TNI Watch!---JENDRAL (PURN) BENNY MOERDANI AKAN MANGKIR

1999-11-24 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


JENDRAL (PURN) BENNY MOERDANI AKAN MANGKIR

JAKARTA, (TNI Watch!, 24/11/99). Panitia Khusus (Pansus) DPR yang
membahas persoalan Aceh, berencana memanggil beberapa mantan Panglima ABRI,
pada hari Sabtu nanti (27/11). Mantan Pangab itu adalah: Benny Moerdani, Try
Sutrisno, Edi Sudrajat dan Feisal Tanjung. Mereka akan dimintai keterangan
berkaitan dengan perintah pemberlakuan DOM di Aceh, sejak tahun 1988. Selain
nama-nama tersebut, rencananya akan dipanggil pula mantan Pangdam I/Bukit
Barisan Mayjen TNI Pramono, Letjen TNI Purn Syarwan Hamid (selaku mantan
Danrem 011/Lilawangsa), Mayjen TNI Zacky Anwar Makarim (selaku mantan
Komandan Satgas Kopassus di Aceh), serta mantan Gubernur Aceh Prof Dr
Ibrahim Hasan. Dari empat mantan Pangab tersebut, kebetulan Edi Sudrajat
pernah menjabat sebagai Pangdam I/Bukit Barisan (16 Mei 1981 sampai 19 April
1983).

Dari sekian banyak "Jenderal terpanggil" nama Benny adalah yang
paling menarik perhatian. Saat menjadi Pangab, kekuasaannya luar biasa
besar, ia bisa menentukan hitam-putihnya ABRI sesuai kemauannya. Benny
seolah-olah seperti "anak emas" mantan Presiden Soeharto. Segala tindakan
Benny selalui disetujui Soeharto, termasuk tindakan yang kontroversial,
seperti Kasus Priok (1984), Penembakan Misterius (1983), perintah DOM di
Aceh dan Timtim.

Justru karena Benny sadar, bahwa ia dalah petinggi yang paling
disorot, ia tidak akan datang di hari Sabtu nanti, dengan alasan sakit.
Memang hari-hari terakhir ini kesehatan Benny memburuk. Rupanya ia masih
berduka atas kepergian sahabatnya Letjen TNI Purn Dading Kalbuadi, dan juga
sedih atas gagalnya "puteri kesayangannya" Mbak Mega sebagai Presiden.

Dan lagi Benny adalah tipe intel tulen, yang tidak suka tampil di
depan umum. Jadi selain karena alasan sakit, ia dengan sengaja akan
menghindar dari panggilan DPR. Karena DPR adalah panggung terbuka, yang
disorot oleh seluruh pemirsa di tanah air. "Ke DPR? No way," begitulah yang
ada di benak Benny. 

Dari sekian nama "Jenderal terpanggil", ada satu nama yang belum
clear, yaitu nama mantan Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI Purn Pramono.
Karena pada masa-masa itu (1988 hingga 1990), ada dua Pangdam Bukit Barisan
yang bernama Pramono, yang kebetulan menjabat secara berurutan.

Berikut adalah daftar nama pati yang pernah menjabat Pangdam I/Bukit Barisan
sejak diberlakukan DOM di Aceh:
 1. Mayjen TNI Asmono Arismunandar (1987-1988, terakhir Sekjen Depsos)
 2. Mayjen TNI Djoko Pramono (1988-1990)
 3. Mayjen TNI HR Pramono (1990-1993)
 4. Mayjen TNI Albertus Pranowo (1993-1994)
 5. Mayjen TNI Ari J Kumaat
 6. Mayjen TNI Sedaryanto
 7. Mayjen TNI T Rizal Nurdin
 8. Mayjen TNI Ismed Yuzairi
 9. Mayjen TNI Abdul Rachman Gaffar
10. Mayjen TNI Affandi (baru akan dilantik)

Dari daftar nama tersebut kita melihat ada dua nama Pramono (nomor 2
dan 3). Mayjen TNI Djoko Pramono adalah alumni Akmil tahun 1961, pada
kecabangan Arhanud. Sebelum menjabat Pangdam I/Bukit Barisan, Djoko Pramono
menjabat sebagai Pangdam IX/Udayana selama setahun persis (12 Agustus
1987-12 Agustus 1988).

Sedang Mayjen TNI H R Pramono, adalah lulusan Akmil tahun 1962, pada
kecabangan Kavaleri. Sebelum diangkat sebagai Pangdam Bukit Barisan, HR
Pramono betugas di Kodam yang sama sebagai Kasdam. Seusai menjabat Pangdam
Bukit Barisan, HR Pramono ditarik ke Mabes ABRI sebagai Aster Kasum. Selepas
dinas di TNI, HR Pramono dikaryakan sebagai Sekjen Deperindag.***
___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



MamberaMO--ELS-HAM: RAKYAT PAPUA BERGOLAK KEPEMIMPINAN TAK JELAS PENGUASA MALAS TAHU

1999-11-24 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI HAK ASASI MANUSIA (ELS-HAM)
Institute for Human Rights Study and Advcacy (IHRSTAD)
Jl. Kampus STTJ, Padang Bulan, Jayapura, Papua Barat/Irian Jaya
Tel/Fax : 62-967-581600
Email : [EMAIL PROTECTED]

===

SIARAN PERS

RAKYAT PAPUA BERGOLAK KEPEMIMPINAN TAK JELAS PENGUASA MALAS TAHU

November 19, 1999

Fenomena gejolak rakyat Papua di seluruh negeri Papua Barat-Pasifik
menjelang tanggal 1 Desember 1999 yang merupakan hari peringatan
"kemerdekaan" Papua Barat dari Kerajaan Belanda pada tanggal 1 Desember 1961
terasa semakin kuat. Belum sampai waktunya di kota Timika di mana perusahan
pertambangan raksasa Amerika Serikat, Freeport McMoRan Copper and Gold, Inc
beroperasi pada tanggal 10 November lalu sekitar 1000-2000 orang Papua dari
berbagai suku bangsa Papua di kota tersebut mengibarkan bendera Papua
Barat-Bintang Kejora di halaman gereja Katolik Paroki Tiga Raja-Timika.
Bendera tersebut masih berkibar sampai sekarang (19/11). Para demonstran
bertekad mereka tidak akan turunkan bendera sampai dengan Presiden Republik
Indonesia, Abdulrachman Wahid, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa benar-benar
menyelesaikan persoalan Papua Barat.

Sementara bendera masih berkibar di kota Timika pada tanggal 12
November lalu sekitar 3000 tokoh adat dan tokoh masyarakat dari berbagai
daerah negeri Papua Barat mengadakan "syukuran massal" di rumah Theys H.
Eluay, Ketua Dewan Adat Irian Jaya. Di pertemuan akbar yang juga dihadiri
Kapolres Jayapura Letkol. (Pol) Drs. Daud Sihombing, Theys dan Yoris
Raweyai, tokoh Pemuda Pancasila yang dikenal karena beberapa kali berurusan
dengan pihak penegak hukum, menyerukan kepada semua rakyat Papua Barat untuk
secara serempak mengibarkan bendera Papua Barat pada tanggal 1 Desember 1999
di seluruh Papua Barat. Theys dan Yoris juga mengatakan kepada rakyat Papua
yang berkumpul pada saat itu bahwa sesudah pertemuan ini (12/11) sebuah
delegasi dari Papua akan bertemu dengan pihak Kedutaan Besar Belanda di
Jakarta pada tanggal 16 November dan selanjutnya ke negeri Belanda untuk
bertemu dengan Perdana Menteri Belanda pada tanggal 19 November untuk
menyampaikan aspirasi rakyat Papua Barat. Namun ketika hal ini
dikonfirmasikan ELS-HAM langsung dengan pihak Kedubes Belanda di Jakarta
pada tanggal 16/11 tentang rencana yang dimaksud ternyata tak ada pertemuan
politik yang terjadi di Jakarta pada tanggal 16/11. Pihak Kedubes Belanda
justru tak mengethaui ada rencana sebuah delegasi Papua Barat mau bertemu
dengan Perdana Menterinya di Holland. 

Reaksi masyarakat luar tentang "deklarasi 12 November" tersebut
bermacam-macam. Ada kesan kuat yang sangat terasa pada masyarakat bahwa pada
tanggal 1 Desember 1999 nanti Papua Barat sudah pasti merdeka. Ditengah
rakyat tersebut "kabar burung" yang cukup meresahkan bahwa apabila bendera
Papua Barat dikibarkan dan tuntutan merdeka tidak ditanggapi maka pihak OPM
di hutan akan melakukan penyerangan ke kota. Dari Arso, perbatasan antara RI
dan PNG, ELS-HAM menerima informasi bahwa masyarakat dilanda isu akan ada
perang pada tanggal 1 Desember nanti. Dari Yapen Waropen dan Merauke ELS-HAM
menerima kabar bahwa rakyat di sana sudah melakukan rapat-rapat persiapan
untuk aksi 1 Desember nanti. Tentu saja situasi ini cukup meresahkan bagi
masyarakat non-Papua (migran) di seluruh Papua Barat karena khawatir konflik
horisontal (etnis, agama) seperti yang dewasa ini terjadi di Maluku. Tetapi
yang justru menjadi pertanyaan juga adalah sikap "membiarkan" atau
"mendorong" dari aparat keamanan untuk kibarkan bendera Papua Barat, seperti
yang dinyatakan Pangdam VIII Trikora, Mayjen TNI Amir Sembiring, dalam
harian Cenderawasih Pos (15/11/99).


AKAR PERSOALAN
Arus deras tuntutan rakyat Papua mengenai hak asasi manusia untuk
menentukan nasib sendiri (the right to self-determination) di Tanah Papua
dilandasi tiga faktor mendasar:
1. Pengabaian masyarakat Internasional atas Hak Asasi Manusia bangsa Papua
untuk menentukan nasib sendiri karena kepentingan (ekonomi dan politik) dan
proses pelaksanaan "Act of Free Choice"  yang tidak demokratis, tak adil dan
penuh pelanggaran HAM. Tuan Akwei, Duta Besar Ghana untuk PBB saat itu
menyebutkan pelaksanaan Pepere di Papua Barat sebagai, "Sandiwara Demokrasi
dan Keadilan".

2. Berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi secara sistematis
(pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, dll) dan implikasi sosial (perampasan
tanah adat, perusakan lingkungan, degradasi budaya, dsb) sebagai hasil dari
militerisme dan kebijakan-keijakan pembangunan (Transmigrasi, Pertambangan,
HPH, Tirisme dan lain-lain) selama lebih dari 30 tahun integrasi dengan
Indonesia.

3. Krisis identitas sebagai bangsa Ras Malainesia di negeri sendiri (Papua
Barat) akibat kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengandung elemen-elemen
genocide, fasisme dan pengabaian terhadap kultur.


TANTANGAN PERJUANGAN RAKYAT
1. Jurang pemisah antara orang 

MamberaMO--OTTIS: DASAR-DASAR PERJUANGAN KEMERDEKAAN PAPUA BARAT

1999-11-24 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


DASAR-DASAR PERJUANGAN KEMERDEKAAN PAPUA BARAT

Oleh: Ottis Simopiaref

Mengapa rakyat Papua Barat ingin merdeka di luar Indonesia?
Mengapa rakyat Papua Barat masih tetap meneruskan perjuangan mereka?
Kapan mereka mau berhenti berjuang?

Ada empat faktor yang mendasari keinginan rakyat Papua Barat untuk
memiliki negara sendiri yang merdeka dan berdaulat di luar penjajahan
manapun, yaitu:
1. Hak
2. Budaya
3. Latarbelakang sejarah
4. Realitas sekarang

ad 1. HAK
Kemerdekaan adalah »hak« berdasarkan Deklarasi Universal HAM
(Universal Declaration on Human Rights) yang menjamin hak-hak individu dan
berdasarkan Konvenant Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang menjamin
hak-hak kolektif di dalam mana hak penentuan nasib sendiri (the right to
self-determination) ditetapkan.

»All peoples have the right of self-determination. By virtue of that
right they freely determine their political status and freely pursue their
economic, social and cultural development - Semua bangsa memiliki hak
penentuan nasib sendiri. Atas dasar mana mereka bebas menentukan status
politik mereka dan bebas melaksanakan pembangunan ekonomi dan budaya mereka«
(International Covenant on Civil and Political Rights, Article 1). Nation is
used in the meaning of People (Roethof 1951:2) and can be distinguished from
the concept State - Bangsa digunakan dalam arti Rakyat (Roethof 1951:2) dan
dapat dibedakan dari konsep Negara (Riop Report No.1). Riop menulis bahwa
sebuah negara dapat mencakup beberapa bangsa, maksudnya kebangsaan atau
rakyat (A state can include several nations, meaning Nationalities or Peoples).

Ada dua jenis the right to self-determination (hak penentuan nasib
sendiri), yaitu external right to self-determination dan internal right to
self-determination.

External right to self-determination yaitu hak penentuan nasib
sendiri untuk mendirikan negara baru di luar suatu negara yang telah ada.
Contoh: hak penentuan nasib sendiri untuk memiliki negara Papua Barat di
luar negara Indonesia. External right to self-determination, or rather
self-determination of nationalities, is the right of every nation to build
its own state or decide whether or not it will join another state, partly or
wholly (Roethof 1951:46) - Hak external penentuan nasib sendiri, atau lebih
baiknya penentuan nasib sendiri dari bangsa-bangsa, adalah hak dari setiap
bangsa untuk membentuk negara sendiri atau memutuskan apakah bergabung atau
tidak dengan negara lain, sebagian atau seluruhnya (Riop Report No.1). Jadi,
rakyat Papua Barat dapat juga memutuskan untuk berintegrasi ke dalam negara
tetangga Papua New Guinea. Perkembangan di Irlandia Utara dan Irlandia
menunjukkan gejala yang sama.

Internal right to self-determination yaitu hak penentuan nasib
sendiri bagi sekelompok etnis atau bangsa untuk memiliki daerah kekuasaan
tertentu di dalam batas negara yang telah ada. Suatu kelompok etnis atau
suatu bangsa berhak menjalankan pemerintahan sendiri, di dalam batas negara
yang ada, berdasarkan agama, bahasa dan budaya yang dimilikinya. Di
Indonesia dikenal Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh.
Pemerintah daerah-daerah semacam ini biasanya dilimpahi kekuasaan otonomi
ataupun kekuasaan federal. Sayangnya, Yogyakarta dan Aceh belum pernah
menikmati otonomi yang adalah haknya.

ad 2. BUDAYA
Rakyat Papua Barat, per definisi, merupakan bagian dari rumpun
bangsa atau ras Melanesia yang berada di Pasifik, bukan ras Melayu di Asia.
Rakyat Papua Barat memiliki budaya Melanesia. Bangsa Melanesia mendiami
kepulauan Papua (Papua Barat dan Papua New Guinea), Bougainville, Solomons,
Vanuatu, Kanaky (Kaledonia Baru) dan Fiji. Timor dan Maluku, menurut
antropologi, juga merupakan bagian dari Melanesia. Sedangkan ras Melayu
terdiri dari Jawa, Sunda, Batak, Bali, Dayak, Makassar, Bugis, Menado, dan
lain-lain.

Menggunakan istilah ras di sini sama sekali tidak bermaksud bahwa
saya menganjurkan rasisme. Juga, saya tidak bermaksud menganjurkan
nasionalisme superior ala Adolf Hitler (diktator Jerman pada Perang Dunia
II). Adolf Hitler menganggap bahwa ras Aria (bangsa Germanika) merupakan
manusia super yang lebih tinggi derajat dan kemampuan berpikirnya daripada
manusia asal ras lain. Rakyat Papua Barat sebagai bagian dari bangsa
Melanesia merujuk pada pandangan Roethof sebagaimana terdapat pada ad 1. di
atas.

ad 3. LATARBELAKANG SEJARAH
Kecuali Indonesia dan Papua Barat sama-sama merupakan bagian
penjajahan Belanda, kedua bangsa ini sungguh tidak memiliki garis paralel
maupun hubungan politik sepanjang perkembangan sejarah. Analisanya adalah
sebagai berikut:
Pertama: Sebelum adanya penjajahan asing, setiap suku, yang telah
mendiami Papua Barat sejak lebih dari 50.000 tahun silam, dipimpin oleh
kepala-kepala suku (tribal leaders). Untuk beberapa daerah, setiap kepala
suku dipilih secara demokratis sedangkan di beberapa daerah lainnya kepala
suku diangkat secara