Betul smelter marowali ini krn banyak orang cinanya, jadi Bahasa cina jadi
dominan. Karyawan Indonesia yg sdh diterima kerja disana senang sekali belajar
bhs mandarin. Ada video yg saya lihat karyawan cewek berjilbab ngomong
mandarin. Mereka2 ini harus dgn tekun belajar mandarin krn mereka tahu
nanti2nya orang2 cina ini akan balik kenegaranya. Jadi harus cepat2 siap2
menerima transfer teknologi ini krn mereka2 inilah yg akan melanjutkan
pekerjaan ngurus smelter itu.
Ini keputusan bisnis, ya hrs dijalanin dgn konskwen sesuai hukum. Kalau dibawa2
keideologi apalagi agama jadi repot. Makanya kita harus tahu apa yg terjadi
dulu sblm ambil kesimpulan. Kalo sdh tahu permasalahannya barulah beropini. Kan
begini lebih baik drpd marah2 dulu bilang orang cina invasi buruh Indonesia
dll. Lebih parah lagi diteriak2an oleh anti Jokowi, orang2 cina ini
dibanding2kan dgn covid 19 lagi. Para jadinya. Orang2 anti Jokowi ini
mah jelas gak pusing sama substansi permasalahannya krn mereka2 ini main
politik. Tetapi kan sayang kita di milis ini kalau ikut2an begitu.
Nesare
From: GELORA45@yahoogroups.com
Sent: Thursday, May 21, 2020 6:21 AM
To: Gelora45 ; A Awind
Subject: Re: [GELORA45] Luhut soal TKA China : Jumlah Mereka di Konawe Kurang
Lebih 8 Persen dari Pekerja
Ngajari orang yang tidak punya latar belakang pendidikan teknik
butuh waktu lama. Hanya satu mesin mixer besar saja untuk mencampur
powder untuk potato chips perlu waktu seminggu sampai semuanya bisa
mengerjakan sendiri.
Kalau untuk bagian yang lebih complicated seperti proses hidrolisa dengan
air keras, tekanan dan temperatur tinggi, netralisasi dan filtrasi bisa butuh
waktu sebulan. Kalau dari STM bisa dalam 3 minggu, bisa kerja sendiri.
Di bagian sproeidroger bisa dalam sebulan, tetapi kalau ada probleem dia
tidak bisa mengatasi. Mesti minta tolong kepala regu. Kalau kepala regu
tidak bisa, yang atasi trouble shooter yang paling sedikit lulusan akademi
teknik, yang tahu teknik kimia, fisika dan automatisering dan berpengalaman..
Kalau di bagian fine chemicals untuk bisa bergantian menjalankan berbagai
proses kimia bisa makan waktu satu tahun, baru bisa kerja benar. Kalau
dari STM bisa dalam 9 bulan.
Wah, kalau di Morowali petunjuk kerjanya belum diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia, lebih sulit belajarnya? Mungkin perlu penterjemah yang
juga mau beberapa bulan jadi operator supaya terjemahannya benar?
Bagus juga menteri perindusrian keluari uang untuk buka sekolah politeknik,
di Morowali yang beberapa hari sekolah, dan sehari kerja di pabrik. Semestinya
urusan sekolahan itu urusannya Kementerian Pendidikan.Tidak tahu
apa docent2nya diharuskan kerja 1 - 2 bulan di masa liburan untuk dapat
mengajar dengan pengalaman praktek.
Dulu kepala lab Unit Processes di ITB mengajarkan pelajaran Unit Process
tidak hanya dari buku, tetapi betul2 dari hasil praktikum laboratorium. Dia
sendiri di masa liburan cari pengalaman kerja di berbagai pabrik. Jadi
ngajarnya bukan hanya menterjemahkan isi buku terbitan Amerika atau Inggris..
Sayangnya hanya ada satu orang yang begitu. Ada satu docent dan kepala
lab Kimia Industri yang menjelaskan proyek2 apa yang akan dibangun negara,
karena dia duduk di Badan Perancang Negara. Satu lagi yang bagus kuliahnya,
karena dia juga kepala Perusahaan Air Minum.
Op do 21 mei 2020 om 10:58 schreef A Awind estiaw...@gmail.com
<mailto:estiaw...@gmail.com> [GELORA45] mailto:GELORA45@yahoogroups.com> >:
whatsapp://send?text=Luhut soal TKA China: Jumlah Mereka di Konawe Kurang Lebih
8 Persen dari Pekerja
https://money.kompas.com/read/2020/05/20/230100426/luhut-soal-tka-china--jumlah-mereka-di-konawe-kurang-lebih-8-persen-dari?utm_source=Whatsapp
<https://money.kompas.com/read/2020/05/20/230100426/luhut-soal-tka-china--jumlah-mereka-di-konawe-kurang-lebih-8-persen-dari?utm_source=Whatsapp_medium=Refferal_campaign=Sticky_Mobile>
_medium=Refferal_campaign=Sticky_Mobile :