Re: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005

2005-01-02 Terurut Topik hilman sobir
Vicky...!!!

Adakah informasi mengenai nasib kep Andaman dan
Nicobar paska gempa Aceh yang besar itu? 

Bagaimana dengan penghuni kepulaauan ini...dan milik
siapaka pulai ini...? wah banyak naya nih ???

Salam 

Hilman Sobir

--- Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: 
 Pada tanggal 2 januari 2005 hanya tercatat satu
 gempa di
 Aceh-Nicobar-Andaman area. Gempa ini berkekuatan 5.3
 SR tepatnya pada
 Sunday, January 2, 2005 at 7:12:13 PM = local time
 at epicenter.
 Kedalaman gempa 35 Km. Ada 2 getaran tambahan dari
 yg tanggal 1 jan 05
 kemaren.
 
 Jumlah gempa yg tercatat sejak 26 Dec 2004 disekitar
 Aceh-Nicobar
 sebanyak 94 kali. Jumlah ini berbeda dengan
 informasi2 lain mungkin
 karena USGS hanya menyampaikan getaran gempa2
 penting atau gempa
 sedang-besar (diatas 5 SR). Gempa2 dibawah 5 SR
 mungkin hanya akan
 dirasakan oleh orang-orang yg berada disekitar
 daerah bencana ini.
 
 Hasil pengukuran secara statistik menunjukkan
 penurunan intensitas gempa sbb :
 
 Hari ke-1 (26 Des 2004) = 33 Getaran (Main shock 9.0
 SR, after shock 7.1SR)
 Hari ke-2 (27 Des 2004) = 29 Getaran (max 6.1 SR)
 Hari ke-3 (28 Des 2004) = 8 Getaran (max 5.8 SR)
 Hari ke-4 (29 Des 2004) = 5 Getaran (Max 6.2 SR)
 Hari ke-5 (30 Des 2004) = 6 Getaran (Max 5.9 SR)
 Hari ke-6 (31 Des 2004) = 7 Getaran (Max 6.3 SR)
 Hari ke-7 (1Januari 2005) = 4 Getaran (Max 6.5 SR)
 Hari ke-8 (2 Januari 2005) = 1 Getaran (max 5.3 SR)
 
 Penurunan intensitas gempa ini menunjukkan mulai
 stabilnya daerah ini.
 
 RDP
 
 Gambar juga dapat diperoleh di my blog :
 http://putrohari.tripod.com/Putrohari/
 

 ATTACHMENT part 2 image/pjpeg name=Slide1_2Jan04.JPG

-
 To unsubscribe, send email to:
 [EMAIL PROTECTED]
 To subscribe, send email to:
 [EMAIL PROTECTED]
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1:
 http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2:
 http://groups.yahoo.com/group/iagi
 Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy

Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy
 Sunardi([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED]
 atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi
 Dahlius([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Database Geologi : Aria A.
 Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

- 

Find local movie times and trailers on Yahoo! Movies.
http://au.movies.yahoo.com

-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005

2005-01-02 Terurut Topik O.K Taufik
Senin, 03 Jan 2005,
Tradisi Selamatkan Pulau Simeulue 


Terdekat Episentrum, Tersedikit Korban
JAKARTA - Pulau Simeulue adalah keajaiban. Pulau ini amat dekat dengan 
episentrum gempa pemicu tsunami di Aceh dan Sumut. Namun, korban jiwanya paling 
sedikit. Kabupaten berpenduduk sekitar 65 ribu orang itu hanya sekitar 60 km 
dari episentrum gempa. Jauh lebih dekat dibandingkan dengan Meulaboh atau Banda 
Aceh yang lebih dari 140 km. 

Korban di sini tidak ribuan atau ratusan. Tercatat 6 orang meninggal dan satu 
hilang. Hanya nama-nama korban di pulau dengan 135 desa itu yang bisa 
diidentifikasi satu demi satu. Tidak anonim seperti di tempat-tempat lain yang 
tewas masal. Warga memang banyak mengungsi, yakni 73.015 orang. 

Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah rusak, 
yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah hancur. Begitu 
pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum terdata dan kendaraan roda 
empat tidak bisa masuk ke pedalaman. 

Salah seorang warga Pulau Simeulue, Drs Yusman, membenarkan korban tsunami di 
Pulau Simeulue tergolong kecil. Dia menyebut, ini karena ada pengalaman sejarah 
yang membuat warga di pulau yang dihuni 70 ribu penduduk itu bersikap 
antisipatif terhadap badai tsunami.

Ada semacam pelajaran turun-temurun jika ada gempa diikuti air laut surut, 
pasti akan diikuti gelombang besar. Kami di sini menyebutnya smong, kata 
Yusman yang dihubungi koran ini dari Jakarta kemarin. Istilah smong seolah 
menjadi tradisi yang wajib diajarkan turun-temurun secara informal sejak 
terjadi musibah tsunami pada 1907.

Karena kisah ini melekat dalam kehidupan masyarakat, maka anak kecil pun pasti 
memahami isyarat alam tersebut. Dengan demikian, pada 26 Desember lalu, warga 
Pulau Simeuleu spontan melakukan aksi penyelamatan dengan cara naik ke lokasi 
perbukitan begitu merasakan getaran gempa. 

Anak kecil, dewasa, dan orang tua langsung naik ke bukit. Pokoknya, cari 
dataran lebih tinggi sebab mereka tahu air laut akan pasang, jelas pria yang 
berdinas sebagai Kasi Haji di Kantor Depag Kabupaten Simeulue ini. 

Ini berbeda dengan reaksi warga Pulau Nias. Saat mereka berada di pantai dan 
melihat air surut, malah banyak yang sibuk menangkapi ikan yang 
menggelepar-gelepar. Selain itu juga tak ada refleks kewaspadaan seperti di 
Simeulue. Karena itulah, 227 warga Nias tewas. 

Karena itulah, dahsyatnya kerusakan di Pulau Simeulue tidak sebanding dengan 
jumlah korban yang relatif sedikit. Menurut Yusman, nyaris semua rumah di 
pesisir di enam ibu kota kecamatan di Pulau Simeulue dapat dikatakan sudah rata 
dengan tanah, bahkan tidak tersisa lagi bangunan yang tegak. 

Kecamatan tersebut adalah Teluk Dalam, Tepa Barat, Kampung Air, Naserehe, 
Simeuleu Barat, dan Alafan. Desa Gudang/Kawat, Labuhan Bajau, Ulul Asin, 
Nasrehe, Salang (kondisinya habis), Maodil, Lantik, Salur (tersisa satu masjid 
dan satu MCK), Laayon (tinggal masjid dan dua rumah), Desa Ganting dan Kuala 
Makmur nyaris hancur total. 

Sedangkan ibu kota Kabupetan Simeulue, Sinabang, dikabarkan relatif aman 
mengingat kawasan tersebut dikeliling pulau-pulau kecil.

Ada yang yang lebih aneh lagi. Menurut Yusman, penghuni Pulau Simeuleu 
menganggap air laut pasang pada musibah tsunami dianggap sebagai kejadian 
biasa. Sebab itu, sekitar 78 calon jemaah haji asal Pulau Simeuleu tetap saja 
berangkat ke embarkasi Banda Aceh untuk terbang ke tanah suci selang tiga hari 
setelah kejadian tsunami. Mereka menumpang kapal cepat yang memakan waktu satu 
hari perjalanan. 

Warga tetap berangkat dan tidak tahu bahwa terjadi penundaan pemberangkatan, 
karena hubungan telepon dari dan ke Pulau Simeulue putus tanpa alasan yang 
jelas. Sedang siaran televisi kami tidak tahu, beber Yusman.

Sesampai di Pelabuhan Uleule, rombongan melihat pelabuhan rusak berat. Akhirnya 
mereka merapat di Pelabuhan Sabang. Untungnya, di Pelabuhan Sabang kerusakannya 
tidak terlalu parah, sehingga mereka langsung beristirahat di kawasan Indonesia 
paling ujung tersebut. 

Dan, hingga kemarin, mereka tetap bermalam di Sabang karena nahkoda merasa 
trauma untuk memberangkatkan kapal cepat balik ke Pulau Simeulue. Apalagi, 
ratusan warga di Sabang ingin berangkat ke Pulau Simeuleu untuk mengetahui 
keadaan keluarganya apakah selamat atau tidak akibat musibah tsunami. 


Kerabat Cemas

Semula banyak orang yang mempunyai kerabat di Simeulue dilanda kecemasan luar 
biasa. Misalnya, Safruddin Ngulma, direktur LSM Peduli Indonesia, yang tinggal 
di Trawas, Mojokerto, Jatim. Selama sepekan dia mencari informasi ke sana 
kemari. Dia nyaris pasrah karena belum berhasil mengontak keluarganya di tengah 
kekalutan pemberitaan media. 

Minggu kemarin usaha Safruddin membuahkan hasil. Saya benar-benar mendapat 
rahmat Allah yang teramat besar, berhasil berbicara lewat telepon dengan adik 
saya (Ibnu Aban G.T. Ulma Simeulue, wakil bupati Simeulue), katanya. Adiknya 
dikontak ketika sudah di Sabang, menjelang berangkat haji. 

Re: [iagi-net-l] Fwd: [ITB_78] Gara-gara eksplorasi minyak?

2005-01-02 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Kalau aku bertepuk tangan kemudian ada badai ?
Dan itu kebetulan sebanyak tiga kali aku melakukannya ...
apakah aku dilarang tepuk tangan ???

RDP


On Mon, 3 Jan 2005 09:37:52 +1100 (EST), hilman sobir
[EMAIL PROTECTED] wrote:
 Adakah yang bisa kasih komentarnya...?
 
 Note: forwarded message attached.
 

 
 
 Now I don't claim to be an expert on seismic activity, but there has been a 
 series of events which led up to the 9.0 earthquake of the coast of Indonesia 
 which can not be ignored. This all could be an enormous coincidence, but one 
 must look at the information and choose for themselves whether there is 
 anything to it. 


-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



[iagi-net-l] Si Oneng

2005-01-02 Terurut Topik mail
Ternyata si Oneng ( Dalam Bajay Bajuri) juga sorang ahli
geologi, Tadi malam dalam sinetron tsb( TrasTV jam 19 - 20 )
dia menerangkan tentang Gempa dg teori lempengnya dengan
mengumpamakan tumbukan antar dua lempeng dg dua potong kue /
roti , dan dia menyatakan senang dg ilmu geologi,makanya dia
bisa menerangkan  dg gaya kebloonannya. Ini adalah sebuah
promosi geologi yang langsung kepada masyarakat luas, dengan
bahasa yg cukup sederhana. Mungkin perlu diberikan penghargaan
dari IAGI kali ya.
ISM


___
indomail - Your everyday mail - http://indomail.indo.net.id



-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



[iagi-net-l] Milankovitch: was PRESS RELEASE IAGI..

2005-01-02 Terurut Topik Maryanto (Maryant)

Pak Herman, 
Terimakasih banyak atas uraian siklus. Saya tertarik dengan data awal,
data yang dipakai oleh Milankovitch, untuk kesimpulannya. Banyak
kemudian ini dipakai untuk deduksi.

Netter:
Ada yang punya paper Milankovitch? Tentu yang bisa saya baca (bhs
Inggris misalnya, bukan asing bhs serbia yang tak bisa saya mengerti).

Misal, papernya:
Milankovitch, M.M (1941): Canon of Insolation and the Ice Age Problem.
Transaction of Royal serbian Academy, Beograd (former Yuglosavia).
(English transaction by Israel program for scientific translatio nd
published for the US Department of Commerce and the national Science
Foundation).

(Dari asli :Kanon der Erdbestrahlung und seinne Anwendung auf das
Eiszeiten Problem. Acad. Royal Serbe spec . Ed. 133.

Salam,
Maryanto. 


-Original Message-
From: Herman Moechtar [mailto:[EMAIL PROTECTED] 

Sebagai contoh; perioda 1 hari (ada siang-malam), 1th (ada
kemarau-hujan), dan perioda 20.000 th, 40.000 th., 100.000 th. dan
400.000 th (siklus Milankovitch).


-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005

2005-01-02 Terurut Topik Ferdinandus . KARTIKO-SAMODRO
Ada yang tahu bagaimana keadaan di pulau Nias...?
kan ada 225 yang mati karena mengambil ikan pada saat surut...tapi 
bagaimana dengan keadaan kota dan penduduk yang lainnya...?
yang saya lihat di iklan pariwisata kan rumahnya  model rumah 
panggung...tentu kalau tsunami bisa - bisa hanyut di bawa tsunami


Regards

Ferdinandus Kartiko Samodro
TOTAL EP Indonesie Balikpapan
DKS/TUN/GG 
0542- 533852






O.K Taufik [EMAIL PROTECTED]
03/01/2005 07:22 AM
Please respond to iagi-net

 
To: iagi-net@iagi.or.id
cc: 
Subject:RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005


Senin, 03 Jan 2005,
Tradisi Selamatkan Pulau Simeulue 


Terdekat Episentrum, Tersedikit Korban
JAKARTA - Pulau Simeulue adalah keajaiban. Pulau ini amat dekat dengan 
episentrum gempa pemicu tsunami di Aceh dan Sumut. Namun, korban jiwanya 
paling sedikit. Kabupaten berpenduduk sekitar 65 ribu orang itu hanya 
sekitar 60 km dari episentrum gempa. Jauh lebih dekat dibandingkan dengan 
Meulaboh atau Banda Aceh yang lebih dari 140 km. 

Korban di sini tidak ribuan atau ratusan. Tercatat 6 orang meninggal dan 
satu hilang. Hanya nama-nama korban di pulau dengan 135 desa itu yang bisa 
diidentifikasi satu demi satu. Tidak anonim seperti di tempat-tempat lain 
yang tewas masal. Warga memang banyak mengungsi, yakni 73.015 orang. 

Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah 
rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah 
hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum 
terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman. 

Salah seorang warga Pulau Simeulue, Drs Yusman, membenarkan korban tsunami 
di Pulau Simeulue tergolong kecil. Dia menyebut, ini karena ada pengalaman 
sejarah yang membuat warga di pulau yang dihuni 70 ribu penduduk itu 
bersikap antisipatif terhadap badai tsunami.

Ada semacam pelajaran turun-temurun jika ada gempa diikuti air laut 
surut, pasti akan diikuti gelombang besar. Kami di sini menyebutnya 
smong, kata Yusman yang dihubungi koran ini dari Jakarta kemarin. Istilah 
smong seolah menjadi tradisi yang wajib diajarkan turun-temurun secara 
informal sejak terjadi musibah tsunami pada 1907.

Karena kisah ini melekat dalam kehidupan masyarakat, maka anak kecil pun 
pasti memahami isyarat alam tersebut. Dengan demikian, pada 26 Desember 
lalu, warga Pulau Simeuleu spontan melakukan aksi penyelamatan dengan cara 
naik ke lokasi perbukitan begitu merasakan getaran gempa. 

Anak kecil, dewasa, dan orang tua langsung naik ke bukit. Pokoknya, cari 
dataran lebih tinggi sebab mereka tahu air laut akan pasang, jelas pria 
yang berdinas sebagai Kasi Haji di Kantor Depag Kabupaten Simeulue ini. 

Ini berbeda dengan reaksi warga Pulau Nias. Saat mereka berada di pantai 
dan melihat air surut, malah banyak yang sibuk menangkapi ikan yang 
menggelepar-gelepar. Selain itu juga tak ada refleks kewaspadaan seperti 
di Simeulue. Karena itulah, 227 warga Nias tewas. 

Karena itulah, dahsyatnya kerusakan di Pulau Simeulue tidak sebanding 
dengan jumlah korban yang relatif sedikit. Menurut Yusman, nyaris semua 
rumah di pesisir di enam ibu kota kecamatan di Pulau Simeulue dapat 
dikatakan sudah rata dengan tanah, bahkan tidak tersisa lagi bangunan yang 
tegak. 

Kecamatan tersebut adalah Teluk Dalam, Tepa Barat, Kampung Air, Naserehe, 
Simeuleu Barat, dan Alafan. Desa Gudang/Kawat, Labuhan Bajau, Ulul Asin, 
Nasrehe, Salang (kondisinya habis), Maodil, Lantik, Salur (tersisa satu 
masjid dan satu MCK), Laayon (tinggal masjid dan dua rumah), Desa Ganting 
dan Kuala Makmur nyaris hancur total. 

Sedangkan ibu kota Kabupetan Simeulue, Sinabang, dikabarkan relatif aman 
mengingat kawasan tersebut dikeliling pulau-pulau kecil.

Ada yang yang lebih aneh lagi. Menurut Yusman, penghuni Pulau Simeuleu 
menganggap air laut pasang pada musibah tsunami dianggap sebagai kejadian 
biasa. Sebab itu, sekitar 78 calon jemaah haji asal Pulau Simeuleu tetap 
saja berangkat ke embarkasi Banda Aceh untuk terbang ke tanah suci selang 
tiga hari setelah kejadian tsunami. Mereka menumpang kapal cepat yang 
memakan waktu satu hari perjalanan. 

Warga tetap berangkat dan tidak tahu bahwa terjadi penundaan 
pemberangkatan, karena hubungan telepon dari dan ke Pulau Simeulue putus 
tanpa alasan yang jelas. Sedang siaran televisi kami tidak tahu, beber 
Yusman.

Sesampai di Pelabuhan Uleule, rombongan melihat pelabuhan rusak berat. 
Akhirnya mereka merapat di Pelabuhan Sabang. Untungnya, di Pelabuhan 
Sabang kerusakannya tidak terlalu parah, sehingga mereka langsung 
beristirahat di kawasan Indonesia paling ujung tersebut. 

Dan, hingga kemarin, mereka tetap bermalam di Sabang karena nahkoda merasa 
trauma untuk memberangkatkan kapal cepat balik ke Pulau Simeulue. Apalagi, 
ratusan warga di Sabang ingin berangkat ke Pulau Simeuleu untuk mengetahui 
keadaan keluarganya apakah selamat atau tidak akibat musibah tsunami. 


Kerabat Cemas

Semula banyak orang 

[iagi-net-l] Happy New Year!

2005-01-02 Terurut Topik Titi Tabusalla
Dear IAGI Members,


Happy New Year and all the best in 2005.

The Thirtieth Annual IPA Convention  Exhibition will be held at the Jakarta 
Convention Center on August 30 - September 1, 2005.  The Technical Program 
Committee issues the attached CALL FOR PAPERS to encourage papers suitable for 
oral and poster presentations at the convention.

The theme for the 2005 IPA Annual Convention  Exhibition is The Urgency of 
Building Competitiveness to Attract Oil and Gas Investment in Indonesia.
This theme is of keen interest and should stimulate lively discussion about the 
impact of recent changes, such as regional autonomy, on oil and gas activities. 
This gives us the opportunity to specifically target individuals like yourself 
and ask if you or your staff have technical work to share or
promote. A set of preliminary session titles in the attached CALL FOR PAPERS 
will serve as the initial basis for technical sessions, but papers on other 
topics of general interest are also welcome.  The deadline for submitting
abstracts is January 28, 2005 to insure that sufficient time is allowed for 
authors to submit abstracts and - if selected - to produce first-rate papers 
for the convention and proceedings.

Our objective is to assemble a strong program around the future of our oil  
gas industry. We are targeting approximately 100 papers addressing topics of 
current interest to the petroleum industry.  The technical program offers a 
unique opportunity for interaction amongst participants from leading oil 
companies, service companies, academic institutions, and government agencies.

Your continued support is critical to the success of the Thirtieth Annual IPA 
Convention  Exhibition as the premier oil industry conference in SE Asia.  
Please plan to take an active role this coming year by insuring the widest 
possible exposure of the CALL FOR PAPERS within your company and by encouraging 
and supporting the people in your organization to participate in the convention 
program.  I will look forward to working with you and your staff.

Thank you for your help.

Sincerely yours,

Heri Suryanto
Vice Chairman - Technical Program Committee
30th Annual IPA Convention  Exhibition

Enclosure


Phone: +62 (021) 5724284, 5724285
Email: [EMAIL PROTECTED]
Website: http://www.ipa.or.id




IPA Events:

8 Months To Go!

30th Annual IPA Convention  Exhibition

The Urgency of Building Competitiveness to Attract Oil  Gas Investment in 
Indonesia

August 30 - September 1, 2005 - Jakarta Convention Center

CALL FOR PAPER - The deadline for submission of abstracts is January 28, 2005


RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005

2005-01-02 Terurut Topik Amir . AL-AMIN
Menurut rekan, di TV pernah ada pembahasan kalau gelombang air,diatas 
titik gempa (pulau simeuleu?), akan mempunyai tinggi gelombang : pendek 
tetapi panjang gelombang : panjang.  (mungkin karena kedalaman air sangat 
dalam/ di daerah penunjaman).

Sementara gelombang akan merambat ke daerah sekitar pantai dangkal 
(meulaboh, Banda Aceh, Calang) dan berubah menjadi gelombang yang 
mempunyai tinggi gelombang : tinggi, dan panjang gelombang : pendek.

Kemudian gelombang di daerah yang jauh (srilangka), terjadi penguatan 
gelombang karena massa air yang membesar (disebandingkan efek bola salju).

Benarkah demikian?, mungkin para ahli gelombang (geophysicist, 
oceanography), yang bisa berkomentar.





O.K Taufik [EMAIL PROTECTED]
03/01/2005 07:22 AM
Please respond to iagi-net

 
To: iagi-net@iagi.or.id
cc: 
Subject:RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005


Senin, 03 Jan 2005,
Tradisi Selamatkan Pulau Simeulue 


Terdekat Episentrum, Tersedikit Korban
JAKARTA - Pulau Simeulue adalah keajaiban. Pulau ini amat dekat dengan 
episentrum gempa pemicu tsunami di Aceh dan Sumut. Namun, korban jiwanya 
paling sedikit. Kabupaten berpenduduk sekitar 65 ribu orang itu hanya 
sekitar 60 km dari episentrum gempa. Jauh lebih dekat dibandingkan dengan 
Meulaboh atau Banda Aceh yang lebih dari 140 km. 

Korban di sini tidak ribuan atau ratusan. Tercatat 6 orang meninggal dan 
satu hilang. Hanya nama-nama korban di pulau dengan 135 desa itu yang bisa 
diidentifikasi satu demi satu. Tidak anonim seperti di tempat-tempat lain 
yang tewas masal. Warga memang banyak mengungsi, yakni 73.015 orang. 

Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah 
rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah 
hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum 
terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman. 

Salah seorang warga Pulau Simeulue, Drs Yusman, membenarkan korban tsunami 
di Pulau Simeulue tergolong kecil. Dia menyebut, ini karena ada pengalaman 
sejarah yang membuat warga di pulau yang dihuni 70 ribu penduduk itu 
bersikap antisipatif terhadap badai tsunami.

Ada semacam pelajaran turun-temurun jika ada gempa diikuti air laut 
surut, pasti akan diikuti gelombang besar. Kami di sini menyebutnya 
smong, kata Yusman yang dihubungi koran ini dari Jakarta kemarin. Istilah 
smong seolah menjadi tradisi yang wajib diajarkan turun-temurun secara 
informal sejak terjadi musibah tsunami pada 1907.

Karena kisah ini melekat dalam kehidupan masyarakat, maka anak kecil pun 
pasti memahami isyarat alam tersebut. Dengan demikian, pada 26 Desember 
lalu, warga Pulau Simeuleu spontan melakukan aksi penyelamatan dengan cara 
naik ke lokasi perbukitan begitu merasakan getaran gempa. 

Anak kecil, dewasa, dan orang tua langsung naik ke bukit. Pokoknya, cari 
dataran lebih tinggi sebab mereka tahu air laut akan pasang, jelas pria 
yang berdinas sebagai Kasi Haji di Kantor Depag Kabupaten Simeulue ini. 

Ini berbeda dengan reaksi warga Pulau Nias. Saat mereka berada di pantai 
dan melihat air surut, malah banyak yang sibuk menangkapi ikan yang 
menggelepar-gelepar. Selain itu juga tak ada refleks kewaspadaan seperti 
di Simeulue. Karena itulah, 227 warga Nias tewas. 

Karena itulah, dahsyatnya kerusakan di Pulau Simeulue tidak sebanding 
dengan jumlah korban yang relatif sedikit. Menurut Yusman, nyaris semua 
rumah di pesisir di enam ibu kota kecamatan di Pulau Simeulue dapat 
dikatakan sudah rata dengan tanah, bahkan tidak tersisa lagi bangunan yang 
tegak. 

Kecamatan tersebut adalah Teluk Dalam, Tepa Barat, Kampung Air, Naserehe, 
Simeuleu Barat, dan Alafan. Desa Gudang/Kawat, Labuhan Bajau, Ulul Asin, 
Nasrehe, Salang (kondisinya habis), Maodil, Lantik, Salur (tersisa satu 
masjid dan satu MCK), Laayon (tinggal masjid dan dua rumah), Desa Ganting 
dan Kuala Makmur nyaris hancur total. 

Sedangkan ibu kota Kabupetan Simeulue, Sinabang, dikabarkan relatif aman 
mengingat kawasan tersebut dikeliling pulau-pulau kecil.

Ada yang yang lebih aneh lagi. Menurut Yusman, penghuni Pulau Simeuleu 
menganggap air laut pasang pada musibah tsunami dianggap sebagai kejadian 
biasa. Sebab itu, sekitar 78 calon jemaah haji asal Pulau Simeuleu tetap 
saja berangkat ke embarkasi Banda Aceh untuk terbang ke tanah suci selang 
tiga hari setelah kejadian tsunami. Mereka menumpang kapal cepat yang 
memakan waktu satu hari perjalanan. 

Warga tetap berangkat dan tidak tahu bahwa terjadi penundaan 
pemberangkatan, karena hubungan telepon dari dan ke Pulau Simeulue putus 
tanpa alasan yang jelas. Sedang siaran televisi kami tidak tahu, beber 
Yusman.

Sesampai di Pelabuhan Uleule, rombongan melihat pelabuhan rusak berat. 
Akhirnya mereka merapat di Pelabuhan Sabang. Untungnya, di Pelabuhan 
Sabang kerusakannya tidak terlalu parah, sehingga mereka langsung 
beristirahat di kawasan Indonesia paling ujung tersebut. 

Dan, hingga kemarin, mereka tetap 

Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

2005-01-02 Terurut Topik Nataniel . MANGIWA
jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau..
semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat awam..sedikit 
saja ga usah semua 
dimengerti

sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya adalah 
Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala 
kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi. 
itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER 
pengetahuan kita ke mereka

dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu, 
dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu 
(apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada 
adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu buat 
transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com, 
karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari 
bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir 
bandang, dlsb)





Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
01/01/2005 06:08 PM
Please respond to iagi-net

 
To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED], 
iagi-net@iagi.or.id
cc: 
Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched 
helplessly


Miris aku baca ini, 
bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna 
menghadapinya
buat apa ?

RDP
renungan di awal taun
=
 How scientists and victims watched helplessly

December 31, 2004
GAUGING DISASTER
How Scientists and Victims Watched Helplessly
By ANDREW C. REVKIN

It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V.
Titov raced to his office, sat down at his computer
and prepared to simulate an earthquake and tsunami
that was already sweeping across the Indian Ocean.

He started from a blank screen and with the muted hope
that just maybe he could warn officials across the
globe about the magnitude of what was unfolding. But
the obstacles were numerous.

Two hours had already passed since the quake, and
there was no established model of what a tsunami might
do in the Indian Ocean. Ninety percent of tsunamis
occur in the Pacific, and that was where most research
had been done.

Dr. Titov, a mathematician who works for a government
marine laboratory, began to assemble his digital tools
on his computer's hard drive: a three-dimensional map
of the Indian Ocean seafloor and the seismic data
showing the force, breadth and direction of the
earthquake's punch to the sea.

As he set to work, Sumatra's shores were already a
soup of human flotsam. Thailand to the east was awash.
The pulse of energy transferred from seabed to water,
traveling at jetliner speed, was already most of the
way across the Bay of Bengal and approaching
unsuspecting villagers and tourists, fishermen and
bathers, from the eight-foot-high coral strands of the
Maldives to the teeming shores of Sri Lanka and
eastern India.

In the end, Dr. Titov could not get ahead of that wave
with his numbers. He could not help avert the wreckage
and death. But alone in his office, following his
computer model of the real tsunami, he began to
understand, as few others in the world did at that
moment, that this was no local disaster.

With an eerie time lag, his data would reveal the
dimensions of the catastrophe that was unfolding
across eight brutal hours on Sunday, one that stole
tens of thousands of lives and remade the coasts of
the Asian subcontinent.

For those on the shores of the affected countries, the
reckoning with the tsunami's power came all but out of
the blue, and cost them their lives. It began near a
corner of the island of Sumatra, and ended 3,000 miles
away on the East African shore.

For the scientists in Hawaii, at the planet's main
tsunami center, who managed to send out one of the
rare formal warnings, there was intense frustration.
They had useful information; they were trained to get
word out; but they were stymied by limitations,
including a lack of telephone numbers for counterparts
in other countries.

For Colleen McGinn, a disaster relief worker in
Melbourne, Australia, the developing crisis would send
her off on an aid mission that she could not have
comprehended and that United Nations officials have
projected to be the greatest relief effort ever
mounted.

For others like Phil Cummins, an Australian
seismologist, what was happening made all too much
sense. He had grasped the dangers a year earlier, and
in 2004 had delivered a Powerpoint presentation to
tsunami experts in Japan and Hawaii.

It really seems strange now to see the title, Dr.
Cummins recalled yesterday. Tsunami in the Indian
Ocean - Why should we care?

Hawaii: Helpless Warners

He wore two beepers, in case one failed. Both chirped.


It was a languorous Christmas afternoon, with his
girlfriend away and nothing to do, and Barry Hirshorn,
48, was asleep. As a geophysicist, he was used to
having his rest interrupted. Almost daily, earthquakes
announced themselves 

RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005

2005-01-02 Terurut Topik Pancha Wijaya
Di saluran discovery channel dua malam lalu ada pembahasan ttg Tsunami.
Dan yang dikemukakan pak Amin sesuai dengan modelnya merekagelombang
akang menjadi tinggi begitu mencapai pantai yang dangkal.
Dikatakan juga bahwa selain oleh terjadinya patahan, tsunami bisa
disebabkan oleh land-slide/mass-slide (bisa seukuran pulanu yang runtuh
ke laut.
Contoh tsunami akibat mass-slide ini adalah yang menimpa Alaska tahun
1964 (?).
Juga diperlihatkan bahwa beberapa ahli geologi telah meneliti
kemungkinan landslide ini di pulau La-Palma (...lupa namanya), pulau
Gunung api yang terletak disebelah barat pantai Afrika, yand dikarenakan
kondisi geologinya suatu saat setengah bagian dari pulau sebelah
selatan, dimana gunung api masih aktif berada, akan runtuhdan
tsunami akan terbentuk dan berjalan kearah pantai timur Amerika dalam
waktu 6 jam-an. 

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, January 03, 2005 10:10 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005

Menurut rekan, di TV pernah ada pembahasan kalau gelombang air,diatas 
titik gempa (pulau simeuleu?), akan mempunyai tinggi gelombang : pendek 
tetapi panjang gelombang : panjang.  (mungkin karena kedalaman air
sangat 
dalam/ di daerah penunjaman).

Sementara gelombang akan merambat ke daerah sekitar pantai dangkal 
(meulaboh, Banda Aceh, Calang) dan berubah menjadi gelombang yang 
mempunyai tinggi gelombang : tinggi, dan panjang gelombang : pendek.

Kemudian gelombang di daerah yang jauh (srilangka), terjadi penguatan 
gelombang karena massa air yang membesar (disebandingkan efek bola
salju).

Benarkah demikian?, mungkin para ahli gelombang (geophysicist, 
oceanography), yang bisa berkomentar.





O.K Taufik [EMAIL PROTECTED]
03/01/2005 07:22 AM
Please respond to iagi-net

 
To: iagi-net@iagi.or.id
cc: 
Subject:RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari
2005


Senin, 03 Jan 2005,
Tradisi Selamatkan Pulau Simeulue 


Terdekat Episentrum, Tersedikit Korban
JAKARTA - Pulau Simeulue adalah keajaiban. Pulau ini amat dekat dengan 
episentrum gempa pemicu tsunami di Aceh dan Sumut. Namun, korban jiwanya

paling sedikit. Kabupaten berpenduduk sekitar 65 ribu orang itu hanya 
sekitar 60 km dari episentrum gempa. Jauh lebih dekat dibandingkan
dengan 
Meulaboh atau Banda Aceh yang lebih dari 140 km. 

Korban di sini tidak ribuan atau ratusan. Tercatat 6 orang meninggal dan

satu hilang. Hanya nama-nama korban di pulau dengan 135 desa itu yang
bisa 
diidentifikasi satu demi satu. Tidak anonim seperti di tempat-tempat
lain 
yang tewas masal. Warga memang banyak mengungsi, yakni 73.015 orang. 

Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah 
rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah 
hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum 
terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman. 

Salah seorang warga Pulau Simeulue, Drs Yusman, membenarkan korban
tsunami 
di Pulau Simeulue tergolong kecil. Dia menyebut, ini karena ada
pengalaman 
sejarah yang membuat warga di pulau yang dihuni 70 ribu penduduk itu 
bersikap antisipatif terhadap badai tsunami.

Ada semacam pelajaran turun-temurun jika ada gempa diikuti air laut 
surut, pasti akan diikuti gelombang besar. Kami di sini menyebutnya 
smong, kata Yusman yang dihubungi koran ini dari Jakarta kemarin.
Istilah 
smong seolah menjadi tradisi yang wajib diajarkan turun-temurun secara 
informal sejak terjadi musibah tsunami pada 1907.

Karena kisah ini melekat dalam kehidupan masyarakat, maka anak kecil pun

pasti memahami isyarat alam tersebut. Dengan demikian, pada 26 Desember 
lalu, warga Pulau Simeuleu spontan melakukan aksi penyelamatan dengan
cara 
naik ke lokasi perbukitan begitu merasakan getaran gempa. 

Anak kecil, dewasa, dan orang tua langsung naik ke bukit. Pokoknya,
cari 
dataran lebih tinggi sebab mereka tahu air laut akan pasang, jelas pria

yang berdinas sebagai Kasi Haji di Kantor Depag Kabupaten Simeulue ini. 

Ini berbeda dengan reaksi warga Pulau Nias. Saat mereka berada di pantai

dan melihat air surut, malah banyak yang sibuk menangkapi ikan yang 
menggelepar-gelepar. Selain itu juga tak ada refleks kewaspadaan seperti

di Simeulue. Karena itulah, 227 warga Nias tewas. 

Karena itulah, dahsyatnya kerusakan di Pulau Simeulue tidak sebanding 
dengan jumlah korban yang relatif sedikit. Menurut Yusman, nyaris semua 
rumah di pesisir di enam ibu kota kecamatan di Pulau Simeulue dapat 
dikatakan sudah rata dengan tanah, bahkan tidak tersisa lagi bangunan
yang 
tegak. 

Kecamatan tersebut adalah Teluk Dalam, Tepa Barat, Kampung Air,
Naserehe, 
Simeuleu Barat, dan Alafan. Desa Gudang/Kawat, Labuhan Bajau, Ulul Asin,

Nasrehe, Salang (kondisinya habis), Maodil, Lantik, Salur (tersisa satu 
masjid dan satu MCK), Laayon (tinggal masjid dan dua rumah), Desa
Ganting 
dan Kuala Makmur nyaris hancur total. 


RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

2005-01-02 Terurut Topik Parlaungan (RTI)
Hayo, kita usulkan ke Depdiknas agar pelajaran Bencana Alam Geologi dan
mitigasinya masuk dalam kurikulum pendidikan sekolah.

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Importance: High

jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau..
semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat
awam..sedikit saja ga usah semua 
dimengerti


-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

2005-01-02 Terurut Topik O.K Taufik
Point yg benar tan,  kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita semua, 
walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana sangat 
sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk disana bahwa 
anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu sikap kewaspadaan yg 
tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam bukan dari geologist.Hal-hal 
kecil begini yg perlu pencerahan dan ditanamkan untuk warga disuatu daerah 
menyangkut potensi bahaya bencana alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah 
mungkin perlu di beri informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, 
saat disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam 
lainnya.

Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan 
Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi 
korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg 
hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak ada 
salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat melakukan 
recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat untuk bangkit 
kembali. 
-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Importance: High


jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau..
semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat awam..sedikit 
saja ga usah semua 
dimengerti

sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya adalah 
Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala 
kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi. 
itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER 
pengetahuan kita ke mereka

dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu, 
dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu 
(apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada 
adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu buat 
transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com, 
karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari 
bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir 
bandang, dlsb)





Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
01/01/2005 06:08 PM
Please respond to iagi-net

 
To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED], 
iagi-net@iagi.or.id
cc: 
Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched 
helplessly


Miris aku baca ini, 
bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna 
menghadapinya
buat apa ?

RDP
renungan di awal taun
=
 How scientists and victims watched helplessly

December 31, 2004
GAUGING DISASTER
How Scientists and Victims Watched Helplessly
By ANDREW C. REVKIN

It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V.
Titov raced to his office, sat down at his computer
and prepared to simulate an earthquake and tsunami
that was already sweeping across the Indian Ocean.

He started from a blank screen and with the muted hope
that just maybe he could warn officials across the
globe about the magnitude of what was unfolding. But
the obstacles were numerous.

Two hours had already passed since the quake, and
there was no established model of what a tsunami might
do in the Indian Ocean. Ninety percent of tsunamis
occur in the Pacific, and that was where most research
had been done.

Dr. Titov, a mathematician who works for a government
marine laboratory, began to assemble his digital tools
on his computer's hard drive: a three-dimensional map
of the Indian Ocean seafloor and the seismic data
showing the force, breadth and direction of the
earthquake's punch to the sea.

As he set to work, Sumatra's shores were already a
soup of human flotsam. Thailand to the east was awash.
The pulse of energy transferred from seabed to water,
traveling at jetliner speed, was already most of the
way across the Bay of Bengal and approaching
unsuspecting villagers and tourists, fishermen and
bathers, from the eight-foot-high coral strands of the
Maldives to the teeming shores of Sri Lanka and
eastern India.

In the end, Dr. Titov could not get ahead of that wave
with his numbers. He could not help avert the wreckage
and death. But alone in his office, following his
computer model of the real tsunami, he began to
understand, as few others in the world did at that
moment, that this was no local disaster.

With an eerie time lag, his data would reveal the
dimensions of the catastrophe that was unfolding
across eight brutal hours on Sunday, one that stole
tens of thousands of lives and remade the coasts of
the Asian subcontinent.

For those on the shores of the affected countries, the
reckoning with the tsunami's 

RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

2005-01-02 Terurut Topik Musakti, Oki

Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang
hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan
bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota
Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih
berdiri.

Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal'
atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan
dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya?

Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan
'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan
jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain)

Oki
'Hentikan duka, mulai berkarya.'

-Original Message-
From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

Point yg benar tan,  kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita
semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana
sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk
disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu
sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam
bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan
ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana
alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri
informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat
disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam
lainnya.

Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan
Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi
korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg
hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak
ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat
melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat
untuk bangkit kembali.
-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Importance: High


jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau..
semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat
awam..sedikit saja ga usah semua
dimengerti

sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya
adalah
Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala

kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi.
itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER
pengetahuan kita ke mereka

dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu,

dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu

(apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada
adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu
buat
transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com,
karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari
bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir
bandang, dlsb)





Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
01/01/2005 06:08 PM
Please respond to iagi-net


To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
[EMAIL PROTECTED],
iagi-net@iagi.or.id
cc:
Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched
helplessly


Miris aku baca ini,
bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna
menghadapinya
buat apa ?

RDP
renungan di awal taun
=
 How scientists and victims watched helplessly

December 31, 2004
GAUGING DISASTER
How Scientists and Victims Watched Helplessly
By ANDREW C. REVKIN

It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V.
Titov raced to his office, sat down at his computer
and prepared to simulate an earthquake and tsunami
that was already sweeping across the Indian Ocean.

He started from a blank screen and with the muted hope
that just maybe he could warn officials across the
globe about the magnitude of what was unfolding. But
the obstacles were numerous.

Two hours had already passed since the quake, and
there was no established model of what a tsunami might
do in the Indian Ocean. Ninety percent of tsunamis
occur in the Pacific, and that was where most research
had been done.

Dr. Titov, a mathematician who works for a government
marine laboratory, began to assemble his digital tools
on his computer's hard drive: a three-dimensional map
of the Indian Ocean seafloor and the seismic data
showing the force, breadth and direction of the
earthquake's punch to the sea.

As he set to work, Sumatra's shores were already a
soup of human flotsam. Thailand to the east was awash.
The pulse of energy transferred 

RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005

2005-01-02 Terurut Topik IAGI Pusat
Saya dengar di Radio BBC tadi pagi, pulau Nicobar rusak sangat hebat karena
paling dekat dengan pusat gempa.  Pulau itu milik India, dan sebuah
pangkalan Angkatan Udara India disana hancur total dengan banyak korban.
Terima kasih, Sofyadi Roezin.


-Original Message-
From: hilman sobir [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 5:36 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005


Vicky...!!!

Adakah informasi mengenai nasib kep Andaman dan
Nicobar paska gempa Aceh yang besar itu?

Bagaimana dengan penghuni kepulaauan ini...dan milik
siapaka pulai ini...? wah banyak naya nih ???

Salam

Hilman Sobir

--- Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Pada tanggal 2 januari 2005 hanya tercatat satu
 gempa di
 Aceh-Nicobar-Andaman area. Gempa ini berkekuatan 5.3
 SR tepatnya pada
 Sunday, January 2, 2005 at 7:12:13 PM = local time
 at epicenter.
 Kedalaman gempa 35 Km. Ada 2 getaran tambahan dari
 yg tanggal 1 jan 05
 kemaren.

 Jumlah gempa yg tercatat sejak 26 Dec 2004 disekitar
 Aceh-Nicobar
 sebanyak 94 kali. Jumlah ini berbeda dengan
 informasi2 lain mungkin
 karena USGS hanya menyampaikan getaran gempa2
 penting atau gempa
 sedang-besar (diatas 5 SR). Gempa2 dibawah 5 SR
 mungkin hanya akan
 dirasakan oleh orang-orang yg berada disekitar
 daerah bencana ini.

 Hasil pengukuran secara statistik menunjukkan
 penurunan intensitas gempa sbb :

 Hari ke-1 (26 Des 2004) = 33 Getaran (Main shock 9.0
 SR, after shock 7.1SR)
 Hari ke-2 (27 Des 2004) = 29 Getaran (max 6.1 SR)
 Hari ke-3 (28 Des 2004) = 8 Getaran (max 5.8 SR)
 Hari ke-4 (29 Des 2004) = 5 Getaran (Max 6.2 SR)
 Hari ke-5 (30 Des 2004) = 6 Getaran (Max 5.9 SR)
 Hari ke-6 (31 Des 2004) = 7 Getaran (Max 6.3 SR)
 Hari ke-7 (1Januari 2005) = 4 Getaran (Max 6.5 SR)
 Hari ke-8 (2 Januari 2005) = 1 Getaran (max 5.3 SR)

 Penurunan intensitas gempa ini menunjukkan mulai
 stabilnya daerah ini.

 RDP

 Gambar juga dapat diperoleh di my blog :
 http://putrohari.tripod.com/Putrohari/


 ATTACHMENT part 2 image/pjpeg name=Slide1_2Jan04.JPG

-
 To unsubscribe, send email to:
 [EMAIL PROTECTED]
 To subscribe, send email to:
 [EMAIL PROTECTED]
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1:
 http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2:
 http://groups.yahoo.com/group/iagi
 Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy

Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy
 Sunardi([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED]
 atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi
 Dahlius([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Database Geologi : Aria A.
 Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-

Find local movie times and trailers on Yahoo! Movies.
http://au.movies.yahoo.com

-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy
Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]),
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-


-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

2005-01-02 Terurut Topik O.K Taufik
kalau dari berita Jawapos online itu ki kira-kira begini keadannya:

Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah 
rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah 
hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum 
terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman. 


-Original Message-
From: Musakti, Oki [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 9:58 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly



Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang
hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan
bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota
Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih
berdiri.

Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal'
atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan
dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya?

Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan
'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan
jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain)

Oki
'Hentikan duka, mulai berkarya.'

-Original Message-
From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED]

Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

Point yg benar tan,  kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita
semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana
sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk
disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu
sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam
bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan
ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana
alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri
informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat
disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam
lainnya.

Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan
Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi

korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg
hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak
ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat
melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat
untuk bangkit kembali.

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Importance: High


jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau..
semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat
awam..sedikit saja ga usah semua

dimengerti

sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya
adalah

Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala

kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi.

itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER

pengetahuan kita ke mereka

dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu,

dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu

(apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada

adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu
buat

transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com,

karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari

bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir

bandang, dlsb)





Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
01/01/2005 06:08 PM
Please respond to iagi-net



To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
[EMAIL PROTECTED],

iagi-net@iagi.or.id
cc:

Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched
helplessly


Miris aku baca ini,

bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna

menghadapinya
buat apa ?

RDP
renungan di awal taun
=
 How scientists and victims watched helplessly

December 31, 2004
GAUGING DISASTER
How Scientists and Victims Watched Helplessly
By ANDREW C. REVKIN

It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V.
Titov raced to his office, sat down at his computer
and prepared to simulate an earthquake and tsunami
that was already sweeping across the Indian Ocean.

He started from a blank screen and with the muted hope
that just maybe he could warn officials across the
globe about the magnitude of what was unfolding. But
the obstacles were numerous.

Two hours had already passed since the quake, and
there was no established model of 

[iagi-net-l] Tanya Alamat : Anthonius Maidepa

2005-01-02 Terurut Topik Mulyono
 Rekan2 IAGINET,

Saya memerlukan almat/tlp/HP/email atas nama Anthonius Maidepa, terakhir
beliau adlah Kadin (?)Pertambangan Papua  Dosen di Uncen yg berlokasi di
Jayapura.

Kalo ada rekan yang tahu silahkan Japri ke alamat email ini atau Iwan
Soemantri [EMAIL PROTECTED]

Terima kasih




-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

2005-01-02 Terurut Topik Musakti, Oki

Maksud ku, rusaknya karena gempa atau karena tsunami?

Regardless, 'tip nenek moyang' dari mereka boleh juga ditiru. Kalau ada
gempa, run for your life to the hill.
Info dari saudara saya yang tugas (ABRI) di Sorong; Keluarga mereka
sudah mulai diajari bagaimana cara lari dari komplex tentara ke bukit
apabila ada gempa.

Sorong rawan tsunami nggak sih ...? kalau rawan gempa sih pasti ya...

Oki

-Original Message-
From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, 3 January 2005 11:05 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

kalau dari berita Jawapos online itu ki kira-kira begini keadannya:

Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah
rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah
hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum
terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman.



Santos Ltd A.B.N. 80 007 550 923
Disclaimer: The information contained in this email is intended only for the 
use of the
person(s) to whom it is addressed and may be confidential or contain
privileged information. If you are not the intended recipient you are hereby
notified that any perusal, use, distribution, copying or disclosure is strictly
prohibited.  If you have received this email in error please immediately
advise us by return email and delete the email without making a copy.

-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

2005-01-02 Terurut Topik O.K Taufik
keduanyalah ki saling sinergy..gempa.tsunami..sudah itu gempa-gempaq susulan

-Original Message-
From: Musakti, Oki [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 11:14 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly



Maksud ku, rusaknya karena gempa atau karena tsunami?

Regardless, 'tip nenek moyang' dari mereka boleh juga ditiru. Kalau ada
gempa, run for your life to the hill.
Info dari saudara saya yang tugas (ABRI) di Sorong; Keluarga mereka
sudah mulai diajari bagaimana cara lari dari komplex tentara ke bukit
apabila ada gempa.

Sorong rawan tsunami nggak sih ...? kalau rawan gempa sih pasti ya...

Oki

-Original Message-
From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED]

Sent: Monday, 3 January 2005 11:05 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

kalau dari berita Jawapos online itu ki kira-kira begini keadannya:

Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah

rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah

hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum

terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman.




Santos Ltd A.B.N. 80 007 550 923
Disclaimer: The information contained in this email is intended only for the 
use of the
person(s) to whom it is addressed and may be confidential or contain
privileged information. If you are not the intended recipient you are hereby
notified that any perusal, use, distribution, copying or disclosure is strictly
prohibited.  If you have received this email in error please immediately
advise us by return email and delete the email without making a copy.

-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-


-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

2005-01-02 Terurut Topik Nurhayati

Dalam program Indonesia Menangis METRO TV yang ditayangkan terus menerus sampi 
hari Minggu kemarin, saya melihat dari tayangan video amatir di P Simeuleu. 
Memang benar tidak semua bangunan hancur.

Morfologi pulau itu sangat menolong plus dengan pengetahuan mereka, bahwa jika 
laut tiba-tiba surut setelah gempa akan ada gelombang besar, sehingga setelah 
gempa itu terjadi mereka panik menyelamatkan diri naik ke pebukitan sehingga 
kebanyakan dari mereka selamat. Hanya 4 orang yang dinyatakan tewas...


salam,
Nurhayati


-Original Message-
From: Musakti, Oki [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 9:58 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly



Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang
hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan
bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota
Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih
berdiri.

Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal'
atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan
dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya?

Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan
'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan
jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain)

Oki
'Hentikan duka, mulai berkarya.'

-Original Message-
From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED]

Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

Point yg benar tan,  kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita
semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana
sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk
disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu
sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam
bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan
ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana
alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri
informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat
disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam
lainnya.

Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan
Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi

korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg
hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak
ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat
melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat
untuk bangkit kembali.

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Importance: High


jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau..
semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat
awam..sedikit saja ga usah semua

dimengerti

sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya
adalah

Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala

kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi.

itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER

pengetahuan kita ke mereka

dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu,

dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu

(apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada

adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu
buat

transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com,

karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari

bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir

bandang, dlsb)





Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
01/01/2005 06:08 PM
Please respond to iagi-net



To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
[EMAIL PROTECTED],

iagi-net@iagi.or.id
cc:

Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched
helplessly


Miris aku baca ini,

bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna

menghadapinya
buat apa ?

RDP
renungan di awal taun
=
 How scientists and victims watched helplessly

December 31, 2004
GAUGING DISASTER
How Scientists and Victims Watched Helplessly
By ANDREW C. REVKIN

It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V.
Titov raced to his office, sat down at his computer
and prepared to simulate an earthquake and tsunami
that was already sweeping across the Indian Ocean.

He started from a blank screen and with the muted hope
that just maybe he could warn 

RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

2005-01-02 Terurut Topik fotunadid
jika memang benar demikian, pemahaman yang begini yang menyelamatkan
saudara-saudara kita di P. Simeuleu...
jika pengetahuan sederhana ini bisa dibekalkan ke masyarakat Aceh sebelum
kejadian tsunami, korban yang demikian besar tidak perlu terjadi, hal ini
menjadi PR besar kita semua supaya kejadian serupa bisa diantisipasi
dikemudian hari
salam,
didik

-Original Message-
From: Nurhayati [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 1:36 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly



Dalam program Indonesia Menangis METRO TV yang ditayangkan terus menerus
sampi hari Minggu kemarin, saya melihat dari tayangan video amatir di P
Simeuleu. Memang benar tidak semua bangunan hancur.


Morfologi pulau itu sangat menolong plus dengan pengetahuan mereka, bahwa
jika laut tiba-tiba surut setelah gempa akan ada gelombang besar, sehingga
setelah gempa itu terjadi mereka panik menyelamatkan diri naik ke pebukitan
sehingga kebanyakan dari mereka selamat. Hanya 4 orang yang dinyatakan
tewas...


salam,
Nurhayati


-Original Message-
From: Musakti, Oki [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 9:58 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly



Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang
hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan
bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota
Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih
berdiri.

Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal'
atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan
dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya?

Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan
'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan
jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain)

Oki
'Hentikan duka, mulai berkarya.'

-Original Message-
From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED]

Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

Point yg benar tan,  kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita
semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana
sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk
disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu
sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam
bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan
ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana
alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri
informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat
disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam
lainnya.

Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan
Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi

korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg
hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak
ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat
melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat
untuk bangkit kembali.

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Importance: High


jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau..
semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat
awam..sedikit saja ga usah semua

dimengerti

sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya
adalah

Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala

kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi.

itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER

pengetahuan kita ke mereka

dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu,

dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu

(apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada

adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu
buat

transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com,

karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari

bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir

bandang, dlsb)





Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
01/01/2005 06:08 PM
Please respond to iagi-net



To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
[EMAIL PROTECTED],

iagi-net@iagi.or.id
cc:

Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched
helplessly


Miris aku baca ini,

bagaimana ilmu yg 

[iagi-net-l] Kapan waktu tepat memberikan pelajaran waspada ? atau beritahukan saja prediksinya ?

2005-01-02 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Prediksi gempa atau bencana seolah-olah menjadi sesuatu yg ditunggu2
oleh siapa saja. Bahkan tulisan di Kompas dan IAGI-Web 2003 tahun lalu
menjadi buah bibir dibeberapa milist. Berita ini menjadi the most
read news di www.iagi.or.id

http://www.iagi.or.id/modules.php?op=modloadname=Newsfile=articlesid=25mode=threadorder=0thold=0

Seberapa pentingya sih prediksi ini untuk menyelamatkan korban ?
Tentunya orang akan tertarik dengan 'what next', apa yang akan
terjadi, berapa nomer nomer buntut yg bakalan keluar, atau siapa yg
bakalan menang sepak bola nanti  Ramalan emang sesuatu yg sering
dan selalu ditunggu-tunggu dan dicari oleh orang tertentu, termasuk
anda kah ?.

Apakah iya prediksi ini paling berperan mengurangi korban ? 
Saya rasa akan lebih bermanfaat jika masyarakat sendiri sudah mampu
membekali diri dengan pengenalan gejala bencana ketimbang menunggu
pengumuman si tukang perintah (pemerintah :) tentang akan munculnya
bencana dengan early warning, maupun ramalan/prediksi dari ahli
geofisika/geologi.

Seperti yg aku gemborkan di beberapa milist --- Prediksi dan
peringatan dini (early warning) itu konsumsinya orang- orang diatas
sedangkan sosialisasi kewaspadaan pada bahaya di lingkungan sendiri
itu konsumsinya orang awam, macem kita-kita lah ... :).

Skali lagi kuncinya -- Knowledge / Pengetahuan / Ilmu !!!

Prediksi gempa yg keterjadiannya bisa puluhan tahun sekali, dan
tsunami besar ini bisa sekali dalam ratusan tahun. Sehingga prediksi
ini mungkin hanya bermanfaat utk perencanaan bendungan, jembatan,
gedung2 tinggi, serta bangunan2 dan perencanaan strategis lainnya.
Kesalahan prediksinyapun bisa meleset puluhan tahun, tempatnya
(epicenternya) juga bisa meliputi ratusan Km persegi. Kejadiannyapun
bisa sepuluh tahun lagi, seratus tahun lagi, bulan depan, atau bahkan
nanti sore !

Peringatan dini (Early warning) merupakan serangkaian sistem alat
utk memberitahukan akan timbulnya kejadian alam. Bisa bencana maupun
tanda2 alam yg menarik utk dinikmati. Sistem peringatan dini (early
warning) akan melibatkan dan membutuhkan 'hardware' (alat) dan
technology, juga prosedur penyampaian (software), termasuk otoritas
siapa yg berhak/wajib menyampaikan (brainware). Bahkan ketika
disampaikanpun belum tentu orang akan menghindar setelah tahu.
Beberapa tulisan aku baca di web cukup menarik yg intinya Apakah yg
terjadi ketika kau beritahu bakalan akan ada tsunami ?  beberapa
orang akan berjejer di pantai untuk melihatnya !.

Pada kenyataannya yang selamat dari bencana kemarin banyak yg sudah
mengetahui gejala-gejala akan datangnya bencana tsunami. Sepupu
saya, salah seorang dokter AD yg sedang bertugas di Aceh sana waktu
kejadian, ketika mengetahui ada gempa kekuatan besar langsung
melarikan diri ke tempat lain (naik gunung) dengan mobil, dan selamat.
Salah seorang teman anak saya juga berceritera hal yg sama ttg
selamatnya pamannya yg ada di Aceh, yaitu mengenal kemungkinan tsunami
setelah merasakan gempa sempet menjemput anaknya yang akhirnya
selamat.

Beberapa korban adalah yg tidak tahu dan yg tidak waspada, juga
terlihat dari video2 amatir. Misalnya :
1. Crita2 di media menyebutkan bahwa ketika terjadi surut sebelum
tsunami justru banyak yg lari menjorok kelaut mencari ikan yg terjebak
namun dirinya sendiri yang  akhirnya terjebak - karena tidak tahu.
2. Yang lainnya akibat menonton tsunami karena ada badai tsunami
pertama yg relatif lebih kecil.-- yg ini karena tertarik.
Kalau anda denger apa yg terjadi di rekaman video2 amatir ini
terdengar kata-kata  ... here the bigger one ... here coming again
... wow, now its huge ...etc, etc ... artinya mereka sudah tahu
sebelumnya. Namun di video itu nampak orang yg berjejer di pinggir
pantai, dan terhempas !.

Saat ini saya masih lagi kepingin memberikan pengetahuan ke
masyarakat tentang bagaimana terjadinya bencana serta tanda2nya,
terserahlah mereka dengan pengetahuan ini mau menonton atau
menghindar, itu pilihan mereka... thats beyond my control !.

Nah aku pingin bertanya kepada ahli-ahli pendidikan di negeri ini.
Kapankah saat yg tepat memberikan pelajaran ttg bahaya ?
- Saat inikah atau segera setelah kejadian.
- Atau menunggu nanti (tahun depan) kalau sudah tenang.

Perlu diingat keterjadian bencana ini puluhan tahun bahkan ratusan
tahun sekali, namun rakyat Indonesia ini mnurutku termasuk yg malas
belajar dan pelupa ... maaf.

Kejadian gempa yg sekali dalam ratusan tahun ini memiliki dampak
khusus dalam proses belajar umat manusia  ... its part of learning
proccess. Belajar tidak harus dengan mengalami sendiri ... ini penting
!!
Kakek nenek saya tidak megalaminya ...
Cucu saya mungkin juga tidak mengalaminya ...
Tapi cicit serta cicit-cicitnya  dalam artian human race ...
mesti dan harus tahu dan belajar ini. Karena cascading knowledge
atau getok tular inilah salah satu cara manusia mempertahankan
rasnya. Atau manusia akan punah dimakan bencana yg tidak pernah
dipelajarinya turun menurun ...

Ilmu yg disampaikan ... skali lagi ilmu yg disampaikan

[iagi-net-l] Mimbar Seputro

2005-01-02 Terurut Topik Arief Budiman
sorry mau minta informasi,

ada yg tau email address/telp mas mimbar seputro (geoprolog)?

tq

arief budiman

-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



Re: [iagi-net-l] Mimbar Seputro

2005-01-02 Terurut Topik Titi Tabusalla
Pak Arief Budiman Yth,

Sepengetahuan kami Pak Mimbar Seputro sudah tidak lagi dengan Geoprolog.
Mungkin bisa ditanyakan ke Geoprolog tentang data atau email baru Pak
Mimbar, no. tlp: 789-2077, fax: 781-7719

Salam,
titi tabusalla
Indonesian Petroleum Association

- Original Message -
From: Arief Budiman [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, January 03, 2005 1:36 PM
Subject: [iagi-net-l] Mimbar Seputro


 sorry mau minta informasi,

 ada yg tau email address/telp mas mimbar seputro (geoprolog)?

 tq

 arief budiman

 -
 To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
 To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
 Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy
Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
 -




-
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

2005-01-02 Terurut Topik Ferdinandus . KARTIKO-SAMODRO
Gimana kabarnya kepulauan Nias...? ada yang tahu? apakah sama seperti 
Banda Aceh atau seperti pulau Simelue?

Regards

Ferdinandus Kartiko Samodro
TOTAL EP Indonesie Balikpapan
DKS/TUN/GG 
0542- 533852






Musakti, Oki [EMAIL PROTECTED]
03/01/2005 10:58 AM
Please respond to iagi-net

 
To: iagi-net@iagi.or.id
cc: 
Subject:RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched 
helplessly



Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang
hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan
bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota
Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih
berdiri.

Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal'
atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan
dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya?

Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan
'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan
jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain)

Oki
'Hentikan duka, mulai berkarya.'

-Original Message-
From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED]

Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

Point yg benar tan,  kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita
semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana
sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk
disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu
sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam
bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan
ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana
alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri
informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat
disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam
lainnya.

Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan
Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi

korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg
hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak
ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat
melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat
untuk bangkit kembali.

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Importance: High


jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau..
semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat
awam..sedikit saja ga usah semua

dimengerti

sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya
adalah

Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala

kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi.

itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER

pengetahuan kita ke mereka

dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu,

dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu

(apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada

adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu
buat

transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com,

karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari

bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir

bandang, dlsb)





Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
01/01/2005 06:08 PM
Please respond to iagi-net



To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
[EMAIL PROTECTED],

iagi-net@iagi.or.id
cc:

Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched
helplessly


Miris aku baca ini,

bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna

menghadapinya
buat apa ?

RDP
renungan di awal taun
=
 How scientists and victims watched helplessly

December 31, 2004
GAUGING DISASTER
How Scientists and Victims Watched Helplessly
By ANDREW C. REVKIN

It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V.
Titov raced to his office, sat down at his computer
and prepared to simulate an earthquake and tsunami
that was already sweeping across the Indian Ocean.

He started from a blank screen and with the muted hope
that just maybe he could warn officials across the
globe about the magnitude of what was unfolding. But
the obstacles were numerous.

Two hours had already passed since the quake, and
there was no established model of what a tsunami might
do in the Indian Ocean. Ninety percent of tsunamis
occur in the Pacific, and that was where most 

RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

2005-01-02 Terurut Topik Nataniel . MANGIWA
antara gempa pertama dengan tsunami ada jarak waktu moreless setengah jam. 
setengah jam kalo di pake jalan saja dgn kecepatan 8km/jam sudah bisa 
dapet 4km. jarak terjangan rata dari tsunami menurut citra landsat di 
metroTV adalah 4km.

SO...jelas bahwa sebenarnya waktu dan peringatan tuh bisa dibilang sudah 
memadai, hanya saja massa yg waktu itu tidak 'ngeh' karena memang mereka 
tidak tau dan tidak mengerti.





[EMAIL PROTECTED]
03/01/2005 01:38 PM
Please respond to iagi-net

 
To: iagi-net@iagi.or.id
cc: 
Subject:RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched 
helplessly


jika memang benar demikian, pemahaman yang begini yang menyelamatkan
saudara-saudara kita di P. Simeuleu...
jika pengetahuan sederhana ini bisa dibekalkan ke masyarakat Aceh sebelum
kejadian tsunami, korban yang demikian besar tidak perlu terjadi, hal ini
menjadi PR besar kita semua supaya kejadian serupa bisa diantisipasi
dikemudian hari
salam,
didik

-Original Message-
From: Nurhayati [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 1:36 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly



Dalam program Indonesia Menangis METRO TV yang ditayangkan terus menerus
sampi hari Minggu kemarin, saya melihat dari tayangan video amatir di P
Simeuleu. Memang benar tidak semua bangunan hancur.


Morfologi pulau itu sangat menolong plus dengan pengetahuan mereka, bahwa
jika laut tiba-tiba surut setelah gempa akan ada gelombang besar, sehingga
setelah gempa itu terjadi mereka panik menyelamatkan diri naik ke 
pebukitan
sehingga kebanyakan dari mereka selamat. Hanya 4 orang yang dinyatakan
tewas...


salam,
Nurhayati


-Original Message-
From: Musakti, Oki [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 9:58 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly



Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang
hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan
bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota
Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih
berdiri.

Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal'
atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan
dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya?

Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan
'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan
jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain)

Oki
'Hentikan duka, mulai berkarya.'

-Original Message-
From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED]

Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly

Point yg benar tan,  kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita
semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana
sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk
disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu
sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam
bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan
ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana
alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri
informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat
disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam
lainnya.

Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan
Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi

korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg
hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak
ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat
melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat
untuk bangkit kembali.

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Importance: High


jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau..
semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat
awam..sedikit saja ga usah semua

dimengerti

sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya
adalah

Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala

kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi.

itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER

pengetahuan kita ke mereka

dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu,

dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu

(apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada


[iagi-net-l] Fwd: [ITB_78] Gara-gara eksplorasi minyak?

2005-01-02 Terurut Topik hilman sobir
Adakah yang bisa kasih komentarnya...?

 Note: forwarded message attached. 

Find local movie times and trailers on Yahoo! Movies.
http://au.movies.yahoo.com---BeginMessage---
Title: Yahoo! News - World Photos - AP






Ini ada cerita yang menarik yang saya terima dari salah 
seorang rekan di luar indonesia. == penulis artikel 
sudahmenyatakan ini hanya rekaan saja, eniwe untuk teman-teman yang 
masih aktif dibidang eksplorasi, komentarnya dong, trims.



Source: 
http://www.independent-media.tv/itemprint.cfm?fmedia_id=10211fcategory_desc=Under%20Reported

December 
28, 2004
Earthquake: Coincidence or a Corporate Oil 
Tragedy?
By: Andrew 
Limburg
Independent 
Media TV

Now 
I dont claim to be an expert on seismic activity, but there has been a series 
of events which led up to the 9.0 earthquake of the coast of 
Indonesia 
which can not be ignored. This all could be an enormous coincidence, but one 
must look at the information and choose for themselves whether there is anything 
to it. 
On 
November 28th, one month ago, Reuters reported that during a 3 day span 169 whales and dolphins beached 
themselves in Tasmania, 
an island of the southern coast of mainland 
Australia 
and in New 
Zealand. 
The cause for these beachings is not known, but Bob Brown, a senator in the 
Australian parliament, said "sound bombing" or seismic tests of ocean floors to 
test for oil and gas had been carried out near the sites of the Tasmanian 
beachings recently. 
According 
to Jim Cummings of the Acoustic Ecology 
Institute, Seismic surveys utilizing airguns have been taking place 
in mineral-rich areas of the worlds oceans since 1968. Among the areas that 
have experienced the most intense survey activity are the North Sea, the 
Beaufort Sea (off Alaskas North Slope), and the Gulf of Mexico; areas around 
Australia and South America are also current hot-spots of activity. 

The 
impulses created by the release of air from arrays of up to 24 airguns create 
low frequency sound waves powerful enough to penetrate up to 40km below the 
seafloor. The source level" of these sound waves is generally over 200dB (and 
often 230dB or more), roughly comparable to a sound of at least 140-170dB in 
air. 
According 
to the Australian Conservation Foundation, these 200dB  230dB shots from the airguns are 
fired every 10 seconds or so, from 10 meters below the surface, 24 
hours a day, for 2 week periods of time, weather permitting. 

These 
types of tests are known to affect whales and dolphins, whose acute hearing and 
use of sonar is very sensitive. 
On 
December 24th there was a magnitude 8.1 earthquake more than 
500 miles southeast of Tasmania near 
New 
Zealand, 
with a subsequent aftershock 6.1 a little later in the morning that same day. 

On 
December 26th, the magnitude 9.0 earthquake struck at the intersection of the Australian tectonic plate 
and the Indian tectonic plate. This is the devastating tsunami 
tragedy that we have all heard about in the Indian 
Ocean. 
The death toll of this horrific event has reached 120,000 souls and 
continues to rise. 
On 
December 27th, 20 whales beached themselves 110 miles west of 
Hobart on 
the southern island state of Tasmania. 

What 
is interesting about this is that the same place where the whale beachings have 
been taking place over the last 30 days is the same general area where the 8.1 
Australian earthquake took place, and this is the same area where they are doing 
these seismic tests. Then 2 days after the Australian tectonic plate shifted, 
the 9.0 earthquake shook the coast of 
Indonesia. 

A 
great deal of interest and seismic testing has 
been taking place in this area, as the government of Australia has given great tax breaks to 
encourage the oil exploration. 
Two 
Geologists that I spoke to felt that it was highly unlikely that these seismic 
tests would have had enough energy to induce the Australian quake. On the other 
hand there is strong evidence that suggests that oil exploration activities have induced 
earthquakes in the past. 
Again, 
I don't claim to be an expert. I'm writing this story to bring attention to some 
interesting facts, so that those who are experts can investigate this fully. 

We 
will be following up on this story as more information is gathered. 

Photos: 

Whale 
Beachings in Tasmania, 
Australia 
and New 
Zealand 
on November 
30th, 2004
Location 
of Australian 8.1 Earthquake between Tasmania, 
Australia 
and New 
Zealand 
on December 24th - 
The Australian / 
New 
Zealand 
earthquake is the one on the bottom right hand side of the 
picture
Location 
of the 9.0 Indonesian Earthquake and its relationship to the Australian 
Tectonic Plate

Additional 
Information: 
http://story.news.yahoo.com/news?tmpl=storycid=570ncid=753e=5u=/nm/20041224/sc_nm/quake_australia_antarctica_dc 
http://story.news.yahoo.com/news?tmpl=storycid=570ncid=753e=2u=/nm/20041227/sc_nm/quake_environment_dc