[psikologi_net] Re: Empatiologi (Pro: Manneke Budiman)

2006-08-26 Terurut Topik Davy Ihsan A. Adisurja

***
Your mail has been scanned by InterScan.
PT. AJ Central Asia Raya
***-***












Sorry, saya sebagai orang awam/observer? (yang tanpa ada keberpihakan
kepada manapun, alias independent)

Sedikit merasa tertarik untuk ikut mengomentari
permasalahan kompatiologi/empatiologi ini.

Terus terang, dalam pandangan awam saya, saya hanya baru
melihat kompatiologi/empatiologi ini baru terbatas antara usaha refleksi diri
(yang berusaha dibungkus dalam kemasan baru dengan istilah ilmiah
kompatiologi/empatiologi), apalagi saya pernah melihat secara sekilas salah
satu buku keluaran psikolog luar yang kurang lebih isinya mengenai refleksi
diri & interaksi (sayangnya, saya lupa & tidak mencatatnya).

 

Karena, sepengetahuan saya, refleksi diri, pemaknaan
individu adalah merupakan bagian dari ilmu psikologi yang memang sangat luas.

Dalam wrapping yang baru itu, seperti juga NLP, EPT,
& mungkin masih banyak lagi yang saat ini belum dikenal luas & salah
satu diantaranya adalah kompatiologi berusaha untuk menjadi terkenal.

 

Jadi, sampai saat ini, (mohon maaf sebelumnya) saya
belum dapat melihat unsur yang baru & original dari kompatiologi; karena
empati sendiri selama ini sudah merupakan bagian dari ilmu psikologi,

& masih ada hal-hal yang lain, yang jadi pemikiran
saya (yang sampai saat ini, walaupun mungkin karena saya terlambat membaca penjelasan
mengenai kompatiologi ini, ataupun mungkin karena saya belum pernah membaca
tulisan-tulisan perihal kompatiologi) adalah bagaimana mereka harus
berkomunikasi dengan empati:


 jika ybs belum
 memaknakan hal-hal yang dijumpainya?
 jika ybs tidak
 mempunyai standar (umumnya norma standard itu didapat dari ilmu psikologi)


 

Tolong koreksi saya jika saya salah.

 

Warm regards'

Davy

 

Re: Empatiologi
(Pro: Manneke Budiman) 

Posted by:
"Vincent Liong" [EMAIL PROTECTED]  
vincentliong 

Thu Aug 24, 2006
11:38 am (PST) 

Manneke
Budiman wrote:

Saya masih sedang mencerna sejumlah info tentang
Kompatiologi yang dikirimkan ke saya oleh Sdr. Juswan
maupun Sdr. Vincent,demikian pula beberapa tulisan
dari Suhu Bimo dan Sdr. Leo.

Ada banyak hal
yang menarik, ada yang bikin dahi
berkerenyit, juga ada yang cukup mengusik pikiran.
Tapi jelas bahwa ada keseriusan yang besar di antara
praktisi/ilmuwannya. Buat awam seperti saya, bau
mistiknya masih sangat kental, sementara pada saat
yang sama kadar ilmiahnya agak berlebihan (atau
dilebih-lebihkan?).

Vincent Liong answer:

Sdr. Manneke, perkembangan kompatiologi sebelum sampai
ke kondisi yang sekarang melalui banyak tahap. Tahun
2001 buku karya saya berjudul; “Berlindung di Bawah
Payung” diterbitkan oleh penerbit Grasindo. Saat itu
saya seorang observer yang melaporkan keadaan seperti
pekerjaan jurnalisme tetapi tidak bertindak apa-apa,
tulisannya saya bentuk sebagai kontemplasi karena saat
itu saya seorang observer yang tidak memiliki alat
pembanding selain direnungkan begistu saja. Lalu tahun
2002 saya pindah ke Sydney
dan menulis buku Menjadi
Diri Sendiri. Di tahap kehidupan saya tersebut saya
mulai mencoba memberanikan diri untuk berpetualang
bebas ke tempat-tempat dan hal-hal yang belum biasa
bagi saya. Lalu tahun 2003 menulis buku Konsep ‘Saat
Kiamat’ dalam ruang Individu yang ini kembali ke
refleksi tetapi tetap berpetualang. Dari awal hingga
sekarang pencaharian saya selalu berfokus pada
pencaharian tentang ilmu ke-“saya”-an. 

Lalu saya menjadi Indigo karena ‘mereka’ menyebut
Indigo dan saya naik kelas. Karena kehilangan posisi
dalam tulis menulis makan menjadi doekoen dulu dan
mengajar Kundalini hingga akhir tahun 2004. Karena
mentalnya memang mental peneliti bukan minta
disembah-sembah saja maka kembali menjadi peneliti
hingga pertengahan tahun 2005 saya mulai berani
membawa Kompatiologi secara serius meski saat itu
masih suka gonta-ganti nama seenak saya. Kompatiologi
adalah triger awal / starter untuk memulai pencaharian
ke-“saya”-an pada diri mereka yang belajar, saya sudah
tidak puas sekedar mencari ke-“saya”-an untuk diri
saya sendiri tetapi membuat proses standart
pencaharian jati diri untuk digunakan banyak orang.
Nah sekarang saya sudah sampai pada recruiting
orang-orang yang saya anggap punya masa depan untuk
saya jadikan pendidik. Mereka yang saya jadikan
pendidik ini pun saya kategorikan lagi menjadi yang
sedekar mengajar Kompatiologi seperti dengan yang
sekarang saya kembangkan dan tahap berikutnya dimana
saya mulai membimbing seorang suhu/guru yang menemukan
jati diri dan perannya sebagai pendidik jenis apa,
cara dan metode apa, style seperti apa yang semuanya
berpulang pada individu itu sendiri. 

Inilah yang membuat Kompatiologi tampak “…bau
mistiknya masih sangat kental, sementara pada saat
yang sama kadar ilmiahnya agak berlebihan (atau
dilebih-lebihkan?)”. Mereka yang di bawah
tanggungjawab saya sebagai pendidik memang awalnya
saya didik agar mampu mendidik Kompatiologi yang
standart kwalitas seperti saya. Tetapi tahap
selanjutnya bagi tiap pendidik in

[psikologi_net] Re: Empatiologi (Pro: Manneke Budiman)

2006-08-24 Terurut Topik Vincent Liong
Manneke Budiman wrote:

Saya masih sedang mencerna sejumlah info tentang
Kompatiologi yang dikirimkan ke saya oleh Sdr. Juswan
maupun Sdr. Vincent,demikian pula beberapa tulisan
dari Suhu Bimo dan Sdr. Leo.

  Ada banyak hal yang menarik, ada yang bikin dahi
berkerenyit, juga ada yang cukup mengusik pikiran.
Tapi jelas bahwa ada keseriusan yang besar di antara
praktisi/ilmuwannya. Buat awam seperti saya, bau
mistiknya masih sangat kental, sementara pada saat
yang sama kadar ilmiahnya agak berlebihan (atau
dilebih-lebihkan?).

Vincent Liong answer:

Sdr. Manneke, perkembangan kompatiologi sebelum sampai
ke kondisi yang sekarang melalui banyak tahap. Tahun
2001 buku karya saya berjudul; “Berlindung di Bawah
Payung” diterbitkan oleh penerbit Grasindo. Saat itu
saya seorang observer yang melaporkan keadaan seperti
pekerjaan jurnalisme tetapi tidak bertindak apa-apa,
tulisannya saya bentuk sebagai kontemplasi karena saat
itu saya seorang observer yang tidak memiliki alat
pembanding selain direnungkan begistu saja. Lalu tahun
2002 saya pindah ke Sydney dan menulis buku Menjadi
Diri Sendiri. Di tahap kehidupan saya tersebut saya
mulai mencoba memberanikan diri untuk berpetualang
bebas ke tempat-tempat dan hal-hal yang belum biasa
bagi saya. Lalu tahun 2003 menulis buku Konsep ‘Saat
Kiamat’ dalam ruang Individu yang ini kembali ke
refleksi tetapi tetap berpetualang. Dari awal hingga
sekarang pencaharian saya selalu berfokus pada
pencaharian tentang ilmu ke-“saya”-an. 

Lalu saya menjadi Indigo karena ‘mereka’ menyebut
Indigo dan saya naik kelas. Karena kehilangan posisi
dalam tulis menulis makan menjadi doekoen dulu dan
mengajar Kundalini hingga akhir tahun 2004. Karena
mentalnya memang mental peneliti bukan minta
disembah-sembah saja maka kembali menjadi peneliti
hingga pertengahan tahun 2005 saya mulai berani
membawa Kompatiologi secara serius meski saat itu
masih suka gonta-ganti nama seenak saya. Kompatiologi
adalah triger awal / starter untuk memulai pencaharian
ke-“saya”-an pada diri mereka yang belajar, saya sudah
tidak puas sekedar mencari ke-“saya”-an untuk diri
saya sendiri tetapi membuat proses standart
pencaharian jati diri untuk digunakan banyak orang.
Nah sekarang saya sudah sampai pada recruiting
orang-orang yang saya anggap punya masa depan untuk
saya jadikan pendidik. Mereka yang saya jadikan
pendidik ini pun saya kategorikan lagi menjadi yang
sedekar mengajar Kompatiologi seperti dengan yang
sekarang saya kembangkan dan tahap berikutnya dimana
saya mulai membimbing seorang suhu/guru yang menemukan
jati diri dan perannya sebagai pendidik jenis apa,
cara dan metode apa, style seperti apa yang semuanya
berpulang pada individu itu sendiri. 

Inilah yang membuat Kompatiologi tampak “…bau
mistiknya masih sangat kental,  sementara pada saat
yang sama kadar ilmiahnya agak berlebihan (atau
dilebih-lebihkan?)”. Mereka yang di bawah
tanggungjawab saya sebagai pendidik memang awalnya
saya didik agar mampu mendidik Kompatiologi yang
standart kwalitas seperti saya. Tetapi tahap
selanjutnya bagi tiap pendidik ini adalah mereka harus
mampu mendidik jenis murid tertentu dengan style
tertentu dan tujuan tertentu, konsumen murid
orang-orang karakter tertentu sesuai dengan jati diri
tiap pendidik yang di bawah asuhan saya. Maka itu ada
yang mau jadi seperti biksu, ada yang mau jadi ilmuan,
ada yang mau jadi tukang ukur, ada yang mau jadi
filsuf dan lain sebagainya… Tidak hanya itu tiap jenis
pun bisa lebih spesifik dan spesifik lagi sesuai
dengan pribadi masing-masing yang tidak harus sejalan,
saling berlawanan pun boleh. Nah mendidik pendidik
model gini yang gampang-gampang ssusah.
  

Manneke Budiman wrote:

  Kompatiologi bisa tampil terhormat dengan warna
spiritualistiknya, atau juga dengan nuansa ilmiahnya,
tanpa harus menjadi overdosis pada kedua segi itu.
Dengan demikian, dia dapat menjadi lebih komunikatif,
dan kepada para pembelajarnya pun (baik awam maupun
ahli) dia juga bisa lebih terbuka untuk diakrabi.
Bukankah ini hakikat empati?

Vincent Liong answer:

Memang pendidik-pendidik bimbingan saya punya jadi
diri, peran dan tujuan hidup yang berbeda-beda.
Namanya orang ketemu mainan baru tentunya sebelum
merasa bosan dan mendalami ke tahap selanjutnya yang
pada awalnya dianggap baru dan ke tahap selanjutnya
lagi maka tentunya menjadi norak. Saya sampai saat ini
puas melihat kenorakan mereka karena artinya mereka
tidak puas begitu saja sampai di tahap yang sekarang.
Mereka bukannya tidak komunikatif tetapi saya selalu
mendidik mereka untuk sadar bagian masing-masing tidak
perlu harus sama bentuk dan sifat-nya atau harus sama
tingkatannya. Bisa saja yang satu maju lebih dahulu
lalu gantian dengan yang lain, seperti jejaring yang
saling berhubungan. Anda salah kalau para praktisi
kami tidak bisa diakrabi, semua nama jelas, alamat dan
no teleponnya, bisa dihubungi dengan mudah. 

Nah dualisme tentang orang baik dan orang tidak baik
itulah borderline untuk dapat masuk sebagai pengguna
Kompatiologi. Anggap saja a