RE: [GELORA45] Mengapa perlu Ahok memimpin Pertamina

2019-11-18 Terurut Topik 'nesare' nesa...@yahoo.com [GELORA45]
Gak usah bawa2 tuhan. Itu maunya manusia. Itu maunya Jokowi jelas sekali. 
Jokowi temen baeknya ahok. Mereka mulai barengan. Mereka tahu isi hati masing2. 
Ini saja dasarnya. Ada kepercayaan disini.

 

Jokowi sudah tahu parah sekali korupsi di BUMN2 itu.

Jokowi mau mulai dari pertamina yg paling gede dampaknya. Juga duitnya paling 
banyak. Setelah itu ya listrik, Telkom baru yg laen2nya.

 

Gebrakan2 yg sdh dilakukan department BUMN sejak tanri abeng sampai sekarang 
rini itu sdh gak mempan. Gak ada teori bisnis yg bisa menangani korupsi yg 
seambaradul seperti BUMN di RI ini. 

 

Teori bisnis hanya bisa ngurus soal bisnisnya. Holding company, divestiture, 
turn around, merger dlsbg itu semua teori bisnis yg sdh dilakukan. Setelah 
teori2 bisnis dilakukan yg korupsi mah jalan terus. Hanya yg pindah itu 
mafianya saja. Teori bisnis gak bisa ngurus campur tangan kekuasaan politik, 
korupsi, hukum, pemalakan, bancakan dll. GAK BISA!

 

Soal2 ini (diluar masalah2 bisnis) harus ditangani secara keras dan didukung 
dgn political will. Keseriusan ini yg diperlukan. Jokowi lah sekarang ini 
harapannya. Nanti2nya ya harus ketemu presiden seperti Jokowi lagilah tapi mana 
kita tahu caliber Jokowi ini bakalan ada lagi.

 

Jadi sekali lagi jangan bawa2 tuhan. Ahok ditunjuk Jokowi utk ngberesin korupsi 
di BUMN. Ini bukan pertamina saja. Kalau memang ahok berhasil di pertamina, 
bakalan diberesin BUMN2 lainnya.

 

Oh ya bakalan tambah banyak musuhnya ahok dan Jokowi ini

 

Harus diingat masalah korupsi di BUMN2 ini bukan masalah bisnis, melainkan 
masalah nasional yg mencakup segala aspek kehidupan: politik, social, agama, 
ras, ekonomi, criminal, hukum dlsbg

 

Nesare

 

 

From: GELORA45@yahoogroups.com  
Sent: Monday, November 18, 2019 4:16 AM
To: Gelora 45 ; kh djie 
Cc: Al Faqir Ilmi 
Subject: Re: [GELORA45] Mengapa perlu Ahok memimpin Pertamina

 

  

 

Kalau Ahok wakil Tuhan, karena imannya kuat,  maka tentu saja para  koruptor 
takut pada Ahok.

 

On Mon, Nov 18, 2019 at 8:13 AM kh djie dji...@gmail.com 
<mailto:dji...@gmail.com>  [GELORA45] mailto:GELORA45@yahoogroups.com> > wrote:

  

Di milis lain ditulis :

Korptor itu tidak takut Tuhan,

tetapi takut A Hok

 

Pada tanggal Sen, 18 Nov 2019 pukul 07.51 Al Faqir Ilmi alfaqiri...@yahoo.com 
<mailto:alfaqiri...@yahoo.com>  [GELORA45] mailto:GELORA45@yahoogroups.com> > menulis:

  

Mengapa perlu Ahok memimpin Pertamina.

 

Tadinya sistem pengelolaan Migas di Indonesia menerapkan skema bagi hasil atau 
Production Sharing Cost (PSC) cost recovery.  Namun sekarang sudah diganti 
dengan skema Gross Split. Apa bedanya dengan Cost recovery ? Kalau 
dianalogikan, Skeman PSC cost recovery seperti pemilik lahan sawah dan orang 
lain sebagai penggarap. Dalam hal ini, Pemilik lahan sawah adalah pemerintah, 
sementara penggarap yang diminta menggarap lahan milik pemerintah adalah 
perusahaan migas atau kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Sewaktu penggarap 
menggarap sawah yang diperintahkan pemilik, didapati hasil kotornya adalah 10 
karung. 

 

Nah, jika menggunakan skema PSC cost recovery, semua biaya operasi beli bibit, 
perawatan, usir burung, hitung habis biayanya lima karung, dan sisanya tinggal 
lima karung. Dari lima karung yang tersisa itu, jika PSC cost recovery ada 
perjanjian antara pemilik dengan pekerjanya itu 85 persen dari 5 karung milik 
pemilik sawah, maka KKKS mendapati 15 persen dari 5 karung dari pemilik lahan. 
Namun faktanya, berpotensi mudah dikorup. Karena bisa saja ada permainan antara 
Pejabat SKK Migas dengan KKKS ( kontraktor kontrak kerja sama). Kongkalikong 
soal cost production bisa saja terjadi, agar semakin kecil bagian pemerintah.

 

Oleh karenannya, pemerintah akhirnya memutuskan mengubah skema PSC menjadi 
gross split. Di mana, pembagian migas, 57 persen untuk negara dan 43 persen 
untuk kontraktor, sementara pembagian untuk gas bumi 52 persen ke negara, 48 
persen untuk kontraktor. Jadi kalau hasil 10 karung, mau si pekerja sawahnya 
(KKKS) pakai pupuk apa, bibit seperti apa, pokoknya dari 10 karung hasilnya, ya 
5 karung negara, 5 lagi kontraktor dengan catatan semua cost ditanggung 
sendiri. Mau cost 8 karung pokoknya 5 karung negara, mau cost-nya lebih rendah 
tiga karung misalnya, tetap negara 5 karung.

 

Dengan skema gross split ini memungkinkan pemerintah menunjuk Pertamina sebagai 
wakil pemegang saham pada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang dapat 
konsesi blok MIGAS. Tidak seperti sebelumnya Pertamina lebih banyak sebagai 
penonton dan harus bersaing dengan KKKS mendapatkan konsesi blok Migas.. 
Karenanya diperlukan Dirut Pertamina seperti Ahok, yang jujur dan amanah untuk 
memastikan tidak tunduk dengan konspirasi antara KKKS dan elite politik yang 
bisa saja mengurangi bagian pemerintah.

 

Disamping itu, Ada 22 blok migas yang kontraknya yang sebagian besar bakal 
berakhir tahun 2020. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 
No

Re: [GELORA45] Mengapa perlu Ahok memimpin Pertamina

2019-11-18 Terurut Topik Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
Kalau Ahok wakil Tuhan, karena imannya kuat,  maka tentu saja para
koruptor takut pada Ahok.

On Mon, Nov 18, 2019 at 8:13 AM kh djie dji...@gmail.com [GELORA45] <
GELORA45@yahoogroups.com> wrote:

>
>
> Di milis lain ditulis :
> Korptor itu tidak takut Tuhan,
> tetapi takut A Hok
>
> Pada tanggal Sen, 18 Nov 2019 pukul 07.51 Al Faqir Ilmi
> alfaqiri...@yahoo.com [GELORA45]  menulis:
>
>>
>>
>> *Mengapa perlu Ahok memimpin Pertamina.*
>>
>> Tadinya sistem pengelolaan Migas di Indonesia menerapkan skema bagi hasil
>> atau Production Sharing Cost (PSC) cost recovery.  Namun sekarang sudah
>> diganti dengan skema Gross Split. Apa bedanya dengan Cost recovery ? Kalau
>> dianalogikan, Skeman PSC cost recovery seperti pemilik lahan sawah dan
>> orang lain sebagai penggarap. Dalam hal ini, Pemilik lahan sawah adalah
>> pemerintah, sementara penggarap yang diminta menggarap lahan milik
>> pemerintah adalah perusahaan migas atau kontraktor kontrak kerja sama
>> (KKKS). Sewaktu penggarap menggarap sawah yang diperintahkan pemilik,
>> didapati hasil kotornya adalah 10 karung.
>>
>> Nah, jika menggunakan skema PSC cost recovery, semua biaya operasi beli
>> bibit, perawatan, usir burung, hitung habis biayanya lima karung, dan
>> sisanya tinggal lima karung. Dari lima karung yang tersisa itu, jika PSC
>> cost recovery ada perjanjian antara pemilik dengan pekerjanya itu 85 persen
>> dari 5 karung milik pemilik sawah, maka KKKS mendapati 15 persen dari 5
>> karung dari pemilik lahan. Namun faktanya, berpotensi mudah dikorup. Karena
>> bisa saja ada permainan antara Pejabat SKK Migas dengan KKKS ( kontraktor
>> kontrak kerja sama). Kongkalikong soal cost production bisa saja terjadi,
>> agar semakin kecil bagian pemerintah.
>>
>> Oleh karenannya, pemerintah akhirnya memutuskan mengubah skema PSC
>> menjadi gross split. Di mana, pembagian migas, 57 persen untuk negara dan
>> 43 persen untuk kontraktor, sementara pembagian untuk gas bumi 52 persen ke
>> negara, 48 persen untuk kontraktor. Jadi kalau hasil 10 karung, mau si
>> pekerja sawahnya (KKKS) pakai pupuk apa, bibit seperti apa, pokoknya dari
>> 10 karung hasilnya, ya 5 karung negara, 5 lagi kontraktor dengan catatan
>> semua cost ditanggung sendiri. Mau cost 8 karung pokoknya 5 karung negara,
>> mau cost-nya lebih rendah tiga karung misalnya, tetap negara 5 karung.
>>
>> Dengan skema gross split ini memungkinkan pemerintah menunjuk Pertamina
>> sebagai wakil pemegang saham pada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang
>> dapat konsesi blok MIGAS. Tidak seperti sebelumnya Pertamina lebih banyak
>> sebagai penonton dan harus bersaing dengan KKKS mendapatkan konsesi blok
>> Migas. Karenanya diperlukan Dirut Pertamina seperti Ahok, yang jujur dan
>> amanah untuk memastikan tidak tunduk dengan konspirasi antara KKKS dan
>> elite politik yang bisa saja mengurangi bagian pemerintah.
>>
>> Disamping itu, Ada 22 blok migas yang kontraknya yang sebagian besar
>> bakal berakhir tahun 2020. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
>> (ESDM) Nomor 15/2015 keberpihakan pemerintah kepada Pertamina itu menjadi
>> prioritas untu mengelola Kontrak yang sudah berakhir. Namun dalam peraturan
>> itu tidak secara tegas menyatakan hak prioritas Pertamina untuk mendapatkan
>> blok migas yang kontraknya akan berakhir. Artinya bisa saja dialihkan ke
>> pihak KKKS lainnya. Karenanya Pertamina butuh orang seperti Ahok yang sudah
>> terbukti kinerjanya. Agar hak itu tidak jatuh ke pihak swasta. Misal, Surya
>> Energy ( milik SP) sudah mengajukan proposal untuk mengelola blok migas
>> yang akan berakhir masa kontraknya.
>>
>> Kalau Ahok jadi ditempatkan sebagai Dirut Pertamina, maka itu lebih
>> karena Jokowi percaya kepada Ahok, dan sangat paham tentang Ahok.. Jokowi
>> tentu yakin bahwa Ahok bisa mengawal kepentingan negara di Pertamina dari
>> segala tekanan politik yang ingin menguntungkan oligarki bisnis rente, dan
>> sekaligus melakukan restrukturisasi bisnis agar Pertamina bukan hanya
>>  sebagai produsen dan distributor tetapi juga sebagai trader  oil and gas
>> berkelas dunia.
>>
>>
>> *Erizeli Jely Bandaro*
>>
>>
>> Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone
>> 
>>
>> 
>


Re: [GELORA45] Mengapa perlu Ahok memimpin Pertamina

2019-11-17 Terurut Topik kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
Di milis lain ditulis :
Korptor itu tidak takut Tuhan,
tetapi takut A Hok

Pada tanggal Sen, 18 Nov 2019 pukul 07.51 Al Faqir Ilmi
alfaqiri...@yahoo.com [GELORA45]  menulis:

>
>
> *Mengapa perlu Ahok memimpin Pertamina.*
>
> Tadinya sistem pengelolaan Migas di Indonesia menerapkan skema bagi hasil
> atau Production Sharing Cost (PSC) cost recovery.  Namun sekarang sudah
> diganti dengan skema Gross Split. Apa bedanya dengan Cost recovery ? Kalau
> dianalogikan, Skeman PSC cost recovery seperti pemilik lahan sawah dan
> orang lain sebagai penggarap. Dalam hal ini, Pemilik lahan sawah adalah
> pemerintah, sementara penggarap yang diminta menggarap lahan milik
> pemerintah adalah perusahaan migas atau kontraktor kontrak kerja sama
> (KKKS). Sewaktu penggarap menggarap sawah yang diperintahkan pemilik,
> didapati hasil kotornya adalah 10 karung.
>
> Nah, jika menggunakan skema PSC cost recovery, semua biaya operasi beli
> bibit, perawatan, usir burung, hitung habis biayanya lima karung, dan
> sisanya tinggal lima karung. Dari lima karung yang tersisa itu, jika PSC
> cost recovery ada perjanjian antara pemilik dengan pekerjanya itu 85 persen
> dari 5 karung milik pemilik sawah, maka KKKS mendapati 15 persen dari 5
> karung dari pemilik lahan. Namun faktanya, berpotensi mudah dikorup. Karena
> bisa saja ada permainan antara Pejabat SKK Migas dengan KKKS ( kontraktor
> kontrak kerja sama). Kongkalikong soal cost production bisa saja terjadi,
> agar semakin kecil bagian pemerintah.
>
> Oleh karenannya, pemerintah akhirnya memutuskan mengubah skema PSC menjadi
> gross split. Di mana, pembagian migas, 57 persen untuk negara dan 43 persen
> untuk kontraktor, sementara pembagian untuk gas bumi 52 persen ke negara,
> 48 persen untuk kontraktor. Jadi kalau hasil 10 karung, mau si pekerja
> sawahnya (KKKS) pakai pupuk apa, bibit seperti apa, pokoknya dari 10 karung
> hasilnya, ya 5 karung negara, 5 lagi kontraktor dengan catatan semua cost
> ditanggung sendiri. Mau cost 8 karung pokoknya 5 karung negara, mau
> cost-nya lebih rendah tiga karung misalnya, tetap negara 5 karung.
>
> Dengan skema gross split ini memungkinkan pemerintah menunjuk Pertamina
> sebagai wakil pemegang saham pada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang
> dapat konsesi blok MIGAS. Tidak seperti sebelumnya Pertamina lebih banyak
> sebagai penonton dan harus bersaing dengan KKKS mendapatkan konsesi blok
> Migas. Karenanya diperlukan Dirut Pertamina seperti Ahok, yang jujur dan
> amanah untuk memastikan tidak tunduk dengan konspirasi antara KKKS dan
> elite politik yang bisa saja mengurangi bagian pemerintah.
>
> Disamping itu, Ada 22 blok migas yang kontraknya yang sebagian besar bakal
> berakhir tahun 2020. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
> (ESDM) Nomor 15/2015 keberpihakan pemerintah kepada Pertamina itu menjadi
> prioritas untu mengelola Kontrak yang sudah berakhir. Namun dalam peraturan
> itu tidak secara tegas menyatakan hak prioritas Pertamina untuk mendapatkan
> blok migas yang kontraknya akan berakhir. Artinya bisa saja dialihkan ke
> pihak KKKS lainnya. Karenanya Pertamina butuh orang seperti Ahok yang sudah
> terbukti kinerjanya. Agar hak itu tidak jatuh ke pihak swasta. Misal, Surya
> Energy ( milik SP) sudah mengajukan proposal untuk mengelola blok migas
> yang akan berakhir masa kontraknya.
>
> Kalau Ahok jadi ditempatkan sebagai Dirut Pertamina, maka itu lebih karena
> Jokowi percaya kepada Ahok, dan sangat paham tentang Ahok. Jokowi tentu
> yakin bahwa Ahok bisa mengawal kepentingan negara di Pertamina dari segala
> tekanan politik yang ingin menguntungkan oligarki bisnis rente, dan
> sekaligus melakukan restrukturisasi bisnis agar Pertamina bukan hanya
>  sebagai produsen dan distributor tetapi juga sebagai trader  oil and gas
> berkelas dunia.
>
>
> *Erizeli Jely Bandaro*
>
>
> Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone
> 
>
> 
>