“Baru-baru ini, mantan Presiden Maladewa Nasheed membuat banyak komentar salah
di media India. Dia mengarahkan jari pada kerja sama praktis antara China dan
Maladewa dan menuduh bahwa China terlibat dalam apa yang disebut perebutan
tanah di pulau-pulau Maladewa, yang merongrong keamanan Wilayah Samudra
Hindia,” kata juru bicara Kedutaan Besar China di India, Ji Rong, dalam sebuah
pernyataan.
From: Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
Sent: Friday, February 23, 2018 8:28 AM
China Bantah akan Ambil Alih Maladewa karena Tak Bayar Utang
China Bantah akan Ambil Alih Maladewa karena Tak Bayar Utang
Beijing sebut tuduhan dari mantan presiden Maladewa Mohamed
Nasheed berkepentingan politik terkait krisis...
Muhaimin
Sabtu, 17 Februari 2018 - 16:35 WIB
Presiden China Xi Jinping saat bertemu Presiden Maladewa Abdulla Yameen.
Foto/REUTERS
NEW DELHI - Pemerintah China membantah tuduhan bahwa Beijing akan mengambil
alih wilayah Maladewa karena negara itu tidak bisa membayar utang. Tuduhan itu
dilontarkan mantan presiden Maladewa, Mohamed Nasheed.
Tuduhan ini muncul di tengah krisis politik di negara kepulauan di Samudra
Hindia. Nasheed yang berada di pengasingan mengisyaratkan diri meminta bantuan
India untuk membantu memecahkan krisis di negaranya.
“Baru-baru ini, mantan Presiden Maladewa Nasheed membuat banyak komentar salah
di media India. Dia mengarahkan jari pada kerja sama praktis antara China dan
Maladewa dan menuduh bahwa China terlibat dalam apa yang disebut perebutan
tanah di pulau-pulau Maladewa, yang merongrong keamanan Wilayah Samudra
Hindia,” kata juru bicara Kedutaan Besar China di India, Ji Rong, dalam sebuah
pernyataan.
”Tuduhan ini tampaknya tidak berdasar tanpa memperhatikan fakta,” lanjut Ji
Rong, seperti dikutip NDTV.
Baca: Nasheed: Tak Bisa Bayar Utang, Maladewa Terancam Diambil Alih China
Seperti diberitakan sebelumnya, Nasheed dalam wawancara dengan media Asia
lainnya mengatakan bahwa utang besar-besaran kepada China membuat negaranya
terancam diserahkan kepada Beijing pada awal tahun 2019. Dia memperingatkan
bahwa pemilihan presiden yang cacat pada tahun ini akan mengarah pada
pengambilalihan China terhadap Maladewa.
”Kami tidak dapat membayar utang sebesar USD1,5 sampai USD2 miliar ke China,”
kata Nasheed kepada Nikkei Asian Review dalam sebuah wawancara di Sri Lanka.
Dia berargumen bahwa negara di Samudra Hindia yang dikenal sebagai tempat
tujuan wisata itu berpenghasilan kurang dari USD100 juta sebulan. Angka yang
dia maksud itu adalah pendapatan pemerintah.
Nasheed, yang menjabat dari tahun 2008 sampai 2012, melarikan diri ke Inggris
pada tahun 2016 karena hendak ditangkap dan dihukum di bawah undang-undang
anti-terorisme. Dia dituduh telah memerintahkan penangkapan seorang hakim. Dia
sekarang membagi waktunya di pengasingan antara Inggris dan Sri Lanka.
Menurut Nasheed, pada Januari lalu Maladewa memiliki kewajiban menyumbang ke
China hampir 80 persen dari total hutang luar negerinya.
Sebagian besar utang masuk ke infrastruktur, termasuk jalan, jembatan dan
bandara. “Tapi ini adalah proyek kesombongan,” kritik Nasheed.”Jalan tidak ke
mana-mana, bandara yang (akan mangkrak) kosong,” ujarnya.
Sementara itu, lanjut Nasheed, utang Maladewa dibebani bunga tinggi.
Menurutnya, Maladewa harus mulai melakukan pembayaran atas utangnya pada tahun
2019 atau 2020.
“Jika Maladewa jatuh, China akan ‘menuntut keadilan’ dari pemilik berbagai
pulau dan operator infrastruktur, dan Beijing kemudian akan bebas memegang
tanah itu,” katanya.
Ji Rong, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir,
atas dasar saling menghormati, kesetaraan dan keuntungan bersama, China dan
Maladewa telah bekerja sama dalam proyek infrastruktur dan penghidupan.”Dan
langkah-langkah ini telah disambut secara luas oleh orang-orang Maladewa,”
ujarnya.
”Sebenarnya, ketika Nasheed menjabat Presiden, China dan Maladewa telah
meluncurkan proyek kerja sama yang relevan. Tuduhan yang disengketakan oleh
Nasheed tampaknya dimaksudkan untuk melayani tujuan politik tertentu,” imbuh
pernyataan Ri Jong.