Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI
Mas wing/mas heri info dong bukunya. BTW mungkin versi pdfnya sudah ada, jadi tinggal download. Omong-omong tentang sistem informasi akuntansi. saya melihat pada saat akuntan masuk kedalam area sistem informasi, sebenarnya diperlukan juga pengetahuan lainnya, minimal orang tersebut memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan mau berpikir out of the box. Mungkin ini juga masalah sistem pendidikan diindonesia, terutama dalam menentukan SKS. Ada orang-orang dari akuntan, yang sedikit-sedikit minta dibuatkan sistem / program / aplikasi tetapi tidak mampu menerjemahkan apa yang diharapkan dari otomasi tersebut, dan programer yang diminta untuk membuat aplikasi tidak mengerti tentang kaidah akuntansi. Pernah ada suatu kejadian, programer membuat suatu aplikasi untuk otomasi pelaporan neraca untuk dikirim ke pihak eksternal, sehingga data dari core sistem harus di download dan digrouping lagi untuk memenuhi kriteria dari pelaporan neraca eksternal tersebut. Akuntannya nggak tahu kalau sistem tersebut ternyata melakukan pengklopan total aktiva dan pasiva, jadi kalau terjadi selisih aktiva dan pasiva, maka selisih itu langsung dibuang secara otomatis ke pos lain-lain sehingga total aktiva dan pasiva = balance. adalagi karyawan dengan background akuntan dan sudah bertahun-tahun di bidang pelaporan, yang ngomel-ngomel dan bilang ini ada selisih tapi tidak bisa menganalisis kenapa selisih dan menjelaskan selisihnya itu antara apa dan apa. Karyawan tersebut menganggap selisih ini terjadi karena kesalahan sistem, karena ada dua laporan yang menggambarkan total akhir yang tidak sama. Padahal neraca tidak selisih, dan itu hanya terjadi karena karyawan tersebut tidak mengerti mapping antara GL dan rincian. Bahkan masih ada internal auditor dengan background akuntansi yang tidak bisa membuat suatu model program kerja audit dan menentukan sampling dengan menggunakan suatu database IT. Sementara banyak programer yang iseng belajar akuntansi dasar 1, atau background ekonomi (non akuntansi) yang iseng belajar program akhirnya dia bisa menerjemahkan suatu proses pembukuan manual, menjadi sistem IT Based. Tapi saya pikir hal-hal seperti ini terjadi karena keterbatasan siswa terhadap akses teknologi, misal nggak punya komputer, dan saya perhatikan, hal ini dialami oleh mereka yang gap-tek dan umumnya lahir sebelum 70-an (maap lho, tidak semua yang lahir sebelum 70-an gaptek). Ya segini dulu sharingnya mas wing, semoga bermanfaat. Jemitra Yahoo! Groups Do More For Dogs Group Join a group of dog owners who do more. New web site? Drive traffic now. Get your business on Yahoo! search. Weight Loss Group on Yahoo! Groups Get support and make friends online. . [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
Bicara BUMN memang banyak tabunya. Saya kira perlu ada telaah sejarah mulai dari VOC, privatisasi di jaman kolonial, nasionalisasi, alih pemilikan banyak perusahaan ex BUMN besar 5 tahun terakhir ini sampai sekarang. Perusahaan2 ini sebagian punya monopoli sektoral, dengan didukung negara. Wilayah kerjanya luas dan memaksa sebagian masyarakat mundur kesektor subsisten (sekarang sektor informal). Besarnya sektor negara juga menyebabkan banyak orang ingin masuk untuk ikut serta kaya dengan korupsi, sebab itu ada kawan2 yang yakin bahwa korupsi belum bisa hilang selama sektor ini masih dominan. Ada yang malah menuntu supaya negara dan konkretnya anggaran pembangunan dinolkan saja, supaya tidak bisa dikorupsi lagi. Saya rasa kawan2 setuju bahwa usul ini ada benarnya tetapi sesungguhnya sesat. Sebab pentingnya masalah ini diskurs mengenai masalah ini perlu dilakukan secara mendalam, terbuka dan kepala dingin. Hanya dengan cara itu jalan keluar yang rasional dan adil bisa disetujui bersama. Jalan keluar yang ada saya rasa banyak, sebab masyarakat kita secara keseluruhan sesungguhnya cukup modalnya untuk membeli perusahaan2 itu, tetapi rencana dengan sistem yang memadai dan bisa dipercaya belum ada. Salam Hok An Poltak Hotradero schrieb: At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote: Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata. Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan konsumen/pelanggan. Boleh dikatakan keduanya natural monopoly. Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun. Saya rasa, kita harus berangkat dari tujuan menurunkan harga di level konsumen dengan disertai pertumbuhan bisnis yang menjangkau lebih banyak konsumen. Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen saham bisa tentunya). Amerika Serikat tidak pernah punya perusahaan penerbangan milik negara. KLM, Air France, dan Alitalia sudah merger menjadi satu. British Airways sudah diprivatisasi, dan berencana untuk merger dengan Iberia Airlines dan American Airlines (dan mungkin ditambah dengan Qantas). Penerbangan adalah bisnis yang beresiko sangat tinggi (lihat saja apa yang terjadi pada bangkrutnya PanAm, TWA, SwissAir, Delta, dan berbagai perusahaan penerbangan lainnya) - sehingga sudah seharusnya pemerintah tidak perlu punya perusahaan penerbangan (kalau memang tidak mampu menyediakan injeksi modal secara terus menerus). Injeksi modal terus menerus berarti perusahaan menerima subsidi dari pembayar pajak, tanpa peduli apakah pembayar pajak tersebut menikmati layanan perusahaan tersebut atau tidak. Harga diri bangsa terletak pada kemampuan memberi yang terbaik bagi sebanyak mungkin warga negara Indonesia. Bukan dengan kemampuan memelihara perusahaan zombie. Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi departemen teknis. Mengingat bahwa profit terkait dengan kontribusi penerimaan pajak dan redistribusi penerimaan tersebut kepada masyarakat -- maka saya justru mempertanyakan perusahaan yang terus menerus dibiarkan rugi atau tidak berkembang tetapi tetap dibiarkan hidup. Bila bukan kepentingan pembayar pajak (masyarakat) dan penerima manfaat pembayaran pajak (yang juga masyarakat) -- lalu kita mau memperhatikan kepentingan siapa lagi?? __._,_
Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
Apakah semua BUMN harus diserahkan ke swasta? Apakah tidak ada pengecualian? Kenapa pengelolaan unit-unit usaha di tangan pemerintah dinilai tidak efisien? Apakah tidak ada pengecualian? Bagaimana kasus negara lain? From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Sent: Wed, October 14, 2009 11:17:50 PM Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote: Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata. Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan konsumen/pelanggan. Boleh dikatakan keduanya natural monopoly. Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun. Saya rasa, kita harus berangkat dari tujuan menurunkan harga di level konsumen dengan disertai pertumbuhan bisnis yang menjangkau lebih banyak konsumen. Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen saham bisa tentunya). Amerika Serikat tidak pernah punya perusahaan penerbangan milik negara. KLM, Air France, dan Alitalia sudah merger menjadi satu. British Airways sudah diprivatisasi, dan berencana untuk merger dengan Iberia Airlines dan American Airlines (dan mungkin ditambah dengan Qantas). Penerbangan adalah bisnis yang beresiko sangat tinggi (lihat saja apa yang terjadi pada bangkrutnya PanAm, TWA, SwissAir, Delta, dan berbagai perusahaan penerbangan lainnya) - sehingga sudah seharusnya pemerintah tidak perlu punya perusahaan penerbangan (kalau memang tidak mampu menyediakan injeksi modal secara terus menerus). Injeksi modal terus menerus berarti perusahaan menerima subsidi dari pembayar pajak, tanpa peduli apakah pembayar pajak tersebut menikmati layanan perusahaan tersebut atau tidak. Harga diri bangsa terletak pada kemampuan memberi yang terbaik bagi sebanyak mungkin warga negara Indonesia. Bukan dengan kemampuan memelihara perusahaan zombie. Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi departemen teknis. Mengingat bahwa profit terkait dengan kontribusi penerimaan pajak dan redistribusi penerimaan tersebut kepada masyarakat -- maka saya justru mempertanyakan perusahaan yang terus menerus dibiarkan rugi atau tidak berkembang tetapi tetap dibiarkan hidup. Bila bukan kepentingan pembayar pajak (masyarakat) dan penerima manfaat pembayaran pajak (yang juga masyarakat) -- lalu kita mau memperhatikan kepentingan siapa lagi?? [Non-text portions of this message have been removed]
Bls: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
Singapura saya kira berhasil dg BUMN-nya, jg negara2 di Eropa, berbeda dg di AS di mana BUMN tdk berperan (atau malah tdk ada?). Bang Poltak mungkin bisa berikan pemetaannya agar kita bisa belajar dari mereka, apa sih yg membedakan ini semua? salam Dari: Dody Dharma Hutabarat dodyd...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Kam, 15 Oktober, 2009 02:50:39 Judul: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN Apakah semua BUMN harus diserahkan ke swasta? Apakah tidak ada pengecualian? Kenapa pengelolaan unit-unit usaha di tangan pemerintah dinilai tidak efisien? Apakah tidak ada pengecualian? Bagaimana kasus negara lain? _ _ __ From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail. com To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Sent: Wed, October 14, 2009 11:17:50 PM Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote: Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata. Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan konsumen/pelanggan . Boleh dikatakan keduanya natural monopoly. Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun. Saya rasa, kita harus berangkat dari tujuan menurunkan harga di level konsumen dengan disertai pertumbuhan bisnis yang menjangkau lebih banyak konsumen. Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen saham bisa tentunya). Amerika Serikat tidak pernah punya perusahaan penerbangan milik negara. KLM, Air France, dan Alitalia sudah merger menjadi satu. British Airways sudah diprivatisasi, dan berencana untuk merger dengan Iberia Airlines dan American Airlines (dan mungkin ditambah dengan Qantas). Penerbangan adalah bisnis yang beresiko sangat tinggi (lihat saja apa yang terjadi pada bangkrutnya PanAm, TWA, SwissAir, Delta, dan berbagai perusahaan penerbangan lainnya) - sehingga sudah seharusnya pemerintah tidak perlu punya perusahaan penerbangan (kalau memang tidak mampu menyediakan injeksi modal secara terus menerus). Injeksi modal terus menerus berarti perusahaan menerima subsidi dari pembayar pajak, tanpa peduli apakah pembayar pajak tersebut menikmati layanan perusahaan tersebut atau tidak. Harga diri bangsa terletak pada kemampuan memberi yang terbaik bagi sebanyak mungkin warga negara Indonesia. Bukan dengan kemampuan memelihara perusahaan zombie. Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi departemen teknis. Mengingat bahwa profit terkait dengan kontribusi penerimaan pajak dan redistribusi penerimaan tersebut kepada masyarakat -- maka saya justru mempertanyakan perusahaan yang terus menerus dibiarkan rugi atau tidak berkembang tetapi tetap dibiarkan hidup. Bila bukan kepentingan pembayar pajak (masyarakat) dan penerima manfaat pembayaran pajak (yang juga masyarakat) -- lalu kita mau memperhatikan kepentingan siapa lagi?? [Non-text portions of this message have been removed] __ Coba Yahoo! Messenger 10 Beta yang baru. Kini dengan update real-time, panggilan video, dan banyak lagi! Kunjungi http://id.messenger.yahoo.com/ [Non-text portions of this message have been removed]
RE: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
Saya kira kajian comprehensive mengenai BUMN sedang atau bahkan sudah dilakukan kementrian BUMN. Pada dasarnya memang, kebijakannya satu, sedapat mungkin memprivatisasi BUMN via IPO, kalo bisa. Atau cara2 lain, misalnya private placement, untuk beberapa BUMN yang tidak sensitive secara politis dan kondisi kEuangannya ngak bagus2 amat. Dalam hal ini, ketika Pemerintah mau melego BUMN, ingin dapat cuan juga yang lumayan sebagai bahan untuk menutup defisit. Jadi memang peran kementrian BUMN, memastikan bahwa kinerja BUMN baik, sehingga dapat memberikan deviden, bayar pajak dan ketika IPO mendatangkan cash flow lumayan... kira2 sesimple itu. Nah mungkin yang disini menjadi pertanyaan bagaimana dnegan BUMN yang sifatnya strategis, misalnya persenjataan, energy atau apapun yang bisa didefinisikan strategis...soale definsi strategis adalah beyond financer atau ekonom, melainkan domain politikus... Contoh apakah Pindad atau Pertamina boleh diprivatisasi...atau di IPO kan? Kalo tanya financer dan ekonom, saya yakin jawabannya nyaris sama, bole2 saja. Selama, masih ada di Indonesia, bayar pajak, bayar deviden dst dst... Tapi ketika ditanyakan ke politikus, ya jawabannya bisa macem2. Oka From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com [mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Dody Dharma Hutabarat Sent: 15 Oktober 2009 16:51 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN Apakah semua BUMN harus diserahkan ke swasta? Apakah tidak ada pengecualian? Kenapa pengelolaan unit-unit usaha di tangan pemerintah dinilai tidak efisien? Apakah tidak ada pengecualian? Bagaimana kasus negara lain? From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com mailto:hotradero%40gmail.com To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com Sent: Wed, October 14, 2009 11:17:50 PM Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote: Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata. Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan konsumen/pelanggan. Boleh dikatakan keduanya natural monopoly. Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun. Saya rasa, kita harus berangkat dari tujuan menurunkan harga di level konsumen dengan disertai pertumbuhan bisnis yang menjangkau lebih banyak konsumen. Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen saham bisa tentunya). Amerika Serikat tidak pernah punya perusahaan penerbangan milik negara. KLM, Air France, dan Alitalia sudah merger menjadi satu. British Airways sudah diprivatisasi, dan berencana untuk merger dengan Iberia Airlines dan American Airlines (dan mungkin ditambah dengan Qantas). Penerbangan adalah bisnis yang beresiko sangat tinggi (lihat saja apa yang terjadi pada bangkrutnya PanAm, TWA, SwissAir, Delta, dan berbagai perusahaan penerbangan lainnya) - sehingga sudah seharusnya pemerintah tidak perlu punya perusahaan penerbangan (kalau memang tidak mampu menyediakan injeksi modal secara terus menerus). Injeksi modal terus menerus berarti perusahaan menerima subsidi dari pembayar pajak, tanpa peduli apakah pembayar pajak tersebut menikmati layanan perusahaan tersebut atau tidak. Harga diri bangsa terletak pada kemampuan memberi yang terbaik bagi sebanyak mungkin warga negara Indonesia. Bukan dengan kemampuan memelihara perusahaan zombie. Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi departemen teknis. Mengingat bahwa profit terkait dengan kontribusi penerimaan pajak dan redistribusi penerimaan tersebut kepada masyarakat -- maka saya justru mempertanyakan perusahaan yang terus menerus dibiarkan rugi atau tidak berkembang tetapi tetap dibiarkan hidup. Bila bukan kepentingan pembayar pajak (masyarakat) dan penerima manfaat pembayaran pajak (yang juga masyarakat) -- lalu kita mau memperhatikan kepentingan siapa lagi?? [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI
Kira-kira berapa persen kesuksesan ERP Pak? SIA itu apa sih Pak? kalau menurut saya, kalau ngga ada supporting yang sangat keras dari Direksi, SIA hanya akan sia-sia. Dan kultur di kita adalah selalu menolak perubahan karena merasa diri sendiri adalah yang terbaik. Hanya pendapat sih. Salam, Winarto Sugondo 2009/10/14 herisetiono004 herisetiono...@yahoo.com.sg --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, Wing Wahyu Winarno masw...@... wrote: Itupun saya masih melihat banyak kekurangan. Kalau SIA diterapkan dengan baik, mestinya customer bisa membayar dengan mudah, misalnya melalui Internet/SMS banking (itu contoh bagus). Tapi masih banyak PT/Univ yg memaksa mhs-nya membayar SPP dengan sekali bayar. Mengapa tagihan Rp1juta harus dibayar Rp1juta? Mengapa tidak boleh dibayar Rp200rb+300rb+Rp400rb+100rb? Mengapa tagihan listrik Rp517rb harus saya bayar pas segitu (ada spanduknya: bayarlah dgn uang pas)? Bukankah saya bayar Rp550rb boleh saja tanpa perlu dikembalikan sekarang, tapi utk perhitungan bulan depan? Saya sdh mengalami hal ini ketika hidup di AS thn 1990-an :-) Setahu saya implementasi Sistem Informasi di Perguruan Tinggi terus berkembang dengan baik Pak. Mungkin masih perlu waktu ya Pak karena kan tergantung modal dan perubahan sistem yang berbeda beda tiap universitasnya. Saya masih ingat dahulu untuk kuliah S2 di akhir pekan saya harus berjuang ke pusat kota di Jakarta untuk kuliah, istri saya tahun lalu kuliahnya cukup dengan sistem online sudah bisa berinteraksi dengan dosen dan teman teman kuliahnya dan cukup sebulan sekali ke pusat kota. Demikian juga pembayaran pajak kendaraan, mengapa tidak dapat dilakukan dari daerah lain? (Katanya sudah ada Persatuan Indonesia yg Pancasilanya kita diskusikan bbrp hari yll?) Mengapa pelaporan pajak tidak dapat dilakukan melalui Internet, sehingga WP harus berdesak2an antri berjam2 tanpa tahu selesai kapan? Dst...dst... meskipun ada bbrp contoh yang bagus, tapi saya masih melihat kita jauh tertinggal dari harapan kita sendiri. -- Itulah Pak, masalahnya Pancasila dan NKRI dihabiskan energinya untuk membahas masalah Ahmadiyah, Pluralisme,UU Pornografi, dan sebagainya yang akhirnya malah berpotensi bentrok lagi, ribut lagi, habislah energi kita. Padahal kita hidup di abad 21 yang sudah waktunya berfikir bagaimana negeri ini bisa jadi negeri maju yang pemerintahannya berjalan lebih efisien dengan penerapan sistem informasi. Malulah, masak masuk negara anggota G 20 bikin KTP saja masih jauh dibanding sama Singapura yang bisa dibikin di mana saja pakai komputer dan sudah terintegrasi. Tak heran Nurdin M Top bisa kawin di sana sini sambil terus ngebom. Bikin KTP saja mudah soalnya datanya tidak terdeteksi dan terintegrasi. Siapa yg bertanggungjawab terhadap? Saya menyalahkan dunia aya sendiri saja: Perguruan Tinggi, karena mereka seharusnya bisa memberi gambaran betapa hebatnya dan betapa besar pengaruh SIA terhadap operasional perusahaan. Untuk menjalankan ide saya di atas, tidak perlu sistem yang canggih2 amat kayaknya kan? --- Tidak perlu Pak. Repotnya budaya nggak mau sedikit susah dan takut berubah masih kuat di sini. Beberapa waktu lalu saya mengunjungi teman saya yang mempunyai perusahaan. Dengan bangganya dia memperlihatkan bahwa hampir semua komputer di perusahannya menggunakan Linux dan Open Office yang gratis, tis, tis, ts.. Saya coba memakainya ternyata mudah sekali. Sayangnya untuk pelaporan Sistem Informasi Akutansi saya belum ketemu yang berbasis Linux. Saya rasa ini masukan buat Perguruan Tinggi, daripada sekedar usernya SAP cobalah dikembangkan kurikulum sehingga alumninya bisa buat Sistem Informasi Akutansi berbasis Linux yang harganya jauh lebih murah. [Non-text portions of this message have been removed]
[Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
Benar, kan, diskusi tidak bakal ada habisnya ? Kereta api tentu susah di-swastakan, tidak menguntungkan karena banyak tarif sosial. Padahal dari segi menghemat energi, sangat menguntungkan untuk mengembangkan perkereta-apian ketimbang layanan perhubungan darat dengan bus. Tetapi lobby automotif (dan jalan tol!) sedemikian kuatnya hingga kita tidak bisa berkutik. Hanya pemerintahan model RRC bisa mengatasi. Listrik juga demikian. Di Amerika Serikat saja sebagian besar jaringan listrik masih regulated. Yang pernah di-deregulated mengalami masalah dan pemerintah negara bagian harus turun tangan (California). Di Texas tarif malah naik setelah deregulasi. Di Indonesia: negara kita negara kepulauan, dan kita sudah mengalami tarif merata selama berpuluh tahun. Operasi PLN hanya menguntungkan di Jawa-Madura-Bali, di luar itu rugi; jadi dengan tarif merata ada cross-subsidy dalam PLN. Ini mendukung NKRI. Walaupun begitu, masih saja ada upaya untuk menuju deregulasi, terakhir dengan terbitnya UU Ketenagalistrikan yang baru yang memungkinkan bupati2 menetapkan tarif listrik di wilayah masing2. Saya pikir hal ini malah bakal bikin kacau. Bung Poltak benar bahwa teknologi bisa mengubah natural monopoly menjadi sirna. Di bidang listrik prospek ini ada, kalau nanti ada pembangkit kecil (1-20 MW) yang bisa menghasilkan listrik di bawah 10 sen/kWh. Kita tunggu saja. Bung Poltak juga benar bahwa usaha penerbangan sipil sangat besar risikonya. Tetapi sebagai negara kepulauan, kiat memerlukan Garuda dan Merpati. Di Eropa gejala ke arah itu juga sudah jelas: lama-lama bisa muncul gabungan perusahaan nasional menjadi European Airlines. Bukankah luas Indonesia seluas Eropa ? Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614 --- On Thu, 10/15/09, oka.widana o...@ahlikeuangan-indonesia.com wrote: From: oka.widana o...@ahlikeuangan-indonesia.com Subject: RE: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Thursday, October 15, 2009, 6:55 PM Saya kira kajian comprehensive mengenai BUMN sedang atau bahkan sudah dilakukan kementrian BUMN. Pada dasarnya memang, kebijakannya satu, sedapat mungkin memprivatisasi BUMN via IPO, kalo bisa. Atau cara2 lain, misalnya private placement, untuk beberapa BUMN yang tidak sensitive secara politis dan kondisi kEuangannya ngak bagus2 amat. Dalam hal ini, ketika Pemerintah mau melego BUMN, ingin dapat cuan juga yang lumayan sebagai bahan untuk menutup defisit. Jadi memang peran kementrian BUMN, memastikan bahwa kinerja BUMN baik, sehingga dapat memberikan deviden, bayar pajak dan ketika IPO mendatangkan cash flow lumayan... kira2 sesimple itu. Nah mungkin yang disini menjadi pertanyaan bagaimana dnegan BUMN yang sifatnya strategis, misalnya persenjataan, energy atau apapun yang bisa didefinisikan strategis... soale definsi strategis adalah beyond financer atau ekonom, melainkan domain politikus... Contoh apakah Pindad atau Pertamina boleh diprivatisasi. ..atau di IPO kan? Kalo tanya financer dan ekonom, saya yakin jawabannya nyaris sama, bole2 saja. Selama, masih ada di Indonesia, bayar pajak, bayar deviden dst dst... Tapi ketika ditanyakan ke politikus, ya jawabannya bisa macem2. Oka From: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com [mailto:AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com] On Behalf Of Dody Dharma Hutabarat Sent: 15 Oktober 2009 16:51 To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN Apakah semua BUMN harus diserahkan ke swasta? Apakah tidak ada pengecualian? Kenapa pengelolaan unit-unit usaha di tangan pemerintah dinilai tidak efisien? Apakah tidak ada pengecualian? Bagaimana kasus negara lain? _ _ __ From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail. com mailto:hotradero% 40gmail.com To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com mailto:AhliKeuanga n-Indonesia% 40yahoogroups. com Sent: Wed, October 14, 2009 11:17:50 PM Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote: Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata. Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan konsumen/pelanggan . Boleh dikatakan keduanya natural monopoly. Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun.
Re: Bls: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
At 05:16 PM 10/15/2009, you wrote: Singapura saya kira berhasil dg BUMN-nya, jg negara2 di Eropa, berbeda dg di AS di mana BUMN tdk berperan (atau malah tdk ada?). Singapura terlalu kecil untuk bisa dijadikan contoh spesifik. Dengan penduduk cuma sebanyak warga Jakarta Barat -- maka jelas kompleksitas Singapura adalah sangat rendah dibandingkan dengan ekonomi yang lebih besar semisal Indonesia, China atau India. Amerika memang tidak punya BUMN (kecuali jasa pos). Eropa kasusnya berbeda-beda. Tetapi rata-rata BUMN di Eropa sudah berstatus perusahaan publik. Ini penting untuk meningkatkan permodalan, sekaligus meningkatkan transparansi. Kedua aspek ini menjadi sangat penting dalam kompetisi terbuka. Jadi intinya adalah tidak mengharamkan BUMN, tetapi juga tidak memanjakannya. Kalau ada satu pihak yang perlu diprioritaskan kepentingannya -- maka pihak itu adalah konsumen dan masyarakat (baik sebagai pembayar pajak maupun sebagai penerima manfaat pajak). Mereka lah yang utama. Bukan BUMN. Bang Poltak mungkin bisa berikan pemetaannya agar kita bisa belajar dari mereka, apa sih yg membedakan ini semua? salam
Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
At 10:19 PM 10/15/2009, you wrote: Benar, kan, diskusi tidak bakal ada habisnya ? Kereta api tentu susah di-swastakan, tidak menguntungkan karena banyak tarif sosial. Padahal dari segi menghemat energi, sangat menguntungkan untuk mengembangkan perkereta-apian ketimbang layanan perhubungan darat dengan bus. Tentu saja bisa. Caranya? Kita pisahkan antara operator rel, operator stasiun, operator jalur, operator kargo, operator sinyal. Lewat cara ini, maka kompetisi dimungkinkan - karena terdapat berbagai kemungkinan peluang. Operator rel menguasai aspek tanah di mana rel berada. Kalau mereka pintar, maka rel akan dibikin di bawah tanah - sehingga tanah di atasnya bisa dijual / disewakan secara komersial. Alhasil, bisnis penyewaan jalur rel akan menjadi bisnis sekunder. Operator stasiun pun dapat melakukan hal yang sama dengan asset-asset stasiun mereka. Kenapa tidak bikin mall atau perkantoran yang sekaligus berfungsi sebagai stasiun? Lengkap dengan hotel dan apartemen misalnya? Operator sinyal bisa bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi sebagai sekaligus operator bandwith internet/telekomunikasi. Dengan cara ini, maka terdapat insentif untuk menghadirkan lebih banyak traffic manusia, sehingga komponen cost bagi operator kereta api bisa ditekan seminimal mungkin, karena toh kue yang lebih besar terkait dengan bisnis lain di luar mengangkut orang. Tetapi lobby automotif (dan jalan tol!) sedemikian kuatnya hingga kita tidak bisa berkutik. Hanya pemerintahan model RRC bisa mengatasi. Listrik juga demikian. Di Amerika Serikat saja sebagian besar jaringan listrik masih regulated. Yang pernah di-deregulated mengalami masalah dan pemerintah negara bagian harus turun tangan (California). Di Texas tarif malah naik setelah deregulasi. Apa masalahnya tarif naik kalau ternyata terjadi perluasan jaringan? Karena ini berarti bagi orang yang belum terjangkau - terdapat peningkatan utilitas marjinal yang besar. (hal serupa juga berlaku pada operator air minum). Dulu di telekomunikasi awalnya juga muncul kenaikan tarif -- tetapi beberapa waktu kemudian tarif turun (hingga crash) ketika pasar melakukan diferensiasi. Dengan teknologi smart grid yang sekarang telah tersedia -- kompetisi dalam bentuk yang lebih kompleks akan terbuka luas. Di Indonesia: negara kita negara kepulauan, dan kita sudah mengalami tarif merata selama berpuluh tahun. Operasi PLN hanya menguntungkan di Jawa-Madura-Bali, di luar itu rugi; jadi dengan tarif merata ada cross-subsidy dalam PLN. Ini mendukung NKRI. Walaupun begitu, masih saja ada upaya untuk menuju deregulasi, terakhir dengan terbitnya UU Ketenagalistrikan yang baru yang memungkinkan bupati2 menetapkan tarif listrik di wilayah masing2. Saya pikir hal ini malah bakal bikin kacau. Biarkan saja. Sejauh tidak ada kendala atas mobilitas manusia, tidak akan menjadi masalah. Tarif itu fungsinya seperti pajak. Jadi akan bergerak seperti Laffer Curve. Menaikkan harga (baca: pajak) hanya efektif hingga tingkat tertentu. Di atas tingkat tersebut - pendapatan bukannya naik - tapi malah turun. Kabupaten yang dipimpin oleh bupati yang mengerti hal ini - akan berkembang, sementara kabupaten dengan tidak mengerti - akan kehilangan daya saing dan pendapatan. Dan kalau perusahaan bisa memproduksi listrik sendiri serta menjual ekses-nya kepada orang lain -- bupati itu bisa melarang apa? Apalagi kalau pembangkit mikro sudah ada. Bila ada UU atau peraturan yang memperbolehkan hal ini - maka penentuan tarif oleh bupati tidak akan banyak berpengaruh. Bung Poltak benar bahwa teknologi bisa mengubah natural monopoly menjadi sirna. Di bidang listrik prospek ini ada, kalau nanti ada pembangkit kecil (1-20 MW) yang bisa menghasilkan listrik di bawah 10 sen/kWh. Kita tunggu saja. Bung Poltak juga benar bahwa usaha penerbangan sipil sangat besar risikonya. Tetapi sebagai negara kepulauan, kiat memerlukan Garuda dan Merpati. Di Eropa gejala ke arah itu juga sudah jelas: lama-lama bisa muncul gabungan perusahaan nasional menjadi European Airlines. Bukankah luas Indonesia seluas Eropa ? Pejabat dan pengusaha perusahaan angkutan udara mungkin perlu belajar dari apa yang pernah terjadi di dunia telekomunikasi. Di dunia telco, dulu orang hanya ingin beroperasi di kota-kota besar. Tetapi karena ternyata persaingan di kota besar sangat ketat dan untungnya semakin tipis, mereka dipaksa untuk melebar ke pinggiran. Dan selalu ada operator lokal yang lebih fokus (dan bisa lebih efisien). Pola ini berlangsung terus, sampai akhirnya bahkan mencapai daerah-daerah terpencil. Di Inggris ada perusahaan penerbangan yang cuma punya route Cambridge-Oxford. Dan perusahaan itu tetap bisa berkembang.
Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI
Ya pak, semua system harus mendapatkan support yang penuh dari top management. System yang bagus diatas kertas belum tentu bagus dalam implementasi, dibutuhkan full support dari atas dan acceptance dari bawah. Dalam implementasi system diperlukan change behavior, dan seluruh member dari organisasi tersebut harus mau berubah karena kalau kita tetap menggunakan behavior yang lama untuk menjalankan suatu system modern seperti SAP maka implementasinya akan sulit. BR, Gianto Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: winarto sugondo sugondo.wina...@gmail.com Date: Thu, 15 Oct 2009 23:19:44 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI Kira-kira berapa persen kesuksesan ERP Pak? SIA itu apa sih Pak? kalau menurut saya, kalau ngga ada supporting yang sangat keras dari Direksi, SIA hanya akan sia-sia. Dan kultur di kita adalah selalu menolak perubahan karena merasa diri sendiri adalah yang terbaik. Hanya pendapat sih. Salam, Winarto Sugondo 2009/10/14 herisetiono004 herisetiono...@yahoo.com.sg --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, Wing Wahyu Winarno masw...@... wrote: Itupun saya masih melihat banyak kekurangan. Kalau SIA diterapkan dengan baik, mestinya customer bisa membayar dengan mudah, misalnya melalui Internet/SMS banking (itu contoh bagus). Tapi masih banyak PT/Univ yg memaksa mhs-nya membayar SPP dengan sekali bayar. Mengapa tagihan Rp1juta harus dibayar Rp1juta? Mengapa tidak boleh dibayar Rp200rb+300rb+Rp400rb+100rb? Mengapa tagihan listrik Rp517rb harus saya bayar pas segitu (ada spanduknya: bayarlah dgn uang pas)? Bukankah saya bayar Rp550rb boleh saja tanpa perlu dikembalikan sekarang, tapi utk perhitungan bulan depan? Saya sdh mengalami hal ini ketika hidup di AS thn 1990-an :-) Setahu saya implementasi Sistem Informasi di Perguruan Tinggi terus berkembang dengan baik Pak. Mungkin masih perlu waktu ya Pak karena kan tergantung modal dan perubahan sistem yang berbeda beda tiap universitasnya. Saya masih ingat dahulu untuk kuliah S2 di akhir pekan saya harus berjuang ke pusat kota di Jakarta untuk kuliah, istri saya tahun lalu kuliahnya cukup dengan sistem online sudah bisa berinteraksi dengan dosen dan teman teman kuliahnya dan cukup sebulan sekali ke pusat kota. Demikian juga pembayaran pajak kendaraan, mengapa tidak dapat dilakukan dari daerah lain? (Katanya sudah ada Persatuan Indonesia yg Pancasilanya kita diskusikan bbrp hari yll?) Mengapa pelaporan pajak tidak dapat dilakukan melalui Internet, sehingga WP harus berdesak2an antri berjam2 tanpa tahu selesai kapan? Dst...dst... meskipun ada bbrp contoh yang bagus, tapi saya masih melihat kita jauh tertinggal dari harapan kita sendiri. -- Itulah Pak, masalahnya Pancasila dan NKRI dihabiskan energinya untuk membahas masalah Ahmadiyah, Pluralisme,UU Pornografi, dan sebagainya yang akhirnya malah berpotensi bentrok lagi, ribut lagi, habislah energi kita. Padahal kita hidup di abad 21 yang sudah waktunya berfikir bagaimana negeri ini bisa jadi negeri maju yang pemerintahannya berjalan lebih efisien dengan penerapan sistem informasi. Malulah, masak masuk negara anggota G 20 bikin KTP saja masih jauh dibanding sama Singapura yang bisa dibikin di mana saja pakai komputer dan sudah terintegrasi. Tak heran Nurdin M Top bisa kawin di sana sini sambil terus ngebom. Bikin KTP saja mudah soalnya datanya tidak terdeteksi dan terintegrasi. Siapa yg bertanggungjawab terhadap? Saya menyalahkan dunia aya sendiri saja: Perguruan Tinggi, karena mereka seharusnya bisa memberi gambaran betapa hebatnya dan betapa besar pengaruh SIA terhadap operasional perusahaan. Untuk menjalankan ide saya di atas, tidak perlu sistem yang canggih2 amat kayaknya kan? --- Tidak perlu Pak. Repotnya budaya nggak mau sedikit susah dan takut berubah masih kuat di sini. Beberapa waktu lalu saya mengunjungi teman saya yang mempunyai perusahaan. Dengan bangganya dia memperlihatkan bahwa hampir semua komputer di perusahannya menggunakan Linux dan Open Office yang gratis, tis, tis, ts.. Saya coba memakainya ternyata mudah sekali. Sayangnya untuk pelaporan Sistem Informasi Akutansi saya belum ketemu yang berbasis Linux. Saya rasa ini masukan buat Perguruan Tinggi, daripada sekedar usernya SAP cobalah dikembangkan kurikulum sehingga alumninya bisa buat Sistem Informasi Akutansi berbasis Linux yang harganya jauh lebih murah. [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed] = Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com - Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045 - Arsip Milis AKI
Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI
--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Jemitra Tjahjono jemi...@... wrote: Mas wing/mas heri info dong bukunya. BTW mungkin versi pdfnya sudah ada, jadi tinggal download. --- Salah satu buku yang bisa jadi acuan Accounting, Information Technology, and Business Solutions karangan Anita S. Hollander, Eric L. Denna, J. Owen Cherrington. Versi pdfnya saya belum tahu ya. Omong-omong tentang sistem informasi akuntansi. saya melihat pada saat akuntan masuk kedalam area sistem informasi, sebenarnya diperlukan juga pengetahuan lainnya, minimal orang tersebut memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan mau berpikir out of the box. Mungkin ini juga masalah sistem pendidikan diindonesia, terutama dalam menentukan SKS. -- Bagusnya di dalam buku itu berisi pentingnya merubah paradigma dalam bidang akunting sesuai perkembangan terbaru. Saya kurang tahu apakah hal ini juga sudah berpengaruh dalam pendidikan bidang akunting di Indonesia Ada orang-orang dari akuntan, yang sedikit-sedikit minta dibuatkan sistem / program / aplikasi tetapi tidak mampu menerjemahkan apa yang diharapkan dari otomasi tersebut, dan programer yang diminta untuk membuat aplikasi tidak mengerti tentang kaidah akuntansi. Pernah ada suatu kejadian, programer membuat suatu aplikasi untuk otomasi pelaporan neraca untuk dikirim ke pihak eksternal, sehingga data dari core sistem harus di download dan digrouping lagi untuk memenuhi kriteria dari pelaporan neraca eksternal tersebut. Akuntannya nggak tahu kalau sistem tersebut ternyata melakukan pengklopan total aktiva dan pasiva, jadi kalau terjadi selisih aktiva dan pasiva, maka selisih itu langsung dibuang secara otomatis ke pos lain-lain sehingga total aktiva dan pasiva = balance. adalagi karyawan dengan background akuntan dan sudah bertahun-tahun di bidang pelaporan, yang ngomel-ngomel dan bilang ini ada selisih tapi tidak bisa menganalisis kenapa selisih dan menjelaskan selisihnya itu antara apa dan apa. Karyawan tersebut menganggap selisih ini terjadi karena kesalahan sistem, karena ada dua laporan yang menggambarkan total akhir yang tidak sama. Padahal neraca tidak selisih, dan itu hanya terjadi karena karyawan tersebut tidak mengerti mapping antara GL dan rincian. Bahkan masih ada internal auditor dengan background akuntansi yang tidak bisa membuat suatu model program kerja audit dan menentukan sampling dengan menggunakan suatu database IT. --- Itulah pentingnya perombakan dalam bidang pengajaran akutansi sekarang Sementara banyak programer yang iseng belajar akuntansi dasar 1, atau background ekonomi (non akuntansi) yang iseng belajar program akhirnya dia bisa menerjemahkan suatu proses pembukuan manual, menjadi sistem IT Based. Program akutansi Zhahir yang sekarang sudah berkembang pesat sekarang setahu saya awalnya didevelop alumni jurusan Fisika ITB :-) Tapi saya pikir hal-hal seperti ini terjadi karena keterbatasan siswa terhadap akses teknologi, misal nggak punya komputer, dan saya perhatikan, hal ini dialami oleh mereka yang gap-tek dan umumnya lahir sebelum 70-an (maap lho, tidak semua yang lahir sebelum 70-an gaptek). Ya segini dulu sharingnya mas wing, semoga bermanfaat. Jemitra Yahoo! Groups Do More For Dogs Group Join a group of dog owners who do more. New web site? Drive traffic now. Get your business on Yahoo! search. Weight Loss Group on Yahoo! Groups Get support and make friends online. . [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI
--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, winarto sugondo sugondo.wina...@... wrote: Kira-kira berapa persen kesuksesan ERP Pak? SIA itu apa sih Pak? kalau menurut saya, kalau ngga ada supporting yang sangat keras dari Direksi, SIA hanya akan sia-sia. Dan kultur di kita adalah selalu menolak perubahan karena merasa diri sendiri adalah yang terbaik. Hanya pendapat sih. Salam, --- SIA = Sistem Informasi Akutansi Tidak semua perusahaan yang mengimplementasikan ERP bisa berhasil bahkan meskipun mempergunakan sofware ERP yang terkenal. Sayang belum ada penelitian di Indonesia. Malah saya pernah melihat salah satu vendor yang mengklaim sukses mengimplementasikan SIA di sebuah majalah padahal sebenarnya gagal karena software tersebut kemudian diganti oleh software yang lain karena banyak masalah dalam implementasinya :-)
Re: Bls: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
Setuju bang poltak. Yang penting prioritasnya adalah konsumen/masyarakat. ini nih contohnya BUMN pada nunggak pajak. Kalo swasta yg nunggak pajak, org pajak akan kirim surat ke bank [cc BI] agar diblokir rekening ybs di bank2x untuk disita, tp klo BUMN nggak tahu deh gimana perlakuannya. [bisnis udah monopoli, tdk efisien, pake dana apbn utk bailout klo rugi, dijarah sm politisi, trus nunggak pajak lg. Yg aneh, bisnis bumn masih tetap dipertahankan dng alasan strategis, nasionalisme, utk kepentingan org banyak, dll. wah memang mantaplah BUMN ini] :-) peace, lubeck http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/15/04353925/tunggakan.pajak.bumn.capai...rp.7.triliun Jakarta, Kompas - Dalam sepuluh tahun terakhir ini, tunggakan pajak dari badan usaha milik negara atau BUMN mencapai Rp 7 triliun. Selama ini tidak ada yang mengungkapkan adanya tunggakan pajak BUMN sehingga aparat kami di lapangan dan KPP (Kantor Pelayanan Pajak) menjadi gerah, ujar Dirjen Pajak Mohammad Tjiptardjo di Jakarta, Rabu (14/10), seusai menghadiri Rapat Pimpinan di lingkungan Departemen Keuangan dan Kantor Menko Perekonomian. Menurut Tjiptardjo, total tunggakan pajak yang dikelola KPP Wajib Pajak Besar Badan kini sudah Rp 19 triliun. Namun, di antaranya ada tunggakan senilai Rp 7 triliun yang masih tertahan di BUMN. Saat ini, sebagian BUMN sudah mulai membayar tunggakan pajaknya sehingga kami harap jumlahnya akan semakin menurun, ujarnya. Salah satu BUMN yang sudah mulai membayar tunggakan adalah PT Kereta Api, yakni senilai Rp 136 miliar. Nilai pembayaran itu belum menutup seluruh tunggakan pajak PT Kereta Api yang mencapai Rp 230 miliar. Posisi tunggakan memang turun naik. Yang dulu ditagih, sekarang sudah dibayar. Seperti PT Kereta Api, itu yang kami inginkan. Dengan demikian, sudah ada tindakan dari teman-teman di lapangan,â? ujar Tjiptardjo. BUMN sebaiknya segera melunasi tunggakan pajaknya. Sebab, setiap tunggakan pajak akan dibebani bunga. Tunggakannya bervariasi, baik tunggakan PPh (Pajak Penghasilan) atau PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Silakan ajukan keberatan. Di sini tidak ada unsur pidana. Andaikan ada hasil pemeriksaan dan ada utangnya, lalu wajib pajak tidak mau bayar, memang tidak ada pidana, namun bunga tunggakan terus berjalan, ungkap Tjiptardjo. Sementara itu, Kementerian Negara BUMN membantah adanya tunggakan pajak itu. Tunggakan BUMN itu ada, tetapi kami tidak yakin sebesar itu (Rp 19 triliun), ungkap Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu. Total aset BUMN naik 165,94 persen, dari Rp 1.191,87 triliun tahun 2004 menjadi Rp 1.977,8 triliun pada 2008. Adapun pendapatan naik 220 persen dari Rp 527 triliun menjadi Rp 1.162 triliun. Laba bersih naik menjadi Rp 78,5 triliun dari sebelumnya Rp 36,9 triliun. (OIN/Antara) - Original Message - From: Poltak Hotradero To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Sent: Thursday, October 15, 2009 11:48 PM Subject: Re: Bls: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN At 05:16 PM 10/15/2009, you wrote: Singapura saya kira berhasil dg BUMN-nya, jg negara2 di Eropa, berbeda dg di AS di mana BUMN tdk berperan (atau malah tdk ada?). Singapura terlalu kecil untuk bisa dijadikan contoh spesifik. Dengan penduduk cuma sebanyak warga Jakarta Barat -- maka jelas kompleksitas Singapura adalah sangat rendah dibandingkan dengan ekonomi yang lebih besar semisal Indonesia, China atau India. Amerika memang tidak punya BUMN (kecuali jasa pos). Eropa kasusnya berbeda-beda. Tetapi rata-rata BUMN di Eropa sudah berstatus perusahaan publik. Ini penting untuk meningkatkan permodalan, sekaligus meningkatkan transparansi. Kedua aspek ini menjadi sangat penting dalam kompetisi terbuka. Jadi intinya adalah tidak mengharamkan BUMN, tetapi juga tidak memanjakannya. Kalau ada satu pihak yang perlu diprioritaskan kepentingannya -- maka pihak itu adalah konsumen dan masyarakat (baik sebagai pembayar pajak maupun sebagai penerima manfaat pajak). Mereka lah yang utama. Bukan BUMN. Bang Poltak mungkin bisa berikan pemetaannya agar kita bisa belajar dari mereka, apa sih yg membedakan ini semua? salam __ Information from ESET Smart Security, version of virus signature database 4509 (20091015) __ The message was checked by ESET Smart Security. http://www.eset.com [Non-text portions of this message have been removed]
[Keuangan] Rate USD?
Dear rekan-rekan Belakangan ini rupiah menguat, kira2 untuk bulan ini akan terus menguat apa masih ada kemungkinan melemah ya? Regards, Mamik [Non-text portions of this message have been removed]