Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-14 Terurut Topik Bustan Jufri
Salam,
Sy pernah mengenal 4 orang mahasiswa indonesia yg mendapat beasiswa dr 
pemerintah utk belajar di salah satu universitas di Madrid spanyol. 2 orang 
diantaranya berhasil menyelesaikan studynya dengan tepat waktu. Akan tetapi 2 
orang lainnya bahkan hampir 10 thn (ketika itu) blm juga berhasil menyelesaikan 
studynya. Beasiswa dr indonesiapun akhirnya dihentikan. Selidik punya selidik, 
ternyata, 2 orang ini (menurut dia)memang sengaja mengulur ulur waktu dengan 
harapan beasiswa dr indonesia dihentikan.  Menurut dia, apabila dia 
menyelesaikan study dengan bantuan beasiswa dari indonesia, maka setelahnya 
dirinya akan kembali ke indonesia dan akan bekerja sesuai keinginan sponsor 
tapi dengan gaji yg tidak seimbang. Disini mereka melihat bahwa pada instansi 
yg sama, orang indonesia lulusan sebuah universitas di luar negeri gajinya jauh 
lebih rendah dibandingkan dengan gaji orang asing yg juga bekerja pada isntansi 
tersebut, padahal merupakan lulusan dari
 universitas yg sama. Selain itu, selama mereka study di luar negeri, mereka 
juga melihat bahwa, betapa negara2 maju menghargai ilmu seseorang tanpa 
membedakan kewarganegaraan. Oleh karenanya, selama itu pula mereka berupaya 
menemukan pihak (dispanyol) yg bersediah memberikan beasiswa kepadanya guna 
menyelesaikan study yg tinggal selangkah lagi. Tentu setelahnya mereka akan 
bekerja sesuai keinginan sponsor baru itu, namun dengan gaji yg lebih memadai 
bila dibandingkan dengan jika harus kembali ke indonesia, katanya.

Salam.





From: muslimin putra musliminbpu...@yahoo.com
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Sent: Sunday, July 12, 2009 6:17:42 PM
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri





Ini tanggung jawab Menristek. Mengapa para peneliti lebih memilih bekerja di 
luar negeri? Siapapun yang dipilih SBY-Budiono menjadi Menristek, ke depan 
harus dapat mengakomodir para peneliti tsb supaya pulang dan membangun negeri.

Kita perlu belajar para peneliti India yang menguasai IT, meski negaranya masih 
tergolong miskin, namun berkat tanggung jawab para ilmuwan, India mampu 
membangun teknologinya berbasis IT.

Muslimin B.Putra


Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-14 Terurut Topik Sulaeman_H.
Saya kira jangan mencampur-adukkan antara beasiswa dengan pilihan
pekerjaan. Yang pernah saya tahu beasiswa biasanya diberikan kepada
seseorang dengan perjanjian tertentu yang disepakati sipemberi dana
dan si penerima dana. Dalam perjanjian itu dirinci kewajiban-kewajiban
apa yang mesti dijalankan sipenerima beasiswa. Misalnya wajib mengabdi
kepada lembaga pemberi beasiswa selama 5 tahun setelah lulus. Dengan
demikian tidak patut orang lain menghakimi sipenerima beasiswa dengan
segala tudingan dan meminta supaya tetap loyal seumur hidup kepada
sipemberi beasiswa padahal mungkin orang ini sudah Jadi harap
berhati-hati kita menghakimi orang lain apalagi menilai tidak
nasionalis! membayar seluruh kewajibannya sesuai kontrak. Beasiswa
bukan kerja paksa sumur hidup!

Kedua, apakah tenaga ahli kita bekerja di Indonesia atau di luar
Indonesia itu tidak akan mengurangi kemajuan Indonesia. Hal yang sama
juga dialami negara-negara lain. Malah dengan semakin lakunya tenaga
ahli Indonesia diluar negeri itu akan menambah harum nama negara dan
percayalah suatu saat ahli-ahli kita itu akan pulang juga selagi masih
jadi WNI.
SH

On 7/13/09, Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id wrote:
 http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/13/04494354/600..peneliti..pilih.bekerja.di.luar.negeri



 Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih
 bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar
 negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil
 berprestasi.

 Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima
 beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar, ujar
 Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
 Nasional Hendarman di sela-sela peluncuran kelas internasional Institut
 Manajemen Telkom, Sabtu (11/7) di Bandung, Jawa Barat.

 Para ilmuwan ini tersebar di berbagai negara. Namun, kebanyakan berada di
 Jepang dan Jerman. Ia mencontohkan, Khoirul Anwar, alumnus Elektro Institut
 Teknologi Bandung dan pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM
 (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang WNI yang kini
 bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang.

 Ada juga ilmuwan kita di luar yang berhasil memiliki hingga 10 paten.
 Indonesia juga punya salah satu profesor paling muda asal Medan yang kini
 bekerja di Amerika Serikat dan ia mendapatkan dana penelitian yang sangat
 besar. Ilmuwan kita sesungguhnya hebat-hebat, kata Hendarman.

 Menurutnya, negara tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih bekerja di
 luar negeri demi mengembangkan kariernya. Ada banyak alasan mereka memilih
 ke luar. Bisa itu karena kebebasan akademiknya, fasilitas yang lebih
 canggih, ataupun demi alasan jaminan kesejahteraan, ujarnya.

 Di jurnal masih rendah

 Di sisi lain, kontribusi peneliti di lembaga riset dan perguruan tinggi
 Indonesia dalam jurnal-jurnal internasional justru masih sangat rendah.
 Hanya 0,87 artikel ilmiah per sejuta penduduk Indonesia. Bandingkan dengan
 negara tetangga, Malaysia, yang sebesar 21,30 atau India yang mencapai
 12,00.

 Untuk itu, ke depan, Pak Menteri dan Dirjen (Pendidikan Tinggi) meminta
 peneliti prominent yang ada di luar negeri juga melakukan riset bareng.
 Setidaknya, nama perguruan tinggi asal mereka turut ditulis di penelitian
 yang dikerjakan, katanya. Ini penting untuk meningkatkan citations index di
 dalam rangka pemeringkatan universitas kelas dunia.

 Secara terpisah, Wakil Rektor Senior Bidang Sumber Daya ITB, Carmadi Machub
 mengatakan, dari 1.020 dosen ITB, sekitar 5 persen di antaranya berperilaku
 kurang disiplin. Mereka jarang mengajar dan kerap mencari proyek tambahan di
 luar negeri.

 Ini sempat dipersoalkan dan diusulkan agar mereka ini diberhentikan sebagai
 pegawai negeri sipil. Ada yang izin pergi ke luar (negeri), tetapi tidak
 kembali, ujarnya. Diakuinya, dosen-dosen semacam ini sulit ditindak.

 Namun, ia meyakini, perilaku dosen seperti ini akan semakin berkurang
 seiring adanya program sertifikasi dosen yang bisa berimplikasi pada
 tambahan tunjangan profesi satu kali gaji pokok. Bahkan, khusus guru besar,
 tunjangannya itu bisa mencapai tiga kali lipat. (jon)




Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-13 Terurut Topik Wal Suparmo
Salam,
Para pemimpin dalam pemerintahan RI tidak cukup cerdas untuk menaruh perhatian 
dalam soal ini.Bagaimana pak KK?
Wasalam,
Wal Suparmo

--- Pada Sen, 13/7/09, Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id menulis:

Dari: Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id
Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 13 Juli, 2009, 7:06 AM
















  
  http://koran. kompas.com/ read/xml/ 2009/07/13/ 04494354/ 600..peneliti. 
.pilih.bekerja. di.luar.negeri



Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih 
bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar 
negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil 
berprestasi.



Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima 
beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar, ujar 
Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan 
Nasional Hendarman di sela-sela peluncuran kelas internasional Institut 
Manajemen Telkom, Sabtu (11/7) di Bandung, Jawa Barat.



Para ilmuwan ini tersebar di berbagai negara. Namun, kebanyakan berada di 
Jepang dan Jerman. Ia mencontohkan, Khoirul Anwar, alumnus Elektro Institut 
Teknologi Bandung dan pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM 
(Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang WNI yang kini 
bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang.



Ada juga ilmuwan kita di luar yang berhasil memiliki hingga 10 paten. 
Indonesia juga punya salah satu profesor paling muda asal Medan yang kini 
bekerja di Amerika Serikat dan ia mendapatkan dana penelitian yang sangat 
besar. Ilmuwan kita sesungguhnya hebat-hebat,  kata Hendarman.



Menurutnya, negara tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih bekerja di luar 
negeri demi mengembangkan kariernya. Ada banyak alasan mereka memilih ke luar. 
Bisa itu karena kebebasan akademiknya, fasilitas yang lebih canggih, ataupun 
demi alasan jaminan kesejahteraan,  ujarnya.



Di jurnal masih rendah



Di sisi lain, kontribusi peneliti di lembaga riset dan perguruan tinggi 
Indonesia dalam jurnal-jurnal internasional justru masih sangat rendah. Hanya 
0,87 artikel ilmiah per sejuta penduduk Indonesia. Bandingkan dengan negara 
tetangga, Malaysia, yang sebesar 21,30 atau India yang mencapai 12,00.



Untuk itu, ke depan, Pak Menteri dan Dirjen (Pendidikan Tinggi) meminta 
peneliti prominent yang ada di luar negeri juga melakukan riset bareng. 
Setidaknya, nama perguruan tinggi asal mereka turut ditulis di penelitian yang 
dikerjakan, katanya. Ini penting untuk meningkatkan citations index di dalam 
rangka pemeringkatan universitas kelas dunia.



Secara terpisah, Wakil Rektor Senior Bidang Sumber Daya ITB, Carmadi Machub 
mengatakan, dari 1.020 dosen ITB, sekitar 5 persen di antaranya berperilaku 
kurang disiplin. Mereka jarang mengajar dan kerap mencari proyek tambahan di 
luar negeri.



Ini sempat dipersoalkan dan diusulkan agar mereka ini diberhentikan sebagai 
pegawai negeri sipil. Ada yang izin pergi ke luar (negeri), tetapi tidak 
kembali, ujarnya. Diakuinya, dosen-dosen semacam ini sulit ditindak.



Namun, ia meyakini, perilaku dosen seperti ini akan semakin berkurang seiring 
adanya program sertifikasi dosen yang bisa berimplikasi pada tambahan tunjangan 
profesi satu kali gaji pokok. Bahkan, khusus guru besar, tunjangannya itu bisa 
mencapai tiga kali lipat. (jon)




 

  




 

















  Mulai chatting dengan teman di Yahoo! Pingbox baru sekarang!! Membuat 
tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah. 
http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-13 Terurut Topik Ronal Baharuddin Hutagaol
Kalau yang ini sih kita sudah tau kenapa banyak peneliti lebih cenderung 
bekerja di luar negeri

Diluar negeri, semua fasilitas yang mereka butuhkan ada untuk meneliti, 
kesejahteraannya juga cukup menjanjikan dan penghargaan bagi para peniliti juga 
cukup tinggi.

Di Indonesia.hmmm


RBH


  - Original Message - 
  From: muslimin putra 
  To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, July 13, 2009 8:17 AM
  Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri





  Ini tanggung jawab Menristek. Mengapa para peneliti lebih memilih bekerja di 
luar negeri? Siapapun yang dipilih SBY-Budiono menjadi Menristek, ke depan 
harus dapat mengakomodir para peneliti tsb supaya pulang dan membangun negeri. 

  Kita perlu belajar para peneliti India yang menguasai IT, meski negaranya 
masih tergolong miskin, namun berkat tanggung jawab para ilmuwan, India mampu 
membangun teknologinya berbasis IT.

  Muslimin B.Putra


Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-13 Terurut Topik Wal Suparmo
Salam,
B.J.Habibie yang waktu itu sudah mendapat posisi yang mapan di  MBB, SAMA 
SEKALI TIDAK mempunyai fikiran untuk pulang ke Indonesia. Kalau ia tidak 
DIBUJUK oleh Ibnu Sutowo atas instruksi Suharto, dengan menjanjikannya dapat 
mendirikan pabrik peswat terbang.
Padahal kawan2  sebelum dan seangkatannya, setelah lulus LANSUNG PULANG, 
a.l.RGW SENDUK, yang ayahnya bernama DR RCL SENDUK (pendiri palang merah 
Indonesia bersama Dr BAHDER DJOHAN) bersama DR RATULANGI dan Ir TADJUDIN NOOR,  
ditangkap Belanda di Makassar.Sedang Habibie Senior adalah PNS pemerintah NIT 
atau Belanda.
Sekarangpun dengan alasan yang di-buat2 yaitu harus menjaga istrinya berobat di 
Jetman,Habibie tidak SUDI TINGGAL  di Indonesia.

Wasalam,
Wal Suparmo

--- Pada Sen, 13/7/09, tjuk kasturi sukiadi kasturi_suki...@yahoo.co.id 
menulis:

Dari: tjuk kasturi sukiadi kasturi_suki...@yahoo.co.id
Judul: Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, bencananeg...@yahoogroups.com, 
ANGGIE 1 relig...@yahoo.com.sg, ridwan.widija...@spc.com.sg, atoes 
wisjnubroto wisjnubr...@gmail.com
Tanggal: Senin, 13 Juli, 2009, 10:55 AM






  ANTARA IDEALISME DAN SURVIVALISME SERTA AKTUALISASI DIRI!



Betapa tidak sedih membaca  data bahwa 600 Peniliti (yang hampir semua bergelar 
PhD luar negeri dan bahkan sekolahnya dulu mnendapat bea sisiwa atas nama 
negara dan bangsa Indonesia) Pilih Bekerja di Luar Negeri. Namun kesedihan ini 
kan bukan untuk pertama dan pasti belum akan menjadi yang terakhir kali. 
Angkatan BJ Habibi yang kecantol di Jerman Barat (waktu itu) dan mungkin ada 
yang lebih senior. Juga angakatan binaan BJ Habibi  (ini yng disekolahkan 
dengan biaya republik dan dalam jumlah yang relatip besar) baik yang dikirim 
atas nama IPTN maupun PT PAL. Mereka kebanyakan sekarang bekerja di luar 
negeri. Yang tetap tinggal di dalam negeri juga banyak yang sudah alih 
perusahaan atau bahkan alih profesi. Sejak 40 tahun terakhir ini bangsa kita 
sebagian besar sudah menjadi pengamal Suhartoisme . Semua dipandang dari 
sudut KEPRAKTISAN dan KEPRAGMATISAN! Idealisme sudah masuk ke dalam keranjang 
sampah! Penataran P4 sama sekali tidak ada pengaruh

 positipnya; antara lain karena di dalam kehidupan nyata tidak ada  CONTOH 
PRAKTEKNYA! Konsep PANUTAN yang mempersyaratkan Kenthalnya Idealisme Tidak 
Jalan. Karena Pemimpin sudah seperti Harimau Jawa. Masih dibicarakan, tetapi 
wujudnya sudah tidak ada. Alias kemungkinan sangat besar telah punah! Yang ada 
sekarang adalah Para Boss dan Penguasa! Para Boss dibidang Bisnis dan sekarang 
banyak muncul Boss Partai. Kalau anda bukan Boss atau Penguasa maka di Republik 
Indonesia yang tercinta ini anda hanya boleh berstatus NUMPANG HIDUP. 
Kenyamanan kondisi anda dalam menumpang hidup sekali lagi tergantung kepada 
rezeki ekonomi anda. Seringkali rezeki ekonomi  adalah fungsi keberanian anda 
untuk melakukan dan atau membantu terjadinya KORUPSI. Bahkan orang asing yang 
bekerja di Indonesia langsung terkena WABAH FLU KORUPSI ( termasuk orang 
asing dan orang Indonesia yang bekerja di perusahaan asing yang beroperasi di 
Indonesia). Yang jelas Virus Flu Korupsi

 ini sampai sekarang belum ada niatan untuk pengembangan anti Virusnya.

Generasi muda bangsa ini yang berpendidikan sangat tinggi (para PhD dan paling 
tidak Master dari universitas terbaik di dunia) berada pada posisi yang sangat 
dilematis. Mau kompromi bekerja di Indonesia dan berusaha bisa hidup layak  
dengan resiko menjadi Rochmin Danuri ( Mantan Meneteri Kelautan) dan Rahardi 
Ramelan (yang jadi kambing hitam). Kalau hanya bekerja jadi PNS , TNI -POLRI 
dengan jujur dan mengambil jalan lurus; ya pasti tidak dapat bertahan hidup. 
Alias TIDAK SURVIVE. Bisa-bisa suami istri punya gelar PhD , menyekolahkan anak 
disekolah nyang lumayan kualitasnya saja tidak mampu. Mau komprromi dengan 
sisitem dan budaya . Takut! Apalagi ada KPK. Apalagi kita tahu bahwa selama ini 
KPK. POLRI. KEJAKSAAN dan KEHAKIMAN  sangat TEGAS, LUGAS DAN TIDAK PANDANG 
BULU! bila menghadapi  KORUPTOR KECIL ! Kecil dalam artian berbilang sampai 
dengan double digits milyar rupiah. Resiko bagi koruptor gurem dan kecil pasti 
masuk bui! Kalau punya nyali

 dan kesempatan  di Indonesia Jadilah KORUPTOR BESAR! Pasti selamat dan bahkan 
masih mendapat kehormatan tinggi. Lihat saja Nurdin Halid yang sudah dipenjara 
masih dipaksa untuk menjadi Ketum PSSI. Bob Hassan dipaksa untuk 
menyelamatkan Atletik Indonesia.Budi baik Mas Tommy Suharto tentu terus dalam 
kenangan sejumlah orang tertentu!. Disamping itu kalau anda PhD brilian dan 
bekerja di dalam negeri ( termasuk di PTN) bagaimana anda mau meneliti. Lha 
wong anggarannya compang camping! Nah dengan demikian manakala generasi muda 
yang sangat terpelajar ini masih ingin hidup layak, tidak ada resiko masuk bui 
dan masih punya mimpi untuk BERAKTUALISASI DIRI pilihan utama mereka adalah 
bekerja diluar negeri dimana imbalan ekonomi yang mereka terima

Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-13 Terurut Topik - Yusri -
Jawabannya sebenarnya sangat simpel, Pak
Karena keberadaan mrk lebih *diakui* secara ilmu dan income oleh negara lain.

Ada 2 org kawan saya yg bergabung dgn negara lain utk melakukan penelitian dlm 
bidang yg berbeda.
Yang satu melakukan penelitian dlm bidang ilmu kedokteran, yg saat ini tengah 
meneliti ttg otak manusia. Dan skrg dia sdg ada di austria, belanda, dan negara 
sekitar.
Sedangkan yg satunya, sdg ada di negara arab saudi. Yg ini sdg melakukan 
pembuatan vaksin utk bidang peternakan..

Khusus utk kawan sy yg seorang dokter itu.dia yg *dikejar2* oleh bbrp 
profesor di eropa. Krn kemampuan dia sangat diakui oleh bbrp negara.
Sblm di Austria, dia sdh melakukan penelitian di jepang dan Jerman.
Dan sampai sekarang, dia sudah *diperebutkan* oleh 2 negara itu (jepang dan 
jerman).dimana ke 2 negara itu menawarkan warga negara tetap kepada kawan 
saya.

Dan apa yg sudah dia temukan dlm penelitian di jepang dan jerman itu, sangat 
menakjubkan. Dan sekarang sudah di patenkan di negara itu.

Indonesia sudah kalah lagi 1 langkah..dan salah satu warga terbaiknya sudah 
menorehkan sejarah dibidang kedokteran yg sedihnya...hal itu dilakukan di 
negara lain dan utk keuntungan negara lain.

  
Regards,
YUSRI


Sent from my BlackBerry® wireless device

-Original Message-
From: muslimin putra musliminbpu...@yahoo.com

Date: Mon, 13 Jul 2009 09:17:42 
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri


Ini tanggung jawab Menristek. Mengapa para peneliti lebih memilih bekerja di 
luar negeri? Siapapun yang dipilih SBY-Budiono menjadi Menristek, ke depan 
harus dapat mengakomodir para peneliti tsb supaya pulang dan membangun negeri.

Kita perlu belajar para peneliti India yang menguasai IT, meski negaranya masih 
tergolong miskin, namun berkat tanggung jawab para ilmuwan, India mampu 
membangun teknologinya berbasis IT.

Muslimin B.Putra




=
Pojok Milis Komunitas Forum Pembaca KOMPAS [FPK] :

1.Milis Komunitas FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS

2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://koran.kompas.com/ , 
http://kompas.com/ dan http://kompasiana.com/

3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke 
anggota

4.Moderator E-mail: agus.hamonan...@gmail.com agushamonan...@yahoo.co.id

5.Untuk bergabung: forum-pembaca-kompas-subscr...@yahoogroups.com

KOMPAS LINTAS GENERASI
=
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:forum-pembaca-kompas-dig...@yahoogroups.com 
mailto:forum-pembaca-kompas-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
forum-pembaca-kompas-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-13 Terurut Topik sonar sihombing
Koq baru sadar pemerintah ye! Bahkan para siswa  juara olimpiade berbagai 
bidang dari Indonesia pun sudah direkrut oleh negara lain karena tidak mendapat 
perhatian dari pemerintah seperti didiskusikan beberapa waktu lalu di FPK ini.
 
ss

--- On Mon, 7/13/09, tjuk kasturi sukiadi kasturi_suki...@yahoo.co.id wrote:


From: tjuk kasturi sukiadi kasturi_suki...@yahoo.co.id
Subject: Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com,





ANTARA IDEALISME DAN SURVIVALISME SERTA AKTUALISASI DIRI!

Betapa tidak sedih membaca  data bahwa 600 Peniliti (yang hampir semua bergelar 
PhD luar negeri dan bahkan sekolahnya dulu mnendapat bea sisiwa atas nama 
negara dan bangsa Indonesia) Pilih Bekerja di Luar Negeri. Namun kesedihan ini 
kan bukan untuk pertama dan pasti belum akan menjadi yang terakhir kali. 
Angkatan BJ Habibi yang kecantol di Jerman Barat (waktu itu) dan mungkin ada 
yang lebih senior. Juga angakatan binaan BJ Habibi  (ini yng disekolahkan 
dengan biaya republik dan dalam jumlah yang relatip besar) baik yang dikirim 
atas nama IPTN maupun PT PAL. Mereka kebanyakan sekarang bekerja di luar 
negeri. Yang tetap tinggal di dalam negeri juga banyak yang sudah alih 
perusahaan atau bahkan alih profesi. Sejak 40 tahun terakhir ini bangsa kita 
sebagian besar sudah menjadi pengamal Suhartoisme . Semua dipandang dari 
sudut KEPRAKTISAN dan KEPRAGMATISAN! Idealisme sudah masuk ke dalam keranjang 
sampah! Penataran P4 sama sekali tidak ada pengaruh
positipnya; antara lain karena di dalam kehidupan nyata tidak ada  CONTOH 
PRAKTEKNYA! Konsep PANUTAN yang mempersyaratkan Kenthalnya Idealisme Tidak 
Jalan. Karena Pemimpin sudah seperti Harimau Jawa. Masih dibicarakan, tetapi 
wujudnya sudah tidak ada. Alias kemungkinan sangat besar telah punah! Yang ada 
sekarang adalah Para Boss dan Penguasa! Para Boss dibidang Bisnis dan sekarang 
banyak muncul Boss Partai. Kalau anda bukan Boss atau Penguasa maka di Republik 
Indonesia yang tercinta ini anda hanya boleh berstatus NUMPANG HIDUP. 
Kenyamanan kondisi anda dalam menumpang hidup sekali lagi tergantung kepada 
rezeki ekonomi anda. Seringkali rezeki ekonomi  adalah fungsi keberanian anda 
untuk melakukan dan atau membantu terjadinya KORUPSI. Bahkan orang asing yang 
bekerja di Indonesia langsung terkena WABAH FLU KORUPSI ( termasuk orang 
asing dan orang Indonesia yang bekerja di perusahaan asing yang beroperasi di 
Indonesia). Yang jelas Virus Flu Korupsi
ini sampai sekarang belum ada niatan untuk pengembangan anti Virusnya.
Generasi muda bangsa ini yang berpendidikan sangat tinggi (para PhD dan paling 
tidak Master dari universitas terbaik di dunia) berada pada posisi yang sangat 
dilematis. Mau kompromi bekerja di Indonesia dan berusaha bisa hidup layak  
dengan resiko menjadi Rochmin Danuri ( Mantan Meneteri Kelautan) dan Rahardi 
Ramelan (yang jadi kambing hitam). Kalau hanya bekerja jadi PNS , TNI -POLRI 
dengan jujur dan mengambil jalan lurus; ya pasti tidak dapat bertahan hidup. 
Alias TIDAK SURVIVE. Bisa-bisa suami istri punya gelar PhD , menyekolahkan anak 
disekolah nyang lumayan kualitasnya saja tidak mampu. Mau komprromi dengan 
sisitem dan budaya . Takut! Apalagi ada KPK. Apalagi kita tahu bahwa selama ini 
KPK. POLRI. KEJAKSAAN dan KEHAKIMAN  sangat TEGAS, LUGAS DAN TIDAK PANDANG 
BULU! bila menghadapi  KORUPTOR KECIL ! Kecil dalam artian berbilang sampai 
dengan double digits milyar rupiah. Resiko bagi koruptor gurem dan kecil pasti 
masuk bui! Kalau punya nyali
dan kesempatan  di Indonesia Jadilah KORUPTOR BESAR! Pasti selamat dan bahkan 
masih mendapat kehormatan tinggi. Lihat saja Nurdin Halid yang sudah dipenjara 
masih dipaksa untuk menjadi Ketum PSSI. Bob Hassan dipaksa untuk 
menyelamatkan Atletik Indonesia.Budi baik Mas Tommy Suharto tentu terus dalam 
kenangan sejumlah orang tertentu!. Disamping itu kalau anda PhD brilian dan 
bekerja di dalam negeri ( termasuk di PTN) bagaimana anda mau meneliti. Lha 
wong anggarannya compang camping! Nah dengan demikian manakala generasi muda 
yang sangat terpelajar ini masih ingin hidup layak, tidak ada resiko masuk bui 
dan masih punya mimpi untuk BERAKTUALISASI DIRI pilihan utama mereka adalah 
bekerja diluar negeri dimana imbalan ekonomi yang mereka terima layak! Kata 
generasi ini :  Pak Tjuk, mohon maaf kami terpaksa ikutan jadi TKI! Kalau 
kita berpikir ala Suhartois! . yaah kenapa tidak . Ketimbang mengirim TKI 
yang hanya lulusan SD dan teraniaya seperti
nasib SITI HAJAR! Salam keprihatinan Tjuk KS
 


Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-13 Terurut Topik Jaka Santika
He,he..!
Belum lama ini ada yang usul kalau kirim TKI yang tingkatannya profesor aja, 
biar gak bikin malu negara dan bangsa. Giliran sekarang kenyataannya banyak 
orang2 pinter Indonesia yang jadi TKI di LN. Wah, banyak orang yang kebakaran 
jenggot.
He,he lagi..



--- On Mon, 7/13/09, muslimin putra musliminbpu...@yahoo.com wrote:

From: muslimin putra musliminbpu...@yahoo.com
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Date: Monday, July 13, 2009, 1:17 AM










  Ini tanggung jawab Menristek. Mengapa para peneliti lebih memilih bekerja 
di luar negeri? Siapapun yang dipilih SBY-Budiono menjadi Menristek, ke depan 
harus dapat mengakomodir para peneliti tsb supaya pulang dan membangun negeri.



Kita perlu belajar para peneliti India yang menguasai IT, meski negaranya masih 
tergolong miskin, namun berkat tanggung jawab para ilmuwan, India mampu 
membangun teknologinya berbasis IT.



Muslimin B.Putra



Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-13 Terurut Topik Ronal Baharuddin Hutagaol
Masih ingat berita ini???

Profesor Termuda di Amerika Adalah Orang Indonesia
Senin, 12-11-2007 09:28:00 oleh: Norman Sasono 
Kanal: Gaya Hidup 

 
Nelson Tansu meraih gelar Profesor di bidang Electrical Engineering di Amerika 
sebelum berusia 30 tahun. Karena last name-nya mirip nama Jepang, banyak 
petinggi Jepang yang mengajaknya pulang ke Jepang untuk membangun Jepang. 
Tapi Prof. Tansu mengatakan kalau dia adalah pemegang paspor hijau berlogo 
Garuda Pancasila. Namun demikian, ia belum mau pulang ke Indonesia. Kenapa?

Di artikel wikimu dari Ardian Syam di awal tahun 2007 ini, 
http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=826, dibahas sedikit tentang Prof. 
Nelson Tansu ini. Di artikel ini, akan dibahas lebih jauh siapa sih Profesor 
Nelson Tansu ini yang termasuk peraih gelar profesor termuda di Amerika.

Nelson Tansu lahir di Medan, 20 October 1977. Lulusan terbaik dari SMA Sutomo 1 
Medan. Pernah menjadi finalis team Indonesia di Olimpiade Fisika. Meraih gelar 
Sarjana dari Wisconsin University pada bidang Applied Mathematics, Electrical 
Engineering and Physics (AMEP) yang ditempuhnya hanya dalam 2 tahun 9 bulan, 
dan dengan predikat Summa Cum Laude. Kemudian meraih gelar Master pada bidang 
yang sama, dan meraih gelar Doktor (Ph.D) di bidang Electrical Engineering pada 
usia 26 tahun. Ia mengaku orang tuanya hanya membiayai-nya hingga sarjana saja. 
Selebihnya, ia dapat dari beasiswa hingga meraih gelar Doktorat. Dia juga 
merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi Profesor di Lehigh University 
tempatnya bekerja sekarang.

Thesis Doktorat-nya mendapat award sebagai The 2003 Harold A. Peterson Best 
ECE Research Paper Award mengalahkan 300 thesis Doktorat lainnya. Secara 
total, ia sudah menerima 11 scientific award di tingkat internasional, sudah 
mempublikasikan lebih 80 karya di berbagai journal internasional dan saat ini 
adalah visiting professor di 18 perguruan tinggi dan institusi riset. Ia juga 
aktif diundang sebagai pembicara di berbagai even internasional di Amerika, 
Kanada, Eropa dan Asia.

Karena namanya mirip dengan bekas Perdana Menteri Turki, Tansu Ciller, dan juga 
mirip nama Jepang, Tansu, maka pihak Turki dan Jepang banyak yang mencoba 
membajaknya untuk pulang. Tapi dia selalu menjelaskan kalau dia adalah orang 
Indonesia. Hingga kini ia tetap memegang paspor hijau berlogo Garuda Pancasila 
dan tidak menjadi warga negara Amerika Serikat. Ia cinta Indonesia katanya. 
Tetapi, melihat atmosfir riset yang sangat mendukung di Amerika, ia menyatakan 
belum mau pulang dan bekerja di Indonesia. Bukan apa-apa, harus kita akui bahwa 
Indonesia terlalu kecil untuk ilmuwan sekaliber Prof. Nelson Tansu.

Ia juga menyatakan bahwa di Amerika, ilmuwan dan dosen adalah profesi yang 
sangat dihormati di masyarakat. Ia tidak melihat hal demikian di Indonesia. Ia 
menyatatakan bahwa penghargaan bagi ilmuwan dan dosen di Indonesia adalah 
rendah. Lihat saja penghasilan yang didapat dari kampus. Tidak cukup untuk 
membiayai keluarga si peneliti/dosen. Akibatnya, seorang dosen harus mengambil 
pekerjaan lain, sebagai konsultan di sektor swasta, mengajar di banyak 
perguruan tinggi, dan sebagianya. Dengan demikian, seorang dosen tidak punya 
waktu lagi untuk melakkukan riset dan membuat publikasi ilmiah. Bagaimana 
perguruan tinggi Indonesia bisa dikenal di luar negeri jika tidak pernah 
menghasilkan publikasi ilmiah secara internasional?

Prof. Tansu juga menjelaskan kalau di US atau Singapore, gaji seorang profesor 
adalah 18-30 kali lipat lebih dari gaji professor di Indonesia. Sementara, 
biaya hidup di Indonesia cuma lebih murah 3 kali saja. Maka itu, ia mengatakan 
adalah sangat wajar jika seorang profesor lebih memilih untuk tidak bekerja di 
Indonesia. Panggilan seorang profesor atau dosen adalah untuk meneliti dan 
membuat publikasi ilmiah, tapi bagaimana mungkin bisa ia lakukan jika ia 
sendiri sibuk cari makan.

Dari diskusi saya dengan beberapa dosen di Indonesia, kelihatannya semua 
meng-iya-kan apa yang Prof. Tansu gambarkan tentang dunia perguruan tinggi di 
Indonesia. Hmm, memprihatinkan.

Sumber:
Website resmi Prof. Nelson Tansu: 
http://www3.lehigh.edu/engineering/ece/tansu.asp
Majalah Campus Asia Volume 1 Number 1 October 2007


[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-12 Terurut Topik Agus Hamonangan
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/13/04494354/600..peneliti..pilih.bekerja.di.luar.negeri



Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih 
bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar 
negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil 
berprestasi.

Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima 
beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar, ujar 
Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan 
Nasional Hendarman di sela-sela peluncuran kelas internasional Institut 
Manajemen Telkom, Sabtu (11/7) di Bandung, Jawa Barat.

Para ilmuwan ini tersebar di berbagai negara. Namun, kebanyakan berada di 
Jepang dan Jerman. Ia mencontohkan, Khoirul Anwar, alumnus Elektro Institut 
Teknologi Bandung dan pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM 
(Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang WNI yang kini 
bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang.

Ada juga ilmuwan kita di luar yang berhasil memiliki hingga 10 paten. 
Indonesia juga punya salah satu profesor paling muda asal Medan yang kini 
bekerja di Amerika Serikat dan ia mendapatkan dana penelitian yang sangat 
besar. Ilmuwan kita sesungguhnya hebat-hebat, kata Hendarman.

Menurutnya, negara tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih bekerja di luar 
negeri demi mengembangkan kariernya. Ada banyak alasan mereka memilih ke luar. 
Bisa itu karena kebebasan akademiknya, fasilitas yang lebih canggih, ataupun 
demi alasan jaminan kesejahteraan, ujarnya.

Di jurnal masih rendah

Di sisi lain, kontribusi peneliti di lembaga riset dan perguruan tinggi 
Indonesia dalam jurnal-jurnal internasional justru masih sangat rendah. Hanya 
0,87 artikel ilmiah per sejuta penduduk Indonesia. Bandingkan dengan negara 
tetangga, Malaysia, yang sebesar 21,30 atau India yang mencapai 12,00.

Untuk itu, ke depan, Pak Menteri dan Dirjen (Pendidikan Tinggi) meminta 
peneliti prominent yang ada di luar negeri juga melakukan riset bareng. 
Setidaknya, nama perguruan tinggi asal mereka turut ditulis di penelitian yang 
dikerjakan, katanya. Ini penting untuk meningkatkan citations index di dalam 
rangka pemeringkatan universitas kelas dunia.

Secara terpisah, Wakil Rektor Senior Bidang Sumber Daya ITB, Carmadi Machub 
mengatakan, dari 1.020 dosen ITB, sekitar 5 persen di antaranya berperilaku 
kurang disiplin. Mereka jarang mengajar dan kerap mencari proyek tambahan di 
luar negeri.

Ini sempat dipersoalkan dan diusulkan agar mereka ini diberhentikan sebagai 
pegawai negeri sipil. Ada yang izin pergi ke luar (negeri), tetapi tidak 
kembali, ujarnya. Diakuinya, dosen-dosen semacam ini sulit ditindak.

Namun, ia meyakini, perilaku dosen seperti ini akan semakin berkurang seiring 
adanya program sertifikasi dosen yang bisa berimplikasi pada tambahan tunjangan 
profesi satu kali gaji pokok. Bahkan, khusus guru besar, tunjangannya itu bisa 
mencapai tiga kali lipat. (jon)



Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-12 Terurut Topik pudimartini

Contoh lain:
http://www.pandhitopanji-f.org/

sebulan sekali comute Jeang Bandung karena Istri dosen ITB.
Dia mengoperasikan beberapa satelite dan mematenkan banyak
temuan yang berkaitan dengan radar dan gelombang termasuk
sebuah temuan yang bakal menggemparkan berkaitan dengan
traffic gelombang yang bakal tidak membuat crowded freq.
Th 2015 meluncurkan satelite sendiri dari Jepang. Beliau S1 nya
di Ina dan pendiri prodi elektro Parahyangan Bandung

Yang laiun adalah nelson Tansu anag Medan di Lehigh.

Butir yang ingin saya sampaikan adalah bahwa mereka meskipun
berkarya diluar namun tetap merah putih dan bukan warga dunia.
Mereka dengan posisinya sekarang menarik  generasi  cerdas
Indonesia untuk digodhog di kawah Candradimuka mereka dengan
bantuan bea siswa yang mereka carikan. Semangat merah putih itu
tetap ada di dada mereka.

Mereka berdua mengtakan bahwa berkarya untuk negeri tidak harus
di Indonesia. Semoga semakin banyak orang semacam mereka.

Bagaimana dengan Indonesia ?  Selamat berpartai ria dan bermunafik ria
karena hidup hanya sekali jadi nikmatilah kemunafikan itu.
Itu semua pilihan! Yang pasti mereka berdua tidak mungkin bisa melakukan
apa yang mereka lakukan sekarang ini bila di Indonesia. Yang menarik,
keduanya mengatakan bahwa mungkin 2020 Indonesia berbeda.



Agus Hamonangan wrote:


 http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/13/04494354/600..peneliti..pilih.bekerja.di.luar.negeri
  
 http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/13/04494354/600..peneliti..pilih.bekerja.di.luar.negeri

 Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini 
 memilih bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar 
 negeri. Di luar negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor 
 ini umumnya tampil berprestasi.

 Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang 
 menerima beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja 
 di luar, ujar Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi 
 Departemen Pendidikan Nasional Hendarman di sela-sela peluncuran kelas 
 internasional Institut Manajemen Telkom, Sabtu (11/7) di Bandung, Jawa 
 Barat.

 Para ilmuwan ini tersebar di berbagai negara. Namun, kebanyakan berada 
 di Jepang dan Jerman. Ia mencontohkan, Khoirul Anwar, alumnus Elektro 
 Institut Teknologi Bandung dan pemilik paten sistem telekomunikasi 4G 
 berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah 
 seorang WNI yang kini bekerja di Nara Institute of Science and 
 Technology, Jepang.

 Ada juga ilmuwan kita di luar yang berhasil memiliki hingga 10 paten. 
 Indonesia juga punya salah satu profesor paling muda asal Medan yang 
 kini bekerja di Amerika Serikat dan ia mendapatkan dana penelitian 
 yang sangat besar. Ilmuwan kita sesungguhnya hebat-hebat, kata Hendarman.

 Menurutnya, negara tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih bekerja 
 di luar negeri demi mengembangkan kariernya. Ada banyak alasan mereka 
 memilih ke luar. Bisa itu karena kebebasan akademiknya, fasilitas yang 
 lebih canggih, ataupun demi alasan jaminan kesejahteraan, ujarnya.

 Di jurnal masih rendah

 Di sisi lain, kontribusi peneliti di lembaga riset dan perguruan 
 tinggi Indonesia dalam jurnal-jurnal internasional justru masih sangat 
 rendah. Hanya 0,87 artikel ilmiah per sejuta penduduk Indonesia. 
 Bandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, yang sebesar 21,30 atau 
 India yang mencapai 12,00.

 Untuk itu, ke depan, Pak Menteri dan Dirjen (Pendidikan Tinggi) 
 meminta peneliti prominent yang ada di luar negeri juga melakukan 
 riset bareng. Setidaknya, nama perguruan tinggi asal mereka turut 
 ditulis di penelitian yang dikerjakan, katanya. Ini penting untuk 
 meningkatkan citations index di dalam rangka pemeringkatan universitas 
 kelas dunia.

 Secara terpisah, Wakil Rektor Senior Bidang Sumber Daya ITB, Carmadi 
 Machub mengatakan, dari 1.020 dosen ITB, sekitar 5 persen di antaranya 
 berperilaku kurang disiplin. Mereka jarang mengajar dan kerap mencari 
 proyek tambahan di luar negeri.

 Ini sempat dipersoalkan dan diusulkan agar mereka ini diberhentikan 
 sebagai pegawai negeri sipil. Ada yang izin pergi ke luar (negeri), 
 tetapi tidak kembali, ujarnya. Diakuinya, dosen-dosen semacam ini 
 sulit ditindak.

 Namun, ia meyakini, perilaku dosen seperti ini akan semakin berkurang 
 seiring adanya program sertifikasi dosen yang bisa berimplikasi pada 
 tambahan tunjangan profesi satu kali gaji pokok. Bahkan, khusus guru 
 besar, tunjangannya itu bisa mencapai tiga kali lipat. (jon)

 



Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-12 Terurut Topik muslimin putra
Ini tanggung jawab Menristek. Mengapa para peneliti lebih memilih bekerja di 
luar negeri? Siapapun yang dipilih SBY-Budiono menjadi Menristek, ke depan 
harus dapat mengakomodir para peneliti tsb supaya pulang dan membangun negeri.

Kita perlu belajar para peneliti India yang menguasai IT, meski negaranya masih 
tergolong miskin, namun berkat tanggung jawab para ilmuwan, India mampu 
membangun teknologinya berbasis IT.

Muslimin B.Putra

--- Pada Ming, 12/7/09, pudimartini pudimart...@pirus.co.id menulis:

Dari: pudimartini pudimart...@pirus.co.id
Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Tanggal: Minggu, 12 Juli, 2009, 6:00 PM



















Contoh lain:

http://www.pandhito panji-f.org/



sebulan sekali comute Jeang Bandung karena Istri dosen ITB.

Dia mengoperasikan beberapa satelite dan mematenkan banyak

temuan yang berkaitan dengan radar dan gelombang termasuk

sebuah temuan yang bakal menggemparkan berkaitan dengan

traffic gelombang yang bakal tidak membuat crowded freq.

Th 2015 meluncurkan satelite sendiri dari Jepang. Beliau S1 nya

di Ina dan pendiri prodi elektro Parahyangan Bandung



Yang laiun adalah nelson Tansu anag Medan di Lehigh.



Butir yang ingin saya sampaikan adalah bahwa mereka meskipun

berkarya diluar namun tetap merah putih dan bukan warga dunia.

Mereka dengan posisinya sekarang menarik  generasi  cerdas

Indonesia untuk digodhog di kawah Candradimuka mereka dengan

bantuan bea siswa yang mereka carikan. Semangat merah putih itu

tetap ada di dada mereka.



Mereka berdua mengtakan bahwa berkarya untuk negeri tidak harus

di Indonesia. Semoga semakin banyak orang semacam mereka.



Bagaimana dengan Indonesia ?  Selamat berpartai ria dan bermunafik ria

karena hidup hanya sekali jadi nikmatilah kemunafikan itu.

Itu semua pilihan! Yang pasti mereka berdua tidak mungkin bisa melakukan

apa yang mereka lakukan sekarang ini bila di Indonesia. Yang menarik,

keduanya mengatakan bahwa mungkin 2020 Indonesia berbeda.



Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-12 Terurut Topik Patriawan, Carlos
sebenarnya biasa aja sich , kalau secara kuantitas ilmuwan dan
scientist dari china dan India yang merajai. scientist Indonesia
memang ada kayak org2 dibawah kan negaranya besar, sebenarnya tidak
heboh2 sekali ..tapi bolehlah supaya ada sedikit 'kebanggan' :)


Carlos

2009/7/12 pudimartini pudimart...@pirus.co.id:



 Contoh lain:
 http://www.pandhitopanji-f.org/

 sebulan sekali comute Jeang Bandung karena Istri dosen ITB.
 Dia mengoperasikan beberapa satelite dan mematenkan banyak
 temuan yang berkaitan dengan radar dan gelombang termasuk
 sebuah temuan yang bakal menggemparkan berkaitan dengan
 traffic gelombang yang bakal tidak membuat crowded freq.
 Th 2015 meluncurkan satelite sendiri dari Jepang. Beliau S1 nya
 di Ina dan pendiri prodi elektro Parahyangan Bandung

 Yang laiun adalah nelson Tansu anag Medan di Lehigh.

 Butir yang ingin saya sampaikan adalah bahwa mereka meskipun
 berkarya diluar namun tetap merah putih dan bukan warga dunia.
 Mereka dengan posisinya sekarang menarik generasi cerdas
 Indonesia untuk digodhog di kawah Candradimuka mereka dengan
 bantuan bea siswa yang mereka carikan. Semangat merah putih itu
 tetap ada di dada mereka.

 Mereka berdua mengtakan bahwa berkarya untuk negeri tidak harus
 di Indonesia. Semoga semakin banyak orang semacam mereka.

 Bagaimana dengan Indonesia ? Selamat berpartai ria dan bermunafik ria
 karena hidup hanya sekali jadi nikmatilah kemunafikan itu.
 Itu semua pilihan! Yang pasti mereka berdua tidak mungkin bisa melakukan
 apa yang mereka lakukan sekarang ini bila di Indonesia. Yang menarik,
 keduanya mengatakan bahwa mungkin 2020 Indonesia berbeda.


Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-12 Terurut Topik Lasma siregar

Seandainya ada kesempatan di Oxford, Cambridge, Sorbone, UCLA,
why not?
Make no way is the way and no limit is the limit!

Bagaimana Pak/Bu, kalau ada kesempatan, ngapain nongkrong
di Cibaduyut atau Cengkareng, apa yang ditunggu?
Just do it, the sky is the limit amigos!
Apakah begitu?

Salam
Las

--- On Mon, 13/7/09, Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id wrote:

From: Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id
Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Received: Monday, 13 July, 2009, 10:06 AM
















  
  http://koran. kompas.com/ read/xml/ 2009/07/13/ 04494354/ 600..peneliti. 
.pilih.bekerja. di.luar.negeri



Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih 
bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar 
negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil 
berprestasi.



Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima 
beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar, ujar 
Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan 
Nasional Hendarman di sela-sela peluncuran kelas internasional Institut 
Manajemen Telkom, Sabtu (11/7) di Bandung, Jawa Barat.



Para ilmuwan ini tersebar di berbagai negara. Namun, kebanyakan berada di 
Jepang dan Jerman. Ia mencontohkan, Khoirul Anwar, alumnus Elektro Institut 
Teknologi Bandung dan pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM 
(Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang WNI yang kini 
bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang.



Ada juga ilmuwan kita di luar yang berhasil memiliki hingga 10 paten. 
Indonesia juga punya salah satu profesor paling muda asal Medan yang kini 
bekerja di Amerika Serikat dan ia mendapatkan dana penelitian yang sangat 
besar. Ilmuwan kita sesungguhnya hebat-hebat,  kata Hendarman.



Menurutnya, negara tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih bekerja di luar 
negeri demi mengembangkan kariernya. Ada banyak alasan mereka memilih ke luar. 
Bisa itu karena kebebasan akademiknya, fasilitas yang lebih canggih, ataupun 
demi alasan jaminan kesejahteraan,  ujarnya.



Di jurnal masih rendah



Di sisi lain, kontribusi peneliti di lembaga riset dan perguruan tinggi 
Indonesia dalam jurnal-jurnal internasional justru masih sangat rendah. Hanya 
0,87 artikel ilmiah per sejuta penduduk Indonesia. Bandingkan dengan negara 
tetangga, Malaysia, yang sebesar 21,30 atau India yang mencapai 12,00.



Untuk itu, ke depan, Pak Menteri dan Dirjen (Pendidikan Tinggi) meminta 
peneliti prominent yang ada di luar negeri juga melakukan riset bareng. 
Setidaknya, nama perguruan tinggi asal mereka turut ditulis di penelitian yang 
dikerjakan, katanya. Ini penting untuk meningkatkan citations index di dalam 
rangka pemeringkatan universitas kelas dunia.



Secara terpisah, Wakil Rektor Senior Bidang Sumber Daya ITB, Carmadi Machub 
mengatakan, dari 1.020 dosen ITB, sekitar 5 persen di antaranya berperilaku 
kurang disiplin. Mereka jarang mengajar dan kerap mencari proyek tambahan di 
luar negeri.



Ini sempat dipersoalkan dan diusulkan agar mereka ini diberhentikan sebagai 
pegawai negeri sipil. Ada yang izin pergi ke luar (negeri), tetapi tidak 
kembali, ujarnya. Diakuinya, dosen-dosen semacam ini sulit ditindak.



Namun, ia meyakini, perilaku dosen seperti ini akan semakin berkurang seiring 
adanya program sertifikasi dosen yang bisa berimplikasi pada tambahan tunjangan 
profesi satu kali gaji pokok. Bahkan, khusus guru besar, tunjangannya itu bisa 
mencapai tiga kali lipat. (jon)




 

  




 

















  

Access Yahoo!7 Mail on your mobile. Anytime. Anywhere.
Show me how: http://au.mobile.yahoo.com/mail


Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri

2009-07-12 Terurut Topik tjuk kasturi sukiadi
ANTARA IDEALISME DAN SURVIVALISME SERTA AKTUALISASI DIRI!

Betapa tidak sedih membaca  data bahwa 600 Peniliti (yang hampir semua bergelar 
PhD luar negeri dan bahkan sekolahnya dulu mnendapat bea sisiwa atas nama 
negara dan bangsa Indonesia) Pilih Bekerja di Luar Negeri. Namun kesedihan ini 
kan bukan untuk pertama dan pasti belum akan menjadi yang terakhir kali. 
Angkatan BJ Habibi yang kecantol di Jerman Barat (waktu itu) dan mungkin ada 
yang lebih senior. Juga angakatan binaan BJ Habibi  (ini yng disekolahkan 
dengan biaya republik dan dalam jumlah yang relatip besar) baik yang dikirim 
atas nama IPTN maupun PT PAL. Mereka kebanyakan sekarang bekerja di luar 
negeri. Yang tetap tinggal di dalam negeri juga banyak yang sudah alih 
perusahaan atau bahkan alih profesi. Sejak 40 tahun terakhir ini bangsa kita 
sebagian besar sudah menjadi pengamal Suhartoisme. Semua dipandang dari sudut 
KEPRAKTISAN dan KEPRAGMATISAN! Idealisme sudah masuk ke dalam keranjang sampah! 
Penataran P4 sama sekali tidak ada pengaruh
 positipnya; antara lain karena di dalam kehidupan nyata tidak ada  CONTOH 
PRAKTEKNYA! Konsep PANUTAN yang mempersyaratkan Kenthalnya Idealisme Tidak 
Jalan. Karena Pemimpin sudah seperti Harimau Jawa. Masih dibicarakan, tetapi 
wujudnya sudah tidak ada. Alias kemungkinan sangat besar telah punah! Yang ada 
sekarang adalah Para Boss dan Penguasa! Para Boss dibidang Bisnis dan sekarang 
banyak muncul Boss Partai. Kalau anda bukan Boss atau Penguasa maka di Republik 
Indonesia yang tercinta ini anda hanya boleh berstatus NUMPANG HIDUP. 
Kenyamanan kondisi anda dalam menumpang hidup sekali lagi tergantung kepada 
rezeki ekonomi anda. Seringkali rezeki ekonomi  adalah fungsi keberanian anda 
untuk melakukan dan atau membantu terjadinya KORUPSI. Bahkan orang asing yang 
bekerja di Indonesia langsung terkena WABAH FLU KORUPSI ( termasuk orang 
asing dan orang Indonesia yang bekerja di perusahaan asing yang beroperasi di 
Indonesia). Yang jelas Virus Flu Korupsi
 ini sampai sekarang belum ada niatan untuk pengembangan anti Virusnya. 
Generasi muda bangsa ini yang berpendidikan sangat tinggi (para PhD dan paling 
tidak Master dari universitas terbaik di dunia) berada pada posisi yang sangat 
dilematis. Mau kompromi bekerja di Indonesia dan berusaha bisa hidup layak  
dengan resiko menjadi Rochmin Danuri ( Mantan Meneteri Kelautan) dan Rahardi 
Ramelan (yang jadi kambing hitam). Kalau hanya bekerja jadi PNS , TNI -POLRI 
dengan jujur dan mengambil jalan lurus; ya pasti tidak dapat bertahan hidup. 
Alias TIDAK SURVIVE. Bisa-bisa suami istri punya gelar PhD , menyekolahkan anak 
disekolah nyang lumayan kualitasnya saja tidak mampu. Mau komprromi dengan 
sisitem dan budaya . Takut! Apalagi ada KPK. Apalagi kita tahu bahwa selama ini 
KPK. POLRI. KEJAKSAAN dan KEHAKIMAN  sangat TEGAS, LUGAS DAN TIDAK PANDANG 
BULU! bila menghadapi  KORUPTOR KECIL ! Kecil dalam artian berbilang sampai 
dengan double digits milyar rupiah. Resiko bagi koruptor gurem dan kecil pasti 
masuk bui! Kalau punya nyali
 dan kesempatan  di Indonesia Jadilah KORUPTOR BESAR! Pasti selamat dan bahkan 
masih mendapat kehormatan tinggi. Lihat saja Nurdin Halid yang sudah dipenjara 
masih dipaksa untuk menjadi Ketum PSSI. Bob Hassan dipaksa untuk 
menyelamatkan Atletik Indonesia.Budi baik Mas Tommy Suharto tentu terus dalam 
kenangan sejumlah orang tertentu!. Disamping itu kalau anda PhD brilian dan 
bekerja di dalam negeri ( termasuk di PTN) bagaimana anda mau meneliti. Lha 
wong anggarannya compang camping! Nah dengan demikian manakala generasi muda 
yang sangat terpelajar ini masih ingin hidup layak, tidak ada resiko masuk bui 
dan masih punya mimpi untuk BERAKTUALISASI DIRI pilihan utama mereka adalah 
bekerja diluar negeri dimana imbalan ekonomi yang mereka terima layak! Kata 
generasi ini :  Pak Tjuk, mohon maaf kami terpaksa ikutan jadi TKI! Kalau 
kita berpikir ala Suhartois!. yaah kenapa tidak . Ketimbang mengirim TKI yang 
hanya lulusan SD dan teraniaya seperti
 nasib SITI HAJAR! Salam keprihatinan Tjuk KS 
 
--- Pada Sen, 13/7/09, Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id menulis:

Dari: Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id
Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 13 Juli, 2009, 7:06 AM
















  
  http://koran. kompas.com/ read/xml/ 2009/07/13/ 04494354/ 600..peneliti. 
.pilih.bekerja. di.luar.negeri



Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih 
bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar 
negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil 
berprestasi.



Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima 
beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar, ujar 
Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan 
Nasional Hendarman di sela-sela