[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya sistem kan? SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI dibuat 'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya Mega berkebun di Jl. Teuku Umar aja. Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang yang menjadi pemimpin. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote: Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya. Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh. Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring! Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. Tidak jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan pemimpin umat yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh partai. Secerdas apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa terjaring menjadi capres. Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus! Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin. Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar dan gak bakal bangkit...:-) Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat. Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote: Anda jangan salah paham, Teh Lina. Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang. Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di Eropa. Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi. Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah beliau diakui sebagai pemimpin. Hatur nuhun, Teh Lina. Wassalam, chodjim [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
yg diamerika juga cuman bisa kecut ketika george bush terpilih lagi jadi presiden :D tapi kalo langsung ngangkat usamah bin ladin jadi khalifah amerika, nah itu lebih ndomblong lagi :p 2009/10/20 Lina linadah...@yahoo.com Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya sistem kan? SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI dibuat 'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya Mega berkebun di Jl. Teuku Umar aja. Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang yang menjadi pemimpin. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote: Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya. Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh. Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring! Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. Tidak jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan pemimpin umat yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh partai. Secerdas apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa terjaring menjadi capres. Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus! Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin. Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar dan gak bakal bangkit...:-) Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat. Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote: Anda jangan salah paham, Teh Lina. Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang. Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di Eropa. Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi. Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah beliau diakui sebagai pemimpin. Hatur nuhun, Teh Lina. Wassalam, chodjim [Non-text portions of this message have been
[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Kalo milih TK jadi ketua MPR, ndomblong gak?ha..ha...Buat SBY ya gak dunk. Moga2 5 tahun kedepan kepemerintahan SBY aman2 deh. Sapa dulu dibelakang SBY. Iye gak? Sistem? wass, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Ari Condro masar...@... wrote: yg diamerika juga cuman bisa kecut ketika george bush terpilih lagi jadi presiden :D tapi kalo langsung ngangkat usamah bin ladin jadi khalifah amerika, nah itu lebih ndomblong lagi :p 2009/10/20 Lina linadah...@... Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya sistem kan? SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI dibuat 'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya Mega berkebun di Jl. Teuku Umar aja. Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang yang menjadi pemimpin. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote: Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya. Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh. Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring! Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. Tidak jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan pemimpin umat yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh partai. Secerdas apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa terjaring menjadi capres. Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus! Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin. Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar dan gak bakal bangkit...:-) Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat. Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote: Anda jangan salah paham, Teh Lina. Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang. Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di Eropa. Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi. Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi kepemimpinan. Dan, bila ini
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Hahaha.. Teh Lina ada-ada saja. Kalau di sini bukan masalah brilian bernegara, tapi brilian bermain catur, dan 230 juta penduduk Indonesia dicaturkan, hahaha. catur terus sampai pagi.. Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Tuesday, October 20, 2009 12:21 AM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya sistem kan? SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI dibuat 'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya Mega berkebun di Jl. Teuku Umar aja. Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang yang menjadi pemimpin. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote: Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya. Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh. Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring! Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. Tidak jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan pemimpin umat yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh partai. Secerdas apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa terjaring menjadi capres. Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus! Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin. Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar dan gak bakal bangkit...:-) Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat. Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote: Anda jangan salah paham, Teh Lina. Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang. Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di Eropa. Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi. Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 tahun Nabi
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Teh Lina, Kalau melihat pelantikan hari ini (Selasa 20 Oktober 2009), kontras sekali yaa dengan pelantikan Obama sebagai presiden USA. Tatkala Obama dilantik, ratusan ribu warga USA menyambutnya seperti tahun baru. Mereka mengelu-elukan presiden baru mereka. Tapi, di sini, di NKRI, cuma ada di dalam gedung dan disaksikan oleh anggota MPR. Rakyat merasa biasa-biasa saja, tak merasa memiliki. Inilah sistem permainan catur yang melekan hingga pagi hari.. tak ada yang nonton yang penting yang bermain asyiiikkk hahaha... Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Tuesday, October 20, 2009 12:21 AM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya sistem kan? SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI dibuat 'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya Mega berkebun di Jl. Teuku Umar aja. Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang yang menjadi pemimpin. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote: Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya. Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh. Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring! Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. Tidak jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan pemimpin umat yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh partai. Secerdas apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa terjaring menjadi capres. Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus! Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin. Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar dan gak bakal bangkit...:-) Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat. Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote: Anda jangan salah paham, Teh Lina. Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang. Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di Eropa. Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era kesejahteraan dan
[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Gitu ya, Pak? Saya juga gak nonton biar di tevepun. Saya juga kurang antusias cari tau siapa2 saja yg jadi menteri. Mungkin krn gak ada sanak family yg jadi menteri ye...he..he..**malu mode on**. Semua ini barangkali karena emang budayanya beda. Ntu dia, Pak! dah tau budaya beda tapi sistemnya ikut2an Obama, jadi maklum kalu masih ada perbedaan. Sistem boleh sama... Ntar pak kalo Tukul Raenaldi jadi Presiden RI, baru deh ratusan ribu orang Indonesia bakal nonton. Ha Ha Ha, mantab toh? Bahaya pak kalo semua rakyat diajak maen catur. Begadang semua, ntar! wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote: Teh Lina, Kalau melihat pelantikan hari ini (Selasa 20 Oktober 2009), kontras sekali yaa dengan pelantikan Obama sebagai presiden USA. Tatkala Obama dilantik, ratusan ribu warga USA menyambutnya seperti tahun baru. Mereka mengelu-elukan presiden baru mereka. Tapi, di sini, di NKRI, cuma ada di dalam gedung dan disaksikan oleh anggota MPR. Rakyat merasa biasa-biasa saja, tak merasa memiliki. Inilah sistem permainan catur yang melekan hingga pagi hari.. tak ada yang nonton yang penting yang bermain asyiiikkk hahaha... Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Tuesday, October 20, 2009 12:21 AM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya sistem kan? SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI dibuat 'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya Mega berkebun di Jl. Teuku Umar aja. Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang yang menjadi pemimpin. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote: Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya. Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh. Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring! Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. Tidak jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan pemimpin umat yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh partai. Secerdas apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa terjaring menjadi capres. Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus! Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin. Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar dan gak bakal bangkit...:-) Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat. Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote: Anda jangan salah paham, Teh Lina. Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan tidak akan menjadi
[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin. Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar dan gak bakal bangkit...:-) Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat. Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote: Anda jangan salah paham, Teh Lina. Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang. Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di Eropa. Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi. Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah beliau diakui sebagai pemimpin. Hatur nuhun, Teh Lina. Wassalam, chodjim
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya. Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh. Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring! Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. Tidak jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan pemimpin umat yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh partai. Secerdas apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa terjaring menjadi capres. Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus! Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin. Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar dan gak bakal bangkit...:-) Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat. Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote: Anda jangan salah paham, Teh Lina. Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang. Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di Eropa. Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi. Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah beliau diakui sebagai pemimpin. Hatur nuhun, Teh Lina. Wassalam, chodjim [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
kalau khilafah amirikiyah yang dipimpin oleh khalifah Hussein Obama tuh banyak yang berharap lho, sampe2 dikasih hadiah nobel salam, -- wikan 2009/10/16 Lina linadah...@yahoo.com Bangkitlah khilafah sbg personal! Bangkitlah khilafah sebagai umat Islam! Sama aja deh, dua2nya saya ngarep2. Tapi kalau dilihat dari pengalaman sejarah, umat itu akan bangkit kalau ada pemimpinnya (personal) yang bangkit.
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Mb Ning, Back to square one... Khalifah versi yang mana? ketika ada mazhab yang berbeda.. yang sama2 diakui.. sebelum ada khalifah yang meresolve perbedaan itu kita sudah punya pr untu meresolve perbedaan tersebut. :D On Oct 16, 2009, at 10:31 AM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote: Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie, karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak. Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting kita sudah mengingatkan. Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim. Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang lainnya. Wassalaam, -NIng From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mbak Ning, Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum pekerja organisasi terseubt. Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' agama. Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning. regards, Donnie On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote: Bagi saya itu sama saja, dik.. Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu project, bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau data tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce. Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), seharusnya kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya adalah, karena kita care dan karena kasih sayang. Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk terus meningkatkan diri kita. Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu, kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan mempertanyakan ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang merasa perlu mengkritisi. Demikian menurut pendapat saya, dik. Mohon maaf bila kurang berkenan. Wassalaam, -Ning From: wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com ] On Behalf Of aishayasmina2002 Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mba Ning, Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan. Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini, jika ada yang merokok, bukan hanya sekedar dikoreksi, karyawan pelakunya mungkin dipecat, tergantung ketentuan tertulis di perusahaan itu. Beda banget dengan kasus seseorang yang berasal dari Aceh tapi lahir dan besar di Jakarta lalu dikoreksi dan dicap tidak beriman karena menang satu lomba tanpa jilbab, apalagi orang itu tidak berjilbab dalam kesehariannya, atau mungkin
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
oh ya, sekarang ahmadiyah juga udah punya khilafah tuh apa hizbut tahrir mau gabung dan baiat sama khilafah islamiyahnya ahmadiyah? i guess not salam, -- wikan 2009/10/16 donnie damana donnie.dam...@gmail.com Mb Ning, Back to square one... Khalifah versi yang mana? ketika ada mazhab yang berbeda.. yang sama2 diakui.. sebelum ada khalifah yang meresolve perbedaan itu kita sudah punya pr untu meresolve perbedaan tersebut.
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Di Afrika juga ada khilafah Sokoto (http://en.wikipedia.org/wiki/Sokoto) yang masih tegak sampai sekarang walau dalam administrasi negara Nigeria (mirip NAD kali ) Di masa lalu juga ada banyak khilafah pada saat yang sama Umayyah, Abbasiyah, Usmaniyah, Mughal, Safawiyah, dan satu sama lain saling bunuh-bunuhan soalnya konon mengikuti hadis untuk memenggal kepala orang yang mengklaim khalifah belakangan. Mudah2an jaman yang diimpikan HT itu nggak bakal wujud . seyem,. 2009/10/16 Wikan Danar Sunindyo wikan.da...@gmail.com: oh ya, sekarang ahmadiyah juga udah punya khilafah tuh apa hizbut tahrir mau gabung dan baiat sama khilafah islamiyahnya ahmadiyah? i guess not salam, -- wikan 2009/10/16 donnie damana donnie.dam...@gmail.com Mb Ning, Back to square one... Khalifah versi yang mana? ketika ada mazhab yang berbeda.. yang sama2 diakui.. sebelum ada khalifah yang meresolve perbedaan itu kita sudah punya pr untu meresolve perbedaan tersebut. === Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
untuk menentukan khalifah mana yang akan dipakai. ditentukan melalui kompetisi masak 2009/10/16 donnie damana donnie.dam...@gmail.com Mb Ning, Back to square one... Khalifah versi yang mana? ketika ada mazhab yang berbeda.. yang sama2 diakui.. sebelum ada khalifah yang meresolve perbedaan itu kita sudah punya pr untu meresolve perbedaan tersebut. :D On Oct 16, 2009, at 10:31 AM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote: Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie, karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak. Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting kita sudah mengingatkan. Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim. Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang lainnya. Wassalaam, -NIng From: wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mbak Ning, Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum pekerja organisasi terseubt. Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' agama. Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning. regards, Donnie On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote: Bagi saya itu sama saja, dik.. Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu project, bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau data tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce. Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), seharusnya kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya adalah, karena kita care dan karena kasih sayang. Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk terus meningkatkan diri kita. Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu, kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan mempertanyakan ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang merasa perlu mengkritisi. Demikian menurut pendapat saya, dik. Mohon maaf bila kurang berkenan. Wassalaam, -Ning From: wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.comwanita-muslimah%2540yahoogroups.com [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.comwanita-muslimah%2540yahoogroups.com ] On Behalf Of aishayasmina2002 Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM To: wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.comwanita-muslimah%2540yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mba Ning, Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Nimbrung : Mengenai khalifah secara harafiah, di zaman Rasulullah memangnya sudah disebutkan? Setahu saya ke khalifahan itu justru muncul setelah Rasulullah wafat. Yg saya pahami Islam itu demokratis; pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah misalnya. Islam juga tidak mengajarkan u mengkultuskan Rasulullah. Salam, l.meilany - Original Message - From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Friday, October 16, 2009 10:31 AM Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie, karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak. Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting kita sudah mengingatkan. Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim. Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang lainnya. Wassalaam, -NIng From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mbak Ning, Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum pekerja organisasi terseubt. Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' agama. Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning. regards, Donnie On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote: Bagi saya itu sama saja, dik.. Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu project, bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau data tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce. Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), seharusnya kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya adalah, karena kita care dan karena kasih sayang. Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk terus meningkatkan diri kita. Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu, kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan mempertanyakan ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang merasa perlu mengkritisi. Demikian menurut pendapat saya, dik. Mohon maaf bila kurang berkenan. Wassalaam, -Ning From: wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com ] On Behalf Of aishayasmina2002 Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mba Ning, Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan. Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Anda jangan salah paham, Teh Lina. Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang. Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di Eropa. Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi. Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah beliau diakui sebagai pemimpin. Hatur nuhun, Teh Lina. Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Thursday, October 15, 2009 9:31 PM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Bangkitlah khilafah sbg personal! Bangkitlah khilafah sebagai umat Islam! Sama aja deh, dua2nya saya ngarep2. Tapi kalau dilihat dari pengalaman sejarah, umat itu akan bangkit kalau ada pemimpinnya (personal) yang bangkit. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote: Permisi, Mbak Ning. Khalifah tidak pernah me-resolve perbedaan mazhab. Justru khalifah --dalam sejarah islam-- malah menindas mazhab yang berbeda dengan yang dianut khalifah. Ini amat bahaya! Khalifah Bani Ummayah menindas habis-habisan kaum Syi'ah dan korban pembunuhan terhadap mereka amat besar. Sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz muncul, setiap khutbah jumat harus dilakukan doa pengutukan terhadap Ali bin Abi Thalib. Barulah di zaman Umar bin Abdul Aziz kebiasaan pengutukan itu dihentikan. Ketika khalifah Bani Abbasiyyah berpihak pada kaum Mu'tazilah, semua mazhab yang tidak bisa menerima pandangan Mu'tazilah dihabisi atau paling tidak dipenjarakan. Jadi, ungkapan rasulullah itu bukan merujuk khalifah sebagai personal, tetapi umat Islam yang bangkit kesadarannya. Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Thursday, October 15, 2009 8:31 PM Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie, karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak. Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting kita sudah mengingatkan. Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim. Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang lainnya. Wassalaam, -NIng From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mbak Ning, Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum pekerja organisasi terseubt. Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
ada kutipan dari Umar bin Khattab Ra. Empat Macam Pemimpin “Pemimpin itu ada empat macam. Pertama, pemimpin yang kuat, yang mampu menahan dirinya dan aparatnya (dari kemewahan dunia), maka dialah seorang mujahid yang berjuang dijalan Allah. Tangan Allah terbentang atasnya dengan rahmat dan kasih saying. Kedua, pemimpin yang lemah, yaitu yang mampu menahan dirinya tetapi membiarkan aparatnya hidup dalam kemewahan, maka dia berada di tepi jurang kehancuran kecuali jika Allah menyelamatkannya dengan Rahmat-Nya. Ketiga, pemimpin yang mampu menahan aparatnya tetapi membiarkan dirinya berada dalam kemewahan, maka dialah yang disebut al Huthamah, seperti yang disabdakan Rasulullah saw, “Seburuk-buruk pemimpin adalah Al Huthamah, yaitu pemimpin yang binasa dengan sendirinya. Dan. Keempat, pemimpin yang membiarkan dirinya dan aparatnya hidup bergelimangan harta, maka mereka semua binasa bersama-sama.” (Umar Bin Khattab Ra.) --- On Sat, 10/17/09, Achmad Chodjim chod...@gmail.com wrote: From: Achmad Chodjim chod...@gmail.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: Saturday, October 17, 2009, 8:00 AM Anda jangan salah paham, Teh Lina. Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang. Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di Eropa. Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi. Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah beliau diakui sebagai pemimpin. Hatur nuhun, Teh Lina. Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com Sent: Thursday, October 15, 2009 9:31 PM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Bangkitlah khilafah sbg personal! Bangkitlah khilafah sebagai umat Islam! Sama aja deh, dua2nya saya ngarep2. Tapi kalau dilihat dari pengalaman sejarah, umat itu akan bangkit kalau ada pemimpinnya (personal) yang bangkit. wassalam, --- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, Achmad Chodjim chod...@... wrote: Permisi, Mbak Ning. Khalifah tidak pernah me-resolve perbedaan mazhab. Justru khalifah --dalam sejarah islam-- malah menindas mazhab yang berbeda dengan yang dianut khalifah. Ini amat bahaya! Khalifah Bani Ummayah menindas habis-habisan kaum Syi'ah dan korban pembunuhan terhadap mereka amat besar. Sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz muncul, setiap khutbah jumat harus dilakukan doa pengutukan terhadap Ali bin Abi Thalib. Barulah di zaman Umar bin Abdul Aziz kebiasaan pengutukan itu dihentikan. Ketika khalifah Bani Abbasiyyah berpihak pada kaum Mu'tazilah, semua mazhab yang tidak bisa menerima pandangan Mu'tazilah dihabisi atau paling tidak dipenjarakan. Jadi, ungkapan rasulullah itu bukan merujuk khalifah sebagai personal, tetapi umat Islam yang bangkit kesadarannya. Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com Sent: Thursday, October 15, 2009 8:31 PM Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie, karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak. Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
atas dasar kasih sayang dan persaudaraan, bukan atas dasar hubungan majikan-bawahan, pimpinan-bawahan, kafir-non kafir, arab-non-arab, wali-nonwali, bangsa khalifah-budak, ulama-non-ulama, senioritas dll. amar ma'ruf juga gak sembarang amar... berjilbab lo, kalo gak elo ingkar pada perintah Allah, kalo elo gak mau, gue cambuk lo itu bukan cara amar ma'ruf yang ma'ruf... tapi malah termasuk yang munkar... nahyi munkar juga terkait dengan mencegah cara amar ma'ruf yang munkar... apalagi ma'rufnya masih belum jelas bener... pusing-pusing lah - Original Message - From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Friday, October 16, 2009 10:31 AM Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie, karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak. Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting kita sudah mengingatkan. Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim. Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang lainnya. Wassalaam, -NIng From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mbak Ning, Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum pekerja organisasi terseubt. Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' agama. Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning. regards, Donnie On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote: Bagi saya itu sama saja, dik.. Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu project, bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau data tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce. Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), seharusnya kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya adalah, karena kita care dan karena kasih sayang. Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk terus meningkatkan diri kita. Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu, kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan mempertanyakan ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang merasa perlu mengkritisi. Demikian menurut pendapat saya, dik. Mohon maaf bila kurang berkenan. Wassalaam, -Ning From: wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com ] On Behalf Of aishayasmina2002 Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mba Ning, Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Put, Apa yang putri sampaikan dengan mengutip ucapan Sahabat Umar bin Khatthab itu hanyalah merujuk pada sifat-sifat pemimpin. Sedangkan yang kita diskusikan di WM ini adalah kebangkitan pemimpin setelah bangkitnya kesadaran umat. Jadi, ya hanya nyambung sedikit. :) Jadi, bila umat belum bangkit kesadarannya maka jangan harap bisa mendapatkan pemimpin yang kuat. Biasanya yang terpilih sebagai pemimpin ya yang pandai merekayasa dan banyak duitnya. kapan Put ke jakarta, kata Om Ari perlu makan-makan... :) Wassalam, chodjim - Original Message - From: izzuddin al qassam To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Friday, October 16, 2009 7:36 PM Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) ada kutipan dari Umar bin Khattab Ra. Empat Macam Pemimpin “Pemimpin itu ada empat macam. Pertama, pemimpin yang kuat, yang mampu menahan dirinya dan aparatnya (dari kemewahan dunia), maka dialah seorang mujahid yang berjuang dijalan Allah. Tangan Allah terbentang atasnya dengan rahmat dan kasih saying. Kedua, pemimpin yang lemah, yaitu yang mampu menahan dirinya tetapi membiarkan aparatnya hidup dalam kemewahan, maka dia berada di tepi jurang kehancuran kecuali jika Allah menyelamatkannya dengan Rahmat-Nya. Ketiga, pemimpin yang mampu menahan aparatnya tetapi membiarkan dirinya berada dalam kemewahan, maka dialah yang disebut al Huthamah, seperti yang disabdakan Rasulullah saw, “Seburuk-buruk pemimpin adalah Al Huthamah, yaitu pemimpin yang binasa dengan sendirinya. Dan. Keempat, pemimpin yang membiarkan dirinya dan aparatnya hidup bergelimangan harta, maka mereka semua binasa bersama-sama.” (Umar Bin Khattab Ra.) --- On Sat, 10/17/09, Achmad Chodjim chod...@gmail.com wrote: From: Achmad Chodjim chod...@gmail.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: Saturday, October 17, 2009, 8:00 AM Anda jangan salah paham, Teh Lina. Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang. Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di Eropa. Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi. Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah beliau diakui sebagai pemimpin. Hatur nuhun, Teh Lina. Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lina To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com Sent: Thursday, October 15, 2009 9:31 PM Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Bangkitlah khilafah sbg personal! Bangkitlah khilafah sebagai umat Islam! Sama aja deh, dua2nya saya ngarep2. Tapi kalau dilihat dari pengalaman sejarah, umat itu akan bangkit kalau ada pemimpinnya (personal) yang bangkit. wassalam, --- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, Achmad Chodjim chod...@... wrote: Permisi, Mbak Ning. Khalifah tidak pernah me-resolve perbedaan mazhab. Justru khalifah --dalam sejarah islam-- malah menindas mazhab yang berbeda dengan yang dianut khalifah. Ini amat bahaya! Khalifah Bani Ummayah menindas habis-habisan kaum Syi'ah dan korban pembunuhan terhadap mereka amat besar. Sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz muncul, setiap khutbah jumat harus dilakukan doa pengutukan terhadap Ali bin Abi Thalib. Barulah di zaman Umar bin Abdul Aziz kebiasaan pengutukan itu dihentikan. Ketika khalifah Bani Abbasiyyah berpihak pada kaum Mu'tazilah, semua mazhab yang tidak bisa menerima pandangan Mu'tazilah dihabisi atau paling tidak dipenjarakan. Jadi, ungkapan rasulullah itu bukan merujuk khalifah sebagai personal, tetapi umat Islam yang bangkit kesadarannya. Wassalam, chodjim
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
- Original Message - From: L.Meilany wpamu...@centrin.net.id To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Saturday, October 17, 2009 07:32 Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Nimbrung : Mengenai khalifah secara harafiah, di zaman Rasulullah memangnya sudah disebutkan? Setahu saya ke khalifahan itu justru muncul setelah Rasulullah wafat. ### HMNA: Ada Hadits yang menyatakan Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Al-Rasyidin sepeninggalku, Lengkapnya seperti berikut: Daripada Abi Nijih 'Irbadh bin Sariyah r.a. berkata, Telah menasihati kami oleh Rasulullah saw. akan satu nasihat yang menggetarkan hati kami dan menitiskan air mata kami ketika mendengarnya, lalu kami berkata, Ya Rasulullah! Seolah-olah ini adalah nasihat yang terakhir sekali maka berilah pesanan kepada kami. Lalu baginda pun bersabda, Aku berwasiat akan kamu supaya sentiasa bertakwa kepada Allah dan mendengar serta taat (kepada pemimpin) sekalipun yang meminpin kamu itu hanya seorang hamba. Sesungguhnya sesiapa yang panjang umurnya daripada kamu pasti ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa' Ar-Rasyidin. Penjelasan: 1. Khulafa' adalah bentuk jama' (plural dari Khalifah) 2. Ada dua bentuk susunan: Khulafa' Ar-RasyidIn, ini bentuk idhafah Al-Khulafa' Ar-RasyidUn, ini bentuk jumlah ismiyyah.
[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Dik Aisha dan mas WIkan, Mudah-mudahan peribahasa itu tidak kemudian menggiring kita ke sifat tidak peduli atau individualistis, sehingga kita tidak mau lagi mengoreksi kalau ada teman atau saudara kita yang salah. Sedikit sharing bahwa peribahasa gajah dan semut itu cukup menghambat pembudayaan safety di tempat saya bekerja. Kebetulan di tempat saya bekerja, saya termasuk salah seorang yang diserahi tugas untuk mensupport peningkatan awareness dan culture dalam hal safety. Salah satu prinsip yang harus diterapkan adalah : If you see it, you own it, yang artinya bila kita melihat suatu kekeliruan, maka kita harus mengoreksi dengan segera, tidak boleh membiarkan. Menurut saya, ini islamiy sekali. Karena dalam islam, kita pun diperintahkan untuk saling mengoreksi dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Namun demikian, yah begitulah budaya masyarakat Indonesia yang menganut peribahasa gajah dan semut itu. Banyak sekali yang namanya sungkan, pakewuh dan sebagainya untuk mengoreksi temannya. Alasannya : Wong saya juga belum bener, kok... Di satu sisi, yang dikoreksi juga masih banyak yang merasa tidak nyaman, dan keluarlah komentar gajah dan semut tadi. Jadi ya susah. Di tempat saya, semua workforce diencourage untuk tidak pake prinsip itu. Justru dengan dia mengoreksi temannya, diharapkan menjadi dorongan untuk mengoreksi dirinya sendiri juga. Itu prinsip yang dipake.. dan menurut saya, itu islamiy sekali. Saya berhusnu zhon pada teman-teman yang mengkritisi masalah jilbab ini, saya yakin mereka bukannya ingin sok tau, sok merasa jadi Tuhan, melecehkan dan sebagainya. Saya yakin semuanya berangkat dari rasa peduli/care terhadap fenomena ini. Kalau yang lepas jilbab itu bukan dari aceh dan bukan puteri Indonesia, mungkin tidak terlalu catchy buat masyarakat. Tetapi karena dua hal di atas, masyarakat akan melihat, dan tentunya sedikit banyak ada impactnya buat mereka. Jadi, tidak ada salahnya mengkritisi hal tersebut. Itu menurut saya.. Wallahua'lam bishowab. Wassalaam, -Ning From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of aishayasmina2002 Sent: Thursday, October 15, 2009 2:42 PM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ) betul mas Wikan, peribahasa Indonesia atau bahasa daerah di Indonesia itu luar biasa. Ada kandungan prinsip agama dalam bahasa lokal, kata orang2 sih tengoklah kearifan lokal. Peribahasa gajah dan kuman ini mungkin juga timbul karena banyak orang yang sibuk menilai orang lain daripada sibuk menilai diri pribadi supaya keimanan dan ketakwaan diri pribadi bertambah dengan pesat. Atau mungkin juga ini fenomena orang merasa sudah sangat beriman dan bertakwa sehingga merasa wajib nunjuk2 orang lain salah :) salam AY --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com , Wikan Danar Sunindyo wikan.da...@... wrote: betul juga mbak, justru kalau kata guru ngaji saya, makin tinggi ilmu dan tingkat keimanan seseorang, setan yang menggoda juga semakin tinggi tingkatannya, dan kemungkinan untuk tergelincir dosa juga besar. ibaratnya pohon yang tinggi, anginnya juga besar. kalau orang yang belum berjilbab, mungkin godaannya levelnya besar. tapi kalau orang sudah berjilbab terus ngerasa tingkat ilmu dan imannya lebih tinggi, kan godaannya juga jadi lebih tinggi ya? orang yang baik sih yang sibuk membenahi diri sendiri ketimbang melihat kesalahan/kekurangan orang lain. tapi emang susah sih, ibaratnya gajah di pelupuk mata tidak tampak, kuman di seberang lautan tampak. memang luar biasa peribahasa bahasa indonesia melukiskan sifat/perilaku manusia indonesia ini :) salam, -- wikan 2009/10/15 aishayasmina2002 aishayasmina2...@... Hidup itu memilih ya mba Yayah, tiap orang punya latar belakang kehidupan yang berbeda dengan yang lainnya, dan mungkin pilihannya juga berbeda. Bagi saya jilbab itu wajib, itu untuk diri saya sendiri, tapi jika saya berjilbab, itu tidak berarti saya harus cerewet ngomentari orang yang memilih tidak berjibab, apalagi men-cap orang berjilbab itu tidak manut Tuhan, tidak beriman, tidak bertakwa. Kenapa sibuk menilai orang lain, mungkin akan lebih baik merenungi diri sendiri, apakah diri sendiri sudah baik dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam raya ini, termasuk disini kasus korupsi yang tentunya merugikan orang lain, ini kan masalah hubungan kita dengan sesama makhluk Tuhan. Anehnya di Indonesia, kata orang2, korupsi sudah membudaya, bukannya heboh ngurusin korupsi yang jelas2 merugikan sesama manusia, tapi sibuk ngurusin jilbab seseorang. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Mba Ning, Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan. Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini, jika ada yang merokok, bukan hanya sekedar dikoreksi, karyawan pelakunya mungkin dipecat, tergantung ketentuan tertulis di perusahaan itu. Beda banget dengan kasus seseorang yang berasal dari Aceh tapi lahir dan besar di Jakarta lalu dikoreksi dan dicap tidak beriman karena menang satu lomba tanpa jilbab, apalagi orang itu tidak berjilbab dalam kesehariannya, atau mungkin hanya berjilbab di acara2 tertentu saja. Di dalam lomba itu yang katanya dalam lingkup nasional kan tidak ada kewajiban untuk berjilbab, lalu jika ada sebagian muslim meyakini bahwa jilbab itu wajib, kan ada juga sebagian muslim yang tidak merasa itu sesuatu hal yang wajib, kenapa harus ribut? Kembali lagi, masalah beda latar belakang dan pilihan hidup antara orang2 kan berbeda ya mba? Tidak bisa dibandingkan dengan aturan2 dalam satu perusahaan yang menyangkut safety, kaitannya dengan keselamatan orang lain, semua orang di perusahaan tersebut. Sama dengan orang yang korupsi bahan2 untuk membangun satu jembatan atau gedung sekolah misalnya, ketika jembatan atau sekolah itu ambruk, kaitannya dengan nyawa orang kan? Belum lagi kerugian ekonomi bagi pengguna jembatan atau sekolah itu. salam AY --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) ning...@... wrote: Dik Aisha dan mas WIkan, Mudah-mudahan peribahasa itu tidak kemudian menggiring kita ke sifat tidak peduli atau individualistis, sehingga kita tidak mau lagi mengoreksi kalau ada teman atau saudara kita yang salah. Sedikit sharing bahwa peribahasa gajah dan semut itu cukup menghambat pembudayaan safety di tempat saya bekerja. Kebetulan di tempat saya bekerja, saya termasuk salah seorang yang diserahi tugas untuk mensupport peningkatan awareness dan culture dalam hal safety. Salah satu prinsip yang harus diterapkan adalah : If you see it, you own it, yang artinya bila kita melihat suatu kekeliruan, maka kita harus mengoreksi dengan segera, tidak boleh membiarkan. Menurut saya, ini islamiy sekali. Karena dalam islam, kita pun diperintahkan untuk saling mengoreksi dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Namun demikian, yah begitulah budaya masyarakat Indonesia yang menganut peribahasa gajah dan semut itu. Banyak sekali yang namanya sungkan, pakewuh dan sebagainya untuk mengoreksi temannya. Alasannya : Wong saya juga belum bener, kok... Di satu sisi, yang dikoreksi juga masih banyak yang merasa tidak nyaman, dan keluarlah komentar gajah dan semut tadi. Jadi ya susah. Di tempat saya, semua workforce diencourage untuk tidak pake prinsip itu. Justru dengan dia mengoreksi temannya, diharapkan menjadi dorongan untuk mengoreksi dirinya sendiri juga. Itu prinsip yang dipake.. dan menurut saya, itu islamiy sekali. Saya berhusnu zhon pada teman-teman yang mengkritisi masalah jilbab ini, saya yakin mereka bukannya ingin sok tau, sok merasa jadi Tuhan, melecehkan dan sebagainya. Saya yakin semuanya berangkat dari rasa peduli/care terhadap fenomena ini. Kalau yang lepas jilbab itu bukan dari aceh dan bukan puteri Indonesia, mungkin tidak terlalu catchy buat masyarakat. Tetapi karena dua hal di atas, masyarakat akan melihat, dan tentunya sedikit banyak ada impactnya buat mereka. Jadi, tidak ada salahnya mengkritisi hal tersebut. Itu menurut saya.. Wallahua'lam bishowab. Wassalaam, -Ning
RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Bagi saya itu sama saja, dik.. Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu project, bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau data tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce. Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), seharusnya kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya adalah, karena kita care dan karena kasih sayang. Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk terus meningkatkan diri kita. Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu, kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan mempertanyakan ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang merasa perlu mengkritisi. Demikian menurut pendapat saya, dik. Mohon maaf bila kurang berkenan. Wassalaam, -Ning From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of aishayasmina2002 Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mba Ning, Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan. Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini, jika ada yang merokok, bukan hanya sekedar dikoreksi, karyawan pelakunya mungkin dipecat, tergantung ketentuan tertulis di perusahaan itu. Beda banget dengan kasus seseorang yang berasal dari Aceh tapi lahir dan besar di Jakarta lalu dikoreksi dan dicap tidak beriman karena menang satu lomba tanpa jilbab, apalagi orang itu tidak berjilbab dalam kesehariannya, atau mungkin hanya berjilbab di acara2 tertentu saja. Di dalam lomba itu yang katanya dalam lingkup nasional kan tidak ada kewajiban untuk berjilbab, lalu jika ada sebagian muslim meyakini bahwa jilbab itu wajib, kan ada juga sebagian muslim yang tidak merasa itu sesuatu hal yang wajib, kenapa harus ribut? Kembali lagi, masalah beda latar belakang dan pilihan hidup antara orang2 kan berbeda ya mba? Tidak bisa dibandingkan dengan aturan2 dalam satu perusahaan yang menyangkut safety, kaitannya dengan keselamatan orang lain, semua orang di perusahaan tersebut. Sama dengan orang yang korupsi bahan2 untuk membangun satu jembatan atau gedung sekolah misalnya, ketika jembatan atau sekolah itu ambruk, kaitannya dengan nyawa orang kan? Belum lagi kerugian ekonomi bagi pengguna jembatan atau sekolah itu. salam AY --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com , Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) ning...@... wrote: Dik Aisha dan mas WIkan, Mudah-mudahan peribahasa itu tidak kemudian menggiring kita ke sifat tidak peduli atau individualistis, sehingga kita tidak mau lagi mengoreksi kalau ada teman atau saudara kita yang salah. Sedikit sharing bahwa peribahasa gajah dan semut itu cukup menghambat pembudayaan safety di tempat saya bekerja. Kebetulan di tempat saya bekerja, saya termasuk salah seorang yang diserahi tugas untuk mensupport peningkatan awareness dan culture dalam hal safety. Salah satu prinsip yang harus diterapkan adalah : If you see it, you own it, yang artinya bila kita melihat suatu kekeliruan, maka kita harus mengoreksi dengan segera, tidak boleh membiarkan. Menurut saya, ini islamiy sekali. Karena dalam islam, kita pun diperintahkan untuk saling mengoreksi dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Namun demikian, yah begitulah budaya masyarakat Indonesia yang menganut peribahasa gajah dan semut itu. Banyak sekali yang namanya sungkan, pakewuh dan sebagainya untuk mengoreksi temannya. Alasannya : Wong saya juga belum bener, kok... Di satu sisi, yang dikoreksi juga masih banyak yang merasa tidak nyaman, dan keluarlah komentar gajah dan semut tadi. Jadi ya susah. Di tempat saya, semua workforce diencourage untuk tidak pake prinsip itu. Justru dengan dia mengoreksi temannya, diharapkan menjadi dorongan untuk mengoreksi dirinya sendiri juga. Itu prinsip yang dipake.. dan menurut saya, itu islamiy sekali. Saya berhusnu zhon pada teman-teman yang
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Mbak Ning, Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum pekerja organisasi terseubt. Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' agama. Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning. regards, Donnie On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote: Bagi saya itu sama saja, dik.. Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu project, bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau data tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce. Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), seharusnya kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya adalah, karena kita care dan karena kasih sayang. Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk terus meningkatkan diri kita. Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu, kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan mempertanyakan ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang merasa perlu mengkritisi. Demikian menurut pendapat saya, dik. Mohon maaf bila kurang berkenan. Wassalaam, -Ning From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of aishayasmina2002 Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mba Ning, Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan. Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini, jika ada yang merokok, bukan hanya sekedar dikoreksi, karyawan pelakunya mungkin dipecat, tergantung ketentuan tertulis di perusahaan itu. Beda banget dengan kasus seseorang yang berasal dari Aceh tapi lahir dan besar di Jakarta lalu dikoreksi dan dicap tidak beriman karena menang satu lomba tanpa jilbab, apalagi orang itu tidak berjilbab dalam kesehariannya, atau mungkin hanya berjilbab di acara2 tertentu saja. Di dalam lomba itu yang katanya dalam lingkup nasional kan tidak ada kewajiban untuk berjilbab, lalu jika ada sebagian muslim meyakini bahwa jilbab itu wajib, kan ada juga sebagian muslim yang tidak merasa itu sesuatu hal yang wajib, kenapa harus ribut? Kembali lagi, masalah beda latar belakang dan pilihan hidup antara orang2 kan berbeda ya mba? Tidak bisa dibandingkan dengan aturan2 dalam satu perusahaan yang menyangkut safety, kaitannya dengan keselamatan orang lain, semua orang di perusahaan tersebut. Sama dengan orang yang korupsi bahan2 untuk membangun satu jembatan atau gedung sekolah misalnya, ketika jembatan atau sekolah itu ambruk, kaitannya dengan nyawa orang kan? Belum lagi kerugian ekonomi bagi pengguna jembatan atau sekolah itu. salam AY --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com , Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) ning...@... wrote: Dik Aisha dan mas WIkan, Mudah-mudahan peribahasa itu tidak kemudian menggiring kita ke sifat tidak peduli atau individualistis, sehingga kita tidak mau lagi mengoreksi kalau ada teman atau saudara kita yang salah. Sedikit sharing bahwa peribahasa gajah dan semut itu cukup menghambat pembudayaan safety di tempat saya bekerja. Kebetulan di tempat saya bekerja, saya termasuk salah seorang yang diserahi tugas untuk mensupport peningkatan awareness dan culture dalam hal safety. Salah satu prinsip yang harus diterapkan adalah : If you see it, you own it, yang artinya bila kita melihat suatu kekeliruan, maka kita harus mengoreksi dengan segera, tidak boleh membiarkan. Menurut saya, ini islamiy sekali. Karena dalam islam, kita pun diperintahkan untuk
RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie, karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak. Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting kita sudah mengingatkan. Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim. Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang lainnya. Wassalaam, -NIng From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mbak Ning, Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum pekerja organisasi terseubt. Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' agama. Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning. regards, Donnie On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote: Bagi saya itu sama saja, dik.. Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu project, bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau data tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce. Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), seharusnya kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya adalah, karena kita care dan karena kasih sayang. Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk terus meningkatkan diri kita. Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu, kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan mempertanyakan ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang merasa perlu mengkritisi. Demikian menurut pendapat saya, dik. Mohon maaf bila kurang berkenan. Wassalaam, -Ning From: wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com ] On Behalf Of aishayasmina2002 Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mba Ning, Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan. Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini, jika ada yang merokok, bukan hanya sekedar dikoreksi, karyawan pelakunya mungkin dipecat, tergantung ketentuan tertulis di perusahaan itu. Beda banget dengan kasus seseorang yang berasal dari Aceh tapi lahir dan besar di Jakarta lalu dikoreksi dan dicap tidak beriman karena menang satu lomba tanpa jilbab, apalagi orang itu tidak berjilbab dalam kesehariannya, atau mungkin hanya berjilbab di acara2 tertentu saja. Di dalam lomba itu yang katanya dalam lingkup nasional kan tidak ada kewajiban untuk berjilbab, lalu jika ada sebagian muslim meyakini bahwa jilbab itu wajib, kan ada juga sebagian muslim yang tidak merasa itu sesuatu hal yang wajib, kenapa harus ribut? Kembali lagi, masalah beda latar belakang dan pilihan hidup antara orang2 kan berbeda ya mba? Tidak
Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Permisi, Mbak Ning. Khalifah tidak pernah me-resolve perbedaan mazhab. Justru khalifah --dalam sejarah islam-- malah menindas mazhab yang berbeda dengan yang dianut khalifah. Ini amat bahaya! Khalifah Bani Ummayah menindas habis-habisan kaum Syi'ah dan korban pembunuhan terhadap mereka amat besar. Sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz muncul, setiap khutbah jumat harus dilakukan doa pengutukan terhadap Ali bin Abi Thalib. Barulah di zaman Umar bin Abdul Aziz kebiasaan pengutukan itu dihentikan. Ketika khalifah Bani Abbasiyyah berpihak pada kaum Mu'tazilah, semua mazhab yang tidak bisa menerima pandangan Mu'tazilah dihabisi atau paling tidak dipenjarakan. Jadi, ungkapan rasulullah itu bukan merujuk khalifah sebagai personal, tetapi umat Islam yang bangkit kesadarannya. Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Thursday, October 15, 2009 8:31 PM Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie, karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak. Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting kita sudah mengingatkan. Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim. Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang lainnya. Wassalaam, -NIng From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mbak Ning, Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum pekerja organisasi terseubt. Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' agama. Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning. regards, Donnie On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote: Bagi saya itu sama saja, dik.. Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu project, bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau data tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce. Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), seharusnya kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya adalah, karena kita care dan karena kasih sayang. Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk terus meningkatkan diri kita. Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu, kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan mempertanyakan ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang merasa perlu mengkritisi. Demikian menurut pendapat saya, dik. Mohon maaf bila kurang berkenan. Wassalaam, -Ning From: wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com ] On Behalf Of aishayasmina2002 Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
Bangkitlah khilafah sbg personal! Bangkitlah khilafah sebagai umat Islam! Sama aja deh, dua2nya saya ngarep2. Tapi kalau dilihat dari pengalaman sejarah, umat itu akan bangkit kalau ada pemimpinnya (personal) yang bangkit. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote: Permisi, Mbak Ning. Khalifah tidak pernah me-resolve perbedaan mazhab. Justru khalifah --dalam sejarah islam-- malah menindas mazhab yang berbeda dengan yang dianut khalifah. Ini amat bahaya! Khalifah Bani Ummayah menindas habis-habisan kaum Syi'ah dan korban pembunuhan terhadap mereka amat besar. Sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz muncul, setiap khutbah jumat harus dilakukan doa pengutukan terhadap Ali bin Abi Thalib. Barulah di zaman Umar bin Abdul Aziz kebiasaan pengutukan itu dihentikan. Ketika khalifah Bani Abbasiyyah berpihak pada kaum Mu'tazilah, semua mazhab yang tidak bisa menerima pandangan Mu'tazilah dihabisi atau paling tidak dipenjarakan. Jadi, ungkapan rasulullah itu bukan merujuk khalifah sebagai personal, tetapi umat Islam yang bangkit kesadarannya. Wassalam, chodjim - Original Message - From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Thursday, October 15, 2009 8:31 PM Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie, karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak. Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting kita sudah mengingatkan. Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim. Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang lainnya. Wassalaam, -NIng From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II )) Mbak Ning, Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum pekerja organisasi terseubt. Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' agama. Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning. regards, Donnie On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote: Bagi saya itu sama saja, dik.. Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu project, bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau data tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce. Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), seharusnya kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya adalah, karena kita care dan karena kasih sayang. Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk terus meningkatkan diri kita. Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu, kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan mempertanyakan ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang merasa