Re: [GELORA45] Daya Tahan Pertanian dan Kesejahteraan Semu Petani
Ada faktor pendukung ? Sungai Mekong dengan air berlimpah + irrigasi. Alat pertanian setengah modern dipakai. Tidak tahu faktor2 apa lagi? Op za 17 okt. 2020 om 11:50 schreef Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45] : > > > Bisa ditambahkan bahwa Kampuchea yang mengalami peperangan dan masa > kekuasaan Pol Pot juga sekarang export beras, > > India yangpada tahun 1960 dan 1970 mengalami kelaparan, sudah puluhan > tahun tidak lagi terdengar dan India juga mengexport beras. Tidak dilupakan > juga Indonesia mengimpor daging dari India. > > >
Re: [GELORA45] Daya Tahan Pertanian dan Kesejahteraan Semu Petani
Bisa ditambahkan bahwa Kampuchea yang mengalami peperangan dan masa kekuasaan Pol Pot juga sekarang export beras, India yangpada tahun 1960 dan 1970 mengalami kelaparan, sudah puluhan tahun tidak lagi terdengar dan India juga mengexport beras. Tidak dilupakan juga Indonesia mengimpor daging dari India.
Re: [GELORA45] Daya Tahan Pertanian dan Kesejahteraan Semu Petani
Apa yg diherankan ada yg menganut Confucius work ethics dan ada yg menganut Arabic work ethics (Di negara Arab, enak2-an sajalah khan kaya dgn minyak. Kalau di Indonesia khan tanahnya subur dan kaya sumber alam). Dan filosofi "Alon2 asal kelakon". Sent from Yahoo Mail on Android On Sat, Oct 17, 2020 at 12:50 AM, Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45] wrote: Vietnam mengalami peperangan selama puluhan tahun yang berakhir 1975, akibatnya banyak kerusakan karena bom yang dijatuhkan di Vietnam sebanyak jumlah bom perang dunia II di Asia (tanpa bom atom), mereka mengekspor beras, sedangkan NKRI yang tidak ada perang dan kerusakan setara Vietnam, I nkri selalu impor beras. Apakah tidak aneh bin ajaib? On Fri, Oct 16, 2020 at 6:19 PM 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] wrote: -- j.gedearka https://news.detik.com/kolom/d-5216433/daya-tahan-pertanian-dan-kesejahteraan-semu-petani?tag_from=wp_cb_kolom_list Kolom Daya Tahan Pertanian dan Kesejahteraan Semu Petani Lin Purwati - detikNews Jumat, 16 Okt 2020 16:40 WIB 0 komentar SHARE URL telah disalin Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis ternyata masih menyimpan lahan pertanian. Seperti lahan padi di Rorotan yang tengah dipanen ini. Foto: Agung Pambudhy Jakarta - Mendung resesi kian tebal menggelayuti ekonomi Indonesia pada Triwulan III - 2020. Belum redanya pandemi Covid-19 semakin menyulitkan upaya pemulihan ekonomi nasional. Dorongan untuk mengoptimalkan daya dukung pertanian terhadap perekonomian semakin menguat. Apalagi pertanian merupakan sumber pangan yang merupakan kebutuhan utama penduduk. Dipastikan permintaan terhadap produk pertanian akan linier dengan peningkatan jumlah penduduk. Sejarah mencatat sektor pertanian telah berulangkali menunjukkan ketangguhannya dalam menghadapi berbagai krisis. Pada 1998 di saat perekonomian Indonesia ambruk hingga mencapai nilai -13,10%, sektor pertanian justru mampu tumbuh positif sebesar 0,26%. Begitu pula pada saat krisis subprime mortgage menghancurkan sistem keuangan dunia pada 2008, kinerja sektor pertanian justru tercatat naik signifikan dari 13,7% pada 2007 menjadi 14,4% pada 2008. Kinerja positif pertanian juga tercermin dalam catatan neraca perdagangan melalui peningkatan ekspor komoditas pertanian yang diikuti dengan penurunan impor. Pandemi Covid-19 yang melanda kembali menjadi bukti resiliensi pertanian dalam perekonomian Indonesia. Pada Triwulan II - 2020 hanya beberapa sektor ekonomi yang mampu tumbuh positif, yaitu informasi dan komunikasi sebesar 10,88%; pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang sebesar 4,56%; jasa kesehatan sebesar 3,71%; dan pertanian sebesar 2,19%. Namun disayangkan selama dua dekade terakhir performa pertanian cenderung terus menurun. Pada tahun 2000, sektor pertanian mampu menyumbangkan 15,6% nilai tambah terhadap total ekonomi Indonesia, namun pada 2019 menurun menjadi 12,72% saja. Meski masih menjadi tiga besar supplier kue ekonomi, namun tren penurunan kontribusi pertanian terhadap pembentukan nilai tambah perlu mendapat perhatian lebih apalagi ditunjang dengan makin maraknya fenomena alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Di sisi lain laju pertumbuhan pertanian dari tahun ke tahun cenderung stagnan di kisaran tiga hingga empat persen saja. Dalam beberapa dekade terakhir, pertanian menjadi sektor yang tidak populer sebagai mata pencaharian penduduk. Hal ini terlihat dari menurunnya persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian dari sekitar 54,36% pada tahun 1986 menjadi hanya 29,04% pada Februari 2020. Kualitas sumber daya manusia di sektor pertanian juga cukup memprihatinkan. Petani Indonesia umumnya adalah kelompok penduduk berusia tua. Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS2018) menunjukkan bahwa 60,71% petani Indonesia berusia 45 tahun ke atas. Tingkat pendidikan petani pun relatif rendah, sekitar 82,55% petani hanya mengenyam pendidikan maksimal setingkat SLTP. Jika regenerasi petani tidak segera dilakukan maka dikhawatirkan lambat laun Indonesia akan kehilangan petani. Lalu bagaimana Indonesia memenuhi kebutuhan pangan bagi sekitar 270 juta jiwa penduduk Indonesia dari Sabang sampai Merauke? Sanggupkah Indonesia menegakkan kedaulatan pangan? Potret Kesejahteraan Nilai Tukar Petani (NTP) periode Januari 2009 hingga September 2020 hanya meningkat tipis dari 98,3 menjadi 101,66. Namun Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) justru menurun dari 107,45 pada Januari 2015 menjadi 101,74 pada September 2020. Sementara itu upah riil buruh tani mengalami peningkatan dari Rp 30.551 pada Januari 2009 menjadi Rp 52.759 di Agustus. Selama hampir satu dasawarsa terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk miskin perdesaan dari 18,97 juta pada Semester 1 - 2011 menjadi 15,26 juta jiwa pada Semester 1 - 2020 yang diikuti dengan penurunan gini ratio perdesaan dari 0,410 menjadi 0,381 dalam kurun waktu yang sama. Berbagai fakta tersebut
Re: [GELORA45] Daya Tahan Pertanian dan Kesejahteraan Semu Petani
Vietnam mengalami peperangan selama puluhan tahun yang berakhir 1975, akibatnya banyak kerusakan karena bom yang dijatuhkan di Vietnam sebanyak jumlah bom perang dunia II di Asia (tanpa bom atom), mereka mengekspor beras, sedangkan NKRI yang tidak ada perang dan kerusakan setara Vietnam, I nkri selalu impor beras.* Apakah tidak aneh bin ajaib?* On Fri, Oct 16, 2020 at 6:19 PM 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] wrote: > > > > > -- > j.gedearka > > > https://news.detik.com/kolom/d-5216433/daya-tahan-pertanian-dan-kesejahteraan-semu-petani?tag_from=wp_cb_kolom_list > > Kolom > > Daya Tahan Pertanian dan Kesejahteraan Semu Petani > > Lin Purwati - detikNews > > Jumat, 16 Okt 2020 16:40 WIB > 0 komentar > SHARE > URL telah disalin > Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis ternyata masih > menyimpan lahan pertanian. Seperti lahan padi di Rorotan yang tengah > dipanen ini. > Foto: Agung Pambudhy > Jakarta - > Mendung resesi kian tebal menggelayuti ekonomi Indonesia pada Triwulan III > - 2020. Belum redanya pandemi Covid-19 semakin menyulitkan upaya pemulihan > ekonomi nasional. Dorongan untuk mengoptimalkan daya dukung pertanian > terhadap perekonomian semakin menguat. Apalagi pertanian merupakan sumber > pangan yang merupakan kebutuhan utama penduduk. Dipastikan permintaan > terhadap produk pertanian akan linier dengan peningkatan jumlah penduduk. > > Sejarah mencatat sektor pertanian telah berulangkali menunjukkan > ketangguhannya dalam menghadapi berbagai krisis. Pada 1998 di saat > perekonomian Indonesia ambruk hingga mencapai nilai -13,10%, sektor > pertanian justru mampu tumbuh positif sebesar 0,26%. Begitu pula pada saat > krisis subprime mortgage menghancurkan sistem keuangan dunia pada 2008, > kinerja sektor pertanian justru tercatat naik signifikan dari 13,7% pada > 2007 menjadi 14,4% pada 2008. > > Kinerja positif pertanian juga tercermin dalam catatan neraca perdagangan > melalui peningkatan ekspor komoditas pertanian yang diikuti dengan > penurunan impor. Pandemi Covid-19 yang melanda kembali menjadi bukti > resiliensi pertanian dalam perekonomian Indonesia. Pada Triwulan II - 2020 > hanya beberapa sektor ekonomi yang mampu tumbuh positif, yaitu informasi > dan komunikasi sebesar 10,88%; pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah > dan daur ulang sebesar 4,56%; jasa kesehatan sebesar 3,71%; dan pertanian > sebesar 2,19%. > > Namun disayangkan selama dua dekade terakhir performa pertanian cenderung > terus menurun. Pada tahun 2000, sektor pertanian mampu menyumbangkan 15,6% > nilai tambah terhadap total ekonomi Indonesia, namun pada 2019 menurun > menjadi 12,72% saja. > > Meski masih menjadi tiga besar supplier kue ekonomi, namun tren penurunan > kontribusi pertanian terhadap pembentukan nilai tambah perlu mendapat > perhatian lebih apalagi ditunjang dengan makin maraknya fenomena alih > fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Di sisi lain laju pertumbuhan > pertanian dari tahun ke tahun cenderung stagnan di kisaran tiga hingga > empat persen saja. > > Dalam beberapa dekade terakhir, pertanian menjadi sektor yang tidak > populer sebagai mata pencaharian penduduk. Hal ini terlihat dari menurunnya > persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian dari sekitar 54,36% > pada tahun 1986 menjadi hanya 29,04% pada Februari 2020. > > Kualitas sumber daya manusia di sektor pertanian juga cukup > memprihatinkan. Petani Indonesia umumnya adalah kelompok penduduk berusia > tua. Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS2018) menunjukkan bahwa > 60,71% petani Indonesia berusia 45 tahun ke atas. Tingkat pendidikan petani > pun relatif rendah, sekitar 82,55% petani hanya mengenyam pendidikan > maksimal setingkat SLTP. > > Jika regenerasi petani tidak segera dilakukan maka dikhawatirkan lambat > laun Indonesia akan kehilangan petani. Lalu bagaimana Indonesia memenuhi > kebutuhan pangan bagi sekitar 270 juta jiwa penduduk Indonesia dari Sabang > sampai Merauke? Sanggupkah Indonesia menegakkan kedaulatan pangan? > > Potret Kesejahteraan > > Nilai Tukar Petani (NTP) periode Januari 2009 hingga September 2020 hanya > meningkat tipis dari 98,3 menjadi 101,66. Namun Nilai Tukar Usaha Pertanian > (NTUP) justru menurun dari 107,45 pada Januari 2015 menjadi 101,74 pada > September 2020. Sementara itu upah riil buruh tani mengalami peningkatan > dari Rp 30.551 pada Januari 2009 menjadi Rp 52.759 di Agustus. > > Selama hampir satu dasawarsa terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk > miskin perdesaan dari 18,97 juta pada Semester 1 - 2011 menjadi 15,26 juta > jiwa pada Semester 1 - 2020 yang diikuti dengan penurunan gini ratio > perdesaan dari 0,410 menjadi 0,381 dalam kurun waktu yang sama. Berbagai > fakta tersebut menunjukkan upaya peningkatan kesejahteraan petani masih > perlu terus diperjuangkan. > > Di sisi lain, stabilitas harga komoditas pertanian juga masih menjadi isu > krusial yang mengancam daya beli riil petani. Belum lagi tingginya > disparitas antara harga yang diterima
[GELORA45] Daya Tahan Pertanian dan Kesejahteraan Semu Petani
-- j.gedearka https://news.detik.com/kolom/d-5216433/daya-tahan-pertanian-dan-kesejahteraan-semu-petani?tag_from=wp_cb_kolom_list Kolom Daya Tahan Pertanian dan Kesejahteraan Semu Petani Lin Purwati - detikNews Jumat, 16 Okt 2020 16:40 WIB 0 komentar SHARE URL telah disalin Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis ternyata masih menyimpan lahan pertanian. Seperti lahan padi di Rorotan yang tengah dipanen ini. Foto: Agung Pambudhy Jakarta - Mendung resesi kian tebal menggelayuti ekonomi Indonesia pada Triwulan III - 2020. Belum redanya pandemi Covid-19 semakin menyulitkan upaya pemulihan ekonomi nasional. Dorongan untuk mengoptimalkan daya dukung pertanian terhadap perekonomian semakin menguat. Apalagi pertanian merupakan sumber pangan yang merupakan kebutuhan utama penduduk. Dipastikan permintaan terhadap produk pertanian akan linier dengan peningkatan jumlah penduduk. Sejarah mencatat sektor pertanian telah berulangkali menunjukkan ketangguhannya dalam menghadapi berbagai krisis. Pada 1998 di saat perekonomian Indonesia ambruk hingga mencapai nilai -13,10%, sektor pertanian justru mampu tumbuh positif sebesar 0,26%. Begitu pula pada saat krisis subprime mortgage menghancurkan sistem keuangan dunia pada 2008, kinerja sektor pertanian justru tercatat naik signifikan dari 13,7% pada 2007 menjadi 14,4% pada 2008. Kinerja positif pertanian juga tercermin dalam catatan neraca perdagangan melalui peningkatan ekspor komoditas pertanian yang diikuti dengan penurunan impor. Pandemi Covid-19 yang melanda kembali menjadi bukti resiliensi pertanian dalam perekonomian Indonesia. Pada Triwulan II - 2020 hanya beberapa sektor ekonomi yang mampu tumbuh positif, yaitu informasi dan komunikasi sebesar 10,88%; pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang sebesar 4,56%; jasa kesehatan sebesar 3,71%; dan pertanian sebesar 2,19%. Namun disayangkan selama dua dekade terakhir performa pertanian cenderung terus menurun. Pada tahun 2000, sektor pertanian mampu menyumbangkan 15,6% nilai tambah terhadap total ekonomi Indonesia, namun pada 2019 menurun menjadi 12,72% saja. Meski masih menjadi tiga besar supplier kue ekonomi, namun tren penurunan kontribusi pertanian terhadap pembentukan nilai tambah perlu mendapat perhatian lebih apalagi ditunjang dengan makin maraknya fenomena alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Di sisi lain laju pertumbuhan pertanian dari tahun ke tahun cenderung stagnan di kisaran tiga hingga empat persen saja. Dalam beberapa dekade terakhir, pertanian menjadi sektor yang tidak populer sebagai mata pencaharian penduduk. Hal ini terlihat dari menurunnya persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian dari sekitar 54,36% pada tahun 1986 menjadi hanya 29,04% pada Februari 2020. Kualitas sumber daya manusia di sektor pertanian juga cukup memprihatinkan. Petani Indonesia umumnya adalah kelompok penduduk berusia tua. Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS2018) menunjukkan bahwa 60,71% petani Indonesia berusia 45 tahun ke atas. Tingkat pendidikan petani pun relatif rendah, sekitar 82,55% petani hanya mengenyam pendidikan maksimal setingkat SLTP. Jika regenerasi petani tidak segera dilakukan maka dikhawatirkan lambat laun Indonesia akan kehilangan petani. Lalu bagaimana Indonesia memenuhi kebutuhan pangan bagi sekitar 270 juta jiwa penduduk Indonesia dari Sabang sampai Merauke? Sanggupkah Indonesia menegakkan kedaulatan pangan? Potret Kesejahteraan Nilai Tukar Petani (NTP) periode Januari 2009 hingga September 2020 hanya meningkat tipis dari 98,3 menjadi 101,66. Namun Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) justru menurun dari 107,45 pada Januari 2015 menjadi 101,74 pada September 2020. Sementara itu upah riil buruh tani mengalami peningkatan dari Rp 30.551 pada Januari 2009 menjadi Rp 52.759 di Agustus. Selama hampir satu dasawarsa terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk miskin perdesaan dari 18,97 juta pada Semester 1 - 2011 menjadi 15,26 juta jiwa pada Semester 1 - 2020 yang diikuti dengan penurunan gini ratio perdesaan dari 0,410 menjadi 0,381 dalam kurun waktu yang sama. Berbagai fakta tersebut menunjukkan upaya peningkatan kesejahteraan petani masih perlu terus diperjuangkan. Di sisi lain, stabilitas harga komoditas pertanian juga masih menjadi isu krusial yang mengancam daya beli riil petani. Belum lagi tingginya disparitas antara harga yang diterima petani sebagai produsen dengan harga yang harus dibayar oleh konsumen akhir. Sebagai contoh, berdasarkan hasil Survei Pola Distribusi Perdagangan Komoditas Beras 2019 terdapat kenaikan sebesar 20,83 persen dari harga gabah di tingkat petani dibandingkan dengan harga beras yang harus dibayar oleh konsumen akhir. Ini berarti tingginya harga beras tidak dinikmati oleh petani melainkan justru diterima oleh pedagang perantara. Fakta ini kian membuka mata kita bahwa tren peningkatan harga eceran Gabah Kering Panen (GKP) maupun Gabah Kering Giling (GKG)