Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI

2009-10-15 Terurut Topik Jemitra Tjahjono
Mas wing/mas heri info dong bukunya. BTW mungkin versi pdfnya sudah ada, jadi 
tinggal download.
Omong-omong tentang  sistem informasi akuntansi. saya melihat pada saat akuntan 
masuk kedalam area sistem informasi, sebenarnya diperlukan juga pengetahuan 
lainnya, minimal orang tersebut memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan mau 
berpikir out of the box. Mungkin ini juga masalah sistem pendidikan 
diindonesia, terutama dalam menentukan SKS. 
Ada orang-orang dari akuntan, yang sedikit-sedikit minta dibuatkan sistem / 
program / aplikasi tetapi tidak mampu menerjemahkan apa yang diharapkan dari 
otomasi tersebut, dan programer yang diminta untuk membuat aplikasi tidak 
mengerti tentang kaidah akuntansi. Pernah ada suatu kejadian, programer membuat 
suatu aplikasi untuk otomasi pelaporan neraca untuk dikirim ke pihak eksternal, 
sehingga data dari core sistem harus di download dan digrouping lagi untuk 
memenuhi kriteria dari pelaporan neraca eksternal tersebut. Akuntannya nggak 
tahu kalau sistem tersebut ternyata melakukan pengklopan total aktiva dan 
pasiva, jadi kalau terjadi selisih aktiva dan pasiva, maka selisih itu langsung 
dibuang secara otomatis ke pos lain-lain sehingga total aktiva dan pasiva = 
balance. 
adalagi karyawan dengan background akuntan dan sudah bertahun-tahun di bidang 
pelaporan, yang ngomel-ngomel dan bilang ini ada selisih  tapi tidak bisa 
menganalisis kenapa selisih dan menjelaskan selisihnya itu antara apa dan apa. 
Karyawan tersebut menganggap selisih ini terjadi karena kesalahan sistem, 
karena ada dua laporan yang menggambarkan total akhir yang tidak sama. Padahal 
neraca tidak selisih, dan itu hanya terjadi karena karyawan tersebut tidak 
mengerti mapping antara GL dan rincian. 
Bahkan masih ada internal auditor dengan background akuntansi yang tidak bisa 
membuat suatu model program kerja audit dan menentukan sampling dengan 
menggunakan suatu database IT. 
Sementara banyak programer yang iseng belajar akuntansi dasar 1, atau 
background ekonomi (non akuntansi) yang iseng belajar program akhirnya dia 
bisa menerjemahkan suatu proses pembukuan manual, menjadi sistem IT Based.

Tapi saya pikir hal-hal seperti ini terjadi karena keterbatasan siswa terhadap 
akses teknologi, misal nggak punya komputer, dan saya perhatikan, hal ini 
dialami oleh mereka yang gap-tek dan umumnya lahir sebelum 70-an (maap lho, 
tidak semua yang lahir sebelum 70-an gaptek).

Ya segini dulu sharingnya mas wing, semoga bermanfaat. 

 Jemitra



Yahoo! Groups
Do More For Dogs Group
Join a group of dog owners
who do more.
New web site?
Drive traffic now.
Get your business
on Yahoo! search.
Weight Loss Group
on Yahoo! Groups
Get support and
make friends online.
. 

   


  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-15 Terurut Topik Hok An
Bicara BUMN memang banyak tabunya.
Saya kira perlu ada telaah sejarah mulai dari VOC, privatisasi di jaman 
kolonial, nasionalisasi, alih pemilikan banyak perusahaan ex BUMN besar 
5 tahun terakhir ini sampai sekarang.
Perusahaan2 ini sebagian punya monopoli sektoral, dengan didukung negara.
Wilayah kerjanya luas dan memaksa sebagian masyarakat mundur kesektor 
subsisten (sekarang sektor informal).
Besarnya sektor negara juga menyebabkan banyak orang ingin masuk untuk 
ikut serta kaya dengan korupsi, sebab itu ada kawan2 yang yakin bahwa 
korupsi belum bisa hilang selama sektor ini masih dominan. Ada yang 
malah menuntu supaya negara dan konkretnya anggaran pembangunan dinolkan 
saja, supaya tidak bisa dikorupsi lagi. Saya rasa kawan2 setuju bahwa 
usul ini ada benarnya tetapi sesungguhnya sesat.
Sebab pentingnya masalah ini diskurs mengenai masalah ini perlu 
dilakukan secara mendalam, terbuka dan kepala dingin. Hanya dengan cara 
itu jalan keluar yang rasional dan adil bisa disetujui bersama. Jalan 
keluar yang ada saya rasa banyak, sebab masyarakat kita secara 
keseluruhan sesungguhnya cukup modalnya untuk membeli perusahaan2 itu, 
tetapi rencana dengan sistem yang memadai dan bisa dipercaya belum ada.

Salam

Hok An

Poltak Hotradero schrieb:
  

 At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote:
 Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN
 punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata.
 
 Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit
 diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan
 konsumen/pelanggan. Boleh dikatakan keduanya natural monopoly.

 Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi
 ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga
 kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun.

 Saya rasa, kita harus berangkat dari tujuan menurunkan harga di level
 konsumen dengan disertai pertumbuhan bisnis yang menjangkau lebih
 banyak konsumen.

 Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda
 tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen
 saham bisa tentunya).

 Amerika Serikat tidak pernah punya perusahaan penerbangan milik negara.
 KLM, Air France, dan Alitalia sudah merger menjadi satu.
 British Airways sudah diprivatisasi, dan berencana untuk merger
 dengan Iberia Airlines dan American Airlines (dan mungkin ditambah
 dengan Qantas).

 Penerbangan adalah bisnis yang beresiko sangat tinggi (lihat saja apa
 yang terjadi pada bangkrutnya PanAm, TWA, SwissAir, Delta, dan
 berbagai perusahaan penerbangan lainnya) - sehingga sudah seharusnya
 pemerintah tidak perlu punya perusahaan penerbangan (kalau memang
 tidak mampu menyediakan injeksi modal secara terus menerus).

 Injeksi modal terus menerus berarti perusahaan menerima subsidi dari
 pembayar pajak, tanpa peduli apakah pembayar pajak tersebut menikmati
 layanan perusahaan tersebut atau tidak.

 Harga diri bangsa terletak pada kemampuan memberi yang terbaik bagi
 sebanyak mungkin warga negara Indonesia. Bukan dengan kemampuan
 memelihara perusahaan zombie.

 Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada
 akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi
 departemen teknis.

 Mengingat bahwa profit terkait dengan kontribusi penerimaan pajak dan
 redistribusi penerimaan tersebut kepada masyarakat -- maka saya
 justru mempertanyakan perusahaan yang terus menerus dibiarkan rugi
 atau tidak berkembang tetapi tetap dibiarkan hidup.

 Bila bukan kepentingan pembayar pajak (masyarakat) dan penerima
 manfaat pembayaran pajak (yang juga masyarakat) -- lalu kita mau
 memperhatikan kepentingan siapa lagi??

 __._,_



Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-15 Terurut Topik Dody Dharma Hutabarat
Apakah semua BUMN harus diserahkan ke swasta?
Apakah tidak ada pengecualian?

Kenapa pengelolaan unit-unit usaha di tangan pemerintah dinilai tidak efisien?
Apakah tidak ada pengecualian?

Bagaimana kasus negara lain?








From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Wed, October 14, 2009 11:17:50 PM
Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote:
Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN
punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata.

Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit
diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan
konsumen/pelanggan. Boleh dikatakan keduanya natural monopoly.

Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi 
ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga 
kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun.

Saya rasa, kita harus berangkat dari tujuan menurunkan harga di level 
konsumen dengan disertai pertumbuhan bisnis yang menjangkau lebih 
banyak konsumen.



Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda
tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen
saham bisa tentunya).


Amerika Serikat tidak pernah punya perusahaan penerbangan milik negara.
KLM, Air France, dan Alitalia sudah merger menjadi satu.
British Airways sudah diprivatisasi, dan berencana untuk merger 
dengan Iberia Airlines dan American Airlines (dan mungkin ditambah 
dengan Qantas).

Penerbangan adalah bisnis yang beresiko sangat tinggi (lihat saja apa 
yang terjadi pada bangkrutnya PanAm, TWA, SwissAir, Delta, dan 
berbagai perusahaan penerbangan lainnya) - sehingga sudah seharusnya 
pemerintah tidak perlu punya perusahaan penerbangan (kalau memang 
tidak mampu menyediakan injeksi modal secara terus menerus).

Injeksi modal terus menerus berarti perusahaan menerima subsidi dari 
pembayar pajak, tanpa peduli apakah pembayar pajak tersebut menikmati 
layanan perusahaan tersebut atau tidak.

Harga diri bangsa terletak pada kemampuan memberi yang terbaik bagi 
sebanyak mungkin warga negara Indonesia.  Bukan dengan kemampuan 
memelihara perusahaan zombie.



Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada
akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi
departemen teknis.


Mengingat bahwa profit terkait dengan kontribusi penerimaan pajak dan 
redistribusi penerimaan tersebut kepada masyarakat -- maka saya 
justru mempertanyakan perusahaan yang terus menerus dibiarkan rugi 
atau tidak berkembang tetapi tetap dibiarkan hidup.

Bila bukan kepentingan pembayar pajak (masyarakat) dan penerima 
manfaat pembayaran pajak (yang juga masyarakat) -- lalu kita mau 
memperhatikan kepentingan siapa lagi??



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Bls: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-15 Terurut Topik prastowo prastowo
Singapura saya kira berhasil dg BUMN-nya, jg negara2 di Eropa, berbeda dg di AS 
di mana BUMN tdk berperan (atau malah tdk ada?).
Bang Poltak mungkin bisa berikan pemetaannya agar kita bisa belajar dari 
mereka, apa sih yg membedakan ini semua?

salam





Dari: Dody Dharma Hutabarat dodyd...@yahoo.com
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Kam, 15 Oktober, 2009 02:50:39
Judul: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

  
Apakah semua BUMN harus diserahkan ke swasta?
Apakah tidak ada pengecualian?

Kenapa pengelolaan unit-unit usaha di tangan pemerintah dinilai tidak efisien?
Apakah tidak ada pengecualian?

Bagaimana kasus negara lain?

 _ _ __
From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail. com
To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com
Sent: Wed, October 14, 2009 11:17:50 PM
Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote:
Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN
punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata.

Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit
diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan
konsumen/pelanggan . Boleh dikatakan keduanya natural monopoly.

Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi 
ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga 
kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun.

Saya rasa, kita harus berangkat dari tujuan menurunkan harga di level 
konsumen dengan disertai pertumbuhan bisnis yang menjangkau lebih 
banyak konsumen.

Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda
tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen
saham bisa tentunya).

Amerika Serikat tidak pernah punya perusahaan penerbangan milik negara.
KLM, Air France, dan Alitalia sudah merger menjadi satu.
British Airways sudah diprivatisasi, dan berencana untuk merger 
dengan Iberia Airlines dan American Airlines (dan mungkin ditambah 
dengan Qantas).

Penerbangan adalah bisnis yang beresiko sangat tinggi (lihat saja apa 
yang terjadi pada bangkrutnya PanAm, TWA, SwissAir, Delta, dan 
berbagai perusahaan penerbangan lainnya) - sehingga sudah seharusnya 
pemerintah tidak perlu punya perusahaan penerbangan (kalau memang 
tidak mampu menyediakan injeksi modal secara terus menerus).

Injeksi modal terus menerus berarti perusahaan menerima subsidi dari 
pembayar pajak, tanpa peduli apakah pembayar pajak tersebut menikmati 
layanan perusahaan tersebut atau tidak.

Harga diri bangsa terletak pada kemampuan memberi yang terbaik bagi 
sebanyak mungkin warga negara Indonesia. Bukan dengan kemampuan 
memelihara perusahaan zombie.

Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada
akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi
departemen teknis.

Mengingat bahwa profit terkait dengan kontribusi penerimaan pajak dan 
redistribusi penerimaan tersebut kepada masyarakat -- maka saya 
justru mempertanyakan perusahaan yang terus menerus dibiarkan rugi 
atau tidak berkembang tetapi tetap dibiarkan hidup.

Bila bukan kepentingan pembayar pajak (masyarakat) dan penerima 
manfaat pembayaran pajak (yang juga masyarakat) -- lalu kita mau 
memperhatikan kepentingan siapa lagi??

[Non-text portions of this message have been removed]





  __
Coba Yahoo! Messenger 10 Beta yang baru. Kini dengan update real-time, 
panggilan video, dan banyak lagi! Kunjungi http://id.messenger.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]



RE: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-15 Terurut Topik oka.widana
Saya kira kajian comprehensive mengenai BUMN sedang atau bahkan sudah
dilakukan kementrian BUMN. Pada dasarnya memang, kebijakannya satu, sedapat
mungkin memprivatisasi BUMN via IPO, kalo bisa. Atau cara2 lain, misalnya
private placement, untuk beberapa BUMN yang tidak sensitive secara politis
dan kondisi kEuangannya ngak bagus2 amat.

 

Dalam hal ini, ketika Pemerintah mau melego BUMN, ingin dapat cuan juga yang
lumayan sebagai bahan untuk menutup defisit.

 

Jadi memang peran kementrian BUMN, memastikan bahwa kinerja BUMN baik,
sehingga dapat memberikan deviden, bayar pajak dan ketika IPO mendatangkan
cash flow lumayan... kira2 sesimple itu.

 

Nah mungkin yang disini menjadi pertanyaan bagaimana dnegan BUMN yang
sifatnya strategis, misalnya persenjataan, energy atau apapun yang bisa
didefinisikan strategis...soale definsi strategis adalah beyond financer
atau ekonom, melainkan domain politikus...

 

Contoh apakah Pindad atau Pertamina boleh diprivatisasi...atau di IPO kan?
Kalo tanya financer dan ekonom, saya yakin jawabannya nyaris sama, bole2
saja. Selama, masih ada di Indonesia, bayar pajak, bayar deviden dst dst...
Tapi ketika ditanyakan ke politikus, ya jawabannya bisa macem2.

 

Oka

 

From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Dody Dharma
Hutabarat
Sent: 15 Oktober 2009 16:51
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

 

  

Apakah semua BUMN harus diserahkan ke swasta?
Apakah tidak ada pengecualian?

Kenapa pengelolaan unit-unit usaha di tangan pemerintah dinilai tidak
efisien?
Apakah tidak ada pengecualian?

Bagaimana kasus negara lain?


From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com mailto:hotradero%40gmail.com 
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com 
Sent: Wed, October 14, 2009 11:17:50 PM
Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote:
Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN
punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata.

Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit
diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan
konsumen/pelanggan. Boleh dikatakan keduanya natural monopoly.

Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi 
ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga 
kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun.

Saya rasa, kita harus berangkat dari tujuan menurunkan harga di level 
konsumen dengan disertai pertumbuhan bisnis yang menjangkau lebih 
banyak konsumen.

Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda
tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen
saham bisa tentunya).

Amerika Serikat tidak pernah punya perusahaan penerbangan milik negara.
KLM, Air France, dan Alitalia sudah merger menjadi satu.
British Airways sudah diprivatisasi, dan berencana untuk merger 
dengan Iberia Airlines dan American Airlines (dan mungkin ditambah 
dengan Qantas).

Penerbangan adalah bisnis yang beresiko sangat tinggi (lihat saja apa 
yang terjadi pada bangkrutnya PanAm, TWA, SwissAir, Delta, dan 
berbagai perusahaan penerbangan lainnya) - sehingga sudah seharusnya 
pemerintah tidak perlu punya perusahaan penerbangan (kalau memang 
tidak mampu menyediakan injeksi modal secara terus menerus).

Injeksi modal terus menerus berarti perusahaan menerima subsidi dari 
pembayar pajak, tanpa peduli apakah pembayar pajak tersebut menikmati 
layanan perusahaan tersebut atau tidak.

Harga diri bangsa terletak pada kemampuan memberi yang terbaik bagi 
sebanyak mungkin warga negara Indonesia. Bukan dengan kemampuan 
memelihara perusahaan zombie.

Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada
akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi
departemen teknis.

Mengingat bahwa profit terkait dengan kontribusi penerimaan pajak dan 
redistribusi penerimaan tersebut kepada masyarakat -- maka saya 
justru mempertanyakan perusahaan yang terus menerus dibiarkan rugi 
atau tidak berkembang tetapi tetap dibiarkan hidup.

Bila bukan kepentingan pembayar pajak (masyarakat) dan penerima 
manfaat pembayaran pajak (yang juga masyarakat) -- lalu kita mau 
memperhatikan kepentingan siapa lagi??

[Non-text portions of this message have been removed]





[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI

2009-10-15 Terurut Topik winarto sugondo
Kira-kira berapa persen kesuksesan ERP Pak? SIA itu apa sih Pak? kalau
menurut saya, kalau ngga ada supporting yang sangat keras dari Direksi, SIA
hanya akan sia-sia. Dan kultur di kita adalah selalu menolak perubahan
karena merasa diri sendiri adalah yang terbaik.

Hanya pendapat sih.

Salam,


Winarto Sugondo

2009/10/14 herisetiono004 herisetiono...@yahoo.com.sg





 --- In 
 AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com,
 Wing Wahyu Winarno masw...@... wrote:
 
  Itupun saya masih melihat banyak kekurangan.  Kalau SIA diterapkan
 dengan baik, mestinya customer bisa membayar dengan  mudah, misalnya
 melalui Internet/SMS banking (itu contoh bagus). Tapi masih  banyak PT/Univ
 yg memaksa mhs-nya membayar SPP dengan sekali bayar. Mengapa tagihan
 Rp1juta harus dibayar Rp1juta? Mengapa tidak boleh dibayar
 Rp200rb+300rb+Rp400rb+100rb? Mengapa tagihan listrik Rp517rb harus saya 
 bayar pas segitu (ada spanduknya: bayarlah dgn uang pas)? Bukankah saya 
 bayar Rp550rb boleh saja tanpa perlu dikembalikan sekarang, tapi utk 
 perhitungan bulan depan? Saya sdh mengalami hal ini ketika hidup di AS thn
 1990-an :-)

 Setahu saya implementasi Sistem Informasi di Perguruan Tinggi terus
 berkembang dengan baik Pak. Mungkin masih perlu waktu ya Pak karena kan
 tergantung modal dan perubahan sistem yang berbeda beda tiap universitasnya.
 Saya masih ingat dahulu untuk kuliah S2 di akhir pekan saya harus berjuang
 ke pusat kota di Jakarta untuk kuliah, istri saya tahun lalu kuliahnya cukup
 dengan sistem online sudah bisa berinteraksi dengan dosen dan teman teman
 kuliahnya dan cukup sebulan sekali ke pusat kota.

  Demikian juga pembayaran pajak kendaraan, mengapa tidak dapat dilakukan
 dari  daerah lain? (Katanya sudah ada Persatuan Indonesia yg Pancasilanya
 kita  diskusikan bbrp hari yll?) Mengapa pelaporan pajak tidak dapat
 dilakukan  melalui Internet, sehingga WP harus berdesak2an antri berjam2
 tanpa tahu  selesai kapan? Dst...dst... meskipun ada bbrp contoh yang
 bagus, tapi saya  masih melihat kita jauh tertinggal dari harapan kita
 sendiri.

 --
 Itulah Pak, masalahnya Pancasila dan NKRI dihabiskan energinya untuk
 membahas masalah Ahmadiyah, Pluralisme,UU Pornografi, dan sebagainya yang
 akhirnya malah berpotensi bentrok lagi, ribut lagi, habislah energi kita.
 Padahal kita hidup di abad 21 yang sudah waktunya berfikir bagaimana negeri
 ini bisa jadi negeri maju yang pemerintahannya berjalan lebih efisien dengan
 penerapan sistem informasi. Malulah, masak masuk negara anggota G 20 bikin
 KTP saja masih jauh dibanding sama Singapura yang bisa dibikin di mana saja
 pakai komputer dan sudah terintegrasi. Tak heran Nurdin M Top bisa kawin di
 sana sini sambil terus ngebom. Bikin KTP saja mudah soalnya datanya tidak
 terdeteksi dan terintegrasi.

 
  Siapa yg bertanggungjawab terhadap? Saya menyalahkan dunia aya sendiri 
 saja: Perguruan Tinggi, karena mereka seharusnya bisa memberi gambaran 
 betapa hebatnya dan betapa besar pengaruh SIA terhadap operasional 
 perusahaan. Untuk menjalankan ide saya di atas, tidak perlu sistem yang
 canggih2 amat kayaknya kan?

 --- Tidak perlu Pak. Repotnya budaya nggak mau sedikit susah dan takut
 berubah masih kuat di sini. Beberapa waktu lalu saya mengunjungi teman saya
 yang mempunyai perusahaan. Dengan bangganya dia memperlihatkan bahwa hampir
 semua komputer di perusahannya menggunakan Linux dan Open Office yang
 gratis, tis, tis, ts..
 Saya coba memakainya ternyata mudah sekali. Sayangnya untuk pelaporan
 Sistem Informasi Akutansi saya belum ketemu yang berbasis Linux. Saya rasa
 ini masukan buat Perguruan Tinggi, daripada sekedar usernya SAP cobalah
 dikembangkan kurikulum sehingga alumninya bisa buat Sistem Informasi
 Akutansi berbasis Linux yang harganya jauh lebih murah.

  



[Non-text portions of this message have been removed]



[Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-15 Terurut Topik Budi Sudarsono
Benar, kan, diskusi tidak bakal ada habisnya ?



Kereta api tentu susah di-swastakan, tidak menguntungkan karena banyak
tarif sosial. Padahal dari segi menghemat energi, sangat menguntungkan
untuk mengembangkan perkereta-apian ketimbang layanan perhubungan darat
dengan bus. Tetapi lobby automotif (dan jalan tol!) sedemikian kuatnya
hingga kita tidak bisa berkutik. Hanya pemerintahan model RRC bisa
mengatasi.

Listrik juga demikian. Di Amerika Serikat saja sebagian besar jaringan
listrik masih regulated. Yang pernah di-deregulated mengalami masalah
dan pemerintah negara bagian harus turun tangan (California). Di Texas
tarif malah naik setelah deregulasi.

Di Indonesia: negara kita negara kepulauan, dan kita sudah mengalami
tarif merata selama berpuluh tahun. Operasi PLN hanya menguntungkan di
Jawa-Madura-Bali, di luar itu rugi; jadi dengan tarif merata ada
cross-subsidy dalam PLN. Ini mendukung NKRI. Walaupun begitu, masih
saja ada upaya untuk menuju deregulasi, terakhir dengan terbitnya UU
Ketenagalistrikan yang baru yang memungkinkan bupati2 menetapkan tarif
listrik di wilayah masing2. Saya pikir hal ini malah bakal bikin kacau.

Bung Poltak benar bahwa teknologi bisa mengubah natural monopoly
menjadi sirna. Di bidang listrik prospek ini ada, kalau nanti ada
pembangkit kecil (1-20 MW) yang bisa menghasilkan listrik di bawah 10
sen/kWh. Kita tunggu saja.

Bung Poltak juga benar bahwa usaha penerbangan sipil sangat besar
risikonya. Tetapi sebagai negara kepulauan, kiat memerlukan Garuda dan
Merpati. Di Eropa gejala ke arah itu juga sudah jelas: lama-lama bisa
muncul gabungan perusahaan nasional menjadi European Airlines. Bukankah
luas Indonesia seluas Eropa ?



Budi Sudarsono

Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,

Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 

Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html

Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614

--- On Thu, 10/15/09, oka.widana o...@ahlikeuangan-indonesia.com wrote:

From: oka.widana o...@ahlikeuangan-indonesia.com
Subject: RE: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Thursday, October 15, 2009, 6:55 PM






 





  Saya kira kajian comprehensive mengenai BUMN sedang atau 
bahkan sudah

dilakukan kementrian BUMN. Pada dasarnya memang, kebijakannya satu, sedapat

mungkin memprivatisasi BUMN via IPO, kalo bisa. Atau cara2 lain, misalnya

private placement, untuk beberapa BUMN yang tidak sensitive secara politis

dan kondisi kEuangannya ngak bagus2 amat.



Dalam hal ini, ketika Pemerintah mau melego BUMN, ingin dapat cuan juga yang

lumayan sebagai bahan untuk menutup defisit.



Jadi memang peran kementrian BUMN, memastikan bahwa kinerja BUMN baik,

sehingga dapat memberikan deviden, bayar pajak dan ketika IPO mendatangkan

cash flow lumayan... kira2 sesimple itu.



Nah mungkin yang disini menjadi pertanyaan bagaimana dnegan BUMN yang

sifatnya strategis, misalnya persenjataan, energy atau apapun yang bisa

didefinisikan strategis... soale definsi strategis adalah beyond financer

atau ekonom, melainkan domain politikus... 



Contoh apakah Pindad atau Pertamina boleh diprivatisasi. ..atau di IPO kan?

Kalo tanya financer dan ekonom, saya yakin jawabannya nyaris sama, bole2

saja. Selama, masih ada di Indonesia, bayar pajak, bayar deviden dst dst...

Tapi ketika ditanyakan ke politikus, ya jawabannya bisa macem2.



Oka



From: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com

[mailto:AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com] On Behalf Of Dody Dharma

Hutabarat

Sent: 15 Oktober 2009 16:51

To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com

Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN



Apakah semua BUMN harus diserahkan ke swasta?

Apakah tidak ada pengecualian?



Kenapa pengelolaan unit-unit usaha di tangan pemerintah dinilai tidak

efisien?

Apakah tidak ada pengecualian?



Bagaimana kasus negara lain?



 _ _ __

From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail. com mailto:hotradero% 40gmail.com 

To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com

mailto:AhliKeuanga n-Indonesia% 40yahoogroups. com 

Sent: Wed, October 14, 2009 11:17:50 PM

Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN



At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote:

Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN

punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata.



Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit

diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan

konsumen/pelanggan . Boleh dikatakan keduanya natural monopoly.



Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi 

ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga 

kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun.

Re: Bls: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-15 Terurut Topik Poltak Hotradero
At 05:16 PM 10/15/2009, you wrote:
Singapura saya kira berhasil dg BUMN-nya, jg negara2 di Eropa, 
berbeda dg di AS di mana BUMN tdk berperan (atau malah tdk ada?).

Singapura terlalu kecil untuk bisa dijadikan contoh spesifik.  Dengan 
penduduk cuma sebanyak warga Jakarta Barat -- maka jelas kompleksitas 
Singapura adalah sangat rendah dibandingkan dengan ekonomi yang lebih 
besar semisal Indonesia, China atau India.

Amerika memang tidak punya BUMN (kecuali jasa pos).

Eropa kasusnya berbeda-beda.  Tetapi rata-rata BUMN di Eropa sudah 
berstatus perusahaan publik.  Ini penting untuk meningkatkan 
permodalan, sekaligus meningkatkan transparansi.  Kedua aspek ini 
menjadi sangat penting dalam kompetisi terbuka.

Jadi intinya adalah tidak mengharamkan BUMN, tetapi juga tidak memanjakannya.
Kalau ada satu pihak yang perlu diprioritaskan kepentingannya -- maka 
pihak itu adalah konsumen dan masyarakat (baik sebagai pembayar pajak 
maupun sebagai penerima manfaat pajak).

Mereka lah yang utama.  Bukan BUMN.


Bang Poltak mungkin bisa berikan pemetaannya agar kita bisa belajar 
dari mereka, apa sih yg membedakan ini semua?

salam



Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-15 Terurut Topik Poltak Hotradero
At 10:19 PM 10/15/2009, you wrote:


Benar, kan, diskusi tidak bakal ada habisnya ?

Kereta api tentu susah di-swastakan, tidak menguntungkan karena banyak
tarif sosial. Padahal dari segi menghemat energi, sangat menguntungkan
untuk mengembangkan perkereta-apian ketimbang layanan perhubungan darat
dengan bus.

Tentu saja bisa.

Caranya?  Kita pisahkan antara operator rel, operator stasiun, 
operator jalur, operator kargo, operator sinyal.  Lewat cara ini, 
maka kompetisi dimungkinkan - karena terdapat berbagai kemungkinan peluang.

Operator rel menguasai aspek tanah di mana rel berada.  Kalau mereka 
pintar, maka rel akan dibikin di bawah tanah - sehingga tanah di 
atasnya bisa dijual / disewakan secara komersial.  Alhasil, bisnis 
penyewaan jalur rel akan menjadi bisnis sekunder.

Operator stasiun pun dapat melakukan hal yang sama dengan asset-asset 
stasiun mereka.  Kenapa tidak bikin mall atau perkantoran yang 
sekaligus berfungsi sebagai stasiun?  Lengkap dengan hotel dan 
apartemen misalnya?

Operator sinyal bisa bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi 
sebagai sekaligus operator bandwith internet/telekomunikasi.

Dengan cara ini, maka terdapat insentif untuk menghadirkan lebih 
banyak traffic manusia, sehingga komponen cost bagi operator kereta 
api bisa ditekan seminimal mungkin, karena toh kue yang lebih besar 
terkait dengan bisnis lain di luar mengangkut orang.


Tetapi lobby automotif (dan jalan tol!) sedemikian kuatnya
hingga kita tidak bisa berkutik. Hanya pemerintahan model RRC bisa
mengatasi.

Listrik juga demikian. Di Amerika Serikat saja sebagian besar jaringan
listrik masih regulated. Yang pernah di-deregulated mengalami masalah
dan pemerintah negara bagian harus turun tangan (California). Di Texas
tarif malah naik setelah deregulasi.

Apa masalahnya tarif naik kalau ternyata terjadi perluasan 
jaringan?  Karena ini berarti bagi orang yang belum terjangkau - 
terdapat peningkatan utilitas marjinal yang besar.  (hal serupa juga 
berlaku pada operator air minum).

Dulu di telekomunikasi awalnya juga muncul kenaikan tarif -- tetapi 
beberapa waktu kemudian tarif turun (hingga crash) ketika pasar 
melakukan diferensiasi.

Dengan teknologi smart grid yang sekarang telah tersedia -- 
kompetisi dalam bentuk yang lebih kompleks akan terbuka luas.

Di Indonesia: negara kita negara kepulauan, dan kita sudah mengalami
tarif merata selama berpuluh tahun. Operasi PLN hanya menguntungkan di
Jawa-Madura-Bali, di luar itu rugi; jadi dengan tarif merata ada
cross-subsidy dalam PLN. Ini mendukung NKRI. Walaupun begitu, masih
saja ada upaya untuk menuju deregulasi, terakhir dengan terbitnya UU
Ketenagalistrikan yang baru yang memungkinkan bupati2 menetapkan tarif
listrik di wilayah masing2. Saya pikir hal ini malah bakal bikin kacau.

Biarkan saja.  Sejauh tidak ada kendala atas mobilitas manusia, tidak 
akan menjadi masalah.
Tarif itu fungsinya seperti pajak.  Jadi akan bergerak seperti Laffer 
Curve.  Menaikkan harga (baca: pajak) hanya efektif hingga tingkat 
tertentu.  Di atas tingkat tersebut - pendapatan bukannya naik - tapi 
malah turun.

Kabupaten yang dipimpin oleh bupati yang mengerti hal ini - akan 
berkembang, sementara kabupaten dengan tidak mengerti - akan 
kehilangan daya saing dan pendapatan.

Dan kalau perusahaan bisa memproduksi listrik sendiri serta menjual 
ekses-nya kepada orang lain -- bupati itu bisa melarang apa?  Apalagi 
kalau pembangkit mikro sudah ada.  Bila ada UU atau peraturan yang 
memperbolehkan hal ini - maka penentuan tarif oleh bupati tidak akan 
banyak berpengaruh.


Bung Poltak benar bahwa teknologi bisa mengubah natural monopoly
menjadi sirna. Di bidang listrik prospek ini ada, kalau nanti ada
pembangkit kecil (1-20 MW) yang bisa menghasilkan listrik di bawah 10
sen/kWh. Kita tunggu saja.

Bung Poltak juga benar bahwa usaha penerbangan sipil sangat besar
risikonya. Tetapi sebagai negara kepulauan, kiat memerlukan Garuda dan
Merpati. Di Eropa gejala ke arah itu juga sudah jelas: lama-lama bisa
muncul gabungan perusahaan nasional menjadi European Airlines. Bukankah
luas Indonesia seluas Eropa ?

Pejabat dan pengusaha perusahaan angkutan udara mungkin perlu belajar 
dari apa yang pernah terjadi di dunia telekomunikasi.  Di dunia 
telco, dulu orang hanya ingin beroperasi di kota-kota besar.  Tetapi 
karena ternyata persaingan di kota besar sangat ketat dan untungnya 
semakin tipis, mereka dipaksa untuk melebar ke pinggiran.  Dan selalu 
ada operator lokal yang lebih fokus (dan bisa lebih efisien).  Pola 
ini berlangsung terus, sampai akhirnya bahkan mencapai daerah-daerah terpencil.

Di Inggris ada perusahaan penerbangan yang cuma punya route Cambridge-Oxford.
Dan perusahaan itu tetap bisa berkembang.




Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI

2009-10-15 Terurut Topik Gianto Setiadi
Ya pak, semua system harus mendapatkan support yang penuh dari top management. 
System yang bagus diatas kertas belum tentu bagus dalam implementasi, 
dibutuhkan full support dari atas dan acceptance dari bawah.
Dalam implementasi system diperlukan change behavior, dan seluruh member dari 
organisasi tersebut harus mau berubah karena kalau kita tetap menggunakan 
behavior yang lama untuk menjalankan suatu system modern seperti SAP maka 
implementasinya akan sulit. 

BR,

Gianto
 
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: winarto sugondo sugondo.wina...@gmail.com
Date: Thu, 15 Oct 2009 23:19:44 
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI

Kira-kira berapa persen kesuksesan ERP Pak? SIA itu apa sih Pak? kalau
menurut saya, kalau ngga ada supporting yang sangat keras dari Direksi, SIA
hanya akan sia-sia. Dan kultur di kita adalah selalu menolak perubahan
karena merasa diri sendiri adalah yang terbaik.

Hanya pendapat sih.

Salam,


Winarto Sugondo

2009/10/14 herisetiono004 herisetiono...@yahoo.com.sg





 --- In 
 AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com,
 Wing Wahyu Winarno masw...@... wrote:
 
  Itupun saya masih melihat banyak kekurangan.  Kalau SIA diterapkan
 dengan baik, mestinya customer bisa membayar dengan  mudah, misalnya
 melalui Internet/SMS banking (itu contoh bagus). Tapi masih  banyak PT/Univ
 yg memaksa mhs-nya membayar SPP dengan sekali bayar. Mengapa tagihan
 Rp1juta harus dibayar Rp1juta? Mengapa tidak boleh dibayar
 Rp200rb+300rb+Rp400rb+100rb? Mengapa tagihan listrik Rp517rb harus saya 
 bayar pas segitu (ada spanduknya: bayarlah dgn uang pas)? Bukankah saya 
 bayar Rp550rb boleh saja tanpa perlu dikembalikan sekarang, tapi utk 
 perhitungan bulan depan? Saya sdh mengalami hal ini ketika hidup di AS thn
 1990-an :-)

 Setahu saya implementasi Sistem Informasi di Perguruan Tinggi terus
 berkembang dengan baik Pak. Mungkin masih perlu waktu ya Pak karena kan
 tergantung modal dan perubahan sistem yang berbeda beda tiap universitasnya.
 Saya masih ingat dahulu untuk kuliah S2 di akhir pekan saya harus berjuang
 ke pusat kota di Jakarta untuk kuliah, istri saya tahun lalu kuliahnya cukup
 dengan sistem online sudah bisa berinteraksi dengan dosen dan teman teman
 kuliahnya dan cukup sebulan sekali ke pusat kota.

  Demikian juga pembayaran pajak kendaraan, mengapa tidak dapat dilakukan
 dari  daerah lain? (Katanya sudah ada Persatuan Indonesia yg Pancasilanya
 kita  diskusikan bbrp hari yll?) Mengapa pelaporan pajak tidak dapat
 dilakukan  melalui Internet, sehingga WP harus berdesak2an antri berjam2
 tanpa tahu  selesai kapan? Dst...dst... meskipun ada bbrp contoh yang
 bagus, tapi saya  masih melihat kita jauh tertinggal dari harapan kita
 sendiri.

 --
 Itulah Pak, masalahnya Pancasila dan NKRI dihabiskan energinya untuk
 membahas masalah Ahmadiyah, Pluralisme,UU Pornografi, dan sebagainya yang
 akhirnya malah berpotensi bentrok lagi, ribut lagi, habislah energi kita.
 Padahal kita hidup di abad 21 yang sudah waktunya berfikir bagaimana negeri
 ini bisa jadi negeri maju yang pemerintahannya berjalan lebih efisien dengan
 penerapan sistem informasi. Malulah, masak masuk negara anggota G 20 bikin
 KTP saja masih jauh dibanding sama Singapura yang bisa dibikin di mana saja
 pakai komputer dan sudah terintegrasi. Tak heran Nurdin M Top bisa kawin di
 sana sini sambil terus ngebom. Bikin KTP saja mudah soalnya datanya tidak
 terdeteksi dan terintegrasi.

 
  Siapa yg bertanggungjawab terhadap? Saya menyalahkan dunia aya sendiri 
 saja: Perguruan Tinggi, karena mereka seharusnya bisa memberi gambaran 
 betapa hebatnya dan betapa besar pengaruh SIA terhadap operasional 
 perusahaan. Untuk menjalankan ide saya di atas, tidak perlu sistem yang
 canggih2 amat kayaknya kan?

 --- Tidak perlu Pak. Repotnya budaya nggak mau sedikit susah dan takut
 berubah masih kuat di sini. Beberapa waktu lalu saya mengunjungi teman saya
 yang mempunyai perusahaan. Dengan bangganya dia memperlihatkan bahwa hampir
 semua komputer di perusahannya menggunakan Linux dan Open Office yang
 gratis, tis, tis, ts..
 Saya coba memakainya ternyata mudah sekali. Sayangnya untuk pelaporan
 Sistem Informasi Akutansi saya belum ketemu yang berbasis Linux. Saya rasa
 ini masukan buat Perguruan Tinggi, daripada sekedar usernya SAP cobalah
 dikembangkan kurikulum sehingga alumninya bisa buat Sistem Informasi
 Akutansi berbasis Linux yang harganya jauh lebih murah.

  



[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]





=
Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com 
-
Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
-
Arsip Milis AKI 

Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI

2009-10-15 Terurut Topik herisetiono004


--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Jemitra Tjahjono jemi...@... 
wrote:

 Mas wing/mas heri info dong bukunya. BTW mungkin versi pdfnya sudah ada, jadi 
 tinggal download.

--- Salah satu buku yang bisa jadi acuan Accounting, Information Technology, 
and Business Solutions karangan Anita S. Hollander, Eric L. Denna, J. Owen 
Cherrington. Versi pdfnya saya belum tahu ya. 



 Omong-omong tentang  sistem informasi akuntansi. saya melihat pada saat 
 akuntan masuk kedalam area sistem informasi, sebenarnya diperlukan juga 
 pengetahuan lainnya, minimal orang tersebut memiliki kemampuan untuk 
 berkomunikasi dan mau berpikir out of the box. Mungkin ini juga masalah 
 sistem pendidikan diindonesia, terutama dalam menentukan SKS. 

-- Bagusnya di dalam buku itu berisi pentingnya merubah paradigma dalam bidang 
akunting sesuai perkembangan terbaru. Saya kurang tahu apakah hal ini juga 
sudah berpengaruh dalam pendidikan bidang akunting di Indonesia

 Ada orang-orang dari akuntan, yang sedikit-sedikit minta dibuatkan sistem / 
 program / aplikasi tetapi tidak mampu menerjemahkan apa yang diharapkan dari 
 otomasi tersebut, dan programer yang diminta untuk membuat aplikasi tidak 
 mengerti tentang kaidah akuntansi. Pernah ada suatu kejadian, programer 
 membuat suatu aplikasi untuk otomasi pelaporan neraca untuk dikirim ke pihak 
 eksternal, sehingga data dari core sistem harus di download dan digrouping 
 lagi untuk memenuhi kriteria dari pelaporan neraca eksternal tersebut. 
 Akuntannya nggak tahu kalau sistem tersebut ternyata melakukan pengklopan 
 total aktiva dan pasiva, jadi kalau terjadi selisih aktiva dan pasiva, maka 
 selisih itu langsung dibuang secara otomatis ke pos lain-lain sehingga total 
 aktiva dan pasiva = balance. 
 adalagi karyawan dengan background akuntan dan sudah bertahun-tahun di bidang 
 pelaporan, yang ngomel-ngomel dan bilang ini ada selisih  tapi tidak bisa 
 menganalisis kenapa selisih dan menjelaskan selisihnya itu antara apa dan 
 apa. Karyawan tersebut menganggap selisih ini terjadi karena kesalahan 
 sistem, karena ada dua laporan yang menggambarkan total akhir yang tidak 
 sama. Padahal neraca tidak selisih, dan itu hanya terjadi karena karyawan 
 tersebut tidak mengerti mapping antara GL dan rincian. 
 Bahkan masih ada internal auditor dengan background akuntansi yang tidak bisa 
 membuat suatu model program kerja audit dan menentukan sampling dengan 
 menggunakan suatu database IT.

--- Itulah pentingnya perombakan dalam bidang pengajaran akutansi sekarang

 
 Sementara banyak programer yang iseng belajar akuntansi dasar 1, atau 
 background ekonomi (non akuntansi) yang iseng belajar program akhirnya dia 
 bisa menerjemahkan suatu proses pembukuan manual, menjadi sistem IT Based.

 Program akutansi Zhahir yang sekarang sudah berkembang pesat sekarang  
setahu saya awalnya didevelop alumni jurusan Fisika ITB :-)


















 
 Tapi saya pikir hal-hal seperti ini terjadi karena keterbatasan siswa 
 terhadap akses teknologi, misal nggak punya komputer, dan saya perhatikan, 
 hal ini dialami oleh mereka yang gap-tek dan umumnya lahir sebelum 70-an 
 (maap lho, tidak semua yang lahir sebelum 70-an gaptek).

 Ya segini dulu sharingnya mas wing, semoga bermanfaat. 
 
  Jemitra
 
 
 
 Yahoo! Groups
 Do More For Dogs Group
 Join a group of dog owners
 who do more.
 New web site?
 Drive traffic now.
 Get your business
 on Yahoo! search.
 Weight Loss Group
 on Yahoo! Groups
 Get support and
 make friends online.
 . 
 

 
 
   
 
 [Non-text portions of this message have been removed]





Re: [Keuangan] Sistem Informasi Akuntansi : Penerapan di NKRI

2009-10-15 Terurut Topik herisetiono004


--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, winarto sugondo 
sugondo.wina...@... wrote:

 Kira-kira berapa persen kesuksesan ERP Pak? SIA itu apa sih Pak? kalau
 menurut saya, kalau ngga ada supporting yang sangat keras dari Direksi, SIA
 hanya akan sia-sia. Dan kultur di kita adalah selalu menolak perubahan
 karena merasa diri sendiri adalah yang terbaik.
 
 Hanya pendapat sih.
 
 Salam,
   
 
--- SIA = Sistem Informasi Akutansi

Tidak semua perusahaan yang mengimplementasikan ERP bisa berhasil bahkan 
meskipun mempergunakan sofware ERP yang terkenal. Sayang belum ada penelitian 
di Indonesia. Malah saya pernah melihat salah satu vendor yang mengklaim sukses 
mengimplementasikan SIA di sebuah majalah padahal sebenarnya gagal karena 
software tersebut kemudian diganti oleh software yang lain karena banyak 
masalah dalam implementasinya :-)



Re: Bls: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-15 Terurut Topik lubeckym
Setuju bang poltak. Yang penting prioritasnya adalah konsumen/masyarakat. 

ini nih contohnya BUMN pada nunggak pajak. Kalo swasta yg nunggak pajak, org 
pajak akan kirim surat ke bank [cc  BI] agar diblokir rekening ybs di bank2x 
untuk disita,
tp klo BUMN nggak tahu deh gimana perlakuannya.

[bisnis udah monopoli, tdk efisien, pake dana apbn utk bailout klo rugi, 
dijarah sm politisi, trus nunggak pajak lg. Yg aneh, bisnis bumn masih tetap 
dipertahankan dng alasan strategis, nasionalisme, utk kepentingan org banyak, 
dll. wah memang mantaplah BUMN ini] 

:-)

peace,
lubeck 

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/15/04353925/tunggakan.pajak.bumn.capai...rp.7.triliun

Jakarta, Kompas - Dalam sepuluh tahun terakhir ini, tunggakan pajak dari badan 
usaha milik negara atau BUMN mencapai Rp 7 triliun.

Selama ini tidak ada yang mengungkapkan adanya tunggakan pajak BUMN sehingga 
aparat kami di lapangan dan KPP (Kantor Pelayanan Pajak) menjadi gerah, ujar 
Dirjen Pajak Mohammad Tjiptardjo di Jakarta, Rabu (14/10), seusai menghadiri 
Rapat Pimpinan di lingkungan Departemen Keuangan dan Kantor Menko Perekonomian.

Menurut Tjiptardjo, total tunggakan pajak yang dikelola KPP Wajib Pajak Besar 
Badan kini sudah Rp 19 triliun. Namun, di antaranya ada tunggakan senilai Rp 7 
triliun yang masih tertahan di BUMN.

Saat ini, sebagian BUMN sudah mulai membayar tunggakan pajaknya sehingga kami 
harap jumlahnya akan semakin menurun, ujarnya.

Salah satu BUMN yang sudah mulai membayar tunggakan adalah PT Kereta Api, yakni 
senilai Rp 136 miliar. Nilai pembayaran itu belum menutup seluruh tunggakan 
pajak PT Kereta Api yang mencapai Rp 230 miliar.

Posisi tunggakan memang turun naik. Yang dulu ditagih, sekarang sudah dibayar. 
Seperti PT Kereta Api, itu yang kami inginkan. Dengan demikian, sudah ada 
tindakan dari teman-teman di lapangan,� ujar Tjiptardjo.

BUMN sebaiknya segera melunasi tunggakan pajaknya. Sebab, setiap tunggakan 
pajak akan dibebani bunga.

Tunggakannya bervariasi, baik tunggakan PPh (Pajak Penghasilan) atau PPN (Pajak 
Pertambahan Nilai). Silakan ajukan keberatan. Di sini tidak ada unsur pidana. 
Andaikan ada hasil pemeriksaan dan ada utangnya, lalu wajib pajak tidak mau 
bayar, memang tidak ada pidana, namun bunga tunggakan terus berjalan, ungkap 
Tjiptardjo.

Sementara itu, Kementerian Negara BUMN membantah adanya tunggakan pajak itu. 
Tunggakan BUMN itu ada, tetapi kami tidak yakin sebesar itu (Rp 19 triliun), 
ungkap Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu.

Total aset BUMN naik 165,94 persen, dari Rp 1.191,87 triliun tahun 2004 menjadi 
Rp 1.977,8 triliun pada 2008.

Adapun pendapatan naik 220 persen dari Rp 527 triliun menjadi Rp 1.162 triliun. 
Laba bersih naik menjadi Rp 78,5 triliun dari sebelumnya Rp 36,9 triliun. 
(OIN/Antara)




  - Original Message - 
  From: Poltak Hotradero 
  To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, October 15, 2009 11:48 PM
  Subject: Re: Bls: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN


At 05:16 PM 10/15/2009, you wrote:
  Singapura saya kira berhasil dg BUMN-nya, jg negara2 di Eropa, 
  berbeda dg di AS di mana BUMN tdk berperan (atau malah tdk ada?).

  Singapura terlalu kecil untuk bisa dijadikan contoh spesifik. Dengan 
  penduduk cuma sebanyak warga Jakarta Barat -- maka jelas kompleksitas 
  Singapura adalah sangat rendah dibandingkan dengan ekonomi yang lebih 
  besar semisal Indonesia, China atau India.

  Amerika memang tidak punya BUMN (kecuali jasa pos).

  Eropa kasusnya berbeda-beda. Tetapi rata-rata BUMN di Eropa sudah 
  berstatus perusahaan publik. Ini penting untuk meningkatkan 
  permodalan, sekaligus meningkatkan transparansi. Kedua aspek ini 
  menjadi sangat penting dalam kompetisi terbuka.

  Jadi intinya adalah tidak mengharamkan BUMN, tetapi juga tidak memanjakannya.
  Kalau ada satu pihak yang perlu diprioritaskan kepentingannya -- maka 
  pihak itu adalah konsumen dan masyarakat (baik sebagai pembayar pajak 
  maupun sebagai penerima manfaat pajak).

  Mereka lah yang utama. Bukan BUMN.

  Bang Poltak mungkin bisa berikan pemetaannya agar kita bisa belajar 
  dari mereka, apa sih yg membedakan ini semua?
  
  salam



  


  __ Information from ESET Smart Security, version of virus signature 
database 4509 (20091015) __

  The message was checked by ESET Smart Security.

  http://www.eset.com


[Non-text portions of this message have been removed]



[Keuangan] Rate USD?

2009-10-15 Terurut Topik mamik sumarminingsih


Dear rekan-rekan
 
Belakangan ini rupiah menguat, kira2 untuk bulan ini akan terus menguat apa 
masih ada kemungkinan melemah ya?
 
Regards,
Mamik


  

[Non-text portions of this message have been removed]