[indo-marxist] Pernyataan Sikap Hari Tani Nasional 2007

2007-09-25 Terurut Topik Serikat Tani Nasional
*PERNYATAAN SIKAP  KPP STN*

*Menyambut Hari Tani Nasional (HTN) 2007*





Penjajahan Makin Hebat, Kaum Tani Indonesia Terus Dimiskinkan !



Dalam menyambut Hari Tani Nasional (HTN) 2007, Serikat Tani Nasional
memandang bahwa kenyataan-kenyataan ekonomi secara nasional, negara kita
masih terbelenggu oleh ketergantungan yang sangat besar dari pemodal asing
yang bahkan secara kasat mata bisa kita lihat bersama dengan adanya
penguasaan besar-besaran seluruh aset kekayaan alam negara kita –terutama di
sektor tambang, oleh perusahaan-perusahaan asing yang jelas berkepentingan
mengeruk sebanyak-banyaknya keuntungan dari hasil kekayaan alam kita yang
besar ini.  Misalnya saja Exxon Mobil Oil, Freeport, Petro China, Rio Tinto,
Newmont dan beberapa perusahaan asing lain yang menguasai hampir 80%  industri
hulu pertambangan dan migas di Indonesia dengan hak eksploitasi (kontrak
karya) yang waktunya puluhan tahun –bahkan ada yang mencapai 100 tahun dan
mengambil keuntungan 90% dari total keuntungan bersih US$ 10 Milyar per
tahunnya atau sekitar US$ 9 milyar dibandingkan dengan sisa US$ 1 Milyar per
tahun untuk jatah dalam negeri yang masih harus dibagi antara Pemerintah dan
Industri Tambang-Migas Dalam Negeri.  Inilah jawaban dari kecilnya
pendapatan sektor tambang dan migas dalam APBN (ataupun APBD) yang hanya
berkisar US$ 1,2 – 1,7 Juta per tahunnya.  Dari kecilnya pendapatan inilah,
pemerintah selalu menggunakan alasan ini untuk terus mengambil hutang luar
negeri sebanyak-banyaknya untuk menutup anggaran belanja negara (atau
daerah) yang jumlahnya mencapai US$ 162 Milyar dan akan bertambah dengan
rencana pemerintah untuk kembali mengambil hutang sebesar Rp. 2,8 Trilyun
atau sekitar US$ 210 juta pada APBN-P 2007.   Hal inilah yang kemudian
berakibat pada sedikitnya alokasi pembiayaan subsidi bagi kebutuhan rakyat
banyak (Pendidikan, Kesehatan, Pertanian –*kredit usaha tani, pupuk, bibit,
teknologi produksi dll, Perumahan dll*) karena alokasi pembiayaan yang
paling besar hanyalah untuk membayar bunga dan cicilan pokok hutang yang
rata-rata mencapai hampir 30%  dari APBN.   Konsesi hutang ini biasanya
diberikan dengan perjanjian investasi industri asing yang menghancurkan
industri dalam negeri kita karena kalah dalam persaingan modal.  Hancurnya
industri dalam negeri inilah yang kemudian berakibat pada semakin banyaknya
perusahaan-perusahaan dalam negeri yang tutup, dan menambah deretan panjang
jumlah pengangguran serta menyempitnya lapangan pekerjaan.  Hal inilah yang
kemudian memicu jumlah ekspor TKI ke luar negeri, tingginya angka
kriminalitas, konflik sosial horizontal.  Daerah pedesaan yang didominasi
oleh basis produksi pertanian juga semakin tidak berkembang (kalau bisa
dikatakan semakin hancur) yang dilihat dari penurunan angka pertumbuhan
sektor produksi pertanian dari 6,4% pada triwulan I tahun 2006, menjadi 5,9%
pada triwulan I tahun 2007 (atau minus 0,5% dalam setahun).  Walaupun
menurut BPS, indikator makro ekonomi pertumbuhan sektor pertanian kita
menunjukkan hal yang menggembirakan dengan PDB (Pendapatan Domestik Bruto)
tahun 2006 tumbuh 4,12%, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian naik 2,97%
pada tahun 2005, serta angka ekspor hasil produk pertanian meningkat 20,41%
pada tahun 2006 melalui program LUEP (Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan),
ternyata tidak mempengaruhi tingkat kesejahteraan kaum tani secara umum.  Data
BPS tersebut secara makro ekonomi mungkin memberikan gambaran yang
menggembirakan bagi kita –kaum tani Indonesia, akan tetapi ternyata gambaran
makro ekonomi tersebut tidak berpengaruh pada NTP (Nilai Tukar Petani) yang
juga menurut BPS malah menurun pada tahun 2006 hingga sebesar 15,55% yang
disebabkan oleh kenaikan biaya produksi pertanian yang semakin besar setiap
tahunnya (mulai lahan *–yang terus menyempit karena konversi lahan produksi
pertanian menjadi lahan rekreasi, perdagangan dan jasa yang bisa dilihat
dari data jumlah petani tak bertanah menjadi 49,5% dari 48,6% dari tahun
1995 hingga 1999 di Jawa dan 18,7% dari 12,7% di luar Jawa—**yang
menyebabkan banyak konflik tanah antara masyarakat dengan
perusahaan-pemerintah*, kredit usaha tani, pupuk, bibit, harga pasar, dll)
hampir 200% kelipatannya dari biaya produksi sebelumnya dengan indeks harga
yang dibayar petani lebih tinggi 1,17% dibanding indeks harga yang diterima
petani sebesar 0,86% pada tahun 2006 yang disebabkan naiknya harga BBM dan
Gas yang telah dijual pada perusahaan asing (privatisasi). Angka-angka
inilah yang membuktikan bahwa tingkat kesejahteraan kaum tani Indonesia
terus merosot dari tahun ke tahun.  Rencana pemerintah untuk membagikan
tanah seluas 8 juta hektar lebih dalam Program Pembaharuan Agraria Nasional
(PPAN) atau Landreform Plus juga masih samar-samar dan belum jelas arahnya,
apakah prioritas utamanya adalah menyelesaikan sengketa pertanahan untuk
kepentingan kaum tani ataukah hanya siasat baru dalam me-legalkan penjualan
tanah/lahan bagi kepentingan perusahaan-perusahaan modal asing? Atau
hanyalah 

[indo-marxist] ILEGAL LOGGING, PHK MASSAL DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA (Sadar 67)

2007-09-25 Terurut Topik mundo
  Buletin Elektronik www.Prakarsa-Rakyat.org 
   
  SADAR 

  Simpul Untuk Keadilan dan Demokrasi
  Edisi: 67 Tahun III - 2007
  Sumber: www.prakarsa-rakyat.org
 

--
 


  ILEGAL LOGGING, PHK MASSAL DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA



  Oleh: Engkos [1]



  Isu besar yang mendera di dunia industri dan ekonomi di 
Indonesia saat ini didominasi oleh dua hal, pertama adalah soal Peraturan 
Pemerintah tentang pesangon dan isu revisi UUK 13/2003 yang terus digulirkan 
untuk membuat fleksibilitas tenaga kerja. Kedua adalah isu tentang ilegal 
logging dan penutupan perusahaan kayu, pulp dan kertas di Riau dan akan menjadi 
PHK massal besar di sektor perkayuan dan pulp-kertas. Kedua isu ini juga 
diperkeruh  dengan isu pemanasan global (global warming).



  Kedua isu tersebut memiliki tujuan, dampak dan sebab yang 
sama. Akibat atau dampak dari dua isu tersebut menimbulkan keresahan besar bagi 
kalangan buruh. Keresahan ini diakibatkan dengan ancaman PHK dan ketidakpastian 
kerja serta ketidakpastian kesejahteraannya. Sebab dari kedua isu ini juga 
dihembuskan dari sumber yang sama, yakni dengan tujuannya untuk kepentingan 
pemodal internasional dalam mendapatkan keuntungan yang lebih besar tanpa 
gangguan dari rakyat. Kepentingan pemodal internasional dalam isu pertama 
adalah untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah dan fleksibel. Sementara di 
isu kedua adalah untuk mendapatkan sumber daya alam sebagai sumber bahan baku 
dengan mudah dan murah. 



  Di sisi lain, isu global warming adalah ketakutan dari 
pemodal internasional akan krisis sumber daya alam. Khususnya di sektor 
industri kayu, pulp-kertas dan pertambangan yang merupakan industri strategis 
di negeri ini. Selama ini sumber daya alam telah dikuras habis untuk mengeruk 
keuntungan dan mengabaikan sisi kelestarian alam maupun kesejahteraan buruh dan 
rakyat sekitarnya. Saat krisis menghantui terhadap sumber daya alam, pemodal 
internasional meminta rakyat bertanggung jawab.  Isu ini hanyalah sebagai 
pemicu agar masyarakat peduli dan takut efeknya. Pemaksaan isu ini bisa kita 
lihat dengan ditandatanganinya Protokol Kyoto. Perjanjian ini sangat 
diskriminasi dan memaksa negara miskin, tempat kapitalisme melakukan 
penghisapan, bertanggung jawab akan pemanasan global. Sementara negara-negara 
besar sebagai poros kapitalisme seperti Amerika Serikat tidak mau 
menandatangani.



  Problem ilegal logging yang muncul dan memberi pilihan pahit 
bagi buruh dan rakyat harus cepat diatasi. Dengan mencari solusi taktis dan 
strategis dalam melihat kepentingan industri nasional dan rakyat secara umum. 
Problem ini menjadi besar karena banyak kepentingan yang bertentangan. Industri 
hutan dalam hal ini kayu dan pulp-kertas adalah industri strategis karena 
menguasai 40% pasar dunia. Namun problem ilegal logging tidak bisa hanya 
berhenti pada perijinan dan pembalakan liar saja, tetapi lebih dari itu, yaitu 
pengerusakan lingkungan akibat industri eksploitatif seperti tambang juga harus 
dilihat lebih mendalam. Mencuatnya isu ilegal logging dan memisahkan problem 
lingkungan secara menyeluruh akibat pertambangan (migas dan pasir atau sumber 
alam lain) patut dicurigai sarat dengan kepentingan titipan pemodal 
internasional. Akibat dari kerusakan lingkungan oleh Industri yang menyebabkan 
banjir serta longsor, setiap tahun kerugian mencapai Rp. 20,57 triliun atau 
setara dengan 2,94% APBN 2006.



  Pada level negara, rebutan lahan basah juga terjadi dan ini 
cukup diberi bukti oleh praktek pemberian kebijakan dalam bidang kehutanan dan 
penebangan kayunya yang penuh tumpang tindih dan saling berebut kekuasaan. 
Lihat saja beberapa regulasi ini: Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 
10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan 
Kayu Hutan Tanaman, yang isinya menunjuk Gubernur dan Bupati memiliki 
kewenangan untuk mengeluarkan perizinan IUPHHKHT; Peraturan Pemerintah Nomor 34 
Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, 
Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan, Pasal 42: Izin usaha 
pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau izin usaha pemanfaatan hasil 
hutan kayu pada hutan tanaman diberikan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi 
Bupati atau Walikota dan Gubernur; Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: 
P.03/Menhut-II /2005 Jo P.05/Menhut-II/2005 Tentang Pedoman Verifikasi Izin 
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam dan atau Pada Hutan Tanaman 
Yang Diterbitkan Oleh Gubernur Atau Bupati/Walikota. Tumpang tindih ini juga 
disebabkan praktek korupsi yang begitu besar pada jenis usaha kehutanan ini.



  Problem besar ilegal logging ini muncul karena berbagai 
faktor: Bahan baku untuk 

[indo-marxist] Sekitar G30S, Suharto, PKI dan TNI-AD

2007-09-25 Terurut Topik Umar Said


Tulisan ini juga disajikan dalam website

http://kontak.club.fr/index.htm)





Sekitar G30S, Suharto,  PKI dan TNI-AD



Berikut di bawah ini adalah serangkaian tulisan Sdr Harsutejo mengenai
berbagai hal yang berkaitan dengan peristiwa G30S. Dalam tulisan ini secara
berturut-turut ia telah mengungkap kembali soal-soal yang berkaitan dengan
G30S, istilah Gestapu dan Gestok, Lubang Buaya, Gerwani, Letkol Untung,
Kolonel Abdul Latief dll.



Serangkaian tulisan ini bisa merupakan bantuan kepada banyak orang untuk
memperoleh informasi atau pandangan mengenai berbagai hal yang berkaitan
dengan peristiwa tersebut, yang berbeda dengan versi rejim militer  Orde
Baru.



Tulisan bersambung ini juga disajikan berturut-turut dalam website
http://kontak.club.fr/index.htm).



* * *





 G30S (1)

Oleh: Harsutejo



Pada dini hari menjelang subuh 1 Oktober 1965 sekelompok militer yang
kemudian menamakan diri sebagai Gerakan 30 September melakukan penculikan 7
orang jenderal AD. Jenderal Nasution dapat meloloskan diri, sedang yang
ditangkap ialah pengawalnya. Lolosnya jenderal ini telah dibayar dengan
nyawa putrinya yang kemudian tewas diterjang peluru. Keenam orang jenderal
teras AD yang diculik dan kemudian dibunuh itu terdiri dari: Letjen Ahmad
Yani (Men/Pangad), Mayjen Suprapto (Deputi II Men/Pangad), Mayjen Haryono MT
(Deputi III Men/Pangad), Mayjen S Parman (Asisten I Men/Pangad), Brigjen DI
Panjaitan (Asisten IV Men/Pangad), Brigjen Sutoyo (Oditur Jenderal AD).



Pada pagi-pagi 1 Oktober 1965, sebelum orang mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi, Kolonel Yoga Sugomo sebagai Asisten I Kostrad/Intelijen serta merta
menyatakan bahwa hal itu pasti perbuatan PKI, ketika pengumuman RRI Jakarta
pada jam 07.00 menyampaikan tentang Gerakan 30 September di bawah Letkol
Untung. Maka Yoga pun memerintahkan, “Siapkan semua penjagaan, senjata,
bongkar gudang. Ini PKI berontak”. Jangan-jangan Kolonel Yoga, Kostrad,
dan - siapa lagi kalau bukan Jenderal Suharto – telah mengantongi skenario
jalannya drama tragedi yang sedang dan hendak dipentaskan kelanjutannya.
Tentu saja pertanyaan ini amat mengggoda karena dokumen-dokumen rahasia CIA
pun mengungkapkan berbagai skenario semacam itu dengan diikuti dijatuhkannya
Presiden Sukarno sebagai babak penutup.



Menurut tuduhan dan pengakuan Letkol (Inf) Untung, Komandan Batalion I
Resimen Cakrabirawa, pasukan pengawal Presiden RI yang secara formal
memimpin Gerakan 30 September, para jenderal tersebut menjadi anggota apa
yang disebut Dewan Jenderal yang hendak melakukan kudeta terhadap kekuasaan
Presiden Sukarno yang sah pada 5 Oktober 1965. Karena itu Letkol Untung
sebagai insan revolusi sesuai dengan ajaran resmi yang didengungkan ketika
itu, mengambil tindakan dengan menangkap mereka guna dihadapkan kepada
Presiden. Dalam kenyataannya mereka dibunuh ketika diculik atau di Lubang
Buaya, Jakarta.



Tentang pembunuhan yang tidak patut ini terjadi sejumlah kontroversi.
Menurut pengakuan Letkol Untung hal itu menyimpang dari perintahnya. Dalam
hubungan ini telah timbul berbagai macam penafsiran yang berhubungan dengan
kegiatan intelijen berbagai pihak, pihak intelijen militer Indonesia, Syam
Kamaruzaman sebagai Ketua Biro Chusus (BC) PKI, intelijen asing, utamanya
CIA, dalam arena perang dingin yang memuncak antara Blok Amerika versus Blok
Uni Soviet dengan Blok RRT yang anti AS maupun Uni Soviet. Menurut pengakuan
Syam, pembunuhan itu atas perintah Aidit, Ketua PKI. Pembunuhan demikian
sangat tidak menguntungkan pihak PKI yang dituduh sebagai dalang G30S, akan
dengan mudahnya menyulut emosi korps AD melawan PKI, sesuatu yang pasti tak
dikehendaki Aidit dan sesuatu yang tidak masuk akal. Dengan dibunuhnya Aidit
atas perintah Jenderal Suharto, maka pengakuan Syam yang berhubungan dengan
Aidit sama sekali tak dapat diuji kebenarannya. Dengan begitu Syam memiliki
keleluasaan untuk menumpahkan segala macam sampah yang dikehendakinya maupun
yang dikehendaki penguasa ke keranjang sampah bernama DN Aidit.



Banyak pihak menafsirkan bahwa Syam ini merupakan agen intelijen kepala dua
(double agent), atau bahkan tiga atau lebih. Hal ini di antaranya ditengarai
dari pengakuannya yang terus-menerus merugikan PKI dan Aidit. Ini berarti
dia yang posisinya sebagai Ketua BC CC PKI, pada saat itu menjadi agen yang
sedang mengabdi pada musuh PKI. Dari riwayat Syam ada bayang-bayang buram
misterius yang rupanya berujung pada pihak AD, khususnya Jenderal Suharto.
Aidit yang dituduh sebagai dalang G30S yang seharusnya dikorek keterangannya
di depan pengadilan segera dibungkam karena keterangan dirinya tidak akan
menguntungkan skenario Mahmillub yang dibentuk atas perintah Jenderal
Suharto sebagaimana yang telah dimainkan oleh Syam atas nama Ketua PKI
Aidit.



Keterangan Syam mengenai perintah Aidit tentang pembunuhan para jenderal
tidak dapat diuji kebenarannya dan tidak 

[indo-marxist] Sekitar G30S, Suharto, PKI dan TNI-AD (2)

2007-09-25 Terurut Topik Umar Said
(Tulisan ini juga disajikan dalam website

http://kontak.club.fr/index.htm)





Sekitar G30S, Suharto,  PKI dan TNI-AD (2)

Berikut di bawah ini adalah lanjutan dari serangkaian tulisan Sdr Harsutejo
mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan peristiwa G30S. Dalam tulisan
ini secara berturut-turut ia mengungkap kembali soal-soal yang berkaitan
dengan G30S, istilah Gestapu dan Gestok, Lubang Buaya, Gerwani, Letkol
Untung, Kolonel Abdul Latief dll.


Serangkaian tulisan ini bisa merupakan bantuan kepada banyak orang untuk
memperoleh informasi atau pandangan mengenai berbagai hal yang berkaitan
dengan peristiwa tersebut, yang berbeda dengan versi rejim militer Orde
Baru.


Tulisan bersambung ini juga disajikan berturut-turut dalam website
http://kontak.club.fr/index.htm).



GESTAPU, GESTOK (2)

Oleh: Harsutejo

Gerakan 30 September merupakan nama “resmi” gerakan sesuai dengan apa yang
telah diumumkan oleh RRI Jakarta pada pagi hari 1 Oktober 1965. Nama ini
untuk keperluan praktis media massa kemudian ditulis dengan G-30-S atau
G30S. Sedang Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) suatu nama yang
dipaksakan agar berkonotasi dengan Gestapo-nya Hitler yang tersohor
keganasannya itu. Rupanya sang konseptor, Brigjen Sugandhi, pimpinan koran
Angkatan Bersenjata, telah banyak belajar dari sejarah dan jargon nazi
Jerman. Jelas nama ini merupakan pemaksaan dengan memperkosa kaidah bahasa
Indonesia (dengan hukum DM), kepentingan politik menghalalkan segala cara.
Nama Gestapu digalakkan secara luas melalui media massa, sedang dalam buku
tulisan Nugroho Notosusanto maupun Buku Putih digunakan istilah G30S/PKI.
Barangkali ini merupakan standar ganda yang dengan sengaja dilakukan; yang
pertama untuk menggalakkan konotasi jahat Gestapo dengan Gestapu/PKI,
sementara buku yang ditulis oleh pakar sejarah itu bernuansa “lebih ilmiah”
bahwa G30S ya PKI.

Sementara itu sejumlah pakar asing dalam karya-karyanya menggunakan istilah
Gestapu ciptaan Orde Baru ini. Mungkin ada di antara mereka sekedar mengutip
istilah yang digunakan begitu luas dan gencar oleh media massa Orba secara
membebek tidak kritis. Dengan demikian dari istilah yang digunakan saja
tulisan itu sudah memulai sesuatu dengan berpihak secara politik kepada
rezim Orba yang berkuasa. Di antara pakar ini, Prof Dr Victor M Fic, seorang
sejarawan Kanada, telah menulis buku yang “menghebohkan” itu karena secara
murahan menuduh Bung Karno sebagai dalang G30S. Di seluruh bukunya ia
menggunakan istilah Gestapu, ketika dia menggunakan istilah netral ‘Gerakan
30 September’ selalu diikuti dalam kurung (GESTAPU).

Sementara orang mengartikan penamaan Gestok (Gerakan 1 Oktober) hanya untuk
gerakan yang dilakukan oleh Mayjen Suharto pada tanggal tersebut daripada
gerakan Letkol Untung. Tetapi mungkin saja bahwa yang dimaksud Bung Karno
adalah gerakan yang dilakukan Letkol Untung menculik sejumlah jenderal dan
kemudian membunuhnya (terlepas dari adanya komplotan lain dalam gerakan yang
melakukan pembunuhan itu). Penamaan itu juga terhadap gerakan Mayjen Suharto
yang dilakukan menghadapi gerakan Untung serta mencegah kepergian Jendral
Pranoto dan Umar Wirahadikusuma menghadap Presiden ke PAU Halim, sekaligus
mengambilalih wewenang Men/Pangad Jenderal Yani yang sudah dipegang oleh
Presiden Sukarno serta membangkang terhadap perintah-perintah Presiden untuk
tidak melakukan gerakan militer.

Tentu saja penamaan Gestok tidak disukai oleh rezim Orba. Dalam pidatonya
pada 21 Oktober 1965 di depan KAMI di Istora Senayan, Presiden Sukarno
menyebutkan, “..Orang yang tersangkut pada Gestok harus diadili, harus
dihukum, kalau perlu ditembak mati... Tetapi marilah kita adili pula
terhadap pada golongan yang telah mengalami peruncingan seperti Gestok itu
tadi”. Mungkin sekali ini maksudnya setelah pelaku peristiwa 1 Oktober
(Untung cs) yang hanya berumur sehari itu diadili, maka juga terhadap pelaku
yang membuat runcing persoalan sesudah itu, siapa lagi kalau bukan Jenderal
Suharto cs. Dalam pidato Pelengkap Nawaksara di Istana Merdeka pada 10
Januari 1967 Presiden Sukarno dengan jelas menyebut pembunuhan para jenderal
itu dengan Gestok lalu dilanjutkan dengan bertemunya tiga sebab (a)
keblingernya pimpinan PKI, (b) kelihaian subversi Nekolim, (c) adanya oknum
“yang tidak benar”.

Dalam dokumen yang disebut “Dokumen Slipi” yang berisi hasil pemeriksaan
Bung Karno sebagai saksi ahli dalam perkara Subandrio dan merupakan
kesaksian terakhir BK (1968), “...1 Oktober 1965 bagi saya adalah
malapetaka, karena gerakan yang melawan G30S pada 1 Oktober 1965 itu telah
melakukan pembangkangan terhadap diri saya, sejak saat itu gerakan yang
melawan G30S tidak tunduk pada perintah saya, maka saya berpendapat G30S
lawannya Gestok...”. Jika dokumen ini memang benar adanya, hal itu sesuai
dengan seluruh perkembangan kejadian serta analisis BK tentang G30S tersebut
di atas. Brigjen Suparjo segera menghentikan gerakan G30S 

[indo-marxist] Catatan DARI Pinggir untuk Caping Goenawan Mohamad berjudul �Gestapu�

2007-09-25 Terurut Topik Verdi Said
Gestok
  (Catatan DARI Pinggir untuk Caping Goenawan Mohamad berjudul “Gestapu”)
   
  Saya tidak suka memakai kata “Gestapu”. Saya tak mau menjadi bagian dari 
proyek Rejim Orde Baru untuk menstigmatisasi PKI. Orde Baru menciptakan akronim 
“Gestapu” untuk mengingatkan pada Gestapo NAZI yang pada tahun 60-an banyak 
beredar buku-buku terjemahan mengenai kebengisan polisi rahasia itu. 
   
  Maka, saya lebih suka memakai kata “Gestok”. Akronim yang diciptakan Bung 
Karno untuk melawan mitos yang hendak diciptakan tersebut. Sekaligus untuk 
menunjukan bahwa kudeta yang sebenarnya itu terjadi pada tanggal 1 Oktober, 
yakni ketika gerakan 30 S dilumpuhkan dan tentara praktis menggenggam kekuasaan 
tertinggi. 
   
  Saya juga tidak hanya akan mengenang horor pada tiap 30 September dan 1 
Oktober. Horor yang lebih mengerikan justru terjadi sesudahnya. Jutaan orang 
yang dianggap PKI maupun simpatisannya digelandang ke penjara tanpa mengalami 
proses pengadilan. Apabila Nazi perlu beberapa tahun untuk membantai Yahudi 
yang berbeda ras, bangsa kita hanya perlu beberapa minggu untuk menyembelih 
lebih dari satu juta saudara sebangsanya tersebut. Inilah pembantaian manusia 
terbesar dalam sejarah Indonesia modern. Holokaus terbesar kedua setelah NAZI, 
kata MR Siregar dalam buku babonnya “Tragedi Manusia dan Kemanusiaan” yg baru 
diterbitkan. Suatu pembantaian yang tak pernah diperkirakan dan menjadi PR 
besar bagi siapa saja menekuni peradaban bangsa ini, demikian Clifford Geertz. 
Inilah bangsaku yang selalu mencucuk darah putra-putrinya sendiri, murka 
Pramoedya Ananta Toer dalam pembuangannya di Buru.
   
  Tidak pengakuan resmi atas sejarah kelam itu. Tidak ada yang mengaku 
bertanggung jawab maupun dikenai pertangungjawaban. Sampai sekarang. Gelap. 
   
  Sekali lagi kata MR Siregar, PKI sengaja dibikin mambang, karena dengan 
itulah Orde Baru berdiri. Ketika Soeharto lengser, Orde itu tetap utuh meski 
dengan riasan yang berbeda sehingga mambang itu masih gentayangan dalam sudut 
angker benak masyarakat. 
   
  Saat Uni Soviet bubar dan tembok Berlin ambruk dan China menjadi “murtad”, 
buru-buru Fukuyama bilang ideologi sudah berahir. Kapitalisme menang. 
Komunisme/Marxisme KO. Argumennya tampak menyakinkan (atau menyenangkan). 
Namun, Fukuyama sudah lama menjadi bahan tertawaan para intelektual Barat.
   
  Pemberontakan Zapatista di pegunungan Lacandon langsung mementahkan dalil 
itu. Apa yang disebut sebagai “back to Marxism” itu kemudian menjalar di 
negara-negara Amerika Latin, yang terkhusus siapa lagi kalau bukan Hugo Chavez 
di Venezuela. Mengapa negara-negara Amerika Latin kembali berpaling kiri? 
Karena mereka sudah lebih satu dekade menerapkan kebijakan neoliberalisme dan 
merasakan pahit semata yang dicecapnya. Ironisnya, apa yang sedang mereka coba 
akhiri itu, kita di sini malah sedang memulainya.
   
  Lalu, di manakah Habermas? Maaf saja, Habermas tidak laku. Konsepnya terlalu 
tinggi mengawang. Niatnya untuk mengoreksi Marxisme, namun kebuntuan justru 
yang dihasilkannya. Konsep demokrasinya mengandaikan bahwa negara yang 
menerapkannya harus sudah mengatasi kendala-kendala alamiahnya. Untuk negara 
Dunia Ketiga seperti kita, prasyarat itu jelas jauh panggang dari api. Lebih 
dari itu, konsepnya sebenarnya utopis, kalau tidak berbahaya. Habermas bertumpu 
pada keyakinan bahwa setiap orang berkomunikasi untuk mengejar kebenaran, untuk 
mencapai konsensus. Ia mengabaikan kenyataan bahwa sistem yang timpang membuat 
komunikasi itu bisa penuh distorsi dan muslihat. 
   
  Dan kita memilih demokrasi. Benarkah? 
   
  Demokrasi macam apa? Benarkah kita hidup di negara demokratis? Jangan 
bercanda, Bung. Tidak ada tirani, tidak serta merta kita menjadi demokratis. 
Bahkan Larry Diamond sudah merivisi konsepnya. Lengsernya tirani disebuah 
negeri bisa menyebabkan negara itu bergerak ke salah satu dari dua arah. Satu 
ke arah demokratis. Satunya lagi anarki. 
   
  Kita sekarang sedang menjadi kian anarkis. Sistem politik yang sekarang 
sedang berlangsung bukanlah demokrasi, melainkan suatu sistem timpang, di mana 
uang dan kekerasan menjadi panglimanya.
   
  Jangan pernah kita berilusi bahwa kita sekarang sedang berdemokrasi selama 
masih ada diskriminasi di negeri. Selama masih ada sebagian warganegara yang 
tidak diakui hak-haknya. Selama kebebasan untuk memperoleh informasi dikekang. 
Selama orang-orang PKI tetap menjadi paria. Selama Marxisme/Leninisme masih 
menjadi ajaran terlarang. Selama musim perburuan daging manusia pasca Gestok 
tetap dihapus dalam buku-buku sejarah. 
   
  Mengapa Bung tidak menyuarakan soal-soal yang ini? 
  ..Apa masih menghitung-hitung ongkosnya?

   
  Salam hangat,
   
   
  Verdi Said
   
   

   
-
Moody friends. Drama queens. Your life? Nope! - their life, your story.
 Play Sims Stories at Yahoo! Games. 

[Non-text portions of this message have been removed]



Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, 

[indo-marxist] NATALKAN PERDA TIBUM

2007-09-25 Terurut Topik DPN SRMK
  Serikat Rakyat Miskin Kota –   Serikat Pengamen Merdeka 
   (SRMK-SPM)
   Jabotabek 
   JL. KP Guji Baru No. 19 RT 004/02 Kel. Duri Kepa Kec   Kebon Jeruk Jakarta 
11510
   Tlp : 021-99846493

 
  PERNYATAAN SIKAP
   
  Batalkan PERDA TIBUM:
  Sutiyoso dan Partai Pendukung Perda Tibum Musuh Rakyat Miskin !!!
   
  Ramadan rakyat Jakarta, utamanya bagi rakyat miskin, tahun ini sungguh 
menyedihkan. Bulan yang harusnya disambut penuh dengan sukacita, dirusak 
suasananya oleh sejumlah keadaan buruk karena kegagalan Pemerintahan SBY-JK 
dalam mengelola dan mengontrol kenaikan harga sembako, serta dirusak dengan 
kebijakan anti rakyat miskin dari Pemerintahan Daerah Jakarta dan DPRD-nya. 
Begitulah keadaan buruk yang dihadapi oleh rakyat miskin Jakarta dewasa ini. 
Kehidupannya semakin buruk, bukannya menyelesaikan dan mengatasinya  Pemerintah 
Jakarta dan Pemerintah Pusat justru menjadi sumber munculnya  
kesulitan-kesulitan hidup baru. Betapa tidak, setelah diberatkan dengan mahal 
dan langkanya minyak tanah, kenaikan harga minyak goreng, gula, serta semakin 
mahalnya biaya pendidikan anak-anaknya, sebagian rakyat miskin terus menghadapi 
penggusuran tanpa ganti layak. Pada saat kesulitan hidup yang bertubi-tubi itu 
dengan tanpa perikemanusiaan  penguasa Jakarta (Pemerintah Daerah yang dipimpin
 Sutiyoso dan DPRD Jakarta) secara bersama-sama justru mengeluarkan PERDA 
(Peraturan Daerah) Tertib Umum yang isinya sungguh-sungguh menistakan rakyat 
miskin dan mengusik solidaritas sosial seluruh warga Jakarta.
   
  Perda Tertib Umum melarang rakyat miskin berjualan di pinggir trotoar, taman, 
jalan raya tanpa diberi alternatif yang semestinya, misalnya memberi ruang 
berjualan dipusat-pusat perbelanjaan modern. Perda Tertib Umum juga melarang 
rakyat  miskin tinggal di kolong tol, pinggir rel, kolong rel serta 
tempat-tempat yang dianggap mengganggu ketertiban, sekali lagi, tanpa disertai 
alternatif jalan keluar yang selayaknya. Perda Tertib Umum melarang keras 
seniman-seniman miskin mengamen di jalan dan ditempat-tempat umum, juga tanpa 
solusi.  Yang lebih tidak masuk akal sehat lagi, seluruh warga Jakarta yang 
membeli dari pedagang jalanan, memberi rejeki pada pengemis, pengamen diancam 
dengan hukuman denda dan penjara.  Apa arti semua ini bagi rakyat miskin di 
Jakarta? Jakarta hanya boleh ditinggali orang kaya, yang miskin silahkan pergi 
dari Jakarta atau mati!! Warga yang menghalangi-halangi program genocida 
(pembasmian) sosial ini akan dihukum keras!! Warga miskin yang menentang
 kebijakan ini akan dihukum lebih keras lagi!! Tentu saja guna menjamin 
kebijakan ini berjalan lancar, Pemda dan DPRD sudah menyiapkan ribuan Satpol 
DKI yang sudah teruji kebengisannya. Apalagi Satpol ini hasil didikan Sutiyoso 
yang sudah teruji memimpin pembantaian massa pendukung PDI Mega pada Peristiwa 
27 Juli 1996. 
   
  Kepada seluruh Rakyat miskin Jakarta, ingatlah baik-baik fakta sejarah ini, 
jangan sedetik pun dilupakan. Bagi rakyat miskin yang masih percaya kepada 
PDIP: Perda Tibum adalah produk dari Sutiyoso –gubernur yang dicalonkan oleh 
PDIP, Perda Tibum disetujui oleh anggota DPRD dari PDIP. Bagi rakyat miskin 
yang masih percaya kepada partai-partai yang saat ini berkuasa di di DPRD 
Jakarta (P Golkar, P Demokrat, PKS, PAN, PDS, PBR), ingatlah baik-baik bahwa 
partai-partai ini juga menyetujui Perda Tibum yang keji dan ganas itu. 
   
  Ya, Pemda DKI dan partai-partai di DPRD mengharamkan rakyat miskin hidup di 
kota Jakarta. Namun Pemda DKI dan partai-partai yang duduk di DPRD pura-pura 
lupa atas tanggungjawab dan kegagalannya menyediakan lapangan kerja bagi Rakyat 
miskin di Jakarta, mereka pura-pura lupa atas tugasnya untuk meningkatkan 
kesejahteraan rakyatnya, mengatasi kenaikan harga sembako dan menyelenggarakan 
pendidikan gratis bagi rakyat Jakarta. Inilah kado terhebat dan paling terkutuk 
buat rakyat miskin dan warga Jakarta umumnya dalam menyambut bulan suci 
ramadhan tahun ini. 
   
  PERATURAN ini jelas-jelas menindas, menghancurkan serta membunuh kehidupan 
rakyat miskin. Partai-partai di DPRD DKI yang mendukung pengesahan PERDA TIBUM, 
juga pemerintah SBY-KALLA yang membiarkan DEPDAGRI untuk mengesahkan Peraturan 
ini adalah musuh rakyat dan jangan pernah dipilih lagi untuk duduk di kursi 
kekuasaan. Tak ada jalan lain bagi rakyat miskin untuk mempertahankan hidupnya 
kecuali terus-menerus melancarkan Aksi Protes habis-habisan dengan seruan:
   
  1.   Batalkan Peraturan Daerah Ketertiban Umum (PERDA TIBUM!; 
  2.   Tolak penggusuran dan kriminalisasi kemiskinan!;
  3.   Bangun perumahan yang murah, layak dan massal bagi tunawisma dan 
penghuni perkampungan kumuh.
  4.   Turunkan harga sembako (minyak goreng, gula, beras) , obat-obatan dan 
BBM (minyak tanah dan elpiji)!; 
  5.   Sediakan lapangan kerja yang bermartabat untuk seluruh angkatan kerja 
(Rakyat Miskin)!;
  6.   Selenggarakan Pendidikan dan kesehatan gratis, massal, dan layak!;
  7.   Bangun klinik 

[indo-marxist] Mengingat kembali Hasil Rakernas II Rakornas PDI Perjuangan

2007-09-25 Terurut Topik Rudy Sitohang
Rakernas II Partai diselenggarakan pada hari Sabtu dan Minggu, tanggal 8 dan
9 September 2007 dan kemudian dilanjutkan dengan Rakornas (Rapat Koordinasi
Nasional) Partai pada hari Senin, tangal 10 September 2007. Kesemua acara
tersebut dilaksanakan di Jakarta dan bertempat di JI-Expo Kemayoran.
Rakernas II dihadiri oleh struktural Partai yang kesemuanya berjumlah hampir
1.500 orang. Sedangkan Rakornas Partai dihadiri oleh struktural Partai
sampai dengan Ketua PAC se Indonesia, ditambah dengan seluruh anggota
legislatif tingkat Pusat sebagai DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota,
serta seluruh eksekutif Partai sebagai Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil
Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota dari PDI Perjuangan. Jumlah peserta
Rakornas secara menyeluruh mencapai 16.400 orang, atau lebih dari sepuluh
kali peserta Rakernas II dan pesertas Rakornas Partai adalah kader-kader
handal Partai.

Rakernas menghasilkan butir-butir keputusan Rakernas II dan selanjutnya oleh
DPP Partai, hasil Rakernas ditawarkan dan diterima oleh seluruh peserta
Rakornas Partai sebagai hasil Rakornas PDI Perjuangan. Berikut ini adalah
butir-butir keputusan Rakornas Partai tahun 2007:

1. Rakernas II PDI Perjuangan menilai bahwa kedaulatan politik, ekonomi, dan
budaya pada saat ini menghadapi ancaman sangat serius.

2. Rakernas II PDI Perjuangan mengkhawatirkan menguatnya pragmatisme politik
yang tidak dilandasi oleh ideologi. Pragmatisme politik tanpa ideologi hanya
menjadi alat penyelesaian masalah kekinian tanpa nilai, jiwa, dan tujuan.

3. Rakernas II PDI Perjuangan menilai bahwa selama dua setengah tahun
berjalan, pemerintah telah gagal memenuhi janji-janji perubahan.
Meningkatnya APBN tiga tahun terakhir tidak diikuti oleh perbaikan kualitas
kehidupan dan ekonomi bangsa. Janji setinggi langit pancapaian hanya sampai
di kaki bukit.

4. Rakernas II PDI Perjuangan menilai bahwa pemerintah telah gagal
mengendalikan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok rakyat sehari-hari. PDI
Perjuangan mendesak agar pemerintah lebih serius menjamin stabilitas
harga-harga dengan mengembangkan strategi pembangunan ekonomi yang berbasis
kerakyatan.

5. Rakernas II PDI Perjuangan menilai bahwa pemerintah belum berhasil
meningkatkan harkat dan martabat rakyat kecil khususnya buruh, petani dan
nelayan. PDI Perjuangan mendesak agar pemerintah dapat menjaga terjangkaunya
saran produksi bagi petani dan nelayan, harga jual yang kompetitif dan
meningkatkan hak-hak dan kualitas hidup buruh.

6. Rakernas II PDI Perjuangan merekomendasikan untuk mengkaji ulang strategi
pengentasan kemiskinan. Penanganan masalah kemiskinan jangan hanya sekedar
bersifat karitatif/sinterklas tetapi harus merupakan kebijakan mendasar dan
sistematis yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan rakyat untuk
mensejahterakan dirinya sendiri secara bermartabat.

7. Rakernas II PDI Perjuangan menilai bahwa pemerintah belum berhasil
menciptakan iklim investasi yang sehat dan kompetitif yang didasari oleh
kepentingan nasional. PDI Perjuangan mendesak pemerintah untuk meningkatkan
kinerja pelayanan publik dan mereformasi kebijakan investasi yang dapat
memberikan rasa nyaman kalangan usaha dan memberikan kontribusi yang
maksimal bagi devisa negara dan kesejahteraan rakyat.

8. Rakernas II PDI Perjuangan mendesak penguatan diplomasi internasional
untuk melindungi keselamatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri (TKI)
melalui langkah hukum, tekanan publik, dan bargaining politik untuk
mendapatkan jaminan keselamatan dan pengakuan hak-hak TKI di negara
tempatan.

9. Rakernas II PDI Perjuangan berketetapan untuk menjadikan dirinya sebagai
rumah besar kaum nasionalis, dimana perbedaan dan keanekaragaman budaya,
bahasa, suku, dan agama adalah taman sarinya Indonesia. PDI Perjuangan tetap
bertekad mengambil peran sebagai pemersatu dan penjaga kebhinekaan
Indonesia.

10.  Rakernas II PDI Perjuangan menilai pembahasan paket UU politik yang
meliputi: UU Pemilu Legislatif, Presiden, Partai Politik, dan Susduk,
haruslah dalam rangka memperkuat Demokrasi Indonesia untuk menghasilkan
pemerintahan yang efektif.

11.  Rakernas II PDI Perjuangan menilai kebijakan pemekaran wilayah harus
didasarkan kepada pertimbangan percepatan kesejahteraan masyarakat bukan
didasarkan pertimbangan primordialisme yang memperlemah nasionalisme dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

12.  Rakernas II PDI Perjuangan memerintahkan sekali lagi kepada seluruh
struktural Partai agar mendirikan Posko Pengaduan Rakyat, Posko Pelayanan
Masyarakat dalam rangka meningkatkan kinerja Partai dan mendekatkan Partai
dengan Rakyat.

13.  Rakernas II PDI Perjuangan mendesak pentingnya pemerantasan korupsi,
lebih khusus lagi korupsi kerah putih, melalui peningkatan kualitas aparat
penegak hukum, peningkatan integritas aparat pajak dan mengkaji ulang
kontrak-kontrak sumber daya alam yang mengedepankan prinsip kedaulatan
bangsa, memberikan nilai tambah bagi ekonomi bangsa, devisa negara dan
kesejahteraan rakyat.

14.  Rakernas II PDI Perjuangan 

Re: Balasan: [indo-marxist] Re: UNDANGAN DEKLARASI REVOLUSI INDONESIA

2007-09-25 Terurut Topik hendri kurniawan
  PARTAI AMANAT NASIONAL menawarkan perjuangan menggapai cita mulia lewat 
kepalan tangan perjuangan para aktifis demokrasi bersatu dalam cita demi 
indonesia bareu yang lebih mulia

rebels_030383 [EMAIL PROTECTED]
  
 wrote:  pandangan kawan yuni aku sangat sepakat.. bahwa tugas pokok gerakan 
hari ini adalah membesarkan kekuatan perlawanan... bukan seenaknya 
mau mengambial alih negara sementara dukungan massa masih 
nihill..kita mengagung-agungkan kekuatan tani dan buruh, sementara 
kita lari dari mereka dengan menyibukkan diri untuk menggolkan 
partai... trus apa bedanya dengan Golkar yang kita anti selama ini,, 
sama khan!!! 

satukan pandangan



Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, 
Bangun Sosialisme!

Situs Web: http://www.indomarxist.co.nr/

Yahoo! Groups Links




   
-
Got a little couch potato? 
Check out fun summer activities for kids.

[Non-text portions of this message have been removed]



Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, 
Bangun Sosialisme!

Situs Web: http://www.indomarxist.co.nr/
 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


[indo-marxist] Mohon Bantuan Untuk Pasar Murah

2007-09-25 Terurut Topik UPC
Kawan-kawan yang baik,

Kami dari Jaringan Rakyat Miskin Kota dan UPC akan mengadakan pasar
murah dalam rangka menyambut hari Raya Idul Fitri. Pasar murah ini
akan dilakukan di kampung-kampung Jaringan Miskin Kota Jakarta oleh
kawan-kawan dari kampung/komunitas pada tanggal 2 Oktober 2007. Hasil
penjualan pakaian bekas yang didapat dari donatur akan digunakan untuk
membiayai kegiatan dan kas kampung mereka. Pakaian  pantas atau barang
sumbangan lain sementara akan dikumpulkan di UPC untuk dilakukan
penyortiran kemudian didistribusikan ke kampung-kampung.
Setelah kegaiatan pasar  murah ini selesai maka kami akan menyampaikan
laporan hasil penjualan kepada para donatur.

Untuk itu kami mengharapkan bantuan kepada kawan-kawan dapat
berpartisipasi menyumbangkan pakaian pantas untuk kegiatan tersebut di
atas. Kami akan mengambil sumbangan ke lokasi penyumbang. Untuk
keterangan lebih lanjut bisa menghubungi Budi Santoso di 0815 113
57238 atau UPC di 021-8642915/86902407

Atas bantuannya kami ucapkan terima kasih


Salam,
budi santoso
sekretariat


Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, 
Bangun Sosialisme!

Situs Web: http://www.indomarxist.co.nr/
 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


[indo-marxist] �PERDA TIBUM : BENTUK PEMBERANGUSAN PENGHIDUPAN WARIA�

2007-09-25 Terurut Topik aliansi rakyat miskin
  PERNYATAAN SIKAP
   
  “PERDA TIBUM : BENTUK PEMBERANGUSAN PENGHIDUPAN WARIA”
   
  Arus Pelangi, Yayasan Srikandi Sejati, Forum Komunikasi Waria, Bandung Wangi, 
Yayasan Pelangi Kasih Nusantara dan Aliansi Rakyat Miskin 
   
  Minggu lalu, tepatnya hari Senin, 10 September 2007, DPRD Prov. DKI Jakarta 
telah mengesahkan revisi Perda DKI Jakarta No. 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban 
Umum (Tibum). Latar belakang pengesahan revisi Perda Tibum itu tidak lain untuk 
menjaga ketenteraman dan ketertiban guna terwujudnya kota Jakarta sebagai kota 
jasa, kota perdagangan dan kota pariwisata yang masyarakatnya nyaman, aman dan 
tenteram. Kondisi tersebut akan menjadi daya tarik bagi masyarakat 
internasional untuk datang dan berkunjung serta menanamkan investasi yang pada 
akhirnya memberikan kontribusi dalam pengembangan dan pembangunan Kota Jakarta. 
Kemudian pengaturan mengenai ketertiban umum harus diarahkan guna pencapaian 
kondisi yang kondusif bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat kota Jakarta. 
Saat ini perda tersebut sudah sampai di tangan Departemen Dalam Negeri.
   
  Apabila kita melihat latar belakang pengesahan revisi Perda Tibum di atas, 
sepertinya semua orang akan setuju apabila Jakarta sebagai ibukota NKRI menjadi 
kota yang tenteram, tertib, dan nyaman bagi seluruh penduduknya. Namun apabila 
kita melihat lebih jauh – pasal per pasal – revisi Perda Tibum itu, maka 
terlihat jelas bahwa Perda itu tidak akan berhasil menciptakan Jakarta menjadi 
kota yang tenteram, tertib, dan nyaman bagi penduduknya. Mengapa demikian?.
   
  Hal itu disebabkan karena dengan diberlakukannya perda tibum itu, maka banyak 
lapangan pekerjaan informal yang selama ini telah dibangun dan dijalani oleh 
sebagian masyarakat miskin Jakarta akan diberantas oleh Pemprov. DKI Jakarta. 
Tidak terkecuali lapangan pekerjaan informal yang selama ini digeluti oleh 
kelompok waria Jakarta. Karena sebagaimana kita ketahui, banyak waria di 
Jakarta yang menjalani profesi sebagai pekerja informal, seperti pengamen dan 
PSK. Profesi-profesi informal itu muncul karena selama ini pemerintah tidak 
pernah memberikan kesempatan kepada kelompok waria untuk bersaing dan 
mendapatkan pekerjaan-pekerjaan di sektor formal. Selain itu, akibat tidak 
adanya perlindungan dan pendidikan yang memadai yang seharusnya menjadi 
tanggung jawab pemerintah, banyak diantara para waria itu yang mengidap 
penyakit HIV/AIDS dan penyakit seksual lainnya.
   
  Berdasarkan data yang kami peroleh dari Forum Komunikasi Waria DKI Jakarta, 
jumlah waria di DKI Jakarta mencapai angka 3500 jiwa. Waria yang menjadi PSK 
mencapai 60 % dari jumlah tersebut. Kemudian jumlah waria yang menjadi pengamen 
mencapai 10 %  dan jumlah waria yang merupakan OdHA (Orang dengan HIV/AIDS) 
mencapai 30 %. 
   
  Pemberangusan lapangan pekerjaan informal yang selama ini digeluti oleh 
kelompok waria dan warga miskin lainnya, terlihat jelas di dalam perda itu. 
Kita ambil contoh ketentuan Pasal 40 yang menyebutkan bahwa ‘’Setiap orang atau 
badan dilarang : (a).   Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, 
pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil; (b). menjadi  pengemis,  
pengamen,  pedagang asongan,  dan pengelap mobil; dan (c). membeli kepada 
pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, 
pengamen,  dan pengelap mobil’’.
   
  Ketentuan Pasal 41 menyebutkan bahwa ‘’Setiap orang yang mengidap penyakit 
yang meresahkan masyarakat tidak diperkenankan berada di jalan, jalur hijau, 
taman, dan tempat-tempat umum lainnya’’.
   
  Kemudian ketentuan Pasal 42 ayat (2) menyebutkan bahwa ‘’Setiap orang 
dilarang: a. menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk 
menjadi penjaja seks komersial; b. menjadi penjaja seks komersial; dan c. 
memakai jasa penjaja seks komersial’’.
   
  Dari ketiga bunyi pasal di atas, jelas bahwa tidak ada tempat bagi warga 
miskin kota, termasuk waria, untuk berjuang mempertahankan hidupnya di Jakarta. 
Karena profesi-profesi informal yang dijalankan dan menjadi penghidupan utama 
kelompok waria selama ini tidak akan diperbolehkan lagi atau dengan kata lain 
dilarang atau diberangus oleh Pemprov. DKI Jakarta.
   
  Tidak hanya itu, bentuk-bentuk pelarangan terhadap profesi-profesi informal 
itu juga diikuti dengan dilakukannya stigmatisasi dan kriminalisasi terhadap 
profesi-profesi informal itu dengan menganggap profesi-profesi itu sebagai 
suatu kejahatan dan dapat diberikan sanksi kepada orang yang melakukannya. Hal 
itu dengan tegas diatur di dalam Pasal 61 yang menyebutkan bahwa ‘'(1). Setiap 
orang atau badan yang melanggar ketentuan ... Pasal 40 huruf b, huruf 
c,  dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari 
dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- 
(Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta 
Rupiah); (2). Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan ... 
Pasal 40 huruf a, Pasal 42