RE: [GELORA45] Lantang Kritik Rezim Jokowi hingga Dipolisikan Luhut, Ini Rekam Jejak Said Didu

2020-05-16 Terurut Topik 'nesare' nesa...@yahoo.com [GELORA45]
Said Didu memang lebih baik keluar dari pemerintah utk menjadi oposisi.

Dia tidak bisa menjadi oposan mengkritik kebijakan pemerintah kalau dia sendiri 
adalah pejabat pemerintah (dalam hal ini posisinya di BUMN). Pemegang saham 
mayoritas BUMN itu kan pemerintah. Ya tidak bisa dia mengkritik kebijakan 
pemerintah terlalu keras krn dia ada didalam BUMN itu sendiri. Internal 
critique selalu ada dalam management ttp kalau sdh kelewatan ya tdk akan bisa. 
Ini sgt logis. Kenapa logis? Karena sudut pandang seorang bawahan akan selalu 
berbeda dgn manager/bos nya.

 

Kalau yg dikritisi adalah masalah korupsi, dia sbg management dapat berbicara 
keluar/hukum. Ini yg biasanya disebut whistleblower. Hanya saja hrs diingat 
whistleblower ini tdk akan efektif hanya dgn mengkritik dari dalam perusahaan. 
Bisa2 dipecat. Kalau dibawa keluar perusahaan, ya korupsi itu akan menjadi 
masalah hukum perdata atau kalau perlu hukum pidana.

 

Said Didu sering mengungkapkan masalah korupsi di BUMN ini. Ya makanya dia 
sebaiknya memang keluar dan berposisi dipihak oposisi. 

Suara2nya adalah suara2 yg sesuai dgn PKS. Dari sekian banyak oposan, Said Didu 
ini masih jauh lebih bagus kalibernya drpd Rocky Gerung, Ahmad Dhani dll.

 

Nesare

 

 

From: GELORA45@yahoogroups.com  
Sent: Saturday, May 16, 2020 7:39 AM
To: GELORA_In 
Subject: [GELORA45] Lantang Kritik Rezim Jokowi hingga Dipolisikan Luhut, Ini 
Rekam Jejak Said Didu

 

  

Lantang Kritik Rezim Jokowi hingga Dipolisikan Luhut, 

Ini Rekam Jejak Said Didu 

Kompas.com - 16/05/2020, 07:37 WIB BAGIKAN: 

  
<https://asset.kompas.com/crops/AfO1tI3NwZ-jfsTKSpQrJOShtw0=/0x200:265x377/750x500/data/photo/2020/05/01/5eabe2588e2f6.jpg>
 Lihat Foto Said Didu saat masih menjabat sebagai Sekretaris BUMN, 2006. 
(KOMPAS/LUCKY PRANSISKA) 

Penulis Muhammad Idris | Editor Muhammad Idris 

JAKARTA, KOMPAS.com - Perseteruan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu 
dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan memasuki babak 
baru. Bermula dari kritiknya terhadap Luhut di sebuah kanal YouTube, Said Didu 
harus menjalani pemeriksaan di Bareskrim, Mabes Polri. 

Di sana, Said Didu diperiksa secara intensif selama hampir 12 jam. Dia mengaku 
perlu menjelaskan maksud pernyataannya yang dipermasalahkan Luhut, terkait 
komentarnya yang menilai Luhut lebih mengutamakan investasi daripada penanganan 
virus corona ( kasus Said Didu). 

Dari rekam jejaknya, Said Didu memang terkenal sangat lantang mengkritik 
beberapa kebijakan rezim Presiden Joko Widodo ( Jokowi) yang kini sudah masuk 
periode keduanya. 

Sebelum vokal mengkritik Luhut, Said Didu juga beberapa kali melontarkan kritik 
tajam ke pemerintah, salah satunya yakni kebijakan akuisisi saham PT Freeport 
Indonesia (PTFI). 

Pembelian saham PTFI oleh pemerintah lewat PT Inalum (Persero) ini dianggap 
merugikan negara. Menurut Said, BUMN malah harus membayar mahal untuk membeli 
perusahaan yang masa konsesinya hampir habis dan cadangan emas maupun 
tembaganya sudah banyak terkuras. 

Baca juga: Jubir Luhut: Infonya Ada Purnawirawan yang Namanya Dicatut Dukung 
Said Didu 

Saat itu, Inalum harus merogoh uang 3,85 miliar dollar AS atau sekitar Rp 56,1 
triliun untuk mengambil alih 51 persen saham PTFI dari Freeport McMoran dan Rio 
Tinto. 

Dalam kasus Jiwasraya, Said Didu pernah menyatakan adanya indikasi tindak 
pidana korupsi dalam kasus gagal bayar polis yang terjadi di PT Asuransi 
Jiwasraya (Persero). 

"Terjadi perampokan (di Jiwasraya). Perusahaan yang sangat sehat pada 
2016-2017, lalu defisit puluhan triliun di tahun berikutnya, berarti ada 
penyedotan dana yang terjadi," kata dia. 

Said Didu juga tak melihat kemungkinan adanya masalah gagal bayar di Jiwasraya 
disebabkan oleh kesalahan dalam proses berbisnis. Said Didu bilang, kasus 
Jiwasraya merupakan perampokan uang negara. 

Baca juga: Kuasa Hukum Luhut Pertanyakan Said Didu yang Mangkir saat Dipanggil 
Bareskrim 

"Tidak mungkin kalau hanya risiko bisnis, karena ekonomi di 2018 biasa-biasa 
saja kok, tidak seperti 1998. Enggak mungkin bocor sampai puluhan triliun, 
kalau risiko bisnis enggak sebesar itu," kata dia. 

Tak berhenti sampai di situ, Said Didu juga sempat mengkritik Presiden Joko 
Widodo (Jokowi) yang punya kebiasaan meresmikan jalan tol dan menganggapnya 
sebagai pencitraan. 

Mantan PNS BPPT dan komisaris BUMN 

Karir pria asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan ini banyak dihabiskan 
sebagai PNS di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Karir 
birokratnya dirintisnya dari bawah di BPPT sejak tahun 1987 mulai dari 
peneliti, merangkak karir sebagai pejabat eselon di badan riset tersebut.   

Namanya mulai lebih sering wara-wiri menghiasi media massa nasional sejak 
ditunjuk menjadi Sekretaris Kementerian BUMN. Dia juga pernah terpilih sebagai 
anggota MPR di tahun 1997. 

Sebagai petinggi di Kementerian BUMN, Said Didu juga diplot sebagai komisaris 
di beberapa perusahaan pelat merah di antaranya 

[GELORA45] Lantang Kritik Rezim Jokowi hingga Dipolisikan Luhut, Ini Rekam Jejak Said Didu

2020-05-16 Terurut Topik ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]

*Lantang Kritik Rezim Jokowi hingga Dipolisikan Luhut, *

*Ini Rekam Jejak Said Didu *

Kompas.com - 16/05/2020, 07:37 WIB BAGIKAN:

Said Didu saat masih menjabat sebagai Sekretaris BUMN, 2006. Lihat Foto 
Said Didu saat masih menjabat sebagai Sekretaris BUMN, 2006. 
(KOMPAS/LUCKY PRANSISKA)


Penulis Muhammad Idris | Editor Muhammad Idris

JAKARTA, KOMPAS.com - Perseteruan mantan Sekretaris Kementerian BUMN 
Said Didu dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan 
memasuki babak baru. Bermula dari kritiknya terhadap Luhut di sebuah 
kanal YouTube, Said Didu harus menjalani pemeriksaan di Bareskrim, Mabes 
Polri.


Di sana, Said Didu diperiksa secara intensif selama hampir 12 jam. Dia 
mengaku perlu menjelaskan maksud pernyataannya yang dipermasalahkan 
Luhut, terkait komentarnya yang menilai Luhut lebih mengutamakan 
investasi daripada penanganan virus corona ( kasus Said Didu).


Dari rekam jejaknya, Said Didu memang terkenal sangat lantang mengkritik 
beberapa kebijakan rezim Presiden Joko Widodo ( Jokowi) yang kini sudah 
masuk periode keduanya.


Sebelum vokal mengkritik Luhut, Said Didu juga beberapa kali melontarkan 
kritik tajam ke pemerintah, salah satunya yakni kebijakan akuisisi saham 
PT Freeport Indonesia (PTFI).


Pembelian saham PTFI oleh pemerintah lewat PT Inalum (Persero) ini 
dianggap merugikan negara. Menurut Said, BUMN malah harus membayar mahal 
untuk membeli perusahaan yang masa konsesinya hampir habis dan cadangan 
emas maupun tembaganya sudah banyak terkuras.


Baca juga: Jubir Luhut: Infonya Ada Purnawirawan yang Namanya Dicatut 
Dukung Said Didu


Saat itu, Inalum harus merogoh uang 3,85 miliar dollar AS atau sekitar 
Rp 56,1 triliun untuk mengambil alih 51 persen saham PTFI dari Freeport 
McMoran dan Rio Tinto.


Dalam kasus Jiwasraya, Said Didu pernah menyatakan adanya indikasi 
tindak pidana korupsi dalam kasus gagal bayar polis yang terjadi di PT 
Asuransi Jiwasraya (Persero).


"Terjadi perampokan (di Jiwasraya). Perusahaan yang sangat sehat pada 
2016-2017, lalu defisit puluhan triliun di tahun berikutnya, berarti ada 
penyedotan dana yang terjadi," kata dia.


Said Didu juga tak melihat kemungkinan adanya masalah gagal bayar di 
Jiwasraya disebabkan oleh kesalahan dalam proses berbisnis. Said Didu 
bilang, kasus Jiwasraya merupakan perampokan uang negara.


Baca juga: Kuasa Hukum Luhut Pertanyakan Said Didu yang Mangkir saat 
Dipanggil Bareskrim


"Tidak mungkin kalau hanya risiko bisnis, karena ekonomi di 2018 
biasa-biasa saja kok, tidak seperti 1998. Enggak mungkin bocor sampai 
puluhan triliun, kalau risiko bisnis enggak sebesar itu," kata dia.


Tak berhenti sampai di situ, Said Didu juga sempat mengkritik Presiden 
Joko Widodo (Jokowi) yang punya kebiasaan meresmikan jalan tol dan 
menganggapnya sebagai pencitraan.


*Mantan PNS BPPT dan komisaris BUMN *

Karir pria asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan ini banyak 
dihabiskan sebagai PNS di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 
(BPPT). Karir birokratnya dirintisnya dari bawah di BPPT sejak tahun 
1987 mulai dari peneliti, merangkak karir sebagai pejabat eselon di 
badan riset tersebut.


Namanya mulai lebih sering wara-wiri menghiasi media massa nasional 
sejak ditunjuk menjadi Sekretaris Kementerian BUMN. Dia juga pernah 
terpilih sebagai anggota MPR di tahun 1997.


Sebagai petinggi di Kementerian BUMN, Said Didu juga diplot sebagai 
komisaris di beberapa perusahaan pelat merah di antaranya Komisaris PTPN 
IV (Persero) dan PT Bukit Asam Tbk (Persero).


Jebolan Teknik Industri Institut Pertanian Bogor (IPB) ini juga sempat 
menduduki kursi komisaris PT Merpati Nusantara Airlines, Komisaris PT 
Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia, dan Dewan Pengawas Rumah Sakit RSCM 
Jakarta.


Baca juga: Luhut: Soal Said Didu, Itu Urusan Anak Buah Saya

Di awal rezim periode pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Said Didu 
ikut masuk dalam lingkaran pemerintahan tahun 2014-2016. Dia menjabat 
sebagai Staf Khusus Menteri ESDM saat itu, Sudirman Saaid.


Di tahun 2018, Said Didu dicopot dari jabatannya sebagai komisaris di 
Bukit Asam dan digantikan oleh Jhoni Ginting. Pencopotannya dilakukan 
oleh Menteri BUMN Rini Soemarno dalam RUPSLB Bukit Asam.


Kementerian BUMN saat ini beralasan, pencopotan dari kursi Komisaris 
Bukit Asam dilakukan karena Sidu Didu dianggap sudah tidak sejalan 
dengan pemegang saham.


Said Didu sempat jadi sorotan saat dirinya memutuskan mundur sebagai PNS 
pada 13 Mei 2019. Alasan pengajuan pensiun dari BPPT agar dirinya bisa 
lebih leluasa mengkritik kebijakan publik yang dinilainya perlu diperbaiki.


Baca juga: Tak Ada Permintaan Maaf, Luhut Ngotot Tuntut Said Didu ke 
Jalur Hukum


Tercatat, dirinya sudah mengabdi sebagai ASN selama 32 tahun 11 bulan. 
Langkah bersebrangan dengan rezim Jokowi juga pernah diambil Said Didu 
saat dirinya menerima tawaran dari Tim Kuasa Hukum Prabowo 
Subianto-Sandiaga Uno sebagai saksi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait 
hasil Pilpres.



Artikel