Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

2009-02-04 Terurut Topik zaim
%,
 10%
 dst sampai flowing. Sumur ini selamat dan berproduksi cukup lama.
 Dari pengalaman ini, kami selalu menekankan, apapun yang dipompakan ke
 dalam
 sumur harus dicatat dengan rapi dan lengkap.

 Sekian dulu, kalau ada kawan yang ingin menambahkan cerita silahkan.

 Salam hangat,
 sugeng


 - Original Message - From: mohammad syaiful
 mohammadsyai...@gmail.com
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Tuesday, February 03, 2009 11:32 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s


 lho, mas sugeng ini kok malah banyak cerita duriannya sih. tapi memang
 asyik kok, soalnya saya juga dulu sering menikmati durian khas,
 berukuran kecil (dibandingkan durian sumatra / udanmas dari sumsel),
 dan sering disebut sbg 'durian mentega. apalagi kalo dicampur dengan
 sayur ikan tuna yg dimasak oleh seorang drillling supervisor, atau
 dicampur juga dengan udang bakar yg direnteng seperti sate, ah..
 maknyus tenannn...

 nah, kembali ke soal migas, mungkin mas sugeng bisa cerita lebih
 panjang dong, kapan si matoa ditemukan. kalo sungkan atau lupa berapa
 besar cadangannya, mungkin bisa cerita akan berapa lama utk
 diproduksi: 10 tahun, 100 tahun?

 salam,
 syaiful

 On Tue, Feb 3, 2009 at 11:15 AM, Sugeng Hartono
 sugeng.hart...@petrochina.co.id wrote:

 Bang Ipul dan Den Agus,

 Penemuan lapangan minyak yang cukup besar di Salawati adalah lapangan
 Matoa,
 saya dan kawan-2 banyak terlibat.
 Rupanya sebelum kami masuk ke hutan Salawati, para penduduk setempat
 sudah
 lebih dulu meng-eksplorasi ke seluruh pelosok pulau ini.
 Mereka tidak mencari singkapan, tetapi mencari pohon durian! Kalau
 ketemu
 kumpulan pohon sagu, ya rezeki.
 Begitu pohon durian ditemukan, mereka langsung memberi tanda: milik
 Jeremias, milik Otter Ohorella, milik Jacob Rumbiak dll.
 Semak-2 di sekeliling pohon segera dibersihkan, lalu pondok kecil
 segera
 di
 bangun.
 Begitu musim durian tiba, mereka berkumpul di pondok ini sambil
 menunggui
 durian masak yang jatuh.  Beberapa hari sekali mereka turun untuk
 menjual
 durian, tetapi sekarang sering dibeli kawan-2 produksi di lapangan
 Matoa.
 Ternyata kawan-2 Drilling Dept  PetroChina juga punya satu pohon durian
 :)

 Salam hangat,
 sugeng

 - Original Message - From: mohammad syaiful
 mohammadsyai...@gmail.com
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Tuesday, February 03, 2009 10:57 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s


 lha, kang agus, bukankah di kepalanya (kepala burung) sudah sejak
 puluhan tahun lalu diproduksi minyaknya lho... coba tanya teman2
 pertamina dan petrochina (dulunya: devon), pasti bisa cerita banyak.
 kalo gas, tuh tangguh-nya bp tentunya yg telah terkenal...

 salam,
 syaiful

 On Tue, Feb 3, 2009 at 10:33 AM, Hendratno Agus
 agushendra...@yahoo.com
 wrote:

 Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka
 banyak
 peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa
 blok
 seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target
 beberapa
 pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua masuk
 dalam
 kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan koteka
 tapi
 juga kaya migas...

 salam, agus hendratno




 
 From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

 Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di
 Papua
 juga terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa
 publikasi
 yang pernah say baca.

 Salam

 Yanto Salim

 Powered by Telkomsel BlackBerry(R)

 -Original Message-
 From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

 Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27
 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo
 Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi
 BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
 Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

 Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun
 dari
 kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu
 memilih-milih
 laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah
 perusahaan
 emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku
 lapangan
 asli
 beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya
 selama
 itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain
 Molengraaff.
 Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi
 perminyakan di wilayah Papua.

 Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil.
 Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp
 20).
 Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih,
 terbit
 seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat
 satu-dua
 minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2
 Bugis :
 ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk

Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

2009-02-04 Terurut Topik noor syarifuddin
wah langsung tancap gas rupanya pak ketua, jadi lupa stretching dulu:-)

semoga lekas sembuh


salam,





From: z...@gc.itb.ac.id z...@gc.itb.ac.id
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, February 4, 2009 7:10:51 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

Pak Sekjen dan Rekans,
Pak Ketua IAGI, Bang Lambok dirawat di RS Halmahera Bandung sejak Senin
kemarin, katanya sih sakit: Lower back pain itu bahasa kerennya yang
juga dari beliau sendiri yang bilang (lewat smsnya ke saya Senin malam).

Semoga cepat sembuh, dapat kerja serta mimpin IAGI lagi dengan sehat.

Wassalam,

Yahdi Zaim

 matur nuwun, ceritanya pak sugeng. semoga bermanfaat utk semuanya.
 kalau saya dulu hanya mampir saja di sorong, terus pakai heli atau
 pesawat kecil terbang ke selatan (inanwatan). masih ingat, kalau
 pesawat masih di darat (jafman) maka sering membunyikan klakson, sebab
 ternyata sering ojek menyeberang bandara tsb, he.. he..

 tambahan satu lagi, buah sukun dari sorong terkenal besar ukurannya
 dan uenakkk tenan bila digoreng atau direbus...

 salam,
 syaiful

 On Tue, Feb 3, 2009 at 4:40 PM, Sugeng Hartono
 sugeng.hart...@petrochina.co.id wrote:
 Bang Syaiful,

 Wah, Sampeyan kok malahan cerita kuliner?
 Well, ini cerita lama yha: Jawaranya di Kepala Burung (PSC) adalah
 Petromer
 Trend, perusahaan dari Denver, mulai 1970. Selain itu ada Phillips
 (P.Salawati).
 Trend discovery Kasim-1 sekitar 1972, flowing lebih 50,000 bopd (?) dari
 Kais limestone.
 Seterusnya Trend menemukan lapangan-2: Walio (315 wells), Kasim (59),
 Jaya
 (22), Cendrawasih (29), Moi (9), Kasim Utara (11), Kasim Barat (8), Arar
 (4), Klalin (10), Payao (3 well, produksi tinggal 2); bbrp sumur yang
 kurang
 ekonomis: Klagagi-1, West Klagagi, Klaifi (2), Klagana (2), Klari-1, ada
 oil
 stain di Sirga sandstone). Klate-1 (paling ujung timur) ada oil stain di
 Crystalline Lmst yang posisinya di bawah Kais, Terumbu-1 (targetnya
 Klasaman
 carbonate).
 Masih ada bbrp sumur lain, dan yang menarik discovery SE Walio-1 (2000
 bopd).
 Block ini masih berproduksi sekitar 7000 BOPD dengan watercut (harap
 tidak
 kaget) 99.0%, sehingga produksi airnya mencapai 780,000 BWPD.
 Semua produksi dengan ESP (Reda) pump, mungkin sumur baru masih flowing.
 Trend membangun fasilitas produksi dan basecamp yang sangat bagus dan
 lengkap di ujung Papua (mainland) berhadapan dengan P.Kasim (banyak
 karyawan
 dan keluarga tinggal di sini) dinamakan Kasim Marine Terminal. Kerja di
 sini
 sangat mengasyikan. Jam 05:00 sudah terlihat hiruk-pikuk, perahu ponton
 tanggung mondar-mandir membawa karyawan dari P.Kasim ke KMT base atau ke
 lapangan. Tepat jam 06:00 sirine berbunyi nyaring...setelah itu keadaan
 menjadi sunyi senyap. Nanti jam 11:30 dan jam 13:00 (istirahat) sirine
 berbunyi lagi. Baru jam 18:00 saat kantor tutup, sekali lagi sirine
 berbunyi.
 Kehidupan malam cukup menarik, tidak membosankan. Ada club house yang
 sangat
 bagus, lengkap dengan film, tivi, bilyar, permainan lain dan bar.
 Walaupun
 remote area, para pekerja dibuat kerasan dengan kegiatan yang positif.
 sekali-2 kami menyanyi ramai-2 di bar.
 KMT ini sekitar 65 km jauh di selatan kota Sorong lho.
 Ada kejadian lucu: Biasanya pesawat Merpati dari Jakarta/Makassar
 mendarat
 di Jefman (bandara lama, berupa pulau karang) jam 17:00. Para karyawan
 segera ramai-2 naik ke boat perusahaan. Boat segera berangkat melewati
 selat, diantara pulau-2 yang banyak sekali jumlahnya (kawan Papua saya
 ingat
 nama pulau-2 tersebut); setelah 2 jam, boat sampai KMT. Kami pun turun
 untuk
 menuju kamar masing-2. Ada tiga penumpang perlente bertanya: Pak, dimana
 hotel Cendrawasih (hotel di kota Sorong). Wah, ini gawat. Mereka pikir
 boat
 yang ditumpangi menuju kota Sorong :(

 Sekitar 1993 JOB Pertamina-Trend Salawati baru menemukan Lapangan Matoa
 di
 P.Salawati.
 Sudah ada sekitar 30 sumur, dan bbrp sumur-2 di luar Matoa. Jumlah
 produskinya sekitar 5600 BOPD. Di lapangan ini lah kami banyak belajar
 pekerjaan wsg. Kenapa? Di sini seorang wsg dituntut untuk lebih hati-2
 menjelang pemboran masuk Kais, karena kita hanya diperbolehkan menembus
 Kais
 setebal 10 ft. Bayangkan kalau kawan geophisicyst meleset memprediksi
 top
 Kais sekitar 100 ft lebih dalam, bisa-2 kawan wsg akan semalaman tidak
 tidur. Anehnya, dari sekian banyak sumur, top Kais selalu ditembus
 setelah
 tengah malam atau subuh. Kawan Drilling beda lagi; dia mengeluh, setiap
 running casing 7 selalu hujan lebat.
 Kalau kegiatan di Jabung (Jambi) lain lagi: Kawan yang pegang operation
 di
 Jkt (expat) selalu mengeluh karena TD selalu ditembus hari Jumat.
 Akibatnya
 jadwal sofball, golf atau acara keluarga akan terganggu.

 Ada pengalaman menarik di salah satu sumur Matoa. Ketika completion,
 sudah
 ribuan barrel air disedot (swabbing) tetapi hasilnya tetap 100% water.
 Bagian Operation sudah pesimis, dan ingin menutup sumur secara permanen.
 Kawan Exploration bersikeras bahwa

Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

2009-02-03 Terurut Topik Sugeng Hartono

Bang Syaiful,

Wah, Sampeyan kok malahan cerita kuliner?
Well, ini cerita lama yha: Jawaranya di Kepala Burung (PSC) adalah Petromer 
Trend, perusahaan dari Denver, mulai 1970. Selain itu ada Phillips 
(P.Salawati).
Trend discovery Kasim-1 sekitar 1972, flowing lebih 50,000 bopd (?) dari 
Kais limestone.
Seterusnya Trend menemukan lapangan-2: Walio (315 wells), Kasim (59), Jaya 
(22), Cendrawasih (29), Moi (9), Kasim Utara (11), Kasim Barat (8), Arar 
(4), Klalin (10), Payao (3 well, produksi tinggal 2); bbrp sumur yang kurang 
ekonomis: Klagagi-1, West Klagagi, Klaifi (2), Klagana (2), Klari-1, ada oil 
stain di Sirga sandstone). Klate-1 (paling ujung timur) ada oil stain di 
Crystalline Lmst yang posisinya di bawah Kais, Terumbu-1 (targetnya Klasaman 
carbonate).
Masih ada bbrp sumur lain, dan yang menarik discovery SE Walio-1 (2000 
bopd).
Block ini masih berproduksi sekitar 7000 BOPD dengan watercut (harap tidak 
kaget) 99.0%, sehingga produksi airnya mencapai 780,000 BWPD.

Semua produksi dengan ESP (Reda) pump, mungkin sumur baru masih flowing.
Trend membangun fasilitas produksi dan basecamp yang sangat bagus dan 
lengkap di ujung Papua (mainland) berhadapan dengan P.Kasim (banyak karyawan 
dan keluarga tinggal di sini) dinamakan Kasim Marine Terminal. Kerja di sini 
sangat mengasyikan. Jam 05:00 sudah terlihat hiruk-pikuk, perahu ponton 
tanggung mondar-mandir membawa karyawan dari P.Kasim ke KMT base atau ke 
lapangan. Tepat jam 06:00 sirine berbunyi nyaring...setelah itu keadaan 
menjadi sunyi senyap. Nanti jam 11:30 dan jam 13:00 (istirahat) sirine 
berbunyi lagi. Baru jam 18:00 saat kantor tutup, sekali lagi sirine 
berbunyi.
Kehidupan malam cukup menarik, tidak membosankan. Ada club house yang sangat 
bagus, lengkap dengan film, tivi, bilyar, permainan lain dan bar. Walaupun 
remote area, para pekerja dibuat kerasan dengan kegiatan yang positif. 
sekali-2 kami menyanyi ramai-2 di bar.

KMT ini sekitar 65 km jauh di selatan kota Sorong lho.
Ada kejadian lucu: Biasanya pesawat Merpati dari Jakarta/Makassar mendarat 
di Jefman (bandara lama, berupa pulau karang) jam 17:00. Para karyawan 
segera ramai-2 naik ke boat perusahaan. Boat segera berangkat melewati 
selat, diantara pulau-2 yang banyak sekali jumlahnya (kawan Papua saya ingat 
nama pulau-2 tersebut); setelah 2 jam, boat sampai KMT. Kami pun turun untuk 
menuju kamar masing-2. Ada tiga penumpang perlente bertanya: Pak, dimana 
hotel Cendrawasih (hotel di kota Sorong). Wah, ini gawat. Mereka pikir boat 
yang ditumpangi menuju kota Sorong :(


Sekitar 1993 JOB Pertamina-Trend Salawati baru menemukan Lapangan Matoa di 
P.Salawati.
Sudah ada sekitar 30 sumur, dan bbrp sumur-2 di luar Matoa. Jumlah 
produskinya sekitar 5600 BOPD. Di lapangan ini lah kami banyak belajar 
pekerjaan wsg. Kenapa? Di sini seorang wsg dituntut untuk lebih hati-2 
menjelang pemboran masuk Kais, karena kita hanya diperbolehkan menembus Kais 
setebal 10 ft. Bayangkan kalau kawan geophisicyst meleset memprediksi top 
Kais sekitar 100 ft lebih dalam, bisa-2 kawan wsg akan semalaman tidak 
tidur. Anehnya, dari sekian banyak sumur, top Kais selalu ditembus setelah 
tengah malam atau subuh. Kawan Drilling beda lagi; dia mengeluh, setiap 
running casing 7 selalu hujan lebat.
Kalau kegiatan di Jabung (Jambi) lain lagi: Kawan yang pegang operation di 
Jkt (expat) selalu mengeluh karena TD selalu ditembus hari Jumat. Akibatnya 
jadwal sofball, golf atau acara keluarga akan terganggu.


Ada pengalaman menarik di salah satu sumur Matoa. Ketika completion, sudah 
ribuan barrel air disedot (swabbing) tetapi hasilnya tetap 100% water. 
Bagian Operation sudah pesimis, dan ingin menutup sumur secara permanen. 
Kawan Exploration bersikeras bahwa ini termasuk sumur bagus. Dari laporan 
wsg terlihat jelas. Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata saat drilling 
in progress sempat terjadi lost circulation, dan sekian ratus atau ribu 
barrel fresh water dipompakan (tidak dicatat dengan baik). Sebuah Reda pump 
segera dipasang, sumur disedot. Tidak lama kemudian, muncul 2% oil, 5%, 10% 
dst sampai flowing. Sumur ini selamat dan berproduksi cukup lama.
Dari pengalaman ini, kami selalu menekankan, apapun yang dipompakan ke dalam 
sumur harus dicatat dengan rapi dan lengkap.


Sekian dulu, kalau ada kawan yang ingin menambahkan cerita silahkan.

Salam hangat,
sugeng


- Original Message - 
From: mohammad syaiful mohammadsyai...@gmail.com

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Tuesday, February 03, 2009 11:32 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s


lho, mas sugeng ini kok malah banyak cerita duriannya sih. tapi memang
asyik kok, soalnya saya juga dulu sering menikmati durian khas,
berukuran kecil (dibandingkan durian sumatra / udanmas dari sumsel),
dan sering disebut sbg 'durian mentega. apalagi kalo dicampur dengan
sayur ikan tuna yg dimasak oleh seorang drillling supervisor, atau
dicampur juga dengan udang bakar yg direnteng seperti sate, ah..
maknyus tenannn

Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

2009-02-03 Terurut Topik mohammad syaiful
...@gmail.com
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Tuesday, February 03, 2009 11:32 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s


 lho, mas sugeng ini kok malah banyak cerita duriannya sih. tapi memang
 asyik kok, soalnya saya juga dulu sering menikmati durian khas,
 berukuran kecil (dibandingkan durian sumatra / udanmas dari sumsel),
 dan sering disebut sbg 'durian mentega. apalagi kalo dicampur dengan
 sayur ikan tuna yg dimasak oleh seorang drillling supervisor, atau
 dicampur juga dengan udang bakar yg direnteng seperti sate, ah..
 maknyus tenannn...

 nah, kembali ke soal migas, mungkin mas sugeng bisa cerita lebih
 panjang dong, kapan si matoa ditemukan. kalo sungkan atau lupa berapa
 besar cadangannya, mungkin bisa cerita akan berapa lama utk
 diproduksi: 10 tahun, 100 tahun?

 salam,
 syaiful

 On Tue, Feb 3, 2009 at 11:15 AM, Sugeng Hartono
 sugeng.hart...@petrochina.co.id wrote:

 Bang Ipul dan Den Agus,

 Penemuan lapangan minyak yang cukup besar di Salawati adalah lapangan
 Matoa,
 saya dan kawan-2 banyak terlibat.
 Rupanya sebelum kami masuk ke hutan Salawati, para penduduk setempat sudah
 lebih dulu meng-eksplorasi ke seluruh pelosok pulau ini.
 Mereka tidak mencari singkapan, tetapi mencari pohon durian! Kalau ketemu
 kumpulan pohon sagu, ya rezeki.
 Begitu pohon durian ditemukan, mereka langsung memberi tanda: milik
 Jeremias, milik Otter Ohorella, milik Jacob Rumbiak dll.
 Semak-2 di sekeliling pohon segera dibersihkan, lalu pondok kecil segera
 di
 bangun.
 Begitu musim durian tiba, mereka berkumpul di pondok ini sambil menunggui
 durian masak yang jatuh.  Beberapa hari sekali mereka turun untuk menjual
 durian, tetapi sekarang sering dibeli kawan-2 produksi di lapangan Matoa.
 Ternyata kawan-2 Drilling Dept  PetroChina juga punya satu pohon durian :)

 Salam hangat,
 sugeng

 - Original Message - From: mohammad syaiful
 mohammadsyai...@gmail.com
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Tuesday, February 03, 2009 10:57 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s


 lha, kang agus, bukankah di kepalanya (kepala burung) sudah sejak
 puluhan tahun lalu diproduksi minyaknya lho... coba tanya teman2
 pertamina dan petrochina (dulunya: devon), pasti bisa cerita banyak.
 kalo gas, tuh tangguh-nya bp tentunya yg telah terkenal...

 salam,
 syaiful

 On Tue, Feb 3, 2009 at 10:33 AM, Hendratno Agus agushendra...@yahoo.com
 wrote:

 Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka
 banyak
 peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa
 blok
 seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target
 beberapa
 pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua masuk dalam
 kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan koteka
 tapi
 juga kaya migas...

 salam, agus hendratno




 
 From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

 Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua
 juga terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa
 publikasi
 yang pernah say baca.

 Salam

 Yanto Salim

 Powered by Telkomsel BlackBerry(R)

 -Original Message-
 From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

 Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27
 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo
 Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi
 BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
 Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

 Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari
 kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu
 memilih-milih
 laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah
 perusahaan
 emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan
 asli
 beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya
 selama
 itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain
 Molengraaff.
 Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi
 perminyakan di wilayah Papua.

 Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil.
 Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp
 20).
 Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih,
 terbit
 seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat
 satu-dua
 minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2
 Bugis :
 ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya
 hanya
 menggelar tikar 1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu
 saja.
 Malam minggu, hotel tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini
 (para pegawai kantor), mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir
 dan membeli porkas (jenis lotere yang populer saat itu). Minggu paginya,
 saya menemukan mereka bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur

Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

2009-02-02 Terurut Topik Hendratno Agus
Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka banyak 
peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa blok 
seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target beberapa 
pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua masuk dalam 
kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan koteka tapi juga 
kaya migas...

salam, agus hendratno 





From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua juga 
terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa publikasi yang 
pernah say baca.

Salam

Yanto Salim

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27 
To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo 
Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi 
BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, 
saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan 
Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal 
Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa 
geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya 
saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun 
menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah 
Papua. 
 
Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos 
fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran 
Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu 
sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di 
sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. 
Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar 
1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel 
tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), 
mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis 
lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka 
bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat 
dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol 
sambil berteriak ”Kubunuh kau...!”.
Hm..masih mabuk rupanya. –demikian sepenggal paragraf buku harian saya.
 
Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin 
menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari tulisan2 saya.
 
---
Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk 
diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, yang 
sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau terakhir 
yang dieksplorasi Belanda di Indonesia.
 
Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) mulai 
mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop – Bird’s Head, alias Kepala 
Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan, peta 
yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka tim 
besar di bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, mulai 
melakukan perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai 
pertimbangan, NNGPM memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan 
pemetaan di area yang sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan 
pesawat terbang. Pesawat amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan 
untuk pekerjaan ini. Para pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca 
yang sering berkabut dan berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai 
bermanuver di antara celah-celah tebing batuan gamping di beberapa pegunungan 
Papua. Dari ketinggian 12.000 kaki, beberapa formasi
geologi bisa diketahui. Ini adalah pekerjaan awal –semacam reconnaissance 
survey.
 
Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. Torehan 
banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan geologi 
wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari banyak wilayah 
di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan Banda. Suku Papua sendiri 
kelihatannya tak ada sebab pada zaman itu diceritakan bahwa mereka masih 
merupakan suku pengayau alias pemenggal kepala yang diceritakan tentara Inggris 
di perbatasan PNG-Papua sebagai suku pelintas batas yang suka mengejar musuhnya 
melewati garis batas demarkasi. Para geologists yang memetakan geologi Papua 
memilih camp-nya di perahu, ini jauh lebih nyaman daripada di dalam hutan yang

Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

2009-02-02 Terurut Topik mohammad syaiful
lha, kang agus, bukankah di kepalanya (kepala burung) sudah sejak
puluhan tahun lalu diproduksi minyaknya lho... coba tanya teman2
pertamina dan petrochina (dulunya: devon), pasti bisa cerita banyak.
kalo gas, tuh tangguh-nya bp tentunya yg telah terkenal...

salam,
syaiful

On Tue, Feb 3, 2009 at 10:33 AM, Hendratno Agus agushendra...@yahoo.com wrote:
 Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka banyak 
 peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa blok 
 seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target beberapa 
 pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua masuk dalam 
 kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan koteka tapi 
 juga kaya migas...

 salam, agus hendratno




 
 From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

 Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua juga 
 terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa publikasi yang 
 pernah say baca.

 Salam

 Yanto Salim

 Powered by Telkomsel BlackBerry(R)

 -Original Message-
 From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

 Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27
 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo 
 Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi 
 BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
 Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

 Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari 
 kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih 
 laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan 
 emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli 
 beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama 
 itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. 
 Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan 
 di wilayah Papua.

 Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos 
 fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran 
 Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu 
 sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di 
 sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan 
 bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya 
 menggelar tikar 1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. 
 Malam minggu, hotel tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para 
 pegawai kantor), mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan 
 membeli porkas (jenis lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya 
 menemukan mereka bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur. Di ujung 
 jalan, saya melihat dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar 
 membawa pecahan botol sambil berteriak Kubunuh kau...!.
 Hm..masih mabuk rupanya. –demikian sepenggal paragraf buku harian saya.

 Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin 
 menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari tulisan2 
 saya.

 ---
 Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk 
 diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, yang 
 sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau 
 terakhir yang dieksplorasi Belanda di Indonesia.

 Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) 
 mulai mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop – Bird's Head, alias 
 Kepala Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan, 
 peta yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka 
 tim besar di bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, 
 mulai melakukan perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai 
 pertimbangan, NNGPM memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan 
 pemetaan di area yang sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan 
 pesawat terbang. Pesawat amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan 
 untuk pekerjaan ini. Para pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca 
 yang sering berkabut dan berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai 
 bermanuver di antara celah-celah tebing batuan gamping di beberapa pegunungan 
 Papua. Dari ketinggian 12.000 kaki, beberapa formasi
 geologi bisa diketahui. Ini adalah pekerjaan awal –semacam reconnaissance 
 survey.

 Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. 
 Torehan banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan 
 geologi wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari 
 banyak wilayah di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan

Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

2009-02-02 Terurut Topik Sugeng Hartono

Bang Ipul dan Den Agus,

Penemuan lapangan minyak yang cukup besar di Salawati adalah lapangan Matoa, 
saya dan kawan-2 banyak terlibat.
Rupanya sebelum kami masuk ke hutan Salawati, para penduduk setempat sudah 
lebih dulu meng-eksplorasi ke seluruh pelosok pulau ini.
Mereka tidak mencari singkapan, tetapi mencari pohon durian! Kalau ketemu 
kumpulan pohon sagu, ya rezeki.
Begitu pohon durian ditemukan, mereka langsung memberi tanda: milik 
Jeremias, milik Otter Ohorella, milik Jacob Rumbiak dll.
Semak-2 di sekeliling pohon segera dibersihkan, lalu pondok kecil segera di 
bangun.
Begitu musim durian tiba, mereka berkumpul di pondok ini sambil menunggui 
durian masak yang jatuh.  Beberapa hari sekali mereka turun untuk menjual 
durian, tetapi sekarang sering dibeli kawan-2 produksi di lapangan Matoa.

Ternyata kawan-2 Drilling Dept  PetroChina juga punya satu pohon durian :)

Salam hangat,
sugeng

- Original Message - 
From: mohammad syaiful mohammadsyai...@gmail.com

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Tuesday, February 03, 2009 10:57 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s


lha, kang agus, bukankah di kepalanya (kepala burung) sudah sejak
puluhan tahun lalu diproduksi minyaknya lho... coba tanya teman2
pertamina dan petrochina (dulunya: devon), pasti bisa cerita banyak.
kalo gas, tuh tangguh-nya bp tentunya yg telah terkenal...

salam,
syaiful

On Tue, Feb 3, 2009 at 10:33 AM, Hendratno Agus agushendra...@yahoo.com 
wrote:
Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka banyak 
peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa 
blok seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target 
beberapa pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua 
masuk dalam kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan 
koteka tapi juga kaya migas...


salam, agus hendratno





From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua 
juga terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa 
publikasi yang pernah say baca.


Salam

Yanto Salim

Powered by Telkomsel BlackBerry(R)

-Original Message-
From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27
To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo 
Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi 
BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com

Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari 
kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih 
laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah 
perusahaan emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku 
lapangan asli beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, 
yang namanya selama itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), 
antara lain Molengraaff. Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang 
awal eksplorasi perminyakan di wilayah Papua.


Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. 
Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). 
Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit 
seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat 
satu-dua minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan 
orang2 Bugis : ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, 
penduduk aslinya hanya menggelar tikar 1x1 meter berjualan kapur, sirih, 
dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel tempat saya menginap penuh 
dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), mereka membelanjakan 
gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis lotere yang 
populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka bergelimpangan di 
pinggir jalan – pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat dua orang 
dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol sambil 
berteriak Kubunuh kau...!.

Hm..masih mabuk rupanya. –demikian sepenggal paragraf buku harian saya.

Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin 
menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari tulisan2 
saya.


---
Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk 
diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, 
yang sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau 
terakhir yang dieksplorasi Belanda di Indonesia.


Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) 
mulai mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop – Bird's Head, alias 
Kepala Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah 
dipetakan, peta yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli

Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

2009-02-02 Terurut Topik mohammad syaiful
lho, mas sugeng ini kok malah banyak cerita duriannya sih. tapi memang
asyik kok, soalnya saya juga dulu sering menikmati durian khas,
berukuran kecil (dibandingkan durian sumatra / udanmas dari sumsel),
dan sering disebut sbg 'durian mentega. apalagi kalo dicampur dengan
sayur ikan tuna yg dimasak oleh seorang drillling supervisor, atau
dicampur juga dengan udang bakar yg direnteng seperti sate, ah..
maknyus tenannn...

nah, kembali ke soal migas, mungkin mas sugeng bisa cerita lebih
panjang dong, kapan si matoa ditemukan. kalo sungkan atau lupa berapa
besar cadangannya, mungkin bisa cerita akan berapa lama utk
diproduksi: 10 tahun, 100 tahun?

salam,
syaiful

On Tue, Feb 3, 2009 at 11:15 AM, Sugeng Hartono
sugeng.hart...@petrochina.co.id wrote:
 Bang Ipul dan Den Agus,

 Penemuan lapangan minyak yang cukup besar di Salawati adalah lapangan Matoa,
 saya dan kawan-2 banyak terlibat.
 Rupanya sebelum kami masuk ke hutan Salawati, para penduduk setempat sudah
 lebih dulu meng-eksplorasi ke seluruh pelosok pulau ini.
 Mereka tidak mencari singkapan, tetapi mencari pohon durian! Kalau ketemu
 kumpulan pohon sagu, ya rezeki.
 Begitu pohon durian ditemukan, mereka langsung memberi tanda: milik
 Jeremias, milik Otter Ohorella, milik Jacob Rumbiak dll.
 Semak-2 di sekeliling pohon segera dibersihkan, lalu pondok kecil segera di
 bangun.
 Begitu musim durian tiba, mereka berkumpul di pondok ini sambil menunggui
 durian masak yang jatuh.  Beberapa hari sekali mereka turun untuk menjual
 durian, tetapi sekarang sering dibeli kawan-2 produksi di lapangan Matoa.
 Ternyata kawan-2 Drilling Dept  PetroChina juga punya satu pohon durian :)

 Salam hangat,
 sugeng

 - Original Message - From: mohammad syaiful
 mohammadsyai...@gmail.com
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Tuesday, February 03, 2009 10:57 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s


 lha, kang agus, bukankah di kepalanya (kepala burung) sudah sejak
 puluhan tahun lalu diproduksi minyaknya lho... coba tanya teman2
 pertamina dan petrochina (dulunya: devon), pasti bisa cerita banyak.
 kalo gas, tuh tangguh-nya bp tentunya yg telah terkenal...

 salam,
 syaiful

 On Tue, Feb 3, 2009 at 10:33 AM, Hendratno Agus agushendra...@yahoo.com
 wrote:

 Perjalanan panjang eksplorasi migas di Papua, ternyata juga membuka banyak
 peluang investasi eksplorasi migas pada 3 tahun terakhir ini. Beberapa blok
 seperti bintuni, semai, cendrawasih, nothern papua, menjadi target beberapa
 pemain besar di dunia untuk invest di Papua, sekalipun semua masuk dalam
 kategori high risk. Ternyata...Papua tidak saja kaya bijih dan koteka tapi
 juga kaya migas...

 salam, agus hendratno




 
 From: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Sunday, February 1, 2009 4:35:00 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

 Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua
 juga terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa publikasi
 yang pernah say baca.

 Salam

 Yanto Salim

 Powered by Telkomsel BlackBerry(R)

 -Original Message-
 From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

 Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27
 To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo
 Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi
 BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
 Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

 Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari
 kuliah, saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih
 laporan Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan
 emas asal Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli
 beberapa geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama
 itu hanya saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff.
 Saya pun menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi
 perminyakan di wilayah Papua.

 Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil.
 Ongkos fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20).
 Koran Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit
 seminggu sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua
 minggu di sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis :
 ikan bakar. Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya
 menggelar tikar 1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja.
 Malam minggu, hotel tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini
 (para pegawai kantor), mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir
 dan membeli porkas (jenis lotere yang populer saat itu). Minggu paginya,
 saya menemukan mereka bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur. Di
 ujung jalan, saya melihat dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang
 mengejar membawa pecahan botol sambil berteriak Kubunuh kau...!.
 Hm..masih mabuk rupanya

Re: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

2009-02-01 Terurut Topik yantosal
Pak Awang menarik sekali, seismic survey pertama yang dilakukan di Papua juga 
terjadi th 1936 yaitu Refraction seismic, sayangnya saya lupa publikasi yang 
pernah say baca.

Salam

Yanto Salim

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

Date: Thu, 29 Jan 2009 21:10:27 
To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo 
Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi 
BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, 
saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan 
Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal 
Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa 
geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya 
saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun 
menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah 
Papua. 
 
Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos 
fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran 
Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu 
sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di 
sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. 
Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar 
1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel 
tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), 
mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis 
lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka 
bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat 
dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol 
sambil berteriak ”Kubunuh kau...!”.
 Hm..masih mabuk rupanya. –demikian sepenggal paragraf buku harian saya.
 
Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin 
menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari tulisan2 saya.
 
---
Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk 
diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, yang 
sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau terakhir 
yang dieksplorasi Belanda di Indonesia.
 
Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) mulai 
mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop – Bird’s Head, alias Kepala 
Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan, peta 
yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka tim 
besar di bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, mulai 
melakukan perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai 
pertimbangan, NNGPM memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan 
pemetaan di area yang sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan 
pesawat terbang. Pesawat amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan 
untuk pekerjaan ini. Para pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca 
yang sering berkabut dan berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai 
bermanuver di antara celah-celah tebing batuan gamping di beberapa pegunungan 
Papua. Dari ketinggian 12.000 kaki, beberapa formasi
 geologi bisa diketahui. Ini adalah pekerjaan awal –semacam reconnaissance 
survey.
 
Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. Torehan 
banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan geologi 
wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari banyak wilayah 
di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan Banda. Suku Papua sendiri 
kelihatannya tak ada sebab pada zaman itu diceritakan bahwa mereka masih 
merupakan suku pengayau alias pemenggal kepala yang diceritakan tentara Inggris 
di perbatasan PNG-Papua sebagai suku pelintas batas yang suka mengejar musuhnya 
melewati garis batas demarkasi. Para geologists yang memetakan geologi Papua 
memilih camp-nya di perahu, ini jauh lebih nyaman daripada di dalam hutan yang 
sangat lebat. Setiap perahu dilengkapi dengan : listrik dari genset, radio, 
kulkas, lampu2, dan bak mandi untuk berendam dengan cukup nyaman. Mandi harus 
di atas perahu sebab bila mandi di sungai akan menjadi santapan ramai-ramai 
para buaya. Detasemen militer tentu
 selalu berjaga mengawal para geologists dan kru-nya ini, maklum mereka berada 
di wilayah yang alam dan penduduknya dinilai tidak ramah.
 
Lama-kelamaan, bumi Papua pun mulai terpetakan dan terbuka. Beberapa wilayah 
telah dibuka untuk dibangun jalan, dan bahkan beberapa sumur pertama telah 
dibor : Wasian, Klamono, Jef Lio, Kasim. Pemukiman2 para pendatang mulai

[iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

2009-01-29 Terurut Topik Awang Satyana
Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, 
saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan 
Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal 
Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa 
geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya 
saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun 
menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah 
Papua. 
 
Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos 
fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran 
Kompas datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu 
sekali. Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di 
sini. Di kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. 
Satu restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar 
1x1 meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel 
tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), 
mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis 
lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka 
bergelimpangan di pinggir jalan – pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat 
dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol 
sambil berteriak ”Kubunuh kau...!”.
 Hm..masih mabuk rupanya. –demikian sepenggal paragraf buku harian saya.
 
Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin 
menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari tulisan2 saya.
 
---
Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk 
diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, yang 
sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau terakhir 
yang dieksplorasi Belanda di Indonesia.
 
Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) mulai 
mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop – Bird’s Head, alias Kepala 
Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan, peta 
yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka tim 
besar di bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, mulai 
melakukan perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai 
pertimbangan, NNGPM memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan 
pemetaan di area yang sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan 
pesawat terbang. Pesawat amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan 
untuk pekerjaan ini. Para pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca 
yang sering berkabut dan berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai 
bermanuver di antara celah-celah tebing batuan gamping di beberapa pegunungan 
Papua. Dari ketinggian 12.000 kaki, beberapa formasi
 geologi bisa diketahui. Ini adalah pekerjaan awal –semacam reconnaissance 
survey.
 
Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. Torehan 
banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan geologi 
wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari banyak wilayah 
di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan Banda. Suku Papua sendiri 
kelihatannya tak ada sebab pada zaman itu diceritakan bahwa mereka masih 
merupakan suku pengayau alias pemenggal kepala yang diceritakan tentara Inggris 
di perbatasan PNG-Papua sebagai suku pelintas batas yang suka mengejar musuhnya 
melewati garis batas demarkasi. Para geologists yang memetakan geologi Papua 
memilih camp-nya di perahu, ini jauh lebih nyaman daripada di dalam hutan yang 
sangat lebat. Setiap perahu dilengkapi dengan : listrik dari genset, radio, 
kulkas, lampu2, dan bak mandi untuk berendam dengan cukup nyaman. Mandi harus 
di atas perahu sebab bila mandi di sungai akan menjadi santapan ramai-ramai 
para buaya. Detasemen militer tentu
 selalu berjaga mengawal para geologists dan kru-nya ini, maklum mereka berada 
di wilayah yang alam dan penduduknya dinilai tidak ramah.
 
Lama-kelamaan, bumi Papua pun mulai terpetakan dan terbuka. Beberapa wilayah 
telah dibuka untuk dibangun jalan, dan bahkan beberapa sumur pertama telah 
dibor : Wasian, Klamono, Jef Lio, Kasim. Pemukiman2 para pendatang mulai 
meramaikan bagian barat Papua, perahu2 kecil yang pada awalnya kecil telah 
menjadi kapal-kapal besar bermotor dengan nama : Jan Carstenz, Soedoe, Moeara, 
Boelian, Minjak Tanah, dan Casuaris. Desa Papua Babo, di sebuah pulau  delta 
kecil Sianiri Besar, tetap dipilih sebagai base. Ini karena posisinya yang 
berada di tengah di antara wilayah eksplorasi NNGPM. Sungai di depannya, Sungai 
Kasira, juga cukup dalam untuk kapal-kapal besar berlabuh. Meskipun deltanya 
tentu saja berawa-rawa, tetapi Babo base terletak diatas bukit