Ida Arimurti Bukan Kepalanya, Tetapi yang Ada di Dalamnya!
Bukan Kepalanya, Tetapi yang Di Dalamnya Ada satu lagi penggalan kisah lucu di masa sekolah dulu yang hingga saat ini tidak pernah dan saya yakin tidak akan pernah- bisa terlupakan. Kali ini soal rambut, ya rambut di kepala saya yang susah diatur. Sejak lahir saya dianugerahi dua `user-user' atau apalah namanya- oleh Allah SWT, sementara anak lainnya rata-rata hanya punya satu di kepalanya. Orang tua dulu bilang, kalau anak memiliki dua user-user berarti anak itu nakal, susah diatur dan bakalan jadi anak yang keras kepala. Saya sendiri tidak pernah ambil pusing dengan anggapan tersebut, karena memang seratus persen tidak percaya! Soal susah diatur dan kaitannya dengan dua user-user itu, justru bukan diri ini yang susah diatur, melainkan rambut di kepala saya. Ya, tidak hanya saya yang dibuat sibuk dengan rambut ini, bahkan ibu saya pun harus ikut mengurusi rambut ini setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah. Babak ini dimulai seiring dengan pertumbuhan seorang anak lelaki menjadi remaja yang baru tumbuh. Saat duduk di kelas 6 Sekolah Dasar (SD), remaja baru ini mulai mengenal lawan jenis dan menaruh ketertarikannya kepada salah seorang temannya di kelas. Terang saja, ia merasa harus tampil rapih dan menarik agar sang tautan hati melihatnya sebagai lelaki yang sedap dipandang mata. Masalahnya, lantaran dua user-user itulah ada bagian dari rambut yang berdiri terus, orang betawi nyebutnya "njegrik", dan saya, si remaja baru itu, selalu merasa tidak nyaman dengan rambut njegrik itu karena merusak penampilan. Setiap pagi selalu- remaja baru ini dibuat senewen, menggerutu dan dibuat ngambek akibat rambut njegrik. Disisir ke depan salah, ke kanan salah, ke kiri apalagi, ke belakang? Oh no semakin tidak beraturan. "Sini ibu sisirin " tangan lembut ibu mengambil alih. Namun tetap saja si njegrik itu tidak mau tiarap. Akhirnya ibu punya akal, diambilnya cream rambut dan mengoleskan khusus di bagian yang berdiri saja. Hasilnya, surprise! Mereka tiarap saya pun melenggang ringan ke sekolah. Namun sebelum tiba di sekolah, adik saya tertawa melihat rambut saya. "Njegrik lagi tuuhh " tertawanya makin geli, membuat saya merasa tidak berharga. Akhirnya hari itu ke sekolah dengan perasaan yang tidak nyaman, bahkan saya merasa malu bertemu dengan teman-teman, tidak mau mendekat dan bicara, terlebih kepada si inceran mata. Esok paginya, saya bilang ke ibu kalau idenya mengoleskan cream rambut tidak menyelesaikan masalah. Ibu pun menawarkan saya untuk mengenakan topi, tapi saya tolak mentah-mentah, karena bagi saya rambut merupakan daya tarik yang justru tidak boleh ditutupi. Entah berapa lama sudah saya merasakan ketidaknyamanan itu, entah sudah berapa cara dilakukan untuk membuat rambut-rambut njegrik itu tertidur. Sampai pernah satu kali saya memutuskan untuk memotong habis bagian yang njegrik itu, hasilnya malah lebih parah! Teman-teman meledek saya pitakan Hingga suatu hari, dalam keputusasaan di satu pagi. Tangan lembut ibu membelai rambut saya, "bukan soal rambut di kepala ini nak, yang penting yang ada di dalam kepalanya". Aah, sungguh kalimat yang menyejukkan. Saya pun berangkat ke sekolah dengan langkah seringan awan. Bahkan jika rambut ini berdiri semuanya pun saya tak lagi peduli. Terima kasih ibu, ibu tahu betul yang saya butuhkan sesungguhnya. Isi di dalam kepala ini, jauh lebih penting untuk saya urusi. *** Don't judge the book from the cover. Kalimat yang cukup pas untuk menggambarkan kisah di atas. Betapa sering kita mengurusi tampilan luar, namun kerap terlupa memperbaiki pikiran dan hati ini. Kadang tak pernah absen kita membetulkan semua yang berantakan di luar, tetapi lupa menata yang di dalam. Kita sering mementingkan kemasan, tapi mengabaikan isinya. Sementara di satu sisi, dalam menilai orang lain pun, kerap mata ini hanya mampu melihat tampilan luar, tanpa mampu menembus hingga ke kedalaman isinya. (Gaw)
Ida Arimurti Namanya Sudah di Genggaman Allah
Hariyana Hermain, nama ini sudah tercatat dengan indah sebagai salah satu yang akan segera mengunjungi rumah Allah. Yana, demikian panggilan wanita ini, sungguh tidak menyangka dirinya mendapat kesempatan luar biasa, menunaikan umroh memenuhi panggilan Allah. Kisah Yana tentu menambah daftar panjang kisah-kisah ajaib dan mengagumkan tentang orang-orang yang pergi ke tanah suci. Yana dipercaya oleh sahabat-sahabatnya di kelompok pengajiannya untuk menjadi bendara kelompoknya. Pengajian yang dilakukan setiap pekan itu beranggotakan sebelas orang dengan satu pembina. Selama beberapa lama pengajian berlangsung, terkumpullah uang sejumlah 1,7 juta rupiah. Atas usulan salah seorang temannya, uang itu pun ditabung di salah satu bank syariah nasional. Bahkan temannya yang bekerja di bank tersebut juga yang membantu Yana mengurusi pembukaan rekening, termasuk mengisi formulirnya. Maha Suci dan Kuasa Allah yang mengatur setiap jengkal perjalanan manusia, setelah beberapa lama uang itu ditanam di bank, teman Yana yang bekerja di bank tersebut memberikan kabar gembira, "Yana, nama kamu terpilih sebagai salah satu yang mendapat hadiah umroh " Yana senang bukan main, tak lupa ia mengucap syukur atas kehendak Allah. Namun ia menggantungkan rasa senangnya itu sejenak, karena ia sadar bahwa uang yang ditabungnya bukan miliknya sendiri, melainkan milik jamaah pengajiannya. Maka dalam kesempatan pengajian berikutnya, Yana mengantarkan berita ini ke forum. Sang pembina pun tak lupa mengucapkan syukur, meski kemudian semuanya sepakat bahwa hadiah itu belum sepenuhnya hak Yana. Sebelumnya, Yana pun sempat bertanya kepada pihak bank apakah hadiah tersebut bisa dialihkan, ternyata bisa. Ada sebelas anggota dalam kelompok pengajiannya, dan dari sebelas itu, tujuh orang sudah pernah pergi ke tanah suci dan merelakan jatah umroh itu untuk empat yang belum pernah. Akhirnya, diundilah empat nama, termasuk nama Hariyana. Siapa pun nama yang keluar setelah dikocok, maka dialah yang akan berangkat umroh. Sungguh Allah Maha Kuasa, Maha Menentukan apa pun yang akan berlaku di muka bumi ini, ketika empat nama itu dikocok, keluarlah satu nama; Hariyana Hermain. Semua yang hadir bertakbir seraya mengucap syukur, semakin yakin bahwa Allah sudah menggariskan semuanya. Nama Yana memang sudah berada di genggaman-Nya, Allah memang sudah menentukan memanggil Yana untuk menjumpai Allah di tanah suci. Selamat jalan Yana, semoga keberkahan mengiringi keberangkatanmu ke tanah suci. Kami berharap tak berapa lama lagi bisa menyusul Yana ke tanah suci (Gaw) *** Catatan ini didedikasikan untuk saudariku Hariyana Hermain, Finance Manager ACT Aksi Cepat Tanggap, yang akan berangkat ke tanah suci, Ahad, 6 Mei 2007.
Ida Arimurti Something Stupid
Adakah sesekali meluangkan waktu untuk sebentar saja merenung tentang apa-apa yang telah berlalu? Tentang segala yang pernah terjadi di masa lalu, khususnya berkenaan dengan diri kita sendiri? Jika ya, tentu semua kita akan tersenyum tatkala lintasan-lintasan peristiwa manis dan kesuksesan terputar dalam benak. Atau sedih dan sedikit menitikkan air mata saat teringat kembali kenangan-kenangan yang menyesakkan dada, tentang seseorang yang telah lama meninggalkan kita, atau apa pun yang teramat sulit bagi kita melupakannya sebab begitu dalam menghunjam di hati. Sangat pahit bahkan, pedih pula untuk mengingatnya kembali. Namun, kadang kita pun terbahak, senyum-senyum sendirian ketika berbagai peristiwa bodoh di masa lalu melintas lagi. Saya ingat betul, hari pertama masuk SLTP. Seragam putih biru yang saya dapat ukurannya terlalu besar, namun saya memaksakan diri untuk tetap mengenakannya. Mungkin saking bangganya saya bisa berseragam biru putih setelah selama enam tahun berseragam merah putih. Celakanya, saya tak memiliki gesper ikat pinggang- sehingga di pagi hari sebelum berangkat kebingungan mencari sesuatu yang bisa dipakai agar celana biru saya tidak kedodoran. Singkat cerita, sampailah saya di sekolah dan langsung mengikuti upara bendera. Upacara bendera pertama saya di sekolah baru, dengan seragam biru putih yang juga baru. Lantaran postur tubuh saya yang kecil, sudah lazim ditempatkan di barisan paling depan saat berbaris. Namun saya menolak, bukan karena saya merasa ada yang lebih kecil dibanding saya, melainkan karena kemeja putih saya tidak dimasukkan ke dalam celana. Akhirnya, saya berdiri di baris kedua, di depan saya seorang anak yang tubuhnya kira-kira sekecil saya. Entah mimpi apa malam sebelumnya, kepala sekolah melihat anak di baris kedua di belakang anak lainnya yang tidak memasukkan kemeja putihnya ke dalam celana biru. Dipanggillah anak itu ke depan, persis di dekat tiang bendera. Sementara upacara belum dimulai, anak kecil siswa kelas 1F itu melangkah takut dan diminta menghadap ke arah ratusan siswa lainnya yang mulai terjemur terik pagi. Kepala sekolah meminta anak itu memasukkan kemeja putihnya ke dalam celana, "upacara tidak akan dimulai jika kamu belum rapih," kalimat itu masih bisa terdengar hingga detik ini. Sebab, anak bertubuh kecil itu adalah saya! Malu, takut ditertawai dan langit serasa tengah runtuh hendak menindih tubuh kecil yang berdiri di dekat tiang bendera itu. Ratusan pasang mata tengah menatap, ratusan kepala seolah memasung kaki kecil di tengah lapangan upacara, ketika saya mengangkat kemeja putih dan hendak memasukkannya ke celana biru, dan ratusan tawa pun menggelegar, memecah langit, membuat si kecil itu menunduk malu tak tertahankan. Saya, hari Senin pagi itu, berangkat ke sekolah mengenakan seutas tali rapiah sebagai ikat pinggang. Saya tidak punya ikat pinggang, namun saya juga tidak mau kedodoran. Maka tali rapiah pun menjadi pilihan. Saya merasa bodoh saat itu, merasa tidak berharga dan sangat malu, menyesal menggunakan tali rapiah sebagai ikat pinggang. Tidak, teman-teman dan guru yang menertawai saya di Senin pagi itu tak bersalah. Mereka berhak menertawai kebodohan saya yang menggunakan tali rapiah itu. *** Ah, rasanya ingin tertawa terbahak-bahak jika mengingat kembali berbagai kebodohan di masa lalu. Ya, mungkin saya dan kita semua boleh tersenyum bahkan tertawa sekeras-kerasnya, karena kebodohan-kebodohan yang kita lakukan di masa lalu itu boleh jadi karena kita melakukannya karena kita tidak tahu, tidak mengerti atau belum pernah melakukannya sebelumnya. Bagaimana dengan kebodohan-kebodohan yang kita perbuat sesudah kita banyak tahu, sudah mengerti dan bahkan sebenarnya berkali-kali pernah melakukannya. Jika seorang anak kecil memasukkan telepon selular milik Ayahnya ke dalam secangkir kopi, tentu saja itu bukan kebodohan. Tetapi jika itu dilakukan oleh orang dewasa, bolehlah disebut something stupid, satu kebodohan yang tidak perlu. Kalau melihat anak-anak melakukan kekeliruan, siapa pun akan tertawa dan merasa itu sesuatu yang lucu. Namun jika sebuah kekeliruan dilakukan oleh seorang berpengalaman misalnya, apakah boleh disebut kebodohan? Ada orang bijak mengatakan, jika melewati sebuah lorong dan kita terjerembab ke dalam lubang itu wajar jika itu kali pertama kita melewati lorong tersebut. Namun jika keesokan harinya melewati lorong yang sama dan kembali terjerembab, itu lah kebodohan. Sebaiknya kita senantiasa belajar dan mengambil hikmah dari pengalaman masa lalu, agar kesalahan-kesalahan dan kalau boleh disebut; kebodohan- di masa lalu tidak terulang kembali. Saya yakin, setelah membaca tulisan ini, Anda akan senyum-senyum sendiri atau sedikit tertawa karena tiba-tiba saja melintas something stupid di masa lalu. (Gaw) *** School of Life, Chapter V: Something Stupid Ceritakan peristiwa-peristiwa masa lalu Anda yang kerap membuat kita merasa "stupid" dalam forum life sharing di School of Life (SOL). Minggu, 20 Mei 2007 Pukul 09.
Ida Arimurti SOL Chapter 4: Pengantin baru Vs Penganti Lama
Assalaamu'alaikum warrahmatullahi wabarokaatuhu, Apakabar SOL Members? Mohon maaf sebelumnya kita telah melewatkan bulan Februari tanpa forum SOL. Mungkin sudah tahu penyebabnya, ya banjir dimana-mana membuat kebanyakan kita sangat sibuk. Tetapi, di bulan Maret 2007 ini SOL akan kembali digelar dengan tema yang hmm... insya Allah menarik. Pengantin baru, sudah pasti tidak ada yang tak menarik berbicara tentang hal tersebut. Soal indahnya hari-hari setelah akad nikah, hebohnya malam pertama, riuh rendahnya perasaan dua sejoli, sampai soal penemuan hal-hal baru pada diri pasangan yang semasa sebelum nikah tidak terungkap. Bagaimana dengan pengantin lama? alias pasangan yang sudah bertahun-tahun, belasan dan bahkan puluhan tahun menikah. Masih adakah kemesraan diantara pengantin lama ini? bagaimana tetap menjaga ritme kasih sayang dengan disibukkan urusan dapur, urusan anak-anak dan lainnya? Atau jangan-jangan... sudah tidak ada lagi kehangatan seperti dulu saat mereka menjadi pengantin baru. Pastikan Anda menjadi bagian dari peserta School of life Chapter 4; Pengantin baru Vs Pengantin lama. Anda yang belum menikah pun, layak untuk menyimak dan terlibat dalam serunya sekolah kehidupan ini. Be there... School of Life, Chapter 4: Pengantin Baru Vs Pengantin Lama MP Book Point, Jl. Puri Mutiara Raya No. 72, Jakarta Selatan Ahad, 18 Maret 2007, Pukul 09.00 s/d 13.00 WIB Bersama: Bayu Gawtama dan Bobby Herwibowo Informasi dan reservasi: Andhika Purbo Swasono 021-68545401, 08561115545 [EMAIL PROTECTED] http://schooloflife.multiply.com keterangan: infak sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah), transfer ke rekening bank mandiri 126 000 4272786 (confirm infak ke Andhika by SMS atau email; [EMAIL PROTECTED]).
Ida Arimurti Re: Dongeng anak-anak muslim
di sekolah mana pak? mungkin bisa saya bantu? Wassalaam Gaw --- In idakrisnashow@yahoogroups.com, daniel hasjiem <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Jeng Ida & all milis member, > Ada yang bisa bantu gak, informasi mengenai pendongeng cerita anak-anak muslim. > Saya pernah lihat di pameran, tapi gak tau namanya. > Lagi butuh nih untuk acara anak ku disekolahnya. > Ada yang bisa bantu untuk no.contact dan namanya, kirim di milist aja. > Thanks ya. > Daniel.H > > > > > > - > Sponsored Link > > $420,000 Mortgage for $1,399/month - Think You Pay Too Much For Your Mortgage? Find Out! > > [Non-text portions of this message have been removed] >
[Ida-Krisna Show] Indah dan Lintang Masih Terluka
Indah dan Lintang Masih Terluka Ini masih mengenai kasus dua bocah balita yang dibakar ayahnya. Indah dan Lintang, tentu Anda masih ingat mereka. Beberapa hari belakangan, kasus mereka diulas terus menerus di acara-acara kriminal televisi, tak terkecuali juga di media cetak. Sayangnya, media massa lebih menggembar-gemborkan perkara kriminalnya, kondisi dua bocah lugu ini nyaris tak pernah diceritakan. Indah dan Lintang, dua bocah balita tak berdosa, saat ini masih tergolek tak berdaya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Indah mengalami luka bakar hampir 90%. Hanya perut dan pangkal paha bagian kirinya yang masih utuh. Selebihnya, tubuh bocah tiga tahun ini mengalami luka bakar serius. Mata sebelah kirinya terancam buta karena kondisinya saat ini sudah tertutup rapat. Cericau perih yang ia lontarkan dari mulut mungilnya tak kuasa menahan air mata siapa pun yang mendengar. Anak sekecil ia, tentu tak terlalu mengerti apa yang menimpa dirinya, dan pertikaian antara kedua orang tuanya. Apalagi bila Anda melihat gelembung-gelembung cairan di sekujur punggung dan dadanya karena luka bakar, tentu tak kuasa kita membayangkan perihnya. Lintang, yang berusia 11 bulan memang tak separah kakanya, tetapi, untuk anak seusia itu, percikan api kecil saja sudah membuat mereka takut. ACT, melalui program Mobile Social Rescue nya telah berusaha meringankan biaya pengobatan kedua kakak beradik ini. Kami telah melakukan advokasi dengan membantu proses pembuatan kartu Gakin (keluarga Miskin) dan pemberian biaya awal perawatan. Namun, Selasa sore, keluarga Lintang menelpon kami dan memberitahukan bahwa surat- surat untuk keringanan biaya mereka ditolak pihak RSCM. Saat itu juga, mereka berniat memboyong pulang dua anak ini. Alhamdulillah, karena ada pihak yang masih peduli, mereka bisa meneruskan perawatan Indah dan Lintang di rumah sakit. Namun, biaya ini hanya cukup untuk beberapa hari saja. Untuk luka yang cukup parah, diperlukan operasi bedah yang biayanya tinggi, tak sebanding dengan pendapatan seorang istri penganggguran seperti Yeni, Ibunda Indah dan Lintang. Anda yang membaca kisah ini, tentulah ikut merasakan penderitaan si kecil Indah dan Lintang. Wujudkan simpati dan empati Anda dengan menyalurkan bantuan melalui : (atas nama Yayasan Aksi Cepat Tanggap) BCA 676 0 30 31 33 Mandiri 128 000 4555 808 BSM 004 011 Muamalat304 0022 915 Cantumkan nama dan nomor telepon Anda, serta peruntukkan donasi (untuk Indah dan Lintang) Informasi : Maya Dwilestari 021-7414482 Yahoo! Groups Sponsor ~--> Music that listens to you. LAUNCHcast. What's in your mix? http://us.click.yahoo.com/8mKGzA/FARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] kalo gitu saya gak perlu kirim artikel lagi! Re: HIL..HIK..HIK..IDA KRISNA SHOW
Hmm, speechless deh, bukan karena selama ini saya cukup menikmati gaya mbak Ida membacakan tulisan2 saya, seperti yang saya dengar tadi pagi, "Cinta Putih" (nampaknya itu artikel terakhir saya yang dibacakan di IKS ya?), tapi karena saya memang sudah merasa begitu dekat dengan IKS, mbak Ida yang zuper ramah dan mas Krisna yang renyah... he he Kalo emang IKS bubaran, berarti saya gak perlu lagi kirim artikel ke IKS ya? mbak id dan mas kris, thx buat semua celoteh paginya ya, semoga ada acara yang lebih menarik untuk Anda berdua, sehingga kami para penikmat setia acara IKS masih bisa menemukan mbak dan mas di lain acara dan (mungkin) tempat. Eh, saya juga aneh, ada apa dengan Delta? Gaw --- In idakrisnashow@yahoogroups.com, "Ida arimurti" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > SAHABAT-SAHABATKU TERCINTA DIMILIS, > > Dengan sedih dan berat hati,kita sampaikan bahwa IDA KRISNA SHOW tidak > lagi mengudara > atau siaran pada pagi hari di 99,1 Delta FM karena perubahan format baru > pada siaran Delta. > Banyak kenangan bersama anda semua yg tidak pernah saya lupakan. Yahoo! Groups Sponsor ~--> Listen to Internet Radio! Access to your favorite Artists! Click to listen to LAUNCHcast now! http://us.click.yahoo.com/_mKGzA/GARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] Qurban untuk Korban Bencana
Qurban untuk Korban Bencana Coba diingat-ingat Hari Raya Idul Adha tahun lalu, siapa saja yang menerima pembagian daging qurban? Fakir miskin, bagus. Anak yatim, tepat. Amilin, bolehlah. Tetapi, ada fenomena yang cukup merata di beberapa kota dan daerah, acara bakar sate bersama di malam setelah hari pemotongan hewan kurban. Tidak ada yang salah dengan acara bersama itu, toh boleh jadi daging itu mereka dapatkan karena mereka memang berhak. Atau mereka yang pesta sate kambing itu adalah para pekurban yang boleh mendapatkan sedikit bagian dari yang dikurbankannya. Belum lagi di berbagai daerah banyak terjadi pembagian daging kurban yang tidak merata, dan tidak tepat sasaran. Orang-orang yang semestinya tak berhak mendapatkan bagian daging kurban, justru berasyik ria dengan daging yang bukan haknya. ACT-Aksi Cepat Tanggap meluncurkan program Qurban untuk Korban bencana (QKB). Dari namanya, jelas bahwa program ini ditujukan bagi para pekurban yang ingin agar daging kurbannya lebih tepat sasaran, dan langsung diterima oleh orang-orang yang dianggap lebih layak mendapatkannya. Yakni, para pengungsi dan korban bencana alam yang hingga kini masih tersebar di beberapa daerah, seperti Aceh, NTT, Banten, NTB, Maluku dan Sumatera Barat. Qurban untuk Korban Bencana (QKB) diluncurkan atas dasar kepedulian terhadap para pengungsi dan korban bencana yang banyak menderita kerugian harta dan jiwa saat terjadi bencana. Masyarakat pengungsi banyak kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Akibatnya, mereka pun kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang sehat, bergizi dan halal. ACT-Aksi Cepat Tanggap melalui program Qurban untuk Korban Bencana (QKB) ini memandang moment Idul Adha merupakan saat yang tepat untuk membantu korban bencana. Berkurban di daerah bencana, setidaknya dapat meringankan beban hidup para korban bencana, daging kurbannya bisa langsung didistribusikan kepada korban bencana. Program ini mulai berlaku sejak tanggal 5 Desember 2005 hingga 10 Januari 2005. Adapun daerah sebaran QKB-ACT ini antara lain; Pulau Simeuleu dan Kabupaten Pidie (Nanggroe Aceh Darussalam), NTT, Kabupaten Lebak (Banten), Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah), NTB, Pulau Buru (Maluku), Solok dan Pasaman (Sumatera Barat). Harga hewan kurban melalui program Qurban untuk Korban Bencana (QKB) ini ditentukan sebagai berikut: Kambing (25-30kg) Rp. 725.000,- Sapi (250-300kg)Rp. 5.750.000,- Partisipasi Qurban untuk Korban Bencana (QKB) bisa langsung melalui rekening: BCA 676 030 31 33 Bank Mandiri128 000 4555 808 Syariah Mandiri 004 011 Bank Muamalat 304 0022 915 Layanan Qurban untuk Korban Bencana (QKB) ACT-Aksi Cepat Tanggap Komplek Perkantoran Ciputat Permai Blok B-8 Jl. Ir. H. Juanda No. 50 Ciputat 15419 Telp. +62 21 7414482, Fax. +62 21 7420664 Website: www.aksicepattanggap.com Contact Info: Maya Dwi Lestari, 0856 115 4124 Yahoo! Groups Sponsor ~--> Over 1 billion served! The most music videos on the web. Click to Watch now! http://us.click.yahoo.com/xmKGzA/IARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] ruminah
9 Bulan Terbaring di Rumah, Ruminah Nyaris Tak Tertolong Karena Paru- Parunya Penuh Cairan Sabtu, 3 Desember 2005, saat Tim ACT-Aksi Cepat Tanggap Rescue sedang bergotong royong memperbaiki rumah H. Lucky, Tim mendapatkan laporan bahwa salah seorang tetangga H. Lucky , Ruminah (39 tahun) sedang sakit parah dan dalam kondisi kritis. Mendapat laporan tersebut, koordinator ACT Rescue, Eko Yudho, didampingi dua anggota tim segera mendatangi kediaman Ibu Ruminah. Sejak sembilan bulan lalu, Ruminah menderita sakit pada paru-parunya dan selama itu pula penyakitnya tak pernah mendapat perawatan serius. Lantaran keluarganya tergolong tak mampu, pengobatan hanya dilakukan di Puskesmas atau mantri kesehatan. Untuk jenis penyakit yang diderita Ruminah, penanganan di Puskesmas tentu saja tak memadai. Karenanya, kondisi Ruminah tak kunjung membaik. Untuk membawa Ruminah ke rumah sakit, Madi Usup (50 tahun), sang suami, khawatir tidak mampu membayar biaya pengobatan dan perawatan selama di rumah sakit. Terbayang di benak Madi, biaya yang sangat mahal untuk proses pengobatan isterinya. Namun, melihat kondisi Ruminah yang makin kritis, setelah bermusyawarah dengan seluruh keluarga, mereka bermufakat untuk membawa Ruminah ke rumah sakit dengan konsekwensi akan menjual apapun yang dimiliki untuk biaya pengobatan. "Kemarin, kami telah membawa ke Rumah Sakit Fatmawati dan Rumah Sakit Bakti Yudha, namun ditolak pak, karena penyakitnya yang sangat parah, dan kami bawa pulang kembali. Kini kami semua sudah pasrah kepada Allah SWT," tutur Madi Usup kepada Eko. Kedatangan Tim ACT Rescue ini disambut haru oleh anggota keluarga dan kerabat. Airmata harapan kembali menggenang di sudut mata setiap anggota keluarga. Dikelilingi anggota keluarga dan kerabat, Ruminah tampak tergolek tak berdaya di atas selembar tikar. Di sisinya, terdapat beberapa botol infuse kosong yang sudah tidak terpakai lagi. Sungguh pemandangan yang memilukan dan mengiris hati. Eko pun segera menghubungi dr. Arifianto untuk berkonsultasi cara penanganan Ruminah. Atas saran dr Arifianto, Tim ACT segera membawa Ruminah ke LKC (Layanan Kesehatan Cuma-cuma) Ciputat untuk tindakan emergency. Saat dibawa, Ruminah sudah dalam keadaan tak sadar. Sampai di LKC, Ruminah segera ditangani oleh dr Rina. Dari hasil pemeriksaan, ternyata paru-paru Ruminah penuh cairan infuse, dan jika tidak segera ditangani maka jiwanya tidak tertolong. Karena keterbatasan peralatan dan melihat kondisi Ruminah yang makin kritis, maka dr Rina segera merujuk ke RSCM Jakarta. Menggunakan ambulance LKC, Ruminah pun segera dilarikan ke RSCM didampingi oleh paramedis dari LKC dan Tim ACT Rescue. Sesampainya di RSCM, Ruminah langsung masuk ruang UGD. Ambulance dan paramedis LKC kembali ke Ciputat, sementara Tim ACT Rescue tetap mendampingi. Proses penanganan selanjutnya dilakukan oleh Anwar anggota Tim ACT Rescue. Karena Ruminah tidak memiliki ASKES dan Kartu Gakin, pihak rumah sakit meminta jaminan pembayaran. Maka Tim ACT Rescue-lah yang menjamin biaya selama kondisi emergency ini. Selesai dari UGD, Ruminah dibawa ke ruang ICU untuk penanganan selanjutnya. Seiring dengan proses penanganan Ruminah, anggota Tim ACT Rescue lainnya memberi pengarahan dan minta bantuan kepada Ketua RT setempat untuk secepatnya memproses Surat Keterangan tidak mampu dan Kartu GAKIN untuk Ruminah. Namun ternyata, untuk pengurusan surat-surat tersebut, tak semudah yang dibayangkan. Mohon doa dan bantuan, agar Ruminah bisa terbantu. Data Ruminah : Nama : Ruminah Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 15 Juni 1966 Suami : Madi Usup Tempat Tanggla Lahir : Bogor, 10 Oktober 1955 Pekerjaan : Buruh Jumlah Anak : 3 orang Alamat : Kp. Perigi, Desa Bedahan RT 04/06 Sawangan Depok. Bantuan bisa disalurkan melalui rekening: BCA 676 0 30 31 33 Bank Mandiri 128 000 4555 808 BSM 004 011 Muamalat 304 0022 915 (atas nama Yayasan Aksi Cepat Tanggap) Info: 08561154124 (Maya) Bayu Gawtama Communication Team Aksi Cepat Tanggap (ACT) 0217414482 0852 190 68581 Yahoo! Groups Sponsor ~--> Over 1 billion served! The most music videos on the web. Click to Watch now! http://us.click.yahoo.com/xmKGzA/IARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is
[Ida-Krisna Show] Menangislah untuk Yahukimo
Menangislah untuk Yahukimo Tatapan matanya begitu tajam, sepasang anak dan ibu itu terus membuntuti saya lewat tatapannya. Semakin menjauh saya semakin memicing matanya, seolah tak ingin melepaskan saya yang semakin jauh. Beberapa kali saya menengok ke belakang, masih saja dua pasang mata itu menatap, semakin tajam terasa bahkan. Tapi, jauh di dalam ketajaman matanya itu teramat jelas sejarah panjang tanah tempat tinggalnya yang teramat jauh dari peradaban. Sebuah kampung yang berada di lembah, dengan pegunungan di sekelilingnya. Hanya sebuah pesawat kecil yang mampu menjangkau tempat tinggalnya. Yahukimo, baru-baru ini namanya terdengar. Sebagian orang masih terpeleset lidahnya karena terbiasa menyebut Yohokama, salah satu kota di Jepang. Tapi Yahukimo bukan di Jepang, ia berada di Indonesia, tepatnya di Papua. Lebih tepat lagi, berada di daerah Jawawijaya. Kabupaten Yahukimo adalah pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya. Selain Yahukimo, dua kabupaten lainnya adalah Tolikara dan Pegunungan Bintang. Namun, di banding tiga kabupaten lainnya, Yahukimo lah yang bernasib paling buruk. Dan baru-baru ini, orang Indonesia di berbagai kota baru sadar, ada satu daerah di Papua yang bernama Yahukimo. Yahukimo mendadak terkenal bukan karena di tanah itu terdapat kandungan emas, seperti halnya Timika. Bukan juga karena di daerah itu tempat kelahiran seorang artis ternama ibukota. Tak ada tambang emas di Yahukimo, pun tak ada artis yang dilahirkan di salah satu dari 34 Distrik yang ada di Kabupaten Yahukimo. Justru, kabar yang membuat Yahukimo begitu terkenal baru-baru ini adalah sebuah kabar memilukan, puluhan orang diduga mati kelaparan. Miris mendengarnya. Tentu saja. Karena Yahukimo bukan di Ethiopia, bukan pula di negara lain yang menjadi langganan bencana kelaparan. Tapi Yahukimo masih berbendera Indonesia dan berbahasa yang sama dengan orang Jakarta. Suku-suku di Papua memang berbeda bahasa, namun justru yang menyatukan mereka adalah bahasa Indonesia. Bahasa negara yang menjadi tumpuan mereka, agar nasib mereka setidaknya tak jauh berbeda dengan orang-orang di Jakarta. Saya dan Eko Yudho, Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang langsung dikirim begitu kabar pilu itu menyeruak, tak kuasa menahan tangis tatkala melihat langsung kondisi masyarakat Distrik Holuwon, salah satu distrik di Kabupaten Yahukimo. Siburuh, begitu sebutan mereka untuk umbi-umbian yang menjadi makanan utama masyarakat Yahukimo. Tak ada lagi siburuh untuk dimakan, adalah hujan lebat yang terus menerus mengguyur tanah mereka sejak Mei 2005, menyebabkan warga gagal panen. Siburuh yang mereka tanam, tumbuh tanpa isi dan lembek. Akibatnya, tak satu pun yang bisa dimakan. Alternatif makanan mereka saat ini adalah buah merah, yang bagi sebagian orang Jakarta dijadikan obat yang lumayan mahal harganya. Menurut catatan Kepala Pos Distrik Holuwon, Bernard Yahole, 25 orang sudah meninggal akibat kelaparan di Distriknya. Distrik Holuwon dihuni oleh 8975 penduduk yang tersebar di 15 Kampung. Mereka yang meninggal terdiri dari anak-anak dan orang dewasa. Meski Bernard secara tegas bahwa 25 warganya memang meninggal akibat kelaparan. Mungkin tidak serta merta seluruhnya meninggal akibat kelaparan, bisa jadi sebagian mereka meninggal karena sakit. Bernard pun menjelaskan, bahwa di distriknya bukan hanya bencana kelaparan yang tengah terjadi, ditambah wabah penyakit. Selain Malaria yang sudah menjadi endemi di Papua, diare, penyakit pernafasan dan juga penyakit yang disebabkan oleh bakteri amoeba pun menyerang warga Holuwon. Sangat mungkin, mereka yang awalnya kelaparan, sangat mudah terserang penyakit lantaran daya tahan tubuh mereka melemah. Kemudian, ajal pun siap menjemput. Tragis memang. Puluhan orang harus mati kelaparan. Mereka meninggal sebagai warga negara Indonesia. Sementara para pejabat Kabupaten Yahukimo, justru lebih banyak berada di kota, bahkan lebih sering ke Jakarta. Wajarlah, bila orang yang kelaparan hingga mati di wilayahnya tak pernah terdeteksi. Dan terperanjatlah mereka setelah tahu ada warganya yang mati. Mati kelaparan. Menangiskah kita untuk Yahukimo? Atau berita kelaparan Yahukimo sekadar menjadi berita hangat peneman teh panas di pagi hari kita, tanpa ada tangan terhulur untuk mereka. Ah, jangan-jangan kita begitu mudah berujar, "Itu sudah menjadi tugas pemerintah". Saya benar-benar masih terus terbayang wajah sepasang anak dan ibu itu. Tatapan matanya tajam, tapi kosong. Sekosong perut mereka pastinya. Bayu Gawtama Yahoo! Groups Sponsor ~--> Music that listens to you. LAUNCHcast. What's in your mix? http://us.click.yahoo.com/8mKGzA/FARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I w
[Ida-Krisna Show] Musibah Kelaparan di Hari Ketahanan Pangan Nasional
Musibah Kelaparan di Hari Ketahanan Pangan Nasional, 2 Relawan ACT Terbang ke Papua Ironis. Sekaligus mengejutkan. Negeri gemah ripah loh jinawi seperti Indonesia harus mengalami musibah kelaparan, bahkan telah memakan korban jiwa hingga 55 orang. Papua, pulau terjauh dari pusat pemerintahan Indonesia menggemparkan dengan berita terbarunya. 55 orang meninggal dan 112 orang sakit berat di Kabupaten Yahokimo, Papua, akibat kelaparan. Bahkan, berita yang dilansir di beberapa media hari ini, bencana kelaparan terjadi di tujuh distrik dan 10 pos pemerintahan di Kabupaten Yahokimo, Papua, sejak 11 November 2005. Sekitar 55.000 penduduk di tujuh distrik itu kehabisan makanan umbi-umbian karena terlambat menanam. Daerah pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya ini hanya dapat dijangkau dengan pesawat terbang. Kejadian ini sungguh sebuah ironi di negeri ini, bukan hanya karena Indonesia terkenal sebagai negeri subur dengan sumber daya alam yang berlimpah, tetapi karena musibah ini terjadi bertepatan dengan Hari Ketahanan Pangan Nasional. Adanya bencana ini, dua relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Bayu Gawtama dan Eko Yudho, Minggu pagi (11/12) direncanakan terbang ke Yahokima guna memberikan bantuan makanan dan obat-obatan. "kami berharap, ini menjadi perhatian serius pemerintah. Musibah yang sampai luput dari perhatian pemerintah ini harus segera ditangani. Dan kami berusaha membantu semampunya, tentu dengan bantuan dari berbagai elemen masyarakat, " ujar Ahyuddin, Direktur ACT. Seperti biasanya, aksi ACT akan sangat memanfaatkan sumber daya lokal yang ada, baik relawan maupun dalam pengadaan bahan bantuan. ACT hanya membawa sejumlah uang untuk kemudian membelanjakan bahan makanan dan obat-obatan di Papua sebagai bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat lokal. Diharapkan, keberangkatan relawan ACT ke Papua ini juga mendapatkan sokongan dari seluruh elemen masyarakat di Indonesia, kalau perlu dunia internasional. Agar lebih banyak bantuan yang tersampaikan untuk saudara-saudara kita di Papua. (Bayu Gawtama) Bantuan bisa disalurkan melalui Rekening kemanusiaan ACT: BCA 676 0 30 31 33 Mandiri 128 000 4555 808 BSM 004 011 Muamalat304 0022 915 Informasi : Maya 021-7414482 Maya Dwi L Communication Team Aksi Cepat Tanggap (ACT) 0856 115 4124 Yahoo! Groups Sponsor ~--> Over 1 billion served! The most music videos on the web. Click to Watch now! http://us.click.yahoo.com/xmKGzA/IARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] H. Zacky, Potret Keluarga Miskin di Pinggiran Jakarta
Tidak kuasa kami menahan haru menyaksikan kondisi Sebuah rumah yang hampir roboh, dindingnya yang terbuat dari bata putih sudah berangsur condong, atapnya dari asbes bekas sudah porak poranda akibat terpaan angin ribut disertai hujan, yang melanda desa Bedahan Sawangan depok pada hari Rabu 30 November 2005. Rumah dengan bangunan seluas 50 meter persegi dibangun di atas tanah seluas 50 meter persegi itu dihuni oleh H. Zacky Tamam Muslim (57 tahun) bersama sang istri, Hindun (44 tahun) dan enam orang anaknya. Dalam rumah itu juga terdapat dua mantu serta dua cucunya. Berarti rumah yang nyaris roboh tersebut dihuni 3 keluarga dengan 12 jiwa. Mereka hidup tanpa listrik dan tidur beralaskan tikar, seluruh anggota keluarga lebih banyak berpuasa meski diluar bulan Ramadhan. H. Zakcy yang sebelumnya bernama Lucky Lucas Polhaupessy adalah seorang mualaf yang mengucapkan syahadat pada tahun 1995. Gelar Haji yang dimilikinya adalah hadiah dari Departemen Agama yang memberangkatkannya ke Tanah Suci pada tahun 1997. Keinginannya yang kuat untuk menimba ilmu dan wawasan keislaman salah satunya dilakukan dengan melakukan perjalanan Jihad Muhibah pada tahun 1999 yaitu melakukan berjalan kaki ke seluruh wilayah Indonesia. Profesi H. Zacky adalah guru privat Bahasa Inggris dan pengrajin maket miniatur menara dari bahan bambu. Setelah krisis moneter tahun 1998, usaha kerajinan tangan mulai suram apalagi setahun yang lalu sang istri menderita sakit stroke memerlukan biaya yang besar, sehingga modal usahanya terpakai untuk membiayai pengobatan istrinya. Demikian pula kegiatan mengajar sebagai guru privat juga sudah mulai berkurang karena biaya transportasi yang mahal akibat kenaikan BBM. Kini mobilitasnya jauh menurun, kalaupun mengajar, sang guru privat ini harus berjalan kaki dari Sawangan ke tempat ia mengajar, antara lain di Jakarta dan di Bogor. Untuk kembali menggerakkan roda ekonomi keluarga, H. Zacky sangat membutuhkan modal usaha. Sebenarnya usaha kerajinan membuat miniatur menara ini banyak pesanan dari beberapa pihak. Saat ini ada permintaan pembiatan miniature rumah adat dan menara yang belum terselesaikan akibat tidak adanya dana. Hindun, sang istri, pernah menjadi kepala dapur Pesantren Al-Awwabin yang berada di depan rumahnya. Namun setahun yang lalu ia tak lagi bekerja di pesantren tersebut karena penyakit stroke yang dideritanya. Kini Hindun lebih banyak di rumah dan tidak bisa melakukan kegiatan untuk menopang ekonomi keluarganya. Hingga hari ini, Hindun masih perlu perawatan intensif untuk penyakitnya itu. Namun, ketiadaan biaya membuatnya lebih banyak pasrah menerima nasib. Meski terhimpit ekonominya, namun untuk pendidikan anaknya, H. Zacky sangat memberi perhatian dan berharap kelak anaknya yang masih sekolah dapat membahagiakan orang tuanya di kemudian hari. Upaya ini terlihat dari anak ke tiganya yang masih duduk di bangku SMA kelas 2, mendapatkan beasiswa karena prestasinya dan keahliannya melukis. Tidak selayaknya anak usia SMA yang lain, anak gadis H. Zacky ini juga harus berjuang untuk meringankan orang tuannya. Ia berangkat dan pergi ke sekolah dengan berjalan kaki yang jaraknya lebih dari 5 kilometer. Setelah jam pelajaran sekolah usai, ia tidak langsung pulang, tetapi membantu membersihkan dan merapikan musholla yang berada di lingkungan sekolah. Oleh pengurus mushollah, ia diberi uang jajan dan untuk membeli peralatan sekolah. 1 Desember 2005, di bawah terik matahari dengan berjalan kaki dari rumahnya, H. Zacky menuju kantor ACT yang berjarak lebih dari 25 Km. Lelaki itu berharap ada pihak yang dapat meringankan beban hidupnya. Di kantor ACT, ia diterima oleh staf komunikasi untuk selanjutnya berkas diteruskan ke ACT Rescue di bawah Divisi Program. Dari penuturan H. Zacky dan kesimpulan diskusi Divisi Program, berselang satu hari, Tim ACT Rescue meluncur menuju kediaman H. Zacky untuk melakukan verifikasi dan validasi data. Setelah melihat langsung kondisi rumah dan keluarganya, tak kuasa kami menahan air mata. Tak layak kami menyebut rumah itu sebagai tempat tinggal. Atapnya tinggal seperempat bagian, dindingnya nyaris roboh, lantaran pernah ditabrak mobil. Apabila hujan turun, semua anggota keluarga harus mengungsi sebab kamar dan ruang tamu banjir. Mengingat kondisi rumah yang sudah sangat tidak layak huni, yang sewaktu-waktu rumah tersebut roboh dan dapat mengakibatkan jatuhnya korban. Kadang saat hujan deras, mereka lebih memilih berbasah kuyup kedinginan karena khawatir rumah mereka roboh. Tim ACT Rescue segera merencanakan untuk melakukan tindakan emergency secepatnya. Yaitu membangun kembali bagian atap rumah dan memasang slope untuk memperkuat rangka penyangga atap. 3 Desember 2005, sepuluh anggota Tim ACT Rescue beraksi bergotong royong membangun atap rumah H. Zacky. Sebagian dana yang diterima ACT dari para donatur, kami pergunakan untuk membangun rumah tersebut. Saat ini, kami masih menerima beberapa
[Ida-Krisna Show] Menolong, Pekerjaan Paling Nikmat
Seringkali saya melihat seorang pemuda dengan sabar menyeberangkan seorang tunanetra, tangannya erat menuntun agar terhindar dari kecelakaan. Di lain tempat, pemuda lainnya memanfaatkan dua tangan kuatnya untuk membantu seorang ibu menjinjing barang belanjaan. Bukan, ia bukan kuli angkut di pasar yang biasa menjual tenaganya. Tapi ini benar-benar seorang pemuda yang dengan ikhlas membantu tanpa pamrih. Sementara itu, seorang gadis terlihat sopan mengobati luka seorang pengendara motor yang terjatuh. Dari dalam mobilnya, ia mengambil kotak obat, kemudian memberikan pertolongan pertama. Cukupkah bagi saya hanya sebagai penonton dari aksi yang dilakukan orang-orang itu? Tentu tidak. Dari hari ke hari semakin banyak episode-episode kebaikan yang tak henti berlalu lalang di depan mata ini, semakin terdorong diri ini untuk mengetahui motif apa yang membuat mereka mau dan rela melakukan itu semua. Nampaknya agak nakal saya ketika harus bertanya tentang 'motif' mereka, seolah saya meragukan niat ikhlas mereka dan menggantinya dengan motif kacangan, seperti imbalan materi, pamer kesalihan atau tebar pesona. Tapi, tetap saja saya tergelitik untuk terus bertanya, dan maafkan kalau saya memang terlalu lancang untuk menanyakannya. Bukan berarti selama ini saya tak pernah menolong orang lain. Sebab katanya, orang Indonesia itu sangat ramah dan saling tolong menolong. Tapi entah kenapa, saya lagi-lagi harus bertanya tentang motif kebaikan yang dilakukan orang lain. Aksi tanya menanya itu berhenti ketika seorang sahabat yang menjadi 'korban' pertanyaan saya menjawabnya dengan kalimat tegas, "berhentilah bertanya, lakukan saja". Kemudian saya pun tak lagi melulu menjadi penonton. Setiap kali ada kesempatan untuk menolong tak terbuang sia-sia. Saya upayakan tak terlewatkan dengan kalimat andalan, "maaf" atau berkilah sambil berharap orang lain akan membantunya. Saya percaya betul, bahwa kesempatan berbuat baik itu kadang tak datang dua kali. Sekali terlewati, sudah itu tak ada lagi. Sekali kita buang kesempatan baik itu, esok tak bertemu lagi. Tinggallah kita berharap Allah mau memberikan kesempatan kedua agar kita bisa berbuat baik. *** Seorang bapak berusia senja memeluk saya erat seolah tak ingin saya pergi dari hadapannya. "datanglah ke sini kapan pun, rumah kami selalu terbuka untuk anda," ujarnya terbata-bata. Isterinya tak henti menahan-nahan saya agar tetap tinggal, kalau perlu ia mempersilahkan memilih satu dari beberapa cucunya yang mulai tumbuh dewasa untuk dipersunting. Aih. Di lain tempat, seorang ibu tak henti berucap terima kasih hanya karena lima ribu rupiah yang saya berikan kepadanya. Ia mengaku kehabisan ongkos untuk kembali ke rumah, sambil menangis ia meminta uang untuk bisa sampai pulang. Nampaknya saya tak perlu lagi bertanya kenapa begitu banyak orang mau menolong sesama. Pertanyaan itu tak lagi menggelitik rasa penasaran saya, dan telah terhenti. Tak perlu pula ada yang menjawab kenapa orang tak bosan berbuat kebaikan untuk orang lainnya. Karena saya telah menemukan sendiri jawaban itu. Ternyata, menolong itu nikmat. Bahkan bisa dibilang pekerjaan paling nikmat yang pernah saya tahu, saya kerjakan, dan coba saya jadikan kebiasaan dalam hidup. Menolong tak selalu berupa materi, tak melulu berbentuk harta. Bisa jadi hanya sebuah doa yang tulus jika memang raga tak mampu, harta pun tak ada. Jika waktu tak ada, namun ada sedikit rezeki, bisalah kita membantu. Sungguh, berbuat kebaikan terhadap sesama, tak saja nikmat, tapi juga sebuah investasi dunia akhirat. Percayalah. (satu tahun sudah tsunami Aceh dan Nias, tapi saudara-saudara kita itu masih banyak yang tinggal di tenda-tenda tanpa jelas nasibnya. Jangan lupakan Aceh) Bayu Gawtama Communication Team Aksi Cepat Tanggap (ACT) 021-7414482 0852 190 68581 www.gawtama.blogspot.com Yahoo! Groups Sponsor ~--> Music that listens to you. LAUNCHcast. What's in your mix? http://us.click.yahoo.com/8mKGzA/FARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] [ACT] Tiga Belas Tahun Tergolek di Tempat Tidur, Nur Azizah yang Terlupakan
Seolah tak percaya, saat melihat kondisi Nur Azizah, seorang gadis berusia 13 tahun tergolek lemas tak berdaya di tempat tidur. Gadis bertubuh kurus dengan berat badan yang tidak sampai 20 kg itu menderita kelumpuhan sejak usia 6 bulan setelah mendapatkan imunisasi. Sapri, 40 tahun, ayah Nur Azizah, hanya bisa pasrah dengan kondisi anaknya. Lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan yang tak menentu itu mengaku tak memiliki cukup uang untuk biaya berobat Nur Azizah. "Untuk kebutuhan pokok sehari-hari pun, penghasilan saya belum bisa dibilang cukup. Dari mana uang untuk biaya rumah sakit?" tanyanya penuh harap. Di tepi keputusasaannya, Kholis, 37 tahun, sang ibunda masih menyimpan secercah harapan kelak anaknya akan membaik kondisinya. Namun dengan kondisi ekonomi keluarga yang sangat terbatas, Kholis hanya bisa pasrah dan berdoa untuk kesembuhan buah hatinya itu. Nur Azizah, puteri kedua dari tiga bersaudara, yang tinggal di Kampung Pugur, Desa Lengkong Kulon, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang itu, hanya bisa menggerakkan wajahnya untuk berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Anak-anak seusianya, umumnya sudah duduk di bangku kelas satu SLTP. Tidak demikian dengan Nur Azizah, gadis malang itu harus terus menerus tergolek di tempat tidur selama 13. Praktis, seluruh aktivitas hidupnya, seperti mandi, makan, minum, sangat bergantung kepada ibunya. Sebenarnya, kondisi Nur Azizah pernah diketahui oleh aparat desa bahkan para pejabat di Kecamatan Pagedangan. Bahkan pada saat pemerintah setempat tengah giat menangani kasus polio, Kholis dan anaknya diminta datang ke Kecamatan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Kedatangan Kholis yang membawa anaknya itu disaksikan juga oleh aparat MUSPIKA (Musyawarah Pimpinan Kecamatan). Terbersit kegembiraan di wajah Kholis membayangkan anaknya dapat segera sembuh. Apalagi ketika ia mendapatkan kartu Gakin (keluarga miskin) dan rekomendasi dari kecamatan untuk berobat gratis ke RSUD Tangerang. Berbekal kartu Gakin dan surat keterangan dari Kepala Desa, Kholis memapah anaknya dan menumpang angkutan umum menuju RSUD Tangerang. Wanita yang sehari-harinya hanya menjaga dan melayani Nur Azizah itu berpikir seluruh biaya pengobatan anaknya akan benar-benar gratis. Akan tetapi, setelah diperiksa oleh dokter RSUD, Kholis diminta membawa Nur Azizah untuk dilakukan scanning pada bagian kepalanya di rumah sakit lain. Ditambah, ia pun harus menebus beberapa resep obat di apotik. Tak sepeser pun uang di kantongnya untuk biaya scanning dan resep obat. Maka sejak itu, Kholis tak lagi membawa Nur Azizah ke rumah sakit. 7 Oktober 2005, Absor, relawan ACT dari Kecamatan Pagedangan, melaporkan kepada ACT perihal kondisi Nurul Azizah. Dari laporan tersebut, Sabtu, 8 Oktober 2005, Eko Yudho, Koordinator ACT Rescue didampingi Absor, segera meluncur menuju rumah keluarga Nur Azizah. Binar mata Kholis tak mampu menyembunyikan kesedihannya saat menuturkan kisah perjalanan anak kedua yang dicintainya itu kepada Tim ACT. Tak berapa lama, Kholis pun tak mampu lagi membendung tangisnya. Kehadiran Tim ACT baginya, seperti doa yang terijabah. Sebab, usai sholat Maghrib sehari sebelumnya, Kholis berdo'a untuk kesembuhan Nur Azizah, juga agar dirinya diberi kesabaran dalam menjalani ujian dalam kehidupan ini. Untuk membangun kembali rasa optimisme ibunda Nur Azizah, Tim ACT memberikan semangat dan motivasi agar tidak berputus asa dalam mengupayakan kesembuhan anaknya. Disamping memberikan bantuan biaya transportasi untuk berobat ke rumah sakit, Tim ACT juga secara paralel melakukan advokasi agar hak Nur Azizah sebagai anggota masyarakat yang tidak mampu mendapatkan pengobatan secara gratis dari pemerintah. Seolah terbayang harapan cerah membentang di depan, Kholis kembali bersemangat untuk membawa Nur Azizah berobat. Ternyata pada saat akan ke rumah sakit, masa berlaku kartu Gakin sudah habis. Kholis pun segera mengurus kembali di Kantor Desa Lengkong Kulon. Namun, pengurusan kartu Gakin tersebut seperti dipersulit oleh salah seorang staf Kepala Desa. Kholis menangis di kantor Kepala Desa, mengiba agar dibuatkan surat keterangan untuk memperoleh kartu Gakin. Alhamdulillah, setelah sempat bersitegang dengan staf Kepala Desa itu, akhirnya Kholis mendapatkan kartu Gakin tersebut. Namun, lagi-lagi Kholis harus tetap mengeluarkan sejumlah uang untuk menebus beberapa resep obat di apotik, karena obat dimaksud tidak tersedia di rumah sakit. Bisa dibayangkan, sambil berpuasa ibu Kholis memapah anaknya menuju rumah sakit dengan menumpang angkutan umum. Untuk sampai ke rumah sakit, ibu dan anak itu harus berganti kendaraan dua kali. Sabtu, 29 Oktober 2005, empat hari sebelum lebaran, kembali Tim ACT mendatangi rumah Nur Azizah untuk memantau perkembangan kesehatannya. Puji Syukur bagi Allah, kondisi Nur Azizah tampak membaik, ia menyambut kami dengan senyuman dan lambaian tangan. Padahal
[Ida-Krisna Show] Madrasah Cinta
Madrasah Cinta Apa yang paling dinanti seorang wanita yang baru saja menikah? Sudah pasti jawabannya adalah kehamilan. Seberapa jauh pun jalan yang harus ditempuh, seberat apa pun langkah yang mesti diayun, seberapa lama pun waktu yang kan dijalani, tak kenal menyerah demi mendapatkan satu kepastian dari seorang bidan; "positif". Meski berat, tak ada yang membuatnya mampu bertahan hidup kecuali benih dalam kandungannya. Menangis, tertawa, sedih dan bahagia tak berbeda baginya, karena ia lebih mementingkan apa yang dirasa si kecil di perutnya. Seringkali ia bertanya; menangiskah ia? Tertawakah ia? Sedih atau bahagiakah ia di dalam sana? Bahkan ketika waktunya tiba, tak ada yang mampu menandingi cinta yang pernah diberikannya, ketika mati pun akan dipertaruhkannya asalkan generasi penerusnya itu bisa terlahir ke dunia. Rasa sakit pun sirna sekejap mendengar tangisan pertama si buah hati, tak peduli darah dan keringat yang terus bercucuran. Detik itu, sebuah episode cinta baru saja berputar. Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak- anak. Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama rekan sekerja, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak-anak. Si kecil baru saja berucap "Ma " segera ia mengangkat telepon untuk mengabarkan ke semua yang ada didaftar telepon. Saat baru pertama berdiri, ia pun berteriak histeris, antara haru, bangga dan sedikit takut si kecil terjatuh dan luka. Hari pertama sekolah adalah saat pertama kali matanya menyaksikan langkah awal kesuksesannya. Meskipun disaat yang sama, pikirannya terus menerawang dan bibirnya tak lepas berdoa, berharap sang suami tak terhenti rezekinya. Agar langkah kaki kecil itu pun tak terhenti di tengah jalan. "Demi anak", "Untuk anak", menjadi alasan utama ketika ia berada di pasar berbelanja keperluan si kecil. Saat ia berada di pesta seorang kerabat atau keluarga dan membungkus beberapa potong makanan dalam tissue. Ia selalu mengingat anaknya dalam setiap suapan nasinya, setiap gigitan kuenya, setiap kali hendak berbelanja baju untuknya. Tak jarang, ia urung membeli baju untuknya dan berganti mengambil baju untuk anak. Padahal, baru kemarin sore ia membeli baju si kecil. Meski pun, terkadang ia harus berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan, demi anak. Disaat pusing pikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas, periksalah catatannya. Di kertas kecil itu tertulis: 1. Uang sekolah anak, 2. Beli susu anak, nomor urut selanjutnya baru kebutuhan yang lain. Tapi jelas di situ, kebutuhan anak senantiasa menjadi prioritasnya. Bahkan, tak ada beras di rumah pun tak mengapa, asalkan susu si kecil tetap terbeli. Takkan dibiarkan si kecil menangis, apa pun akan dilakukan agar senyum dan tawa riangnya tetap terdengar. Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pembantu yang tak pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan menjadi babby sitter yang paling setia. Sesekali ia menjelma menjadi puteri salju yang bernyanyi merdu menunggu suntingan sang pangeran. Keesokannya ia rela menjadi kuda yang meringkik, berlari mengejar dan menghalau musuh agar tak mengganggu. Atau ketika ia dengan lihainya menjadi seekor kelinci yang melompat-lompat mengelilingi kebun, mencari wortel untuk makan sehari-hari. Hanya tawa dan jerit lucu yang ingin didengarnya dari kisah-kisah yang tak pernah absen didongengkannya. Kantuk dan lelah tak lagi dihiraukan, walau harus menyamarkan suara menguapnya dengan auman harimau. Atau berpura-pura si nenek sihir terjatuh dan mati sekadar untuk bisa memejamkan mata barang sedetik. Namun, si kecil belum juga terpejam dan memintanya menceritakan dongeng ke sekian. Dalam kantuknya, ia terus pun mendongeng. Tak ada yang dilakukannya di setiap pagi sebelum menyiapkan sarapan anak-anak yang akan berangkat ke kampus. Tak satu pun yang paling ditunggu kepulangannya selain suami dan anak-anak tercinta. Serta merta kalimat, "sudah makan belum?" tak lupa terlontar saat baru saja memasuki rumah. Tak peduli meski si kecil yang dulu kerap ia timang dalam dekapannya itu sudah menjadi orang dewasa yang bisa membeli makan siangnya sendiri di kampus. Hari ketika si anak yang telah dewasa itu mampu mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya, untuk menentukan jalan hidup bersama pasangannya, siapa yang paling menangis? Siapa yang lebih dulu menitikkan air mata? Lihatlah sudut matanya, telah menjadi samudera air mata dalam sekejap. Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya ke kursi pelaminan. ia menangis melihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin. Di saat itu, ia pun sadar buah hati yang bertahun-tahun menjadi kubangan curahan cintanya itu tak lagi hanya miliknya. Ada satu hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya ia berlirih, "Masihkah kau anakku?" Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai berbicara tentang usianya. Ia pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya kan berakhir
[Ida-Krisna Show] Beratkah Berucap "Terima Kasih"?
Sudahkah kalimat "terima kasih" selalu terhadiahkan kepada setiap orang yang pernah membantu Anda? Jika ya, maka Anda tak perlu khawatir, karena saya tidak sedang berbicara tentang Anda. Tapi tentang orang-orang di sekitar kita, dan mungkin saja termasuk saya. Nyaris setiap hari, setiap jam dalam hidup kita selalu dibantu oleh pihak lain, disadari atau tidak. Sejak awal bangun pagi, sudah ada pembantu yang memasak air panas untuk menyeduh kopi, bahkan kopi sudah tersedia sebelum kita beranjak dari tempat tidur. Berangkat ke kantor dengan pakaian yang tidak kusut, tentu ada yang menyetrikanya. Sepatu pun sudah disemir mengkilap, bukan bim salabim kan? Sampai sarapan sudah siap tersaji di meja makan sebelum kita meminta. Bukan soal siapa yang menyiapkannya, bisa jadi sang isteri lihai nan sigap yang melakukan itu semua, atau pembantu kita yang super hebat. Tapi terpenting dari soal siapa adalah, berterima kasihkah kita untuk setiap pelayanan memuaskan itu? Keluar dari rumah, entah dengan sopir pribadi yang telah mencuci bersih mobil dan menyiapkan kendaraan agar tak ngadat di jalan, sehingga kita tak terlambat tiba di kantor. Atau bagi orang yang harus menggunakan jasa angkutan umum untuk dari dan ke kantor, pernahkah kalimat "terima kasih" juga terucap kepada kondektur atau sopir angkutan umum yang kita tumpangi? Tiba di kantor, tak perlu bertanya siapa yang sudah datang lebih pagi membersihkan meja kerja yang kemarin sore kita tinggalkan dalam keadaan kotor dan berantakan. Air putih atau teh hangat sudah tersedia di meja kerja, bahkan menjelang siang pun kita masih berteriak, "jang, kopi susu donk," kepada office boy yang setia melayani. Apakah si Ujang pelayanan setia kita di kantor itu selalu mendapatkan hadiah "terima kasih" untuk air putih dan kopi susu yang ia sajikan? Walau pun ia tahu, menuntut ucapan "terima kasih" bukanlah haknya. Rasanya, nyaris seluruh hidup kita dari pagi sampai pagi kembali selalu dibantu orang lain. Bahkan di rumah pun, saat lelah menyengat sepulang kerja, serta merta sang isteri dibantu si kecil membukakan sepatu dan kaus kaki, kita pun berpikir, itu sudah kewajiban mereka; Melayani kita yang bekerja seharian. Andai isteri mendengar kalimat itu, mungkin ia akan berujar, "Kamu pikir saya di rumah hanya tidur- tiduran saja?" Saya pun tergelitik untuk menghitung berapa banding berapa antara pelayanan yang saya dapatkan dengan ucapan terima kasih yang terlontar. Saya sering lupa berterima kasih kepada isteri yang setiap malam menemani saya tidur, atau berterima kasih kepada Si Euceu yang setiap pukul 05.30 sudah datang untuk membantu isteri saya mencuci pakaian. Saya sering lupa berterima kasih kepada petugas pom bensin yang sering mengisi full tangki motor saya. "Itu memang pekerjaannya, dan kewajiban saya sudah selesai hanya dengan memberikan sejumlah uang sesuai jumlah bensin terisi," mungkin begitu pikir nakal saya. Mana rasa terima kasih saya? Kita sering kali berpikir, bahwa orang-orang yang memberikan bantuan dan pelayanan sehari-hari itu memang sudah selayaknya dan kewajiban mereka berbuat demikian. Isteri dan anak-anak, misalnya. Wajib memberikan service penuh karena kita merasa sudah lelah seharian bekerja, "Toh gaji sebulan saya bekerja singgah di dompet isteri," begitu alasan kita. Pembantu rumah tangga yang seringkali tak kenal lelah bekerja dari pagi hingga kembali pagi, dinilai "wajib" mengerjakan semua pekerjaannya karena kita merasa sudah membayarnya. Padahal, nilai bayarannya seringkali tak layak dan jauh dari beratnya pekerjaan yang diemban. Bukankah pembantu hanya membantu? Lalu kenapa semua pekerjaan rumah ia yang mengerjakannya? Tak pantaskah ia memperoleh ucapan terima kasih dari kita? Ujang sang office boy kantor yang tak pernah menolak permintaan kita, percayalah, "terima kasih" yang kita ucapkan saat ia mengantarkan segelas air putih atau teh hangat akan membuatnya senang setiap kali kita memintanya kembali. Boleh jadi, ucapan terima kasih itu akan sedikit menghiburnya dari kemurungan setiap kali menerima upah bulanannya yang tak seberapa dari gaji kita. Bahkan ada sopir angkutan umum yang termangu sesaat hanya karena mendengar ucapan terima kasih saat penumpang memberikan ongkos. Bisa jadi, ia baru saja menemukan manusia langka. Atau jangan-jangan, itu kalimat "terima kasih" pertama yang ia dapatkan sepanjang tahun berprofesi sebagai sopir angkot. Sudahlah tak pernah berterima kasih, kadang kita menambahi sikap kita dengan banyak menuntut. Merasa sudah membayar gaji pembantu, kemudian kita berhak membentak-bentak wanita berbayaran kecil itu hanya karena masih ada sedikit noda di kemeja. Kita juga marah-marah kepada office boy yang lambat mengantarkan minuman, atau kepada sopir angkot yang secara tak sengaja melewatkan beberapa meter saja dari tempat berhenti kita semestinya. Lalu, kita memberikan ongkos dengan hati kesal dan wajah kecewa. Tak pernah merasa puas dengan
[Ida-Krisna Show] [ACT] Korban Kebakaran Ancol Butuh Kayu dan Triplek untuk Bangun Rumah Kembali
Ratusan korban kebakaran Kampung Muka, Kelurahan Ancol, Jakarta Utara masih bertahan di tenda-tenda sementara sambil menunggu bantuan dari pemerintah setempat. "Selama ini, bantuan yang datang lebih banyak berupa nasi bungkus. Pernah satu hari melimpah, sampai banyak nasi yang terbuang," aku Muksin, 42 tahun, salah seorang korban kebakaran. Muksin beserta isterinya, Rosita, 45 tahun, yang tinggal bersama empat anaknya dan mantunya dalam satu rumah hanya bisa bersabar atas musibah yang menimpa dirinya dan warga Kampung Muka lainnya yang keseluruhannya berjumlah 290 kepala keluarga, atau tidak kurang dari 1.000 jiwa. Meskipun ia dan sejumlah warga lainnya tak pernah bisa mengerti kenapa wilayah tempat tinggal mereka sering terjadi kebakaran. Tercatat, dalam lima tahun terakhir, empat kali kebakaran melanda warga Kampung Muka. Kebakaran terakhir, terjadi hari Sabtu dini hari, sekitar pukul 03.00, 5 November 2005. Hanya dua hari setelah hari raya Idul Fitri 1426 H. Tanuri, 54 tahun, pada saat kejadian tidak berada di rumahnya. Satu hari sebelum kejadian, ia pergi ke salah satu keluarganya dan berencana menginap. Namun entah kenapa, ia merasa harus pulang ke rumahnya di Kampung Muka. Sabtu, pukul 02.00 ia pun berangkat menuju rumahnya. Namun ketika sampai di rumah menjelang selepas fajar, ia hanya mendapatkan rumah beserta seluruh isinya ludes dilalap api. "Tidak satu pun harta terselamatkan, bahkan seluruh pakaian saya hangus tak tersisa," ujar lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai kuli panggul di pasar itu. Saat ini, seluruh warga yang menjadi korban kebakaran berharap pemerintah setempat, dalam hal ini Camat dan Walikota Jakarta Utara mau membantu mereka untuk kembali mendapatkan tempat tinggal. "Hanya itu harapan saya, kembali memiliki rumah agar ada tempat bernaung yang lebih layak," ujar Rosita. Rosita yang bekerja sebagai tukang cuci dengan upah 150ribu perbulan, dan suaminya yang menjadi buruh kasar, merasa tak mungkin mengandalkan penghasilannya sehari-hari untuk membangun kembali rumahnya yang kini telah rata dengan tanah. "Buat makan saja sudah alhamdulillah pak," tambah Rosita. Menurut Muksin, bantuan yang diharapkan warga Kampung Muka saat ini berupa kayu-kayu dan triplek agar mereka bisa membangun rumah seadanya. "Agar kami tak tinggal di tenda-tenda yang sudah mulai bocor ini," harapnya. Hampir seluruh warga korban tinggal di tenda- tenda yang terbuat dari terpal. Sebagian tenda sudah terlihat sobek dan bolong, di saat musim hujan seperti sekarang, tentu kondisi ini semakin menyedihkan bagi mereka. Satu tenda berukuran 1,5 x 3 meter, dan dihuni rata-rata 7 sampai 8 orang. "Tenda kami dihuni 4 keluarga pak, lihatlah ke dalam sana," ajak Rosita sambil memperlihatkan tendanya. Kamis, 17 November 2005, Lembaga Peayan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mendatangi lokasi kebakaran Kampung Muka dengan membawa sejumlah bantuan. Bantuan yang diberikan antara lain, sembako berupa beras, sarden, air, kopi, garam, mie, kecap dan minyak. Selain itu, tim relawan LPM dan ACT juga membawa alat-alat sekolah berupa buku tulis, alat tulis, dan seragam sekolah. "Kami juga membawa makanan, susu dan bubur untuk balita," terang Hendra Setia, dari LPM. Banyak korban kebakaran yang pada saat kejadian masih berada di kampung untuk berlebaran. Tidak sedikit yang kaget dan tak mampu berbuat apa-apa, sekembalinya dari kampung halaman dan menemukan rumah mereka telah rata dengan tanah. Menurut keterangan sebagian warga, kebakaran terjadi karena ulah seorang preman bernama Husen, yang juga merupakan salah satu warga kampung tersebut. Kamis malam 1 Syawal, Husen yang dikenal sering membuat ulah di Kampung Muka, mendatangi rumah Joni untuk meminta `jatah' THR. Tak terima karena Joni hanya memberi Rp. 5000 dari Rp. 100.000 yang diminta, Husen mengancam akan menghabisi rumah Joni dan warga lainnya yang tak memberi THR untuknya. Mulanya, warga mengira ancaman itu hanya gertakan orang mabuk saja. Sabtu dini hari, warga berteriak dan panik lantaran rumah Joni terbakar dan dengan cepat menyambar rumah lainnya yang berhimpitan. "Total lebih dari 300 rumah terbakar, karena banyak rumah yang pada saat kejadian dalam keadaan kosong," jelas Tanuri. Dua hari setelah kejadian, warga yang masih marah sekaligus sedih akan musibah kebakaran yang menimpa kampungnya, kalap dan menghabisi Husen yang tiba-tiba `pulang kandang'. Husen pun tewas dihajar massa karena dianggap sebagai aktor utama kebakaran di Kampung Muka. Kawasan Kebon Sayur, Kampung Muka, Kelurahan Ancol, Jakarta Utara termasuk salah satu kawasan kumuh padat penduduk yang bersebelahan dengan Mal WTC Mangga Dua. Letaknya persis di belakang pusat perbelanjaan mewah tersebut, persis di sisi persinggahan terakhir kereta dari Stasiun Kota. (Bayu Gawtama) Yahoo! Groups Sponsor ~--> Fair play? Video games influencing politics. Clic
[Ida-Krisna Show] Pak Haji: Paling Ditakuti Anak Kecil
Di salah satu kampung yang pernah saya kunjungi, saya mengajukan pertanyaan kepada sekelompok anak-anak kecil yang berhasil saya kumpulkan. "Siapa yang paling kalian takuti di kampung ini?" Serempak suara-suara kecil itu nyaring berbunyi satu nada, "Pak Haji .". Berkerenyit dahi ini mendengar jawaban polos dan spontan dari anak- anak itu. Entah ada apa gerangan dengan "Pak Haji"? Saya tahu yang dimaksud mereka adalah benar-benar "Pak Haji", salah satu orang yang paling tua sekaligus dituakan di kampung tersebut. Saya tak ingin menyalahkan anak-anak itu dengan jawaban mereka, tidak pula serta merta membela "Pak Haji" yang menjadi momok menakutkan bagi anak-anak itu. Beberapa saat setelah satu persatu mulut mungil di hadapan saya bertutur tentang Pak Haji, barulah saya mengerti mengapa "Pak Haji" begitu ditakuti. Suatu hari, sesaat setelah adzan maghrib berkumandang, anak-anak bergerombol ke Masjid untuk ikut sholat berjamaah. Dasar anak-anak, tak tahu yang semestinya mereka kerjakan sambil menunggu jamaah lainnya datang, mereka justru saling ngobrol, membuat kegaduhan. Beberapa lainnya malah berlarian di pelataran masjid. Sontak, Pak Haji membentak dan mengusir anak-anak itu. "Keluar! kalau mau main jangan di masjid " Kontan saja, bentakkan itu menciutkan nyali anak- anak, dan berhamburan lah mereka keluar masjid. Belum sempat mereka mendengarkan kalimat lanjutan Pak Haji, "Kalau mau ikut sholat, diam dan duduk tenang " Dan yang pasti, belum sempat juga mereka ikut sholat berjamaah. Kisah lainnya masih dialami anak-anak itu di hari lain. Waktunya agak maju sedikit, yakni sekitar lima belas menit sebelum adzan maghrib menggema. Anak-anak itu tak menghiraukan jeritan ibu mereka agar menghentikan permainan dan segera bersiap ke masjid. Mereka terus asyik bermain kelereng. Tiba-tiba, byuurrr seember air menyiram tanah lapang tempat mereka bermain. Menghempaskan kelereng, debu pun berterbangan. Satu-dua anak basah kuyup. Siapa yang mengguyur mereka? Ternyata, Pak Haji Jika salah satu anak-anak itu adalah saya, mungkin saya akan jengkel kepada Pak Haji. Terlebih bila saat itu saya sedang kalah bermain. Tentu saja saya semakin tak simpati dengan Pak Haji itu, jangan harap saya mau mencium tangannya lagi secara ikhlas. Kesal, sebal dan benci, mungkin yang saat itu saya dan teman-teman rasakan. Maklum, anak kecil, belum bisa mencerna maksud dan tujuan dari "guyuran" air dari Pak Haji. Sejak aksi pengguyuran itu, sosok Pak Haji semakin menakutkan bagi anak-anak itu. Jangankan bertemu langsung, mendengar bunyi terompah atau "dehem"nya pun, mereka sudah lari terbirit-birit. Lalu, mereka membandingkan Pak Haji dengan salah seorang warga kampung di situ. Seorang lelaki paruh baya yang bukan tokoh masyarakat, dan tidak dituakan di kampung itu. Tapi disukai anak- anak. Ketika anak-anak kecil itu mendatangi masjid, lelaki itu berdiri di pintu masjid, menyalami dan mencium keningnya satu persatu. Lembut ia berujar singkat, "Duuh, anak pintar langsung duduk, dan jangan bercanda ya". Bedakan dengan bentakan yang biasa diterima anak-anak itu sebelumnya. Atau ketika anak-anak itu tak kenal waktu, terus bermain hingga waktu maghrib menjelang. Lelaki yang anaknya ikut bermain kelereng itu justru melibatkan diri dalam permainan anak-anak itu. "Boleh bapak ikut main?" Tentu saja, anak-anak justru senang kalau ada orang dewasa yang melibatkan diri dalam permainan mereka. Walau pun terkadang dengan syarat tertentu. "nyentilnya pakai kelingking ya pak " Selang lima menit bermain, "Wah, waktu maghrib hampir tiba nih. Yuk kita bubar dan bersegera ke masjid. Bapak tunggu di masjid ya," ajak lelaki itu santun. Tak ada yang menolak, pun membantah. Serentak mereka "bubar grak" menuju rumah masing-masing, mandi, berganti pakaian, kemudian beranjak ke masjid. *** Ini cuma cerita dari satu kampung, dan seorang "Pak Haji". Tentu saya tidak bermaksud mendeskriditkan seseorang dengan titel "haji". Toh, masih banyak kampung lain di negeri ini dengan jutaan "Pak Haji" yang tidak ditakuti anak-anak. Masih banyak "Pak Haji" yang dicintai anak- anak, dan jamaahnya. Yang tangan wanginya selalu menjadi rebutan untuk diciumi bolak-balik sebagai bentuk penghormatan dan kecintaaan terhadapnya. Serulah mereka ke jalan Allah dengan cara yang baik dan penuh hikmah Bayu Gawtama http://gawtama.multiply.com Yahoo! Groups Sponsor ~--> Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News! LAUNCH Music on Yahoo! http://us.click.yahoo.com/wmKGzA/JARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna
[Ida-Krisna Show] Peduli Tak Kenal Waktu
Peduli Tak Kenal Waktu Siapa yang menyangka, di tengah malam saat mata terpejam, tubuh rebah setelah seharian berpeluh keringat, tiba-tiba selaut air menghempaskan seluruh bangunan dan isinya. Anak dan isteri hilang, sanak keluarga lainnya tak terdengar kabar hingga berhari-hari. Hewan ternak raib ditelan ombak, begitu juga harta dan barang berharga hasil jerih payah bertahun-tahun. Semua sirna dalam hitungan detik, sekejap tanpa sisa. Di lain tempat, air meluap beriringan dengan getaran bumi yang melululantakkan seisi alam menerjang di pagi hari, saat mata belum lagi jernih, saat tubuh masih menggeliat, ketika sebagian masih bermalas-malas di tempat tidur. Kalaulah boleh memilih, kenapa bencana tidak datang di siang hari, saat semua penghuni lebih siap dan sigap. Atau di hari libur, saat Ayah tak sedang di kantor, ibu tak sibuk berbelanja di pasar, anak- anak libur sekolah, sehingga semua keluarga berada di rumah bersama- sama bahu membahu menyelamatkan diri dari amukan badai. Mungkin, kalau Allah berkehendak, seluruh keluarga tak terpisah. Walau pun pilihannya, selamat bersama-sama atau bila mati pun pula bersama. Atau setidaknya, ada lebih banyak anggota keluarga yang bisa diselamatkan. Tapi, bencana memang selalu datang tanpa memberi kabar Tak ada yang mampu menduga ketika bencana tiba disaat para petani hendak memanen hasil keringatnya berbulan-bulan. Buah ranum ratusan kilo yang siap dipetik, sirna seketika tersapu badai. Sayur mayur yang baru dipanen dan siap diangkut ke kota, habis dihempas angin topan. Padi menguning yang siap dituai, musnah dihantam bencana, hewan ternak dan ratusan kilo ikan di tambak hanyut dan tenggelam. Andai boleh meminta, kenapa badai tak datang disaat kebun petani tak sedang berbuah, ketika sayur mayur baru saja dikirim ke kota. Atau ketika padi baru selesai habis dipanen, dan hewan ternak juga ikan- ikan telah habis terjual. Karena dengan begitu, kalau pun harus merugi karena rumah dan kampung hancur berantakan oleh badai, kesedihan tak bertambah dengan hilangnya hewan ternak, buah-buah siap dipanen, juga sayur mayur. Mungkin, sebagian pembayaran belum dilunasi orang-orang di kota, sehingga para korban bencana itu masih punya harapan hidup dengan uang hasil penjualan pertanian mereka. Tetapi, lagi-lagi kita tak pernah tahu kapan musibah akan menimpa Tak satu pun kita mengira, menjelang hari raya, atau saat pesta ulang tahun, mungkin juga menjelang pesta pernikahan, angin topan, puting beliung, tsunami, gempa bumi, banjir bandang datang tanpa permisi. Hancurlah semua yang ada, baju baru, gaun pengantin, kue ulang tahun, makanan untuk pesta, bahkan keluarga dan calon pengantin pun terberangus oleh badai. Jika pun boleh berharap, badai dan bencana itu datanglah di hari-hari ketika kita tak sedang berbahagia. Mungkin bolehlah di hari ketika kita tengah putus asa, atau saat tak sedang bersemangat hidup dan mati menjadi pilihan yang lebih baik. Jika boleh tawar menawar dengan Sang Pencipta Bencana, tundalah bencana itu hingga lewat hari raya, setelah pesta pernikahan sehingga ada kesempatan bagi kedua mempelai mereguk indahnya berumah tangga, atau setelah kita membuka kado ulang tahun dari teman dan kerabat. Tapi, kita semua tahu, rencana Allah tak bisa ditawar dan hanya Dia yang tahu. Jika sudah tiba waktunya, tak mungkin ditunda walau sedetik. Seperti halnya bencana, rezeki juga sering datang tak kenal waktu. Ia bisa kita terima di jalanan, di kantor, di masjid, di warung makan, dan di mana saja. Rezeki bisa tiba-tiba menghampiri kita disaat susah maupun senang, disaat berlebih atau ketika tak sepeser pun mengisi kantong kita. Bedanya dengan bencana, tak ada yang mau tawar menawar soal rezeki, agar dikurangi barang sedikit saja. Tak ada pula manusia di muka bumi ini yang meminta ditunda datangnya rezeki. Karena doa kita pun berbunyi, "dekatkan jika masih jauh, turunkan jika masih di atas, keluarkan dari dalam bumi jika masih di perut bumi, percepat jika memang bisa dipercepat, dan, perbesarlah jika memang seharusnya kecil " Sama dengan musibah dan bencana, rezeki itu urusan Allah, dan hanya Dia yang tahu kapan rezeki itu datang. Ia pun, datang sering tak kenal waktu. Kali ini, bencana tak menyentuh kita, keluarga, rumah, juga harta kekayaan kita. Allah masih berkenan kita menikmati indahnya hidup, tanpa air mata kehilangan anggota keluarga, atau kehabisan harta kekayaan akibat bencana. Hingga hari ini, bencana terus melanda saudara-saudara kita dan ia sering datang tak kenal waktu. Maka, teruslah peduli dan berbagi kepada mereka yang tertimpa bencana. Bencana datang tak kenal waktu, semestinya kepedulian kita tak pun tak kenal waktu. Tak terbatas hanya pada bulan suci ramadhan, atau saat kita dalam keadaan lapang. Ingat, sewaktu-waktu sangat mungkin bencana itu menimpa kita. Dan biarkan orang lain yang bergilir membantu kita nanti. Bayu Gawtama http://gawtama.blogspot.com -
[Ida-Krisna Show] Gundah Berakhir Syukur
Gundah Berakhir Syukur Saya akan bercerita lagi tentang seorang Ayah. Plus dengan gundahnya. Tujuh belas tahun yang lalu,usianya masih empat puluh tujuh tahun, dan ia masih berstatus pegawai negeri. Ia bukan atasan, tapi juga bukan bawahan. Punya atasan, pun ada pegawai yang posisinya berada di bawahnya. Di usia itulah, ia terus menerus merasa gundah. Gundah akan segala bentuk `permainan' yang dilakukan atasannya, gundah akan keresahan yang dialami pegawa-pegawai di bawahnya, dan teramat gundah akan masa depannya yang tak kunjung berubah. Di usianya yang hampir memasuki masa pensiun, ia masih tinggal di rumah kontrakan dua kamar yang belum layak disebut rumah. Tak punya kendaraan bermotor, tak punya handphone andai saja seorang anaknya tak menghadiahinya suatu kali saat ia berulang tahun. Ia masih selalu turun naik angkot menuju kantornya, berangkat pagi kembali menjelang malam. Di saat yang sama, rekan-rekan seprofesi dan setingkatnya sesama pegawai negeri sipil, sudah punya rumah mewah yang berdiri di atas tanah seluas seribu meter. Sebuah mobil Toyota keluaran terbaru sering mejeng di rumahnya, itu belum termasuk dua sepeda motor yang dipakai anaknya ke sekolah. Satu lagi yang tak kalah hebatnya, beberapa temannya pun sampai ada yang dua-tiga kali berangkat haji. "Mungkin dia habis dapat warisan," baik sangkanya. Seorang kenalannya, yang ia sebut-sebut tingkatan kepegawaiannya satu level di bawahnya, bahkan sudah bertahun-tahun memiliki rumah besar, lengkap dengan perabot mewah dan kendaraan bermotor. Melihat `kesuksesan' teman-temannya, ia semakin gundah. Usianya bertambah satu tahun, bertambah pula kegundahannya. Akankah ia mewarisi kemiskinan kepada anak-anaknya kelak? Bukan tak ada kesempatan baginya untuk meraih `kesuksesan' layaknya teman-teman seprofesinya. Bukan tak mungkin ia pun, bahkan, bisa memiliki rumah lebih mewah, kendaraan lebih mahal dari teman-temannya. "Kesempatan itu terus terjadi di depan mata," ujarnya. Setiap waktu ia harus berhadapan dengan perintah atasannya untuk me-mark-up anggaran. Setiap saat itulah ia terus merasa gundah, karena sang boss pun berujar enteng, "ambil sebagian buat kamu," Dan godaan itu tak satu dua kali saja. Ia bersikeras untuk tidak melakukan perintah atasannya, tapi ia juga tak tega melihat jeritan anak buahnya yang berharap ia mau menuruti perintah sang boss. Maklum, kalau anggaran di-mark-up, semua dapat jatah, bahkan sampai ke bawah. Usia terus bertambah, memasuki angka lima puluh. Gundahnya semakin menjadi. Seorang pegawai negeri, bukan atasan, juga bukan bawahan, masih tinggal di rumah kontrakan selama bertahun-tahun. Tak terbeli kendaraan, meski sekadar roda dua. Saya pernah sering mendapatinya mengenakan pakaian yang itu-itu saja selama beberapa hari. kadang ia terlambat ke kantor menunggu tangan lihai sang isteri menjahit celana panjangnya yang sedikit koyak. Pernah juga saya dengar, ia meminta sang isteri meminjam sejumlah uang ke tetangga agar bisa berangkat ke kantor. Pantang baginya untuk terlambat, apalagi absen dengan alasan yang yang tidak jelas. Satu, dua tahun berikutnya. Gundahnya menghilang seketika menjelang memasuki masa pensiun. Ia justru bersyukur tak terlibat praktik dan `permainan' yang selama bertahun-tahun berlangsung di depan matanya. Ia memang melihat semua itu, namun ia hanya mampu menutup mata agar tak tergoda barang sedikit pun mencicipinya. Hingga kini, saat ia menghabiskan sisa-sisa hidupnya di rumah kontrakannya yang selama puluhan tahun ia tempati, ia boleh berbangga tak menyentuh uang yang bukan haknya. "Saya masih senang ikut pengajian, akan ditaruh di mana wajah ini seandainya saya ambil `kesempatan' itu dahulu, saat seorang ustadz bicara soal haramnya korupsi. Pasti akan panas telinga saya mendengar ayat-ayat yang dilafazkan ustadz tentang harta yang bersih. Akankah sanggup saya tersenyum dengan harta-harta yang orang lain tahu, bahwa tak mungkin pegawai seperti saya mampu memilikinya jika tidak dengan cara yang tidak halal?" Bibirnya bergetar mengucapkan kalimat ini. Kegundahan yang puluhan tahun ia jaga dan tetap terjaga sebagai gundah yang lebih sering terselesaikan dengan airmata di atas sajadah setiap malamnya itu, kini membuahkan ketenangan hidup. Ia tetap bersyukur, meski hingga hari ini masih tinggal di rumah kontrakannya. Ia merasa tenang, "Bahkan mati nanti pun saya tak cemas, karena tidak banyak harta yang harus saya pertanggungjawabkan di hadapan Allah". Giliran saya yang bersyukur, karena saya teramat mengenal dan dekat dengan sosok Ayah ini. Semoga saya bisa menjadi seperti yang diharapkannya, jujur dan bersih meski harus terus menerus menggenggam gundah. Bayu Gawtama http://gawtama.multiply.com Yahoo! Groups Sponsor ~--> Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News! LAUNCH Music on Yahoo! http://us.click.yahoo.com/wmKGzA/JARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM --
[Ida-Krisna Show] Lebaran bagi Penghuni Lapas Anak Tangerang
Sabtu pagi, 3 Syawal 1426 H, alias hari ketiga lebaran, puluhan relawan Kelompok Kerja Sosial (KKS) Melati menyambangi Lembaga Pemasyarakatan Anak Negara atau biasa dikenal dengan Lapas Anak di Tangerang. Sebelumnya, sudah diberitahukan kepada para relawan untuk berkenan membawa makanan kecil atau kue lebaran untuk para penghuni Lapas. Bagi para relawan Melati, kunjungan ini tak sekadar menjadi kunjungan kesekian kalinya, tetapi juga menjadi kunjungan yang paling mengharukan. Setidaknya itu yang saya rasakan. Hadi dan Bayu, dua anak SMP yang ikut serta dalam rombongan relawan KKS Melati, kali pertama mengikuti kegiatan sosial, membayangkan suasana 'penjara' anak-anak itu teramat menyeramkan. Awalnya, mereka mengira akan bertemu wajah-wajah sangar dan sikap brutal para penghuni. Ternyata, setelah lima belas menit di dalam dan berbincang langsung dengan mereka, keduanya bisa tersenyum. "Tak seperti bayangan saya, ternyata mereka ramah dan bersahabat," ujar Hadi. Ya, bukan hanya karena hari itu masih dalam suasana lebaran hingga mereka begitu ramah. Bahkan pada kunjungan kami sebelumnya pun, mereka memang ramah dan sangat bersahabat. Sikap yang mereka tunjukkan, seolah menghilangkan kesan brutal fisik sebagian mereka yang terlihat 'berbeda' dari anak-anak biasa. Tatto, dan codet di wajah, menjadi hiasan seragam anak-anak penghuni Lapas yang rat-rata berusia di bawah 18 tahun. Bagaimana lebaran mereka di Lapas? sebahagia kita kah? Silahkan menilainya dari beberapa yang mampu saya rekam. Gobel Gonzales, begitu teman-temannya memanggil, menganggap, lebaran kali ini tak begitu menyedihkan, walau tak satu pun orang tua dan keluarga lainnya yang mengunjunginya di hari raya ini. "Ini lebaran ketiga saya tanpa mereka, jadi sekarang sudah biasa. Yang sedih justru di lebaran tiga tahun yang lalu, itu lebaran pertama saya tanpa kunjungan mereka". Gobel pantas bersedih, dia dan lebih 300 temannya harus bermalam takbiran di dalam lingkungan Lapas. Tak ada baju baru kiriman, tak ada kue lebaran, dan yang pasti, tak ada tangan yang sangat ia rindui untuk dikecup. "Saya kangen ibu, saya ingin ibu tahu betapa menyesalnya saya". "Tapi saya cukup senang berada di tempat ini. Kalau di luar, belum tentu saya berpuasa, belum tentu saya rajin tarawih, belum tentu saja rajin sholat wajib. Jadi, lebaran tahun ini, terasa sekali bahwa ini bulan kemenangan bagi saya, karena saya mampu berpuasa full, tarawih dan baca quran setiap hari pun tak tinggal," tambah Gobel tak bermaksud menyindir orang-orang di luar Lapas. Agus, saya kira dia yang terlihat paling senang hari itu. "Besok saya sudah bebas." Tapi tetap saja lebaran kali ini terasa menyedihkan baginya. "Waktu malam takbiran saya menangis, saya teringat malam takbiran bersama orang tua dan adik-adik," ujar anak remaja yang masuk ke Lapas lantaran kasus narkoba itu. Sementara remaja berpeci di sebelahnya tak sebahagia Agus. "Bahkan lebaran tahun depan pun saya masih di sini," sedihnya. Taufik, remaja berkulit putih bersih dan jauh dari tampang seram itu mengaku bersemangat di hari raya ini. "Hari bebas saya masih empat bulan lagi, tapi saya berpikir, tak akan pernah lagi berlebaran di tempat ini tahun depan. Cukup dua lebaran saja". Ia tertangkap basah membawa sejumlah ganja dan obat terlarang lainnya di bilangan Senen, Jakarta Pusat. "Saya tidak mau kejeblos ke lubang yang sama dua kali," sambil menyebut beberapa teman se Lapas yang berulang kali ke luar masuk karena kasus yang sama. Semakin lama berbincang dengan remaja-remaja itu membuat saya semakin haru. Dan, nyatanya, air mata ini tak mampu terbendung saat menangkap sosok anak paling kecil di antara ratusan yang ada. Rizki namanya, usianya baru 9 tahun, asal Serang, Banten. 9 tahun? saya membayangkan betapa anak seusia itu masih senang bermanja bersama ibunya, masih ingin banyak bermain. "Ibu nggak datang, mungkin ibu malu punya anak seperti saya," akunya sedih. Entah siapa sebenarnya yang harus menanggung malu, Rizki atau orang tuanya lantaran pencabulan terhadap anak tetangga yang dilakukan bocah 9 tahun itu. Bukankah anak seusia itu seharusnya masih dalam pengawasan ketat orang tuanya? Kue lebaran yang kami bawa, juga berbagi kebahagiaan lebaran yang kami lakukan hari itu, mungkin tak banyak membersitkan senyum di hati mereka. Tapi, kami yakinkan kepada mereka satu hal, bahwa mereka layak mendapatkan sahabat. Dan kami lah sahabat mereka. Bayu Gawtama dedicated to KKS Melati Yahoo! Groups Sponsor ~--> Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News! LAUNCH Music on Yahoo! http://us.click.yahoo.com/wmKGzA/JARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa unt
[Ida-Krisna Show] Orang Miskin Dilarang Lebaran?
Sampai detik ini saya masih ingat kasus seorang ibu yang digelandang petugas keamanan sebuah Mal di Jakarta, karena kedapatan mencuri beberapa pasang pakaian anak dan menyembunyikannya di balik pakaiannya. Ketika ditanya motif pencurian yang dilakukannya, sambil menangis minta ampun, si ibu berkata, "Anak saya menangis setiap hari minta baju lebaran, orang miskin seperti saya, punya uang dari mana untuk membelinya?". Itu kasus tiga atau empat tahun yang lalu, di hari-hari terakhir Ramadhan. Bahwa kemudian di sebuah harian nasional, kasus serupa diberitakan kembali setahun kemudian, lagi-lagi terjadi di beberapa hari terakhir Ramadhan, menjelang lebaran. Tahun ini, saya belum mendengar atau membaca berita yang sama, dan semoga saja tidak ada kasus demikian. Walau pun saya harus bersiap kemungkinan mendapati berita serupa, bahkan mungkin tidak satu kasus. Bisa dua, empat, atau tak terbilang kasus serupa di berbagai tempat. Kasus empat tahun lalu, dan setahun kemudian saja, saya duga itu hanya sebuah contoh. Artinya, ada banyak kasus serupa dengan motif yang tidak berbeda terjadi di banyak tempat, di banyak Mal, di banyak kota di Indonesia. Mungkin, kebetulan kasus lainnya itu tidak tertangkap media. Atau justru banyak pencuri-pencuri dadakan itu - terpaksa mencuri karena anak mereka minta baju lebaran- tidak tertangkap. Lebaran memang sebuah fenomena. Bagi orang-orang mampu, lebaran layaknya pameran status sosial. Rumah mereka kembali seperti baru menjelang lebaran, seluruh anggota keluarga mengenakan pakaian serba baru dan mahal, hidangan di meja makan pun beraneka ragam dan bentuk. Tak cukup satu lauk, bisa disebutkan hingga empat macam lauk siap disantap. Belum lagi makanan kecil, kue lebaran, dan jenis es segar menemani kehangatan silaturahim hari raya. Dan yang tak pernah ketinggalan, anak-anak kecil mereka berlomba mengumpulkan uang "salam tempel" atau "hadiah lebaran". Tak jarang mereka menghitung bersama, untuk menunjukkan jumlah yang mereka dapat lebih banyak dari anak lainnya. Bagaimana dengan orang-orang di luar mereka? kelas menengah, masihlah boleh berbahagia. Meski tak semahal dan sebanyak pakaian orang-orang kelas atas, mereka masih bisa berbaju baru, bersepatu baru. Kue-kue masih tersedia di ruang tamu, begitu juga ketupat lebaran dan rendang daging. "Setahun sekali," ujar mereka beralasan. Termasuk soal "angpaw" lebaran, meski sedikit, tetap saja mampu membuat anak-anak itu tersenyum. Setidaknya mereka bisa membeli mainan yang sudah lama diidamkan, tidak perlu merengek dan menggelendoti kantong orang tua mereka. Dengan uang yang tak seberapa itu, seolah mampu membeli semua keinginan mereka yang selama ini sekadar mimpi. Bagaimana nasib orang-orang miskin? Anak yatim?. Ada yang terpaksa mencuri dan mengambil resiko berlebaran di balik jeruji demi keceriaan anak mereka di hari raya. Bagi mereka yang tetap sederhana dan menerima kenyataan, cukuplah nasi dan air putih tetap tersedia. Kalau pun boleh berharap, seikat ketupat kiriman dari tetangga akan menghiasi dapur mereka. Setidaknya, ada nuansa lebaran di rumah mereka dengan hadirnya tiga-empat belah ketupat di dapur. Kue lebaran? Nanti dulu. Justru mereka yang akan mendatangi rumah- rumah orang mampu. Gayung bersambut karena biasanya orang-orang kaya akan menggelar "open house" untuk para tetangganya. Di saat seperti inilah, orang-orang miskin akan merasa lebaran juga diperuntukkan bagi mereka. Untuk anak-anak, selain mencicipi, dan sedikit memenuhi kantong-kantong mereka dengan aneka kue lebaran, bolehlah berharap ada jatah "angpaw" dari tuan rumah. Jadilah mereka rajin mencium tangan para dermawan hari raya itu, "ya, setahun sekali". Ah, lebaran memang fenomenal. Berbagai lapisan masyarkat merayainya dengan caranya masing-masing. Ya si kaya, juga si miskin. Jadi, kata siapa orang miskin dilarang lebaran? Mereka tak terima THR, tak berbaju baru, tak punya kue lebaran, tak ada ketupat, tapi mereka punya harapan bertemu orang-orang yang akan membagi keceriaan hari raya. Semoga, harapan itu mampu terjawab di hari raya ini. Bayu Gawtama http://gawtama.blogspot.com Yahoo! Groups Sponsor ~--> Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News! LAUNCH Music on Yahoo! http://us.click.yahoo.com/wmKGzA/JARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group
[Ida-Krisna Show] Lebih Nikmat dengan Berbagi
Lebih Nikmat dengan Berbagi Ia membiarkan putrinya tidur di pangkuannya, matanya menerawang memperhatikan mobil-mobil truk maupun pick up yang membawa sayur- sayuran. Pukul 01.15 dini hari itu, Mbok Dariah, berkutat dengan hawa dingin terminal yang setiap dini hari berubah menjadi pasar kaget. Sebentar ia berlari meninggalkan putrinya yang terlelap untuk mengejar tumpukan sayur di truk atau mobil pick up, seketika, karung besar berisi sayur atau cabai sudah berada di pinggangnya. Setiap hari ia lakukan itu dengan membawa serta putri bungsunya yang masih berusia empat tahun. Sang putri, tentu tak pernah mengerti mengapa ibunya rela melakoni pekerjaan itu, memerangi kantuk, berselimut udara malam yang dingin, kemudian berkeringat saat dan sesudah memanggul karung. Padahal, upah yang didapat dari memanggul karung itu tak seberapa. Tidak hanya di hari-hari biasa, bahkan di bulan Ramadhan pun ia tetap menjalani pekerjaan kasarnya itu. "Justru kalau bulan puasa, lebih banyak dapat duitnya," ujarnya singkat. Ya, Ramadhan memang membawa berkah pula bagi seorang Dariah. Jumlah permintaan belanja masyarakat lebih tinggi, sehingga pasar malam lebih ramai. Tidak hanya dua tiga karung yang bisa terangkut olehnya, bahkan di bulan ini bisa mencapai enam karung. "Lumayan, bisa buat buka puasa," pungung tangannya membasuh peluh di keningnya. Bagaimana dengan sahur? "Nggak mikirin sahur deh, dapatnya juga nggak seberapa. Makan satu lontong saja sudah syukur," akunya polos. Sedikit uang yang didapatnya dini hari itu membuatnya berpikir berulang kali untuk membeli sebungkus nasi sahurnya. Hingga akhirnya, lebih sering ia memutuskan untuk tidak makan sahur. Sedangkan untuk tiga anak lainnya di rumah, ia sudah membagi dua nasi dan lauk makanan berbuka untuk makan sahur. Di lain tempat, Bang Wawan, tukang becak yang biasa mangkal di depan gang rumah ibu saya malah lebih sering tidak makan sahur. Menurutnya, kalau dalam sehari banyak nariknya ia bisa makan sahur bersama lima teman lainnya di satu pangkalan. "kalau sepi, kadang makan, kadang sebungkus berdua, tapi lebih sering nggak makan". Ia mengaku sudah biasa tak makan sahur, meski pun ia harus tetap berpuasa saat menjalankan pekerjaannya sebagai tukang becak. Lelah, sudah pasti, tak bertenaga saat mengayuh becak, masuk akal, karena ia tak makan sahur. Itulah sebabnya, saat saya berkunjung ke rumah ibu, meski tak setiap sore, sering ada makanan berbuka dan beberapa bungkus nasi untuk tukang becak di pangkalan depan gang itu. Hampir semua warga disitu bergantian memberi makanan berbuka atau makan sahur untuk Bang Wawan dan teman-temannya. Lalu bagaiman dengan tukang becak di pangkalan lainnya? Apakah mereka juga makan sahur? Mungkinkah warga sekitarnya cukup peduli dengan orang-orang seperti Bang Wawan? Seorang kawan bercerita, airmatanya tak henti meleleh sampai menjelang dzuhur setiap kali teringat wajah-wajah polos di panti yatim. Dini hari tadi, ketika waktu sahur ia dan beberapa teman kantornya menyambangi dua panti yatim di Jakarta dengan membawa nasi bungkus untuk makan sahur anak-anak yatim. Pengakuan pengelola panti lah yang membuatnya terus menangis, "Setiap malam saya tidak bisa tidur, mikirin apa yang bisa dimakan untuk sahur mereka". Menatap polos mata-mata penuh harap milik anak-anak itu, hatinya makin terenyuh. Bagaimana mungkin selama ini ia bisa nikmat menyantap makan sahur dan berbukanya, sementara dini hari itu ia tahu ada banyak anak- anak yang tak punya apapun untuk dimakan. Melihat kembali meja makan kita yang penuh sesak makanan berbuka, yang terkadang tak habis hingga makan sahur tiba. Sementara kita sudah menyiapkan makanan yang lain untuk sahur. Jadilah tempat sampah persinggahan makanan sisa berbuka. Mungkin, terlalu banyak makanan yang terjejal di mulut ini, menyesaki setiap rongga dalam perut kita. Padahal, pasti lebih nikmat jika kita membaginya. Saat kita berpuasa, mereka juga berpuasa Ketika tiba waktu berbuka, banyak diantara mereka yang tetap berpuasa Waktu makan sahur, mereka menatap meja makan dan piring kosong Tanpa berbagi, nikmatkan santapan kita? Bayu Gawtama Yahoo! Groups Sponsor ~--> Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News! LAUNCH Music on Yahoo! http://us.click.yahoo.com/wmKGzA/JARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ida
[Ida-Krisna Show] Sepertinya, Ini Hari Terakhir Saya
Sepertinya, Ini Hari Terakhir Saya Tetapi saya masih terus menikmati keterlenaan dan menunda-nunda amal baik. Semestinya diri ini berpacu dengan waktu yang semakin dekat, agar lebih banyak lagi kebaikan yang terbuat. Bukankah saya teramat tahu, manusia yang berhak tersenyum di akhirat kelak ialah yang paling banyak timbangan amal kebaikannya? Lalu kenapa diri ini masih banyak berdiam diri, meski terbentang luas hamparan ladang amal di depan saya. Anak-anak yatim masih terlantar, masjid-masjid lebih sering menyendiri, dan fakir miskin terus bertambah. Semakin hari, semakin saya merasa bahwa waktu yang diberikan Allah buat diri ini semakin berkurang. Masanya semakin dekat bagi saya, dan saya kira tidak berapa lama lagi utusan Allah akan berkunjung. Tetapi saya masih merasa tenang, tidak sedikit pun ada ketakutan menghadapinya. Padahal saya teramat sadar, jikalah malaikat melihat tas bekal takwa yang saya punya, teramat malulah diri. Sangat jauh dari cukup perbekalan yang sudah saya persiapkan untuk menuju kampung akhirat. Sebuah perjalanan yang teramat jauh dan memerlukan bekal sebanyak-banyaknya, namun saya tak pernah berusaha memenuhi tas bekal itu. Akankah saya menghadap-Nya dengan berbagai kekurangan ini? Pakaian yang saya kenakan saat ini begitu compang-camping, tak terhitung lubang dan koyak yang belum sempat tertambal. Tak malukah saya bertemu dengan Allah yang Maha Agung dengan pakaian yang penuh noda? Tak terbilang dosa yang saya perbuat selama hidup, tak mampu terhitung kesalahan yang disengaja maupun yang tak tersengaja, belum banyak kebaikan yang saya perbuat untuk menambal keburukan yang semakin pekat memenuhi wajah ini. Padahal, hanya dengan memperbanyak kebaikan lah noda-noda hitam itu bisa terhapus, segala koyak dan lubang di pakaian diri kembali terjahit. Hari ini, mungkin hari terakhir saya, tapi teramat banyak koyak yang belum tertambal. Malam nanti, bisa jadi terakhir kalinya saya menikmati indahnya rembulan, dan bintang-bintang di sekitarnya, sambil merasai kesejukan angin malam. Saya tahu, bisa jadi, disaat saya tengah menikmati malam inilah malaikat Izrail datang dan mengajak serta diri ini menghadap Sang Khalik. Semestinya saya lebih sering menghiasi malam-malam saya dengan bersujud, membasahi bibir ini dengan lebih sering menyebut nama-Nya. Sudah sering saya dengar, bahwa Allah senang kepada hamba yang menyebut-nyebut nama-Nya. Nyatanya, saya belum benar-benar siap jika hari ini Dia menghendaki saya bertemu-Nya. Tak banyak kebaikan yang membuat saya merasa percaya diri menghadap-Nya saat ini. Belum bersih benar wajah ini dari noda kehitaman akibat sekian banyak kesalahan yang belum sempat saya menghapusnya dengan amal shalih, teramat tak pantas untuk bersua dengan wajah agung milik-Nya. Meski sudah berusaha menambal setiap koyak di pakaian, namun masih saja tangan ini berbuat alpa dan kekeliruan sehingga menyebabkan koyak yang lebih banyak lagi. Padahal, pakaian terbaik lah yang harus saya kenakan saat bertemu- Nya nanti. Dan terpenting dari itu semua, nampaknya Allah masih belum bisa tersenyum dengan ibadah-ibadah saya yang seadanya, seperlunya, sekadarnya dan sesempatnya. Tuhan, semoga hari ini bukan hari terakhir saya. Belum cukup bekal takwa yang saya persiapkan menuju-Mu, tak satupun amal unggulan yang bakal saya persembahkan di hadapan-Mu. Tapi, jika memang ini hari terakhir bagi saya, maka ampunilah diri ini. Jika ampunan-Mu tak saya dapati, malanglah diri ini sungguh. Bayu Gawtama Yahoo! Groups Sponsor ~--> Tired of hearing the same songs over and over? Listen to Internet Radio! Skip songs. Click to listen to LAUNCHcast! http://us.click.yahoo.com/.mKGzA/HARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] Kejujuran Belum Mati
Kejujuran Belum Mati Belum lama saya mengenalnya, baru beberapa hari yang lalu saat saya mengantar seorang teman untuk mengganti kacamatanya. Pak Burhan, usianya sudah kepala empat, ia mengaku sudah dua puluh lima tahun menjalani profesi sebagai penjual kaca mata, "Optik berjalan," istilahnya. Tetapi pertemuan yang hanya satu hari dan tidak disengaja itu seolah membuat saya merasa baru saja bertemu teman lama yang teramat saya rindui. Secara fisik, saya memang baru bertemu kali itu. Dan memang bukan sosoknya yang saya rindui, melainkan apa yang baru saja diutarakannya tentang sekelumit pengalamannya mencari nafkah sebagai penjual kaca mata. Bermula dari teman saya yang memaksa saya untuk ikut bersamanya memesan kacamata. Saya harus ikut, katanya. Sementara ia tak menjelaskan maksud `paksaannya' itu, kecuali satu kalimat, "kamu akan mendapat satu pelajaran lagi". Tak perlu berpikir lama, saya pun mengiyakan ajakannya. Jika berkenaan dengan soal pembelajaran, tak ada kata penolakan untuk urusan satu ini. Enam ratus ribu, biaya yang harus dikeluarkan teman saya untuk satu kacamata barunya. Baginya, angka sebesar itu tidak masalah, karena ia akan mendapat penggantian dari kantornya. "Pak Burhan, kita kan sudah langganan. Tolong dibuatkan kwitansinya satu juta ya pak, nanti saya kasih seratus ribu buat bapak," tak menyangka, kalimat itu yang keluar dari mulut teman saya saat ia menyodorkan enam ratus ribu untuk pembayaran kacamatanya. Dahinya berkerut, matanya mengerenyit memandang tajam ke arah teman saya. Ia seperti tengah bertanya-tanya, benarkah permintaan barusan keluar dari langganannya yang satu ini? "Apa saya tidak salah dengar pak? Bukankah bapak sudah tahu sikap saya untuk hal ini?" orang di sebelah saya yang baru saja memesan kacamata hanya menyeringai, kemudian terkekeh kecil. Kemudian ia bangkit dan memeluk Pak Burhan, "Ternyata, Pak Burhan sekarang tidak berubah dengan Pak Burhan dua tahun lalu, saat pertama kali saya memesan kacamata lewat bapak," ujar teman saya yang ternyata hanya menguji Pak Burhan. Dua puluh lima tahun ia menjalani profesinya sebagai optik berjalan, tidak bisa dibilang cukup penghasilan yang bisa diperolehnya. Untuk pesanan satu kacamata, tak jarang ia hanya mendapat keuntungan dua puluh lima ribu rupiah, walau pun sesekali ia merasakan keuntungan empat kali lebih besar dari itu. "Yah, nggak sebulan sekali pak," ujarnya singkat. Dalam seminggu paling banyak dua pesanan kacamata yang diterimanya, bahkan kadang tak satupun ia mendapat pesanan dalam satu pekan. Namun, keadaan yang semakin menghimpitnya itu ternyata tak pernah ia jadikan alasan untuk menerima tawaran untuk membuat kwitansi diluar kewajaran. "Banyak pak yang minta saya bikin kwitansi semacam itu, selalu saya tolak. Duitnya nggak seberapa, tapi dosanya itu " menjawab pertanyaan saya, berapa banyak langganannya yang meminta jumlah pembayarannya dilebihkan dalam kwitansi. "Bapak tidak takut langganannya akan beralih ke yang lain?" tanya saya disambutnya dengan seringai tawanya yang sedikit tertahan. "Yang saya tahu pak, tangan kanan itu tempatnya tetap di kanan, nggak pernah pindah ke kiri." Ia memperjelas kalimatnya, bahwa kebenaran nggak akan pernah ditinggalkan, dan menurutnya, justru semakin banyak pemesan kacamata yang datang kepadanya. Padahal ia tidak pernah mengenal sebelumnya. "Itu di luar langganan, kalau yang sudah langganan sih pasti datang kesini, seperti teman bapak ini," tawanya mulai lepas. Pak Burhan, dibalik perawakannya yang kecil, kurus dan berkulit hitam itu tersimpan hati yang jernih, yang didalamnya terukir indah kejujuran yang senantiasa terawat indah. Dan teman saya benar, saya baru saja mendapati sebuah kenyataan, bahwa kejujuran ternyata belum benar-benar mati. Bayu Gawtama www.gawtama.blogspot.com www.gawtama.multiply.com Yahoo! Groups Sponsor ~--> Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News! LAUNCH Music on Yahoo! http://us.click.yahoo.com/wmKGzA/JARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] Jika Ramadhan Tak Pernah Ada
Jika Ramadhan Tak Pernah Ada Masjid terlihat penuh sejak hari pertama bulan Ramadhan, di malam hari saat salat tarawih, bahkan di waktu subuh. Di waktu-waktu salat lainnya, seperti dzuhur dan ashar, masjid pun disemuti orang-orang yang singgah untuk salat kemudian melepaskan penat dan lelah usai bekerja. Sebagian tampak serius mendengarkan ceramah selepas dzuhur. Adakah suasana seperti itu bisa kita temui di bulan lain selain Ramadhan? Jika Allah tak menciptakan bulan Ramadhan untuk kehidupan kita, mungkinkah masjid kita dipenuhi jamaah setiap malam dan waktu subuh? Di banyak tempat, hampir setiap saat bisa kita saksikan orang-orang, muda dan tua, khusyuk memegang mushaf Alquran. Seolah menjadi bacaan wajib yang tak boleh tertinggal untuk menghiasi hari dengan lantuan ayat suci, tak peduli dimana mereka berada. Di dalam bis, gerbong kereta, dalam kelas, kampus, di kantor, bahkan dalam kendaraan pribadi pun diperdengarkan suara yang semakin mendekatkan kita kepada Allah. Andai hari-hari terakhir yang kita saksikan saat ini bukan hari-hari Ramadhan, adakah orang-orang yang menjadikan Alquran bacaan wajibnya setiap hari, bahkan setiap usai salat lima waktu sebanyak saat ini? Orang-orang berlomba memperbanyak sedekah, infak dan zakat seolah esok hari kita akan mati, sehingga merasa punya cukup bekal untuk berhadapan dengan Allah. Jika Allah tak menjanjikan ganjaran berlipat ganda untuk setiap amal shalih, infaq dan sedekah yang dilakukan di bulan Ramadhan, mungkinkah sama semangat kita untuk beramal shalih? Sebesar saat Ramadhan kan sedekah yang kita beri? Di waktu-waktu menjelang maghrib, para tetangga saling hantar penganan berbuka. Masjid-masjid membuka pintu lebar-lebar, kemudian mengundang fakir miskin dan orang-orang dalam perjalanan untuk berbuka puasa bersama, menikmati penganan seadanya. Begitu adzan berkumandang, keceriaan fakir miskin begitu jelas terlihat meski hanya segelas teh manis dan tiga buah kurma di tangan mereka. Jika tak pernah ada yang menjelaskan bahwasanya pahala memberi makanan berbuka bagi orang berpuasa sama dengan pahala berpuasa itu sendiri, akankah tetap tersedia makanan berbuka di berbagai masjid? Adakah saling hantar makanan oleh orang-orang bertetangga? Sejuk, nyaman dan aman. Inilah suasana yang tercipta dan kita rasakan selama bulan Ramadhan. Semua orang di hadapan kita begitu mempesona, dan yang kita jumpai pun tampak baik, sabar, serta menahan amarah mereka. "Jangan marah, kan sedang berpuasa" itu nasihat yang sering kita dengar saat amarah memuncak, redalah hati. Senyum persaudaraan senantiasa kita dapatkan di mana pun kita berada. Akankah hari-hari penuh kesejukan seperti ini yang tetap bisa kita rasakan seandainya Ramadhan tak pernah ada? Kepedulian terhadap sesama begitu tinggi di bulan ini, mungkin pengaruh perut lapar kita yang ikut merasakan betapa banyak orang- orang yang tetap "berpuasa" meski bukan di bulan Ramadhan. Saling berbagi, memberi dan empati amat ringan tercipta dari tangan dan hati kita. Tetap pedulikah kita di bulan selain Ramadhan? Masih adakah yang akan terus kita bagi kepada orang lain, meski tak lagi di bulan Ramadhan? Jika Ramadhan tak pernah ada, masihkah kita jumpai kebaikan, kepedulian, dan kesejukan dalam kehidupan sehari-hari? Akankah semua kenikmatan itu hanya seperti buah kurma, yang muncul khusus di bulan Ramadhan saja. Kemudian hilang entah kemana sehari setelah hari raya, sehari setelah kita saling bermaafan, sehari setelah kita merayakan hari kemenangan. Beruntunglah kita, karena Allah menghadirkan Ramadhan untuk hamba- Nya. Akan sangat beruntunglah kita, jika kita mampu menghadirkan nuansa Ramadhan di lain bulan selain Ramadhan. Semoga. Bayu Gawtama Yahoo! Groups Sponsor ~--> Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News! LAUNCH Music on Yahoo! http://us.click.yahoo.com/wmKGzA/JARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] Nurul Hanifah, Potret Buram Anak Bangsa
Nurul Hanifah, Potret Buram Anak Bangsa Tercekat leher ini, nyaris tak ada kata-kata yang bisa terucap saat melihat kondisi Nurul Hanifah, balita berusia 1,3 tahun yang menderita kekurangan gizi dan kelainan pada saluran pencernaan. Dayani (40 tahun), Ayah Nurul yang bekerja sebagai buruh tidak tetap dengan penghasilan yang jauh dari cukup, tak memiliki uang yang cukup untuk membawa anaknya ke dokter, bahkan untuk sekadar ke Puskesmas. Sedangkan sang Ibu, Watina (40 tahun), hanya pasrah melihat kondisi anaknya yang semakin hari semakin terlihat menderita. Penderitaan Nurul Hanifah yang tinggal di Jl. Tipar Raya, Gg. Jaya Sakti, Jakarta Utara, langsung terlihat dari fisiknya yang sangat memprihatinkan. Wajahnya pucat dengan mata yang menerawang, dan dengan berat badan yang tidak lebih dari 3500 gram di usia 1,3 tahun, Nurul terlihat amat menderita, tidak ceria dan tampak menahan sakit di bagian perutnya. Mungkin akibat penyakit di saluran pencernaannya yang tidak pernah tertangani oleh dokter. Sebenarnya, kondisi Nurul yang memprihatinkan itu sudah diketahui oleh Lurah Sukapura, Jakarta Utara. Watina, ibunda Nurul, membawa serta gadis kecilnya itu saat turut serta dalam aksi demonstrasi di Depot Plumpang beberapa waktu lalu. Pak Lurah, tutur Watina, sempat melihat dan menanyakan kondisi Nurul, namun tidak ada tindakan apa pun setelah itu selain meminta sang ibu segera membawanya ke puskesmas. Namun apa daya, bagi Dayani maupun Watina, ke Puskesmas juga bukan tempat gratisan. Artinya, mereka harus tetap mengeluarkan uang, yang meski kecil tetap sulit bagi orang seperti Dayani yang bekerja sebagai buruh tidak tetap dengan penghasilan yang juga tidak tetap. Ibu Evi, seorang kader Posyandu Desa Sukapura, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara yang melihat kondisi Nurul merasa prihatin. Ia mengetahui ada lembaga kemanusiaan yang dianggapnya bisa membantu, ia pun menghubungi ACT (Aksi Cepat Tanggap). Seorang relawan ACT yang menerima telepon pengaduan Ibu Evi tentang kondisi seorang balita di Cilincing yang mengalami gizi buruk, segera meneruskan laporan tersebut ke staf ACT yang lain. 5 Oktober 2005, hari pertama bulan Ramadhan, dua relawan ACT mendatangi rumah Ibu Evi untuk diantar ke rumah Nurul Hanifah. Menurut Ibu Evi, ia melihat kondisi Nurul yang mengenaskan itu pada saat aksi demonstrasi kenaikan BBM di Depot Plumpang. Nahas bagi Dayani dan Watina, mereka tidak memiliki kartu GaKin (Keluarga Miskin) lantaran tidak punya KTP dan Kartu Keluarga DKI Jakarta. Anak mereka pun tak bisa dibantu untuk ditangani rumah sakit. "Pak Lurah merekomendasikan untuk segera mengurus KTP dan KK," ujar Bu Evi. Tim ACT pun bereaksi cepat, tak bisa menunggu proses pembuatan KTP dan KK yang biasanya memakan waktu hingga dua pekan. Tindakan emergency terhadap Nurul mesti dilakukan, mengingat kondisi balita itu yang menderita gizi buruk sangat parah dengan ditandai semakin menurunnya berat badan yang sangat tidak sebanding dengan usianya. Malam itu, sekitar pukul 20.00, di dalam rumah yang kumuh dan sanitasi yang buruk, kondisi Nurul terlihat lemah. Tim ACT membawa Nurul dan ibunya ke dokter spesialis anak terdekat, didampingi ibu Evi. Dr. Andrian yang menanangi Nurul mengaku tidak banyak yang bisa dilakukannya mengingat kondisi Nurul yang sangat parah. Ia pun merekomendasikan agar Nurul segera dibawa ke rumah sakit untuk perawatan intensif. Sebelumnya, untuk memperbaiki kualitas ASI sang ibu, Tim ACT memberikan makanan bergizi dan juga susu khusus untukmenambah jumlah dan kualitas ASI. Selain itu, susu tambahan untuk Nurul juga diberikan. Tim ACT juga menitipkan uang seadanya kepada keluarga Nurul untuk tambahan biaya ke rumah sakit. Malam semakin larut saat Tim ACT meninggalkan rumah kumuh itu, Dayani dan isterinya sangat berterima kasih atas kedatangan dan bantuan yang diberikan Tim ACT. Menurut mereka, jangankan memikirkan kesehatan, untuk makan sehari-hari pun keluarga mereka sering mendapat bantuan dari tetangga, yang sebenarnya kondisinya juga tidak jauh berbeda. Saat Tim ACT pergi, sekelumit harap masih bisa kami tangkap, andai masih ada yang mau membantu anak mereka, agar sesehat dan seceria anak-anak lainnya. Bayu Gawtama (Laporan dari Eko Yudho, ACT) Aksi Cepat Tanggap (ACT) 021-741 4482 0812 848 1466 (Imam) Yahoo! Groups Sponsor ~--> Over 1 billion served! The most music videos on the web. Click to Watch now! http://us.click.yahoo.com/xmKGzA/IARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 ==
[Ida-Krisna Show] Sedihnya Tukang Serabi
Sedihnya Tukang Serabi Di sudut persimpangan jalan itu ia menjejerkan tiga tungku kecilnya. Satu tungku lainnya terbuat dari batu yang disusun hingga menyerupai tungku. Bara api dari kayu bakar yang memerah menyesakki bagian bawah tungku, kemudian satu persatu wajan kecil yang terbuat dari tanah liat di atas tungku itu dituangkan adonan kue serabi. Beberapa orang terlihat menunggu kue serabi itu masak, menikmati kue serabi dalam keadaan masih hangat pasti menjadi sebab mereka rela menunggu kue diangkat dari wajan. Ibu Ikah, 32 tahun, penjual kue serabi itu selalu terlihat berjualan di sudut simpang jalan. Ia menjajakan serabi di simpang jalan itu hanya di dua pekan terakhir saja, semenjak tanah kosong di sisi kanan persimpangan jalan itu tengah ramai oleh "pasar malam". Rombongan kemedi putar dan aneka mainan rakyat lainnya yang ikut ambil bagian menambah semarak pasar rakyat yang dibuka setiap malam itu. Sudah tentu itu membuat para pedagang seperti Bu Ikah tersenyum senang lantaran jajakannya laris manis. Tapi malam itu, satu malam sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, Bu Ikah nampak sedih. Setumpuk kue serabi yang sudah dimasaknya belum terjual, dan bara api pun dipadamkannya sesaat sambil menunggu pembeli. "Berapa harga satu kuenya bu," sapaan saya membuyarkan lamunannya, entah apa yang sedang dilamunkannya, tapi sangat jelas wajahnya memancarkan kesedihan. Rupanya, malam itu tak banyak uang yang diperoleh ibu tiga anak itu. "Baru cukup untuk kembali modal saja pak," lirihnya. Pesanan sepuluh kue serabi dari saya membuatnya sedikit tersenyum, kecil terdengar suaranya berucap syukur. Tapi tetap saja belum menghilangkan gurat muram di wajahnya. Lukisan di wajahnya itu yang memaksa saya untuk lebih lama lagi di tempat itu, namun bukan untuk menambah pembelian jumlah kue. "Sudah berapa kue terjual malam ini bu?" tanya saya mengagetkannya. Nampaknya ia tak menyangka mendapat pertanyaan itu. Tak ada angka terbilang untuk pertanyaan itu, pun ketika pertanyaan tentang keuntungan yang diperolehnya malam ini. Kemudian ia tersenyum, dengan mata menerawang ia seperti sedang membaca langit. "Sejak hari pertama jualan di sini, saya dapat untung banyak. Tapi tiga hari terakhir ini, hanya uang kembali modal yang terbawa pulang. Ada sih sedikit lebihnya, tapi " ia menghentikan kalimatnya dan tertunduk sesaat. Sadar saya menatap wajahnya, Bu Ikah buru-buru membenahi wajahnya dan memaksakan sebuah senyum. "Kenapa bu? Kok sedih," saya bisa melihat dengan jelas ia sangat bersedih dan menduga kesedihan itu dikarenakan sedikitnya keuntungan yang diperolehnya tiga malam terakhir. Ternyata saya salah. "Bukan itu pak, biar cuma jualan kue serabi saya merasa sebagai orang berpenghasilan. Saya nggak mau dianggap orang lemah, dan karenanya saya selalu menyisihkan sedikit dari keuntungan berjualan kue untuk zakat atau sedekah ke orang yang lemah " Nyaris tak ada kata lagi yang mampu terucap oleh saya mendengar alasan kesedihannya. Jika tak ia lanjutkan kalimatnya pun, saya mengerti maksudnya, jika tak ada keuntungan yang diperolehnya malam itu, bagaimana ia bisa berinfak? Kalimat terakhirnya begitu menohok makna kedermawanan yang selama ini saya pahami. Bu Ikah membuktikan, bukan hanya orang kaya yang mampu menyandang status dermawan. "Entah berapa yang bisa saya sedekahkan dari sedikit keuntungan saya malam ini?" kalimat Bu Ikah itu terus membayangi sepanjang malam saya, hingga detik ini. Bayu Gawtama Yahoo! Groups Sponsor ~--> Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News! LAUNCH Music on Yahoo! http://us.click.yahoo.com/wmKGzA/JARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] ACT: Ramadhan Bulan Kemanusiaan
Tangis anak-anak korban bencana, sedih yang dirasakan ribuan wanita yang menjanda karena sang suami terenggut bencana, dan kisah pilu dari barak-barak pengungsian, kerap menghiasi layar kaca TV kita. Saat kita menikmati sarapan, antrian pengungsi menunggu jatah makan yang kita saksikan di layar TV. Ketika kita bersenda gurau di ruang keluarga bersama isteri dan anak-anak, tetes air mata anak-anak korban bencana menjadi tontonan bersama. Akankah tayangan-tayangan memilukan itu sekadar menjadi tontonan semata? Tangis dan pilu mereka mungkin tak terdengar sampai ke ruang keluarga kita, tapi bukan berarti kita tak ikut merasakan kesedihan mereka. Hanya karena jeritan mereka tak sampai ke telinga kita, bukan alasan tak tergerak hati ini untuk membantu. Anak-anak korban bencana itu masih menangis hingga detik ini, janda- janda yang ditinggal mati suaminya, mereka masih terus bertanya tentang hari depan mereka, para pengungsi di tenda-tenda pengungsian itu terus berdoa, agar orang-orang yang masih beruntung seperti kita mau menengok nasib mereka. Ramadhan akan berlangsung khidmat, sekaligus mengharukan bagi kita. Tetapi mungkin Ramadhan akan terasa pilu bagi mereka, karena tak ada lagi ayah, ibu, keluarga yang menemani saat sahur, tak ada lagi makanan lezat untuk berbuka. Tak inginkah kita berbagi dengan mereka? Sungguh, Allah itu adil, menyisakan sebagian orang-orang yang beruntung tak tersentuh bencana seperti kita. Tentu Allah punya maksud, agar kita lebih peduli dan berbagi kepada mereka, para korban bencana. Aksi Cepat Tanggap (ACT) menggelar berbagai program dalam rangka menyemarakkan bulan suci ramadhan 1426 H dengan tema "Berbagi Rasa Bersama Korban Bencana". Sejumlah acara menarik sudah disusun dan kesemuanya tidak sekadar bertujuan meningkatkan semangat ibadah di bulan suci, tetapi juga untuk menggugah kepedulian terhadap sesama. Ramadhan, semestinya meningkatkan solidaritas sosial kepada sesama, khususnya korban bencana. Di antara program yang kami susun juga dalam rangka berbagi kebahagiaan bersama korban bencana. Sasaran program yang disusun ACT adalah, anak-anak yatim korban bencana, para wanita yang menjadi janda akibat bencana, para pengungsi korban bencana, relawan kemanusiaan di lokasi bencana, pelajar dan mahasiswa dari keluarga korban bencana. Adapun program-program tersebut antara lain: - Berbuka puasa bersama dan paket bagi 100.000 pengungsi korban bencana - Paket khusus dan berbuka puasa bersama bagi 1000 WAKALA (Wanita Kepala Keluarga Janda korban bencana) - Paket lebaran bagi 5000 anak-anak korban bencana, khususnya yatim - Paket apresiasi khusus untuk relawan kemanusiaan di daerah bencana - Program-program recovery bencana (Wakala, MSP, CCP, dan KPK) - Ramadhan Hotel to Hotel (road show, talkshow, dan ceramah serta pembagian paket bantuan) - Lebaran pertamaku tanpa Ayah (Sejuta tanda cinta untuk anak yatim korban bencana) Tertarik untuk terlibat mensukseskan acara-acara di atas, silahkan menghubungi kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT): Perkantoran Ciputat Indah Permai Jl. Ir. H. Juanda No. 50 Blok B-8 Ciputat 15419 Telp. +6221 7414482 Fax. +6221 7420664 Yahoo! Groups Sponsor ~--> Music that listens to you. LAUNCHcast. What's in your mix? http://us.click.yahoo.com/8mKGzA/FARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] Test Kebahagiaan
TEST KEBAHAGIAAN Ï Lingkari Ya atau Tidak untuk semua pertanyaan di bawah ini. 1. Lebih dari 700 juta orang di dunia kini dinilai PBB dalam kondisi kelaparan. Apakah Anda memiliki banyak makanan untuk dimakan? [Ya/Tidak] 2. Lebih dari 500 juta orang di dunia (lebih dari jumlah penduduk Indonesia) tidak memiliki rumah tetap untuk ditinggali. Anda punya rumah tetap untuk ditinggali? [Ya/Tidak] 3. Hanya 1 dari 7000 orang di dunia yang memiliki televise untuk ditonton. Apakah Anda punya televise untuk menghiburmu? [Ya/Tidak] 4. Lebih dari 800 juta orang di dunia hanya memiliki satu pakaian untuk dipakai. Lebih banyak dari itu tidak memiliki sepatu, tidak punya mantel, dan pakaian dalam. Apakah Anda punya cukup banyak pakaian untuk dipakai? [Ya/Tidak] 5. Lebih dari 700 juta orang di dunia meninggal setiap hari karena tak ada dokter atau pengobatan. Jika Anda sakit, apakah ada dokter atau obat-obatan yang membantu Anda sembuh? [Ya/Tidak] 6. Hanya 1 dari 8000 orang di dunia punya lemari es dan kompor gas di rumah. Apakah ada lemari es dan kompor gas (atau salah satunya) di rumah Anda? [Ya/Tidak] 7. Lebih dari 450 juta orang di dunia tidak memiliki radio, tape, atau CD Player. Apakah Anda memiliki semua benda tersebut atau salah satunya? [Ya/Tidak] 8. Hanya 1 dari 750 anak di dunia memiliki kesempatan untuk belajar membaca dan menulis. Apakah Anda memiliki kesempatan untuk belajar membaca dan menulis? [Ya/Tidak] 9. Hanya 1 dari 760 juta orang di dunia yang punya air panas dan dingin serta kamar mandi pribadi di dalam rumah. Apakah Anda juga memilikinya? [Ya/Tidak] 10. Lebih dari 960 juta orang di dunia tidak pernah pergi ke restoran/rumah makan. Apakah Anda termasuk diantara 960 juta orang tersebut? [Ya/Tidak] Adakah alasan untuk tidak berbagi? Bayu Gawtama Yahoo! Groups Sponsor ~--> Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News! LAUNCH Music on Yahoo! http://us.click.yahoo.com/wmKGzA/JARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] Opini: 100ribu dapat apa?
Sarkah, 37 tahun, tergopoh-gopoh menggendong anak balitanya sambil menuntun anaknya yang lain memasuki kantor Pos untuk mengambil dana kompensasi kenaikan BBM (KKB). "Kirain nggak antri, mana anak nangis ginih " keluhnya begitu melihat antrian panjang "orang miskin" yang hendak mengambil uang sejumlah tiga ratus ribu rupiah sebagai kompensasi kenaikan BBM selama tiga bulan. Ya, Sarkah, ibu dua anak itu memang tak sendirian. Hari itu, setidaknya puluhan orang yang dikategorikan miskin dan berhak mendapatkan dana KKB sibuk mengantri di berbagai loket tempat penukaran kartu dana KKB. Selain Sarkah, yang anaknya tak berhenti menangis meski tiga lembar mata uang seratus ribuan sudah digenggamnya, ada wanita jompo yang butuh waktu tidak kurang dari setengah jam berjalan kaki sejak ia turun dari angkot untuk mencapai loket antrian. Ada yang rela beradu mulut karena merasa didahului antriannya. Di tempat lain, saling pukul pun terjadi dalam antrian para penerima dana KKB itu. Luar biasa. Ini pemandangan yang baru di negara Indonesia. Satu lagi parade kemiskinan terpampang jelas di mata kita. Wapres Jusuf Kalla yang menyempatkan diri melakukan inspeksi mendadak di daerah Jakarta Utara, seharusnya tak sekadar melihat proses kelancaran distribusi dan pembagian dana KKB itu. Semestinya, ia lebih melihat dari yang tak banyak dipandang kebanyakan pada hari itu. Antrian itu semestinya membuatnya mengurut dada, bahwa pada kenyataannya, jumlah orang miskin di negara ini jauh lebih banyak dari data yang diberikan pejabat lokal. Adakah pejabat negeri ini melihatnya? Konon, di negara kita ini, setiap masalah yang dihadapi rakyat terbiasa diselesaikan oleh rakyat sendiri. Seberat apa pun beban yang menimpanya, rakyat sendiri yang menanggungnya. Salah seorang teman dari NGO asal AS, sempat terheran-heran melihat daya tahan masyarakat Aceh yang tertimpa bencana tsunami Desember 2004. "Gila, mereka bisa tahan hidup meski pemerintah teramat lamban memberikan bantuan. Kalau di AS, mereka sudah berteriak agar Pemerintah bertindak cepat." Komentar singkat saya, "Mereka sudah terlalu lelah berteriak, entah yang diteriaki mendengar atau tidak." Kenaikan BBM, selogis apa pun maksud dan tujuan pemerintah, yang itu bisa dimengerti oleh orang-orang berpendidikan dan berpenghasilan tinggi, tetap merupakan bencana bagi orang miskin. Belum usai negeri ini dilanda berbagai bencana, baik bencana alam maupun bencana sosial, tambah satu lagi bencana kenaikan BBM. Setidaknya ini diambil dari sudut pandang mereka, para penerima dana KKB. 100 ribu rupiah sebulan dapat apa? Pertanyaan itu bukan saja milik Sarkah. Senyum dan air muka cerianya saat menggenggam tiga lembar ratusan ribu, diyakini hanya akan berlangsung sesaat. Bisa jadi uang itu akan habis dalam beberapa jam saja, entah untuk bayar hutang, beli beras yang harganya tak ingin kalah bersaing dengan harga BBM, beli susu anaknya yang selama ini tak pernah terbeli, atau beli baju baru, bukankah sebentar lagi lebaran? Dengan segenap keyakinan, uang sejumlah itu akan habis dalam waktu yang tidak berapa lama. Padahal seharusnya itu untuk satu bulan. Seperti kebanyakan orang berduit, uang seratus ribu akan habis untuk mentraktir makan siang teman-teman di RM. Sederhana, seratus ribu juga biasa dihabiskan untuk duduk-duduk di Food Centre sambil menikmati lima paket Combo 1 KFC, uang senilai itu juga habis dalam sekejap untuk memesan dua porsi besar Pizza. Tak lebih dua puluh tiga liter yang bisa didapat dari uang itu untuk mengisi tangki mobil, bisa juga dihabiskan dalam waktu kurang dari dua jam oleh anak-anak di arena Time Zone. Seringan kapas uang seratus ribu kita gelontorkan untuk membeli tiga atau empat tiket twentyone. Hampir lupa, seratus ribu juga biasa kita belikan pulsa handphone, yang terkadang sudah harus diisi ulang kembali tiga-empat hari kemudian. Bagaimana dengan Sarkah? Sarkah tak pernah makan di food centre, tak punya handphone yang harus diisi pulsanya, tak tahu rasanya Pizza, tak punya kendaraan, anak-anaknya pun tak pernah main di Time Zone, dan jangankan untuk mentraktir teman-temannya, untuk makan ia dan keluarganya sehari-hari pun masih gali lobang tutup lobang. Sarkah memang senang hari itu mendapatkan tiga ratus ribu, barangkali itu uang terbesar yang pernah digenggamnya selama ini. Tapi akankah Sarkah tetap tersenyum tatkala menyadari kebutuhannya takkan pernah tercukupi dengan uang seratus ribu perbulan? Kemarin sore, saya melewati sebuah sebuah restoran cepat saji di Tangerang. Ternyata, kenaikan BBM memang tidak berdampak besar bagi masyarakat kita. Kecuali Sarkah, dan teman-temannya para penerima dana KKB. Ups, jangan-jangan yang saya lihat sedang makan itu justru mereka yang baru saja menerima uang tiga ratus ribu? Bayu Gawtama Yahoo! Groups Sponsor ~--> Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News! LAUNCH Music o
[Ida-Krisna Show] Program Ramadhan: Lebaran Pertamaku Tanpa Ayah
Ada jarak tak terukur usai bencana itu Tak tahu lagi dimana ayah berada kini Kering sudah air mata ini Setiap kali wajah teduhnya membayang Lebaran kali ini, Tak lagi ada tangan yang kan kukecup Pun kaki tempat bersimpuh Padahal, belum sempat diri meminta ridhanya Di hari raya ini, Tak ada baju baru untukku, Disaat anak-anak lain bergembira dengan baju barunya Tak satu pun yang memberi hadiah Atas keberhasilanku berpuasa sebulan penuh Hanya segumpal rindu yang membuatku bertahan Memupuk sebentuk cinta yang tetap terjaga Mengais harap lebaran bersamanya lagi *** Tahun lalu, langkah kami menyatu dalam irama keriangan menuju alun- alun. Lantunan takbir membelah fajar dan Sholat Id terasa sempurna bersamanya. Ada punggung tangan hangat untuk dikecup, ada hati lapang yang ikhlas menerima sebentuk sesal atas kenakalan masa lalu, kemudian sentuhan lembut penuh kasih membasuh air mata yang membasahi pipi ini. Ia pun memapah tubuh kecil ini untuk berdiri dan mendaratkan kecupan lembutnya di kening. Deras terasa aliran cintanya kala itu. Lebaran tahun lalu, dengan segenap peluhnya ia mencoba membuat saya tersenyum di hari raya. Pakaian baru yang dibawanya di malam terakhir bulan Ramadhan, membuat saya lupa bertanya dari mana ia mendapatkannya. Tapi saya tahu, itulah yang akan selalu dilakukannya demi saya, anaknya. Pengorbanan yang takkan pernah sanggup dibayar dengan apapun. Tahun demi tahun, perjalanan cinta itu berlangsung. Hingga bencana itu datang meluluhlantakkan semuanya, termasuk jalinan cinta yang sudah terajut begitu erat. Ayah, entah dimana dirinya sekarang. Saya tak pernah lagi melihatnya setelah bencana dahsyat yang memisahkan kami. Lebaran ini, pertama kalinya saya menggelar sajadah tanpa sajadah Ayah di sisi. Tidak ada tuntunan takbir yang menggetarkan. Saya tak rindu pakaian baru darinya, tak rindu hadiah uang atas keberhasilan puasa saya darinya. Hanya senyum dan kehadirannya yang saya rindui, juga punggung tangannya untuk dikecup. Tahun ini, lebaran pertama saya tanpa Ayah. Ingin hati bertanya, adakah Ayah juga sholat Id di sana? Siapa yang menggelar sajadah di sisi Ayah? Adakah bibir mungil yang mencium tangan Ayah di sana? --- Sebuah tanya dari negeri bencana, entah yang siapa yang kan menjawabnya... Bayu Gawtama Communication Specialist Aksi Cepat Tanggap (ACT) 021-741 4482 0852 190 68581 Rekening Dana Kemanusiaan ACT: BCA676 0 30 31 33 Mandiri 128 000 4555 808 Bank Syariah Mandiri 004 0011 Muamalat 304 0022 915 Yahoo! Groups Sponsor ~--> Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News! LAUNCH Music on Yahoo! http://us.click.yahoo.com/wmKGzA/JARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM ~-> = "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB SMS di 0818-333582 = Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Ida-Krisna Show] Potret Keluarga
Setiap kali berkunjung ke rumah teman, sahabat, kerabat maupun famili, ada sesuatu yang senantiasa menarik untuk saya perhatikan. Hampir setiap rumah, entah pemiliknya orang berada maupun sederhana terpajang sebuah potret keluarga di dinding ruang tamu. Biasanya perlu waktu untuk mengumpulkan seluruh anggota keluarga agar tak ada yang tak tertinggal dalam foto keluarga itu, kalau bukan Ayahnya yang lebih mementingkan pekerjaan, mungkin anaknya yang sibuk kegiatan sekolah. Anak lainnya, bisa jadi jarang pulang karena bekerja di luar kota. Begitu ada kesempatan berkumpul semua, mereka kira itulah kesempatan langka yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pakaian pun disiapkan yang terbaik, kalau pun tidak sempat membuat seragam keluarga maka diupayakan mencari yang warna dan motifnya serasi. Crekk.. kilatan lampu blitz kamera menangkap senyum seluruh anggota keluarga yang seolah dikomando untuk memberikan yang termanis, tanpa cemberut, tanpa masam. Kalau pun ada yang kurang berkenan, adegan dan pengambilan gambar pun wajid diulang sampai betul-betul mendapatkan hasil yang terbaik. Maklum, potret keluarga itu akan dipajang di dinding ruang tamu. Agar siapa pun yang bertamu akan melihat dan mempersepsikan dan menjadikan mereka sebagai contoh keluarga yang baik, serasi, kompak, hangat, penuh komunikasi dan yang tak kalah pentingnya; bahagia. Itu semua tergambar dari potret keluarga. Berbilang tahun sudah potret itu terpajang di dinding ruang tamu, tidak ada yang berubah kecuali sedikit berdebu, atau posisinya agak miring jika pemiliknya malas meluruskannya kembali. Tapi yang pasti gambar dalam bingkai itu tidak satu pun yang berubah, senyumnya yang kompak, posisi berdirinya yang diatur sehangat dan sedekat mungkin, keserasian warna dan motif pakaian, ditambah wajah manis dan tampan yang terpoles make up. Semua menggambarkan keutuhan sebuah keluarga bahagia. Jikalah potret yang bahkan hingga puluhan tahun itu sudah berubah, apakah dalam kenyataannya keluarga itu juga tak ada yang berubah? Mungkin tidak demikian. Boleh jadi kepala keluarga dalam bingkai itu sudah pergi ke alam lain, dan potret yang dibuat puluhan tahun silam itu pun menjadi kenangan akan dirinya. Kalau lah masih lengkap seluruh keluarga, tapi satu persatu anak-anak yang ada dalam potret itu kini menetap di tempat lain bersama keluarga mereka masing-masing dan telah pula membuat satu potret keluarga mereka sendiri. Tentu dengan proses yang tak jauh berbeda saat dulu ia bersama Ayah, ibu, kakak dan adiknya mencari waktu dan berpakaian serasi untuk membuat potret keluarga. Sampai di sini tidaklah masalah. Justru yang kadang menjadi pertanyaan, mungkinkah kebahagiaan, kekompakan, kehangatan serta keserasian dalam potret keluarga itu kini hanya berstatus: Dahulu memang demikian? Karena kedua orang tua yang terlihat bahagia dengan anak-anak bunga cinta mereka itu kini sudah bercerai dan kemudian membentuk keluarga lagi. Atau Si sulung yang pergi menghilang tanpa kabar setelah pertengkarannya dengan Ayah belasan tahun silam. Sementara adik perempuannya lebih banyak menghabiskan waktu malamnya bersama teman-temannya di kafe atau club, ia kecewa menyaksikan ibunya yang kian hari semakin sibuk dengan urusan bisnis dan arisan kelas atasnya. Tak ada lagi kasih sayang dan cinta yang pernah ia dapatkan dari seorang ibu yang pernah diidolakannya belasan tahun lalu, saat semuanya masih terasa begitu hangat. Bagaimana nasib potret keluarga di dinding ruang tamu? Ia tak pernah lagi dilirik oleh satu pun anggota keluarga dan tetap dibiarkan berdebu bersama senyum dan kehangatan dalam bingkai yang kini hanya tinggal kenangan. Si bungsu sering menatap dengan mata kosongnya setiap pulang sekolah. Getar hatinya pun bergumam, "Dulu saya pernah punya keluarga yang bahagia". Akankah kebahagiaan hanya akan menjadi masa lalu bagi keluarga kita? Mungkinkah potret keluarga yang mencerminkan kehangatan itu dibuat hanya untuk menjadi kenangan di hari kelak? Apakah senyum indah yang terangkai dalam bingkai itu belasan atau puluhan tahun yang akan datang tak lagi terwujud dalam kehidupan sehari-hari keluarga itu? Saya telah membuat potret keluarga, dan semuanya terlihat sangat bahagia. Meski tak terpajang menghiasi dinding ruang tamu, namun lekat terpatri di dinding hati ini. Semoga tetap utuh dan bahagia hingga takdir yang menghendaki satu persatu harus pergi. Setidaknya itu doa yang tak pernah alpa saya pinta. Saya yakin Allah mendengar pinta itu. Bayu Gawtama http://gawtama.multiply.com Yahoo! Groups Sponsor ~--> http://us.ard.yahoo.com/SIG=12h9ifj8p/M=362335.6886444.7839734.2575449/D=groups/S=1705034722:TM/Y=YAHOO/EXP=1123743788/A=2894362/R=0/SIG=138c78jl6/*http://www.networkforgood.org/topics/arts_culture/?source=YAHOO&cmpgn=GRP&RTP=http://groups.yahoo.com/";>What would our lives be like without music, dance, and theater?Donate or volunteer in the arts today at Network for Good. -
[Ida-Krisna Show] Kisah Sedih Pencuci Piring
Siapa yang paling berbahagia saat pesta pernikahan berlangsung? Bisa jadi kedua mempelai yang menunggu detik-detik memadu kasih. Meski lelah menderanya namun tetap mampu tersenyum hingga tamu terakhir pun. Berbulan bahkan hitungan tahun sudah mereka menunggu hari bahagia ini. Mungkin orang tua si gadis yang baru saja menuntaskan kewajiban terakhirnya dengan mendapatkan lelaki yang akan menggantikan perannya membimbing putrinya untuk langkah selanjutnya setelah hari pernikahan. Atau bahkan ibu pengantin pria yang terlihat terus menerus sumringah, ia membayangkan akan segera menimang cucu dari putranya. "Aih, pasti segagah kakeknya," impinya. Para tamu yang hadir dalam pesta tersebut tak luput terjangkiti aura kebahagiaan, itu nampak dari senyum, canda, dan keceriaan yang tak hentinya sepanjang mereka berada di pesta. Bagi sanak saudara dan kerabat orang tua kedua mempelai, bisa jadi momentum ini dijadikan ajang silaturahim, kalau perlu rapat keluarga besar pun bisa berlangsung di sela-sela pesta. Sementara teman dan sahabat kedua mempelai menyulap pesta pernikahan itu menjadi reuni yang tak direncanakan. Mungkin kalau sengaja diundang untuk acara reuni tidak ada yang hadir, jadilah reuni satu angkatan berlangsung. Dan satu lagi, bagi mereka yang jarang-jarang menikmati makanan bergizi plus, inilah saatnya perbaikan gizi walau bermodal uang sekadarnya di amplop yang tertutup rapat. Nyaris tidak ada hadirin yang terlihat sedih atau menangis di pesta itu kecuali air mata kebahagiaan. Kalau pun ada, mungkin mereka yang sakit hati pria pujaannya tidak menikah dengannya. Atau para pria yang sakit hati lantaran primadona kampungnya dipersunting pria dari luar kampung. Namun tetap saja tak terlihat di pesta itu, mungkin mereka meratap di balik dinding kamarnya sambil memeluk erat gambar pria yang baru saja menikah itu. Dan pria-pria sakit hati itu hanya bisa menggerutu dan menyimpan kecewanya dalam hati ketika harus menyalami dan memberi selamat kepada wanita yang harus mereka relakan menjadi milik pria lain. Apa benar-benar tidak ada yang bersedih di pesta itu? Semula saya mengira yang paling bersedih hanya tukang pembawa piring kotor yang pernah saya ketahui hanya mendapat upah sepuluh ribu rupiah plus sepiring makan gratis untuk ratusan piring yang ia angkat. Sepuluh ribu rupiah yang diterima setelah semua tamu pulang itu, sungguh tak cukup mengeringkan peluhnya. Sedih, pasti. Tak lama kemudian saya benar-benar mendapati orang yang lebih bersedih di pesta itu. Mereka memang tak terlihat ada di pesta, juga tak mengenakan pakaian bagus lengkap dengan dandanan yang tak biasa dari keseharian di hari istimewa itu. Mereka hanya ada di bagian belakang dari gedung tempat pesta berlangsung, atau bagian tersembunyi dengan terpal yang menghalangi aktivitas mereka di rumah si empunya pesta. Mereka lah para pencuci piring bekas makan para tamu terhormat di ruang pesta. Bukan, mereka bukan sedih lantaran mendapat bayaran yang tak jauh berbeda dengan pembawa piring kotor. Mereka juga tidak sedih hanya karena harus belakangan mendapat jatah makan, itu sudah mereka sadari sejak awal mengambil peran sebagai pencuci piring. Juga bukan karena tak sempat memberikan doa selamat dan keberkahan untuk pasangan pengantin yang berbahagia, meski apa yang mereka kerjakan mungkin lebih bernilai dari doa-doa para tamu yang hadir. Air mata mereka keluar setiap kali memandangi nasi yang harus terbuang teramat banyak, juga potongan daging atau makanan lain yang tak habis disantap para tamu. Tak tertahankan sedih mereka saat membayangkan tumpukan makanan sisa itu dan memasukkannya dalam karung untuk kemudian singgah di tempat sampah, sementara anak-anak mereka di rumah sering harus menahan lapar hingga terlelap. Andai para tamu itu tak mengambil makanan di luar batas kemampuannya menyantap, andai mereka yang berpakaian bagus di pesta itu tak taati nafsunya untuk mengambil semua yang tersedia padahal tak semua bisa masuk dalam perut mereka, mungkin akan ada sisa makanan untuk anak-anak di panti anak yatim tak jauh dari tempat pesta itu. Andai pula mereka mengerti buruknya berbuat mubazir, mungkin ratusan anak yatim dan kaum fakir bisa terundang untuk ikut menikmati hidangan dalam pesta itu. Sekadar usul untuk Anda yang akan melaksanakan pesta pernikahan, tidak cukup kalimat "Mohon Doa Restu" dan "Selamat Menikmati" yang tertera di dinding pesta, tapi sertakan juga tulisan yang cukup besar "Terima Kasih untuk Tidak Mubazir". Mungkinkah? Bayu Gawtama http://gawtama.multiply.com Yahoo! Groups Sponsor ~--> http://us.ard.yahoo.com/SIG=12husns51/M=362335.6886444.7839734.2575449/D=groups/S=1705034722:TM/Y=YAHOO/EXP=1123488007/A=2894362/R=0/SIG=138c78jl6/*http://www.networkforgood.org/topics/arts_culture/?source=YAHOO&cmpgn=GRP&RTP=http://groups.yahoo.com/";>What would our lives be like without music, dance, and theater?Donate or volunteer in the arts today at Network for Good. ---