Re: [GELORA45] ‘Sandera-Sandera itu Tipu-Tipu’
KALAU berita/laporan wartawan ini memang mencerminkan kenyataan di lapangan, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Hubungan antara penduduk asli dan penduduk pendatang sama sekali tidak ada masalah. Mereka sudah membaur, bahkan berani melindungi penduduk pendatang dari berbagai suku bangsa. 2. Kekejaman dan pelanggaran HAM aparat militer bisa digunakan oleh pasukan pemberontak untuk melampiaskan balas dendamnya kepada penduduk pendatang. Bentuknya sudah terlihat dalam skala kecil: mendatangi penduduk pendatang untuk mengintimidasi. 3. Kelakuan dan kebijakan tentara pemberontak jelas tidak pro-rakyat, maka itu ada penduduk asli yang merasa berada pada kedudukan yang sulit. Yang jelas malah memecah belah.Dalam berita yang pernah dipostingkan pernah saya baca beberapa tuntutan tentara pemberontak. Antara lain mereka menuntut ditarik mundurnya TNI untuk DIGANTIKAN DENGAN TENTARA PBB. Ini mutlak harus ditolak!!! Kita menuntut Tentara tidak turut campur dalam konflik tanah, konflik buruh, konflik sosial, dan konflik lainnya, tapi KEHADIRAN TENTARA PBB adalah mengundang instrumennya kaum imperialis sendiri masuk ke rumah kita!!! Pernah saya juga baca pernyataan seorang Jenderal tentara pemberontak yang minta agar tentara AS di basis militer di Darwin masuk ke Papua Barat untuk membantu menyelesaikan masalah pemisahan diri Papua Barat. Dari situlah maka sikap saya adalah harus menganalisa organisasi-organisasi pendukung separatisme.. apakah memang organisasi yang berpihak kepada rakyat jelata Papua??? Jonathan menganggap rakjyat Papua lepas dari jajahan Belanda dan masuk dalam jajahan Indonesia (lepas dari mulut harimau=Belanda, dan masuk ke mulut buaya=Indonesia). Itulah pendapat yang sebenarnya pro kolonial Belanda!!! Karena sama sekali tidak membedakan posisi Indonesia, yang membela kedaulatan nasionalnya, dari posisi Belanda kolonial yang membela penjajahan dan pendudukan atas Papua Barat!!! Dalam semua argumentasinya, tidak pernah dikutuk posisi Belanda kolonial!!! Yang dikutuk malah Indonesia!!! Mengutuk pelanggaran HAM di Papua memang HARUS!! Tapi solusinya bukan memisahkan diri dengan alasan yang memalsu fakta sejarah!!! On Thursday, November 30, 2017 1:38 AM, "Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]"wrote: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/11/29/p06od2393-sanderasandera-itu-tiputipu Kamis , 30 November 2017, 06:00 WIB‘Sandera-Sanderaitu Tipu-Tipu’Red: Fitriyan ZamzamiDok TNI Masyarakat asli Kimbeli dan Banti, Tembagapura, Mimika, Papuadievakuasi ke Gedung Emeneme, Timika, Papua. Pertengahan November lalu publik dikejutkan oleh pernyataanaparat polisi soal situasi penyanderaan di lokasi pertambangan ilegaldi Tembagapura, Mimika, Papua. Jumlah sandera mencapai seribuan,menurut klaim polisi. Yang disandera adalah warga pendatang dantempatan. Penyandera adalah kelompok separatis Papua Merdeka.Pemberitaannya, pada saat itu, akhirnya bergantung dari pernyataanpolisi dan pernyataan kelompok separatis. Sukarnya akses ke Mimikamembuat peristiwa tersebut masih kelabu. Wartawan Republika MasAlamil Huda di Timika dan Fitriyan Zamzamiberkesempatan menggali kejadian itu, sejak pekan lalu. Berikuttulisannya.REPUBLIKA.CO.ID, MIMIKA -- Di kaki pegunungan Jayawijaya, Papua,ada sebuah danau. Wanagon dia punya nama. Airnya dahulu jernih,bersumber dari lelehan salju di puncak gunung.Bagi suku Amungme yang bermukim di sekitar lokasi itu, Wanagonjuga semacam tempat keramat. Danau ini adalah titik berkumpulnyaarwah para leluhur. Arwah-arwah tersebut nantinya membalas kebaikanalam dengan membawa kelestarian dan keberkahan bagi warga Amungmemelalui aliran sungai-sungai besar, salah satunya Aijkwa.Sungai-sungai besar itu kemudian bercabang lagi menjadi sejumlahkali. Di Distrik Tembagapura, membelah Kampung Utikini, KampungKimbely, dan Kampung Banti, Aijkwa bercabang menjadi Kali Kabur yangmengular sepanjang lima kilometer.Sudah sejak lama, yang mengalir dari Wanagon bukan lagi airjernih. Ini karena limbah bekas pengayakan bebatuan di pertambanganPT Freeport Indonesia di Grasberg menimbun danau tersebut. Wanagonkini jadi salah satu danau paling kritis di Indonesia.Residu pertambangan yang menimbun itu kemudian ikut mengalir kesungai-sungai di bawahnya. Termasuk ke Kali Kabur yang bentanganawalnya bermula dari Mile 37 dari pusat pertambangan di Tembagapurahingga Banti.Masyarakat Mimika menamai wilayah Utikini-Kimbely-Banti dengansebutan ‘Atas’. Ini berkaitan dengan kondisi geografis dua daerahtersebut. Dua kampung itu membelah bukit-bukit dan dataran tinggi.Ketika warga berpelesiran ke tengah Kota Mimika, mereka disebutsedang ‘turun ke Bawah’.Terlepas posisi itu, Utikini-Kimbely-Banti bukan wilayah yang sepibetul, terlebih di tepian Kali Kabur. Limbah tambang dari PT Freeportyang masih mengandung sekutip emas mengundang penambang ilegal kelokasi tersebut tak lama selepas Reformasi pada
[GELORA45] ‘Sandera-Sandera itu Tipu-Tipu’
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/11/29/p06od2393-sanderasandera-itu-tiputipu Kamis , 30 November 2017, 06:00 WIB ‘*Sandera-Sandera itu Tipu-Tipu’* Red: Fitriyan Zamzami Dok TNI [image: Masyarakat asli Kimbeli dan Banti, Tembagapura, Mimika, Papua dievakuasi ke Gedung Emeneme, Timika, Papua.] Masyarakat asli Kimbeli dan Banti, Tembagapura, Mimika, Papua dievakuasi ke Gedung Emeneme, Timika, Papua. *Pertengahan November lalu publik dikejutkan oleh pernyataan aparat polisi soal situasi penyanderaan di lokasi pertambangan ilegal di Tembagapura, Mimika, Papua. Jumlah sandera mencapai seribuan, menurut klaim polisi. Yang disandera adalah warga pendatang dan tempatan. Penyandera adalah kelompok separatis Papua Merdeka. Pemberitaannya, pada saat itu, akhirnya bergantung dari pernyataan polisi dan pernyataan kelompok separatis. Sukarnya akses ke Mimika membuat peristiwa tersebut masih kelabu. Wartawan *Republika *Mas Alamil Huda** di Timika dan **Fitriyan Zamzami** berkesempatan menggali kejadian itu, sejak pekan lalu. Berikut tulisannya.* REPUBLIKA.CO.ID, MIMIKA -- Di kaki pegunungan Jayawijaya, Papua, ada sebuah danau. Wanagon dia punya nama. Airnya dahulu jernih, bersumber dari lelehan salju di puncak gunung. Bagi suku Amungme yang bermukim di sekitar lokasi itu, Wanagon juga semacam tempat keramat. Danau ini adalah titik berkumpulnya arwah para leluhur. Arwah-arwah tersebut nantinya membalas kebaikan alam dengan membawa kelestarian dan keberkahan bagi warga Amungme melalui aliran sungai-sungai besar, salah satunya Aijkwa. Sungai-sungai besar itu kemudian bercabang lagi menjadi sejumlah kali. Di Distrik Tembagapura, membelah Kampung Utikini, Kampung Kimbely, dan Kampung Banti, Aijkwa bercabang menjadi Kali Kabur yang mengular sepanjang lima kilometer. Sudah sejak lama, yang mengalir dari Wanagon bukan lagi air jernih. Ini karena limbah bekas pengayakan bebatuan di pertambangan PT Freeport Indonesia di Grasberg menimbun danau tersebut. Wanagon kini jadi salah satu danau paling kritis di Indonesia. Residu pertambangan yang menimbun itu kemudian ikut mengalir ke sungai-sungai di bawahnya. Termasuk ke Kali Kabur yang bentangan awalnya bermula dari Mile 37 dari pusat pertambangan di Tembagapura hingga Banti. Masyarakat Mimika menamai wilayah Utikini-Kimbely-Banti dengan sebutan ‘Atas’. Ini berkaitan dengan kondisi geografis dua daerah tersebut. Dua kampung itu membelah bukit-bukit dan dataran tinggi. Ketika warga berpelesiran ke tengah Kota Mimika, mereka disebut sedang ‘turun ke Bawah’. Terlepas posisi itu, Utikini-Kimbely-Banti bukan wilayah yang sepi betul, terlebih di tepian Kali Kabur. Limbah tambang dari PT Freeport yang masih mengandung sekutip emas mengundang penambang ilegal ke lokasi tersebut tak lama selepas Reformasi pada 1998. Demam emas dari limbah tambang itu membuat warga dari luar Papua memepaki tepian sungai dan kali di Mimika, termasuk Kali Kabur. Mereka mendulang emas dari kali yang airnya kini kerap tak lebih dari satu meter. Kegiatan ilegal itu, meski berkali-kali sempat ditertibkan, akhirnya menciptakan ekosistem tersendiri. Banyak warga pendatang tak hanya mendulang emas. Beberapa lainnya berjualan. Mereka berdagang bahan makanan dan bahan pokok lainnya guna kebutuhan pendulang. Tempat dagangan atau kios-kios ini berdiri di sepanjang jalan di Kampung Banti dan Kimbely di tepi Kali Kabur. Berjejeran dengan tenda-tenda sederhana para pendulang. Kegiatan mendulang tersebut juga akhirnya dicontoh warga lokal. Etty Waker (29 tahun) seorang warga Kimbely, salah satunya. Lelaki suku Amungme itu menuturkan, ia biasa mencari emas bersebelahan dengan warga pendatang dari Sulawesi dan Jawa di Kali Kabur. Menurut dia, selama ini jarang ada perselisihan di antara mereka. “Kita ini masyarakat biasa-biasa saja. Kita ini mereka punya saudara,” kata Etty saat ditemui *Republika* di Mimika, pekan lalu. Hal serupa disampaikan Obaja Lawame (30 tahun). Ketika ditanyai soal hubungan mereka dengan pendatang, ia lekas menyela. “Tidak-tidak, mereka tinggal dengan kita. Mereka kita punya saudara,” katanya di Gedung Graha Eme Neme Yauware, Mimika. Lelaki yang juga tokoh masyarakat di Kimbely ini mengatakan, selama beberapa tahun terakhir sejak para pendatang ke kampung halamannya, kehidupan bermasyarakat di antara mereka terjalin cukup baik. Mereka saling mengisi kebutuhan satu sama lain. Ketua Kerukunan Keluarga Jawa Bersatu (KKJB) di Mimika, Imam Pradjono, menuturkan, ada 90 warga suku Jawa yang mencari nafkah di dua kampung tersebut. Sebagian besar pendulang, beberapa lainnya berjualan. “Kita bukan orang baru di sana, sudah cukup lama. Ada yang satu tahun, ada yang lebih dari lima tahun. Mereka ini bersahabat, keluarga kita yang pendatang dengan masyarakat putra daerah yang di Banti dan Kimbely itu keluarga, berbaur. Dengan orang Toraja dan sebagainya juga,” kata dia kepada *Republika* di Mimika. Hingga kemudian terjadi insiden pada 21 Oktober 2017. Aparat kepolisian