[wanita-muslimah] Re: mitologi - kisah adam dan pasangannya

2009-06-29 Terurut Topik Mia
Nggak ada masalah dengan Quran secara apa adanya. Tapi yang bikin masalah kita, 
kalau kita nggak sabaran mengulitinya, melewati poin2 yang halus, apalagi 
mendesakkan keyakinan dan opini kita jadi fiqh, wah itu mereduksi mitos menjadi 
berhala. 

Mungkin sulit dipercaya, tapi berdebat seperti ini secara tertulis atau pun 
lisan, seseorang bisa mencapai ectasy (kekhusu'an).  Di tradisi pesantren 
sebenarnya dipraktekkan ini tapi sepertinya kita nggak bisa ke situ, mungkin 
tradisi jawa kita nggak boleh diijinkan terlalu banyak berkata barangkali. 

Sebenarnya ada jalan lain untuk menghayati Quran dengan lebih langsung, yang 
mungkin sesuai dengan kemampuan verbal dan logika kita.  Kalau logika kita 
nggak cukup dan nggak sabaran untuk memahami makna di balik mitos, kita bisa 
konsentrasi dengan membaca ayat2 Quran keras2 dan melagukannya, atau 
ngedengerin.  Paling tidak itu jadi pengalaman batin tersendiri.  Dan itu pasti 
ada efeknya.  Tradisi di Indonesia banyak melakukan ini, tapi bablas, jadinya 
mistik.

Kelompok fundamentalis bisa tampil dengan dua cara itu, tapi saya selalu 
bertanya-tanya, apa sesungguhnya dalam pikiran mereka? Kalau sesudah zikir dan 
solat bersama, lalu kiyainya pidato, dan pidatonya itu politik yang menghujat2, 
itu apa dalam pikirannya?

salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Abdul Mu'iz qual...@... wrote:

 Terima kasih kembali mbak Mia,
 
 memang yang ingin saya sampaikan adalah problem fiktisasi tokoh adam itu, 
 dalam hal deskripsi kisah inilah kelebihan al qur'an, sanggup menyodorkan 
 bahasa yang bersayap penuh inspiratif, multi tafsir, sehingga selalu cocok 
 segala zaman.
 
 Wassalam
 Abdul Mu'iz
 




Re: [wanita-muslimah] Re: mitologi - kisah adam dan pasangannya

2009-06-29 Terurut Topik Abdul Mu'iz
Subhanallah, rupanya mbak Mia tidak hanya cerdas mengelaborate kisah adam 
dalam qur'an, tetapi mampu membantu mencapai orgasm intelektual pembaca :) 
he he he, orgasm itu sama dengan khusyu' kan mbak :)

Wassalam
Abdul Mu'iz

At 06:53 AM 6/29/2009 +, you wrote:


Nggak ada masalah dengan Quran secara apa adanya. Tapi yang bikin masalah 
kita, kalau kita nggak sabaran mengulitinya, melewati poin2 yang halus, 
apalagi mendesakkan keyakinan dan opini kita jadi fiqh, wah itu mereduksi 
mitos menjadi berhala.

Mungkin sulit dipercaya, tapi berdebat seperti ini secara tertulis atau 
pun lisan, seseorang bisa mencapai ectasy (kekhusu'an). Di tradisi 
pesantren sebenarnya dipraktekkan ini tapi sepertinya kita nggak bisa ke 
situ, mungkin tradisi jawa kita nggak boleh diijinkan terlalu banyak 
berkata barangkali.

Sebenarnya ada jalan lain untuk menghayati Quran dengan lebih langsung, 
yang mungkin sesuai dengan kemampuan verbal dan logika kita. Kalau logika 
kita nggak cukup dan nggak sabaran untuk memahami makna di balik mitos, 
kita bisa konsentrasi dengan membaca ayat2 Quran keras2 dan melagukannya, 
atau ngedengerin. Paling tidak itu jadi pengalaman batin tersendiri. Dan 
itu pasti ada efeknya. Tradisi di Indonesia banyak melakukan ini, tapi 
bablas, jadinya mistik.

Kelompok fundamentalis bisa tampil dengan dua cara itu, tapi saya selalu 
bertanya-tanya, apa sesungguhnya dalam pikiran mereka? Kalau sesudah zikir 
dan solat bersama, lalu kiyainya pidato, dan pidatonya itu politik yang 
menghujat2, itu apa dalam pikirannya?

salam
Mia

--- In 
mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.comwanita-muslimah@yahoogroups.com, 
Abdul Mu'iz qual...@... wrote:
 
  Terima kasih kembali mbak Mia,
 
  memang yang ingin saya sampaikan adalah problem fiktisasi tokoh adam itu,
  dalam hal deskripsi kisah inilah kelebihan al qur'an, sanggup menyodorkan
  bahasa yang bersayap penuh inspiratif, multi tafsir, sehingga selalu cocok
  segala zaman.
 
  Wassalam
  Abdul Mu'iz
 




[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Re: mitologi - kisah adam dan pasangannya

2009-06-29 Terurut Topik sunny
Koq pakai orgasm?

  - Original Message - 
  From: Abdul Mu'iz 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, June 29, 2009 9:29 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: mitologi - kisah adam dan pasangannya





  Subhanallah, rupanya mbak Mia tidak hanya cerdas mengelaborate kisah adam 
  dalam qur'an, tetapi mampu membantu mencapai orgasm intelektual pembaca :) 
  he he he, orgasm itu sama dengan khusyu' kan mbak :)

  Wassalam
  Abdul Mu'iz

  At 06:53 AM 6/29/2009 +, you wrote:

  Nggak ada masalah dengan Quran secara apa adanya. Tapi yang bikin masalah 
  kita, kalau kita nggak sabaran mengulitinya, melewati poin2 yang halus, 
  apalagi mendesakkan keyakinan dan opini kita jadi fiqh, wah itu mereduksi 
  mitos menjadi berhala.
  
  Mungkin sulit dipercaya, tapi berdebat seperti ini secara tertulis atau 
  pun lisan, seseorang bisa mencapai ectasy (kekhusu'an). Di tradisi 
  pesantren sebenarnya dipraktekkan ini tapi sepertinya kita nggak bisa ke 
  situ, mungkin tradisi jawa kita nggak boleh diijinkan terlalu banyak 
  berkata barangkali.
  
  Sebenarnya ada jalan lain untuk menghayati Quran dengan lebih langsung, 
  yang mungkin sesuai dengan kemampuan verbal dan logika kita. Kalau logika 
  kita nggak cukup dan nggak sabaran untuk memahami makna di balik mitos, 
  kita bisa konsentrasi dengan membaca ayat2 Quran keras2 dan melagukannya, 
  atau ngedengerin. Paling tidak itu jadi pengalaman batin tersendiri. Dan 
  itu pasti ada efeknya. Tradisi di Indonesia banyak melakukan ini, tapi 
  bablas, jadinya mistik.
  
  Kelompok fundamentalis bisa tampil dengan dua cara itu, tapi saya selalu 
  bertanya-tanya, apa sesungguhnya dalam pikiran mereka? Kalau sesudah zikir 
  dan solat bersama, lalu kiyainya pidato, dan pidatonya itu politik yang 
  menghujat2, itu apa dalam pikirannya?
  
  salam
  Mia
  
  --- In 
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.comwanita-muslimah@yahoogroups.com, 
  Abdul Mu'iz qual...@... wrote:
   
Terima kasih kembali mbak Mia,
   
memang yang ingin saya sampaikan adalah problem fiktisasi tokoh adam itu,
dalam hal deskripsi kisah inilah kelebihan al qur'an, sanggup menyodorkan
bahasa yang bersayap penuh inspiratif, multi tafsir, sehingga selalu cocok
segala zaman.
   
Wassalam
Abdul Mu'iz
   
  
  

  [Non-text portions of this message have been removed]



  

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Re: mitologi - kisah adam dan pasangannya

2009-06-28 Terurut Topik Mia
Terimakasih Pak Muiz.
1. Diskusi tentang mitologi mesti pelan2, saya sudah menduga akan ada 
kesalahpahaman tentang istilah mitos.

Istilah mitos yang saya pakai untuk memahami isi Al-Baqarah itu (hanya surat 
Al-Baqarah yang saya kutip dalam hal ini), nggak mengacu pada pengertian 'hanya 
mitos belaka', yang sama dengan 'hanya kebohongan/fiktif belaka' yaitu bias 
yang sudah berlangsung sekian lama ttg istilah mitologi. Karena mitos dalam 
arti sebenarnya, yaitu pada jaman duluuu, sebagai pendalaman psikologi 
agama/tradisi yang membudaya di masyarakat, nggak membicarakan peristiwa 
faktual sejarah, atau tokoh sejarah.  

Jangan salah paham lagi, bahwa ada seorang Nabi yang bernama Adam, itu sangat 
mungkin, dan Quran di tempat lain menyebut nama Nabi Adam ini, di samping 
menyebut sederetan nama Nabi lainnya.  Tapi bukan itu yang saya bicarakan. Yang 
saya pahami sebagai mitos adalah konsep yang terkandung dalam surat Al-Baqarah.

Dalam mitos, sosok/peristiwa sejarah itu nggak penting ada atau tidaknya, namun 
yang ingin ditampilkan adalah filosofi, konsep, buah pikirannya. Jaman 
sekarang, filosofi dan anak2nya dalam berbagai ilmu pengetahuan itu - kita 
kuliti dalam bahasa deskriptif, analitis, teoritis, dsb. Tapi saya ingin 
mengingatkan lagi Pak Muiz, bahwa jaman dulu orang berpikirnya atau 
mendeskripsikan wacana nggak seperti sekarang ini. Nabi Muhammad hidup dalam 
fase terakhir di jaman mitos, jadi mau nggak mau bahasa Quran mesti memakai 
cara itu supaya komunikatif.  Kenapa saya mengingatkan?  Karena kalau kita mau 
terus menerus memahami Quran, kitab yang kita yakini, kita mesti tetep 
mengikutkan konteksnya, justru supaya nggak kehilangan substansinya, dan 
mencegah tafsiran kita menjadi harafiah.  Mentafsirkan Adam dan pasangannya 
dalam Al-Baqarah, sebagai sosok manusia yang berdarah daging, dan punya 
kesejarahan aktual, itulah contoh tafsiran yang cenderung harafiah.

Mitos, atau cara berpikir mitologis itu bukannya nggak ada di jaman sekarang.  
Karena kata Karen Armstrong di beberapa bukunya, manusia nggak bisa survive 
menjalankan hidup yang kreatif tanpa mitos, yang sifatnya justru membuat 
terobosan.  Contoh mitos jaman sekarang misalnya Star Trek, Matrix.  Sebetulnya 
kita 'nggak boleh' mengartikan komponen Star Trex  Matrix secara harafiah, 
karena walaupun sebagian konsepnya ilmiah dan terbukti, tapi sebagian lagi 
fiktif (i.e. pseuda science). Kalau kita melakukan itu, ini mereduksi 
konsep/wacana di balik itu yang justru ingin mengundang kreativitas kita. 
Kadang suatu masalah yang mendesak atau suatu ketidakberdayaan menjerumuskan 
kita memberhalakan mitos. Presiden SBY pernah kecolongan dalam hal ini.  
Renewable energy adalah salah satu 'the quest of the century', lebih lagi di 
negara kita, lebih lagi ketika kita nggak bisa melenyapkan subsidi, atau 
memproses minyak, lebih lagi ketika semua menuntut pada saat yang sama. Ketika 
seseorang mempresentasikan pseudo science tentang blue energy, tim presiden pun 
silau, lenyap deh milyaran rupiah, sedangkan proposal yang lebih make sense 
dari pihak lain dilewatin, pada waktu itu.

Contoh mitos lain misalnya Wali Sanga.  Berhubung tradisi teks nggak terlalu 
memasyarakat di tanah Jawa pada waktu itu, tapi tradisi oral lebih berperan - 
Wali Sanga jadi sosok setengah mitos setengah sejarah.  Sekarang ini kita tetep 
sepakat, setidaknya masih ada kesepakatan, nggak terlalu penting Wali Sanga itu 
keturunan Jawa asli, Arab atau Cina, semua boleh...mereka hidup kapan, 
berbarengan apa nggak, itu nggak masalah - tapi ajaran mereka yang mengukuhkan 
keragaman dalam masyarakat, dan bagaimana memahami agama kita dalam keragaman 
ini, itulah wacana yang penting, walaupun manajemen keragaman mereka pun di 
test dalam peristiwa Syekh Siti Jenar (buku Pak Chodjim).

Baduy Dalam adalah masyarakat asli tradisonal yang manajemen tradisi dan 
kehidupannya terus menerus mencegah mereka dari memberhalakan mitos.  Makanya 
mereka tetep relevan untuk kita, sebagai pembelajaran masyarakat di jaman dulu 
di tanah Sunda kira2 seperti gimana, dan bagaimana mitos itu tetep 'hidup' 
selaras, membuat kita kreatif dan memenuhi kehidupan batin kita, pada saat yang 
sama nggak memberhalakannya. Misalnya mereka punya mitos Dewi Sri, lambang 
kesuburan yang mereka praktekkan dalam upacara panen.  Mereka nggak nyembah 
Dewi Sri (i.e memberhalakan mitos), karena mereka percaya pada Yang Esa.  Dewi 
Sri hanya lambang saja sebagai expressi rasa syukur mereka.  Untuk mencegah 
lambang ini menjadi mitos, mereka nggak bikin patung Dewi Sri, nggak 
membayangkan Dewi Sri rambutnya panjang, cantik, dsb, nggak ada deskripsi 
lahiriah untuk Dewi Sri.


Poin yang berikutnya menyusul.
salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Fresh mui...@... wrote:

 mbak Mia,
 
 membahas Adam dan Hawa memang meskipun merupakan kisah lama, namun tidak 
 pernah basi dibicarakan setiap saat, paling tidak, ada beberapa pesan moral 
 dari kisah ini :
 
 1) Tentang Adam dan Hawa 

Re: [wanita-muslimah] Re: mitologi - kisah adam dan pasangannya

2009-06-28 Terurut Topik Abdul Mu'iz
Terima kasih kembali mbak Mia,

memang yang ingin saya sampaikan adalah problem fiktisasi tokoh adam itu, 
dalam hal deskripsi kisah inilah kelebihan al qur'an, sanggup menyodorkan 
bahasa yang bersayap penuh inspiratif, multi tafsir, sehingga selalu cocok 
segala zaman.

Wassalam
Abdul Mu'iz

At 04:23 AM 6/29/2009 +, you wrote:


Terimakasih Pak Muiz.
1. Diskusi tentang mitologi mesti pelan2, saya sudah menduga akan ada 
kesalahpahaman tentang istilah mitos.

Istilah mitos yang saya pakai untuk memahami isi Al-Baqarah itu (hanya 
surat Al-Baqarah yang saya kutip dalam hal ini), nggak mengacu pada 
pengertian 'hanya mitos belaka', yang sama dengan 'hanya kebohongan/fiktif 
belaka' yaitu bias yang sudah berlangsung sekian lama ttg istilah 
mitologi. Karena mitos dalam arti sebenarnya, yaitu pada jaman duluuu, 
sebagai pendalaman psikologi agama/tradisi yang membudaya di masyarakat, 
nggak membicarakan peristiwa faktual sejarah, atau tokoh sejarah.

Jangan salah paham lagi, bahwa ada seorang Nabi yang bernama Adam, itu 
sangat mungkin, dan Quran di tempat lain menyebut nama Nabi Adam ini, di 
samping menyebut sederetan nama Nabi lainnya. Tapi bukan itu yang saya 
bicarakan. Yang saya pahami sebagai mitos adalah konsep yang terkandung 
dalam surat Al-Baqarah.

Dalam mitos, sosok/peristiwa sejarah itu nggak penting ada atau tidaknya, 
namun yang ingin ditampilkan adalah filosofi, konsep, buah pikirannya. 
Jaman sekarang, filosofi dan anak2nya dalam berbagai ilmu pengetahuan itu 
- kita kuliti dalam bahasa deskriptif, analitis, teoritis, dsb. Tapi saya 
ingin mengingatkan lagi Pak Muiz, bahwa jaman dulu orang berpikirnya atau 
mendeskripsikan wacana nggak seperti sekarang ini. Nabi Muhammad hidup 
dalam fase terakhir di jaman mitos, jadi mau nggak mau bahasa Quran mesti 
memakai cara itu supaya komunikatif. Kenapa saya mengingatkan? Karena 
kalau kita mau terus menerus memahami Quran, kitab yang kita yakini, kita 
mesti tetep mengikutkan konteksnya, justru supaya nggak kehilangan 
substansinya, dan mencegah tafsiran kita menjadi harafiah. Mentafsirkan 
Adam dan pasangannya dalam Al-Baqarah, sebagai sosok manusia yang berdarah 
daging, dan punya kesejarahan aktual, itulah contoh tafsiran yang 
cenderung harafiah.

Mitos, atau cara berpikir mitologis itu bukannya nggak ada di jaman 
sekarang. Karena kata Karen Armstrong di beberapa bukunya, manusia nggak 
bisa survive menjalankan hidup yang kreatif tanpa mitos, yang sifatnya 
justru membuat terobosan. Contoh mitos jaman sekarang misalnya Star Trek, 
Matrix. Sebetulnya kita 'nggak boleh' mengartikan komponen Star Trex  
Matrix secara harafiah, karena walaupun sebagian konsepnya ilmiah dan 
terbukti, tapi sebagian lagi fiktif (i.e. pseuda science). Kalau kita 
melakukan itu, ini mereduksi konsep/wacana di balik itu yang justru ingin 
mengundang kreativitas kita. Kadang suatu masalah yang mendesak atau suatu 
ketidakberdayaan menjerumuskan kita memberhalakan mitos. Presiden SBY 
pernah kecolongan dalam hal ini. Renewable energy adalah salah satu 'the 
quest of the century', lebih lagi di negara kita, lebih lagi ketika kita 
nggak bisa melenyapkan subsidi, atau memproses minyak, lebih lagi ketika 
semua menuntut pada saat yang sama. Ketika sese orang mempresentasikan 
pseudo science tentang blue energy, tim presiden pun silau, lenyap deh 
milyaran rupiah, sedangkan proposal yang lebih make sense dari pihak lain 
dilewatin, pada waktu itu.

Contoh mitos lain misalnya Wali Sanga. Berhubung tradisi teks nggak 
terlalu memasyarakat di tanah Jawa pada waktu itu, tapi tradisi oral lebih 
berperan - Wali Sanga jadi sosok setengah mitos setengah sejarah. Sekarang 
ini kita tetep sepakat, setidaknya masih ada kesepakatan, nggak terlalu 
penting Wali Sanga itu keturunan Jawa asli, Arab atau Cina, semua 
boleh...mereka hidup kapan, berbarengan apa nggak, itu nggak masalah - 
tapi ajaran mereka yang mengukuhkan keragaman dalam masyarakat, dan 
bagaimana memahami agama kita dalam keragaman ini, itulah wacana yang 
penting, walaupun manajemen keragaman mereka pun di test dalam peristiwa 
Syekh Siti Jenar (buku Pak Chodjim).

Baduy Dalam adalah masyarakat asli tradisonal yang manajemen tradisi dan 
kehidupannya terus menerus mencegah mereka dari memberhalakan mitos. 
Makanya mereka tetep relevan untuk kita, sebagai pembelajaran masyarakat 
di jaman dulu di tanah Sunda kira2 seperti gimana, dan bagaimana mitos itu 
tetep 'hidup' selaras, membuat kita kreatif dan memenuhi kehidupan batin 
kita, pada saat yang sama nggak memberhalakannya. Misalnya mereka punya 
mitos Dewi Sri, lambang kesuburan yang mereka praktekkan dalam upacara 
panen. Mereka nggak nyembah Dewi Sri (i.e memberhalakan mitos), karena 
mereka percaya pada Yang Esa. Dewi Sri hanya lambang saja sebagai expressi 
rasa syukur mereka. Untuk mencegah lambang ini menjadi mitos, mereka nggak 
bikin patung Dewi Sri, nggak membayangkan Dewi Sri rambutnya panjang, 
cantik, dsb, nggak ada deskripsi lahiriah untuk Dewi Sri.