsip 'urip samadya', hidup secukupnya, juga 
sebagai makhluk ekonomi. 
Tapi di hadapan naluri modal, prinsip ini lebih sering dikalahkan. 
Manusia dipacu untuk menghasilkan profit sebanyak-banyaknya, 
memproduksi sebanyak-banyaknya, menjual sebanyak-banyaknya, 
mengkonsumsi sebanyak-banyaknya, dan akhirnya membuang limbah semakin 
banyak juga. Sering proses ini dilakukan dengan dengan mengabaikan 
HAM dan lingkungan.
Ada tantangan besar untuk menjadi produsen, distributor, dan konsumen 
yang bening-beretika; di sektor riil dan juga di sektor 'yang tidak 
riil'. 
Saya masih ingat betul bagaimana satu artikel di Kompas bicara 
tentang eksternalitas dalam Kasus Lumpur Lapindo. Etika tidak eksis 
lagi dalam proses produksi itu.

Satu pertanyaan yg blm saya temukan jawabannya; apa kaitan 
antara 'good' (baik) dengan 'goods' (barang dagangan?)?

cmiiw,
Salam, 
Wiji





[F-P-K] Re: Merokok di Hotel, Tamu Didenda Rp 1 Juta

2009-02-09 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Bu Evi dan teman-teman yb., 

Bukannya hak yang melekat pada manusia sejak manusia lahir ---bahkan 
sejak manusia berupa janin (bungkus rokok juga bilang gitu...:))--- 
adalah hak atas kesehatan dan lingkungan yang sehat? Sependek 
pengetahuan saya, hak itu yang ada bukan hak untuk meracuni tubuh 
sendiri... 
Kalau soal 'sejauh dia tidak memaksa pihak lain teracuni, baik secara 
sengaja maupun tidak, akibat kepulan asap rokoknya!', mungkin kata-
kata Salim arek Suroboyo di t-shirt biru muda yang sekarang sedang 
saya pakai bisa jadi cermin, 'Katanya sih rokok itu nikmatnya minta 
ampun, tapi gue heran aja...kok asap rokok lo gak ditelan aja 
sekalian biar orang lain gak ikut kena asep rokok lo?' [Beberapa 
teman saya yang perokok dan membaca tulisan itu tersenyum kecut 
sambil membujuk supaya t-shirt itu bisa menjadi hibah untuk mereka... 
hehehe...].

Masak orang peduli pada hak setiap orang/orang lain atas kesehatan 
dan lingkungan yang sehat disebut terlalu dungu to, Bu? :)

Kabar lain, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sedang 
merealisasikan pembangunan fasilitas ruang khusus merokok di sejumlah 
tempat strategis sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 
2007 tentang pengendalian pencemaran udara. Pengadaan fasilitas yang 
sangat mahal kata seorang teman (untuk mengakomodasi ---pinjam 
istilah Bu Evi--- 'hak untuk meracuni diri sendiri'); Rp 831 juta 
untuk 14 unit...

cmiiw,
Wiji

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, bamboopinetr...@... 
wrote:
>
> Setuju, Perokok memiliki hak u/meracuni tubuhnya sendiri sejauh dia 
tidak 'memaksa' pihak lain teracuni, baik secara sengaja maupun 
tidak, akibat kepulan asap rokoknya!  Pihak hotel tersebut terlalu 
dungu menerapkan aturan tsb.  



[F-P-K] Re: baliho dengan penyangga dari bambu

2009-02-08 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Kemarin waktu jalan ke Pacitan, kami lihat baliho berpenyangga bambu 
milik salah satu calon yang tulisannya berbunyi "Sama-sama sepupu, sama-
sama maju".
Kata teman saya, sang calon adalah sepupu Edhie Baskoro Yudhoyono.
Kebutuhan akan suara terbanyak membuat caleg-caleg menonjolkan hal-hal 
yang tidak ada hubungannya dengan kompetensi. 
Sepupu? :p Kata orang Jawa, "Njur ngapa?"

Salam,
Wiji

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Bambang Sulistomo 
 wrote:
>
> om totot,
> saya kan baru pulang dari medan,
> ada cerita benar yang bisa membuat kita ketawa geli,




[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Dilarang Berpakain Transparan (bagi perempuan)

2009-02-03 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Mas Toyo dan teman-teman yb., 
Memang memprihatinkan, apalagi masih banyak sekali kebijakan publik 
yang berwarna diskriminatif seperti itu. 
Jadi ingat peribahasa yang didengar waktu SD, 'buruk muka cermin 
dibelah'... Yang bermasalah isi kepala yang melihat (laki-laki?) yang 
diakomodasi oleh para pembuat perda itu, subyek (yang diperlakukan 
sebagai obyek) yang dilihat (di sini ya perempuan) yang dilarang-
larang... :(
Kacau betul ketika pengambil kebijakan tidak punya perspektif keadilan, 
tidak mengerti HAM,... mereka hanya akan menjadi kekuatan pelestari 
ketidakadilan..

Salam,
Wiji



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: JAVA JAZZ, Digelar tanpa sponsor rokok

2009-02-03 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Salut untuk perubahan ini! Selamat berkarya!
Senang menerima kabar upaya mewujudkan apresiasi seni yang tidak lagi 
direcoki oleh intensi industri rokok melanggengkan penetrasinya.
Selayaknyalah apresiasi seni dan segala proses yang terkait dengannya 
sungguh semakin menyehatkan jiwa-raga... :)

Salam, 
Wiji 
(sambil mengenang sepanjang St Chaterine di malam pembukaan Festival 
Jazz Internasional 2008...)



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Setan Itu Bernama Rokok

2009-02-03 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Bung Agus, 

Mungkin ada baiknya ---ini sudah beberapa kali saya sampaikan--- 
ditilik lagi semua lembar fakta yang dimuat di www.fctc.org. Pak 
Deddy Mansyur juga pernah mengutip data dari http://www.inforese 
archlab.com/ smokingdeaths. chtml.

Seandainya saja rokok adalah sekadar rokok yang tidak berkaitan 
dengan pengaruh buruk pada banyak aspek kehidupan termasuk hak asasi 
manusia atas kesehatan (lagi, bdk. dengan pasal 12 Kovenan Hak 
EKOSOB)...
 
Penegakan hukum? Undang-undang no 11/2005 tentang Ratifikasi Kovenan 
Hak EKOSOB tidak ditegakkan di sini. Teman-teman yang mengawal bisa 
menjelaskan mengapa RUU tentang pengendalian rokok begitu lambat 
bahkan hanya untuk masuk PROLEGNAS..
Harkat hidup? Silakan tilik kaitan rokok dan pemiskinan, kaitan rokok 
dengan penghargaan atas karunia kehidupan lengkap dengan kesehatan..

Teman saya yang pemerhati hak anak mengatakan di antara karakter anak 
yang belum dewasa adalah belum sadar akan hak-kewajiban dan belum 
sepenuhnya mampu memilih secara bertanggung jawab (kadang bahkan 
justru membahayakan diri sendiri dan orang di sekitarnya) sehingga 
masih memerlukan asistensi individu yang lebih dewasa :) Benarkah 
begitu?

Salam dan terima kasih, 
Wiji

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Yohannes Baptista 
Agusnugroho  wrote:
>
> Saya orang baru, lagi pengen mengomentari.
> 
> Sekarang kok banyak salah kaprah. Rokok dituding sebagai pembunuh, 
dengan alasan pencemaran udara. 
> Pada prinsipnya, rokok adalah pilihan. . 
Tapi, kalau orang sudah bisa memilih dan dewasa, kok 
masih mau diperlakukan seperti anak-anak juga? Lagian, mending coba 
ngurusin hal lain yang lebih penting, misalnya seperti penegakan 
hukum, korupsi, good government, dan hal-hal lain yang menyangkut 
harkat hidup orang banyak, daripada ngurusin rokok. 
> 
>  Y.B. Agusnugroho
> +62 813 852 88987
> 




[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Dikecam, Promosi Rokok Tak Beretika (Kps 22 Jan 2009)

2009-01-28 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
 merokok di pesantren itu sangat biasa, merokoknya juga 
bareng2 sama Pak KYAI..

Bung Awang, 'dilakukan bareng-bareng Pak Kiai' tidak lantas membuat 
kebiasaan merokok berubah menjadi kebiasaan baik yang perlu 
dipertahankan to? :) Pak Kiai toh juga manusia (bdk.diskusi FPK ttg 
Benedictus XVI dan seruannya ttg homoseksualitas..), tidak bisa kata-
sikapnya diikuti mentah-mentah..

Mas Fuad, saya juga pernah mendapatkan forward gambar-gambar perempuan 
sebagai 'media' promosi rokok di Eropa itu. Prihatin juga.

Terlalu jauh mungkin kalau bicara moral terkait dengan rokok. Lha wong 
mengupayakan yang lebih baik untuk diri sendiri tidak mampu, bagaimana  
industri rokok dan perokok (yang jadi korbannya) mau diminta untuk 
mengupayakan yang lebih baik untuk sesama-lingkungan? 

Negara jelas absen dalam perlindungan hak warganya atas kesehatan, 
absen dalam melindungi warganya ---terutama anak-anak dan generasi muda-
-- dari ancaman bahaya rokok. 
Saya baru saja ketemu dengan teman-teman di Jabodetabek yang juga ramai 
bicara tentang fatwa MUI ttg haramnya rokok. Mereka cerita ttg anak-
anak SMP yang biasa nongkrong menjelang dan sesudah sekolah, sambil 
tenggelam dalam keasyikan merokok... Mengenaskan...

Tanpa fatwa haram pun (Indonesia yang religius tidak perlu fatwa 
bukan?), orang bernalar bening tidak akan merokok. Lha janin ---saya 
pernah dengar, ia makhluk yang paling fitri (?)---saja tidak 
menoleransi asap rokok untuk mengoptimalkan pertumbuhannya... Bisakah 
dimaknai merokok tidak sejalan dengan fitrah manusia?
Jadi panjang Yang jelas, riset-studi menunjukkan merokok 
berkontribusi pada kerusakan kesehatan, ia juga memiskinkan... Kurang 
alasan apalagi untuk mengendalikan produksi-peredaran-konsumsinya? 
Negara yang punya kewenangan untuk itu.

salam, 
Wiji



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Pesan Natal, Paus: Selamatkan Umat Manusia dari Homoseksualitas

2009-01-16 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Sekadar sharing, 
Saya masih yakin bahwa setiap manusia dikaruniai akal budi untuk 
kritis memilah-memilih yang lebih baik untuk mengaktualisasikan 
keimanannya.. 
Mungkin ini bukan urun rembug yang pas-mencerahkan. Tapi mendengar-
membaca pesan ini sejak awal membuat saya makin mengingat kembali 
frase `to feel - to learn - to remember' yang tertulis dalam nyala 
lampu di pintu Montreal Holocaust Museum. Ellie, salah seorang 
survivor Holocaust yang memandu kami menyusuri setiap bagian museum, 
berpesan kepada kami untuk mencegah `holocaust-holocaust yang lain'. 
Bagaimana melakukan itu? Dengan mengapresiasi setiap perbedaan dalam 
kehidupan manusia, dengan tidak menoleransi benih penghakiman pada 
sesama manusia berdasarkan perbedaan, sejak dari lingkup hidup yang 
terdekat-terjangkau. Salah satu bagian awal sejarah Holocaust yang 
dikisahkannya adalah penonjolan perbedaan fisik antara orang ras Aria 
dan orang Yahudi. 

Saya juga ingat sahabat saya, seorang doktor hukum lingkungan Armenia 
yang gay. Armenia di mana---kata sahabat Armenia saya--- hampir di 
setiap 10 meter jalan berdiri sebuah gereja. Sahabat saya ---yang 
bahkan setiap melihat tanda salib dalam jangkauan pandangan matanya 
seketika membuat tanda salib juga--- mengatakan sungguh sulit hidup 
sebagai seorang gay di Armenia yang religius. Saya yang Katolik awam 
dan tidak punya kompetensi berfilsafat-teologi ---boleh saya 
analogikan dengan pengakuan Irshad Manji yang mengaku tidak punya 
kompetensi berijtihad formal?--- hanya bisa bilang bahwa saya yakin 
cintaNYA dalam-luas-tinggi melampaui kekuatan akal kami; satu-satunya 
tugas yang perlu dia dan saya lakukan adalah membagi-meneruskan cinta 
tak bersyarat itu juga dengan tanpa syarat kepada sesama. Ya, kira-
kira seperti gagasan penulis skenario PAY IT FORWARD... Sahabat 
Armenia saya bilang, belum pernah ada orang Katolik yang bicara 
seperti saya bicara kepadanya... Ya mungkin saja karena saya 
adalah `domba yang hilang' ;) sehingga saya bisa bilang seperti itu 
kepada sahabat saya... Tapi, alangkah gembira saya melihat raut 
mukanya menjadi berseri-seri optimis...
Dan yang masih saya ingat juga, bendera yang dipilih mewakili bahasa 
komunitas LGBT sedunia adalah bendera pelangi; pelangi yang konon 
adalah isyarat perdamaianNYA dengan manusia. 
CMIIW, terima kasih..

Salam damai dalam keberagaman, 
Wiji --- anak Yogyakarta yang sempat merasa malu karena mendengar-
tahu tentang Yogyakarta Principles untuk pertama kali justru ketika 
berada jauh dari kampung halaman




[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: 2007, Kekerasan terhadap Istri Capai 17.772 Kasus /

2009-01-16 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
tahun 2007 angka kasus kekerasan terhadap istri mencapai 17.772 
kasus. Padahal pada tahun 2006 kekerasan terhadap istri hanya 1.348 
kasus. ...

Ini pun baru yang dilaporkan, dalam setahun menjadi lebih 13 kali 
lipat. Adakah ini juga fenomena gunung es? 
Satu lagi bukti bahwa affirmative action untuk pemenuhan keadilan 
gender masih diperlukan di Indonesia. Sayangnya, kebutuhan affirmative 
action untuk keadilan gender di ranah politik malah sudah diabaikan.

CMIIW..
Salam, 
Wiji



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Perlu Dicari Titik Temu Kasus Rokok

2009-01-15 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Teman-teman yb., 

Berdasarkan kepatutan dan juga norma yang diterima secara 
internasional, negara-lah yang memiliki kewajiban melindungi hak asasi 
warga negaranya, termasuk hak warga negaranya atas kesehatan. 
Sepatutnya juga negara membangun sistem sedemikian rupa untuk 
meminimalkan ruang perusakan kesehatan warganya. Dalam hal ini ya 
dengan mengendalikan peredaran rokok. 
Tapi kalau aparatus negara sudah terbeli oleh industri rokok? Mereka 
masih saja tidak bisa mengerti makna 'biaya nasional yang dikeluarkan 
untuk menanggulangi masalah terkait rokok tahun 2005 besarnya 5,1 kali 
lipat pendapatan cukai rokok'. Mereka masih saja mengorbankan kesehatan 
rakyat untuk pendapatan semu..

Sepatutnya juga, pers bisa memilih untuk berpihak pada penegakan hak 
atas kesehatan, bukan malah 'mengail di air keruh' dengan mengambil 
pendapatan dari iklan rokok dan mengabaikan pendidikan pembacanya. 
Kalau untuk KOMPAS ya sepatutnya kira-kira sesuai 'amanat hati nurani 
rakyat'. Apa iya nurani rakyat mau merusak kesehatannya sendiri? 

Salam, 
Wiji





[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Nekat Membunuh Karena Ingin Merokok

2009-01-15 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "NA NA"  
wrote:
>
> Mengenaskan sekali.  Hanya gara2 tidak bisa merokok, nyawa orang jadi
> melayang.
> 
> 
> Lily


 
Iya, Mbak Lily, bisa-bisanya nyawa seorang manusia tidak lebih berharga 
daripada sebungkus atau sebatang rokok... 
:(

Wiji



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Iklan PNPM berlebihan

2009-01-08 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Rekan FPK yb., 

Kamis pagi-siang saya mengikuti satu forum belajar perempuan desa di 
salah satu lereng pegunungan yang mengelilingi Kota Pacitan. 
Sekretaris desa yang seorang perempuan ngudhar rasa tentang PNPM. 
Salah satu dusun dari empat dusun yang ada belum mendapatkan aliran 
listrik. Fasilitator PNPM mengatakan dengan yakin kebutuhan listrik 
ini bisa dipenuhi oleh PNPM, maka dimasukkanlah kebutuhan itu dalam 
usulan ke PNPM, menjadi prioritas di desa ---usulan kebutuhan lain 
ditinggal--- dan dibawa ke kecamatan. Ternyata hitung-hitungan yang 
ada di PNPM menyatakan kebutuhan listrik itu tidak bisa dipenuhi oleh 
PNPM. Karena perencanaan untuk PNPM tidak terintegrasi dengan 
perencanaan organik di MUSRENBANG jadilah warga dusun itu 'mondar-
mandir' dalam ketidakpastian antara perencanaan PNPM dan MUSRENBANG.  
Sang Sekdes juga mengatakan tentang SPP ---simpan pinjam perempuan--- 
yang dananya dari PNPM, prosedurnya rumit, bunganya tinggi, dan tidak 
bisa langsung dikembangkan-digulirkan kepada warga penerima manfaat 
lain... "Itu juga hutang..." :(
Di satu dusun di kabupaten lain, dana PNPM dibagi-bagi kepada warga 
yang hadir.. :((

Ada pertanyaan lain dari seorang ibu, "Desa kami tidak pernah diurusi 
kebersihan-keindahan-ketertiban kok kami diminta membayar retribusi 
kebersihan-keindahan-ketertiban?"

Salam, 
Wijiyati



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: JANGAN PILIH PRESIDEN YANG PRO INDUSTRI ROKOK

2008-11-30 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Teman-teman yb.,

Tidak ada cukup alasan untuk tidak membatasi konsumsi rokok. Manfaat 
apa yang dibawa oleh rokok? Di Kompas 25 Nov lalu juga disajikan 
fakta bahwa tembakau tidak menyejahterakan petani yang menanamnya, 
akumulasi rente hanya dinikmati oleh industrialis rokok karena buruh 
pabrik rokok pun tetap saja miskin. 
Dalih bahwa rokok memberikan pemasukan berupa cukai bagi negara harus 
disandingkan dengan besaran biaya kesehatan yang yang dikeluarkan 
untuk menanggulangi masalah kesehatan akibat merokok. Ada pula 
sharing ibu-ibu di Kulonprogo bahwa kebiasaan merokok memicu KDRT. 
Tapi tetap saja pengambil kebijakan bebal tidak mau melihat 
kenyataan. 
Bulan Desember ini 60 tahun UDHR yang juga mencakup hak atas 
kesehatan; tapi dalam pengalaman Indonesia, negara yang berkewajiban 
melindungi hak warganya tidak berdaya melindungi warga dan hak atas 
kesehatannya dari ancaman rokok. 

Tidak ada satu pun presiden Indonesia yang peduli pada kesehatan 
rakyat dan generasi penerus Indonesia yang terancam oleh rokok. Tidak 
juga SBY yang hobi nyanyi bahkan ketika rakyat Porong bergulat dalam 
udara beracun dan terjangan lumpur. Lihat saja banner di Bandara 
Soetta soal PHBS lengkap dengan foto Ibu Negara dan Menkes, tidak 
dicantumkan 'tidak merokok' di sana...

Soal rokok dan pemuka agama, bukannya mereka para pemuka agama biasa 
mengharamkan yang tidak mereka sukai? Kalau yang mereka sukai mah 
sulit untuk difatwakan haram, hehehehe... Ingat 'Tuhan 9cm'nya Taufik 
Ismail? Seperti itulah...

Salam udara bersih-segar-menyehatkan tanpa asap rokok, 
Wiji



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: amerika hebat

2008-11-04 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Indonesia dan USA sama-sama punya semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 
Sayangnya ketika USA mau berubah untuk sungguh mewujudkan semboyan itu, 
Indonesia justru mundur dan mengkhianati kebhinnekaan dengan 
mengesahkan UU P. 
Hari ini tulisan GKR Hemas mengenai UU P muncul di Kompas, di hari 
kemenangan Obama.

Salut untuk Obama! Selamat bekerja mewujudkan harapan!
Semoga perubahan ini sungguh membawa perubahan baik untuk dunia.

salam damai dalam keberagaman,
Wiji



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Dukung UU Pornografi atas nama agama?

2008-11-03 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Tadi malam RBTV Yogyakarta menghadirkan unjuk wicara dengan narasumber 
seorang perempuan doktor  dari KPID (saya lupa namanya, yang saya ingat 
beliau mengatakan "...saya bahkan belum tahu versi mana RUU yang 
disahkan... belum juga bisa men-down load UU itu..."), Damairia 
Pakpahan, dan juga seorang narasumber laki-laki yang saya tidak tahu 
dari lembaga mana, yang jelas sang narasumber terakhir ini mewakili 
pihak pro UU P. 
Yang saya ingat juga, Ibu dari KPID mengatakan dalam UU Penyiaran sudah 
ada pengaturan memadai mengenai tayangan bermuatan pornografi (meski 
penegakannya masih dipertanyakan). 
Yang saya ingat juga, narasumber terakhir mengaku kaget ketika ada 
penelpon yang menggugat UU P yang menyebut homoseksualitas sebagai 
penyimpangan. Dia mengatakan bahwa Sang Pencipta sendiri yang 
mengatakan bahwa homoseksualitas adalah penyimpangan sembari mengutip 
ayat-ayat Al Quran (Pak, Indonesia kan bukan negara teokrasi?! 
Indonesia masih negara Pancasila!). 
Saya hampir yakin Bapak ini ---juga mereka yang mendukung UU P--- tidak 
tahu atau lupa bahwa WHO tidak mengkategorikan homoseksualitas sebagai 
penyimpangan, bahwa ada dokumen HAM yang bernama Yogyakarta 
Principles... 
Saya jadi kangen dialog kami bersama Irshad Manji; kami diingatkan 
bahwa hanya DIA yang tahu mana yang benar, jadi hanya DIA yang punya 
hak dan ukuran untuk menilai yang benar dan tidak benar... 
Manusia? Ia hanya bisa berijtihad dalam keberagaman, dalam damai, dalam 
kewarasan... bukan untuk memaksakan 'kebenaran' yang diyakini, apalagi 
dengan kekuasaan dan kekerasan...
Sayang prinsip dasar ini sudah roboh, juga di Senayan... 
(Beberapa hari lalu saya ketemu dengan seorang Profesor dari Maryland 
yang berkomentar soal RUU P, "Lha DPR saja punya fenomena MM ---itu 
yang terungkap--- kok berani-beraninya DPR membahas dan mau mengesahkan 
RUU P").

masih berharap Indonesia menjadi rumah kita semua...
Wiji

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "Mohamad Ilmi
Hussein"  wrote:
>
> Agama adalah norma, artinya bisa dilanggar oleh pemeluknya, jadi
> untuk tidak dilanggar oleh pemeluknya perlu enforcement norma itu. 
Singkatnya agama menjaga akhlak (betul, tapi tidak ada penjaganya), 
maka perlu UU adalah menjadi penjaganya.
> >
> > Mudah-mudahan paham. Jangan kaya orang stres gitu lah.
> >
> > Ilmi
>




[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Bahasa Indonesia Diajarkan di 45 Negara

2008-11-03 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Cerita soal BI... 
Mirip pengalaman Pak Bambang, saya yang baru punya segelintir sahabat 
dari mancanegara pun merasa bangga setiap kali mereka tahu saya 
berkebangsaan Indonesia serta merta mereka berusaha mengucap 'Apa 
kabar?' atau 'Terima kasih!' dan berusaha memakai kalimat BI yang 
sungguh baik dan benar. Sering jadi malu karena bahkan saya yang 
orang Indonesia sering tidak menunjukkan kejernihan dengan BI. 
Di antara teman-teman saya dikenal sebagai 'editor wanna be'. 
Kenangan akan almarhum Bapak Guru BI SMP saya membuat saya tidak 
tahan untuk nyeletuk kalau ada teman memakai BI dengan tidak benar, 
apalagi dalam tulisan. Yang paling sering ditemukan a.l. kerancuan di-
 dan di, 'waktu dan tempat kami persilahkan' (ini kesalahan ganda 
bukan?), 'bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk', dan juga 
struktur kalimat yang tidak lengkap-nalar.
Saya yang terbiasa bertemu-berbicara dengan warga dusun yang 
bersahaja ---dan terbiasa menggunakan BI yang bersahaja juga dengan 
mereka--- jadi lebih mudah merasa canggung berhadapan dengan teman-
teman yang mungkin merasa lebih pintar dengan mencampur-aduk BI-nya 
yang belum baik-benar dengan kosa kata bahasa asing (terutama Bahasa 
Inggris). Hanya seperti Mas Manneke  bilang, kami juga sering 
menemukan kosa kata Bahasa Jawa yang tidak ada padanan katanya dalam 
BI. Untuk pengalaman ini mau tidak mau ya kami pakai kosa kata Bahasa 
Jawa dengan cetak miring... Namun terasa sungguh bahwa ternyata sikap 
bersahaja pun semakin luntur dalam berbahasa.
Waktu saya membantu menyunting paper seorang teman di ISS, saya 
menemukan blog polisieyd. Di sana baru tahu kata memengaruhi... Salut 
untuk beliau ---saya tidak kenal siapa beliau--- yang masih 
menyediakan diri membantu membenahi sikap ber-BI.
Bulan Oktober yang Bulan Bahasa sudah berlalu... Semoga tidak berarti 
bahwa kesadaran untuk ber-BI yang baik dan benar juga ikut berlalu 
untuk kemudian sebentar ditengok lagi Oktober tahun depan... :))

Salam, Wiji



Re: [Forum Pembaca KOMPAS] Polri Segera Rombak Sistem Pendidikan

2008-10-12 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati

Pak RT-ku hrs bayar 80 juta rupiah supaya anak tunggalnya yg pemuda 
lulusan STM bs jadi polisi; tetangga yg lain hrs jual sawah warisan 
demi menjadikan anakny seorg polisi. Di Bantul malah ada yang harus 
bayar 100 juta rupiah... 
Tapi dalam satu unjuk wicara di TVRI Yogyakarta, seorang Polwan yang 
diundang menjadi narasumber berkeras mengatakan tidak ada pungli di 
kepolisian sesudah satu pemirsa menelpon dan bilang bahwa kalau mau 
masuk jadi polisi harus bayar. 

Salam,
Wiji

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, halim hd <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> benar, pak, kalou mau dengarkan, masih banyak pungli. itu sudah 
jadi rahasia umum, misalnya di sulsel, ada ungkapan 'angkatan 60', 
atau 'angkatan 80'. artinya, untuk masuk dan lulus dari spn, mesti 
mengeluarkan biaya sebesar 60 atau 80 juta!! 
> 
> 
> 



Re: [Forum Pembaca KOMPAS] Ical: Lexus Saya Belum DIjual

2008-10-11 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Hanya bertanya. 
Kok ya beliau msh bs tertawa-tawa ketika banyak jiwa di Porong terlunta-
lunta karena terjangan Lumpur Lapindo? 
Kok ya beliau msh bs makan dgn enak tidur dengan nyenyak ketika banyak 
jiwa bahkan harus kehilangan pijakan-kewarasan karena tercerabut 
kehidupan-penghidupannya oleh panasnya Lumpur Lapindo?
Bagaimana Menkokesra KIB melihat kesejahteraan korban Lumpur Lapindo??

Pak KK, bagaimana to yg Bapak dengar-lihat? 
[Maaf, kok jadi Pak KK yang ditanya.. Tidak harus dijawab kok Pak...].

Salam, 
Wiji



[Forum Pembaca KOMPAS] Re: Kebersahajaan Presiden Iran

2008-10-11 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Teman-teman FPK-ers, 

Di ruang di mana iklan deras digelontorkan untuk mencuci otak 
audiens, semakin sulit menemukan kejernihan batas kebutuhan dan 
keinginan. 
Semakin sulit menjadi ugahari-'prasaja' (Jw : bersahaja). 

Msh blm lupa, bbrp minggu yang lalu Kompas dengan apik menyandingkan 
dua foto loker sepatu (keluarga) pejabat negara. Begitu rakyat sempat 
ngintip merek sepatu mereka maka dibungkuslah sepatu-sepatu itu 
dengan kantong plastik... 
Lalu di http://cabiklunik.blogspot.com/2008/10/blog-kompasiana-
menulis-tanpa-editor.html ada kutipan dari Kompasiana '."pak beye 
nggak pede", itu karena konflik batin yang bisa jadi terjadi saat 
Presiden meminta semua rakyat Indonesia mencintai dan menggunakan 
produk dalam negeri. Mengapa? Pada saat bersamaan, salah seorang 
menterinya, seorang ibu menteri, justru menyandang tas Louis Vuitton. 
Sebuah tas yang harganya puluhan juta rupiah—bukan produksi 
Tanggulangin atau Bogor!'

Tidak gampang untuk lebih memilih kegunaan daripada merek... 
Seandainya para pejabat negara mau membeli dan memakai alas kaki dan 
tas buatan teman-teman difabel di Magetan ---misalnya--- tentu 
pilihan itu lebih banyak manfaatnya bagi penguatan ekonomi bangsa, 
bukan malah menyumbang devisa kepada negara lain dengan mengimpor 
alas kaki dan tas yang harganya bisa untuk beli banyak buku buat anak 
sekolah di kampung saya... ;) atau untuk menyediakan PMT selama 
sekian banyak bulan untuk balita-balita di Posyandu di Bantul yang 
selama ini dipenuhi susah-payah dengan swadaya warga...

Salam,
Wiji








[Forum Pembaca KOMPAS] Re: KEPADA PRESIDEN R.I YANG AKAN DATANG , SIAPAPUN ANDA

2008-10-10 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Aku dukung aspirasimu, Mas Fuad!

Ironis memang, Indonesia dalam hal rokok pun kalah sama negara semuda 
Timor Leste. Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaan 63 tahun 
yang lalu tapi belum merdeka juga dari penjajahan nikotin, sampai 
penyelenggara negaranya pun tidak mampu lagi berpikir dalam 
kewarasan; tidak mampu merumuskan kebijakan yang melindungi hak 
warganya untuk sehat...

Kemarin pagi Budhe saya mengeluh karena di matanya terasa ada yang 
mengganjal. Usut punya usut, dulu beliau pernah dibonceng oleh 
perokok dan 'latu' (Jw : percikan api) rokok terbang masuk ke mata. 
Tadi pagi juga dalam perjalanan ke kantor saya harus menegur seorang 
laki-laki yang mengendarai sepeda motor sambil merokok dan percikan 
apinya terbang ke mana-mana mengenai pengendara motor di belakangnya. 
Sebegitu para perokok tidak memikirkan keselamatan orang lain...

Kang Widodo, salam dari Jogja! Senang ketemu Njenengan di ruang ini 
juga.

Salam udara lebih bersih-sehat-menyegarkan tanpa asap rokok, 
Wiji



[Forum Pembaca KOMPAS] Re: TARGETING KIDS ....(DAN MEREKAPUN SELALU MEMBANTAH)

2008-10-05 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
Salam, 

Eksploitasi oleh kerakusan akan profit hanya mungkin terjadi dalam 
ketiadaan aturan-rambu-batasan; negara kehilangan daya untuk 
melindungi warganya dari ancaman ---termasuk ancaman nikotin. Hal 
yang mirip sudah sering dan baru saja terjadi dengan dunia keuangan; 
kerakusan di tengah minimnya/tiadanya rambu-batasan menghasilkan 
eksternalitas yang menyengsarakan banyak orang. Ketika aktor negara 
sudah takluk, stakeholder lain ---kekuatan-kekuatan masyarakat sipil--
- semakin sulit mengoptimalkan upaya. Saya ingat tulisan Pak KM di 
(maaf, bkn Kompas) SP akhir Maret lalu; Negara Yang Lemah (?), 
juga 'Anak-anak Merokoklah' dari Kak Seto di satu momen Hari Anak 
Nasional .

Pengalaman Indonesia sangat ironis karena ---konon--- Indonesia 
termasuk negara yang delegasinya getol merumuskan dokumen FCTC; namun 
Indonesia juga negara yang bandel dalam proses ratifikasi FCTC 
(lihat : http://www.fctc.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=19&Itemid=17). 

Sekadar cerita, bahkan ibu-ibu dusun di Gunungkidul dengan tegas 
mengatakan belanja rokok adalah belanja yang meningkatkan kerentanan 
(ya kerentanan keluarga, kerentanan masyarakat, dan juga pasti 
kerentanan negara-bangsa).
Perlu semakin banyak sosok 'Wigan' yang keukeuh memegang prinsip...
Pinjam kalimat dari teman-teman INFID, 'tidak ada pencapaian MDGs 
tanpa kebijakan pengendalian rokok' (hehehe, bukankah ada temuan 70% 
perokok Indonesia berasal dari kelompok warga miskin? Terus banyak 
pengalaman bapak-bapak yang mengeluhkan biaya pendidikan anak tapi 
tidak sayang membelanjakan duit untuk beli rokok bahkan ketika anak 
mengalami kurang gizi?).

Hirup udara lebih segar-sehat tanpa asap rokok...
Wiji






[Forum Pembaca KOMPAS] Re: RUU Pornografi, Sulut Ancam Memisahkan Diri

2008-09-27 Terurut Topik Valentina Sri Wijiyati
--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "thseto" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> hehehee bukankah di banten perna ada kejadian spt itu? 
> gak pernah liat berita begituan ya mas?
> 

>  wrote:
> . ,mana ada faktanya perempuan pulang Jam 8 malam ditangkep
> satpol PP itu skenarion ketoprak humor anda kali yah >


Peristiwa salah tangkap akibat peraturan yang tidak 'legitimate' juga 
terjadi di Bantul; di sana ada Perda Larangan Pelacuran. Perempuan 
pekerja ---bukan pekerja seks komersial--- yang pulang malam pun 
menjadi korban penangkapan.
Teman-teman Jaringan Perempuan di Yk sudah berusaha menjelaskan 
betapa rancangan perda itu tidak 'legitimate' dan justru membuka 
peluang pelanggaran HAM, namun para petinggi Bantul tidak mau dengar. 
Saat ini teman-teman sedang mengupayakan JR di MA. 

Indonesia rumah kita semua... (masihkah?)
Wiji