Re: [GELORA45] Cak Nun yang begitu terhormat...

2019-05-09 Terurut Topik kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
Kok dulu pernah ke istana :
*Muhammad Ainun Nadjib* atau biasa dikenal *Emha Ainun Nadjib* atau *Cak
Nun* (lahir di Jombang , Jawa
Timur , 27 Mei
 1953
; umur 65 tahun) adalah seorang tokoh
 intelektual
 berkebangsaan Indonesia
 yang mengusung napas Islami.
Menjelang
kejatuhan pemerintahan Soeharto ,
Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka
 untuk dimintakan nasihatnya
yang kemudian kalimatnya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden
ora patheken". Emha juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan
pemikir yang menularkan gagasannya melalui buku-buku yang ditulisnya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Emha_Ainun_Nadjib


Pada tanggal Jum, 10 Mei 2019 pukul 05.58 Al Faqir Ilmi
alfaqiri...@yahoo.com [GELORA45]  menulis:

>
>
> Cak Nun yang begitu terhormat...
>
> Kalaulah memang istana itu teramat hina nya untuk kau datangi, oh alangkah
> bahagianya rakyat jelata seperti saya ini, Cak...
>
> Betapa tidak, 32 tahun dibawah pemerintahan seorang diktator yang pernah
> saya anggap Tuhan Yang Maha Kuasa karena bisa melakukan apa saja, Gus Dur
> tiba-tiba membuat bangsa ini terhenyak! Karena sekonyong-konyong ketika
> Kyai buta itu menjabat penguasa negeri, ia melakukan sesuatu yang teramat
> tak pernah dibayangkan oleh generasi saya, generasi kelahiran 70an,
> generasi yang menghabiskan pendidikan dasar dan menengah di jaman dimana
> jangankan masuk istana, masuk pendopo kediaman Gubernur saja kami tak
> berani mimpi kearah sana!
>
> Gus Dur membuat "wong kere" seperti saya merasa seperti tak percaya pernah
> ke istana negara dengan cuma bermodal KTP dan secarik surat ingin ketemu
> presiden yang ternyata juga manusia itu! Tanpa Litsus, Screening,
> Sertifikat Lulus P4 apalagi rekomendasi Danrem, Pangdam hingga Panglima
> ABRI !!!
>
> Istana di jaman saya remaja, tak kurang suci dan sakral nya dibanding
> Sidratul Muntaha! Surga di langit ketujuh!
>
> Jangan kata bertemu Presiden saat itu, bertemu Bupati saja itu sulitnya
> bukan main! Orang kebanyakan alias rakyat jelata seperti saya harus melalui
> beragam proses "Fit & Proper" yang mengukur semua variable penentu layak
> tidaknya kami bertemu sang pejabat! Dan dari rangkaian proses pra-ketemu
> pejabat itu, yang paling angker adalah proses Screening untuk menentukan
> seseorang bebas dari unsur "keturunan PKI" !!! Saya yakin Cak Nun paham
> betul sehina dan senista apa jelata di jaman itu!
>
> Saya mengenal 3 orang Indonesia saja yang pernah mempertontonkan pada
> khalayak tentang substansi Demokrasi yang salah satu poin dasarnya adalah
> kesetaraan. Pertama Gus Dur dengan 'tingkah aneh' nya yang membuka istana
> bagi siapa saja yang ingin mengunjunginya!
>
> Jokowi adalah yang kedua, ia memulainya dari kebiasaan menyapu dan
> merapikan sendiri ruang kerjanya di Kantor Walikota Solo, tak henti sampai
> disitu, hingga kinipun sikap Jokowi tak lebih merendah dari seorang pelayan
> rakyat di negeri berisi banyak orang yang masih menganggap pejabat
> pemerintah itu adalah raja, bukan pelayan! Jokowi 'memperkenalkan' kembali
> apa yang dimaksud oleh Syech Siti Jenar sebagai "Manunggaling Kawulo Gusti"
> dengan blusukan-blusukan nya, ia malah mencabut sedikit demi sedikit
> pemahaman "Patron-Klien" (Gusti-Kawulo) itu dari benak dan otak kecil
> bangsa yang terlalu lama dijajah ini!
>
> Yang ketiga adalah Ahok, lelaki keturunan Tionghwa itu tak ragu mengakui
> dirinya sebagai anjing pelayan rakyat saat ia menduduki jabatan Bupati
> Belitung Timur maupun Gubernur DKI. Balai Kota Jakarta yang dulunya cuma
> bisa didatangi orang penting itu ia ubah dengan sangat radikal. Ahok
> meluangkan waktu prakerja nya di pagi hari untuk melayani para "bos"
> pemilik asli DKI Jakarta! Rakyat yang mengadukan pelayanan yang mereka
> anggap tak berpihak pada orang kecil.
>
> Jadi kalau alasan Cak Nun mengatakan hina bagi dirinya jika datang ke
> istana rakyat untuk bertemu presiden muka jelata berwajah dagang bakso Solo
> itu karena Jokowi telah sedemikian jauh "menurunkan derajat" istana negara
> yang dulunya hanya boleh didatangi para "Gusti" saja, dan orang-orang
> istimewa saja, maka pahamlah saya siapa Cak Nun.
>
> Apakah Cak Nun menganggap istana itu telah terlalu kotor dan kumuhnya
> akibat terlalu sering didatangi orang pinggiran seperti petani miskin,
> nelayan amis, pemulung gembel dan beragam jenis manusia yang dulunya
> tersundalkan oleh keangkuhan aristokrat penguasa lama negeri ini?
>
> Wallahualam bissawab, hanya Cak Nun dan Allah SWT yang bisa menjawab.
>
> Namun jika benar itu alasan Cak Nun merasa hina datang ke istana maka
> Alhamdulillah dan terimakasih saya 

[GELORA45] Cak Nun yang begitu terhormat...

2019-05-09 Terurut Topik Al Faqir Ilmi alfaqiri...@yahoo.com [GELORA45]
Cak Nun yang begitu terhormat...
Kalaulah memang istana itu teramat hina nya untuk kau datangi, oh alangkah 
bahagianya rakyat jelata seperti saya ini, Cak...
Betapa tidak, 32 tahun dibawah pemerintahan seorang diktator yang pernah saya 
anggap Tuhan Yang Maha Kuasa karena bisa melakukan apa saja, Gus Dur tiba-tiba 
membuat bangsa ini terhenyak! Karena sekonyong-konyong ketika Kyai buta itu 
menjabat penguasa negeri, ia melakukan sesuatu yang teramat tak pernah 
dibayangkan oleh generasi saya, generasi kelahiran 70an, generasi yang 
menghabiskan pendidikan dasar dan menengah di jaman dimana jangankan masuk 
istana, masuk pendopo kediaman Gubernur saja kami tak berani mimpi kearah sana! 
Gus Dur membuat "wong kere" seperti saya merasa seperti tak percaya pernah ke 
istana negara dengan cuma bermodal KTP dan secarik surat ingin ketemu presiden 
yang ternyata juga manusia itu! Tanpa Litsus, Screening, Sertifikat Lulus P4 
apalagi rekomendasi Danrem, Pangdam hingga Panglima ABRI !!!
Istana di jaman saya remaja, tak kurang suci dan sakral nya dibanding Sidratul 
Muntaha! Surga di langit ketujuh!
Jangan kata bertemu Presiden saat itu, bertemu Bupati saja itu sulitnya bukan 
main! Orang kebanyakan alias rakyat jelata seperti saya harus melalui beragam 
proses "Fit & Proper" yang mengukur semua variable penentu layak tidaknya kami 
bertemu sang pejabat! Dan dari rangkaian proses pra-ketemu pejabat itu, yang 
paling angker adalah proses Screening untuk menentukan seseorang bebas dari 
unsur "keturunan PKI" !!! Saya yakin Cak Nun paham betul sehina dan senista apa 
jelata di jaman itu!
Saya mengenal 3 orang Indonesia saja yang pernah mempertontonkan pada khalayak 
tentang substansi Demokrasi yang salah satu poin dasarnya adalah kesetaraan. 
Pertama Gus Dur dengan 'tingkah aneh' nya yang membuka istana bagi siapa saja 
yang ingin mengunjunginya!
Jokowi adalah yang kedua, ia memulainya dari kebiasaan menyapu dan merapikan 
sendiri ruang kerjanya di Kantor Walikota Solo, tak henti sampai disitu, hingga 
kinipun sikap Jokowi tak lebih merendah dari seorang pelayan rakyat di negeri 
berisi banyak orang yang masih menganggap pejabat pemerintah itu adalah raja, 
bukan pelayan! Jokowi 'memperkenalkan' kembali apa yang dimaksud oleh Syech 
Siti Jenar sebagai "Manunggaling Kawulo Gusti" dengan blusukan-blusukan nya, ia 
malah mencabut sedikit demi sedikit pemahaman "Patron-Klien" (Gusti-Kawulo) itu 
dari benak dan otak kecil bangsa yang terlalu lama dijajah ini!
Yang ketiga adalah Ahok, lelaki keturunan Tionghwa itu tak ragu mengakui 
dirinya sebagai anjing pelayan rakyat saat ia menduduki jabatan Bupati Belitung 
Timur maupun Gubernur DKI. Balai Kota Jakarta yang dulunya cuma bisa didatangi 
orang penting itu ia ubah dengan sangat radikal. Ahok meluangkan waktu prakerja 
nya di pagi hari untuk melayani para "bos" pemilik asli DKI Jakarta! Rakyat 
yang mengadukan pelayanan yang mereka anggap tak berpihak pada orang kecil. 
Jadi kalau alasan Cak Nun mengatakan hina bagi dirinya jika datang ke istana 
rakyat untuk bertemu presiden muka jelata berwajah dagang bakso Solo itu karena 
Jokowi telah sedemikian jauh "menurunkan derajat" istana negara yang dulunya 
hanya boleh didatangi para "Gusti" saja, dan orang-orang istimewa saja, maka 
pahamlah saya siapa Cak Nun.
Apakah Cak Nun menganggap istana itu telah terlalu kotor dan kumuhnya akibat 
terlalu sering didatangi orang pinggiran seperti petani miskin, nelayan amis, 
pemulung gembel dan beragam jenis manusia yang dulunya tersundalkan oleh 
keangkuhan aristokrat penguasa lama negeri ini?
Wallahualam bissawab, hanya Cak Nun dan Allah SWT yang bisa menjawab.
Namun jika benar itu alasan Cak Nun merasa hina datang ke istana maka 
Alhamdulillah dan terimakasih saya pada pak Jokowi, karena si muka dagang bakso 
Solo itu telah sekali lagi menguatkan keyakinan mereka yang dulu pernah merasa 
jadi "anak sundel" di negeri ini bahwa istana yang dulu angker itu memang telah 
kembali menjadi hak jelata seperti kita!
Mataram, 0905 2019Lalu Agus F Wirawan

Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone