Re: [GELORA45] ‘Sandera-Sandera itu Tipu-Tipu’

2017-12-07 Terurut Topik Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
KALAU berita/laporan wartawan ini memang mencerminkan kenyataan di lapangan, 
maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Hubungan antara penduduk asli 
dan penduduk pendatang sama sekali tidak ada masalah. Mereka sudah membaur, 
bahkan berani melindungi penduduk pendatang dari berbagai suku bangsa. 2. 
Kekejaman dan pelanggaran HAM aparat militer bisa digunakan oleh pasukan 
pemberontak untuk melampiaskan balas dendamnya kepada penduduk pendatang. 
Bentuknya sudah terlihat dalam skala kecil: mendatangi penduduk pendatang untuk 
mengintimidasi. 3. Kelakuan dan kebijakan tentara pemberontak jelas tidak 
pro-rakyat, maka itu ada penduduk asli yang merasa berada pada kedudukan yang 
sulit. Yang jelas malah memecah belah.Dalam berita yang pernah dipostingkan 
pernah saya baca beberapa tuntutan tentara pemberontak. Antara lain mereka 
menuntut ditarik mundurnya TNI untuk DIGANTIKAN DENGAN TENTARA PBB. Ini mutlak 
harus ditolak!!! Kita menuntut Tentara tidak turut campur dalam konflik tanah, 
konflik buruh, konflik sosial, dan konflik lainnya, tapi KEHADIRAN TENTARA PBB 
adalah mengundang instrumennya kaum imperialis sendiri masuk ke rumah kita!!! 
Pernah saya juga baca pernyataan seorang Jenderal tentara pemberontak yang 
minta agar tentara AS di basis militer di Darwin masuk ke Papua Barat untuk 
membantu menyelesaikan masalah pemisahan diri Papua Barat. Dari situlah maka 
sikap saya adalah harus menganalisa organisasi-organisasi pendukung 
separatisme.. apakah memang organisasi yang berpihak kepada rakyat jelata 
Papua??? Jonathan menganggap rakjyat Papua lepas dari jajahan Belanda dan masuk 
dalam jajahan Indonesia (lepas dari mulut harimau=Belanda, dan masuk ke mulut 
buaya=Indonesia). Itulah pendapat yang sebenarnya pro kolonial Belanda!!! 
Karena sama sekali tidak membedakan posisi Indonesia, yang membela kedaulatan 
nasionalnya, dari posisi Belanda kolonial yang membela penjajahan dan 
pendudukan atas Papua Barat!!! Dalam semua argumentasinya, tidak pernah dikutuk 
posisi Belanda kolonial!!! Yang dikutuk malah Indonesia!!!  Mengutuk 
pelanggaran HAM di Papua memang HARUS!! Tapi solusinya bukan memisahkan diri 
dengan alasan yang memalsu fakta sejarah!!! 

On Thursday, November 30, 2017 1:38 AM, "Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com 
[GELORA45]"  wrote:
 

     
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/11/29/p06od2393-sanderasandera-itu-tiputipu
Kamis , 30 November 2017, 06:00 WIB‘Sandera-Sanderaitu Tipu-Tipu’Red: Fitriyan 
ZamzamiDok TNI Masyarakat asli Kimbeli dan Banti, Tembagapura, Mimika, 
Papuadievakuasi ke Gedung Emeneme, Timika, Papua. 
 Pertengahan November lalu publik dikejutkan oleh pernyataanaparat polisi soal 
situasi penyanderaan di lokasi pertambangan ilegaldi Tembagapura, Mimika, 
Papua. Jumlah sandera mencapai seribuan,menurut klaim polisi. Yang disandera 
adalah warga pendatang dantempatan. Penyandera adalah kelompok separatis Papua 
Merdeka.Pemberitaannya, pada saat itu, akhirnya bergantung dari 
pernyataanpolisi dan pernyataan kelompok separatis. Sukarnya akses ke 
Mimikamembuat peristiwa tersebut masih kelabu. Wartawan Republika MasAlamil 
Huda di Timika dan Fitriyan Zamzamiberkesempatan menggali kejadian itu, sejak 
pekan lalu. Berikuttulisannya.REPUBLIKA.CO.ID, MIMIKA -- Di kaki pegunungan 
Jayawijaya, Papua,ada sebuah danau. Wanagon dia punya nama. Airnya dahulu 
jernih,bersumber dari lelehan salju di puncak gunung.Bagi suku Amungme yang 
bermukim di sekitar lokasi itu, Wanagonjuga semacam tempat keramat. Danau ini 
adalah titik berkumpulnyaarwah para leluhur. Arwah-arwah tersebut nantinya 
membalas kebaikanalam dengan membawa kelestarian dan keberkahan bagi warga 
Amungmemelalui aliran sungai-sungai besar, salah satunya Aijkwa.Sungai-sungai 
besar itu kemudian bercabang lagi menjadi sejumlahkali. Di Distrik Tembagapura, 
membelah Kampung Utikini, KampungKimbely, dan Kampung Banti, Aijkwa bercabang 
menjadi Kali Kabur yangmengular sepanjang lima kilometer.Sudah sejak lama, yang 
mengalir dari Wanagon bukan lagi airjernih. Ini karena limbah bekas pengayakan 
bebatuan di pertambanganPT Freeport Indonesia di Grasberg menimbun danau 
tersebut. Wanagonkini jadi salah satu danau paling kritis di Indonesia.Residu 
pertambangan yang menimbun itu kemudian ikut mengalir kesungai-sungai di 
bawahnya. Termasuk ke Kali Kabur yang bentanganawalnya bermula dari Mile 37 
dari pusat pertambangan di Tembagapurahingga Banti.Masyarakat Mimika menamai 
wilayah Utikini-Kimbely-Banti dengansebutan ‘Atas’. Ini berkaitan dengan 
kondisi geografis dua daerahtersebut. Dua kampung itu membelah bukit-bukit dan 
dataran tinggi.Ketika warga berpelesiran ke tengah Kota Mimika, mereka 
disebutsedang ‘turun ke Bawah’.Terlepas posisi itu, Utikini-Kimbely-Banti bukan 
wilayah yang sepibetul, terlebih di tepian Kali Kabur. Limbah tambang dari PT 
Freeportyang masih mengandung sekutip emas mengundang penambang ilegal kelokasi 
tersebut tak lama selepas Reformasi pada 

[GELORA45] ‘Sandera-Sandera itu Tipu-Tipu’

2017-11-29 Terurut Topik Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/11/29/p06od2393-sanderasandera-itu-tiputipu


Kamis , 30 November 2017, 06:00 WIB

‘*Sandera-Sandera itu Tipu-Tipu’*

Red: Fitriyan Zamzami

Dok TNI

[image: Masyarakat asli Kimbeli dan Banti, Tembagapura, Mimika, Papua
dievakuasi ke Gedung Emeneme, Timika, Papua.] Masyarakat asli Kimbeli dan
Banti, Tembagapura, Mimika, Papua dievakuasi ke Gedung Emeneme, Timika,
Papua.


*Pertengahan November lalu publik dikejutkan oleh pernyataan aparat polisi
soal situasi penyanderaan di lokasi pertambangan ilegal di Tembagapura,
Mimika, Papua. Jumlah sandera mencapai seribuan, menurut klaim polisi. Yang
disandera adalah warga pendatang dan tempatan. Penyandera adalah kelompok
separatis Papua Merdeka. Pemberitaannya, pada saat itu, akhirnya bergantung
dari pernyataan polisi dan pernyataan kelompok separatis. Sukarnya akses ke
Mimika membuat peristiwa tersebut masih kelabu. Wartawan *Republika *Mas
Alamil Huda** di Timika dan **Fitriyan Zamzami** berkesempatan menggali
kejadian itu, sejak pekan lalu. Berikut tulisannya.*

REPUBLIKA.CO.ID, MIMIKA -- Di kaki pegunungan Jayawijaya, Papua, ada sebuah
danau. Wanagon dia punya nama. Airnya dahulu jernih, bersumber dari lelehan
salju di puncak gunung.

Bagi suku Amungme yang bermukim di sekitar lokasi itu, Wanagon juga semacam
tempat keramat. Danau ini adalah titik berkumpulnya arwah para leluhur.
Arwah-arwah tersebut nantinya membalas kebaikan alam dengan membawa
kelestarian dan keberkahan bagi warga Amungme melalui aliran sungai-sungai
besar, salah satunya Aijkwa.

Sungai-sungai besar itu kemudian bercabang lagi menjadi sejumlah kali. Di
Distrik Tembagapura, membelah Kampung Utikini, Kampung Kimbely, dan Kampung
Banti, Aijkwa bercabang menjadi Kali Kabur yang mengular sepanjang lima
kilometer.

Sudah sejak lama, yang mengalir dari Wanagon bukan lagi air jernih. Ini
karena limbah bekas pengayakan bebatuan di pertambangan PT Freeport
Indonesia di Grasberg menimbun danau tersebut. Wanagon kini jadi salah satu
danau paling kritis di Indonesia.

Residu pertambangan yang menimbun itu kemudian ikut mengalir ke
sungai-sungai di bawahnya. Termasuk ke Kali Kabur yang bentangan awalnya
bermula dari Mile 37 dari pusat pertambangan di Tembagapura hingga Banti.

Masyarakat Mimika menamai wilayah Utikini-Kimbely-Banti dengan sebutan
‘Atas’. Ini berkaitan dengan kondisi geografis dua daerah tersebut. Dua
kampung itu membelah bukit-bukit dan dataran tinggi. Ketika warga
berpelesiran ke tengah Kota Mimika, mereka disebut sedang ‘turun ke Bawah’.

Terlepas posisi itu, Utikini-Kimbely-Banti bukan wilayah yang sepi betul,
terlebih di tepian Kali Kabur. Limbah tambang dari PT Freeport yang masih
mengandung sekutip emas mengundang penambang ilegal ke lokasi tersebut tak
lama selepas Reformasi pada 1998.

Demam emas dari limbah tambang itu membuat warga dari luar Papua memepaki
tepian sungai dan kali di Mimika, termasuk Kali Kabur. Mereka mendulang
emas dari kali yang airnya kini kerap tak lebih dari satu meter. Kegiatan
ilegal itu, meski berkali-kali sempat ditertibkan, akhirnya menciptakan
ekosistem tersendiri.

Banyak warga pendatang tak hanya mendulang emas. Beberapa lainnya
berjualan. Mereka berdagang bahan makanan dan bahan pokok lainnya guna
kebutuhan pendulang.

Tempat dagangan atau kios-kios ini berdiri di sepanjang jalan di Kampung
Banti dan Kimbely di tepi Kali Kabur. Berjejeran dengan tenda-tenda
sederhana para pendulang.

Kegiatan mendulang tersebut juga akhirnya dicontoh warga lokal. Etty Waker
(29 tahun) seorang warga Kimbely, salah satunya. Lelaki suku Amungme itu
menuturkan, ia biasa mencari emas bersebelahan dengan warga pendatang dari
Sulawesi dan Jawa di Kali Kabur.

Menurut dia, selama ini jarang ada perselisihan di antara mereka. “Kita ini
masyarakat biasa-biasa saja. Kita ini mereka punya saudara,” kata Etty saat
ditemui *Republika* di Mimika, pekan lalu.

Hal serupa disampaikan Obaja Lawame (30 tahun). Ketika ditanyai soal
hubungan mereka dengan pendatang, ia lekas menyela. “Tidak-tidak, mereka
tinggal dengan kita. Mereka kita punya saudara,” katanya di Gedung Graha
Eme Neme Yauware, Mimika.

Lelaki yang juga tokoh masyarakat di Kimbely ini mengatakan, selama
beberapa tahun terakhir sejak para pendatang ke kampung halamannya,
kehidupan bermasyarakat di antara mereka terjalin cukup baik. Mereka saling
mengisi kebutuhan satu sama lain.

Ketua Kerukunan Keluarga Jawa Bersatu (KKJB) di Mimika, Imam Pradjono,
menuturkan, ada 90 warga suku Jawa yang mencari nafkah di dua kampung
tersebut. Sebagian besar pendulang, beberapa lainnya berjualan.

“Kita bukan orang baru di sana, sudah cukup lama. Ada yang satu tahun, ada
yang lebih dari lima tahun. Mereka ini bersahabat, keluarga kita yang
pendatang dengan masyarakat putra daerah yang di Banti dan Kimbely itu
keluarga, berbaur. Dengan orang Toraja dan sebagainya juga,” kata dia
kepada *Republika* di Mimika.

Hingga kemudian terjadi insiden pada 21 Oktober 2017. Aparat kepolisian