Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
%, 10% dst sampai flowing. Sumur ini selamat dan berproduksi cukup lama. Dari pengalaman ini, kami selalu menekankan, apapun yang dipompakan ke dalam sumur harus dicatat dengan rapi dan lengkap. Sekian dulu, kalau ada kawan yang ingin menambahkan cerita silahkan. Salam hangat, sugeng - Original Message - From: mohammad syaiful mohammadsyai...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, February 03, 2009 11:32 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s lho, mas sugeng ini kok malah banyak cerita duriannya sih. tapi memang asyik kok, soalnya saya juga dulu sering menikmati durian khas, berukuran kecil (dibandingkan durian sumatra / udanmas dari sumsel), dan sering disebut sbg 'durian mentega. apalagi kalo dicampur dengan sayur ikan tuna yg dimasak oleh seorang drillling supervisor, atau dicampur juga dengan udang bakar yg direnteng seperti sate, ah.. maknyus tenannn... nah, kembali ke soal migas, mungkin mas sugeng bisa cerita lebih panjang dong, kapan si matoa ditemukan. kalo sungkan atau lupa berapa besar cadangannya, mungkin bisa cerita akan berapa lama utk diproduksi: 10 tahun, 100 tahun? salam, syaiful On Tue, Feb 3, 2009 at 11:15 AM, Sugeng Hartono sugeng.hart...@petrochina.co.id wrote: Bang Ipul dan Den Agus, Penemuan lapangan minyak yang cukup besar di Salawati adalah lapangan Matoa, saya dan kawan-2 banyak terlibat. Rupanya sebelum kami masuk ke hutan Salawati, para penduduk setempat sudah lebih dulu meng-eksplorasi ke seluruh pelosok pulau ini. Mereka tidak mencari singkapan, tetapi mencari pohon durian! Kalau ketemu kumpulan pohon sagu, ya rezeki. Begitu pohon durian ditemukan, mereka langsung memberi tanda: milik Jeremias, milik Otter Ohorella, milik Jacob Rumbiak dll. Semak-2 di sekeliling pohon segera dibersihkan, lalu pondok kecil segera di bangun. Begitu musim durian tiba, mereka berkumpul di pondok ini sambil menunggui durian masak yang jatuh. Beberapa hari sekali mereka turun untuk menjual durian, tetapi sekarang sering dibeli kawan-2 produksi di lapangan Matoa. Ternyata kawan-2 Drilling Dept PetroChina juga punya satu pohon durian :) Salam hangat, sugeng - Original Message - From: mohammad syaiful mohammadsyai...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, February 03, 2009 10:57 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s lha, kang agus, bukankah di kepalanya (kepala burung) sudah sejak puluhan tahun lalu diproduksi minyaknya lho... coba tanya teman2 pertamina dan petrochina (dulunya: devon), pasti bisa cerita banyak. kalo gas, tuh tangguh-nya bp tentunya yg telah terkenal... salam, syaiful On Tue, Feb 3, 2009 at 10:33 AM, Hendratno Agus agushendra...@yahoo.com wrote: Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka banyak peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa blok seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target beberapa pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua masuk dalam kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan koteka tapi juga kaya migas... salam, agus hendratno From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua juga terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa publikasi yang pernah say baca. Salam Yanto Salim Powered by Telkomsel BlackBerry(R) -Original Message- From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah Papua. Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk
Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
wah langsung tancap gas rupanya pak ketua, jadi lupa stretching dulu:-) semoga lekas sembuh salam, From: z...@gc.itb.ac.id z...@gc.itb.ac.id To: iagi-net@iagi.or.id Cc: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wednesday, February 4, 2009 7:10:51 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Pak Sekjen dan Rekans, Pak Ketua IAGI, Bang Lambok dirawat di RS Halmahera Bandung sejak Senin kemarin, katanya sih sakit: Lower back pain itu bahasa kerennya yang juga dari beliau sendiri yang bilang (lewat smsnya ke saya Senin malam). Semoga cepat sembuh, dapat kerja serta mimpin IAGI lagi dengan sehat. Wassalam, Yahdi Zaim matur nuwun, ceritanya pak sugeng. semoga bermanfaat utk semuanya. kalau saya dulu hanya mampir saja di sorong, terus pakai heli atau pesawat kecil terbang ke selatan (inanwatan). masih ingat, kalau pesawat masih di darat (jafman) maka sering membunyikan klakson, sebab ternyata sering ojek menyeberang bandara tsb, he.. he.. tambahan satu lagi, buah sukun dari sorong terkenal besar ukurannya dan uenakkk tenan bila digoreng atau direbus... salam, syaiful On Tue, Feb 3, 2009 at 4:40 PM, Sugeng Hartono sugeng.hart...@petrochina.co.id wrote: Bang Syaiful, Wah, Sampeyan kok malahan cerita kuliner? Well, ini cerita lama yha: Jawaranya di Kepala Burung (PSC) adalah Petromer Trend, perusahaan dari Denver, mulai 1970. Selain itu ada Phillips (P.Salawati). Trend discovery Kasim-1 sekitar 1972, flowing lebih 50,000 bopd (?) dari Kais limestone. Seterusnya Trend menemukan lapangan-2: Walio (315 wells), Kasim (59), Jaya (22), Cendrawasih (29), Moi (9), Kasim Utara (11), Kasim Barat (8), Arar (4), Klalin (10), Payao (3 well, produksi tinggal 2); bbrp sumur yang kurang ekonomis: Klagagi-1, West Klagagi, Klaifi (2), Klagana (2), Klari-1, ada oil stain di Sirga sandstone). Klate-1 (paling ujung timur) ada oil stain di Crystalline Lmst yang posisinya di bawah Kais, Terumbu-1 (targetnya Klasaman carbonate). Masih ada bbrp sumur lain, dan yang menarik discovery SE Walio-1 (2000 bopd). Block ini masih berproduksi sekitar 7000 BOPD dengan watercut (harap tidak kaget) 99.0%, sehingga produksi airnya mencapai 780,000 BWPD. Semua produksi dengan ESP (Reda) pump, mungkin sumur baru masih flowing. Trend membangun fasilitas produksi dan basecamp yang sangat bagus dan lengkap di ujung Papua (mainland) berhadapan dengan P.Kasim (banyak karyawan dan keluarga tinggal di sini) dinamakan Kasim Marine Terminal. Kerja di sini sangat mengasyikan. Jam 05:00 sudah terlihat hiruk-pikuk, perahu ponton tanggung mondar-mandir membawa karyawan dari P.Kasim ke KMT base atau ke lapangan. Tepat jam 06:00 sirine berbunyi nyaring...setelah itu keadaan menjadi sunyi senyap. Nanti jam 11:30 dan jam 13:00 (istirahat) sirine berbunyi lagi. Baru jam 18:00 saat kantor tutup, sekali lagi sirine berbunyi. Kehidupan malam cukup menarik, tidak membosankan. Ada club house yang sangat bagus, lengkap dengan film, tivi, bilyar, permainan lain dan bar. Walaupun remote area, para pekerja dibuat kerasan dengan kegiatan yang positif. sekali-2 kami menyanyi ramai-2 di bar. KMT ini sekitar 65 km jauh di selatan kota Sorong lho. Ada kejadian lucu: Biasanya pesawat Merpati dari Jakarta/Makassar mendarat di Jefman (bandara lama, berupa pulau karang) jam 17:00. Para karyawan segera ramai-2 naik ke boat perusahaan. Boat segera berangkat melewati selat, diantara pulau-2 yang banyak sekali jumlahnya (kawan Papua saya ingat nama pulau-2 tersebut); setelah 2 jam, boat sampai KMT. Kami pun turun untuk menuju kamar masing-2. Ada tiga penumpang perlente bertanya: Pak, dimana hotel Cendrawasih (hotel di kota Sorong). Wah, ini gawat. Mereka pikir boat yang ditumpangi menuju kota Sorong :( Sekitar 1993 JOB Pertamina-Trend Salawati baru menemukan Lapangan Matoa di P.Salawati. Sudah ada sekitar 30 sumur, dan bbrp sumur-2 di luar Matoa. Jumlah produskinya sekitar 5600 BOPD. Di lapangan ini lah kami banyak belajar pekerjaan wsg. Kenapa? Di sini seorang wsg dituntut untuk lebih hati-2 menjelang pemboran masuk Kais, karena kita hanya diperbolehkan menembus Kais setebal 10 ft. Bayangkan kalau kawan geophisicyst meleset memprediksi top Kais sekitar 100 ft lebih dalam, bisa-2 kawan wsg akan semalaman tidak tidur. Anehnya, dari sekian banyak sumur, top Kais selalu ditembus setelah tengah malam atau subuh. Kawan Drilling beda lagi; dia mengeluh, setiap running casing 7 selalu hujan lebat. Kalau kegiatan di Jabung (Jambi) lain lagi: Kawan yang pegang operation di Jkt (expat) selalu mengeluh karena TD selalu ditembus hari Jumat. Akibatnya jadwal sofball, golf atau acara keluarga akan terganggu. Ada pengalaman menarik di salah satu sumur Matoa. Ketika completion, sudah ribuan barrel air disedot (swabbing) tetapi hasilnya tetap 100% water. Bagian Operation sudah pesimis, dan ingin menutup sumur secara permanen. Kawan Exploration bersikeras bahwa
Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
Bang Syaiful, Wah, Sampeyan kok malahan cerita kuliner? Well, ini cerita lama yha: Jawaranya di Kepala Burung (PSC) adalah Petromer Trend, perusahaan dari Denver, mulai 1970. Selain itu ada Phillips (P.Salawati). Trend discovery Kasim-1 sekitar 1972, flowing lebih 50,000 bopd (?) dari Kais limestone. Seterusnya Trend menemukan lapangan-2: Walio (315 wells), Kasim (59), Jaya (22), Cendrawasih (29), Moi (9), Kasim Utara (11), Kasim Barat (8), Arar (4), Klalin (10), Payao (3 well, produksi tinggal 2); bbrp sumur yang kurang ekonomis: Klagagi-1, West Klagagi, Klaifi (2), Klagana (2), Klari-1, ada oil stain di Sirga sandstone). Klate-1 (paling ujung timur) ada oil stain di Crystalline Lmst yang posisinya di bawah Kais, Terumbu-1 (targetnya Klasaman carbonate). Masih ada bbrp sumur lain, dan yang menarik discovery SE Walio-1 (2000 bopd). Block ini masih berproduksi sekitar 7000 BOPD dengan watercut (harap tidak kaget) 99.0%, sehingga produksi airnya mencapai 780,000 BWPD. Semua produksi dengan ESP (Reda) pump, mungkin sumur baru masih flowing. Trend membangun fasilitas produksi dan basecamp yang sangat bagus dan lengkap di ujung Papua (mainland) berhadapan dengan P.Kasim (banyak karyawan dan keluarga tinggal di sini) dinamakan Kasim Marine Terminal. Kerja di sini sangat mengasyikan. Jam 05:00 sudah terlihat hiruk-pikuk, perahu ponton tanggung mondar-mandir membawa karyawan dari P.Kasim ke KMT base atau ke lapangan. Tepat jam 06:00 sirine berbunyi nyaring...setelah itu keadaan menjadi sunyi senyap. Nanti jam 11:30 dan jam 13:00 (istirahat) sirine berbunyi lagi. Baru jam 18:00 saat kantor tutup, sekali lagi sirine berbunyi. Kehidupan malam cukup menarik, tidak membosankan. Ada club house yang sangat bagus, lengkap dengan film, tivi, bilyar, permainan lain dan bar. Walaupun remote area, para pekerja dibuat kerasan dengan kegiatan yang positif. sekali-2 kami menyanyi ramai-2 di bar. KMT ini sekitar 65 km jauh di selatan kota Sorong lho. Ada kejadian lucu: Biasanya pesawat Merpati dari Jakarta/Makassar mendarat di Jefman (bandara lama, berupa pulau karang) jam 17:00. Para karyawan segera ramai-2 naik ke boat perusahaan. Boat segera berangkat melewati selat, diantara pulau-2 yang banyak sekali jumlahnya (kawan Papua saya ingat nama pulau-2 tersebut); setelah 2 jam, boat sampai KMT. Kami pun turun untuk menuju kamar masing-2. Ada tiga penumpang perlente bertanya: Pak, dimana hotel Cendrawasih (hotel di kota Sorong). Wah, ini gawat. Mereka pikir boat yang ditumpangi menuju kota Sorong :( Sekitar 1993 JOB Pertamina-Trend Salawati baru menemukan Lapangan Matoa di P.Salawati. Sudah ada sekitar 30 sumur, dan bbrp sumur-2 di luar Matoa. Jumlah produskinya sekitar 5600 BOPD. Di lapangan ini lah kami banyak belajar pekerjaan wsg. Kenapa? Di sini seorang wsg dituntut untuk lebih hati-2 menjelang pemboran masuk Kais, karena kita hanya diperbolehkan menembus Kais setebal 10 ft. Bayangkan kalau kawan geophisicyst meleset memprediksi top Kais sekitar 100 ft lebih dalam, bisa-2 kawan wsg akan semalaman tidak tidur. Anehnya, dari sekian banyak sumur, top Kais selalu ditembus setelah tengah malam atau subuh. Kawan Drilling beda lagi; dia mengeluh, setiap running casing 7 selalu hujan lebat. Kalau kegiatan di Jabung (Jambi) lain lagi: Kawan yang pegang operation di Jkt (expat) selalu mengeluh karena TD selalu ditembus hari Jumat. Akibatnya jadwal sofball, golf atau acara keluarga akan terganggu. Ada pengalaman menarik di salah satu sumur Matoa. Ketika completion, sudah ribuan barrel air disedot (swabbing) tetapi hasilnya tetap 100% water. Bagian Operation sudah pesimis, dan ingin menutup sumur secara permanen. Kawan Exploration bersikeras bahwa ini termasuk sumur bagus. Dari laporan wsg terlihat jelas. Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata saat drilling in progress sempat terjadi lost circulation, dan sekian ratus atau ribu barrel fresh water dipompakan (tidak dicatat dengan baik). Sebuah Reda pump segera dipasang, sumur disedot. Tidak lama kemudian, muncul 2% oil, 5%, 10% dst sampai flowing. Sumur ini selamat dan berproduksi cukup lama. Dari pengalaman ini, kami selalu menekankan, apapun yang dipompakan ke dalam sumur harus dicatat dengan rapi dan lengkap. Sekian dulu, kalau ada kawan yang ingin menambahkan cerita silahkan. Salam hangat, sugeng - Original Message - From: mohammad syaiful mohammadsyai...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, February 03, 2009 11:32 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s lho, mas sugeng ini kok malah banyak cerita duriannya sih. tapi memang asyik kok, soalnya saya juga dulu sering menikmati durian khas, berukuran kecil (dibandingkan durian sumatra / udanmas dari sumsel), dan sering disebut sbg 'durian mentega. apalagi kalo dicampur dengan sayur ikan tuna yg dimasak oleh seorang drillling supervisor, atau dicampur juga dengan udang bakar yg direnteng seperti sate, ah.. maknyus tenannn
Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, February 03, 2009 11:32 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s lho, mas sugeng ini kok malah banyak cerita duriannya sih. tapi memang asyik kok, soalnya saya juga dulu sering menikmati durian khas, berukuran kecil (dibandingkan durian sumatra / udanmas dari sumsel), dan sering disebut sbg 'durian mentega. apalagi kalo dicampur dengan sayur ikan tuna yg dimasak oleh seorang drillling supervisor, atau dicampur juga dengan udang bakar yg direnteng seperti sate, ah.. maknyus tenannn... nah, kembali ke soal migas, mungkin mas sugeng bisa cerita lebih panjang dong, kapan si matoa ditemukan. kalo sungkan atau lupa berapa besar cadangannya, mungkin bisa cerita akan berapa lama utk diproduksi: 10 tahun, 100 tahun? salam, syaiful On Tue, Feb 3, 2009 at 11:15 AM, Sugeng Hartono sugeng.hart...@petrochina.co.id wrote: Bang Ipul dan Den Agus, Penemuan lapangan minyak yang cukup besar di Salawati adalah lapangan Matoa, saya dan kawan-2 banyak terlibat. Rupanya sebelum kami masuk ke hutan Salawati, para penduduk setempat sudah lebih dulu meng-eksplorasi ke seluruh pelosok pulau ini. Mereka tidak mencari singkapan, tetapi mencari pohon durian! Kalau ketemu kumpulan pohon sagu, ya rezeki. Begitu pohon durian ditemukan, mereka langsung memberi tanda: milik Jeremias, milik Otter Ohorella, milik Jacob Rumbiak dll. Semak-2 di sekeliling pohon segera dibersihkan, lalu pondok kecil segera di bangun. Begitu musim durian tiba, mereka berkumpul di pondok ini sambil menunggui durian masak yang jatuh. Beberapa hari sekali mereka turun untuk menjual durian, tetapi sekarang sering dibeli kawan-2 produksi di lapangan Matoa. Ternyata kawan-2 Drilling Dept PetroChina juga punya satu pohon durian :) Salam hangat, sugeng - Original Message - From: mohammad syaiful mohammadsyai...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, February 03, 2009 10:57 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s lha, kang agus, bukankah di kepalanya (kepala burung) sudah sejak puluhan tahun lalu diproduksi minyaknya lho... coba tanya teman2 pertamina dan petrochina (dulunya: devon), pasti bisa cerita banyak. kalo gas, tuh tangguh-nya bp tentunya yg telah terkenal... salam, syaiful On Tue, Feb 3, 2009 at 10:33 AM, Hendratno Agus agushendra...@yahoo.com wrote: Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka banyak peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa blok seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target beberapa pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua masuk dalam kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan koteka tapi juga kaya migas... salam, agus hendratno From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua juga terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa publikasi yang pernah say baca. Salam Yanto Salim Powered by Telkomsel BlackBerry(R) -Original Message- From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah Papua. Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar 1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur
Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka banyak peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa blok seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target beberapa pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua masuk dalam kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan koteka tapi juga kaya migas... salam, agus hendratno From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua juga terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa publikasi yang pernah say baca. Salam Yanto Salim Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah Papua. Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar 1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol sambil berteriak ”Kubunuh kau...!”. Hm..masih mabuk rupanya. –demikian sepenggal paragraf buku harian saya. Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari tulisan2 saya. --- Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, yang sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau terakhir yang dieksplorasi Belanda di Indonesia. Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) mulai mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop – Bird’s Head, alias Kepala Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan, peta yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka tim besar di bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, mulai melakukan perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai pertimbangan, NNGPM memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan pemetaan di area yang sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan pesawat terbang. Pesawat amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan untuk pekerjaan ini. Para pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca yang sering berkabut dan berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai bermanuver di antara celah-celah tebing batuan gamping di beberapa pegunungan Papua. Dari ketinggian 12.000 kaki, beberapa formasi geologi bisa diketahui. Ini adalah pekerjaan awal –semacam reconnaissance survey. Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. Torehan banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan geologi wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari banyak wilayah di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan Banda. Suku Papua sendiri kelihatannya tak ada sebab pada zaman itu diceritakan bahwa mereka masih merupakan suku pengayau alias pemenggal kepala yang diceritakan tentara Inggris di perbatasan PNG-Papua sebagai suku pelintas batas yang suka mengejar musuhnya melewati garis batas demarkasi. Para geologists yang memetakan geologi Papua memilih camp-nya di perahu, ini jauh lebih nyaman daripada di dalam hutan yang
Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
lha, kang agus, bukankah di kepalanya (kepala burung) sudah sejak puluhan tahun lalu diproduksi minyaknya lho... coba tanya teman2 pertamina dan petrochina (dulunya: devon), pasti bisa cerita banyak. kalo gas, tuh tangguh-nya bp tentunya yg telah terkenal... salam, syaiful On Tue, Feb 3, 2009 at 10:33 AM, Hendratno Agus agushendra...@yahoo.com wrote: Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka banyak peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa blok seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target beberapa pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua masuk dalam kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan koteka tapi juga kaya migas... salam, agus hendratno From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua juga terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa publikasi yang pernah say baca. Salam Yanto Salim Powered by Telkomsel BlackBerry(R) -Original Message- From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah Papua. Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar 1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol sambil berteriak Kubunuh kau...!. Hm..masih mabuk rupanya. –demikian sepenggal paragraf buku harian saya. Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari tulisan2 saya. --- Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, yang sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau terakhir yang dieksplorasi Belanda di Indonesia. Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) mulai mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop – Bird's Head, alias Kepala Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan, peta yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka tim besar di bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, mulai melakukan perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai pertimbangan, NNGPM memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan pemetaan di area yang sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan pesawat terbang. Pesawat amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan untuk pekerjaan ini. Para pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca yang sering berkabut dan berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai bermanuver di antara celah-celah tebing batuan gamping di beberapa pegunungan Papua. Dari ketinggian 12.000 kaki, beberapa formasi geologi bisa diketahui. Ini adalah pekerjaan awal –semacam reconnaissance survey. Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. Torehan banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan geologi wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari banyak wilayah di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan
Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
Bang Ipul dan Den Agus, Penemuan lapangan minyak yang cukup besar di Salawati adalah lapangan Matoa, saya dan kawan-2 banyak terlibat. Rupanya sebelum kami masuk ke hutan Salawati, para penduduk setempat sudah lebih dulu meng-eksplorasi ke seluruh pelosok pulau ini. Mereka tidak mencari singkapan, tetapi mencari pohon durian! Kalau ketemu kumpulan pohon sagu, ya rezeki. Begitu pohon durian ditemukan, mereka langsung memberi tanda: milik Jeremias, milik Otter Ohorella, milik Jacob Rumbiak dll. Semak-2 di sekeliling pohon segera dibersihkan, lalu pondok kecil segera di bangun. Begitu musim durian tiba, mereka berkumpul di pondok ini sambil menunggui durian masak yang jatuh. Beberapa hari sekali mereka turun untuk menjual durian, tetapi sekarang sering dibeli kawan-2 produksi di lapangan Matoa. Ternyata kawan-2 Drilling Dept PetroChina juga punya satu pohon durian :) Salam hangat, sugeng - Original Message - From: mohammad syaiful mohammadsyai...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, February 03, 2009 10:57 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s lha, kang agus, bukankah di kepalanya (kepala burung) sudah sejak puluhan tahun lalu diproduksi minyaknya lho... coba tanya teman2 pertamina dan petrochina (dulunya: devon), pasti bisa cerita banyak. kalo gas, tuh tangguh-nya bp tentunya yg telah terkenal... salam, syaiful On Tue, Feb 3, 2009 at 10:33 AM, Hendratno Agus agushendra...@yahoo.com wrote: Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka banyak peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa blok seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target beberapa pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua masuk dalam kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan koteka tapi juga kaya migas... salam, agus hendratno From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua juga terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa publikasi yang pernah say baca. Salam Yanto Salim Powered by Telkomsel BlackBerry(R) -Original Message- From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah Papua. Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar 1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol sambil berteriak Kubunuh kau...!. Hm..masih mabuk rupanya. –demikian sepenggal paragraf buku harian saya. Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari tulisan2 saya. --- Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, yang sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau terakhir yang dieksplorasi Belanda di Indonesia. Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) mulai mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop – Bird's Head, alias Kepala Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan, peta yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli
Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
lho, mas sugeng ini kok malah banyak cerita duriannya sih. tapi memang asyik kok, soalnya saya juga dulu sering menikmati durian khas, berukuran kecil (dibandingkan durian sumatra / udanmas dari sumsel), dan sering disebut sbg 'durian mentega. apalagi kalo dicampur dengan sayur ikan tuna yg dimasak oleh seorang drillling supervisor, atau dicampur juga dengan udang bakar yg direnteng seperti sate, ah.. maknyus tenannn... nah, kembali ke soal migas, mungkin mas sugeng bisa cerita lebih panjang dong, kapan si matoa ditemukan. kalo sungkan atau lupa berapa besar cadangannya, mungkin bisa cerita akan berapa lama utk diproduksi: 10 tahun, 100 tahun? salam, syaiful On Tue, Feb 3, 2009 at 11:15 AM, Sugeng Hartono sugeng.hart...@petrochina.co.id wrote: Bang Ipul dan Den Agus, Penemuan lapangan minyak yang cukup besar di Salawati adalah lapangan Matoa, saya dan kawan-2 banyak terlibat. Rupanya sebelum kami masuk ke hutan Salawati, para penduduk setempat sudah lebih dulu meng-eksplorasi ke seluruh pelosok pulau ini. Mereka tidak mencari singkapan, tetapi mencari pohon durian! Kalau ketemu kumpulan pohon sagu, ya rezeki. Begitu pohon durian ditemukan, mereka langsung memberi tanda: milik Jeremias, milik Otter Ohorella, milik Jacob Rumbiak dll. Semak-2 di sekeliling pohon segera dibersihkan, lalu pondok kecil segera di bangun. Begitu musim durian tiba, mereka berkumpul di pondok ini sambil menunggui durian masak yang jatuh. Beberapa hari sekali mereka turun untuk menjual durian, tetapi sekarang sering dibeli kawan-2 produksi di lapangan Matoa. Ternyata kawan-2 Drilling Dept PetroChina juga punya satu pohon durian :) Salam hangat, sugeng - Original Message - From: mohammad syaiful mohammadsyai...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, February 03, 2009 10:57 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s lha, kang agus, bukankah di kepalanya (kepala burung) sudah sejak puluhan tahun lalu diproduksi minyaknya lho... coba tanya teman2 pertamina dan petrochina (dulunya: devon), pasti bisa cerita banyak. kalo gas, tuh tangguh-nya bp tentunya yg telah terkenal... salam, syaiful On Tue, Feb 3, 2009 at 10:33 AM, Hendratno Agus agushendra...@yahoo.com wrote: Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka banyak peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa blok seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target beberapa pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua masuk dalam kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan koteka tapi juga kaya migas... salam, agus hendratno From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua juga terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa publikasi yang pernah say baca. Salam Yanto Salim Powered by Telkomsel BlackBerry(R) -Original Message- From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah Papua. Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar 1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol sambil berteriak Kubunuh kau...!. Hm..masih mabuk rupanya
Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua juga terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa publikasi yang pernah say baca. Salam Yanto Salim Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah Papua. Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar 1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol sambil berteriak ”Kubunuh kau...!”. Hm..masih mabuk rupanya. –demikian sepenggal paragraf buku harian saya. Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari tulisan2 saya. --- Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, yang sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau terakhir yang dieksplorasi Belanda di Indonesia. Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) mulai mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop – Bird’s Head, alias Kepala Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan, peta yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka tim besar di bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, mulai melakukan perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai pertimbangan, NNGPM memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan pemetaan di area yang sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan pesawat terbang. Pesawat amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan untuk pekerjaan ini. Para pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca yang sering berkabut dan berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai bermanuver di antara celah-celah tebing batuan gamping di beberapa pegunungan Papua. Dari ketinggian 12.000 kaki, beberapa formasi geologi bisa diketahui. Ini adalah pekerjaan awal –semacam reconnaissance survey. Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. Torehan banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan geologi wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari banyak wilayah di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan Banda. Suku Papua sendiri kelihatannya tak ada sebab pada zaman itu diceritakan bahwa mereka masih merupakan suku pengayau alias pemenggal kepala yang diceritakan tentara Inggris di perbatasan PNG-Papua sebagai suku pelintas batas yang suka mengejar musuhnya melewati garis batas demarkasi. Para geologists yang memetakan geologi Papua memilih camp-nya di perahu, ini jauh lebih nyaman daripada di dalam hutan yang sangat lebat. Setiap perahu dilengkapi dengan : listrik dari genset, radio, kulkas, lampu2, dan bak mandi untuk berendam dengan cukup nyaman. Mandi harus di atas perahu sebab bila mandi di sungai akan menjadi santapan ramai-ramai para buaya. Detasemen militer tentu selalu berjaga mengawal para geologists dan kru-nya ini, maklum mereka berada di wilayah yang alam dan penduduknya dinilai tidak ramah. Lama-kelamaan, bumi Papua pun mulai terpetakan dan terbuka. Beberapa wilayah telah dibuka untuk dibangun jalan, dan bahkan beberapa sumur pertama telah dibor : Wasian, Klamono, Jef Lio, Kasim. Pemukiman2 para pendatang mulai
[iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah Papua. Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar 1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol sambil berteriak ”Kubunuh kau...!”. Hm..masih mabuk rupanya. –demikian sepenggal paragraf buku harian saya. Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari tulisan2 saya. --- Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, yang sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau terakhir yang dieksplorasi Belanda di Indonesia. Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) mulai mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop – Bird’s Head, alias Kepala Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan, peta yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka tim besar di bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, mulai melakukan perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai pertimbangan, NNGPM memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan pemetaan di area yang sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan pesawat terbang. Pesawat amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan untuk pekerjaan ini. Para pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca yang sering berkabut dan berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai bermanuver di antara celah-celah tebing batuan gamping di beberapa pegunungan Papua. Dari ketinggian 12.000 kaki, beberapa formasi geologi bisa diketahui. Ini adalah pekerjaan awal –semacam reconnaissance survey. Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. Torehan banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan geologi wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari banyak wilayah di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan Banda. Suku Papua sendiri kelihatannya tak ada sebab pada zaman itu diceritakan bahwa mereka masih merupakan suku pengayau alias pemenggal kepala yang diceritakan tentara Inggris di perbatasan PNG-Papua sebagai suku pelintas batas yang suka mengejar musuhnya melewati garis batas demarkasi. Para geologists yang memetakan geologi Papua memilih camp-nya di perahu, ini jauh lebih nyaman daripada di dalam hutan yang sangat lebat. Setiap perahu dilengkapi dengan : listrik dari genset, radio, kulkas, lampu2, dan bak mandi untuk berendam dengan cukup nyaman. Mandi harus di atas perahu sebab bila mandi di sungai akan menjadi santapan ramai-ramai para buaya. Detasemen militer tentu selalu berjaga mengawal para geologists dan kru-nya ini, maklum mereka berada di wilayah yang alam dan penduduknya dinilai tidak ramah. Lama-kelamaan, bumi Papua pun mulai terpetakan dan terbuka. Beberapa wilayah telah dibuka untuk dibangun jalan, dan bahkan beberapa sumur pertama telah dibor : Wasian, Klamono, Jef Lio, Kasim. Pemukiman2 para pendatang mulai meramaikan bagian barat Papua, perahu2 kecil yang pada awalnya kecil telah menjadi kapal-kapal besar bermotor dengan nama : Jan Carstenz, Soedoe, Moeara, Boelian, Minjak Tanah, dan Casuaris. Desa Papua Babo, di sebuah pulau delta kecil Sianiri Besar, tetap dipilih sebagai base. Ini karena posisinya yang berada di tengah di antara wilayah eksplorasi NNGPM. Sungai di depannya, Sungai Kasira, juga cukup dalam untuk kapal-kapal besar berlabuh. Meskipun deltanya tentu saja berawa-rawa, tetapi Babo base terletak diatas bukit