Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Pada tanggal 30/11/07, rsa [EMAIL PROTECTED] menulis: Points taken...! Thanks ... Sama-sama ..deleted.. Saya terima ko keberatan Suryawan, tapi yang jadi masalah, dia menyatakan saya memanjangkan singkatan nama MA itu menjadi Mas Ahmadi. Wah tentu saya tidak terima. Begitu tanggapa saya ke dia di atas. Yang saya lakukan hanya memanggil, menyapa dia dengan honorifiks khas laki-laki jawa, 'mas' dan diikuti dengan 'aliran' yang ia yakini. Ko salah? Lain kalo memang terbukti saya mempermainkan nama dia. Dan memang itu memungkinkan tapi kan saya yang tahu. hehehe ... Mas Satriyo, kalau anda ke Malaysia dan semua orang memanggil anda Satriyo Indon.. dan selalu menggunakan predikat Indon apabila memanggil anda, anda merasa dipermainkan/dilecehkan tidak? Mereka bisa bilang.. bukannya anda memang dari Indonesia? Ko salah? Lain kalo memang terbukti saya mempermainkan nama anda, toh yang tahu hanya saya. (apalagi kalau ditambah dengan ketawa hehehe..dalam logat malaysia :D) Nah, sekarang kenapa anda tidak mengacu gaya saya ke mas Rizal, atau ke member lain yang memang mereka tidak mulai dan tidak pernah duluan mengolok-olok saya? Mengapa malah antara Suryawan dan Rizal? Kan yang anda vonis di sini sikap saya bukan Suryawan? Ga konsisten dan relevan hemat saya. Apa ini artinya saya ke mas Rizal atau ke member lain spt ke bu Lina atau bu Meilany tidak santun dan punya pretensi mengolok-olok? :-) Maaf, saya tidak tahu apakah anda itu selalu memandang sesuatu secara dikotomis dan literalis seperti diatas atau itu memang hanya strategi berdiskusi anda saja? Saya memberi contoh antara mas Rizal dan mas Suryawan karena sikap diskusi mereka adalah contoh yang obvious dan sedang berlangsung. merupakan contoh proses diskusi yang santun, tanpa personifikasi dan olok-olok, disiplin pada topik yang dibahas (tentang wahyu), meskipun (dan yang paling penting) jelas sekali mereka berbeda pendapat/keyakinan. Dan terus terang saya sangat respek dengan mas Rizal yang mau mengakui kekeliruan dalam berpendapat/mensitir pihak ketiga. Dan namanya contoh kan tidak perlu semuanya disebutkan to? nanti bukan contoh lagi dong namanya. :D Siapa yang berpretensi dong? :-) Silahkan diinterpretasikan sendiri (toh setiap orang punya pretensi masing2, masalah itu positif atau negatif tinggal penilaian dari social peer-group nya saja) dan karena sudah diingatkan oleh mas thesaint maka I rest my case. Salim, Donnie satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com, donnie ahmad [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Satriyo, Saya sudah membaca thread anda tentang alasan anda. Tapi sebagai orang yang berlatar belakang bahasa, saya rasa anda juga sangat paham tentang penggunaan bahasa. Bahasa mempunyai makna denotatif dan konotatif dan juga gaya bahasa. ketika anda melabeli Ahmadi pada mas Suryawan, meskipun anda mempunyai alasan seperti yang anda sampaikan, orang melihat anda menggunakan gaya bahasa peyoratif (bener gak yah? soalnya terakhir dapat pelajaran bahasa pas SMA). Anda melabeli Ahmadi dengan gaya bahasa yang stigmatis, apalagi dengan menyebutnya secara berlebihan dan berulang-ulang. Boleh saja anda berkilah bahwa saya tidak mengerti apa yang dihati anda. Tapi dalam berkomunikasi bukanya persepsi penerima pesan sama pentingnya dengan apa yang ingin pemberi pesan (anda) sampaikan. Apabila banyak orang mempunyai persepsi yang menurut anda keliru dengan yang anda maksudkan dalam pikiran anda. Berarti mungkin ada yang keliru dalam penyampaian pesan. Bukankah seseorang menulis tidak semata-mata untuk maaf bermasturbasi untuk kepuasan sendiri, tetapi juga agar orang lain/banyak mempunyai pemahaman tentang yang anda tuliskan. Jadi yah, kalau banyak orang (bisa juga anda mendebat siapa yang dimaksud banyak) merasa mempunyai persepsi yang keliru dengan apa yang anda maksudkan... whose to blame? Terlepas mereka mempunyai keyakinan yang berbeda dengan anda. Saya rasa bisa dibedakan antara isi pesan dan cara menyampaikan pesan. Saya melihat gaya diskusi antara mas Moh rizal dan mas suryawan adalah contoh gaya diskusi yang santun tanpa ada pretensi untuk mengolok-olok. salim, Donnie [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Mohon maaf, saya rasa postingan dari RSA untuk topik ini sangat mengganggu jalannya diskusi antara Mas Suryawan dengan Mas Rizal. Kami semua di WM ini sedang mengikuti diskusi yang cukup menarik mengenai ada tidaknya WAHYU setelah nabi Muhammad saw. Harap postingan selanjutnya membicarakan argumen-argumen bagi yang mengatakan ADA atau TIDAKnya WAHYU setelah Nabi Muhammad saw, dan mengurangi hal-hal yang tidak langsung berkaitan dengan masalah tersebut. Walupun memang hak semua anggota milis untuk ngomong apa saja, namun seyogyanya dan sebaiknya kita lebih fokus pada topik diskusi. Sekedar tambahan untuk topik WAHYU setelah Nabi Muhammad saw. Sebelumnya dalam hadits Muslim yang kami posting membahas masalah WAHYU, telah diriwayatkan bahwa ALLAH meWAHYUKAN kepada Nabi Isa as ketika Beliau turun untuk KEDUA KALInya di akhir zaman. Untuk membatasi area diskusi pada masalah WAHYUnya saja bukan pada masalah Isa asnya, maka pertanyaan kemudian adalah WAHYU bagaimana yang turun kepada Isa as tersebut nanti? Apakah wahyu yang diberikan Allah kepada Nabi Isa as itu akan disebut KITAB Suci? Apakah WAHYU tersebut menyaingi al Quran? Terlepas dari bagaimanapun jawabannya, Jenis WAHYUnya apa, jika memperhatikan Hadits tersebut, memang dikatakan bahwa WAHYU ada SETELAH Rasulullah saw. Tentu saja hal ini diakui oleh kaum muslim yang mempercayai bahwa Nabi Isa as akan turun lagi ke bumi. Bagi yang tidak mempercayainya tentu Hadits tersebut dianggap Dhaif dan tidak diakui. Untuk Mas Suryawan dan Mas Rizal, terima kasih telah memberikan beberapa rujukan mengenai Ulama-Ulama Islam yang mendapatkan WAHYU dari Allah swt. Lumayan menambah Data-Data rujukan dalam Arsip File kami. Sekarang kami menunggu argumen-argumen dari yang menyatakan bahwa WAHYU tidak ada lagi setelah Nabi Muhammad saw. Mungkin ada orang MUI yang sudah mengeluarkan fatwa bahwa WAHYU tidak ada lagi dapat menyampaikannya di milis ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi semua anggota milis sebagai bahan studi banding. On 11/30/07, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Points taken...! Thanks ... Nah, justru krn saya sedikit banyak tahu bahasa, spt juga semua di sini -- krn ilmu saya ga terlalu nyambung ko kalo sudah di milis ini - - maka saya lakukan apa yang saya lakukan. Aneh juga kalo dengan menyatakan apa yang obvious itu jatuhnya malah mengolok-olok. Jelaskan deh, yang maksud mengolok-olok itu apa? Lalu hubungkan dengan sikap saya hanya menegaskan bahwa saya sekadar memanggil Suryawan dengan Mas Ahmadi semata spt yang sudah saya jelaskan. Ko tendensius sekali jadi mencap saya mengolok-olok? Saya terima ko keberatan Suryawan, tapi yang jadi masalah, dia menyatakan saya memanjangkan singkatan nama MA itu menjadi Mas Ahmadi. Wah tentu saya tidak terima. Begitu tanggapa saya ke dia di atas. Yang saya lakukan hanya memanggil, menyapa dia dengan honorifiks khas laki-laki jawa, 'mas' dan diikuti dengan 'aliran' yang ia yakini. Ko salah? Lain kalo memang terbukti saya mempermainkan nama dia. Dan memang itu memungkinkan tapi kan saya yang tahu. hehehe ... Nah, sekarang kenapa anda tidak mengacu gaya saya ke mas Rizal, atau ke member lain yang memang mereka tidak mulai dan tidak pernah duluan mengolok-olok saya? Mengapa malah antara Suryawan dan Rizal? Kan yang anda vonis di sini sikap saya bukan Suryawan? Ga konsisten dan relevan hemat saya. Apa ini artinya saya ke mas Rizal atau ke member lain spt ke bu Lina atau bu Meilany tidak santun dan punya pretensi mengolok-olok? :-) Siapa yang berpretensi dong? :-) satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com, donnie ahmad [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Satriyo, Saya sudah membaca thread anda tentang alasan anda. Tapi sebagai orang yang berlatar belakang bahasa, saya rasa anda juga sangat paham tentang penggunaan bahasa. Bahasa mempunyai makna denotatif dan konotatif dan juga gaya bahasa. ketika anda melabeli Ahmadi pada mas Suryawan, meskipun anda mempunyai alasan seperti yang anda sampaikan, orang melihat anda menggunakan gaya bahasa peyoratif (bener gak yah? soalnya terakhir dapat pelajaran bahasa pas SMA). Anda melabeli Ahmadi dengan gaya bahasa yang stigmatis, apalagi dengan menyebutnya secara berlebihan dan berulang-ulang. Boleh saja anda berkilah bahwa saya tidak mengerti apa yang dihati anda. Tapi dalam berkomunikasi bukanya persepsi penerima pesan sama pentingnya dengan apa yang ingin pemberi pesan (anda) sampaikan. Apabila banyak orang mempunyai persepsi yang menurut anda keliru dengan yang anda maksudkan dalam pikiran anda. Berarti mungkin ada yang keliru dalam penyampaian pesan. Bukankah seseorang menulis tidak semata-mata untuk maaf bermasturbasi untuk kepuasan sendiri, tetapi juga agar orang lain/banyak mempunyai pemahaman tentang yang anda tuliskan. Jadi yah, kalau banyak orang (bisa juga anda mendebat siapa yang dimaksud banyak) merasa mempunyai persepsi yang keliru dengan apa yang
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Apakah anda ingin katakan bahwa Jemaat Ahmadiyah memiliki kitab suci lain selain al- Qur'an? Jika yang didapat Mirza Ghulam Ahmad menurut Jemaat Ahmadiyah adalah wahyu: ya. Di sinilah perbedaan antara kita pada diskusi ini. Bapak dengan penafsiran bapak, boleh dong, saya dengan penafsiran saya? Atau bapak mau memaksakan penafsiran bapak? Kalau bapak sendiri bagaimana menilai kitab/buku Mirza Ghulam Ahmad tersebut? Kitab suci atau sama dengan buku-buku biasa? Betul ALLAH bersifat mutakallim, dan kata-kata ALLAH itu bukan dengan cara yang dapat kita bayangkan, laisaka mitslihi syai'un. Derajatnya berbeda. Wahyu hanya terminologi yang untuk rasul dan nabi (karena itulah yang menerima wahyu mesti seorang rasul/nabi). Untuk para wali ALLAH kami menyebutnya ilham. Dan ini bukanlah hal yang aneh, sebab ada para waliullah juga menerima wahyu yang kemudian dimuat/diinformasikan dalam karya tulisnya. Dalam tradisi tasawuf memang kita dapati pengakuan beberapa orang Imam tasawuf yang sangat terpercaya bahwa ALLAH berdialog dengan mereka (dengan cara yang tentu kita tak paham). Misalnya Syeikh Abu Yazid Al Busthami dan Syeikh Abu Hassan Asy Syadzili. Tapi mereka tidak pernah menyebut diri mereka mendapat wahyu. Mohon tunjukkan karya waliyullah mana yang di dalamnya mereka mengatakan bahwa mereka mendapat wahyu. -Rizal- ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Wahyu, kasyaf serta mimpi yang diterima oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad merupakan manifestasi dari sifat mutakallim Allah Ta'ala, sebagaimana kita meyakini dan mengimani sifat-sifat Allah Ta'ala yang lain itu kekal adanya. Kalau dahulu Dia bercakap-cakap dengan hamba yang dikehendaki-Nya, maka sampai akhir dunia ini pun Dia akan terus bercakap-cakap dengan hamba-hamba pilihan-Nya. Bentuk percakapan Tuhan dengan hamba pilihan-Nya bisa dalam bentuk wahyu secara lisan, kasyaf atau mimpi, dan kepada siapa Tuhan memilih untuk menyampaikan wahyu (bercakap-cakap), pilihan itu merupakan hak prerogatif Tuhan semata bukan urusan manusia. Lalu bagaimana kedudukannya dengan Al Quran? Bukankah sudah dinyatakan bahwa agama sudah sempurna? Wahyu takkan turun lagi? Kedudukan al-Qur'an tidak berubah. Al-Qur'an adalah kitab suci bagi Jemaat Ahmadiyah. Ya, Islam adalah agama yang sempurna, namun adanya orang Islam pilihan-Nya yang menerima wahyu dari Allah tidaklah mengurangi kesempurnaan Islam sebagai agama. Dan, menurut ajaran Islam wahyu dari Allah tidak akan pernah berhenti, sebab Allah tidak bisu dan wahyu adalah cara berkomunikasi Allah dengan hamba pilihan-Nya. Kalau anda mengatakan wahyu takkan turun lagi, itu adalah tafsir. Anda berhak meyakini tafsir yang anda pilih. Masalahnya adalah digunakannya kata-kata wahyu itu. Tapi itu juga menjadi keniscayaan, sebab MAG ini mengaku dirinya nabi. Jadi tentu saja pesan gaibnya dinamakan wahyu. Kenapa menjadi masalah buat anda kalau ada orang yang menerima wahyu, apakah menurut anda orang yang menerima wahyu harus selalu jadi nabi? Salam, MAS - Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Oke, menurut bapak yang menerima wahyu belum tentu nabi/rasul. Lalu kalau derajat wahyunya sama dengan perempuan, para hawariy dan lebah (mereka tidak pernah mendakwa diri mereka nabi), di mana letaknya kenabian Mirza Ghulam Ahmad? Bisa saja Mirza Ghulam Ahmad adalah laki-laki biasa yang bukan nabi, toh? Ini saya bertanya ya... -Rizal- ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Rizal, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mohammad Rizal wrote: Apakah anda ingin katakan bahwa Jemaat Ahmadiyah memiliki kitab suci lain selain al- Qur'an? Jika yang didapat Mirza Ghulam Ahmad menurut Jemaat Ahmadiyah adalah wahyu: ya. Apakah Anda juga katakan kumpulan Hadits Qudsi sebagai kitab suci? Di sinilah perbedaan antara kita pada diskusi ini. Bapak dengan penafsiran bapak, boleh dong, saya dengan penafsiran saya? Atau bapak mau memaksakan penafsiran bapak? Kita sedang diskusi, bukan sedang maksa-memaksa. Kalau bapak sendiri bagaimana menilai kitab/buku Mirza Ghulam Ahmad tersebut? Kitab suci atau sama dengan buku-buku biasa? Buku buah tangan Mirza Ghulam Ahmad adalah sama dengan buku biasa. Kitab suci Mirza Ghulam Ahmad dan Jemaat Ahmadiyah adalah al-Qur'an. Betul ALLAH bersifat mutakallim, dan kata-kata ALLAH itu bukan dengan cara yang dapat kita bayangkan, laisaka mitslihi syai'un. Lalu, apa masalah anda kalau ada orang yang ngaku dapat wahyu, sementara anda sendiri tidak bisa membayangkan wahyu itu seperti apa? Derajatnya berbeda. Wahyu hanya terminologi yang untuk rasul dan nabi (karena itulah yang menerima wahyu mesti seorang rasul/nabi). Keliru. Di dalam al-Qur'an, perempuan (Maryam) dan laki-laki yang bukan nabi (para sahabat Nabi Isa) dan juga binatang (lebah) dapat WAHYU. Terminologi itu dipakai dalam al-Qur'an. Jadi, terminologi wahyu TIDAK hanya untuk rasul dan nabi saja. Untuk para wali ALLAH kami menyebutnya ilham. Boleh saja...monggo. Dan ini bukanlah hal yang aneh, sebab ada para waliullah juga menerima wahyu yang kemudian dimuat/diinformasikan dalam karya tulisnya. Dalam tradisi tasawuf memang kita dapati pengakuan beberapa orang Imam tasawuf yang sangat terpercaya bahwa ALLAH berdialog dengan mereka (dengan cara yang tentu kita tak paham). Misalnya Syeikh Abu Yazid Al Busthami dan Syeikh Abu Hassan Asy Syadzili. Tapi mereka tidak pernah menyebut diri mereka mendapat wahyu. Mohon tunjukkan karya waliyullah mana yang di dalamnya mereka mengatakan bahwa mereka mendapat wahyu. Satu contoh saja: Imam Muhyiddin Ibnu Arabi r.h., yang terkenal dengan gelar Khaatamul Auliya, dalam buku Futuuhatul Makiyyah, jld. 3, hlm. 367 mengatakan bahwa beliau telah menerima wahyu, yang bunyinya seperti ayat 2:136, kalau diterjemahkan sebagai berikut: Katakanlah, Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. (2:136) Salam, MAS -Rizal- ma_suryawan wrote: Wahyu, kasyaf serta mimpi yang diterima oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad merupakan manifestasi dari sifat mutakallim Allah Ta'ala, sebagaimana kita meyakini dan mengimani sifat-sifat Allah Ta'ala yang lain itu kekal adanya. Kalau dahulu Dia bercakap-cakap dengan hamba yang dikehendaki-Nya, maka sampai akhir dunia ini pun Dia akan terus bercakap-cakap dengan hamba-hamba pilihan-Nya. Bentuk percakapan Tuhan dengan hamba pilihan-Nya bisa dalam bentuk wahyu secara lisan, kasyaf atau mimpi, dan kepada siapa Tuhan memilih untuk menyampaikan wahyu (bercakap-cakap), pilihan itu merupakan hak prerogatif Tuhan semata bukan urusan manusia. Lalu bagaimana kedudukannya dengan Al Quran? Bukankah sudah dinyatakan bahwa agama sudah sempurna? Wahyu takkan turun lagi? Kedudukan al-Qur'an tidak berubah. Al-Qur'an adalah kitab suci bagi Jemaat Ahmadiyah. Ya, Islam adalah agama yang sempurna, namun adanya orang Islam pilihan-Nya yang menerima wahyu dari Allah tidaklah mengurangi kesempurnaan Islam sebagai agama. Dan, menurut ajaran Islam wahyu dari Allah tidak akan pernah berhenti, sebab Allah tidak bisu dan wahyu adalah cara berkomunikasi Allah dengan hamba pilihan-Nya. Kalau anda mengatakan wahyu takkan turun lagi, itu adalah tafsir. Anda berhak meyakini tafsir yang anda pilih. Masalahnya adalah digunakannya kata-kata wahyu itu. Tapi itu juga menjadi keniscayaan, sebab MAG ini mengaku dirinya nabi. Jadi tentu saja pesan gaibnya dinamakan wahyu. Kenapa menjadi masalah buat anda kalau ada orang yang menerima wahyu, apakah menurut anda orang yang menerima wahyu harus selalu jadi nabi? Salam, MAS - Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how. [Non-text portions of this
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Hadits Qudsi bukan kitab suci, tetapi sebagai kitab Hadits yang kami juga memuliakannya. Jadi Mirza Ghulam Ahmad mengabarkan pada orang-orang bahwa Allah menyuruhnya untuk menyatakan dirinya nabi ya..okelah kalau begitu keterangan bapak. Lalu bagaimana menurut Pak Suryawan dengan pendapat para Imam Mujtahid dalam Islam yang telah memfatwakan (fatwa ini tentu berdasar Quran dan Sunnah juga) bahwa orang yang menyatakan diri nabi setelah wafatnya Rasulullah saw. adalah murtad, terkeluar dari Islam? -Rizal- ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Rizal, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mohammad Rizal wrote: Oke, menurut bapak yang menerima wahyu belum tentu nabi/rasul. Lalu kalau derajat wahyunya sama dengan perempuan, para hawariy dan lebah (mereka tidak pernah mendakwa diri mereka nabi), di mana letaknya kenabian Mirza Ghulam Ahmad? Manusia (Perempuan dan para Hawari atau para waliullah) meskipun dapat wahyu, namun mereka bukan nabi karena mereka tidak mengklaim dirinya sebagai nabi/rasul sebab mereka tidak diperintahkan oleh Allah untuk mengklaim diri mereka sebagai nabi/rasul. Mirza Ghulam Ahmad diperintahkan oleh Allah untuk menyatakan dirinya adalah nabi/rasul, sama seperti para nabi/rasul sebelumnya yang telah diperintahkan oleh Allah untuk mengklaim diri mereka adalah nabi/rasul. Bisa saja Mirza Ghulam Ahmad adalah laki-laki biasa yang bukan nabi, toh? Bisa saja. Namun, beliau sendiri menyatakan bahwa dirinya adalah nabi/rasul, dan kemudian banyak orang yang menerima/percaya/beriman atas apa yang didakwakannya. Nah, sekarang silahkan dijawab pertanyaan saya sebelumnya. Salam, MAS Ini saya bertanya ya... -Rizal- ma_suryawan wrote: Bung Rizal, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mohammad Rizal wrote: Apakah anda ingin katakan bahwa Jemaat Ahmadiyah memiliki kitab suci lain selain al- Qur'an? Jika yang didapat Mirza Ghulam Ahmad menurut Jemaat Ahmadiyah adalah wahyu: ya. Apakah Anda juga katakan kumpulan Hadits Qudsi sebagai kitab suci? Di sinilah perbedaan antara kita pada diskusi ini. Bapak dengan penafsiran bapak, boleh dong, saya dengan penafsiran saya? Atau bapak mau memaksakan penafsiran bapak? Kita sedang diskusi, bukan sedang maksa-memaksa. Kalau bapak sendiri bagaimana menilai kitab/buku Mirza Ghulam Ahmad tersebut? Kitab suci atau sama dengan buku-buku biasa? Buku buah tangan Mirza Ghulam Ahmad adalah sama dengan buku biasa. Kitab suci Mirza Ghulam Ahmad dan Jemaat Ahmadiyah adalah al-Qur'an. Betul ALLAH bersifat mutakallim, dan kata-kata ALLAH itu bukan dengan cara yang dapat kita bayangkan, laisaka mitslihi syai'un. Lalu, apa masalah anda kalau ada orang yang ngaku dapat wahyu, sementara anda sendiri tidak bisa membayangkan wahyu itu seperti apa? Derajatnya berbeda. Wahyu hanya terminologi yang untuk rasul dan nabi (karena itulah yang menerima wahyu mesti seorang rasul/nabi). Keliru. Di dalam al-Qur'an, perempuan (Maryam) dan laki-laki yang bukan nabi (para sahabat Nabi Isa) dan juga binatang (lebah) dapat WAHYU. Terminologi itu dipakai dalam al-Qur'an. Jadi, terminologi wahyu TIDAK hanya untuk rasul dan nabi saja. Untuk para wali ALLAH kami menyebutnya ilham. Boleh saja...monggo. Dan ini bukanlah hal yang aneh, sebab ada para waliullah juga menerima wahyu yang kemudian dimuat/diinformasikan dalam karya tulisnya. Dalam tradisi tasawuf memang kita dapati pengakuan beberapa orang Imam tasawuf yang sangat terpercaya bahwa ALLAH berdialog dengan mereka (dengan cara yang tentu kita tak paham). Misalnya Syeikh Abu Yazid Al Busthami dan Syeikh Abu Hassan Asy Syadzili. Tapi mereka tidak pernah menyebut diri mereka mendapat wahyu. Mohon tunjukkan karya waliyullah mana yang di dalamnya mereka mengatakan bahwa mereka mendapat wahyu. Satu contoh saja: Imam Muhyiddin Ibnu Arabi r.h., yang terkenal dengan gelar Khaatamul Auliya, dalam buku Futuuhatul Makiyyah, jld. 3, hlm. 367 mengatakan bahwa beliau telah menerima wahyu, yang bunyinya seperti ayat 2:136, kalau diterjemahkan sebagai berikut: Katakanlah, Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. (2:136) Salam, MAS -Rizal- ma_suryawan wrote: Wahyu, kasyaf serta mimpi yang diterima oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad merupakan manifestasi dari sifat mutakallim Allah Ta'ala, sebagaimana kita meyakini dan mengimani sifat-sifat Allah Ta'ala yang lain itu kekal adanya. Kalau dahulu Dia bercakap-cakap dengan hamba yang dikehendaki-Nya, maka sampai akhir dunia ini pun Dia akan terus bercakap-cakap dengan
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Pak Satriyo, Saya sudah membaca thread anda tentang alasan anda. Tapi sebagai orang yang berlatar belakang bahasa, saya rasa anda juga sangat paham tentang penggunaan bahasa. Bahasa mempunyai makna denotatif dan konotatif dan juga gaya bahasa. ketika anda melabeli Ahmadi pada mas Suryawan, meskipun anda mempunyai alasan seperti yang anda sampaikan, orang melihat anda menggunakan gaya bahasa peyoratif (bener gak yah? soalnya terakhir dapat pelajaran bahasa pas SMA). Anda melabeli Ahmadi dengan gaya bahasa yang stigmatis, apalagi dengan menyebutnya secara berlebihan dan berulang-ulang. Boleh saja anda berkilah bahwa saya tidak mengerti apa yang dihati anda. Tapi dalam berkomunikasi bukanya persepsi penerima pesan sama pentingnya dengan apa yang ingin pemberi pesan (anda) sampaikan. Apabila banyak orang mempunyai persepsi yang menurut anda keliru dengan yang anda maksudkan dalam pikiran anda. Berarti mungkin ada yang keliru dalam penyampaian pesan. Bukankah seseorang menulis tidak semata-mata untuk maaf bermasturbasi untuk kepuasan sendiri, tetapi juga agar orang lain/banyak mempunyai pemahaman tentang yang anda tuliskan. Jadi yah, kalau banyak orang (bisa juga anda mendebat siapa yang dimaksud banyak) merasa mempunyai persepsi yang keliru dengan apa yang anda maksudkan... whose to blame? Terlepas mereka mempunyai keyakinan yang berbeda dengan anda. Saya rasa bisa dibedakan antara isi pesan dan cara menyampaikan pesan. Saya melihat gaya diskusi antara mas Moh rizal dan mas suryawan adalah contoh gaya diskusi yang santun tanpa ada pretensi untuk mengolok-olok. salim, Donnie == Pada tanggal 29/11/07, rsa [EMAIL PROTECTED] menulis: Nah ini yang saya tunggu: mengolok-olok! Silakan mas Donnie jelaskan bagian mana dari sikap saya sec tertulis yang menurut anda mengolok- olok ini? Pasti anda belum (dan mungkin ogah) menelusur-balik/track- back apa penjelasan saya ke Suryawan soal OOT ini ... ya kan? taslim, satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com, donnie ahmad [EMAIL PROTECTED] wrote: Menurut saya sih, n/etiket tetaplah n/etiket. Bukankah Rasulullah tidak pernah mengajarkan pada kita untuk mengolok-olok pada musuh sekalipun? apalagi pada mereka yang hanya berbeda keyakinan. salim, Donnie === Pada tanggal 29/11/07, rsa [EMAIL PROTECTED] menulis: Pak Donnie, Wah jadi malu saya, ko yang beginian bisa menarik perhatian selain saya, Mia dan Suryawan ... Menurut anda apa yang sudah saya sampaikan ke Suryawan itu belum bisa menjelaskan alasan saya? Coba anda cek lagi ... Tolong perhatikan juga, jangan samakan konteks antara saya dan Mia dengan saya dan Suryawan -- dengan melihat duduk perkaranya tentu anda bisa membedakan. Jadi saya tidak akan teruskan kecuali memang ada alasa kuat untuk meneruskan OOT ini ... Wah jadi serius gini ...! Peace! :-) [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Pertama, saya minta maaf pada para anggota milis ini yang menunggu jawaban saya. Terus terang, saya sulit mendapat kontak dengan kawan saya karena dia sedang berdakwah di luar negara. Tapi pagi ini akhirnya kami dapat berkomunikasi melalui sms. Kedua, saya harus meminta maaf kepada Bapak MA. Suryawan beserta seluruh jamaah Ahmadiah karena saya salah. Ini tepatnya jawaban sms kawan saya itu: penafsirannya yang lain, dan dia punya buku kumpulan wahyu yang diterima Mirza Ghulam Ahmad. Saya perbaiki statement saya: Jadi yang lain adalah penafsirannya dan selain Quran mereka punya kitab wahyu lain. Terima kasih atas ingatannya tentang dosa tersebut. Sungguh, kalau tidak takut ditanya ALLAH di hari berbangkit nanti, saya tidak akan postingkan email ini. Sekali lagi mohon maaf atas kesalahan saya. -Rizal- ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Rizal, Singkat saja. Anda telah menyatakan kepada publik di milis ini bahwa al-Qur'an yang dimiliki oleh Jemaat Ahmadiyah berbeda ayatnya. Nah, sekarang Anda harus membuktikan omongan anda itu. Jika anda tidak bisa membuktikannya, maka artinya anda itu cuma membual. Dan agar terus diingat, bahwa membual (dusta) adalah dosa besar menurut ajaran Islam. Agar diketahui, bahwa al-Qur'an yang dimiliki oleh Jemaat Ahmadiyah bisa dilihat, dimengerti dan dibaca oleh JUTAAN orang di seluruh dunia. Silahkan lihat di http://www.alislam.org Salam, M. A. Suryawan - Never miss a thing. Make Yahoo your homepage. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Menurut saya sih, n/etiket tetaplah n/etiket. Bukankah Rasulullah tidak pernah mengajarkan pada kita untuk mengolok-olok pada musuh sekalipun? apalagi pada mereka yang hanya berbeda keyakinan. salim, Donnie === Pada tanggal 29/11/07, rsa [EMAIL PROTECTED] menulis: Pak Donnie, Wah jadi malu saya, ko yang beginian bisa menarik perhatian selain saya, Mia dan Suryawan ... Menurut anda apa yang sudah saya sampaikan ke Suryawan itu belum bisa menjelaskan alasan saya? Coba anda cek lagi ... Tolong perhatikan juga, jangan samakan konteks antara saya dan Mia dengan saya dan Suryawan -- dengan melihat duduk perkaranya tentu anda bisa membedakan. Jadi saya tidak akan teruskan kecuali memang ada alasa kuat untuk meneruskan OOT ini ... Wah jadi serius gini ...! Peace! :-) [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Sesuai dengan jawaban Pak Suryawan di bawah, saya kutip, Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah membuat buku kumpulan wahyu. Mirza Ghulam Ahmad memang banyak menulis buku ( 80 buah buku), yang mana di dalam buku-bukunya itu beliau tuliskan wahyu-wahyu yang ia terima. Jadi tidak ada buku/kitab kumpulan wahyu itu. Kitab wahyu lain pun mesti dikoreksi menjadi kitab yang ada memuat 'wahyu' yang beliau terima. Betul pak? Lalu pertanyaannya, apakah wahyu yang MAG terima itu bukan pesan ilahiah yang suci sehingga perlu diperlakukan sebagaimana mestinya, yaitu diimani, dibaca, dihayati dan diamalkan oleh pengikut-pengikutnya? Lalu bagaimana kedudukannya dengan Al Quran? Bukankah sudah dinyatakan bahwa agama sudah sempurna? Wahyu takkan turun lagi? Masalahnya adalah digunakannya kata-kata wahyu itu. Tapi itu juga menjadi keniscayaan, sebab MAG ini mengaku dirinya nabi. Jadi tentu saja pesan gaibnya dinamakan wahyu. -Rizal- ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote:Pertama. Benar, penafsiran atas ayat-ayat al-Qur'an lah yang lain. Hal ini (beda penafsiran) adalah hal yang sangat umum dan biasa dalam dunia Islam atau dunia agama lainnya. Penafsiran adalah opini, dan opini itu tidak bisa disalahkan sebab yang memiliki al-Qur'an adalah Allah Ta'ala, bukan anda atau manusia lainnya. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh menghakimi/mempersekusi manusia lainnya karena memiliki pemahaman/penafsiran/keyakinan yang berbeda terhadap beberapa ayat-ayat al-Qur'an. Laa ikraaha fiddiyn. Kedua. Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah membuat buku kumpulan wahyu. Mirza Ghulam Ahmad memang banyak menulis buku ( 80 buah buku), yang mana di dalam buku-bukunya itu beliau tuliskan wahyu-wahyu yang ia terima. Saya perbaiki statement saya: Jadi yang lain adalah penafsirannya dan selain Quran mereka punya kitab wahyu lain. Bisa tolong jelaskan, apa yang dimaksud kitab wahyu lain - apakah anda ingin katakan bahwa Ahmadiyah memiliki kitab suci lain selain al- Qur'an? Terima kasih atas ingatannya tentang dosa tersebut. Sungguh, kalau tidak takut ditanya ALLAH di hari berbangkit nanti, saya tidak akan postingkan email ini. Sekali lagi mohon maaf atas kesalahan saya. Apology accepted. Semoga Allah Ta'ala memberkahi Anda. Salam, MAS - Never miss a thing. Make Yahoo your homepage. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Yang ini, saya juga masih nunggu. HayoooBuktikan . Jangan cuman katenya... terus kabur. Biar para penhuni WM ini tahu bagaimana jemmat Ahmadiyah itu.. ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Anda telah menyatakan kepada publik di milis ini bahwa al-Qur'an yang dimiliki oleh Jemaat Ahmadiyah berbeda ayatnya. Nah, sekarang Anda harus membuktikan omongan anda itu. Jika anda tidak bisa membuktikannya, maka artinya anda itu cuma membual. - Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Kasihan Konteks saat ini yang dimaksud adalah setelah turunnya Quran. Jangan pura-pura gak tahu ahok, gak papa, saya perbaiki pertanyaannya: menurut ibu, di zaman ini (setelah Rasulullah Muhammad saw. wafat) kemudian ada orang atau sekelompok orang mengimani dan mengamalkan kitab selain Quran itu di dalam Islam atau di luar Islam? Ini bukan untuk MAG saja ya... Ini termasuk jika ada orang mengimani adanya wahyu turun setelah Rasulullah wafat. Itu sama artinya dengan menambah Al Quran. Ah, sudahlah, tidak usah dijawab...pertanyaan saya ini akan menjebak ibu. Jika ibu katakan ya, mereka Islam itu jelas ibu adalah seorang anggota jamaah nabi-nabi palsu. Kalau ibu jawab mereka bukan Islam berarti ibu sudah melanggar pendapat ibu sendiri bahwa kita tidak boleh menghukum seseorang karena kebenaran hanya milik Tuhan. Bu, jangan ikuti mereka, yang membuat ibu berpikir tidak ada kebenaran sejati. Tidak ada yang benar, semua relatif saja sehingga ibu bahkan tidak berani berpijak di mana-mana. Islam ini agama yang indah. Mengajak pada keselamatan, saling selamat dan menyelamatkan. Kasih sayang dan kedamaian itu bukannya didapat dengan saling menyatukan agama-agama. Bukan. Bukan seandainya tidak ada surga dan neraka. Bukan seandainya tidak ada agama. Carilah orang Tuhan. Kedamaian dan kasih sayang yang sejati tidak akan ibu dapatkan melalui orang-orang yang ibu kenal sekarang, tetapi melalui seorang Guru yang akan membimbing ibu untuk mengenal diri ibu dan kemudian mengenal Tuhan. Kenalilah ALLAH, hidup kita akan damai, harmonis, berkasih sayang. Jika manusia berebut dunia hasilnya pecah belah antar sesama, jika manusia berebut Tuhan, aman damai dan saling berkasih sayang. -Rizal- Chae [EMAIL PROTECTED] wrote: --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mohammad Rizal wrote: Tuh kangak dijawab. Kita bukan bicara tentang Nabi-nabi dan ahli hikmah (Luqman) sebelum Nabi Muhammad saw. Sudah jelas mereka semua Islam. Pak Rizal, jika mereka (nabi-nabi dan ahli hikmah) adalah Islam padahal mereka tidak mengimani kitab Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw lalu bagaimana anda bisa mennyatakan sbb: (Rizal):Menurut ibu, orang yang membaca, mengimani dan mengamalkan kitab suci yang bukan Al Quran (secara umum, bukan hanya golongan tertentu) termasuk golongan umat Islam atau bukan? Ini menurut ibu lho...tolong jawab. SEHARUSNYA ANDA SUDAH BISA MENJAWAB PERTANYAAN ANDA SENDIRI..IYA KAN;)) ***88 Jelas salah satu indikator seseorang Islam atau bukan adalah kitab suci yang diimaninya (dalam hati, lisan, dan perbuatan). Rujuk hadis Muslim yang diriwayatkan oleh Sayidina Umar bahwa Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah dan para Sahabat dan mengajarkan apa itu Iman, Islam dan Ihsan. Hadis ini masyhur dan sudah disyarah habis dalam banyak kitab, contoh: Aqidah Ahlussunah wal Jamaah karangan Syeikh Sirajuddin Abbas. Tiap rasul dan nabi memiliki kitab sucinya atau suhuf. Tetapi dengan turunnya Al Quran, semua syariat dalam kitab suci terdahulu dimansukh-kan. Chae: Anda sendiri yang mengatakan bahwa Nabi-nabi dan ahli Hikmah adalah Islam lalu bagaimana bisa hal tsb kontradiksi dengan pernyataan anda di atas. Nah soal dimansukh-Kan kita suci terdahulu adakah dasar dari pendapat anda ini?? Karena menurut yang tertulis di dalam kitab suci Qur'an sbb: Dia menurunkan Al-Kitab (al-Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil. (QS. 3:3) Jadi berdasarkan apa bahwa setelah turun Qur'an adanya dimansukh kitab taurat dan injil?? Oke, konteks pertanyaan saya itu jelas, masa kini. Ayo jawab dengan jelas pertanyaan saya. Menurut ibu, apakah seseorang itu tetap dalam keislamannya jika dia mengimani kitab suci yang mirip-mirip Al Quran tapi sudah diubah di sana-sini atau mengimani adanya wahyu setelah Quran? Soal ini berlaku umum, bukan untuk satu golongan saja. Jawabannya cuma tetap dalam Islam atau sudah keluar dari Islam. Pendek, singkat, jelas. Chae: hehehe..gini ya Pak, jika para Nabi dan ahli hikmah sebelum kedatangan Rasul anda katakan adalah Islam padahal mereka tidak mengenal yang namanya kitab suci Qur'an sebagaimana kita sekarang ini. Lalu mengapa anda masih bingung dengan status orang2 yang tidak mengimani Al-Qur'an ...apakah mereka Islam atau bukan??:)) Nah yang lebih penasaran buat saya...memangnya mirip2 Al-Qur'an itu yang bagaimana ??? ** Mudah kok dibuat susah. Soal ibu yang kedua itu makin menunjukkan tidak adanya keyakinan terhadap kebenaran apapun dalam hati ibu. Hidup ibu selamanya akan terombang-ambing, kosong, tiada arah pasti. Siapa yang mengajar ibu sampai jadi begini? Ibu akan banyak mengalami kekecewaan dalam hidup. Kasihan... Chae: Bukankah berburuk sangka itu suatu kejelekan??;) jawaban anda menunjukkan siapa anda Chae: sepertinya saya setuju:) -- Chae wrote: --- In
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Islam ini milik Tuhan, bu. Dan Tuhan sudah memberikan rambu-rambu yang jelas, mana Islam mana bukan melalui Rasulullah saw. dan ulama pewarisnya. Jelas kitabnya beda kok, kenapa mesti alergi? :) Berbeda pada AYAT. -Rizal- Chae [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Mohammad Rizal ini kok seperti pemegang sertifikat kepemilikan Islam saja;)). A/way saya sedikit penasaran dgn peryataan Bapa mengenai perbedaan Qur'an, apakah yang di maksud berbeda itu dari sisi ayat2nya atau hanya dari sisi tarjamahanya saja? Dan kira-kira perbedaannya seperti apa? apa dalam masalah ibadah?, keyakinan, Tauhid, hukum, syariat?? dll - Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Menurut ibu, orang yang membaca, mengimani dan mengamalkan kitab suci yang bukan Al Quran (secara umum, bukan hanya golongan tertentu) termasuk golongan umat Islam atau bukan? Ini menurut ibu lho...tolong jawab. Al Quran ini, kalau kita ubah walaupun satu huruf, itu sudah bukan Al Quran namanya. Silakan rujuk kalimat ini pada semua ustadz, kyai, syeikh, mufti dll. Oya, saya ingin lihat sertifikat kepemilikan Islam yang ibu sebut-sebut itu. Dan kalau bukan saya yang memegang (memang saya tidak pegang), apakah ibu pemegangnya? Kalau ibu pemegangnya tolong perlihatkan pada kami di milis ini. Kalau bukan ibu pemegangnya, berarti frasa: Jika Pak Mohamad Rizal bukan yang pegang sertifikat kepemilikan Islam berarti sikap beliau terhadap para jama'ah ahamadiyah tidak bisa dibenarkan juga batal dengan sendirinya. :) ada-ada saja. Ibu kira dengan membela orang-orang yang beriman pada orang yang mengaku nabi ini sebagian dari sikap kemanusiaan? Bukan bu. Justru itu bukti keraguan anda sendiri terhadap agama yang anda anut (Islam kan?). Jika anda ragu untuk mengatakan tersesat pada orang yang mengaku dirinya nabi (setelah Rasulullah), berarti sebagian keyakinan mereka ada pada anda. Dalam Islam, keyakinan harus bulat, tidak boleh dicelahi oleh keraguan, baik syak, zhan, maupun waham. Lah, kok malah ribut soal ayat apa yang lain itu.mereka ini sudah melakukan hal yang jauh lebih sesat daripada sekadar ayat selipan. Mereka ini sudah mengakui adanya nabi setelah Rasulullah saw.. Mengakui seorang nabi artinya beriman pada orang tersebut. Seluruh pengikut MGA beriman kepada apa yang dikatakannya berasal dari Tuhan. Artinya, ada wahyu baru, penambahan terhadap wahyu yang telah selesai diturunkan pada Rasulullah saw. Apakah itu bukan penambahan pada Quran? Btw, tentang ayat yang lain itu, saya tunggu komentar Bung MAS. Betul tidak, anda memakai kitab suci selain Quran atau kitab seperti Quran Mushaf Utsmani tapi ada ayat-ayat yang lain dari Mushaf Utsmani? -Rizal- Chae [EMAIL PROTECTED] wrote: Jika Pak Mohamad Rizal bukan yang pegang sertifikat kepemilikan Islam berarti sikap beliau terhadap para jama'ah ahamadiyah tidak bisa dibenarkan;) --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa wrote: - Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how. [Non-text portions of this message have been removed]