Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Salam, Sy pernah mengenal 4 orang mahasiswa indonesia yg mendapat beasiswa dr pemerintah utk belajar di salah satu universitas di Madrid spanyol. 2 orang diantaranya berhasil menyelesaikan studynya dengan tepat waktu. Akan tetapi 2 orang lainnya bahkan hampir 10 thn (ketika itu) blm juga berhasil menyelesaikan studynya. Beasiswa dr indonesiapun akhirnya dihentikan. Selidik punya selidik, ternyata, 2 orang ini (menurut dia)memang sengaja mengulur ulur waktu dengan harapan beasiswa dr indonesia dihentikan. Menurut dia, apabila dia menyelesaikan study dengan bantuan beasiswa dari indonesia, maka setelahnya dirinya akan kembali ke indonesia dan akan bekerja sesuai keinginan sponsor tapi dengan gaji yg tidak seimbang. Disini mereka melihat bahwa pada instansi yg sama, orang indonesia lulusan sebuah universitas di luar negeri gajinya jauh lebih rendah dibandingkan dengan gaji orang asing yg juga bekerja pada isntansi tersebut, padahal merupakan lulusan dari universitas yg sama. Selain itu, selama mereka study di luar negeri, mereka juga melihat bahwa, betapa negara2 maju menghargai ilmu seseorang tanpa membedakan kewarganegaraan. Oleh karenanya, selama itu pula mereka berupaya menemukan pihak (dispanyol) yg bersediah memberikan beasiswa kepadanya guna menyelesaikan study yg tinggal selangkah lagi. Tentu setelahnya mereka akan bekerja sesuai keinginan sponsor baru itu, namun dengan gaji yg lebih memadai bila dibandingkan dengan jika harus kembali ke indonesia, katanya. Salam. From: muslimin putra musliminbpu...@yahoo.com To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Sent: Sunday, July 12, 2009 6:17:42 PM Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri Ini tanggung jawab Menristek. Mengapa para peneliti lebih memilih bekerja di luar negeri? Siapapun yang dipilih SBY-Budiono menjadi Menristek, ke depan harus dapat mengakomodir para peneliti tsb supaya pulang dan membangun negeri. Kita perlu belajar para peneliti India yang menguasai IT, meski negaranya masih tergolong miskin, namun berkat tanggung jawab para ilmuwan, India mampu membangun teknologinya berbasis IT. Muslimin B.Putra
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Saya kira jangan mencampur-adukkan antara beasiswa dengan pilihan pekerjaan. Yang pernah saya tahu beasiswa biasanya diberikan kepada seseorang dengan perjanjian tertentu yang disepakati sipemberi dana dan si penerima dana. Dalam perjanjian itu dirinci kewajiban-kewajiban apa yang mesti dijalankan sipenerima beasiswa. Misalnya wajib mengabdi kepada lembaga pemberi beasiswa selama 5 tahun setelah lulus. Dengan demikian tidak patut orang lain menghakimi sipenerima beasiswa dengan segala tudingan dan meminta supaya tetap loyal seumur hidup kepada sipemberi beasiswa padahal mungkin orang ini sudah Jadi harap berhati-hati kita menghakimi orang lain apalagi menilai tidak nasionalis! membayar seluruh kewajibannya sesuai kontrak. Beasiswa bukan kerja paksa sumur hidup! Kedua, apakah tenaga ahli kita bekerja di Indonesia atau di luar Indonesia itu tidak akan mengurangi kemajuan Indonesia. Hal yang sama juga dialami negara-negara lain. Malah dengan semakin lakunya tenaga ahli Indonesia diluar negeri itu akan menambah harum nama negara dan percayalah suatu saat ahli-ahli kita itu akan pulang juga selagi masih jadi WNI. SH On 7/13/09, Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id wrote: http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/13/04494354/600..peneliti..pilih.bekerja.di.luar.negeri Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil berprestasi. Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar, ujar Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Hendarman di sela-sela peluncuran kelas internasional Institut Manajemen Telkom, Sabtu (11/7) di Bandung, Jawa Barat. Para ilmuwan ini tersebar di berbagai negara. Namun, kebanyakan berada di Jepang dan Jerman. Ia mencontohkan, Khoirul Anwar, alumnus Elektro Institut Teknologi Bandung dan pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang WNI yang kini bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang. Ada juga ilmuwan kita di luar yang berhasil memiliki hingga 10 paten. Indonesia juga punya salah satu profesor paling muda asal Medan yang kini bekerja di Amerika Serikat dan ia mendapatkan dana penelitian yang sangat besar. Ilmuwan kita sesungguhnya hebat-hebat, kata Hendarman. Menurutnya, negara tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih bekerja di luar negeri demi mengembangkan kariernya. Ada banyak alasan mereka memilih ke luar. Bisa itu karena kebebasan akademiknya, fasilitas yang lebih canggih, ataupun demi alasan jaminan kesejahteraan, ujarnya. Di jurnal masih rendah Di sisi lain, kontribusi peneliti di lembaga riset dan perguruan tinggi Indonesia dalam jurnal-jurnal internasional justru masih sangat rendah. Hanya 0,87 artikel ilmiah per sejuta penduduk Indonesia. Bandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, yang sebesar 21,30 atau India yang mencapai 12,00. Untuk itu, ke depan, Pak Menteri dan Dirjen (Pendidikan Tinggi) meminta peneliti prominent yang ada di luar negeri juga melakukan riset bareng. Setidaknya, nama perguruan tinggi asal mereka turut ditulis di penelitian yang dikerjakan, katanya. Ini penting untuk meningkatkan citations index di dalam rangka pemeringkatan universitas kelas dunia. Secara terpisah, Wakil Rektor Senior Bidang Sumber Daya ITB, Carmadi Machub mengatakan, dari 1.020 dosen ITB, sekitar 5 persen di antaranya berperilaku kurang disiplin. Mereka jarang mengajar dan kerap mencari proyek tambahan di luar negeri. Ini sempat dipersoalkan dan diusulkan agar mereka ini diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Ada yang izin pergi ke luar (negeri), tetapi tidak kembali, ujarnya. Diakuinya, dosen-dosen semacam ini sulit ditindak. Namun, ia meyakini, perilaku dosen seperti ini akan semakin berkurang seiring adanya program sertifikasi dosen yang bisa berimplikasi pada tambahan tunjangan profesi satu kali gaji pokok. Bahkan, khusus guru besar, tunjangannya itu bisa mencapai tiga kali lipat. (jon)
Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Salam, Para pemimpin dalam pemerintahan RI tidak cukup cerdas untuk menaruh perhatian dalam soal ini.Bagaimana pak KK? Wasalam, Wal Suparmo --- Pada Sen, 13/7/09, Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id menulis: Dari: Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 13 Juli, 2009, 7:06 AM http://koran. kompas.com/ read/xml/ 2009/07/13/ 04494354/ 600..peneliti. .pilih.bekerja. di.luar.negeri Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil berprestasi. Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar, ujar Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Hendarman di sela-sela peluncuran kelas internasional Institut Manajemen Telkom, Sabtu (11/7) di Bandung, Jawa Barat. Para ilmuwan ini tersebar di berbagai negara. Namun, kebanyakan berada di Jepang dan Jerman. Ia mencontohkan, Khoirul Anwar, alumnus Elektro Institut Teknologi Bandung dan pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang WNI yang kini bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang. Ada juga ilmuwan kita di luar yang berhasil memiliki hingga 10 paten. Indonesia juga punya salah satu profesor paling muda asal Medan yang kini bekerja di Amerika Serikat dan ia mendapatkan dana penelitian yang sangat besar. Ilmuwan kita sesungguhnya hebat-hebat, kata Hendarman. Menurutnya, negara tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih bekerja di luar negeri demi mengembangkan kariernya. Ada banyak alasan mereka memilih ke luar. Bisa itu karena kebebasan akademiknya, fasilitas yang lebih canggih, ataupun demi alasan jaminan kesejahteraan, ujarnya. Di jurnal masih rendah Di sisi lain, kontribusi peneliti di lembaga riset dan perguruan tinggi Indonesia dalam jurnal-jurnal internasional justru masih sangat rendah. Hanya 0,87 artikel ilmiah per sejuta penduduk Indonesia. Bandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, yang sebesar 21,30 atau India yang mencapai 12,00. Untuk itu, ke depan, Pak Menteri dan Dirjen (Pendidikan Tinggi) meminta peneliti prominent yang ada di luar negeri juga melakukan riset bareng. Setidaknya, nama perguruan tinggi asal mereka turut ditulis di penelitian yang dikerjakan, katanya. Ini penting untuk meningkatkan citations index di dalam rangka pemeringkatan universitas kelas dunia. Secara terpisah, Wakil Rektor Senior Bidang Sumber Daya ITB, Carmadi Machub mengatakan, dari 1.020 dosen ITB, sekitar 5 persen di antaranya berperilaku kurang disiplin. Mereka jarang mengajar dan kerap mencari proyek tambahan di luar negeri. Ini sempat dipersoalkan dan diusulkan agar mereka ini diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Ada yang izin pergi ke luar (negeri), tetapi tidak kembali, ujarnya. Diakuinya, dosen-dosen semacam ini sulit ditindak. Namun, ia meyakini, perilaku dosen seperti ini akan semakin berkurang seiring adanya program sertifikasi dosen yang bisa berimplikasi pada tambahan tunjangan profesi satu kali gaji pokok. Bahkan, khusus guru besar, tunjangannya itu bisa mencapai tiga kali lipat. (jon) Mulai chatting dengan teman di Yahoo! Pingbox baru sekarang!! Membuat tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah. http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/ [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Kalau yang ini sih kita sudah tau kenapa banyak peneliti lebih cenderung bekerja di luar negeri Diluar negeri, semua fasilitas yang mereka butuhkan ada untuk meneliti, kesejahteraannya juga cukup menjanjikan dan penghargaan bagi para peniliti juga cukup tinggi. Di Indonesia.hmmm RBH - Original Message - From: muslimin putra To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Sent: Monday, July 13, 2009 8:17 AM Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri Ini tanggung jawab Menristek. Mengapa para peneliti lebih memilih bekerja di luar negeri? Siapapun yang dipilih SBY-Budiono menjadi Menristek, ke depan harus dapat mengakomodir para peneliti tsb supaya pulang dan membangun negeri. Kita perlu belajar para peneliti India yang menguasai IT, meski negaranya masih tergolong miskin, namun berkat tanggung jawab para ilmuwan, India mampu membangun teknologinya berbasis IT. Muslimin B.Putra
Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Salam, B.J.Habibie yang waktu itu sudah mendapat posisi yang mapan di MBB, SAMA SEKALI TIDAK mempunyai fikiran untuk pulang ke Indonesia. Kalau ia tidak DIBUJUK oleh Ibnu Sutowo atas instruksi Suharto, dengan menjanjikannya dapat mendirikan pabrik peswat terbang. Padahal kawan2 sebelum dan seangkatannya, setelah lulus LANSUNG PULANG, a.l.RGW SENDUK, yang ayahnya bernama DR RCL SENDUK (pendiri palang merah Indonesia bersama Dr BAHDER DJOHAN) bersama DR RATULANGI dan Ir TADJUDIN NOOR, ditangkap Belanda di Makassar.Sedang Habibie Senior adalah PNS pemerintah NIT atau Belanda. Sekarangpun dengan alasan yang di-buat2 yaitu harus menjaga istrinya berobat di Jetman,Habibie tidak SUDI TINGGAL di Indonesia. Wasalam, Wal Suparmo --- Pada Sen, 13/7/09, tjuk kasturi sukiadi kasturi_suki...@yahoo.co.id menulis: Dari: tjuk kasturi sukiadi kasturi_suki...@yahoo.co.id Judul: Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, bencananeg...@yahoogroups.com, ANGGIE 1 relig...@yahoo.com.sg, ridwan.widija...@spc.com.sg, atoes wisjnubroto wisjnubr...@gmail.com Tanggal: Senin, 13 Juli, 2009, 10:55 AM ANTARA IDEALISME DAN SURVIVALISME SERTA AKTUALISASI DIRI! Betapa tidak sedih membaca data bahwa 600 Peniliti (yang hampir semua bergelar PhD luar negeri dan bahkan sekolahnya dulu mnendapat bea sisiwa atas nama negara dan bangsa Indonesia) Pilih Bekerja di Luar Negeri. Namun kesedihan ini kan bukan untuk pertama dan pasti belum akan menjadi yang terakhir kali. Angkatan BJ Habibi yang kecantol di Jerman Barat (waktu itu) dan mungkin ada yang lebih senior. Juga angakatan binaan BJ Habibi (ini yng disekolahkan dengan biaya republik dan dalam jumlah yang relatip besar) baik yang dikirim atas nama IPTN maupun PT PAL. Mereka kebanyakan sekarang bekerja di luar negeri. Yang tetap tinggal di dalam negeri juga banyak yang sudah alih perusahaan atau bahkan alih profesi. Sejak 40 tahun terakhir ini bangsa kita sebagian besar sudah menjadi pengamal Suhartoisme . Semua dipandang dari sudut KEPRAKTISAN dan KEPRAGMATISAN! Idealisme sudah masuk ke dalam keranjang sampah! Penataran P4 sama sekali tidak ada pengaruh positipnya; antara lain karena di dalam kehidupan nyata tidak ada CONTOH PRAKTEKNYA! Konsep PANUTAN yang mempersyaratkan Kenthalnya Idealisme Tidak Jalan. Karena Pemimpin sudah seperti Harimau Jawa. Masih dibicarakan, tetapi wujudnya sudah tidak ada. Alias kemungkinan sangat besar telah punah! Yang ada sekarang adalah Para Boss dan Penguasa! Para Boss dibidang Bisnis dan sekarang banyak muncul Boss Partai. Kalau anda bukan Boss atau Penguasa maka di Republik Indonesia yang tercinta ini anda hanya boleh berstatus NUMPANG HIDUP. Kenyamanan kondisi anda dalam menumpang hidup sekali lagi tergantung kepada rezeki ekonomi anda. Seringkali rezeki ekonomi adalah fungsi keberanian anda untuk melakukan dan atau membantu terjadinya KORUPSI. Bahkan orang asing yang bekerja di Indonesia langsung terkena WABAH FLU KORUPSI ( termasuk orang asing dan orang Indonesia yang bekerja di perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia). Yang jelas Virus Flu Korupsi ini sampai sekarang belum ada niatan untuk pengembangan anti Virusnya. Generasi muda bangsa ini yang berpendidikan sangat tinggi (para PhD dan paling tidak Master dari universitas terbaik di dunia) berada pada posisi yang sangat dilematis. Mau kompromi bekerja di Indonesia dan berusaha bisa hidup layak dengan resiko menjadi Rochmin Danuri ( Mantan Meneteri Kelautan) dan Rahardi Ramelan (yang jadi kambing hitam). Kalau hanya bekerja jadi PNS , TNI -POLRI dengan jujur dan mengambil jalan lurus; ya pasti tidak dapat bertahan hidup. Alias TIDAK SURVIVE. Bisa-bisa suami istri punya gelar PhD , menyekolahkan anak disekolah nyang lumayan kualitasnya saja tidak mampu. Mau komprromi dengan sisitem dan budaya . Takut! Apalagi ada KPK. Apalagi kita tahu bahwa selama ini KPK. POLRI. KEJAKSAAN dan KEHAKIMAN sangat TEGAS, LUGAS DAN TIDAK PANDANG BULU! bila menghadapi KORUPTOR KECIL ! Kecil dalam artian berbilang sampai dengan double digits milyar rupiah. Resiko bagi koruptor gurem dan kecil pasti masuk bui! Kalau punya nyali dan kesempatan di Indonesia Jadilah KORUPTOR BESAR! Pasti selamat dan bahkan masih mendapat kehormatan tinggi. Lihat saja Nurdin Halid yang sudah dipenjara masih dipaksa untuk menjadi Ketum PSSI. Bob Hassan dipaksa untuk menyelamatkan Atletik Indonesia.Budi baik Mas Tommy Suharto tentu terus dalam kenangan sejumlah orang tertentu!. Disamping itu kalau anda PhD brilian dan bekerja di dalam negeri ( termasuk di PTN) bagaimana anda mau meneliti. Lha wong anggarannya compang camping! Nah dengan demikian manakala generasi muda yang sangat terpelajar ini masih ingin hidup layak, tidak ada resiko masuk bui dan masih punya mimpi untuk BERAKTUALISASI DIRI pilihan utama mereka adalah bekerja diluar negeri dimana imbalan ekonomi yang mereka terima
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Jawabannya sebenarnya sangat simpel, Pak Karena keberadaan mrk lebih *diakui* secara ilmu dan income oleh negara lain. Ada 2 org kawan saya yg bergabung dgn negara lain utk melakukan penelitian dlm bidang yg berbeda. Yang satu melakukan penelitian dlm bidang ilmu kedokteran, yg saat ini tengah meneliti ttg otak manusia. Dan skrg dia sdg ada di austria, belanda, dan negara sekitar. Sedangkan yg satunya, sdg ada di negara arab saudi. Yg ini sdg melakukan pembuatan vaksin utk bidang peternakan.. Khusus utk kawan sy yg seorang dokter itu.dia yg *dikejar2* oleh bbrp profesor di eropa. Krn kemampuan dia sangat diakui oleh bbrp negara. Sblm di Austria, dia sdh melakukan penelitian di jepang dan Jerman. Dan sampai sekarang, dia sudah *diperebutkan* oleh 2 negara itu (jepang dan jerman).dimana ke 2 negara itu menawarkan warga negara tetap kepada kawan saya. Dan apa yg sudah dia temukan dlm penelitian di jepang dan jerman itu, sangat menakjubkan. Dan sekarang sudah di patenkan di negara itu. Indonesia sudah kalah lagi 1 langkah..dan salah satu warga terbaiknya sudah menorehkan sejarah dibidang kedokteran yg sedihnya...hal itu dilakukan di negara lain dan utk keuntungan negara lain. Regards, YUSRI Sent from my BlackBerry® wireless device -Original Message- From: muslimin putra musliminbpu...@yahoo.com Date: Mon, 13 Jul 2009 09:17:42 To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri Ini tanggung jawab Menristek. Mengapa para peneliti lebih memilih bekerja di luar negeri? Siapapun yang dipilih SBY-Budiono menjadi Menristek, ke depan harus dapat mengakomodir para peneliti tsb supaya pulang dan membangun negeri. Kita perlu belajar para peneliti India yang menguasai IT, meski negaranya masih tergolong miskin, namun berkat tanggung jawab para ilmuwan, India mampu membangun teknologinya berbasis IT. Muslimin B.Putra = Pojok Milis Komunitas Forum Pembaca KOMPAS [FPK] : 1.Milis Komunitas FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS 2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://koran.kompas.com/ , http://kompas.com/ dan http://kompasiana.com/ 3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke anggota 4.Moderator E-mail: agus.hamonan...@gmail.com agushamonan...@yahoo.co.id 5.Untuk bergabung: forum-pembaca-kompas-subscr...@yahoogroups.com KOMPAS LINTAS GENERASI = Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:forum-pembaca-kompas-dig...@yahoogroups.com mailto:forum-pembaca-kompas-fullfeatu...@yahoogroups.com * To unsubscribe from this group, send an email to: forum-pembaca-kompas-unsubscr...@yahoogroups.com * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Koq baru sadar pemerintah ye! Bahkan para siswa juara olimpiade berbagai bidang dari Indonesia pun sudah direkrut oleh negara lain karena tidak mendapat perhatian dari pemerintah seperti didiskusikan beberapa waktu lalu di FPK ini. ss --- On Mon, 7/13/09, tjuk kasturi sukiadi kasturi_suki...@yahoo.co.id wrote: From: tjuk kasturi sukiadi kasturi_suki...@yahoo.co.id Subject: Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, ANTARA IDEALISME DAN SURVIVALISME SERTA AKTUALISASI DIRI! Betapa tidak sedih membaca data bahwa 600 Peniliti (yang hampir semua bergelar PhD luar negeri dan bahkan sekolahnya dulu mnendapat bea sisiwa atas nama negara dan bangsa Indonesia) Pilih Bekerja di Luar Negeri. Namun kesedihan ini kan bukan untuk pertama dan pasti belum akan menjadi yang terakhir kali. Angkatan BJ Habibi yang kecantol di Jerman Barat (waktu itu) dan mungkin ada yang lebih senior. Juga angakatan binaan BJ Habibi (ini yng disekolahkan dengan biaya republik dan dalam jumlah yang relatip besar) baik yang dikirim atas nama IPTN maupun PT PAL. Mereka kebanyakan sekarang bekerja di luar negeri. Yang tetap tinggal di dalam negeri juga banyak yang sudah alih perusahaan atau bahkan alih profesi. Sejak 40 tahun terakhir ini bangsa kita sebagian besar sudah menjadi pengamal Suhartoisme . Semua dipandang dari sudut KEPRAKTISAN dan KEPRAGMATISAN! Idealisme sudah masuk ke dalam keranjang sampah! Penataran P4 sama sekali tidak ada pengaruh positipnya; antara lain karena di dalam kehidupan nyata tidak ada CONTOH PRAKTEKNYA! Konsep PANUTAN yang mempersyaratkan Kenthalnya Idealisme Tidak Jalan. Karena Pemimpin sudah seperti Harimau Jawa. Masih dibicarakan, tetapi wujudnya sudah tidak ada. Alias kemungkinan sangat besar telah punah! Yang ada sekarang adalah Para Boss dan Penguasa! Para Boss dibidang Bisnis dan sekarang banyak muncul Boss Partai. Kalau anda bukan Boss atau Penguasa maka di Republik Indonesia yang tercinta ini anda hanya boleh berstatus NUMPANG HIDUP. Kenyamanan kondisi anda dalam menumpang hidup sekali lagi tergantung kepada rezeki ekonomi anda. Seringkali rezeki ekonomi adalah fungsi keberanian anda untuk melakukan dan atau membantu terjadinya KORUPSI. Bahkan orang asing yang bekerja di Indonesia langsung terkena WABAH FLU KORUPSI ( termasuk orang asing dan orang Indonesia yang bekerja di perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia). Yang jelas Virus Flu Korupsi ini sampai sekarang belum ada niatan untuk pengembangan anti Virusnya. Generasi muda bangsa ini yang berpendidikan sangat tinggi (para PhD dan paling tidak Master dari universitas terbaik di dunia) berada pada posisi yang sangat dilematis. Mau kompromi bekerja di Indonesia dan berusaha bisa hidup layak dengan resiko menjadi Rochmin Danuri ( Mantan Meneteri Kelautan) dan Rahardi Ramelan (yang jadi kambing hitam). Kalau hanya bekerja jadi PNS , TNI -POLRI dengan jujur dan mengambil jalan lurus; ya pasti tidak dapat bertahan hidup. Alias TIDAK SURVIVE. Bisa-bisa suami istri punya gelar PhD , menyekolahkan anak disekolah nyang lumayan kualitasnya saja tidak mampu. Mau komprromi dengan sisitem dan budaya . Takut! Apalagi ada KPK. Apalagi kita tahu bahwa selama ini KPK. POLRI. KEJAKSAAN dan KEHAKIMAN sangat TEGAS, LUGAS DAN TIDAK PANDANG BULU! bila menghadapi KORUPTOR KECIL ! Kecil dalam artian berbilang sampai dengan double digits milyar rupiah. Resiko bagi koruptor gurem dan kecil pasti masuk bui! Kalau punya nyali dan kesempatan di Indonesia Jadilah KORUPTOR BESAR! Pasti selamat dan bahkan masih mendapat kehormatan tinggi. Lihat saja Nurdin Halid yang sudah dipenjara masih dipaksa untuk menjadi Ketum PSSI. Bob Hassan dipaksa untuk menyelamatkan Atletik Indonesia.Budi baik Mas Tommy Suharto tentu terus dalam kenangan sejumlah orang tertentu!. Disamping itu kalau anda PhD brilian dan bekerja di dalam negeri ( termasuk di PTN) bagaimana anda mau meneliti. Lha wong anggarannya compang camping! Nah dengan demikian manakala generasi muda yang sangat terpelajar ini masih ingin hidup layak, tidak ada resiko masuk bui dan masih punya mimpi untuk BERAKTUALISASI DIRI pilihan utama mereka adalah bekerja diluar negeri dimana imbalan ekonomi yang mereka terima layak! Kata generasi ini : Pak Tjuk, mohon maaf kami terpaksa ikutan jadi TKI! Kalau kita berpikir ala Suhartois! . yaah kenapa tidak . Ketimbang mengirim TKI yang hanya lulusan SD dan teraniaya seperti nasib SITI HAJAR! Salam keprihatinan Tjuk KS
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
He,he..! Belum lama ini ada yang usul kalau kirim TKI yang tingkatannya profesor aja, biar gak bikin malu negara dan bangsa. Giliran sekarang kenyataannya banyak orang2 pinter Indonesia yang jadi TKI di LN. Wah, banyak orang yang kebakaran jenggot. He,he lagi.. --- On Mon, 7/13/09, muslimin putra musliminbpu...@yahoo.com wrote: From: muslimin putra musliminbpu...@yahoo.com Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Date: Monday, July 13, 2009, 1:17 AM Ini tanggung jawab Menristek. Mengapa para peneliti lebih memilih bekerja di luar negeri? Siapapun yang dipilih SBY-Budiono menjadi Menristek, ke depan harus dapat mengakomodir para peneliti tsb supaya pulang dan membangun negeri. Kita perlu belajar para peneliti India yang menguasai IT, meski negaranya masih tergolong miskin, namun berkat tanggung jawab para ilmuwan, India mampu membangun teknologinya berbasis IT. Muslimin B.Putra
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Masih ingat berita ini??? Profesor Termuda di Amerika Adalah Orang Indonesia Senin, 12-11-2007 09:28:00 oleh: Norman Sasono Kanal: Gaya Hidup Nelson Tansu meraih gelar Profesor di bidang Electrical Engineering di Amerika sebelum berusia 30 tahun. Karena last name-nya mirip nama Jepang, banyak petinggi Jepang yang mengajaknya pulang ke Jepang untuk membangun Jepang. Tapi Prof. Tansu mengatakan kalau dia adalah pemegang paspor hijau berlogo Garuda Pancasila. Namun demikian, ia belum mau pulang ke Indonesia. Kenapa? Di artikel wikimu dari Ardian Syam di awal tahun 2007 ini, http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=826, dibahas sedikit tentang Prof. Nelson Tansu ini. Di artikel ini, akan dibahas lebih jauh siapa sih Profesor Nelson Tansu ini yang termasuk peraih gelar profesor termuda di Amerika. Nelson Tansu lahir di Medan, 20 October 1977. Lulusan terbaik dari SMA Sutomo 1 Medan. Pernah menjadi finalis team Indonesia di Olimpiade Fisika. Meraih gelar Sarjana dari Wisconsin University pada bidang Applied Mathematics, Electrical Engineering and Physics (AMEP) yang ditempuhnya hanya dalam 2 tahun 9 bulan, dan dengan predikat Summa Cum Laude. Kemudian meraih gelar Master pada bidang yang sama, dan meraih gelar Doktor (Ph.D) di bidang Electrical Engineering pada usia 26 tahun. Ia mengaku orang tuanya hanya membiayai-nya hingga sarjana saja. Selebihnya, ia dapat dari beasiswa hingga meraih gelar Doktorat. Dia juga merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi Profesor di Lehigh University tempatnya bekerja sekarang. Thesis Doktorat-nya mendapat award sebagai The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award mengalahkan 300 thesis Doktorat lainnya. Secara total, ia sudah menerima 11 scientific award di tingkat internasional, sudah mempublikasikan lebih 80 karya di berbagai journal internasional dan saat ini adalah visiting professor di 18 perguruan tinggi dan institusi riset. Ia juga aktif diundang sebagai pembicara di berbagai even internasional di Amerika, Kanada, Eropa dan Asia. Karena namanya mirip dengan bekas Perdana Menteri Turki, Tansu Ciller, dan juga mirip nama Jepang, Tansu, maka pihak Turki dan Jepang banyak yang mencoba membajaknya untuk pulang. Tapi dia selalu menjelaskan kalau dia adalah orang Indonesia. Hingga kini ia tetap memegang paspor hijau berlogo Garuda Pancasila dan tidak menjadi warga negara Amerika Serikat. Ia cinta Indonesia katanya. Tetapi, melihat atmosfir riset yang sangat mendukung di Amerika, ia menyatakan belum mau pulang dan bekerja di Indonesia. Bukan apa-apa, harus kita akui bahwa Indonesia terlalu kecil untuk ilmuwan sekaliber Prof. Nelson Tansu. Ia juga menyatakan bahwa di Amerika, ilmuwan dan dosen adalah profesi yang sangat dihormati di masyarakat. Ia tidak melihat hal demikian di Indonesia. Ia menyatatakan bahwa penghargaan bagi ilmuwan dan dosen di Indonesia adalah rendah. Lihat saja penghasilan yang didapat dari kampus. Tidak cukup untuk membiayai keluarga si peneliti/dosen. Akibatnya, seorang dosen harus mengambil pekerjaan lain, sebagai konsultan di sektor swasta, mengajar di banyak perguruan tinggi, dan sebagianya. Dengan demikian, seorang dosen tidak punya waktu lagi untuk melakkukan riset dan membuat publikasi ilmiah. Bagaimana perguruan tinggi Indonesia bisa dikenal di luar negeri jika tidak pernah menghasilkan publikasi ilmiah secara internasional? Prof. Tansu juga menjelaskan kalau di US atau Singapore, gaji seorang profesor adalah 18-30 kali lipat lebih dari gaji professor di Indonesia. Sementara, biaya hidup di Indonesia cuma lebih murah 3 kali saja. Maka itu, ia mengatakan adalah sangat wajar jika seorang profesor lebih memilih untuk tidak bekerja di Indonesia. Panggilan seorang profesor atau dosen adalah untuk meneliti dan membuat publikasi ilmiah, tapi bagaimana mungkin bisa ia lakukan jika ia sendiri sibuk cari makan. Dari diskusi saya dengan beberapa dosen di Indonesia, kelihatannya semua meng-iya-kan apa yang Prof. Tansu gambarkan tentang dunia perguruan tinggi di Indonesia. Hmm, memprihatinkan. Sumber: Website resmi Prof. Nelson Tansu: http://www3.lehigh.edu/engineering/ece/tansu.asp Majalah Campus Asia Volume 1 Number 1 October 2007 [Non-text portions of this message have been removed]
[Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/13/04494354/600..peneliti..pilih.bekerja.di.luar.negeri Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil berprestasi. Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar, ujar Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Hendarman di sela-sela peluncuran kelas internasional Institut Manajemen Telkom, Sabtu (11/7) di Bandung, Jawa Barat. Para ilmuwan ini tersebar di berbagai negara. Namun, kebanyakan berada di Jepang dan Jerman. Ia mencontohkan, Khoirul Anwar, alumnus Elektro Institut Teknologi Bandung dan pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang WNI yang kini bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang. Ada juga ilmuwan kita di luar yang berhasil memiliki hingga 10 paten. Indonesia juga punya salah satu profesor paling muda asal Medan yang kini bekerja di Amerika Serikat dan ia mendapatkan dana penelitian yang sangat besar. Ilmuwan kita sesungguhnya hebat-hebat, kata Hendarman. Menurutnya, negara tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih bekerja di luar negeri demi mengembangkan kariernya. Ada banyak alasan mereka memilih ke luar. Bisa itu karena kebebasan akademiknya, fasilitas yang lebih canggih, ataupun demi alasan jaminan kesejahteraan, ujarnya. Di jurnal masih rendah Di sisi lain, kontribusi peneliti di lembaga riset dan perguruan tinggi Indonesia dalam jurnal-jurnal internasional justru masih sangat rendah. Hanya 0,87 artikel ilmiah per sejuta penduduk Indonesia. Bandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, yang sebesar 21,30 atau India yang mencapai 12,00. Untuk itu, ke depan, Pak Menteri dan Dirjen (Pendidikan Tinggi) meminta peneliti prominent yang ada di luar negeri juga melakukan riset bareng. Setidaknya, nama perguruan tinggi asal mereka turut ditulis di penelitian yang dikerjakan, katanya. Ini penting untuk meningkatkan citations index di dalam rangka pemeringkatan universitas kelas dunia. Secara terpisah, Wakil Rektor Senior Bidang Sumber Daya ITB, Carmadi Machub mengatakan, dari 1.020 dosen ITB, sekitar 5 persen di antaranya berperilaku kurang disiplin. Mereka jarang mengajar dan kerap mencari proyek tambahan di luar negeri. Ini sempat dipersoalkan dan diusulkan agar mereka ini diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Ada yang izin pergi ke luar (negeri), tetapi tidak kembali, ujarnya. Diakuinya, dosen-dosen semacam ini sulit ditindak. Namun, ia meyakini, perilaku dosen seperti ini akan semakin berkurang seiring adanya program sertifikasi dosen yang bisa berimplikasi pada tambahan tunjangan profesi satu kali gaji pokok. Bahkan, khusus guru besar, tunjangannya itu bisa mencapai tiga kali lipat. (jon)
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Contoh lain: http://www.pandhitopanji-f.org/ sebulan sekali comute Jeang Bandung karena Istri dosen ITB. Dia mengoperasikan beberapa satelite dan mematenkan banyak temuan yang berkaitan dengan radar dan gelombang termasuk sebuah temuan yang bakal menggemparkan berkaitan dengan traffic gelombang yang bakal tidak membuat crowded freq. Th 2015 meluncurkan satelite sendiri dari Jepang. Beliau S1 nya di Ina dan pendiri prodi elektro Parahyangan Bandung Yang laiun adalah nelson Tansu anag Medan di Lehigh. Butir yang ingin saya sampaikan adalah bahwa mereka meskipun berkarya diluar namun tetap merah putih dan bukan warga dunia. Mereka dengan posisinya sekarang menarik generasi cerdas Indonesia untuk digodhog di kawah Candradimuka mereka dengan bantuan bea siswa yang mereka carikan. Semangat merah putih itu tetap ada di dada mereka. Mereka berdua mengtakan bahwa berkarya untuk negeri tidak harus di Indonesia. Semoga semakin banyak orang semacam mereka. Bagaimana dengan Indonesia ? Selamat berpartai ria dan bermunafik ria karena hidup hanya sekali jadi nikmatilah kemunafikan itu. Itu semua pilihan! Yang pasti mereka berdua tidak mungkin bisa melakukan apa yang mereka lakukan sekarang ini bila di Indonesia. Yang menarik, keduanya mengatakan bahwa mungkin 2020 Indonesia berbeda. Agus Hamonangan wrote: http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/13/04494354/600..peneliti..pilih.bekerja.di.luar.negeri http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/13/04494354/600..peneliti..pilih.bekerja.di.luar.negeri Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil berprestasi. Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar, ujar Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Hendarman di sela-sela peluncuran kelas internasional Institut Manajemen Telkom, Sabtu (11/7) di Bandung, Jawa Barat. Para ilmuwan ini tersebar di berbagai negara. Namun, kebanyakan berada di Jepang dan Jerman. Ia mencontohkan, Khoirul Anwar, alumnus Elektro Institut Teknologi Bandung dan pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang WNI yang kini bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang. Ada juga ilmuwan kita di luar yang berhasil memiliki hingga 10 paten. Indonesia juga punya salah satu profesor paling muda asal Medan yang kini bekerja di Amerika Serikat dan ia mendapatkan dana penelitian yang sangat besar. Ilmuwan kita sesungguhnya hebat-hebat, kata Hendarman. Menurutnya, negara tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih bekerja di luar negeri demi mengembangkan kariernya. Ada banyak alasan mereka memilih ke luar. Bisa itu karena kebebasan akademiknya, fasilitas yang lebih canggih, ataupun demi alasan jaminan kesejahteraan, ujarnya. Di jurnal masih rendah Di sisi lain, kontribusi peneliti di lembaga riset dan perguruan tinggi Indonesia dalam jurnal-jurnal internasional justru masih sangat rendah. Hanya 0,87 artikel ilmiah per sejuta penduduk Indonesia. Bandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, yang sebesar 21,30 atau India yang mencapai 12,00. Untuk itu, ke depan, Pak Menteri dan Dirjen (Pendidikan Tinggi) meminta peneliti prominent yang ada di luar negeri juga melakukan riset bareng. Setidaknya, nama perguruan tinggi asal mereka turut ditulis di penelitian yang dikerjakan, katanya. Ini penting untuk meningkatkan citations index di dalam rangka pemeringkatan universitas kelas dunia. Secara terpisah, Wakil Rektor Senior Bidang Sumber Daya ITB, Carmadi Machub mengatakan, dari 1.020 dosen ITB, sekitar 5 persen di antaranya berperilaku kurang disiplin. Mereka jarang mengajar dan kerap mencari proyek tambahan di luar negeri. Ini sempat dipersoalkan dan diusulkan agar mereka ini diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Ada yang izin pergi ke luar (negeri), tetapi tidak kembali, ujarnya. Diakuinya, dosen-dosen semacam ini sulit ditindak. Namun, ia meyakini, perilaku dosen seperti ini akan semakin berkurang seiring adanya program sertifikasi dosen yang bisa berimplikasi pada tambahan tunjangan profesi satu kali gaji pokok. Bahkan, khusus guru besar, tunjangannya itu bisa mencapai tiga kali lipat. (jon)
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Ini tanggung jawab Menristek. Mengapa para peneliti lebih memilih bekerja di luar negeri? Siapapun yang dipilih SBY-Budiono menjadi Menristek, ke depan harus dapat mengakomodir para peneliti tsb supaya pulang dan membangun negeri. Kita perlu belajar para peneliti India yang menguasai IT, meski negaranya masih tergolong miskin, namun berkat tanggung jawab para ilmuwan, India mampu membangun teknologinya berbasis IT. Muslimin B.Putra --- Pada Ming, 12/7/09, pudimartini pudimart...@pirus.co.id menulis: Dari: pudimartini pudimart...@pirus.co.id Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Tanggal: Minggu, 12 Juli, 2009, 6:00 PM Contoh lain: http://www.pandhito panji-f.org/ sebulan sekali comute Jeang Bandung karena Istri dosen ITB. Dia mengoperasikan beberapa satelite dan mematenkan banyak temuan yang berkaitan dengan radar dan gelombang termasuk sebuah temuan yang bakal menggemparkan berkaitan dengan traffic gelombang yang bakal tidak membuat crowded freq. Th 2015 meluncurkan satelite sendiri dari Jepang. Beliau S1 nya di Ina dan pendiri prodi elektro Parahyangan Bandung Yang laiun adalah nelson Tansu anag Medan di Lehigh. Butir yang ingin saya sampaikan adalah bahwa mereka meskipun berkarya diluar namun tetap merah putih dan bukan warga dunia. Mereka dengan posisinya sekarang menarik generasi cerdas Indonesia untuk digodhog di kawah Candradimuka mereka dengan bantuan bea siswa yang mereka carikan. Semangat merah putih itu tetap ada di dada mereka. Mereka berdua mengtakan bahwa berkarya untuk negeri tidak harus di Indonesia. Semoga semakin banyak orang semacam mereka. Bagaimana dengan Indonesia ? Selamat berpartai ria dan bermunafik ria karena hidup hanya sekali jadi nikmatilah kemunafikan itu. Itu semua pilihan! Yang pasti mereka berdua tidak mungkin bisa melakukan apa yang mereka lakukan sekarang ini bila di Indonesia. Yang menarik, keduanya mengatakan bahwa mungkin 2020 Indonesia berbeda.
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
sebenarnya biasa aja sich , kalau secara kuantitas ilmuwan dan scientist dari china dan India yang merajai. scientist Indonesia memang ada kayak org2 dibawah kan negaranya besar, sebenarnya tidak heboh2 sekali ..tapi bolehlah supaya ada sedikit 'kebanggan' :) Carlos 2009/7/12 pudimartini pudimart...@pirus.co.id: Contoh lain: http://www.pandhitopanji-f.org/ sebulan sekali comute Jeang Bandung karena Istri dosen ITB. Dia mengoperasikan beberapa satelite dan mematenkan banyak temuan yang berkaitan dengan radar dan gelombang termasuk sebuah temuan yang bakal menggemparkan berkaitan dengan traffic gelombang yang bakal tidak membuat crowded freq. Th 2015 meluncurkan satelite sendiri dari Jepang. Beliau S1 nya di Ina dan pendiri prodi elektro Parahyangan Bandung Yang laiun adalah nelson Tansu anag Medan di Lehigh. Butir yang ingin saya sampaikan adalah bahwa mereka meskipun berkarya diluar namun tetap merah putih dan bukan warga dunia. Mereka dengan posisinya sekarang menarik generasi cerdas Indonesia untuk digodhog di kawah Candradimuka mereka dengan bantuan bea siswa yang mereka carikan. Semangat merah putih itu tetap ada di dada mereka. Mereka berdua mengtakan bahwa berkarya untuk negeri tidak harus di Indonesia. Semoga semakin banyak orang semacam mereka. Bagaimana dengan Indonesia ? Selamat berpartai ria dan bermunafik ria karena hidup hanya sekali jadi nikmatilah kemunafikan itu. Itu semua pilihan! Yang pasti mereka berdua tidak mungkin bisa melakukan apa yang mereka lakukan sekarang ini bila di Indonesia. Yang menarik, keduanya mengatakan bahwa mungkin 2020 Indonesia berbeda.
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
Seandainya ada kesempatan di Oxford, Cambridge, Sorbone, UCLA, why not? Make no way is the way and no limit is the limit! Bagaimana Pak/Bu, kalau ada kesempatan, ngapain nongkrong di Cibaduyut atau Cengkareng, apa yang ditunggu? Just do it, the sky is the limit amigos! Apakah begitu? Salam Las --- On Mon, 13/7/09, Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id wrote: From: Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Received: Monday, 13 July, 2009, 10:06 AM http://koran. kompas.com/ read/xml/ 2009/07/13/ 04494354/ 600..peneliti. .pilih.bekerja. di.luar.negeri Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil berprestasi. Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar, ujar Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Hendarman di sela-sela peluncuran kelas internasional Institut Manajemen Telkom, Sabtu (11/7) di Bandung, Jawa Barat. Para ilmuwan ini tersebar di berbagai negara. Namun, kebanyakan berada di Jepang dan Jerman. Ia mencontohkan, Khoirul Anwar, alumnus Elektro Institut Teknologi Bandung dan pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang WNI yang kini bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang. Ada juga ilmuwan kita di luar yang berhasil memiliki hingga 10 paten. Indonesia juga punya salah satu profesor paling muda asal Medan yang kini bekerja di Amerika Serikat dan ia mendapatkan dana penelitian yang sangat besar. Ilmuwan kita sesungguhnya hebat-hebat, kata Hendarman. Menurutnya, negara tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih bekerja di luar negeri demi mengembangkan kariernya. Ada banyak alasan mereka memilih ke luar. Bisa itu karena kebebasan akademiknya, fasilitas yang lebih canggih, ataupun demi alasan jaminan kesejahteraan, ujarnya. Di jurnal masih rendah Di sisi lain, kontribusi peneliti di lembaga riset dan perguruan tinggi Indonesia dalam jurnal-jurnal internasional justru masih sangat rendah. Hanya 0,87 artikel ilmiah per sejuta penduduk Indonesia. Bandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, yang sebesar 21,30 atau India yang mencapai 12,00. Untuk itu, ke depan, Pak Menteri dan Dirjen (Pendidikan Tinggi) meminta peneliti prominent yang ada di luar negeri juga melakukan riset bareng. Setidaknya, nama perguruan tinggi asal mereka turut ditulis di penelitian yang dikerjakan, katanya. Ini penting untuk meningkatkan citations index di dalam rangka pemeringkatan universitas kelas dunia. Secara terpisah, Wakil Rektor Senior Bidang Sumber Daya ITB, Carmadi Machub mengatakan, dari 1.020 dosen ITB, sekitar 5 persen di antaranya berperilaku kurang disiplin. Mereka jarang mengajar dan kerap mencari proyek tambahan di luar negeri. Ini sempat dipersoalkan dan diusulkan agar mereka ini diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Ada yang izin pergi ke luar (negeri), tetapi tidak kembali, ujarnya. Diakuinya, dosen-dosen semacam ini sulit ditindak. Namun, ia meyakini, perilaku dosen seperti ini akan semakin berkurang seiring adanya program sertifikasi dosen yang bisa berimplikasi pada tambahan tunjangan profesi satu kali gaji pokok. Bahkan, khusus guru besar, tunjangannya itu bisa mencapai tiga kali lipat. (jon) Access Yahoo!7 Mail on your mobile. Anytime. Anywhere. Show me how: http://au.mobile.yahoo.com/mail
Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri
ANTARA IDEALISME DAN SURVIVALISME SERTA AKTUALISASI DIRI! Betapa tidak sedih membaca data bahwa 600 Peniliti (yang hampir semua bergelar PhD luar negeri dan bahkan sekolahnya dulu mnendapat bea sisiwa atas nama negara dan bangsa Indonesia) Pilih Bekerja di Luar Negeri. Namun kesedihan ini kan bukan untuk pertama dan pasti belum akan menjadi yang terakhir kali. Angkatan BJ Habibi yang kecantol di Jerman Barat (waktu itu) dan mungkin ada yang lebih senior. Juga angakatan binaan BJ Habibi (ini yng disekolahkan dengan biaya republik dan dalam jumlah yang relatip besar) baik yang dikirim atas nama IPTN maupun PT PAL. Mereka kebanyakan sekarang bekerja di luar negeri. Yang tetap tinggal di dalam negeri juga banyak yang sudah alih perusahaan atau bahkan alih profesi. Sejak 40 tahun terakhir ini bangsa kita sebagian besar sudah menjadi pengamal Suhartoisme. Semua dipandang dari sudut KEPRAKTISAN dan KEPRAGMATISAN! Idealisme sudah masuk ke dalam keranjang sampah! Penataran P4 sama sekali tidak ada pengaruh positipnya; antara lain karena di dalam kehidupan nyata tidak ada CONTOH PRAKTEKNYA! Konsep PANUTAN yang mempersyaratkan Kenthalnya Idealisme Tidak Jalan. Karena Pemimpin sudah seperti Harimau Jawa. Masih dibicarakan, tetapi wujudnya sudah tidak ada. Alias kemungkinan sangat besar telah punah! Yang ada sekarang adalah Para Boss dan Penguasa! Para Boss dibidang Bisnis dan sekarang banyak muncul Boss Partai. Kalau anda bukan Boss atau Penguasa maka di Republik Indonesia yang tercinta ini anda hanya boleh berstatus NUMPANG HIDUP. Kenyamanan kondisi anda dalam menumpang hidup sekali lagi tergantung kepada rezeki ekonomi anda. Seringkali rezeki ekonomi adalah fungsi keberanian anda untuk melakukan dan atau membantu terjadinya KORUPSI. Bahkan orang asing yang bekerja di Indonesia langsung terkena WABAH FLU KORUPSI ( termasuk orang asing dan orang Indonesia yang bekerja di perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia). Yang jelas Virus Flu Korupsi ini sampai sekarang belum ada niatan untuk pengembangan anti Virusnya. Generasi muda bangsa ini yang berpendidikan sangat tinggi (para PhD dan paling tidak Master dari universitas terbaik di dunia) berada pada posisi yang sangat dilematis. Mau kompromi bekerja di Indonesia dan berusaha bisa hidup layak dengan resiko menjadi Rochmin Danuri ( Mantan Meneteri Kelautan) dan Rahardi Ramelan (yang jadi kambing hitam). Kalau hanya bekerja jadi PNS , TNI -POLRI dengan jujur dan mengambil jalan lurus; ya pasti tidak dapat bertahan hidup. Alias TIDAK SURVIVE. Bisa-bisa suami istri punya gelar PhD , menyekolahkan anak disekolah nyang lumayan kualitasnya saja tidak mampu. Mau komprromi dengan sisitem dan budaya . Takut! Apalagi ada KPK. Apalagi kita tahu bahwa selama ini KPK. POLRI. KEJAKSAAN dan KEHAKIMAN sangat TEGAS, LUGAS DAN TIDAK PANDANG BULU! bila menghadapi KORUPTOR KECIL ! Kecil dalam artian berbilang sampai dengan double digits milyar rupiah. Resiko bagi koruptor gurem dan kecil pasti masuk bui! Kalau punya nyali dan kesempatan di Indonesia Jadilah KORUPTOR BESAR! Pasti selamat dan bahkan masih mendapat kehormatan tinggi. Lihat saja Nurdin Halid yang sudah dipenjara masih dipaksa untuk menjadi Ketum PSSI. Bob Hassan dipaksa untuk menyelamatkan Atletik Indonesia.Budi baik Mas Tommy Suharto tentu terus dalam kenangan sejumlah orang tertentu!. Disamping itu kalau anda PhD brilian dan bekerja di dalam negeri ( termasuk di PTN) bagaimana anda mau meneliti. Lha wong anggarannya compang camping! Nah dengan demikian manakala generasi muda yang sangat terpelajar ini masih ingin hidup layak, tidak ada resiko masuk bui dan masih punya mimpi untuk BERAKTUALISASI DIRI pilihan utama mereka adalah bekerja diluar negeri dimana imbalan ekonomi yang mereka terima layak! Kata generasi ini : Pak Tjuk, mohon maaf kami terpaksa ikutan jadi TKI! Kalau kita berpikir ala Suhartois!. yaah kenapa tidak . Ketimbang mengirim TKI yang hanya lulusan SD dan teraniaya seperti nasib SITI HAJAR! Salam keprihatinan Tjuk KS --- Pada Sen, 13/7/09, Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id menulis: Dari: Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] 600 Peneliti Pilih Bekerja di Luar Negeri Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 13 Juli, 2009, 7:06 AM http://koran. kompas.com/ read/xml/ 2009/07/13/ 04494354/ 600..peneliti. .pilih.bekerja. di.luar.negeri Bandung, Kompas - Sekitar 600 ilmuwan potensial Indonesia saat ini memilih bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset asing di luar negeri. Di luar negeri para ilmuwan penerima beasiswa program doktor ini umumnya tampil berprestasi. Mereka ini ialah orang-orang Indonesia, dulunya para dosen yang menerima beasiswa program doktor, tetapi lantas memilih tetap bekerja di luar, ujar Direktur Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Hendarman di sela-sela