Tanggapan :
Dien,
Maaf, saya bukan pecinta kekerasan, tapi percaya pada ketegasan. Saya melaknat
Bom Bali, melaknat Imam Samudera, Bom London dan WTC 9/11, bahkan saya melaknat
orang-orang yang mengeroyok (menghakimi) pencuri, demikian juga orang-orang
yang menyakiti pelaku maksiat. Dalam buku Amar Maruf Nahi Munkar karangan
Imam Ghozali, dikatakan jelas bahwa ajaran Islam melarang menyakiti fisik
pelaku maksiat, sedangkan yang boleh dilakukan adalah merusak fisik sarana
maksiat seperti tempat judi atau tempat pelacuran. Pelaku maksiat adalah sarana
dakwah, pelaku maksiat adalah umat yang harus ditolong dan diajak ke syurga,
bisa jadi mereka bermaksiat karena kurang paham mengenai dahsyatnya neraka atau
betapa Maha Sabarnya Allah SWT. Metode Nahi Munkar yang dikemukakan Al Ghazali
ini menjadi salah satu pedoman FPI dalam memberantas maksiat, makanya tak
pernah terdengar ada manusia yang dianiaya dalam setiap gerakan FPI memberantas
maksiat. Peristiwa pembunuhan yang terjadi di Ketapang Jakarta 1998
lalu bukanlah gerakan pemberantasan kemaksiatan, tapi tergolong perang fisik
membela umat Islam. Peristiwa itu diawali oleh serangan fisik dan lemparan batu
para preman etnis Ambon non-Muslim ke arah rumah muslim dan mesjid di wilayah
Ketapang Jakarta selama beberapa minggu. Ketika FPI turun tangan ke jalan
Ketapang, para preman ini datang dan mengepung dengan 200 300 orang dengan
senjata pisau, golok dsbnya (jadi bukan FPI yang mendatangi para preman).
Dalam situasi begini, tentunya Allah SWT tidaklah menyuruh umat Islam untuk
hanya sabar dan berdoa. Cukup banyak hadits yang menceritakan bagaimana sikap
Rasulullah SAW yang sangat sabar bila ia disakiti atau dihina orang lain tapi
ia marah besar ketika agamanya diganggu. Contoh lain, Abu Bakar ra. adalah
sosok sahabar ra. yang lembut dan sangat kuat akidahnya, dialah sahabat
Rasulullah yang sangat mudah menitikkan air matanya dalam nuansa keimanannya.
Semua ahli sejarah Islam menggambarkan Abu Bakar sebagai tokoh yang berhati
lembut, sangat sabar, dan sangat tinggi akidah dan keimanannya. Sedang Umar
ra adalah sosok sahabat ra yang tegas dan sangat hati-hati menjaga
perbuatannya. Hanya Umarlah yang berani menantang bertanding pedang dengan
orang Quraisy sebelum ia berangkat hijrah ke Madinah. Suatu hari Umar sangat
kaget dengan keputusan si hati lembut Khalifah Abu Bakar yang memerintahkan
ribuan umat Islam untuk berperang melawan dan membunuh seseorang yang mengaku
nabi beserta pengikutnya yang tidak mau tobat. Inilah contoh sikap tegas Islam
bila agamanya diganggu, bila ada yang mengaku nabi sesudah Muhammad SAW.
Bahkan sikap tegas (yang mana sebagian orang melihatnya sebagai kekerasan)
ternyata bisa muncul dari seorang berhati lembut seperti Abu Bakar, yang bahkan
membuat seorang Umar seakan tak percaya.
Zaman sekarang, tolok ukur nilai-nilai kemanusiaan yang dijadikan pedoman
adalah kacamata barat, dimana hukuman mati dianggap tak berperi kemanusiaan,
apalagi potong tangan untuk seorang pencuri atau hukum rajam bagi pelaku zinah.
Kacamata pandang barat terlihat sangat indah dan lembut hati serta manusiawi,
inilah kelembutan palsu yang dibentuk setan dan jin di hati umat manusia.
Kelembutan palsu ini hanyalah strategi setan untuk membuat umat Islam lemah dan
tidak percaya dan tidak setuju dengan penerapan hukum agama Islam secara murni.
Padahal untuk apa kita takut kalau kita tidak mencuri atau tidak berzinah.
Bagi negara barat, kelembutan palsu dalam bentuk HAM dan demokrasi dijadikan
strategi untuk melunturkan semangat jihad umat Islam. Makanya akhirnya Aceh di
abad 19 dikalahkan Belanda setelah semangat jihad mereka dilunturkan melalui
ajaran sufi sesat oleh seorang muslim Belanda yang berpura-pura menjadi ulama
Belanda, Snouck Hugronge. Demikian juga beberapa wilayah India
dahulu diawal abad 20 berhasil ditaklukan Inggris setelah Inggris
mempopulerkan Mirza Ghulam Ahmad dengan ajaran Ahmadiyahnya yang jelas-jelas
melarang jihad. Oh, ya jihad jangan dianggap mati bunuh diri, ya, tapi lebih
dilihat sebagai siap mengorbankan nyawa untuk kebenaran di jalan Allah.
Kekerasan (perampokan, pencurian, maksiat, judi, narkoba, pemerkosaan.
penghujatan, dll) memang sudah sesuatu yang ada sejak zaman nabi Adam sampai
akhir zaman, tidak pernah hilang selama hawa nafsu masih ada dalam diri
manusia. Kekerasan seperti itu nggak mungkin hanya dihadapi dengan nasihat,
kasih sayang, diskusi atau rapat. Dalam hukum negara barat saja ada
hukumannya, seperti penjara dan ,esktrimnya, harus ada hukuman mati. Dalam
hukum Islam harus ada hukum potong tangan, rajam, hukum pancung dsbnya. Semua
bentuk hukuman ini bentuknya juga kekerasan (tapi ditujukan kepada pelaku
kekerasan). Artinya pelaku kekerasan akan lebih jera dihukum dengan kekerasan
pula, bukan dengan dinasihati atau diajak diskusi.
Masalahnya sekarang banyak pelaku kekerasan (kemunkaran) yang tidak dihukum
karena perangkat hukum