Re: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005
Vicky...!!! Adakah informasi mengenai nasib kep Andaman dan Nicobar paska gempa Aceh yang besar itu? Bagaimana dengan penghuni kepulaauan ini...dan milik siapaka pulai ini...? wah banyak naya nih ??? Salam Hilman Sobir --- Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: Pada tanggal 2 januari 2005 hanya tercatat satu gempa di Aceh-Nicobar-Andaman area. Gempa ini berkekuatan 5.3 SR tepatnya pada Sunday, January 2, 2005 at 7:12:13 PM = local time at epicenter. Kedalaman gempa 35 Km. Ada 2 getaran tambahan dari yg tanggal 1 jan 05 kemaren. Jumlah gempa yg tercatat sejak 26 Dec 2004 disekitar Aceh-Nicobar sebanyak 94 kali. Jumlah ini berbeda dengan informasi2 lain mungkin karena USGS hanya menyampaikan getaran gempa2 penting atau gempa sedang-besar (diatas 5 SR). Gempa2 dibawah 5 SR mungkin hanya akan dirasakan oleh orang-orang yg berada disekitar daerah bencana ini. Hasil pengukuran secara statistik menunjukkan penurunan intensitas gempa sbb : Hari ke-1 (26 Des 2004) = 33 Getaran (Main shock 9.0 SR, after shock 7.1SR) Hari ke-2 (27 Des 2004) = 29 Getaran (max 6.1 SR) Hari ke-3 (28 Des 2004) = 8 Getaran (max 5.8 SR) Hari ke-4 (29 Des 2004) = 5 Getaran (Max 6.2 SR) Hari ke-5 (30 Des 2004) = 6 Getaran (Max 5.9 SR) Hari ke-6 (31 Des 2004) = 7 Getaran (Max 6.3 SR) Hari ke-7 (1Januari 2005) = 4 Getaran (Max 6.5 SR) Hari ke-8 (2 Januari 2005) = 1 Getaran (max 5.3 SR) Penurunan intensitas gempa ini menunjukkan mulai stabilnya daerah ini. RDP Gambar juga dapat diperoleh di my blog : http://putrohari.tripod.com/Putrohari/ ATTACHMENT part 2 image/pjpeg name=Slide1_2Jan04.JPG - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - Find local movie times and trailers on Yahoo! Movies. http://au.movies.yahoo.com - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005
Senin, 03 Jan 2005, Tradisi Selamatkan Pulau Simeulue Terdekat Episentrum, Tersedikit Korban JAKARTA - Pulau Simeulue adalah keajaiban. Pulau ini amat dekat dengan episentrum gempa pemicu tsunami di Aceh dan Sumut. Namun, korban jiwanya paling sedikit. Kabupaten berpenduduk sekitar 65 ribu orang itu hanya sekitar 60 km dari episentrum gempa. Jauh lebih dekat dibandingkan dengan Meulaboh atau Banda Aceh yang lebih dari 140 km. Korban di sini tidak ribuan atau ratusan. Tercatat 6 orang meninggal dan satu hilang. Hanya nama-nama korban di pulau dengan 135 desa itu yang bisa diidentifikasi satu demi satu. Tidak anonim seperti di tempat-tempat lain yang tewas masal. Warga memang banyak mengungsi, yakni 73.015 orang. Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman. Salah seorang warga Pulau Simeulue, Drs Yusman, membenarkan korban tsunami di Pulau Simeulue tergolong kecil. Dia menyebut, ini karena ada pengalaman sejarah yang membuat warga di pulau yang dihuni 70 ribu penduduk itu bersikap antisipatif terhadap badai tsunami. Ada semacam pelajaran turun-temurun jika ada gempa diikuti air laut surut, pasti akan diikuti gelombang besar. Kami di sini menyebutnya smong, kata Yusman yang dihubungi koran ini dari Jakarta kemarin. Istilah smong seolah menjadi tradisi yang wajib diajarkan turun-temurun secara informal sejak terjadi musibah tsunami pada 1907. Karena kisah ini melekat dalam kehidupan masyarakat, maka anak kecil pun pasti memahami isyarat alam tersebut. Dengan demikian, pada 26 Desember lalu, warga Pulau Simeuleu spontan melakukan aksi penyelamatan dengan cara naik ke lokasi perbukitan begitu merasakan getaran gempa. Anak kecil, dewasa, dan orang tua langsung naik ke bukit. Pokoknya, cari dataran lebih tinggi sebab mereka tahu air laut akan pasang, jelas pria yang berdinas sebagai Kasi Haji di Kantor Depag Kabupaten Simeulue ini. Ini berbeda dengan reaksi warga Pulau Nias. Saat mereka berada di pantai dan melihat air surut, malah banyak yang sibuk menangkapi ikan yang menggelepar-gelepar. Selain itu juga tak ada refleks kewaspadaan seperti di Simeulue. Karena itulah, 227 warga Nias tewas. Karena itulah, dahsyatnya kerusakan di Pulau Simeulue tidak sebanding dengan jumlah korban yang relatif sedikit. Menurut Yusman, nyaris semua rumah di pesisir di enam ibu kota kecamatan di Pulau Simeulue dapat dikatakan sudah rata dengan tanah, bahkan tidak tersisa lagi bangunan yang tegak. Kecamatan tersebut adalah Teluk Dalam, Tepa Barat, Kampung Air, Naserehe, Simeuleu Barat, dan Alafan. Desa Gudang/Kawat, Labuhan Bajau, Ulul Asin, Nasrehe, Salang (kondisinya habis), Maodil, Lantik, Salur (tersisa satu masjid dan satu MCK), Laayon (tinggal masjid dan dua rumah), Desa Ganting dan Kuala Makmur nyaris hancur total. Sedangkan ibu kota Kabupetan Simeulue, Sinabang, dikabarkan relatif aman mengingat kawasan tersebut dikeliling pulau-pulau kecil. Ada yang yang lebih aneh lagi. Menurut Yusman, penghuni Pulau Simeuleu menganggap air laut pasang pada musibah tsunami dianggap sebagai kejadian biasa. Sebab itu, sekitar 78 calon jemaah haji asal Pulau Simeuleu tetap saja berangkat ke embarkasi Banda Aceh untuk terbang ke tanah suci selang tiga hari setelah kejadian tsunami. Mereka menumpang kapal cepat yang memakan waktu satu hari perjalanan. Warga tetap berangkat dan tidak tahu bahwa terjadi penundaan pemberangkatan, karena hubungan telepon dari dan ke Pulau Simeulue putus tanpa alasan yang jelas. Sedang siaran televisi kami tidak tahu, beber Yusman. Sesampai di Pelabuhan Uleule, rombongan melihat pelabuhan rusak berat. Akhirnya mereka merapat di Pelabuhan Sabang. Untungnya, di Pelabuhan Sabang kerusakannya tidak terlalu parah, sehingga mereka langsung beristirahat di kawasan Indonesia paling ujung tersebut. Dan, hingga kemarin, mereka tetap bermalam di Sabang karena nahkoda merasa trauma untuk memberangkatkan kapal cepat balik ke Pulau Simeulue. Apalagi, ratusan warga di Sabang ingin berangkat ke Pulau Simeuleu untuk mengetahui keadaan keluarganya apakah selamat atau tidak akibat musibah tsunami. Kerabat Cemas Semula banyak orang yang mempunyai kerabat di Simeulue dilanda kecemasan luar biasa. Misalnya, Safruddin Ngulma, direktur LSM Peduli Indonesia, yang tinggal di Trawas, Mojokerto, Jatim. Selama sepekan dia mencari informasi ke sana kemari. Dia nyaris pasrah karena belum berhasil mengontak keluarganya di tengah kekalutan pemberitaan media. Minggu kemarin usaha Safruddin membuahkan hasil. Saya benar-benar mendapat rahmat Allah yang teramat besar, berhasil berbicara lewat telepon dengan adik saya (Ibnu Aban G.T. Ulma Simeulue, wakil bupati Simeulue), katanya. Adiknya dikontak ketika sudah di Sabang, menjelang berangkat haji.
Re: [iagi-net-l] Fwd: [ITB_78] Gara-gara eksplorasi minyak?
Kalau aku bertepuk tangan kemudian ada badai ? Dan itu kebetulan sebanyak tiga kali aku melakukannya ... apakah aku dilarang tepuk tangan ??? RDP On Mon, 3 Jan 2005 09:37:52 +1100 (EST), hilman sobir [EMAIL PROTECTED] wrote: Adakah yang bisa kasih komentarnya...? Note: forwarded message attached. Now I don't claim to be an expert on seismic activity, but there has been a series of events which led up to the 9.0 earthquake of the coast of Indonesia which can not be ignored. This all could be an enormous coincidence, but one must look at the information and choose for themselves whether there is anything to it. - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
[iagi-net-l] Si Oneng
Ternyata si Oneng ( Dalam Bajay Bajuri) juga sorang ahli geologi, Tadi malam dalam sinetron tsb( TrasTV jam 19 - 20 ) dia menerangkan tentang Gempa dg teori lempengnya dengan mengumpamakan tumbukan antar dua lempeng dg dua potong kue / roti , dan dia menyatakan senang dg ilmu geologi,makanya dia bisa menerangkan dg gaya kebloonannya. Ini adalah sebuah promosi geologi yang langsung kepada masyarakat luas, dengan bahasa yg cukup sederhana. Mungkin perlu diberikan penghargaan dari IAGI kali ya. ISM ___ indomail - Your everyday mail - http://indomail.indo.net.id - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
[iagi-net-l] Milankovitch: was PRESS RELEASE IAGI..
Pak Herman, Terimakasih banyak atas uraian siklus. Saya tertarik dengan data awal, data yang dipakai oleh Milankovitch, untuk kesimpulannya. Banyak kemudian ini dipakai untuk deduksi. Netter: Ada yang punya paper Milankovitch? Tentu yang bisa saya baca (bhs Inggris misalnya, bukan asing bhs serbia yang tak bisa saya mengerti). Misal, papernya: Milankovitch, M.M (1941): Canon of Insolation and the Ice Age Problem. Transaction of Royal serbian Academy, Beograd (former Yuglosavia). (English transaction by Israel program for scientific translatio nd published for the US Department of Commerce and the national Science Foundation). (Dari asli :Kanon der Erdbestrahlung und seinne Anwendung auf das Eiszeiten Problem. Acad. Royal Serbe spec . Ed. 133. Salam, Maryanto. -Original Message- From: Herman Moechtar [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sebagai contoh; perioda 1 hari (ada siang-malam), 1th (ada kemarau-hujan), dan perioda 20.000 th, 40.000 th., 100.000 th. dan 400.000 th (siklus Milankovitch). - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005
Ada yang tahu bagaimana keadaan di pulau Nias...? kan ada 225 yang mati karena mengambil ikan pada saat surut...tapi bagaimana dengan keadaan kota dan penduduk yang lainnya...? yang saya lihat di iklan pariwisata kan rumahnya model rumah panggung...tentu kalau tsunami bisa - bisa hanyut di bawa tsunami Regards Ferdinandus Kartiko Samodro TOTAL EP Indonesie Balikpapan DKS/TUN/GG 0542- 533852 O.K Taufik [EMAIL PROTECTED] 03/01/2005 07:22 AM Please respond to iagi-net To: iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005 Senin, 03 Jan 2005, Tradisi Selamatkan Pulau Simeulue Terdekat Episentrum, Tersedikit Korban JAKARTA - Pulau Simeulue adalah keajaiban. Pulau ini amat dekat dengan episentrum gempa pemicu tsunami di Aceh dan Sumut. Namun, korban jiwanya paling sedikit. Kabupaten berpenduduk sekitar 65 ribu orang itu hanya sekitar 60 km dari episentrum gempa. Jauh lebih dekat dibandingkan dengan Meulaboh atau Banda Aceh yang lebih dari 140 km. Korban di sini tidak ribuan atau ratusan. Tercatat 6 orang meninggal dan satu hilang. Hanya nama-nama korban di pulau dengan 135 desa itu yang bisa diidentifikasi satu demi satu. Tidak anonim seperti di tempat-tempat lain yang tewas masal. Warga memang banyak mengungsi, yakni 73.015 orang. Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman. Salah seorang warga Pulau Simeulue, Drs Yusman, membenarkan korban tsunami di Pulau Simeulue tergolong kecil. Dia menyebut, ini karena ada pengalaman sejarah yang membuat warga di pulau yang dihuni 70 ribu penduduk itu bersikap antisipatif terhadap badai tsunami. Ada semacam pelajaran turun-temurun jika ada gempa diikuti air laut surut, pasti akan diikuti gelombang besar. Kami di sini menyebutnya smong, kata Yusman yang dihubungi koran ini dari Jakarta kemarin. Istilah smong seolah menjadi tradisi yang wajib diajarkan turun-temurun secara informal sejak terjadi musibah tsunami pada 1907. Karena kisah ini melekat dalam kehidupan masyarakat, maka anak kecil pun pasti memahami isyarat alam tersebut. Dengan demikian, pada 26 Desember lalu, warga Pulau Simeuleu spontan melakukan aksi penyelamatan dengan cara naik ke lokasi perbukitan begitu merasakan getaran gempa. Anak kecil, dewasa, dan orang tua langsung naik ke bukit. Pokoknya, cari dataran lebih tinggi sebab mereka tahu air laut akan pasang, jelas pria yang berdinas sebagai Kasi Haji di Kantor Depag Kabupaten Simeulue ini. Ini berbeda dengan reaksi warga Pulau Nias. Saat mereka berada di pantai dan melihat air surut, malah banyak yang sibuk menangkapi ikan yang menggelepar-gelepar. Selain itu juga tak ada refleks kewaspadaan seperti di Simeulue. Karena itulah, 227 warga Nias tewas. Karena itulah, dahsyatnya kerusakan di Pulau Simeulue tidak sebanding dengan jumlah korban yang relatif sedikit. Menurut Yusman, nyaris semua rumah di pesisir di enam ibu kota kecamatan di Pulau Simeulue dapat dikatakan sudah rata dengan tanah, bahkan tidak tersisa lagi bangunan yang tegak. Kecamatan tersebut adalah Teluk Dalam, Tepa Barat, Kampung Air, Naserehe, Simeuleu Barat, dan Alafan. Desa Gudang/Kawat, Labuhan Bajau, Ulul Asin, Nasrehe, Salang (kondisinya habis), Maodil, Lantik, Salur (tersisa satu masjid dan satu MCK), Laayon (tinggal masjid dan dua rumah), Desa Ganting dan Kuala Makmur nyaris hancur total. Sedangkan ibu kota Kabupetan Simeulue, Sinabang, dikabarkan relatif aman mengingat kawasan tersebut dikeliling pulau-pulau kecil. Ada yang yang lebih aneh lagi. Menurut Yusman, penghuni Pulau Simeuleu menganggap air laut pasang pada musibah tsunami dianggap sebagai kejadian biasa. Sebab itu, sekitar 78 calon jemaah haji asal Pulau Simeuleu tetap saja berangkat ke embarkasi Banda Aceh untuk terbang ke tanah suci selang tiga hari setelah kejadian tsunami. Mereka menumpang kapal cepat yang memakan waktu satu hari perjalanan. Warga tetap berangkat dan tidak tahu bahwa terjadi penundaan pemberangkatan, karena hubungan telepon dari dan ke Pulau Simeulue putus tanpa alasan yang jelas. Sedang siaran televisi kami tidak tahu, beber Yusman. Sesampai di Pelabuhan Uleule, rombongan melihat pelabuhan rusak berat. Akhirnya mereka merapat di Pelabuhan Sabang. Untungnya, di Pelabuhan Sabang kerusakannya tidak terlalu parah, sehingga mereka langsung beristirahat di kawasan Indonesia paling ujung tersebut. Dan, hingga kemarin, mereka tetap bermalam di Sabang karena nahkoda merasa trauma untuk memberangkatkan kapal cepat balik ke Pulau Simeulue. Apalagi, ratusan warga di Sabang ingin berangkat ke Pulau Simeuleu untuk mengetahui keadaan keluarganya apakah selamat atau tidak akibat musibah tsunami. Kerabat Cemas Semula banyak orang
[iagi-net-l] Happy New Year!
Dear IAGI Members, Happy New Year and all the best in 2005. The Thirtieth Annual IPA Convention Exhibition will be held at the Jakarta Convention Center on August 30 - September 1, 2005. The Technical Program Committee issues the attached CALL FOR PAPERS to encourage papers suitable for oral and poster presentations at the convention. The theme for the 2005 IPA Annual Convention Exhibition is The Urgency of Building Competitiveness to Attract Oil and Gas Investment in Indonesia. This theme is of keen interest and should stimulate lively discussion about the impact of recent changes, such as regional autonomy, on oil and gas activities. This gives us the opportunity to specifically target individuals like yourself and ask if you or your staff have technical work to share or promote. A set of preliminary session titles in the attached CALL FOR PAPERS will serve as the initial basis for technical sessions, but papers on other topics of general interest are also welcome. The deadline for submitting abstracts is January 28, 2005 to insure that sufficient time is allowed for authors to submit abstracts and - if selected - to produce first-rate papers for the convention and proceedings. Our objective is to assemble a strong program around the future of our oil gas industry. We are targeting approximately 100 papers addressing topics of current interest to the petroleum industry. The technical program offers a unique opportunity for interaction amongst participants from leading oil companies, service companies, academic institutions, and government agencies. Your continued support is critical to the success of the Thirtieth Annual IPA Convention Exhibition as the premier oil industry conference in SE Asia. Please plan to take an active role this coming year by insuring the widest possible exposure of the CALL FOR PAPERS within your company and by encouraging and supporting the people in your organization to participate in the convention program. I will look forward to working with you and your staff. Thank you for your help. Sincerely yours, Heri Suryanto Vice Chairman - Technical Program Committee 30th Annual IPA Convention Exhibition Enclosure Phone: +62 (021) 5724284, 5724285 Email: [EMAIL PROTECTED] Website: http://www.ipa.or.id IPA Events: 8 Months To Go! 30th Annual IPA Convention Exhibition The Urgency of Building Competitiveness to Attract Oil Gas Investment in Indonesia August 30 - September 1, 2005 - Jakarta Convention Center CALL FOR PAPER - The deadline for submission of abstracts is January 28, 2005
RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005
Menurut rekan, di TV pernah ada pembahasan kalau gelombang air,diatas titik gempa (pulau simeuleu?), akan mempunyai tinggi gelombang : pendek tetapi panjang gelombang : panjang. (mungkin karena kedalaman air sangat dalam/ di daerah penunjaman). Sementara gelombang akan merambat ke daerah sekitar pantai dangkal (meulaboh, Banda Aceh, Calang) dan berubah menjadi gelombang yang mempunyai tinggi gelombang : tinggi, dan panjang gelombang : pendek. Kemudian gelombang di daerah yang jauh (srilangka), terjadi penguatan gelombang karena massa air yang membesar (disebandingkan efek bola salju). Benarkah demikian?, mungkin para ahli gelombang (geophysicist, oceanography), yang bisa berkomentar. O.K Taufik [EMAIL PROTECTED] 03/01/2005 07:22 AM Please respond to iagi-net To: iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005 Senin, 03 Jan 2005, Tradisi Selamatkan Pulau Simeulue Terdekat Episentrum, Tersedikit Korban JAKARTA - Pulau Simeulue adalah keajaiban. Pulau ini amat dekat dengan episentrum gempa pemicu tsunami di Aceh dan Sumut. Namun, korban jiwanya paling sedikit. Kabupaten berpenduduk sekitar 65 ribu orang itu hanya sekitar 60 km dari episentrum gempa. Jauh lebih dekat dibandingkan dengan Meulaboh atau Banda Aceh yang lebih dari 140 km. Korban di sini tidak ribuan atau ratusan. Tercatat 6 orang meninggal dan satu hilang. Hanya nama-nama korban di pulau dengan 135 desa itu yang bisa diidentifikasi satu demi satu. Tidak anonim seperti di tempat-tempat lain yang tewas masal. Warga memang banyak mengungsi, yakni 73.015 orang. Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman. Salah seorang warga Pulau Simeulue, Drs Yusman, membenarkan korban tsunami di Pulau Simeulue tergolong kecil. Dia menyebut, ini karena ada pengalaman sejarah yang membuat warga di pulau yang dihuni 70 ribu penduduk itu bersikap antisipatif terhadap badai tsunami. Ada semacam pelajaran turun-temurun jika ada gempa diikuti air laut surut, pasti akan diikuti gelombang besar. Kami di sini menyebutnya smong, kata Yusman yang dihubungi koran ini dari Jakarta kemarin. Istilah smong seolah menjadi tradisi yang wajib diajarkan turun-temurun secara informal sejak terjadi musibah tsunami pada 1907. Karena kisah ini melekat dalam kehidupan masyarakat, maka anak kecil pun pasti memahami isyarat alam tersebut. Dengan demikian, pada 26 Desember lalu, warga Pulau Simeuleu spontan melakukan aksi penyelamatan dengan cara naik ke lokasi perbukitan begitu merasakan getaran gempa. Anak kecil, dewasa, dan orang tua langsung naik ke bukit. Pokoknya, cari dataran lebih tinggi sebab mereka tahu air laut akan pasang, jelas pria yang berdinas sebagai Kasi Haji di Kantor Depag Kabupaten Simeulue ini. Ini berbeda dengan reaksi warga Pulau Nias. Saat mereka berada di pantai dan melihat air surut, malah banyak yang sibuk menangkapi ikan yang menggelepar-gelepar. Selain itu juga tak ada refleks kewaspadaan seperti di Simeulue. Karena itulah, 227 warga Nias tewas. Karena itulah, dahsyatnya kerusakan di Pulau Simeulue tidak sebanding dengan jumlah korban yang relatif sedikit. Menurut Yusman, nyaris semua rumah di pesisir di enam ibu kota kecamatan di Pulau Simeulue dapat dikatakan sudah rata dengan tanah, bahkan tidak tersisa lagi bangunan yang tegak. Kecamatan tersebut adalah Teluk Dalam, Tepa Barat, Kampung Air, Naserehe, Simeuleu Barat, dan Alafan. Desa Gudang/Kawat, Labuhan Bajau, Ulul Asin, Nasrehe, Salang (kondisinya habis), Maodil, Lantik, Salur (tersisa satu masjid dan satu MCK), Laayon (tinggal masjid dan dua rumah), Desa Ganting dan Kuala Makmur nyaris hancur total. Sedangkan ibu kota Kabupetan Simeulue, Sinabang, dikabarkan relatif aman mengingat kawasan tersebut dikeliling pulau-pulau kecil. Ada yang yang lebih aneh lagi. Menurut Yusman, penghuni Pulau Simeuleu menganggap air laut pasang pada musibah tsunami dianggap sebagai kejadian biasa. Sebab itu, sekitar 78 calon jemaah haji asal Pulau Simeuleu tetap saja berangkat ke embarkasi Banda Aceh untuk terbang ke tanah suci selang tiga hari setelah kejadian tsunami. Mereka menumpang kapal cepat yang memakan waktu satu hari perjalanan. Warga tetap berangkat dan tidak tahu bahwa terjadi penundaan pemberangkatan, karena hubungan telepon dari dan ke Pulau Simeulue putus tanpa alasan yang jelas. Sedang siaran televisi kami tidak tahu, beber Yusman. Sesampai di Pelabuhan Uleule, rombongan melihat pelabuhan rusak berat. Akhirnya mereka merapat di Pelabuhan Sabang. Untungnya, di Pelabuhan Sabang kerusakannya tidak terlalu parah, sehingga mereka langsung beristirahat di kawasan Indonesia paling ujung tersebut. Dan, hingga kemarin, mereka tetap
Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau.. semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat awam..sedikit saja ga usah semua dimengerti sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya adalah Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi. itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER pengetahuan kita ke mereka dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu, dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu (apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu buat transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com, karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir bandang, dlsb) Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] 01/01/2005 06:08 PM Please respond to iagi-net To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED], iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Miris aku baca ini, bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna menghadapinya buat apa ? RDP renungan di awal taun = How scientists and victims watched helplessly December 31, 2004 GAUGING DISASTER How Scientists and Victims Watched Helplessly By ANDREW C. REVKIN It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V. Titov raced to his office, sat down at his computer and prepared to simulate an earthquake and tsunami that was already sweeping across the Indian Ocean. He started from a blank screen and with the muted hope that just maybe he could warn officials across the globe about the magnitude of what was unfolding. But the obstacles were numerous. Two hours had already passed since the quake, and there was no established model of what a tsunami might do in the Indian Ocean. Ninety percent of tsunamis occur in the Pacific, and that was where most research had been done. Dr. Titov, a mathematician who works for a government marine laboratory, began to assemble his digital tools on his computer's hard drive: a three-dimensional map of the Indian Ocean seafloor and the seismic data showing the force, breadth and direction of the earthquake's punch to the sea. As he set to work, Sumatra's shores were already a soup of human flotsam. Thailand to the east was awash. The pulse of energy transferred from seabed to water, traveling at jetliner speed, was already most of the way across the Bay of Bengal and approaching unsuspecting villagers and tourists, fishermen and bathers, from the eight-foot-high coral strands of the Maldives to the teeming shores of Sri Lanka and eastern India. In the end, Dr. Titov could not get ahead of that wave with his numbers. He could not help avert the wreckage and death. But alone in his office, following his computer model of the real tsunami, he began to understand, as few others in the world did at that moment, that this was no local disaster. With an eerie time lag, his data would reveal the dimensions of the catastrophe that was unfolding across eight brutal hours on Sunday, one that stole tens of thousands of lives and remade the coasts of the Asian subcontinent. For those on the shores of the affected countries, the reckoning with the tsunami's power came all but out of the blue, and cost them their lives. It began near a corner of the island of Sumatra, and ended 3,000 miles away on the East African shore. For the scientists in Hawaii, at the planet's main tsunami center, who managed to send out one of the rare formal warnings, there was intense frustration. They had useful information; they were trained to get word out; but they were stymied by limitations, including a lack of telephone numbers for counterparts in other countries. For Colleen McGinn, a disaster relief worker in Melbourne, Australia, the developing crisis would send her off on an aid mission that she could not have comprehended and that United Nations officials have projected to be the greatest relief effort ever mounted. For others like Phil Cummins, an Australian seismologist, what was happening made all too much sense. He had grasped the dangers a year earlier, and in 2004 had delivered a Powerpoint presentation to tsunami experts in Japan and Hawaii. It really seems strange now to see the title, Dr. Cummins recalled yesterday. Tsunami in the Indian Ocean - Why should we care? Hawaii: Helpless Warners He wore two beepers, in case one failed. Both chirped. It was a languorous Christmas afternoon, with his girlfriend away and nothing to do, and Barry Hirshorn, 48, was asleep. As a geophysicist, he was used to having his rest interrupted. Almost daily, earthquakes announced themselves
RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005
Di saluran discovery channel dua malam lalu ada pembahasan ttg Tsunami. Dan yang dikemukakan pak Amin sesuai dengan modelnya merekagelombang akang menjadi tinggi begitu mencapai pantai yang dangkal. Dikatakan juga bahwa selain oleh terjadinya patahan, tsunami bisa disebabkan oleh land-slide/mass-slide (bisa seukuran pulanu yang runtuh ke laut. Contoh tsunami akibat mass-slide ini adalah yang menimpa Alaska tahun 1964 (?). Juga diperlihatkan bahwa beberapa ahli geologi telah meneliti kemungkinan landslide ini di pulau La-Palma (...lupa namanya), pulau Gunung api yang terletak disebelah barat pantai Afrika, yand dikarenakan kondisi geologinya suatu saat setengah bagian dari pulau sebelah selatan, dimana gunung api masih aktif berada, akan runtuhdan tsunami akan terbentuk dan berjalan kearah pantai timur Amerika dalam waktu 6 jam-an. -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 10:10 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005 Menurut rekan, di TV pernah ada pembahasan kalau gelombang air,diatas titik gempa (pulau simeuleu?), akan mempunyai tinggi gelombang : pendek tetapi panjang gelombang : panjang. (mungkin karena kedalaman air sangat dalam/ di daerah penunjaman). Sementara gelombang akan merambat ke daerah sekitar pantai dangkal (meulaboh, Banda Aceh, Calang) dan berubah menjadi gelombang yang mempunyai tinggi gelombang : tinggi, dan panjang gelombang : pendek. Kemudian gelombang di daerah yang jauh (srilangka), terjadi penguatan gelombang karena massa air yang membesar (disebandingkan efek bola salju). Benarkah demikian?, mungkin para ahli gelombang (geophysicist, oceanography), yang bisa berkomentar. O.K Taufik [EMAIL PROTECTED] 03/01/2005 07:22 AM Please respond to iagi-net To: iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005 Senin, 03 Jan 2005, Tradisi Selamatkan Pulau Simeulue Terdekat Episentrum, Tersedikit Korban JAKARTA - Pulau Simeulue adalah keajaiban. Pulau ini amat dekat dengan episentrum gempa pemicu tsunami di Aceh dan Sumut. Namun, korban jiwanya paling sedikit. Kabupaten berpenduduk sekitar 65 ribu orang itu hanya sekitar 60 km dari episentrum gempa. Jauh lebih dekat dibandingkan dengan Meulaboh atau Banda Aceh yang lebih dari 140 km. Korban di sini tidak ribuan atau ratusan. Tercatat 6 orang meninggal dan satu hilang. Hanya nama-nama korban di pulau dengan 135 desa itu yang bisa diidentifikasi satu demi satu. Tidak anonim seperti di tempat-tempat lain yang tewas masal. Warga memang banyak mengungsi, yakni 73.015 orang. Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman. Salah seorang warga Pulau Simeulue, Drs Yusman, membenarkan korban tsunami di Pulau Simeulue tergolong kecil. Dia menyebut, ini karena ada pengalaman sejarah yang membuat warga di pulau yang dihuni 70 ribu penduduk itu bersikap antisipatif terhadap badai tsunami. Ada semacam pelajaran turun-temurun jika ada gempa diikuti air laut surut, pasti akan diikuti gelombang besar. Kami di sini menyebutnya smong, kata Yusman yang dihubungi koran ini dari Jakarta kemarin. Istilah smong seolah menjadi tradisi yang wajib diajarkan turun-temurun secara informal sejak terjadi musibah tsunami pada 1907. Karena kisah ini melekat dalam kehidupan masyarakat, maka anak kecil pun pasti memahami isyarat alam tersebut. Dengan demikian, pada 26 Desember lalu, warga Pulau Simeuleu spontan melakukan aksi penyelamatan dengan cara naik ke lokasi perbukitan begitu merasakan getaran gempa. Anak kecil, dewasa, dan orang tua langsung naik ke bukit. Pokoknya, cari dataran lebih tinggi sebab mereka tahu air laut akan pasang, jelas pria yang berdinas sebagai Kasi Haji di Kantor Depag Kabupaten Simeulue ini. Ini berbeda dengan reaksi warga Pulau Nias. Saat mereka berada di pantai dan melihat air surut, malah banyak yang sibuk menangkapi ikan yang menggelepar-gelepar. Selain itu juga tak ada refleks kewaspadaan seperti di Simeulue. Karena itulah, 227 warga Nias tewas. Karena itulah, dahsyatnya kerusakan di Pulau Simeulue tidak sebanding dengan jumlah korban yang relatif sedikit. Menurut Yusman, nyaris semua rumah di pesisir di enam ibu kota kecamatan di Pulau Simeulue dapat dikatakan sudah rata dengan tanah, bahkan tidak tersisa lagi bangunan yang tegak. Kecamatan tersebut adalah Teluk Dalam, Tepa Barat, Kampung Air, Naserehe, Simeuleu Barat, dan Alafan. Desa Gudang/Kawat, Labuhan Bajau, Ulul Asin, Nasrehe, Salang (kondisinya habis), Maodil, Lantik, Salur (tersisa satu masjid dan satu MCK), Laayon (tinggal masjid dan dua rumah), Desa Ganting dan Kuala Makmur nyaris hancur total.
RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Hayo, kita usulkan ke Depdiknas agar pelajaran Bencana Alam Geologi dan mitigasinya masuk dalam kurikulum pendidikan sekolah. -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Importance: High jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau.. semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat awam..sedikit saja ga usah semua dimengerti - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Point yg benar tan, kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam lainnya. Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat untuk bangkit kembali. -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Importance: High jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau.. semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat awam..sedikit saja ga usah semua dimengerti sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya adalah Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi. itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER pengetahuan kita ke mereka dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu, dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu (apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu buat transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com, karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir bandang, dlsb) Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] 01/01/2005 06:08 PM Please respond to iagi-net To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED], iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Miris aku baca ini, bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna menghadapinya buat apa ? RDP renungan di awal taun = How scientists and victims watched helplessly December 31, 2004 GAUGING DISASTER How Scientists and Victims Watched Helplessly By ANDREW C. REVKIN It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V. Titov raced to his office, sat down at his computer and prepared to simulate an earthquake and tsunami that was already sweeping across the Indian Ocean. He started from a blank screen and with the muted hope that just maybe he could warn officials across the globe about the magnitude of what was unfolding. But the obstacles were numerous. Two hours had already passed since the quake, and there was no established model of what a tsunami might do in the Indian Ocean. Ninety percent of tsunamis occur in the Pacific, and that was where most research had been done. Dr. Titov, a mathematician who works for a government marine laboratory, began to assemble his digital tools on his computer's hard drive: a three-dimensional map of the Indian Ocean seafloor and the seismic data showing the force, breadth and direction of the earthquake's punch to the sea. As he set to work, Sumatra's shores were already a soup of human flotsam. Thailand to the east was awash. The pulse of energy transferred from seabed to water, traveling at jetliner speed, was already most of the way across the Bay of Bengal and approaching unsuspecting villagers and tourists, fishermen and bathers, from the eight-foot-high coral strands of the Maldives to the teeming shores of Sri Lanka and eastern India. In the end, Dr. Titov could not get ahead of that wave with his numbers. He could not help avert the wreckage and death. But alone in his office, following his computer model of the real tsunami, he began to understand, as few others in the world did at that moment, that this was no local disaster. With an eerie time lag, his data would reveal the dimensions of the catastrophe that was unfolding across eight brutal hours on Sunday, one that stole tens of thousands of lives and remade the coasts of the Asian subcontinent. For those on the shores of the affected countries, the reckoning with the tsunami's
RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih berdiri. Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal' atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya? Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan 'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain) Oki 'Hentikan duka, mulai berkarya.' -Original Message- From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Point yg benar tan, kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam lainnya. Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat untuk bangkit kembali. -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Importance: High jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau.. semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat awam..sedikit saja ga usah semua dimengerti sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya adalah Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi. itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER pengetahuan kita ke mereka dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu, dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu (apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu buat transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com, karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir bandang, dlsb) Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] 01/01/2005 06:08 PM Please respond to iagi-net To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED], iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Miris aku baca ini, bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna menghadapinya buat apa ? RDP renungan di awal taun = How scientists and victims watched helplessly December 31, 2004 GAUGING DISASTER How Scientists and Victims Watched Helplessly By ANDREW C. REVKIN It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V. Titov raced to his office, sat down at his computer and prepared to simulate an earthquake and tsunami that was already sweeping across the Indian Ocean. He started from a blank screen and with the muted hope that just maybe he could warn officials across the globe about the magnitude of what was unfolding. But the obstacles were numerous. Two hours had already passed since the quake, and there was no established model of what a tsunami might do in the Indian Ocean. Ninety percent of tsunamis occur in the Pacific, and that was where most research had been done. Dr. Titov, a mathematician who works for a government marine laboratory, began to assemble his digital tools on his computer's hard drive: a three-dimensional map of the Indian Ocean seafloor and the seismic data showing the force, breadth and direction of the earthquake's punch to the sea. As he set to work, Sumatra's shores were already a soup of human flotsam. Thailand to the east was awash. The pulse of energy transferred
RE: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005
Saya dengar di Radio BBC tadi pagi, pulau Nicobar rusak sangat hebat karena paling dekat dengan pusat gempa. Pulau itu milik India, dan sebuah pangkalan Angkatan Udara India disana hancur total dengan banyak korban. Terima kasih, Sofyadi Roezin. -Original Message- From: hilman sobir [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 5:36 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Update Gempa Aceh 2 januari 2005 Vicky...!!! Adakah informasi mengenai nasib kep Andaman dan Nicobar paska gempa Aceh yang besar itu? Bagaimana dengan penghuni kepulaauan ini...dan milik siapaka pulai ini...? wah banyak naya nih ??? Salam Hilman Sobir --- Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: Pada tanggal 2 januari 2005 hanya tercatat satu gempa di Aceh-Nicobar-Andaman area. Gempa ini berkekuatan 5.3 SR tepatnya pada Sunday, January 2, 2005 at 7:12:13 PM = local time at epicenter. Kedalaman gempa 35 Km. Ada 2 getaran tambahan dari yg tanggal 1 jan 05 kemaren. Jumlah gempa yg tercatat sejak 26 Dec 2004 disekitar Aceh-Nicobar sebanyak 94 kali. Jumlah ini berbeda dengan informasi2 lain mungkin karena USGS hanya menyampaikan getaran gempa2 penting atau gempa sedang-besar (diatas 5 SR). Gempa2 dibawah 5 SR mungkin hanya akan dirasakan oleh orang-orang yg berada disekitar daerah bencana ini. Hasil pengukuran secara statistik menunjukkan penurunan intensitas gempa sbb : Hari ke-1 (26 Des 2004) = 33 Getaran (Main shock 9.0 SR, after shock 7.1SR) Hari ke-2 (27 Des 2004) = 29 Getaran (max 6.1 SR) Hari ke-3 (28 Des 2004) = 8 Getaran (max 5.8 SR) Hari ke-4 (29 Des 2004) = 5 Getaran (Max 6.2 SR) Hari ke-5 (30 Des 2004) = 6 Getaran (Max 5.9 SR) Hari ke-6 (31 Des 2004) = 7 Getaran (Max 6.3 SR) Hari ke-7 (1Januari 2005) = 4 Getaran (Max 6.5 SR) Hari ke-8 (2 Januari 2005) = 1 Getaran (max 5.3 SR) Penurunan intensitas gempa ini menunjukkan mulai stabilnya daerah ini. RDP Gambar juga dapat diperoleh di my blog : http://putrohari.tripod.com/Putrohari/ ATTACHMENT part 2 image/pjpeg name=Slide1_2Jan04.JPG - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - Find local movie times and trailers on Yahoo! Movies. http://au.movies.yahoo.com - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
kalau dari berita Jawapos online itu ki kira-kira begini keadannya: Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman. -Original Message- From: Musakti, Oki [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:58 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih berdiri. Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal' atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya? Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan 'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain) Oki 'Hentikan duka, mulai berkarya.' -Original Message- From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Point yg benar tan, kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam lainnya. Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat untuk bangkit kembali. -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Importance: High jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau.. semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat awam..sedikit saja ga usah semua dimengerti sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya adalah Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi. itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER pengetahuan kita ke mereka dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu, dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu (apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu buat transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com, karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir bandang, dlsb) Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] 01/01/2005 06:08 PM Please respond to iagi-net To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED], iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Miris aku baca ini, bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna menghadapinya buat apa ? RDP renungan di awal taun = How scientists and victims watched helplessly December 31, 2004 GAUGING DISASTER How Scientists and Victims Watched Helplessly By ANDREW C. REVKIN It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V. Titov raced to his office, sat down at his computer and prepared to simulate an earthquake and tsunami that was already sweeping across the Indian Ocean. He started from a blank screen and with the muted hope that just maybe he could warn officials across the globe about the magnitude of what was unfolding. But the obstacles were numerous. Two hours had already passed since the quake, and there was no established model of
[iagi-net-l] Tanya Alamat : Anthonius Maidepa
Rekan2 IAGINET, Saya memerlukan almat/tlp/HP/email atas nama Anthonius Maidepa, terakhir beliau adlah Kadin (?)Pertambangan Papua Dosen di Uncen yg berlokasi di Jayapura. Kalo ada rekan yang tahu silahkan Japri ke alamat email ini atau Iwan Soemantri [EMAIL PROTECTED] Terima kasih - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Maksud ku, rusaknya karena gempa atau karena tsunami? Regardless, 'tip nenek moyang' dari mereka boleh juga ditiru. Kalau ada gempa, run for your life to the hill. Info dari saudara saya yang tugas (ABRI) di Sorong; Keluarga mereka sudah mulai diajari bagaimana cara lari dari komplex tentara ke bukit apabila ada gempa. Sorong rawan tsunami nggak sih ...? kalau rawan gempa sih pasti ya... Oki -Original Message- From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, 3 January 2005 11:05 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly kalau dari berita Jawapos online itu ki kira-kira begini keadannya: Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman. Santos Ltd A.B.N. 80 007 550 923 Disclaimer: The information contained in this email is intended only for the use of the person(s) to whom it is addressed and may be confidential or contain privileged information. If you are not the intended recipient you are hereby notified that any perusal, use, distribution, copying or disclosure is strictly prohibited. If you have received this email in error please immediately advise us by return email and delete the email without making a copy. - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
keduanyalah ki saling sinergy..gempa.tsunami..sudah itu gempa-gempaq susulan -Original Message- From: Musakti, Oki [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 11:14 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Maksud ku, rusaknya karena gempa atau karena tsunami? Regardless, 'tip nenek moyang' dari mereka boleh juga ditiru. Kalau ada gempa, run for your life to the hill. Info dari saudara saya yang tugas (ABRI) di Sorong; Keluarga mereka sudah mulai diajari bagaimana cara lari dari komplex tentara ke bukit apabila ada gempa. Sorong rawan tsunami nggak sih ...? kalau rawan gempa sih pasti ya... Oki -Original Message- From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, 3 January 2005 11:05 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly kalau dari berita Jawapos online itu ki kira-kira begini keadannya: Keselamatan warga itu menjadi yang terpenting, meskipun banyak rumah rusak, yakni 7.263 unit. Sebanyak 62 unit gedung pemerintah dan sekolah hancur. Begitu pula 168 unit masjid rusak. Jembatan dan jalan belum terdata dan kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke pedalaman. Santos Ltd A.B.N. 80 007 550 923 Disclaimer: The information contained in this email is intended only for the use of the person(s) to whom it is addressed and may be confidential or contain privileged information. If you are not the intended recipient you are hereby notified that any perusal, use, distribution, copying or disclosure is strictly prohibited. If you have received this email in error please immediately advise us by return email and delete the email without making a copy. - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Dalam program Indonesia Menangis METRO TV yang ditayangkan terus menerus sampi hari Minggu kemarin, saya melihat dari tayangan video amatir di P Simeuleu. Memang benar tidak semua bangunan hancur. Morfologi pulau itu sangat menolong plus dengan pengetahuan mereka, bahwa jika laut tiba-tiba surut setelah gempa akan ada gelombang besar, sehingga setelah gempa itu terjadi mereka panik menyelamatkan diri naik ke pebukitan sehingga kebanyakan dari mereka selamat. Hanya 4 orang yang dinyatakan tewas... salam, Nurhayati -Original Message- From: Musakti, Oki [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:58 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih berdiri. Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal' atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya? Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan 'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain) Oki 'Hentikan duka, mulai berkarya.' -Original Message- From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Point yg benar tan, kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam lainnya. Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat untuk bangkit kembali. -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Importance: High jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau.. semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat awam..sedikit saja ga usah semua dimengerti sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya adalah Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi. itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER pengetahuan kita ke mereka dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu, dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu (apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu buat transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com, karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir bandang, dlsb) Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] 01/01/2005 06:08 PM Please respond to iagi-net To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED], iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Miris aku baca ini, bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna menghadapinya buat apa ? RDP renungan di awal taun = How scientists and victims watched helplessly December 31, 2004 GAUGING DISASTER How Scientists and Victims Watched Helplessly By ANDREW C. REVKIN It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V. Titov raced to his office, sat down at his computer and prepared to simulate an earthquake and tsunami that was already sweeping across the Indian Ocean. He started from a blank screen and with the muted hope that just maybe he could warn
RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
jika memang benar demikian, pemahaman yang begini yang menyelamatkan saudara-saudara kita di P. Simeuleu... jika pengetahuan sederhana ini bisa dibekalkan ke masyarakat Aceh sebelum kejadian tsunami, korban yang demikian besar tidak perlu terjadi, hal ini menjadi PR besar kita semua supaya kejadian serupa bisa diantisipasi dikemudian hari salam, didik -Original Message- From: Nurhayati [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 1:36 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Dalam program Indonesia Menangis METRO TV yang ditayangkan terus menerus sampi hari Minggu kemarin, saya melihat dari tayangan video amatir di P Simeuleu. Memang benar tidak semua bangunan hancur. Morfologi pulau itu sangat menolong plus dengan pengetahuan mereka, bahwa jika laut tiba-tiba surut setelah gempa akan ada gelombang besar, sehingga setelah gempa itu terjadi mereka panik menyelamatkan diri naik ke pebukitan sehingga kebanyakan dari mereka selamat. Hanya 4 orang yang dinyatakan tewas... salam, Nurhayati -Original Message- From: Musakti, Oki [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:58 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih berdiri. Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal' atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya? Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan 'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain) Oki 'Hentikan duka, mulai berkarya.' -Original Message- From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Point yg benar tan, kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam lainnya. Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat untuk bangkit kembali. -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Importance: High jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau.. semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat awam..sedikit saja ga usah semua dimengerti sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya adalah Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi. itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER pengetahuan kita ke mereka dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu, dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu (apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu buat transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com, karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir bandang, dlsb) Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] 01/01/2005 06:08 PM Please respond to iagi-net To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED], iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Miris aku baca ini, bagaimana ilmu yg
[iagi-net-l] Kapan waktu tepat memberikan pelajaran waspada ? atau beritahukan saja prediksinya ?
Prediksi gempa atau bencana seolah-olah menjadi sesuatu yg ditunggu2 oleh siapa saja. Bahkan tulisan di Kompas dan IAGI-Web 2003 tahun lalu menjadi buah bibir dibeberapa milist. Berita ini menjadi the most read news di www.iagi.or.id http://www.iagi.or.id/modules.php?op=modloadname=Newsfile=articlesid=25mode=threadorder=0thold=0 Seberapa pentingya sih prediksi ini untuk menyelamatkan korban ? Tentunya orang akan tertarik dengan 'what next', apa yang akan terjadi, berapa nomer nomer buntut yg bakalan keluar, atau siapa yg bakalan menang sepak bola nanti Ramalan emang sesuatu yg sering dan selalu ditunggu-tunggu dan dicari oleh orang tertentu, termasuk anda kah ?. Apakah iya prediksi ini paling berperan mengurangi korban ? Saya rasa akan lebih bermanfaat jika masyarakat sendiri sudah mampu membekali diri dengan pengenalan gejala bencana ketimbang menunggu pengumuman si tukang perintah (pemerintah :) tentang akan munculnya bencana dengan early warning, maupun ramalan/prediksi dari ahli geofisika/geologi. Seperti yg aku gemborkan di beberapa milist --- Prediksi dan peringatan dini (early warning) itu konsumsinya orang- orang diatas sedangkan sosialisasi kewaspadaan pada bahaya di lingkungan sendiri itu konsumsinya orang awam, macem kita-kita lah ... :). Skali lagi kuncinya -- Knowledge / Pengetahuan / Ilmu !!! Prediksi gempa yg keterjadiannya bisa puluhan tahun sekali, dan tsunami besar ini bisa sekali dalam ratusan tahun. Sehingga prediksi ini mungkin hanya bermanfaat utk perencanaan bendungan, jembatan, gedung2 tinggi, serta bangunan2 dan perencanaan strategis lainnya. Kesalahan prediksinyapun bisa meleset puluhan tahun, tempatnya (epicenternya) juga bisa meliputi ratusan Km persegi. Kejadiannyapun bisa sepuluh tahun lagi, seratus tahun lagi, bulan depan, atau bahkan nanti sore ! Peringatan dini (Early warning) merupakan serangkaian sistem alat utk memberitahukan akan timbulnya kejadian alam. Bisa bencana maupun tanda2 alam yg menarik utk dinikmati. Sistem peringatan dini (early warning) akan melibatkan dan membutuhkan 'hardware' (alat) dan technology, juga prosedur penyampaian (software), termasuk otoritas siapa yg berhak/wajib menyampaikan (brainware). Bahkan ketika disampaikanpun belum tentu orang akan menghindar setelah tahu. Beberapa tulisan aku baca di web cukup menarik yg intinya Apakah yg terjadi ketika kau beritahu bakalan akan ada tsunami ? beberapa orang akan berjejer di pantai untuk melihatnya !. Pada kenyataannya yang selamat dari bencana kemarin banyak yg sudah mengetahui gejala-gejala akan datangnya bencana tsunami. Sepupu saya, salah seorang dokter AD yg sedang bertugas di Aceh sana waktu kejadian, ketika mengetahui ada gempa kekuatan besar langsung melarikan diri ke tempat lain (naik gunung) dengan mobil, dan selamat. Salah seorang teman anak saya juga berceritera hal yg sama ttg selamatnya pamannya yg ada di Aceh, yaitu mengenal kemungkinan tsunami setelah merasakan gempa sempet menjemput anaknya yang akhirnya selamat. Beberapa korban adalah yg tidak tahu dan yg tidak waspada, juga terlihat dari video2 amatir. Misalnya : 1. Crita2 di media menyebutkan bahwa ketika terjadi surut sebelum tsunami justru banyak yg lari menjorok kelaut mencari ikan yg terjebak namun dirinya sendiri yang akhirnya terjebak - karena tidak tahu. 2. Yang lainnya akibat menonton tsunami karena ada badai tsunami pertama yg relatif lebih kecil.-- yg ini karena tertarik. Kalau anda denger apa yg terjadi di rekaman video2 amatir ini terdengar kata-kata ... here the bigger one ... here coming again ... wow, now its huge ...etc, etc ... artinya mereka sudah tahu sebelumnya. Namun di video itu nampak orang yg berjejer di pinggir pantai, dan terhempas !. Saat ini saya masih lagi kepingin memberikan pengetahuan ke masyarakat tentang bagaimana terjadinya bencana serta tanda2nya, terserahlah mereka dengan pengetahuan ini mau menonton atau menghindar, itu pilihan mereka... thats beyond my control !. Nah aku pingin bertanya kepada ahli-ahli pendidikan di negeri ini. Kapankah saat yg tepat memberikan pelajaran ttg bahaya ? - Saat inikah atau segera setelah kejadian. - Atau menunggu nanti (tahun depan) kalau sudah tenang. Perlu diingat keterjadian bencana ini puluhan tahun bahkan ratusan tahun sekali, namun rakyat Indonesia ini mnurutku termasuk yg malas belajar dan pelupa ... maaf. Kejadian gempa yg sekali dalam ratusan tahun ini memiliki dampak khusus dalam proses belajar umat manusia ... its part of learning proccess. Belajar tidak harus dengan mengalami sendiri ... ini penting !! Kakek nenek saya tidak megalaminya ... Cucu saya mungkin juga tidak mengalaminya ... Tapi cicit serta cicit-cicitnya dalam artian human race ... mesti dan harus tahu dan belajar ini. Karena cascading knowledge atau getok tular inilah salah satu cara manusia mempertahankan rasnya. Atau manusia akan punah dimakan bencana yg tidak pernah dipelajarinya turun menurun ... Ilmu yg disampaikan ... skali lagi ilmu yg disampaikan
[iagi-net-l] Mimbar Seputro
sorry mau minta informasi, ada yg tau email address/telp mas mimbar seputro (geoprolog)? tq arief budiman - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] Mimbar Seputro
Pak Arief Budiman Yth, Sepengetahuan kami Pak Mimbar Seputro sudah tidak lagi dengan Geoprolog. Mungkin bisa ditanyakan ke Geoprolog tentang data atau email baru Pak Mimbar, no. tlp: 789-2077, fax: 781-7719 Salam, titi tabusalla Indonesian Petroleum Association - Original Message - From: Arief Budiman [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Monday, January 03, 2005 1:36 PM Subject: [iagi-net-l] Mimbar Seputro sorry mau minta informasi, ada yg tau email address/telp mas mimbar seputro (geoprolog)? tq arief budiman - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
Gimana kabarnya kepulauan Nias...? ada yang tahu? apakah sama seperti Banda Aceh atau seperti pulau Simelue? Regards Ferdinandus Kartiko Samodro TOTAL EP Indonesie Balikpapan DKS/TUN/GG 0542- 533852 Musakti, Oki [EMAIL PROTECTED] 03/01/2005 10:58 AM Please respond to iagi-net To: iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih berdiri. Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal' atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya? Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan 'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain) Oki 'Hentikan duka, mulai berkarya.' -Original Message- From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Point yg benar tan, kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam lainnya. Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat untuk bangkit kembali. -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Importance: High jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau.. semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat awam..sedikit saja ga usah semua dimengerti sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya adalah Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi. itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER pengetahuan kita ke mereka dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu, dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu (apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada adalah MEDIA nya. minta 1 jam khusus di Metro TV ato di TV mana gitu buat transfer ini, ato di koran KOMPAS, ato mungkin juga di detik dot com, karena geologi juga bisa membantu mengurangi korban-korban lain dari bahaya alam (gunung meletus, zat beracun dari gn api, longsor, banjir bandang, dlsb) Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] 01/01/2005 06:08 PM Please respond to iagi-net To: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) [EMAIL PROTECTED], iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:[iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Miris aku baca ini, bagaimana ilmu yg kita geluti selama ini seolah ngga bisa berguna menghadapinya buat apa ? RDP renungan di awal taun = How scientists and victims watched helplessly December 31, 2004 GAUGING DISASTER How Scientists and Victims Watched Helplessly By ANDREW C. REVKIN It was 7 p.m. Seattle time on Dec. 25 when Vasily V. Titov raced to his office, sat down at his computer and prepared to simulate an earthquake and tsunami that was already sweeping across the Indian Ocean. He started from a blank screen and with the muted hope that just maybe he could warn officials across the globe about the magnitude of what was unfolding. But the obstacles were numerous. Two hours had already passed since the quake, and there was no established model of what a tsunami might do in the Indian Ocean. Ninety percent of tsunamis occur in the Pacific, and that was where most
RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly
antara gempa pertama dengan tsunami ada jarak waktu moreless setengah jam. setengah jam kalo di pake jalan saja dgn kecepatan 8km/jam sudah bisa dapet 4km. jarak terjangan rata dari tsunami menurut citra landsat di metroTV adalah 4km. SO...jelas bahwa sebenarnya waktu dan peringatan tuh bisa dibilang sudah memadai, hanya saja massa yg waktu itu tidak 'ngeh' karena memang mereka tidak tau dan tidak mengerti. [EMAIL PROTECTED] 03/01/2005 01:38 PM Please respond to iagi-net To: iagi-net@iagi.or.id cc: Subject:RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly jika memang benar demikian, pemahaman yang begini yang menyelamatkan saudara-saudara kita di P. Simeuleu... jika pengetahuan sederhana ini bisa dibekalkan ke masyarakat Aceh sebelum kejadian tsunami, korban yang demikian besar tidak perlu terjadi, hal ini menjadi PR besar kita semua supaya kejadian serupa bisa diantisipasi dikemudian hari salam, didik -Original Message- From: Nurhayati [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 1:36 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Dalam program Indonesia Menangis METRO TV yang ditayangkan terus menerus sampi hari Minggu kemarin, saya melihat dari tayangan video amatir di P Simeuleu. Memang benar tidak semua bangunan hancur. Morfologi pulau itu sangat menolong plus dengan pengetahuan mereka, bahwa jika laut tiba-tiba surut setelah gempa akan ada gelombang besar, sehingga setelah gempa itu terjadi mereka panik menyelamatkan diri naik ke pebukitan sehingga kebanyakan dari mereka selamat. Hanya 4 orang yang dinyatakan tewas... salam, Nurhayati -Original Message- From: Musakti, Oki [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:58 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Tolong klarifikasi apakah benar 'semua bangunan' di Pulau Simelue memang hancur. Yang saya lihat di TV (terutama CNN dan Metro), kerusakan bangunan akibat tsunami nya sendiri relative tidak sebesar di kota Meulaboh misalnya, ie. Banyak bangunan di sisi pantai yang masih berdiri. Jadi, apakah penduduk pulau Simeuleu selamat karena 'kearifan lokal' atau lebih karena gelombang yang menerjang relative kecil dibandingkan dengan yang jatuh di Meulaboh misalnya? Apapun, tentu hal ini tidak mengurangi rasa syukur kita akan 'sedikitnya' korban yang jatuh di Simeuleu (dan rasa prihatin kita akan jatuhnya begitu banyak korban di tempat lain) Oki 'Hentikan duka, mulai berkarya.' -Original Message- From: O.K Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, 3 January 2005 9:50 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) Subject: RE: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Point yg benar tan, kondisi P.Simeulue bisa jadi pelajaran buat kita semua, walaupun semua bangunan dan infrastruktur hancur, korban disana sangat sedikit..karena ada pembelajaran dengan alam, pengakuan penduduk disana bahwa anak kecil saja mengerti bahaya setelah ada gempa, suatu sikap kewaspadaan yg tertanam dengan baik. Mereka belajar dari alam bukan dari geologist.Hal-hal kecil begini yg perlu pencerahan dan ditanamkan untuk warga disuatu daerah menyangkut potensi bahaya bencana alam didaerahnya. Anak-anak didik disekolah mungkin perlu di beri informasi, apa yg harus mereka lakukan saat gempa muncul, saat disekolah, dirumah atau di tempat umum lainnya. dan juga bencana alam lainnya. Suatu hal lain yg penting diluar bidang kita, semestinya kesiapan Badan Penanggulan Bencana Nasional bisa cepat menanggulangi korban bencana, melihat mayat yg tidak terurus dan sisa-sisa bangunan yg hancur, membuat kesan dan trauma gempa tersebut jadi berlarut-larut, tak ada salahnya belajar dari Negara maju, USA dan Jepang sangat cepat melakukan recovery suatu daerah bencana, sehingga penduduknya cepat untuk bangkit kembali. -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 03, 2005 9:14 AM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI); iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] How scientists and victims watched helplessly Importance: High jelas musibah di Aceh itu ga perlu terjadi,,kalau.. semua ilmu kita yang 'hebat' ini bisa dimengerti oleh masyrakat awam..sedikit saja ga usah semua dimengerti sebenarnya intinya bukan di diskusi teknis iagi dan lain2. intinya adalah Tidak Ada sarana komunikasi antara ilmu geologi yang sudah ada di kepala kita dengan kepala masyrakat awam, yg notabene tidak tahu ilmu geologi. itu yang harus di pecahkan, dicarikan solusi gimana caranya MENTRANSFER pengetahuan kita ke mereka dari geologist saya pikir jelas tidak merasa rugi untuk mentransfer itu, dari masyrakat pasti akan sangat antusias jika ingin di sharing ilmu itu (apalagi sekarang adalah moment yg pas krn masih 'hot')..yang tidak ada
[iagi-net-l] Fwd: [ITB_78] Gara-gara eksplorasi minyak?
Adakah yang bisa kasih komentarnya...? Note: forwarded message attached. Find local movie times and trailers on Yahoo! Movies. http://au.movies.yahoo.com---BeginMessage--- Title: Yahoo! News - World Photos - AP Ini ada cerita yang menarik yang saya terima dari salah seorang rekan di luar indonesia. == penulis artikel sudahmenyatakan ini hanya rekaan saja, eniwe untuk teman-teman yang masih aktif dibidang eksplorasi, komentarnya dong, trims. Source: http://www.independent-media.tv/itemprint.cfm?fmedia_id=10211fcategory_desc=Under%20Reported December 28, 2004 Earthquake: Coincidence or a Corporate Oil Tragedy? By: Andrew Limburg Independent Media TV Now I dont claim to be an expert on seismic activity, but there has been a series of events which led up to the 9.0 earthquake of the coast of Indonesia which can not be ignored. This all could be an enormous coincidence, but one must look at the information and choose for themselves whether there is anything to it. On November 28th, one month ago, Reuters reported that during a 3 day span 169 whales and dolphins beached themselves in Tasmania, an island of the southern coast of mainland Australia and in New Zealand. The cause for these beachings is not known, but Bob Brown, a senator in the Australian parliament, said "sound bombing" or seismic tests of ocean floors to test for oil and gas had been carried out near the sites of the Tasmanian beachings recently. According to Jim Cummings of the Acoustic Ecology Institute, Seismic surveys utilizing airguns have been taking place in mineral-rich areas of the worlds oceans since 1968. Among the areas that have experienced the most intense survey activity are the North Sea, the Beaufort Sea (off Alaskas North Slope), and the Gulf of Mexico; areas around Australia and South America are also current hot-spots of activity. The impulses created by the release of air from arrays of up to 24 airguns create low frequency sound waves powerful enough to penetrate up to 40km below the seafloor. The source level" of these sound waves is generally over 200dB (and often 230dB or more), roughly comparable to a sound of at least 140-170dB in air. According to the Australian Conservation Foundation, these 200dB 230dB shots from the airguns are fired every 10 seconds or so, from 10 meters below the surface, 24 hours a day, for 2 week periods of time, weather permitting. These types of tests are known to affect whales and dolphins, whose acute hearing and use of sonar is very sensitive. On December 24th there was a magnitude 8.1 earthquake more than 500 miles southeast of Tasmania near New Zealand, with a subsequent aftershock 6.1 a little later in the morning that same day. On December 26th, the magnitude 9.0 earthquake struck at the intersection of the Australian tectonic plate and the Indian tectonic plate. This is the devastating tsunami tragedy that we have all heard about in the Indian Ocean. The death toll of this horrific event has reached 120,000 souls and continues to rise. On December 27th, 20 whales beached themselves 110 miles west of Hobart on the southern island state of Tasmania. What is interesting about this is that the same place where the whale beachings have been taking place over the last 30 days is the same general area where the 8.1 Australian earthquake took place, and this is the same area where they are doing these seismic tests. Then 2 days after the Australian tectonic plate shifted, the 9.0 earthquake shook the coast of Indonesia. A great deal of interest and seismic testing has been taking place in this area, as the government of Australia has given great tax breaks to encourage the oil exploration. Two Geologists that I spoke to felt that it was highly unlikely that these seismic tests would have had enough energy to induce the Australian quake. On the other hand there is strong evidence that suggests that oil exploration activities have induced earthquakes in the past. Again, I don't claim to be an expert. I'm writing this story to bring attention to some interesting facts, so that those who are experts can investigate this fully. We will be following up on this story as more information is gathered. Photos: Whale Beachings in Tasmania, Australia and New Zealand on November 30th, 2004 Location of Australian 8.1 Earthquake between Tasmania, Australia and New Zealand on December 24th - The Australian / New Zealand earthquake is the one on the bottom right hand side of the picture Location of the 9.0 Indonesian Earthquake and its relationship to the Australian Tectonic Plate Additional Information: http://story.news.yahoo.com/news?tmpl=storycid=570ncid=753e=5u=/nm/20041224/sc_nm/quake_australia_antarctica_dc http://story.news.yahoo.com/news?tmpl=storycid=570ncid=753e=2u=/nm/20041227/sc_nm/quake_environment_dc