[psikologi_net] Re: Empatiologi (Pro: Manneke Budiman)
*** Your mail has been scanned by InterScan. PT. AJ Central Asia Raya ***-*** Sorry, saya sebagai orang awam/observer? (yang tanpa ada keberpihakan kepada manapun, alias independent) Sedikit merasa tertarik untuk ikut mengomentari permasalahan kompatiologi/empatiologi ini. Terus terang, dalam pandangan awam saya, saya hanya baru melihat kompatiologi/empatiologi ini baru terbatas antara usaha refleksi diri (yang berusaha dibungkus dalam kemasan baru dengan istilah ilmiah kompatiologi/empatiologi), apalagi saya pernah melihat secara sekilas salah satu buku keluaran psikolog luar yang kurang lebih isinya mengenai refleksi diri & interaksi (sayangnya, saya lupa & tidak mencatatnya). Karena, sepengetahuan saya, refleksi diri, pemaknaan individu adalah merupakan bagian dari ilmu psikologi yang memang sangat luas. Dalam wrapping yang baru itu, seperti juga NLP, EPT, & mungkin masih banyak lagi yang saat ini belum dikenal luas & salah satu diantaranya adalah kompatiologi berusaha untuk menjadi terkenal. Jadi, sampai saat ini, (mohon maaf sebelumnya) saya belum dapat melihat unsur yang baru & original dari kompatiologi; karena empati sendiri selama ini sudah merupakan bagian dari ilmu psikologi, & masih ada hal-hal yang lain, yang jadi pemikiran saya (yang sampai saat ini, walaupun mungkin karena saya terlambat membaca penjelasan mengenai kompatiologi ini, ataupun mungkin karena saya belum pernah membaca tulisan-tulisan perihal kompatiologi) adalah bagaimana mereka harus berkomunikasi dengan empati: jika ybs belum memaknakan hal-hal yang dijumpainya? jika ybs tidak mempunyai standar (umumnya norma standard itu didapat dari ilmu psikologi) Tolong koreksi saya jika saya salah. Warm regards' Davy Re: Empatiologi (Pro: Manneke Budiman) Posted by: "Vincent Liong" [EMAIL PROTECTED] vincentliong Thu Aug 24, 2006 11:38 am (PST) Manneke Budiman wrote: Saya masih sedang mencerna sejumlah info tentang Kompatiologi yang dikirimkan ke saya oleh Sdr. Juswan maupun Sdr. Vincent,demikian pula beberapa tulisan dari Suhu Bimo dan Sdr. Leo. Ada banyak hal yang menarik, ada yang bikin dahi berkerenyit, juga ada yang cukup mengusik pikiran. Tapi jelas bahwa ada keseriusan yang besar di antara praktisi/ilmuwannya. Buat awam seperti saya, bau mistiknya masih sangat kental, sementara pada saat yang sama kadar ilmiahnya agak berlebihan (atau dilebih-lebihkan?). Vincent Liong answer: Sdr. Manneke, perkembangan kompatiologi sebelum sampai ke kondisi yang sekarang melalui banyak tahap. Tahun 2001 buku karya saya berjudul; “Berlindung di Bawah Payung” diterbitkan oleh penerbit Grasindo. Saat itu saya seorang observer yang melaporkan keadaan seperti pekerjaan jurnalisme tetapi tidak bertindak apa-apa, tulisannya saya bentuk sebagai kontemplasi karena saat itu saya seorang observer yang tidak memiliki alat pembanding selain direnungkan begistu saja. Lalu tahun 2002 saya pindah ke Sydney dan menulis buku Menjadi Diri Sendiri. Di tahap kehidupan saya tersebut saya mulai mencoba memberanikan diri untuk berpetualang bebas ke tempat-tempat dan hal-hal yang belum biasa bagi saya. Lalu tahun 2003 menulis buku Konsep ‘Saat Kiamat’ dalam ruang Individu yang ini kembali ke refleksi tetapi tetap berpetualang. Dari awal hingga sekarang pencaharian saya selalu berfokus pada pencaharian tentang ilmu ke-“saya”-an. Lalu saya menjadi Indigo karena ‘mereka’ menyebut Indigo dan saya naik kelas. Karena kehilangan posisi dalam tulis menulis makan menjadi doekoen dulu dan mengajar Kundalini hingga akhir tahun 2004. Karena mentalnya memang mental peneliti bukan minta disembah-sembah saja maka kembali menjadi peneliti hingga pertengahan tahun 2005 saya mulai berani membawa Kompatiologi secara serius meski saat itu masih suka gonta-ganti nama seenak saya. Kompatiologi adalah triger awal / starter untuk memulai pencaharian ke-“saya”-an pada diri mereka yang belajar, saya sudah tidak puas sekedar mencari ke-“saya”-an untuk diri saya sendiri tetapi membuat proses standart pencaharian jati diri untuk digunakan banyak orang. Nah sekarang saya sudah sampai pada recruiting orang-orang yang saya anggap punya masa depan untuk saya jadikan pendidik. Mereka yang saya jadikan pendidik ini pun saya kategorikan lagi menjadi yang sedekar mengajar Kompatiologi seperti dengan yang sekarang saya kembangkan dan tahap berikutnya dimana saya mulai membimbing seorang suhu/guru yang menemukan jati diri dan perannya sebagai pendidik jenis apa, cara dan metode apa, style seperti apa yang semuanya berpulang pada individu itu sendiri. Inilah yang membuat Kompatiologi tampak “…bau mistiknya masih sangat kental, sementara pada saat yang sama kadar ilmiahnya agak berlebihan (atau dilebih-lebihkan?)”. Mereka yang di bawah tanggungjawab saya sebagai pendidik memang awalnya saya didik agar mampu mendidik Kompatiologi yang standart kwalitas seperti saya. Tetapi tahap selanjutnya bagi tiap pendidik in
[psikologi_net] Re: Empatiologi (Pro: Manneke Budiman)
Manneke Budiman wrote: Saya masih sedang mencerna sejumlah info tentang Kompatiologi yang dikirimkan ke saya oleh Sdr. Juswan maupun Sdr. Vincent,demikian pula beberapa tulisan dari Suhu Bimo dan Sdr. Leo. Ada banyak hal yang menarik, ada yang bikin dahi berkerenyit, juga ada yang cukup mengusik pikiran. Tapi jelas bahwa ada keseriusan yang besar di antara praktisi/ilmuwannya. Buat awam seperti saya, bau mistiknya masih sangat kental, sementara pada saat yang sama kadar ilmiahnya agak berlebihan (atau dilebih-lebihkan?). Vincent Liong answer: Sdr. Manneke, perkembangan kompatiologi sebelum sampai ke kondisi yang sekarang melalui banyak tahap. Tahun 2001 buku karya saya berjudul; Berlindung di Bawah Payung diterbitkan oleh penerbit Grasindo. Saat itu saya seorang observer yang melaporkan keadaan seperti pekerjaan jurnalisme tetapi tidak bertindak apa-apa, tulisannya saya bentuk sebagai kontemplasi karena saat itu saya seorang observer yang tidak memiliki alat pembanding selain direnungkan begistu saja. Lalu tahun 2002 saya pindah ke Sydney dan menulis buku Menjadi Diri Sendiri. Di tahap kehidupan saya tersebut saya mulai mencoba memberanikan diri untuk berpetualang bebas ke tempat-tempat dan hal-hal yang belum biasa bagi saya. Lalu tahun 2003 menulis buku Konsep Saat Kiamat dalam ruang Individu yang ini kembali ke refleksi tetapi tetap berpetualang. Dari awal hingga sekarang pencaharian saya selalu berfokus pada pencaharian tentang ilmu ke-saya-an. Lalu saya menjadi Indigo karena mereka menyebut Indigo dan saya naik kelas. Karena kehilangan posisi dalam tulis menulis makan menjadi doekoen dulu dan mengajar Kundalini hingga akhir tahun 2004. Karena mentalnya memang mental peneliti bukan minta disembah-sembah saja maka kembali menjadi peneliti hingga pertengahan tahun 2005 saya mulai berani membawa Kompatiologi secara serius meski saat itu masih suka gonta-ganti nama seenak saya. Kompatiologi adalah triger awal / starter untuk memulai pencaharian ke-saya-an pada diri mereka yang belajar, saya sudah tidak puas sekedar mencari ke-saya-an untuk diri saya sendiri tetapi membuat proses standart pencaharian jati diri untuk digunakan banyak orang. Nah sekarang saya sudah sampai pada recruiting orang-orang yang saya anggap punya masa depan untuk saya jadikan pendidik. Mereka yang saya jadikan pendidik ini pun saya kategorikan lagi menjadi yang sedekar mengajar Kompatiologi seperti dengan yang sekarang saya kembangkan dan tahap berikutnya dimana saya mulai membimbing seorang suhu/guru yang menemukan jati diri dan perannya sebagai pendidik jenis apa, cara dan metode apa, style seperti apa yang semuanya berpulang pada individu itu sendiri. Inilah yang membuat Kompatiologi tampak bau mistiknya masih sangat kental, sementara pada saat yang sama kadar ilmiahnya agak berlebihan (atau dilebih-lebihkan?). Mereka yang di bawah tanggungjawab saya sebagai pendidik memang awalnya saya didik agar mampu mendidik Kompatiologi yang standart kwalitas seperti saya. Tetapi tahap selanjutnya bagi tiap pendidik ini adalah mereka harus mampu mendidik jenis murid tertentu dengan style tertentu dan tujuan tertentu, konsumen murid orang-orang karakter tertentu sesuai dengan jati diri tiap pendidik yang di bawah asuhan saya. Maka itu ada yang mau jadi seperti biksu, ada yang mau jadi ilmuan, ada yang mau jadi tukang ukur, ada yang mau jadi filsuf dan lain sebagainya Tidak hanya itu tiap jenis pun bisa lebih spesifik dan spesifik lagi sesuai dengan pribadi masing-masing yang tidak harus sejalan, saling berlawanan pun boleh. Nah mendidik pendidik model gini yang gampang-gampang ssusah. Manneke Budiman wrote: Kompatiologi bisa tampil terhormat dengan warna spiritualistiknya, atau juga dengan nuansa ilmiahnya, tanpa harus menjadi overdosis pada kedua segi itu. Dengan demikian, dia dapat menjadi lebih komunikatif, dan kepada para pembelajarnya pun (baik awam maupun ahli) dia juga bisa lebih terbuka untuk diakrabi. Bukankah ini hakikat empati? Vincent Liong answer: Memang pendidik-pendidik bimbingan saya punya jadi diri, peran dan tujuan hidup yang berbeda-beda. Namanya orang ketemu mainan baru tentunya sebelum merasa bosan dan mendalami ke tahap selanjutnya yang pada awalnya dianggap baru dan ke tahap selanjutnya lagi maka tentunya menjadi norak. Saya sampai saat ini puas melihat kenorakan mereka karena artinya mereka tidak puas begitu saja sampai di tahap yang sekarang. Mereka bukannya tidak komunikatif tetapi saya selalu mendidik mereka untuk sadar bagian masing-masing tidak perlu harus sama bentuk dan sifat-nya atau harus sama tingkatannya. Bisa saja yang satu maju lebih dahulu lalu gantian dengan yang lain, seperti jejaring yang saling berhubungan. Anda salah kalau para praktisi kami tidak bisa diakrabi, semua nama jelas, alamat dan no teleponnya, bisa dihubungi dengan mudah. Nah dualisme tentang orang baik dan orang tidak baik itulah borderline untuk dapat masuk sebagai pengguna Kompatiologi. Anggap saja a