RE: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG
Mas, koreksi: kekar kolom dapat terbentuk pada neck, dyke, sill maupun lava flow, bahkan pada welded tuff kadang- kadang membentuk kekar kolom. Salam, Yatno From: Bandono Salim [mailto:bandon...@gmail.com] Sent: Monday, July 30, 2012 6:33 PM To: Iagi Subject: Re: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG Aku baru dari labnya andre, dia telah sayat kekarkolom dari gn padang, surprise bagi ku, ternyata diabas. Tadinya aku kira andesit lho. Kekarkolom akan terjadi bukan pada aliran lava, tetapi pada sill atau dike yang tidak muncul dipermukaan. Perlu waktu dan peredam panas untuk membentuk membuat kristal dan kekarnya. Kalau terlalu cepat membeku kan akan jadi gelas. Arah ke gn gede, lebih cocok dibentuk oleh dike yang radial dengan kepundan gn gede. Kedalaman/ketebalan batuan penutup berapa yang mampu menahan panas,sehingga xtalisasi sempurna, akan aku cari dari literatur.(Ada yang dapat sharing?) Salam.
Re: [iagi-net-l] PETROLEUM FUND -- Dokumen Kontrak PSC dan Kontrak Karya dinyatakan terbuka u/publik!!
Rekan rekan sekalian Saya sangat sependapat bahwa petroleum fund akan dapat dipakai sebagai biaya untuk melakukan pematangan data pada daerah frontier. Akan tetapi dalam situasi saat ini dimana , korupsi merajalela disetiap level birokasi ,rasanya sangat sulit untuk menitipkan dana sebesar itu tanpa ada kemungkinan dikorupsi. Apakah akan ada institusi yang cukup tebal imannya , sehingga dana itu benar benar dimanfaatkan sesuai dengan tujuan ? Maaf kalau pendapat saya ini menyinggung beberapa fihak. Walahuallam. si Abah From: Bambang P. Istadi basi ambang.ist...@energi-mp.com To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, July 31, 2012 4:56 PM Subject: RE: [iagi-net-l] PETROLEUM FUND -- Dokumen Kontrak PSC dan Kontrak Karya dinyatakan terbuka u/publik!! Rekan2 sekalian, berikut adalah tulisan pak Eddy Purwanto, mantan Deputi Keuangan dan Deputi Operasi BPMIGAS dengan judul So What's the Fuss about Petroleum Fund yang kami muat di newsletter SPE Java Section. Energy security is a key government priority, or is it? Indonesia faces many threats. Two serious ones are collapse of a main pillar of the state budget, namely oil and gas revenue, and loss of energy security. Our nation relies heavily on revenue from oil and gas. Yet oil production, needed to sustain economic growth and to maintain energy security, in declining and continues to fall below target. On the other hand, Government spending is rising. This is alarming! If this trend continues, we may fall over the brink and become a failed State! Indonesia's remaining proven oil reserves as of 2012 are 3.9 billion barrels. Its reserves replacement ratio in the last five years has been below 1, so newly discovered reserves are not able to offset oil production. So we can expect oil production to continue to decline. Exploration does not resonate because Indonesia's investment climate is considered less attractive that its competitors. This is why we lack quality geophysical and meaningful geological data, especially in Eastern Indonesia and frontier regions, where the future of Indonesian oil and gas might lie. Efforts are needed to avoid the threat and to reverse the declining oil production trend. We need exploration success stories. Our government needs to find a better way to lure investment to explore our unexplored basins, which are high risk due to limited data. The government needs to improve the fiscal conditions and to better facilitate oil and gas investors in the form of the provision of complete data to promote exploration. So how to mitigate this situation? First, change our paradigm. The 1945 Constitution mandates that benefit from extraction of natural resources is to be used for the greater good of the people. People as referred by the founders of the republic includes not only the present generation but also future generations. All have the right to natural resources, especially non-renewable natural resources . Each generation bears the responsibility to extend the benefits of natural wealth so that the next generation can also enjoy its rights. Since the New Order, the Government and Parliament has spent oil and gas revenue through the State Budget Act. This is unconstitutional, because it erodes the nation's wealth of non-renewable natural resources, especially oil and gas. Oil and gas proceeds should not be categorized as revenue in the Nation's state budget, because these resources are permanently reduced. It is hard for the Government. If oil and gas revenues were not treated as income, the deficit would swell and suffocate Indonesia. Look at 2012. Even with expected State oil and gas revenue of Rp 156 trillion, the budget deficit is still huge. This has forced the Government to seek an additional Rp 124 trillion of funds through foreign loans, privatization, debt issuance and others. If oil and gas revenue were taken out from the state budget, the deficit would swell to Rp 280 trillion! Never-the-less, we need to ensure resource sustainability to benefit our children and grandchildren. We need to consider oil and gas income to be a transfer of physical resources to money resources. A portion of oil and gas income should go into a Petroleum Fund. The Petroleum Fund, would be managed by an independent agency and supervised by the Board of Trustees whose members may consist of the Minister of Finance, ESDM Minister and Head of BP Migas. It would be used to finance an Oil and Gas Investment Center (PIM). The PIM would have the task to manage and grow oil and gas revenue through safe investment portfolios so that real-value is always maintained and continues to grow as a national oil and gas endowment fund. The PIM would manage data collection, conduct regional surveys of general geology and geophysics, seismic surveys and processing, as well as wild cat drilling particularly in the frontier
RE: [iagi-net-l] Kebijakan Wamen yang Baru
Pak Ong yang baik, Trimakasih atas analisis nya yang tajam. Saya faham sekali apa yg dimaksud, yang saya prihatinkan adalah para pengambil keputusan di atas, setiap kebijakan seharusnya diikuti oleh pendukung yang lain, misalnya dengan menaikkan harga beli PLN thd uap geothermal, jangan langsung diadu dengan harga HC, ini namanya ekonomi super liberal yang saya yakin belum cocok dengan kondisi rakyat kita. Kita perlu negarawan handal, bukan politikus jagoan yang jago menipu dan memanipulasi rakyat. OK kalo memang wacana nya ekonomi liberal murni, ambangkan saja harga BBM sesuai pasar global, berani enggak pemerintah kalo dampaknya gejolak social bahkan mungkin chaos? Kenapa memungkinkan untuk manaikkan harga uap geothermal? Karena kelebihan-nya yang tidak dipunyai HC, yaitu: renewable, green environment (mengurangi emisi karbon), lebih ramah lingkungan (tidak pernah ada kasus lumpur Lapindo, tumpahan minyak dari kapal tanker, dsb). Uangnya dari mana untuk menambahkan harga pembelian uap geothermal, ya harus disubsidi pemerintah dong, mau enak kok gk mau bayar? Jangan semua dibebankan ke PLN ataupun para investor. Dengan demikian geothermal akan kompetitif dan saya yakin akan berkembang pesat. Dampak positif nya akan besar sekali. Kuncinya: subsidi pemerintah itu tadi. Salam hormat, sehat2 to Pak Ong? Puji Tuhan. Yatno -Original Message- From: Ong Han Ling [mailto:hl...@geoservices.co.id] Sent: Tuesday, July 31, 2012 7:36 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Kebijakan Wamen yang Baru Rekan dosen Pak Yatno, Keluhan Anda: Pengalaman saya, esplorasi di geothermal tendernya murah sekali, bayangkan, wellsite geologistnya standard harganya (fee) gak ada 1/3 fee utk wellsite geologist di HC, padahal kerja fisiknya jauh lebih berat. Saya akan coba terangkan kenapa harga tender Anda cuma 1/3 fee untuk migas. Kalau Anda eksplorasi atau produksi minyak di Indonesia, Anda bisa jual minyak tsb. dengan harga internasional, $100/bbl kemana saja didunia ataupun dijual ke Pemerintah. Kalau dijual ke Pemerintah, Anda juga akan dapat $100/bbl. Lalu Pemerintah jual ke PLN dengan harga $35/bbl. Beda $65/bbl.adalah subsidi yang diberikan Pemerintah kepada PLN. Umpama Anda sekarang menemukan lapangan Geothermal. Uap Geothermal tidak bisa dijual keluar negeri. Satu-satunya langganan adalah PLN yang mempunyai monopoli. PLN tentu saja cari harga paling murah. PLN bisa beli solar atau BBM dari Pemerintah yang disubsidi dengan harga $35/bbl. Jadi harga uap geothermal yang secara energi equivalent $100/boe, hanya mau dibeli oleh PLN dengan harga paling tinggi $35/bbl. Artinya perusahaan Geothermal hanya dibayar $35 atau kira-kira 1/3 untuk energi yang setara (energy equivalent dalam BTU umpama) dengan $100/bbl. Jadi untuk wellsite Anda akan dibayar hanya 1/3-nya dibandingkan kalau Anda menanggulangi HC. Bandingkan dengan umpama dengan Korea atau Jepang yang impor crude dengan harga $100/bbl. Pemerintah mengenakan pajak 100%, dan dijual ke masyarakat menjadi $200/bbl. Segala macam alternative energy, termasuk geothermal, jika harganya bisa mengalahkan $200/boe, akan dikembangkan. Bahkan kalau bisa renewable dan green seperti Geothermal, Pemerintah Jepang dan Korea, akan menambah 10%, hingga harganya menjadi $220/bbl. Menemukan energi dengan harga $220/boe pun tidak mudah dan mereka harus berjunkil balik. Jadi perusahaan Geothermal Indonesia sebenarnya adalah perusahaan super yang harus melawan harga subsidi $35/boe, dimana perusahaan Jepang/Korea-pun tidak bisa. Satu-satunya jalan adalah mencari geothermal yang super, yaitu yang dekat dengan jaringan listrik, dekat dengan pemukiman, bersih sekali (tidak ada endapan carbonat atau silikat, ataupun gas H2S, Hg, dll.), dry steam, pembuangan air gampang, dsb. Dan juga tenaga murah. Indonesia untuk menarik investor mempunyai kecenderungan untuk membanggakan diri tentang besarnya cadangan Geothermal. Brosur yang diterbitkan ESDM menyebutkan bahwa 40% geothermal dunia ada di Indonesia dan baru terambil 5%. Memang pada waktu awal-awal promosi Geothermal kita bisa mengatakan demikian, bahwa Geothermal di Indonesia adalah under-developed. Ini supaya menarik banyak investors. Namun sekarang, setelah 30 tahun sejak Geothermal Kamojang ditemukan, banyak investor bertanya balik. Kalau berlimpah, kenapa Geothermal yang dipromosikan dengan gencar oleh Pemerintah sebagai renewable dan green, tidak bisa berkembang dan baru 5% yang terambil? Apakah policy kita keliru? Semua alternatif energy di Indonesia, termasuk angin, waves, matahari, tide, biofuels, geothermal, dsb. sukar berkembang. Mereka harus bertanding dengan energy murah BBM yang disubsidi. Dirjen Alternative Energy ESDM yang baru didirikan dua tahun yang lalu harus betul-betul berinovasi mengingat subsidi BBM di Indonesia terbesar diantara negara-negara Australasia. Dalam ceramah saya tentang cara menaggulangi subsidi didepan IAGI, saya jadikan Alternative energy sebagai prioritas terakir, yaitu nomer 11.
Re: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG
Iya sih, aku pernah lihat juga, di cianjur selatan ada katanya tempat siliwangi hilang, ada sekelompok kolomnar berbentuk seperti kipas, dulu aku potret pake pilem, sekarang sudah ketlisut, trus ada susunan seperti meja dan bangku dari kekarkolom juga. Kata yang percaya itu tempat perundingan tetua tanah sunda jaman dulu, dan mmm dilajutkan sampai kini, dlm bentuk gaib . Memang bentukan alam dpt ditafsirkan macam2 deh, bagaimana yang melihat saja. Kalau yang dari welded tuff aku blm lihat, dapat sharing? Makasih. Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Yustinus Suyatno Yuwono yuw...@gc.itb.ac.id Date: Wed, 1 Aug 2012 13:06:46 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG Mas, koreksi: kekar kolom dapat terbentuk pada neck, dyke, sill maupun lava flow, bahkan pada welded tuff kadang- kadang membentuk kekar kolom. Salam, Yatno From: Bandono Salim [mailto:bandon...@gmail.com] Sent: Monday, July 30, 2012 6:33 PM To: Iagi Subject: Re: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG Aku baru dari labnya andre, dia telah sayat kekarkolom dari gn padang, surprise bagi ku, ternyata diabas. Tadinya aku kira andesit lho. Kekarkolom akan terjadi bukan pada aliran lava, tetapi pada sill atau dike yang tidak muncul dipermukaan. Perlu waktu dan peredam panas untuk membentuk membuat kristal dan kekarnya. Kalau terlalu cepat membeku kan akan jadi gelas. Arah ke gn gede, lebih cocok dibentuk oleh dike yang radial dengan kepundan gn gede. Kedalaman/ketebalan batuan penutup berapa yang mampu menahan panas,sehingga xtalisasi sempurna, akan aku cari dari literatur.(Ada yang dapat sharing?) Salam.
Re: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG
Pak Ban, dulu di proyek saya di Halmahera banyak dijumpai kekar kolom pada welded tuff (ignimbrite). Akan saya coba carikan fotonya salam Gito Sent from my iPhone On 01/08/2012, at 17:05, Bandono Salim bandon...@gmail.com wrote: Iya sih, aku pernah lihat juga, di cianjur selatan ada katanya tempat siliwangi hilang, ada sekelompok kolomnar berbentuk seperti kipas, dulu aku potret pake pilem, sekarang sudah ketlisut, trus ada susunan seperti meja dan bangku dari kekarkolom juga. Kata yang percaya itu tempat perundingan tetua tanah sunda jaman dulu, dan mmm dilajutkan sampai kini, dlm bentuk gaib . Memang bentukan alam dpt ditafsirkan macam2 deh, bagaimana yang melihat saja. Kalau yang dari welded tuff aku blm lihat, dapat sharing? Makasih. Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Yustinus Suyatno Yuwono yuw...@gc.itb.ac.id Date: Wed, 1 Aug 2012 13:06:46 +0700 To: iagi-net@iagi.or.id ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG Mas, koreksi: kekar kolom dapat terbentuk pada neck, dyke, sill maupun lava flow, bahkan pada welded tuff kadang- kadang membentuk kekar kolom. Salam, Yatno From: Bandono Salim [mailto:bandon...@gmail.com] Sent: Monday, July 30, 2012 6:33 PM To: Iagi Subject: Re: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG Aku baru dari labnya andre, dia telah sayat kekarkolom dari gn padang, surprise bagi ku, ternyata diabas. Tadinya aku kira andesit lho. Kekarkolom akan terjadi bukan pada aliran lava, tetapi pada sill atau dike yang tidak muncul dipermukaan. Perlu waktu dan peredam panas untuk membentuk membuat kristal dan kekarnya. Kalau terlalu cepat membeku kan akan jadi gelas. Arah ke gn gede, lebih cocok dibentuk oleh dike yang radial dengan kepundan gn gede. Kedalaman/ketebalan batuan penutup berapa yang mampu menahan panas,sehingga xtalisasi sempurna, akan aku cari dari literatur.(Ada yang dapat sharing?) Salam.
Re: [iagi-net-l] PETROLEUM FUND -- Dokumen Kontrak PSC dan Kontrak Karya dinyatakan terbuka u/publik!!
Abah, semoga rekan2 IAGI banyak yang kuat iman, dan mau bekerja sungguh2 untuk negara. Maka coba bentuk organisasi usaha dari IAGI, promosikan ke pengelola keuangan. Setau saya ada kok perusahaan bentukan alumni geologi angkatan 76 yang sekarang bersih. Setelah bersih kerjaan makin banyak. Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Yanto R. Sumantri yrs_...@yahoo.com Date: Tue, 31 Jul 2012 23:34:57 To: iagi-net@iagi.or.idiagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] PETROLEUM FUND -- Dokumen Kontrak PSC dan Kontrak Karya dinyatakan terbuka u/publik!! Rekan rekan sekalian Saya sangat sependapat bahwa petroleum fund akan dapat dipakai sebagai biaya untuk melakukan pematangan data pada daerah frontier. Akan tetapi dalam situasi saat ini dimana , korupsi merajalela disetiap level birokasi ,rasanya sangat sulit untuk menitipkan dana sebesar itu tanpa ada kemungkinan dikorupsi. Apakah akan ada institusi yang cukup tebal imannya , sehingga dana itu benar benar dimanfaatkan sesuai dengan tujuan ? Maaf kalau pendapat saya ini menyinggung beberapa fihak. Walahuallam. si Abah From: Bambang P. Istadi basi ambang.ist...@energi-mp.com To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, July 31, 2012 4:56 PM Subject: RE: [iagi-net-l] PETROLEUM FUND -- Dokumen Kontrak PSC dan Kontrak Karya dinyatakan terbuka u/publik!! Rekan2 sekalian, berikut adalah tulisan pak Eddy Purwanto, mantan Deputi Keuangan dan Deputi Operasi BPMIGAS dengan judul So What's the Fuss about Petroleum Fund yang kami muat di newsletter SPE Java Section. Energy security is a key government priority, or is it? Indonesia faces many threats. Two serious ones are collapse of a main pillar of the state budget, namely oil and gas revenue, and loss of energy security. Our nation relies heavily on revenue from oil and gas. Yet oil production, needed to sustain economic growth and to maintain energy security, in declining and continues to fall below target. On the other hand, Government spending is rising. This is alarming! If this trend continues, we may fall over the brink and become a failed State! Indonesia's remaining proven oil reserves as of 2012 are 3.9 billion barrels. Its reserves replacement ratio in the last five years has been below 1, so newly discovered reserves are not able to offset oil production. So we can expect oil production to continue to decline. Exploration does not resonate because Indonesia's investment climate is considered less attractive that its competitors. This is why we lack quality geophysical and meaningful geological data, especially in Eastern Indonesia and frontier regions, where the future of Indonesian oil and gas might lie. Efforts are needed to avoid the threat and to reverse the declining oil production trend. We need exploration success stories. Our government needs to find a better way to lure investment to explore our unexplored basins, which are high risk due to limited data. The government needs to improve the fiscal conditions and to better facilitate oil and gas investors in the form of the provision of complete data to promote exploration. So how to mitigate this situation? First, change our paradigm. The 1945 Constitution mandates that benefit from extraction of natural resources is to be used for the greater good of the people. People as referred by the founders of the republic includes not only the present generation but also future generations. All have the right to natural resources, especially non-renewable natural resources . Each generation bears the responsibility to extend the benefits of natural wealth so that the next generation can also enjoy its rights. Since the New Order, the Government and Parliament has spent oil and gas revenue through the State Budget Act. This is unconstitutional, because it erodes the nation's wealth of non-renewable natural resources, especially oil and gas. Oil and gas proceeds should not be categorized as revenue in the Nation's state budget, because these resources are permanently reduced. It is hard for the Government. If oil and gas revenues were not treated as income, the deficit would swell and suffocate Indonesia. Look at 2012. Even with expected State oil and gas revenue of Rp 156 trillion, the budget deficit is still huge. This has forced the Government to seek an additional Rp 124 trillion of funds through foreign loans, privatization, debt issuance and others. If oil and gas revenue were taken out from the state budget, the deficit would swell to Rp 280 trillion! Never-the-less, we need to ensure resource sustainability to benefit our children and grandchildren. We need to consider oil and gas income to be a transfer of physical resources to money resources. A portion of oil and gas income should go into a Petroleum Fund. The Petroleum Fund, would be managed by an
Re: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG
Wah makasih lho. Semoga membuka mata setengah tuaku. Indahnya berbagi ilmu. Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Prianggito Sulistiono git_m...@yahoo.com Date: Wed, 1 Aug 2012 17:16:20 To: iagi-net@iagi.or.idiagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG Pak Ban, dulu di proyek saya di Halmahera banyak dijumpai kekar kolom pada welded tuff (ignimbrite). Akan saya coba carikan fotonya salam Gito Sent from my iPhone On 01/08/2012, at 17:05, Bandono Salim bandon...@gmail.com wrote: Iya sih, aku pernah lihat juga, di cianjur selatan ada katanya tempat siliwangi hilang, ada sekelompok kolomnar berbentuk seperti kipas, dulu aku potret pake pilem, sekarang sudah ketlisut, trus ada susunan seperti meja dan bangku dari kekarkolom juga. Kata yang percaya itu tempat perundingan tetua tanah sunda jaman dulu, dan mmm dilajutkan sampai kini, dlm bentuk gaib . Memang bentukan alam dpt ditafsirkan macam2 deh, bagaimana yang melihat saja. Kalau yang dari welded tuff aku blm lihat, dapat sharing? Makasih. Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Yustinus Suyatno Yuwono yuw...@gc.itb.ac.id Date: Wed, 1 Aug 2012 13:06:46 +0700 To: iagi-net@iagi.or.id ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG Mas, koreksi: kekar kolom dapat terbentuk pada neck, dyke, sill maupun lava flow, bahkan pada welded tuff kadang- kadang membentuk kekar kolom. Salam, Yatno From: Bandono Salim [mailto:bandon...@gmail.com] Sent: Monday, July 30, 2012 6:33 PM To: Iagi Subject: Re: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG Aku baru dari labnya andre, dia telah sayat kekarkolom dari gn padang, surprise bagi ku, ternyata diabas. Tadinya aku kira andesit lho. Kekarkolom akan terjadi bukan pada aliran lava, tetapi pada sill atau dike yang tidak muncul dipermukaan. Perlu waktu dan peredam panas untuk membentuk membuat kristal dan kekarnya. Kalau terlalu cepat membeku kan akan jadi gelas. Arah ke gn gede, lebih cocok dibentuk oleh dike yang radial dengan kepundan gn gede. Kedalaman/ketebalan batuan penutup berapa yang mampu menahan panas,sehingga xtalisasi sempurna, akan aku cari dari literatur.(Ada yang dapat sharing?) Salam.
Re: [iagi-net-l] Seismic Untuk Volcanic, Carbonate dan Basement Fracture Reservoir
Pak Bandono, Lebih tepatnya penggunaan prinsip-prinsip geoteknik dan seismik untuk mengetahui sebaran kekar diantara lubang bor, yang saya kerjakan sekarang adalah untuk meprediksi rekahan pada reservoir hydrocarbon. Untuk mengembangkan lapangan-lapangan fracture reservoir sepertinya kita tidak bisa lepas dari prisip2 geologi teknik karena terdapatnya hubungan antara sifat mekanika dengan mineralogy batuan reservoir, proses diagenesa, gaya tektonik, rekahan yang terbentuk dan pengaruhnya terhadap response seismik. Salam Anggoro Dradjat On Wed, Aug 1, 2012 at 8:27 AM, Bandono Salim bandon...@gmail.com wrote: Untuk geoteknik bisa juga yA? Karena sering juga kita perlukan untuk mengetahui sebaran kekar diantara lubang bor. Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Anggoro Dradjat adradjat@gmail.com Date: Wed, 1 Aug 2012 08:23:51 To: iagi-netiagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Seismic Untuk Volcanic, Carbonate dan Basement Fracture Reservoir Dear All, Buat teman-teman yang sedang mengerjakan lapangan fracture reservoir, mungkin metoda seismik seperti yang kami lakukan ini bisa berguna. http://www.searchanddiscovery.com/documents/2012/20157dradjat/ndx_dradjat.pdf Salam Anggoro Dradjat PP-IAGI 2011-2014: Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012. Kirim abstrak ke email: pit.iagi.2012[at]gmail.com. Batas akhir pengiriman abstrak 28 Februari 2012. To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email to: o...@iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
Re: [iagi-net-l] Krisis Geologist
Bung Andang...saluuut sama idealisme anda. Geologist memang asset bangsa yang bisa mengetahui nilai kekayaan alam non hayati di negeri ini. Sebagian besar geologist di negeri ini dididik di perguruan tinggi negeri dengan menggunakan uang negara. Seharusnya merupakan kewajiban bagi geologist kita mengabdi untuk bangsa. Tapi Bung...kalau istri kita minta mobil mewah dan rumah mewah dengan kehidupan yang wuuuaaahhhkita bisa apa?? Salam, sArwanto 2012/7/30 andang bachtiar andangbacht...@yahoo.com Krisis energi Indonesia ini sebagian juga karena kesalahan geologist - termasuk saya dan anda2 – yg mendiamkan atau tidak berusaha keras mengoreksi kebijakan pemerintah yg mendasarkan program pengelolaan migas, mineral dan batubara Indonesia: 1) hanya pada cadangan yg sudah ada bukan pada sumberdaya yang harus diketemukan, 2) hanya pada rekayasa pengurasan bukan pada pencarian sumber2 baru di daerah2 baru dg konsep2 baru, 3) hanya pada kecenderungan konsep eksplorasi dunia (itupun telat mulainya) bukannya merunut sifat dan tahapan eksplorasi di indonesia sendiri, 4) hanya pada euforia menerapkan konsep2 eksplorasi baru indonesia yg diciptakan periset2 asing dan bukannya mendorong penemuan konsep2 baru oleh periset2 Indonesia shg kita lebih punya bargaining dan tidak keduluan meraup informasi ttg daerah kita sendiri, 5) hanya pada spirit kemudahan perijinan spec2 survei oleh pihak2 asing dan bukannya mengalokasikan dana untuk riset gede2an dan spec survey sendiri shg data tidak dikangkangi pihak asing selama mrk mau dan kita hanya gigit jari, 6) hanya pada kekinian dan bukan pada masa depan. Lalu dimana? Kemana? Siapa? Mana itu geologist2 hebat yg katanya pewaris tradisi eksplorasi Klompe, van Bemmelen, Lasut, Katili dan senior2 legendaris lainnya lagi? Masih sajakah kita bersibuk ria dengan mengerjakan proyek2 menguliti cadangan yg sudah ada atau paling jauh mereka-reka dimana ada prospek di blok2 baru di dekat2 blok2 dan sumur2 lama dengan konsep yg itu2 juga? Mana riset2 kita? Mana doktor2, professor, spesialis, eksplorasionis, peneliti dan para penemu kita? Mana teori tektonik Indonesia baru kita? Mana rekonstruksi sejarah cekungan2 baru kita? Pada kemana para ahli mineral kita koq dari dulu cuma berkutat di mandala metalogeni yang sudah berpuluh tahun diceritakan pendahulu2 kita? Ketika kutengok di ruang-ruang kuliahpun para pendidik sekaligus peneliti kita juga nggak terlalu sempurna hadir disana; kalau pengorbanan para mahasiswa yg tdk sempat diajar dosen2nya itu diganjar dengan temuan2 riset2 baru kebumian Indonesia yang dapat menghasilkan temuan2 migas, mineral dan batubara yang signifikan sih masih Ok-lah alhamdulillah wa syukurillah. Tapi ternyata temuan2 baru itupun tidak ada, riset2pun tidak bergema! Yang kita kerjakan adalah sibuk berproyek ria menyelaraskan diri dengan kebutuhan industry yang ingin mencari gampangnya saja mendidik sekaligus memanfaatkan kedekatan dengan akademisi untuk mendapatkan jasa bagi rutinitas pekerjaan mereka, hampir tidak ada pekerjaan2 yang sifatnya riset breakthrough konsep dan teknologi yang dapat membawa cakrawala baru temuan2 baru migas, mineral, batubara Indonesia. Lalu, bagaimana kita nggak mengganggap diri kita salah kalau itu semua terjadi di sekeliling kita? Ayolah bangkit,..minimal sadarilah: kita semua punya masalah: negeri ini memerlukan geologist yang punya komitmen: seperti anda, saya, kita semua! Serius, kita sedang krisis: bukan hanya krisis energi, tapi krisis identitas geologist Indonesia!!! Salam ADB - Arema IAGI-0800
Re: [iagi-net-l] Krisis Geologist
bahkan, krisis tujuan hidup .urip mung nggo golek upo or golek upo nggo biso urip? kang Sarwanto...urip ben gak diprenguti bojo...lha opo...: piye carane bojone gak njaluk mobil, ning tetep ayu njobo njerone? wass, sugeng shaum. siwo'72 From: Sarwanto Sutan Alamsyah sarwan...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wednesday, 1 August 2012 8:45 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Krisis Geologist Bung Andang...saluuut sama idealisme anda. Geologist memang asset bangsa yang bisa mengetahui nilai kekayaan alam non hayati di negeri ini. Sebagian besar geologist di negeri ini dididik di perguruan tinggi negeri dengan menggunakan uang negara. Seharusnya merupakan kewajiban bagi geologist kita mengabdi untuk bangsa. Tapi Bung...kalau istri kita minta mobil mewah dan rumah mewah dengan kehidupan yang wuuuaaahhhkita bisa apa?? Salam, sArwanto 2012/7/30 andang bachtiar andangbacht...@yahoo.com Krisis energi Indonesia ini sebagian juga karena kesalahan geologist - termasuk saya dan anda2 – yg mendiamkan atau tidak berusaha keras mengoreksi kebijakan pemerintah yg mendasarkan program pengelolaan migas, mineral dan batubara Indonesia: 1) hanya pada cadangan yg sudah ada bukan pada sumberdaya yang harus diketemukan, 2) hanya pada rekayasa pengurasan bukan pada pencarian sumber2 baru di daerah2 baru dg konsep2 baru, 3) hanya pada kecenderungan konsep eksplorasi dunia (itupun telat mulainya) bukannya merunut sifat dan tahapan eksplorasi di indonesia sendiri, 4) hanya pada euforia menerapkan konsep2 eksplorasi baru indonesia yg diciptakan periset2 asing dan bukannya mendorong penemuan konsep2 baru oleh periset2 Indonesia shg kita lebih punya bargaining dan tidak keduluan meraup informasi ttg daerah kita sendiri, 5) hanya pada spirit kemudahan perijinan spec2 survei oleh pihak2 asing dan bukannya mengalokasikan dana untuk riset gede2an dan spec survey sendiri shg data tidak dikangkangi pihak asing selama mrk mau dan kita hanya gigit jari, 6) hanya pada kekinian dan bukan pada masa depan. Lalu dimana? Kemana? Siapa? Mana itu geologist2 hebat yg katanya pewaris tradisi eksplorasi Klompe, van Bemmelen, Lasut, Katili dan senior2 legendaris lainnya lagi? Masih sajakah kita bersibuk ria dengan mengerjakan proyek2 menguliti cadangan yg sudah ada atau paling jauh mereka-reka dimana ada prospek di blok2 baru di dekat2 blok2 dan sumur2 lama dengan konsep yg itu2 juga? Mana riset2 kita? Mana doktor2, professor, spesialis, eksplorasionis, peneliti dan para penemu kita? Mana teori tektonik Indonesia baru kita? Mana rekonstruksi sejarah cekungan2 baru kita? Pada kemana para ahli mineral kita koq dari dulu cuma berkutat di mandala metalogeni yang sudah berpuluh tahun diceritakan pendahulu2 kita? Ketika kutengok di ruang-ruang kuliahpun para pendidik sekaligus peneliti kita juga nggak terlalu sempurna hadir disana; kalau pengorbanan para mahasiswa yg tdk sempat diajar dosen2nya itu diganjar dengan temuan2 riset2 baru kebumian Indonesia yang dapat menghasilkan temuan2 migas, mineral dan batubara yang signifikan sih masih Ok-lah alhamdulillah wa syukurillah. Tapi ternyata temuan2 baru itupun tidak ada, riset2pun tidak bergema! Yang kita kerjakan adalah sibuk berproyek ria menyelaraskan diri dengan kebutuhan industry yang ingin mencari gampangnya saja mendidik sekaligus memanfaatkan kedekatan dengan akademisi untuk mendapatkan jasa bagi rutinitas pekerjaan mereka, hampir tidak ada pekerjaan2 yang sifatnya riset breakthrough konsep dan teknologi yang dapat membawa cakrawala baru temuan2 baru migas, mineral, batubara Indonesia. Lalu, bagaimana kita nggak mengganggap diri kita salah kalau itu semua terjadi di sekeliling kita? Ayolah bangkit,..minimal sadarilah: kita semua punya masalah: negeri ini memerlukan geologist yang punya komitmen: seperti anda, saya, kita semua! Serius, kita sedang krisis: bukan hanya krisis energi, tapi krisis identitas geologist Indonesia!!! Salam ADB - Arema IAGI-0800
Re: [iagi-net-l] Krisis Geologist
diajari agomo o ayune istri mung kanggo suami Salam Sri Mulyaningsih From: Prakosa Rachwibowo siwo_g...@yahoo.com To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Sent: Thursday, August 2, 2012 7:54 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Krisis Geologist bahkan, krisis tujuan hidup .urip mung nggo golek upo or golek upo nggo biso urip? kang Sarwanto...urip ben gak diprenguti bojo...lha opo...: piye carane bojone gak njaluk mobil, ning tetep ayu njobo njerone? wass, sugeng shaum. siwo'72 From: Sarwanto Sutan Alamsyah sarwan...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wednesday, 1 August 2012 8:45 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Krisis Geologist Bung Andang...saluuut sama idealisme anda. Geologist memang asset bangsa yang bisa mengetahui nilai kekayaan alam non hayati di negeri ini. Sebagian besar geologist di negeri ini dididik di perguruan tinggi negeri dengan menggunakan uang negara. Seharusnya merupakan kewajiban bagi geologist kita mengabdi untuk bangsa. Tapi Bung...kalau istri kita minta mobil mewah dan rumah mewah dengan kehidupan yang wuuuaaahhhkita bisa apa?? Salam, sArwanto 2012/7/30 andang bachtiar andangbacht...@yahoo.com Krisis energi Indonesia ini sebagian juga karena kesalahan geologist - termasuk saya dan anda2 – yg mendiamkan atau tidak berusaha keras mengoreksi kebijakan pemerintah yg mendasarkan program pengelolaan migas, mineral dan batubara Indonesia: 1) hanya pada cadangan yg sudah ada bukan pada sumberdaya yang harus diketemukan, 2) hanya pada rekayasa pengurasan bukan pada pencarian sumber2 baru di daerah2 baru dg konsep2 baru, 3) hanya pada kecenderungan konsep eksplorasi dunia (itupun telat mulainya) bukannya merunut sifat dan tahapan eksplorasi di indonesia sendiri, 4) hanya pada euforia menerapkan konsep2 eksplorasi baru indonesia yg diciptakan periset2 asing dan bukannya mendorong penemuan konsep2 baru oleh periset2 Indonesia shg kita lebih punya bargaining dan tidak keduluan meraup informasi ttg daerah kita sendiri, 5) hanya pada spirit kemudahan perijinan spec2 survei oleh pihak2 asing dan bukannya mengalokasikan dana untuk riset gede2an dan spec survey sendiri shg data tidak dikangkangi pihak asing selama mrk mau dan kita hanya gigit jari, 6) hanya pada kekinian dan bukan pada masa depan. Lalu dimana? Kemana? Siapa? Mana itu geologist2 hebat yg katanya pewaris tradisi eksplorasi Klompe, van Bemmelen, Lasut, Katili dan senior2 legendaris lainnya lagi? Masih sajakah kita bersibuk ria dengan mengerjakan proyek2 menguliti cadangan yg sudah ada atau paling jauh mereka-reka dimana ada prospek di blok2 baru di dekat2 blok2 dan sumur2 lama dengan konsep yg itu2 juga? Mana riset2 kita? Mana doktor2, professor, spesialis, eksplorasionis, peneliti dan para penemu kita? Mana teori tektonik Indonesia baru kita? Mana rekonstruksi sejarah cekungan2 baru kita? Pada kemana para ahli mineral kita koq dari dulu cuma berkutat di mandala metalogeni yang sudah berpuluh tahun diceritakan pendahulu2 kita? Ketika kutengok di ruang-ruang kuliahpun para pendidik sekaligus peneliti kita juga nggak terlalu sempurna hadir disana; kalau pengorbanan para mahasiswa yg tdk sempat diajar dosen2nya itu diganjar dengan temuan2 riset2 baru kebumian Indonesia yang dapat menghasilkan temuan2 migas, mineral dan batubara yang signifikan sih masih Ok-lah alhamdulillah wa syukurillah. Tapi ternyata temuan2 baru itupun tidak ada, riset2pun tidak bergema! Yang kita kerjakan adalah sibuk berproyek ria menyelaraskan diri dengan kebutuhan industry yang ingin mencari gampangnya saja mendidik sekaligus memanfaatkan kedekatan dengan akademisi untuk mendapatkan jasa bagi rutinitas pekerjaan mereka, hampir tidak ada pekerjaan2 yang sifatnya riset breakthrough konsep dan teknologi yang dapat membawa cakrawala baru temuan2 baru migas, mineral, batubara Indonesia. Lalu, bagaimana kita nggak mengganggap diri kita salah kalau itu semua terjadi di sekeliling kita? Ayolah bangkit,..minimal sadarilah: kita semua punya masalah: negeri ini memerlukan geologist yang punya komitmen: seperti anda, saya, kita semua! Serius, kita sedang krisis: bukan hanya krisis energi, tapi krisis identitas geologist Indonesia!!! Salam ADB - Arema IAGI-0800
Re: [iagi-net-l] Krisis Geologist
kasinggihan mbakyu Sri, leres...setuju, wassalaam. siwo72 From: sri mulyaningsih sri_mulyaning...@yahoo.com To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Sent: Thursday, 2 August 2012 10:04 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Krisis Geologist diajari agomo o ayune istri mung kanggo suami Salam Sri Mulyaningsih From: Prakosa Rachwibowo siwo_g...@yahoo.com To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Sent: Thursday, August 2, 2012 7:54 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Krisis Geologist bahkan, krisis tujuan hidup .urip mung nggo golek upo or golek upo nggo biso urip? kang Sarwanto...urip ben gak diprenguti bojo...lha opo...: piye carane bojone gak njaluk mobil, ning tetep ayu njobo njerone? wass, sugeng shaum. siwo'72 From: Sarwanto Sutan Alamsyah sarwan...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wednesday, 1 August 2012 8:45 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Krisis Geologist Bung Andang...saluuut sama idealisme anda. Geologist memang asset bangsa yang bisa mengetahui nilai kekayaan alam non hayati di negeri ini. Sebagian besar geologist di negeri ini dididik di perguruan tinggi negeri dengan menggunakan uang negara. Seharusnya merupakan kewajiban bagi geologist kita mengabdi untuk bangsa. Tapi Bung...kalau istri kita minta mobil mewah dan rumah mewah dengan kehidupan yang wuuuaaahhhkita bisa apa?? Salam, sArwanto 2012/7/30 andang bachtiar andangbacht...@yahoo.com Krisis energi Indonesia ini sebagian juga karena kesalahan geologist - termasuk saya dan anda2 – yg mendiamkan atau tidak berusaha keras mengoreksi kebijakan pemerintah yg mendasarkan program pengelolaan migas, mineral dan batubara Indonesia: 1) hanya pada cadangan yg sudah ada bukan pada sumberdaya yang harus diketemukan, 2) hanya pada rekayasa pengurasan bukan pada pencarian sumber2 baru di daerah2 baru dg konsep2 baru, 3) hanya pada kecenderungan konsep eksplorasi dunia (itupun telat mulainya) bukannya merunut sifat dan tahapan eksplorasi di indonesia sendiri, 4) hanya pada euforia menerapkan konsep2 eksplorasi baru indonesia yg diciptakan periset2 asing dan bukannya mendorong penemuan konsep2 baru oleh periset2 Indonesia shg kita lebih punya bargaining dan tidak keduluan meraup informasi ttg daerah kita sendiri, 5) hanya pada spirit kemudahan perijinan spec2 survei oleh pihak2 asing dan bukannya mengalokasikan dana untuk riset gede2an dan spec survey sendiri shg data tidak dikangkangi pihak asing selama mrk mau dan kita hanya gigit jari, 6) hanya pada kekinian dan bukan pada masa depan. Lalu dimana? Kemana? Siapa? Mana itu geologist2 hebat yg katanya pewaris tradisi eksplorasi Klompe, van Bemmelen, Lasut, Katili dan senior2 legendaris lainnya lagi? Masih sajakah kita bersibuk ria dengan mengerjakan proyek2 menguliti cadangan yg sudah ada atau paling jauh mereka-reka dimana ada prospek di blok2 baru di dekat2 blok2 dan sumur2 lama dengan konsep yg itu2 juga? Mana riset2 kita? Mana doktor2, professor, spesialis, eksplorasionis, peneliti dan para penemu kita? Mana teori tektonik Indonesia baru kita? Mana rekonstruksi sejarah cekungan2 baru kita? Pada kemana para ahli mineral kita koq dari dulu cuma berkutat di mandala metalogeni yang sudah berpuluh tahun diceritakan pendahulu2 kita? Ketika kutengok di ruang-ruang kuliahpun para pendidik sekaligus peneliti kita juga nggak terlalu sempurna hadir disana; kalau pengorbanan para mahasiswa yg tdk sempat diajar dosen2nya itu diganjar dengan temuan2 riset2 baru kebumian Indonesia yang dapat menghasilkan temuan2 migas, mineral dan batubara yang signifikan sih masih Ok-lah alhamdulillah wa syukurillah. Tapi ternyata temuan2 baru itupun tidak ada, riset2pun tidak bergema! Yang kita kerjakan adalah sibuk berproyek ria menyelaraskan diri dengan kebutuhan industry yang ingin mencari gampangnya saja mendidik sekaligus memanfaatkan kedekatan dengan akademisi untuk mendapatkan jasa bagi rutinitas pekerjaan mereka, hampir tidak ada pekerjaan2 yang sifatnya riset breakthrough konsep dan teknologi yang dapat membawa cakrawala baru temuan2 baru migas, mineral, batubara Indonesia. Lalu, bagaimana kita nggak mengganggap diri kita salah kalau itu semua terjadi di sekeliling kita? Ayolah bangkit,..minimal sadarilah: kita semua punya masalah: negeri ini memerlukan geologist yang punya komitmen: seperti anda, saya, kita semua! Serius, kita sedang krisis: bukan hanya krisis energi, tapi krisis identitas geologist Indonesia!!! Salam ADB - Arema IAGI-0800