[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-20 Terurut Topik Lina
Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem 
pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya 
sistem kan?

SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI dibuat 
'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya Mega berkebun 
di Jl. Teuku Umar aja. 

Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang yang 
menjadi pemimpin. 

wassalam,


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote:

 Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan 
 sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek 
 pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. 
 Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya. 
  Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. 
 
 Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti 
 Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah 
 direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab 
 Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih 
 pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh.
 
 Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak 
 perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada 
 ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring!
 
 Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. Tidak 
 jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan pemimpin 
 umat yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh partai. 
 Secerdas apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa terjaring 
 menjadi capres.
 
 Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu itu 
 memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir 
 pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus!
 
 Wassalam,
 chodjim
 
 
   - Original Message - 
   From: Lina 
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
   Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM
   Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
 Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
 
 
 Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya 
 tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru 
 telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin.
 
   Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika 
 saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu 
 juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per 
 orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh 
 Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar 
 dan gak bakal bangkit...:-)
 
   Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat.
 
   Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda.
 
   wassalam,
 
   --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote:
   
Anda jangan salah paham, Teh Lina.

Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya 
 mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat 
 secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang.

Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu 
 mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin 
 negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, 
 zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit 
 terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi 
 masyarakat sadar di Eropa.

Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau 
 para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan 
 munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang 
 bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke 
 era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah 
 ada sejak 600 tahun sebelum masehi.

Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi 
 kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan 
 kekuasaan terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad 
 saw, 13 tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di 
 Madinah beliau diakui sebagai pemimpin.

Hatur nuhun, Teh Lina.

Wassalam,

chodjim 

   
 
 
 
   
 
 [Non-text portions of this message have been removed]





Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-20 Terurut Topik Ari Condro
yg diamerika juga cuman bisa kecut ketika george bush terpilih lagi jadi
presiden :D  tapi kalo langsung ngangkat usamah bin ladin jadi khalifah
amerika, nah itu lebih ndomblong lagi :p





2009/10/20 Lina linadah...@yahoo.com



 Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem
 pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya
 sistem kan?

 SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI
 dibuat 'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya
 Mega berkebun di Jl. Teuku Umar aja.

 Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang
 yang menjadi pemimpin.

 wassalam,

 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com,
 Achmad Chodjim chod...@... wrote:
 
  Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan
 sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek
 pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu
 sendiri. Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan
 masyarakatnya. Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu.
 
  Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti
 Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah
 direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin
 Arab Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa
 memilih pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin
 bodoh.
 
  Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak
 perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada
 ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring!
 
  Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil.
 Tidak jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan
 pemimpin umat yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh
 partai. Secerdas apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa
 terjaring menjadi capres.
 
  Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu
 itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan
 lahir pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus!
 
  Wassalam,
  chodjim
 
 
  - Original Message -
  From: Lina
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com
  Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re:
 Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
 
 
  Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya
 tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru
 telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin.
 
  Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika
 saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu
 juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara
 per orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh
 Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal
 sadar dan gak bakal bangkit...:-)
 
  Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat.
 
  Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda.
 
  wassalam,
 
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com,
 Achmad Chodjim chodjim@ wrote:
  
   Anda jangan salah paham, Teh Lina.
  
   Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya
 mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat
 secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang.
  
   Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu
 mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin
 negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun,
 zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit
 terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi
 masyarakat sadar di Eropa.
  
   Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau
 para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan
 munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang
 bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang
 ke era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya
 sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi.
  
   Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi
 kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan
 kekuasaan terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi
 Muhammad saw, 13 tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan
 baru di Madinah beliau diakui sebagai pemimpin.
  
   Hatur nuhun, Teh Lina.
  
   Wassalam,
  
   chodjim
  
  
 
 
 
 
 
  [Non-text portions of this message have been

[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-20 Terurut Topik Lina
Kalo milih TK jadi ketua MPR, ndomblong gak?ha..ha...Buat SBY ya gak dunk. 

Moga2 5 tahun kedepan kepemerintahan SBY aman2 deh.  

Sapa dulu dibelakang SBY. Iye gak? Sistem?

wass,

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Ari Condro masar...@... wrote:

 yg diamerika juga cuman bisa kecut ketika george bush terpilih lagi jadi
 presiden :D  tapi kalo langsung ngangkat usamah bin ladin jadi khalifah
 amerika, nah itu lebih ndomblong lagi :p
 
 
 
 
 
 2009/10/20 Lina linadah...@...
 
 
 
  Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem
  pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya
  sistem kan?
 
  SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI
  dibuat 'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya
  Mega berkebun di Jl. Teuku Umar aja.
 
  Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang
  yang menjadi pemimpin.
 
  wassalam,
 
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com,
  Achmad Chodjim chodjim@ wrote:
  
   Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan
  sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek
  pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu
  sendiri. Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan
  masyarakatnya. Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu.
  
   Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti
  Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah
  direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin
  Arab Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa
  memilih pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin
  bodoh.
  
   Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak
  perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada
  ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring!
  
   Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil.
  Tidak jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan
  pemimpin umat yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh
  partai. Secerdas apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa
  terjaring menjadi capres.
  
   Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu
  itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan
  lahir pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus!
  
   Wassalam,
   chodjim
  
  
   - Original Message -
   From: Lina
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com
   Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM
   Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re:
  Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
  
  
   Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya
  tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru
  telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin.
  
   Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika
  saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu
  juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara
  per orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh
  Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal
  sadar dan gak bakal bangkit...:-)
  
   Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat.
  
   Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda.
  
   wassalam,
  
   --- In wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com,
  Achmad Chodjim chodjim@ wrote:
   
Anda jangan salah paham, Teh Lina.
   
Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya
  mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat
  secara keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang.
   
Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu
  mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin
  negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun,
  zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit
  terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi
  masyarakat sadar di Eropa.
   
Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau
  para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan
  munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang
  bisa diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang
  ke era kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya
  sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi.
   
Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi
  kepemimpinan. Dan, bila ini

Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-20 Terurut Topik Achmad Chodjim
Hahaha.. Teh Lina ada-ada saja. Kalau di sini bukan masalah brilian 
bernegara, tapi brilian bermain catur, dan 230 juta penduduk Indonesia 
dicaturkan, hahaha. catur terus sampai pagi..

Wassalam,

chodjim


  - Original Message - 
  From: Lina 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, October 20, 2009 12:21 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri 
Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))


Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem 
pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya 
sistem kan?

  SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI 
dibuat 'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya Mega 
berkebun di Jl. Teuku Umar aja. 

  Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang 
yang menjadi pemimpin. 

  wassalam,

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote:
  
   Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan 
sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek 
pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. 
Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya. 
Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. 
   
   Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti 
Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah 
direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab 
Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih 
pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh.
   
   Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak 
perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada 
ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring!
   
   Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. Tidak 
jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan pemimpin umat 
yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh partai. Secerdas 
apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa terjaring menjadi capres.
   
   Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu 
itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir 
pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus!
   
   Wassalam,
   chodjim
   
   
   - Original Message - 
   From: Lina 
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
   Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM
   Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
   
   
   Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya 
tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru 
telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin.
   
   Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika 
saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga 
dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per 
orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh 
Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar 
dan gak bakal bangkit...:-)
   
   Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat.
   
   Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda.
   
   wassalam,
   
   --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote:
   
Anda jangan salah paham, Teh Lina.

Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya 
mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara 
keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang.

Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu 
mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara 
Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan 
baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, 
barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di 
Eropa.

Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau 
para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan 
munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa 
diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era 
kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada 
sejak 600 tahun sebelum masehi.

Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi 
kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan 
terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 
tahun Nabi

Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-20 Terurut Topik Achmad Chodjim
Teh Lina,

Kalau melihat pelantikan hari ini (Selasa 20 Oktober 2009), kontras sekali yaa 
dengan pelantikan Obama sebagai presiden USA. Tatkala Obama dilantik, ratusan 
ribu warga USA menyambutnya seperti tahun baru. Mereka mengelu-elukan presiden 
baru mereka. Tapi, di sini, di NKRI, cuma ada di dalam gedung dan disaksikan 
oleh anggota MPR. Rakyat merasa biasa-biasa saja, tak merasa memiliki. Inilah 
sistem permainan catur yang melekan hingga pagi hari.. tak ada yang nonton 
yang penting yang bermain asyiiikkk hahaha...

Wassalam,
chodjim
 

  - Original Message - 
  From: Lina 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, October 20, 2009 12:21 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri 
Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))


Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem 
pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya 
sistem kan?

  SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI 
dibuat 'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya Mega 
berkebun di Jl. Teuku Umar aja. 

  Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang 
yang menjadi pemimpin. 

  wassalam,

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote:
  
   Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan 
sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek 
pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. 
Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya. 
Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. 
   
   Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti 
Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah 
direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab 
Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih 
pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh.
   
   Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak 
perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada 
ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring!
   
   Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. Tidak 
jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan pemimpin umat 
yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh partai. Secerdas 
apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa terjaring menjadi capres.
   
   Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu 
itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir 
pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus!
   
   Wassalam,
   chodjim
   
   
   - Original Message - 
   From: Lina 
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
   Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM
   Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
   
   
   Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya 
tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru 
telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin.
   
   Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika 
saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga 
dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per 
orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh 
Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar 
dan gak bakal bangkit...:-)
   
   Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat.
   
   Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda.
   
   wassalam,
   
   --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote:
   
Anda jangan salah paham, Teh Lina.

Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya 
mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara 
keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang.

Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu 
mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara 
Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan 
baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, 
barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di 
Eropa.

Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau 
para shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan 
munculnya aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa 
diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era 
kesejahteraan dan

[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-20 Terurut Topik Lina
Gitu ya, Pak? Saya juga gak nonton biar di tevepun. Saya juga kurang antusias 
cari tau siapa2 saja yg jadi menteri. Mungkin krn gak ada sanak family yg jadi 
menteri ye...he..he..**malu mode on**. 

Semua ini barangkali karena emang budayanya beda. Ntu dia, Pak! dah tau budaya 
beda tapi sistemnya ikut2an Obama, jadi maklum kalu masih ada perbedaan. Sistem 
boleh sama...

Ntar pak kalo Tukul Raenaldi jadi Presiden RI, baru deh ratusan ribu orang 
Indonesia bakal nonton. Ha Ha Ha, mantab toh?

Bahaya pak kalo semua rakyat diajak maen catur. Begadang semua, ntar!


wassalam,

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote:

 Teh Lina,
 
 Kalau melihat pelantikan hari ini (Selasa 20 Oktober 2009), kontras sekali 
 yaa dengan pelantikan Obama sebagai presiden USA. Tatkala Obama dilantik, 
 ratusan ribu warga USA menyambutnya seperti tahun baru. Mereka mengelu-elukan 
 presiden baru mereka. Tapi, di sini, di NKRI, cuma ada di dalam gedung dan 
 disaksikan oleh anggota MPR. Rakyat merasa biasa-biasa saja, tak merasa 
 memiliki. Inilah sistem permainan catur yang melekan hingga pagi hari.. 
 tak ada yang nonton yang penting yang bermain asyiiikkk hahaha...
 
 Wassalam,
 chodjim
  
 
   - Original Message - 
   From: Lina 
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
   Sent: Tuesday, October 20, 2009 12:21 AM
   Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
 Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
 
 
 Ha..ha...ha...saya jadi tertawa gak tersenyum lagi. Soalnya inget sistem 
 pemilihan presiden di Indonesia ya pak? Sistem ya pak? Bagus Indonesia punya 
 sistem kan?
 
   SBY itu brilliyan, Pak. Golkar di buat 'seri' dengan naro pion Ical. PDI 
 dibuat 'skak ster sbom' dengan menjadikan suami Mega ketua MPR, akhirnya Mega 
 berkebun di Jl. Teuku Umar aja. 
 
   Jadi, mari bermain catur dengan peraturan dan sistem yang ada. Yang menang 
 yang menjadi pemimpin. 
 
   wassalam,
 
   --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote:
   
Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan 
 sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek 
 pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. 
 Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya. 
 Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. 

Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti 
 Arab, tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah 
 direstui oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab 
 Saudi ya bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih 
 pemimpinnya. Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh.

Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak 
 perlu lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada 
 ialah sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring!

Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. 
 Tidak jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan 
 pemimpin umat yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh 
 partai. Secerdas apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa 
 terjaring menjadi capres.

Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu 
 itu memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir 
 pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus!

Wassalam,
chodjim


- Original Message - 
From: Lina 
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM
Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
 Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))


Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya 
 tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru 
 telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin.

Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika 
 saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu 
 juga dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per 
 orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh 
 Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar 
 dan gak bakal bangkit...:-)

Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat.

Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda.

wassalam,

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chodjim@ wrote:

 Anda jangan salah paham, Teh Lina.
 
 Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya 
 mendasarkan pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat 
 secara keseluruhan tidak akan menjadi

[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-19 Terurut Topik Lina
Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya tersenyum 
mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru telor? meski 
hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin.

Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika saya 
sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga 
dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per 
orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh 
Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar 
dan gak bakal bangkit...:-)

Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat.

Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda.

wassalam,



--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote:

 Anda jangan salah paham, Teh Lina.
 
 Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan 
 pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara 
 keseluruhan tidak akan menjadi seperti sekarang.
 
 Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu 
 mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin 
 negara-negara Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, 
 zaman pencerahan baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit 
 terlebih dahulu, barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi 
 masyarakat sadar di Eropa.
 
 Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para 
 shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya 
 aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa 
 diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era 
 kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada 
 sejak 600 tahun sebelum masehi.
 
 Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi 
 kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan 
 kekuasaan terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad 
 saw, 13 tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di 
 Madinah beliau diakui sebagai pemimpin.
 
 Hatur nuhun, Teh Lina.
 
 Wassalam,
 
 chodjim 
 




Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-19 Terurut Topik Achmad Chodjim
Beda zamannya, Teh Lina. Dulu masyarakat masih tergolong buta aksara, dan 
sistem yang berlaku sistem kerajaan. Sekarang, zamannya masyarakat melek 
pengetahuan. Sistem yang berlaku juga hasil dari kekuatan sosial itu sendiri. 
Jadi, Obama tidak bisa muncul kalau tidak mendapatkan dukungan masyarakatnya.  
Jadi, ini bukan masalah telur dulu atau ayam dulu. 

Sekarang ada sistem yang bekerja. Kalau di negara-negara kerajaan seperti Arab, 
tentunya ya dari keturunan raja yang muncul dan itu pun yang sudah direstui 
oleh sistem yang ada. Kalau Osama berani klaim menjadi pemimpin Arab Saudi ya 
bakal dilindas habis. Jadi, masyarakat bangkit, baru bisa memilih pemimpinnya. 
Kalau masyarakatnya bodoh, yang lahir pun pemimpin bodoh.

Dus, perhatikan sistem yang sedang berjalan di era modern ini! Jadi, tak perlu 
lagi berpijak pada era telur atau ayamnya yang duluan. Yang jelas ada ialah 
sistemnya, dan dari situ pemimpin dijaring!

Bangkit personal, tetapi kesadaran umat buruk, ya tidak bisa tampil. Tidak 
jauh-jauh, lihat pemilihan presiden di Indonesia. Coba munculkan pemimpin umat 
yang luar biasa cerdas, apa bisa? Pemimpin harus diajukan oleh partai. Secerdas 
apa pun bisa tidak laku partainya, ya boro-boro bisa terjaring menjadi capres.

Marilah bekerja untuk membangkitkan kesadaran umat --seperti Eropa waktu itu 
memasuki zaman pencerahan. Dari umat yang bangkit kesadarannya akan lahir 
pemimpin yang cemerlang. Stop berkhayal terus!

Wassalam,
chodjim


  - Original Message - 
  From: Lina 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, October 19, 2009 2:35 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri 
Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))


Pak Chodjim ini selalu membuat saya tersenyum-senyum. Sekarang saya 
tersenyum mikir mana yang duluan: telor dulu baru ayam, ato ayam dulu baru 
telor? meski hal ini gak bisa dihubungkan dengan hal yg lg diobrolin.

  Saya pan terserah lah mana duluan yang perlu muncul. Meski menurut logika 
saya sih kudu pemimpin dulu yang muncul baru bisa menyadarkan umat. Begitu juga 
dengan contoh2 yang Bapak berikan. Dari seseorang yg bangkit secara per 
orangan bangkit inilah yang kemudian menjadi pemimpin. Termasuk contoh 
Rasulullah di jamannya. Kalo gak ada Rasulullah, jazirah arab gak bakal sadar 
dan gak bakal bangkit...:-)

  Sekali lagi bangkitlah yang personal dan bangkitlah kesadaran umat.

  Terimakasih buat wawasan pemikiran yang berbeda.

  wassalam,

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote:
  
   Anda jangan salah paham, Teh Lina.
   
   Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan 
pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan 
tidak akan menjadi seperti sekarang.
   
   Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu 
mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara 
Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan 
baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, 
barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di 
Eropa.
   
   Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para 
shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya 
aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa 
diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era 
kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada 
sejak 600 tahun sebelum masehi.
   
   Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi 
kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan 
terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 
tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah 
beliau diakui sebagai pemimpin.
   
   Hatur nuhun, Teh Lina.
   
   Wassalam,
   
   chodjim 
   
  



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-16 Terurut Topik Wikan Danar Sunindyo
kalau khilafah amirikiyah yang dipimpin oleh khalifah Hussein Obama tuh
banyak yang berharap lho, sampe2 dikasih hadiah nobel

salam,
--
wikan

2009/10/16 Lina linadah...@yahoo.com



 Bangkitlah khilafah sbg personal! Bangkitlah khilafah sebagai umat Islam! 
 Sama aja deh, dua2nya saya ngarep2.

 Tapi kalau dilihat dari pengalaman sejarah, umat itu akan bangkit kalau ada 
 pemimpinnya (personal) yang bangkit.


Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-16 Terurut Topik donnie damana

Mb Ning,

Back to square one... Khalifah versi yang mana? ketika ada mazhab yang  
berbeda.. yang sama2 diakui..
sebelum ada khalifah yang meresolve perbedaan itu kita sudah punya pr  
untu meresolve perbedaan tersebut.

:D


On Oct 16, 2009, at 10:31 AM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote:



 Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi
 dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki
 otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang
 me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie,
 karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali  
 tegak.

 Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf  
 nahyi
 munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling  
 mengingatkan
 itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi
 berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting
 kita sudah mengingatkan.

 Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan
 saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim.
 Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena  
 yang
 lainnya.

 Wassalaam,

 -NIng

 From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana
 Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM
 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was
 Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

 Mbak Ning,

 Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi
 untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa
 mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum
 pekerja organisasi terseubt.
 Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh
 hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan
 perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu.
 Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi'
 agama.

 Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning.

 regards,
 Donnie

 On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote:

  Bagi saya itu sama saja, dik..
 
  Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang  
 ada
  di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak  
 hanya
  safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu
  project,
  bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau
  data
  tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya  
 diharuskan
  untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce.
 
  Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang  
 (yang
  tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah),
  seharusnya
  kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau
  menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya
  adalah, karena kita care dan karena kasih sayang.
 
  Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh
  seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita
  jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun  
 mungkin
  juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk
  terus meningkatkan diri kita.
 
  Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab  
 itu,
  kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan.  
 Menurut
  saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena
  kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan
  mempertanyakan
  ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada  
 yang
  merasa perlu mengkritisi.
 
  Demikian menurut pendapat saya, dik.
 
  Mohon maaf bila kurang berkenan.
 
  Wassalaam,
 
  -Ning
 
  From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com
  [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
 mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com ] On Behalf Of
 aishayasmina2002
  Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com
  Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was  
 Re:
  Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
 
  Mba Ning,
  Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di  
 Indonesia
  dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan.
 
  Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi  
 setiap
  karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini, jika
  ada
  yang merokok, bukan hanya sekedar dikoreksi, karyawan pelakunya
  mungkin
  dipecat, tergantung ketentuan tertulis di perusahaan itu.
 
  Beda banget dengan kasus seseorang yang berasal dari Aceh tapi lahir
  dan
  besar di Jakarta lalu dikoreksi dan dicap tidak beriman karena  
 menang
  satu lomba tanpa jilbab, apalagi orang itu tidak berjilbab dalam
  kesehariannya, atau mungkin

Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-16 Terurut Topik Wikan Danar Sunindyo
oh ya, sekarang ahmadiyah juga udah punya khilafah tuh
apa hizbut tahrir mau gabung dan baiat sama khilafah islamiyahnya ahmadiyah?
i guess not

salam,
--
wikan

2009/10/16 donnie damana donnie.dam...@gmail.com



 Mb Ning,

 Back to square one... Khalifah versi yang mana? ketika ada mazhab yang
 berbeda.. yang sama2 diakui..
 sebelum ada khalifah yang meresolve perbedaan itu kita sudah punya pr
 untu meresolve perbedaan tersebut.


Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-16 Terurut Topik Dwi Soegardi
Di Afrika juga ada khilafah Sokoto (http://en.wikipedia.org/wiki/Sokoto)
yang masih tegak sampai sekarang walau dalam administrasi negara Nigeria
(mirip NAD kali )

Di masa lalu juga ada banyak khilafah pada saat yang sama
Umayyah, Abbasiyah, Usmaniyah, Mughal, Safawiyah, 
dan satu sama lain saling bunuh-bunuhan
soalnya konon mengikuti hadis untuk memenggal kepala
orang yang mengklaim khalifah belakangan.

Mudah2an jaman yang diimpikan HT itu nggak bakal wujud . seyem,.


2009/10/16 Wikan Danar Sunindyo wikan.da...@gmail.com:
 oh ya, sekarang ahmadiyah juga udah punya khilafah tuh
 apa hizbut tahrir mau gabung dan baiat sama khilafah islamiyahnya ahmadiyah?
 i guess not

 salam,
 --
 wikan

 2009/10/16 donnie damana donnie.dam...@gmail.com



 Mb Ning,

 Back to square one... Khalifah versi yang mana? ketika ada mazhab yang
 berbeda.. yang sama2 diakui..
 sebelum ada khalifah yang meresolve perbedaan itu kita sudah punya pr
 untu meresolve perbedaan tersebut.


 

 ===
 Milis Wanita Muslimah
 Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
 Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
 Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
 ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
 Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
 Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
 Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

 Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links






Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-16 Terurut Topik Ari Condro
untuk menentukan khalifah mana yang akan dipakai.
ditentukan melalui kompetisi masak

2009/10/16 donnie damana donnie.dam...@gmail.com




 Mb Ning,

 Back to square one... Khalifah versi yang mana? ketika ada mazhab yang
 berbeda.. yang sama2 diakui..
 sebelum ada khalifah yang meresolve perbedaan itu kita sudah punya pr
 untu meresolve perbedaan tersebut.

 :D


 On Oct 16, 2009, at 10:31 AM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote:

 
 
  Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi
  dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki
  otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang
  me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie,
  karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali
  tegak.
 
  Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf
  nahyi
  munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling
  mengingatkan
  itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi
  berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting
  kita sudah mengingatkan.
 
  Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan
  saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim.
  Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena
  yang
  lainnya.
 
  Wassalaam,
 
  -NIng
 
  From: wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com
  [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com]
 On Behalf Of donnie damana
  Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was
  Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
 
  Mbak Ning,
 
  Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi
  untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa
  mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum
  pekerja organisasi terseubt.
  Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh
  hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan
  perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu.
  Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi'
  agama.
 
  Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning.
 
  regards,
  Donnie
 
  On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote:
 
   Bagi saya itu sama saja, dik..
  
   Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang
  ada
   di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak
  hanya
   safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu
   project,
   bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau
   data
   tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya
  diharuskan
   untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce.
  
   Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang
  (yang
   tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah),
   seharusnya
   kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau
   menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya
   adalah, karena kita care dan karena kasih sayang.
  
   Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh
   seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita
   jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun
  mungkin
   juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk
   terus meningkatkan diri kita.
  
   Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab
  itu,
   kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan.
  Menurut
   saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena
   kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan
   mempertanyakan
   ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada
  yang
   merasa perlu mengkritisi.
  
   Demikian menurut pendapat saya, dik.
  
   Mohon maaf bila kurang berkenan.
  
   Wassalaam,
  
   -Ning
  
   From: wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.comwanita-muslimah%2540yahoogroups.com
 
   [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.comwanita-muslimah%2540yahoogroups.com
 ] On Behalf Of
  aishayasmina2002
   Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.comwanita-muslimah%2540yahoogroups.com
 
   Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was
  Re:
   Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
  
   Mba Ning,
   Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di
  Indonesia
   dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan

Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-16 Terurut Topik L.Meilany
Nimbrung :
Mengenai khalifah secara harafiah, di zaman Rasulullah memangnya sudah 
disebutkan?
Setahu saya ke khalifahan itu justru muncul setelah Rasulullah wafat.

Yg saya pahami Islam itu demokratis; pengambilan keputusan dilakukan dengan 
musyawarah misalnya.
Islam juga tidak mengajarkan u mengkultuskan Rasulullah.

Salam, 
l.meilany 

  - Original Message - 
  From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, October 16, 2009 10:31 AM
  Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))




  Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi
  dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki
  otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang
  me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie,
  karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak.

  Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi
  munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan
  itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi
  berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting
  kita sudah mengingatkan. 

  Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan
  saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim.
  Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang
  lainnya. 

  Wassalaam,

  -NIng

  From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana
  Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was
  Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

  Mbak Ning,

  Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi 
  untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa 
  mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum 
  pekerja organisasi terseubt.
  Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh 
  hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan 
  perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. 
  Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' 
  agama.

  Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning.

  regards,
  Donnie

  On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote:

   Bagi saya itu sama saja, dik..
  
   Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada
   di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya
   safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu 
   project,
   bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau 
   data
   tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan
   untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce.
  
   Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang
   tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), 
   seharusnya
   kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau
   menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya
   adalah, karena kita care dan karena kasih sayang.
  
   Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh
   seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita
   jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin
   juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk
   terus meningkatkan diri kita.
  
   Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu,
   kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut
   saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena
   kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan 
   mempertanyakan
   ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang
   merasa perlu mengkritisi.
  
   Demikian menurut pendapat saya, dik.
  
   Mohon maaf bila kurang berkenan.
  
   Wassalaam,
  
   -Ning
  
   From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com 
   [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com ] On Behalf Of
  aishayasmina2002
   Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com 
   Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re:
   Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
  
   Mba Ning,
   Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia
   dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan.
  
   Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap
   karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini

Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-16 Terurut Topik Achmad Chodjim
Anda jangan salah paham, Teh Lina.

Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan 
pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan 
tidak akan menjadi seperti sekarang.

Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu 
mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara 
Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan 
baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, 
barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di 
Eropa.

Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para 
shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya 
aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa 
diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era 
kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada 
sejak 600 tahun sebelum masehi.

Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi 
kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan 
terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 
tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah 
beliau diakui sebagai pemimpin.

Hatur nuhun, Teh Lina.

Wassalam,

chodjim 

  - Original Message - 
  From: Lina 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, October 15, 2009 9:31 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri 
Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))


Bangkitlah khilafah sbg personal! Bangkitlah khilafah sebagai umat Islam! 
Sama aja deh, dua2nya saya ngarep2.

  Tapi kalau dilihat dari pengalaman sejarah, umat itu akan bangkit kalau ada 
pemimpinnya (personal) yang bangkit.

  wassalam,

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote:
  
   Permisi, Mbak Ning.
   
   Khalifah tidak pernah me-resolve perbedaan mazhab. Justru khalifah --dalam 
sejarah islam-- malah menindas mazhab yang berbeda dengan yang dianut khalifah. 
Ini amat bahaya!
   
   Khalifah Bani Ummayah menindas habis-habisan kaum Syi'ah dan korban 
pembunuhan terhadap mereka amat besar. Sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz 
muncul, setiap khutbah jumat harus dilakukan doa pengutukan terhadap Ali bin 
Abi Thalib. Barulah di zaman Umar bin Abdul Aziz kebiasaan pengutukan itu 
dihentikan.
   
   Ketika khalifah Bani Abbasiyyah berpihak pada kaum Mu'tazilah, semua mazhab 
yang tidak bisa menerima pandangan Mu'tazilah dihabisi atau paling tidak 
dipenjarakan.
   
   Jadi, ungkapan rasulullah itu bukan merujuk khalifah sebagai personal, 
tetapi umat Islam yang bangkit kesadarannya.
   
   Wassalam,
   chodjim
   
   - Original Message - 
   From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) 
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
   Sent: Thursday, October 15, 2009 8:31 PM
   Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
   
   
   
   
   Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi
   dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki
   otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang
   me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie,
   karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak.
   
   Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi
   munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan
   itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi
   berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting
   kita sudah mengingatkan. 
   
   Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan
   saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim.
   Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang
   lainnya. 
   
   Wassalaam,
   
   -NIng
   
   From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
   [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana
   Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
   Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was
   Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
   
   Mbak Ning,
   
   Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi 
   untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa 
   mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum 
   pekerja organisasi terseubt.
   Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh 
   hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan 
   perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. 
   Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan

Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-16 Terurut Topik izzuddin al qassam
ada kutipan dari Umar bin Khattab Ra.
 
Empat Macam Pemimpin
 
“Pemimpin itu ada empat macam.
Pertama, pemimpin yang kuat, yang mampu menahan dirinya dan aparatnya (dari 
kemewahan dunia), maka dialah seorang mujahid yang berjuang dijalan Allah. 
Tangan Allah terbentang atasnya dengan rahmat dan kasih saying.
Kedua, pemimpin yang lemah, yaitu yang mampu menahan dirinya tetapi membiarkan 
aparatnya hidup dalam kemewahan, maka dia berada di tepi jurang kehancuran 
kecuali jika Allah menyelamatkannya dengan Rahmat-Nya.
Ketiga, pemimpin yang mampu menahan aparatnya tetapi membiarkan dirinya berada 
dalam kemewahan, maka dialah yang disebut al Huthamah, seperti yang disabdakan 
Rasulullah saw, “Seburuk-buruk pemimpin adalah Al Huthamah, yaitu pemimpin yang 
binasa dengan sendirinya. Dan.
Keempat, pemimpin yang membiarkan dirinya dan aparatnya hidup bergelimangan 
harta, maka mereka semua binasa bersama-sama.”
 
(Umar Bin Khattab Ra.)


--- On Sat, 10/17/09, Achmad Chodjim chod...@gmail.com wrote:


From: Achmad Chodjim chod...@gmail.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Date: Saturday, October 17, 2009, 8:00 AM


  



Anda jangan salah paham, Teh Lina.

Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan 
pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan 
tidak akan menjadi seperti sekarang.

Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu 
mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara 
Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan 
baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, 
barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di 
Eropa.

Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para 
shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya 
aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa 
diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era 
kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada 
sejak 600 tahun sebelum masehi.

Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi 
kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan 
terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 
tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah 
beliau diakui sebagai pemimpin.

Hatur nuhun, Teh Lina.

Wassalam,

chodjim 

- Original Message - 
From: Lina 
To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 
Sent: Thursday, October 15, 2009 9:31 PM
Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri 
Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

Bangkitlah khilafah sbg personal! Bangkitlah khilafah sebagai umat Islam! Sama 
aja deh, dua2nya saya ngarep2.

Tapi kalau dilihat dari pengalaman sejarah, umat itu akan bangkit kalau ada 
pemimpinnya (personal) yang bangkit.

wassalam,

--- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, Achmad Chodjim chod...@...  wrote:

 Permisi, Mbak Ning.
 
 Khalifah tidak pernah me-resolve perbedaan mazhab. Justru khalifah --dalam 
 sejarah islam-- malah menindas mazhab yang berbeda dengan yang dianut 
 khalifah. Ini amat bahaya!
 
 Khalifah Bani Ummayah menindas habis-habisan kaum Syi'ah dan korban 
 pembunuhan terhadap mereka amat besar. Sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz 
 muncul, setiap khutbah jumat harus dilakukan doa pengutukan terhadap Ali bin 
 Abi Thalib. Barulah di zaman Umar bin Abdul Aziz kebiasaan pengutukan itu 
 dihentikan.
 
 Ketika khalifah Bani Abbasiyyah berpihak pada kaum Mu'tazilah, semua mazhab 
 yang tidak bisa menerima pandangan Mu'tazilah dihabisi atau paling tidak 
 dipenjarakan.
 
 Jadi, ungkapan rasulullah itu bukan merujuk khalifah sebagai personal, tetapi 
 umat Islam yang bangkit kesadarannya.
 
 Wassalam,
 chodjim
 
 - Original Message - 
 From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) 
 To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 
 Sent: Thursday, October 15, 2009 8:31 PM
 Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
 Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
 
 
 
 
 Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi
 dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki
 otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang
 me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie,
 karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak.
 
 Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi
 munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan
 itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi
 berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak

Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-16 Terurut Topik Ary Setijadi Prihatmanto
atas dasar kasih sayang dan persaudaraan,
bukan atas dasar hubungan majikan-bawahan, pimpinan-bawahan, kafir-non kafir, 
arab-non-arab, wali-nonwali, bangsa khalifah-budak, ulama-non-ulama, 
senioritas dll.

amar ma'ruf juga gak sembarang amar... 

berjilbab lo, kalo gak elo ingkar pada perintah Allah, kalo elo gak mau, gue 
cambuk lo
itu bukan cara amar ma'ruf yang ma'ruf... tapi malah termasuk yang munkar...

nahyi munkar juga terkait dengan mencegah cara amar ma'ruf yang munkar...
apalagi ma'rufnya masih belum jelas bener...

pusing-pusing lah


  - Original Message - 
  From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, October 16, 2009 10:31 AM
  Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))




  Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi
  dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki
  otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang
  me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie,
  karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak.

  Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi
  munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan
  itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi
  berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting
  kita sudah mengingatkan. 

  Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan
  saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim.
  Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang
  lainnya. 

  Wassalaam,

  -NIng

  From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana
  Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was
  Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

  Mbak Ning,

  Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi 
  untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa 
  mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum 
  pekerja organisasi terseubt.
  Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh 
  hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan 
  perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. 
  Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' 
  agama.

  Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning.

  regards,
  Donnie

  On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote:

   Bagi saya itu sama saja, dik..
  
   Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada
   di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya
   safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu 
   project,
   bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau 
   data
   tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan
   untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce.
  
   Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang
   tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), 
   seharusnya
   kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau
   menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya
   adalah, karena kita care dan karena kasih sayang.
  
   Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh
   seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita
   jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin
   juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk
   terus meningkatkan diri kita.
  
   Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu,
   kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut
   saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena
   kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan 
   mempertanyakan
   ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang
   merasa perlu mengkritisi.
  
   Demikian menurut pendapat saya, dik.
  
   Mohon maaf bila kurang berkenan.
  
   Wassalaam,
  
   -Ning
  
   From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com 
   [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com ] On Behalf Of
  aishayasmina2002
   Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com 
   Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re:
   Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
  
   Mba Ning,
   Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di

Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-16 Terurut Topik Achmad Chodjim
Put,

Apa yang putri sampaikan dengan mengutip ucapan Sahabat Umar bin Khatthab itu 
hanyalah merujuk pada sifat-sifat pemimpin.

Sedangkan yang kita diskusikan di WM ini adalah kebangkitan pemimpin setelah 
bangkitnya kesadaran umat. Jadi, ya hanya nyambung sedikit.  :)

Jadi, bila umat belum bangkit kesadarannya maka jangan harap bisa mendapatkan 
pemimpin yang kuat. Biasanya yang terpilih sebagai pemimpin ya yang pandai 
merekayasa dan banyak duitnya. 

kapan Put ke jakarta, kata Om Ari perlu makan-makan... :)

Wassalam,

chodjim

  - Original Message - 
  From: izzuddin al qassam 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, October 16, 2009 7:36 PM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))


ada kutipan dari Umar bin Khattab Ra.
   
  Empat Macam Pemimpin
   
  “Pemimpin itu ada empat macam.
  Pertama, pemimpin yang kuat, yang mampu menahan dirinya dan aparatnya (dari 
kemewahan dunia), maka dialah seorang mujahid yang berjuang dijalan Allah. 
Tangan Allah terbentang atasnya dengan rahmat dan kasih saying.
  Kedua, pemimpin yang lemah, yaitu yang mampu menahan dirinya tetapi 
membiarkan aparatnya hidup dalam kemewahan, maka dia berada di tepi jurang 
kehancuran kecuali jika Allah menyelamatkannya dengan Rahmat-Nya.
  Ketiga, pemimpin yang mampu menahan aparatnya tetapi membiarkan dirinya 
berada dalam kemewahan, maka dialah yang disebut al Huthamah, seperti yang 
disabdakan Rasulullah saw, “Seburuk-buruk pemimpin adalah Al Huthamah, yaitu 
pemimpin yang binasa dengan sendirinya. Dan.
  Keempat, pemimpin yang membiarkan dirinya dan aparatnya hidup bergelimangan 
harta, maka mereka semua binasa bersama-sama.”
   
  (Umar Bin Khattab Ra.)

  --- On Sat, 10/17/09, Achmad Chodjim chod...@gmail.com wrote:

  From: Achmad Chodjim chod...@gmail.com
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Date: Saturday, October 17, 2009, 8:00 AM



  Anda jangan salah paham, Teh Lina.

  Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan 
pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan 
tidak akan menjadi seperti sekarang.

  Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu 
mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara 
Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan 
baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, 
barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di 
Eropa.

  Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para 
shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya 
aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa 
diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era 
kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada 
sejak 600 tahun sebelum masehi.

  Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi 
kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan 
terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 
tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah 
beliau diakui sebagai pemimpin.

  Hatur nuhun, Teh Lina.

  Wassalam,

  chodjim 

  - Original Message - 
  From: Lina 
  To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 
  Sent: Thursday, October 15, 2009 9:31 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri 
Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

  Bangkitlah khilafah sbg personal! Bangkitlah khilafah sebagai umat Islam! 
Sama aja deh, dua2nya saya ngarep2.

  Tapi kalau dilihat dari pengalaman sejarah, umat itu akan bangkit kalau ada 
pemimpinnya (personal) yang bangkit.

  wassalam,

  --- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, Achmad Chodjim chod...@...  
wrote:
  
   Permisi, Mbak Ning.
   
   Khalifah tidak pernah me-resolve perbedaan mazhab. Justru khalifah --dalam 
sejarah islam-- malah menindas mazhab yang berbeda dengan yang dianut khalifah. 
Ini amat bahaya!
   
   Khalifah Bani Ummayah menindas habis-habisan kaum Syi'ah dan korban 
pembunuhan terhadap mereka amat besar. Sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz 
muncul, setiap khutbah jumat harus dilakukan doa pengutukan terhadap Ali bin 
Abi Thalib. Barulah di zaman Umar bin Abdul Aziz kebiasaan pengutukan itu 
dihentikan.
   
   Ketika khalifah Bani Abbasiyyah berpihak pada kaum Mu'tazilah, semua mazhab 
yang tidak bisa menerima pandangan Mu'tazilah dihabisi atau paling tidak 
dipenjarakan.
   
   Jadi, ungkapan rasulullah itu bukan merujuk khalifah sebagai personal, 
tetapi umat Islam yang bangkit kesadarannya.
   
   Wassalam,
   chodjim

Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-16 Terurut Topik H. M. Nur Abdurahman

- Original Message - 
From: L.Meilany wpamu...@centrin.net.id
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Saturday, October 17, 2009 07:32
Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

Nimbrung :
Mengenai khalifah secara harafiah, di zaman Rasulullah memangnya sudah 
disebutkan?
Setahu saya ke khalifahan itu justru muncul setelah Rasulullah wafat.
###
HMNA:
Ada Hadits yang menyatakan Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan 
sunah para Khulafa` Al-Rasyidin sepeninggalku, 
Lengkapnya seperti berikut:
Daripada Abi Nijih 'Irbadh bin Sariyah r.a. berkata, Telah menasihati
kami oleh Rasulullah saw. akan satu nasihat yang menggetarkan hati kami
dan menitiskan air mata kami ketika mendengarnya, lalu kami berkata, Ya
Rasulullah! Seolah-olah ini adalah nasihat yang terakhir sekali maka
berilah pesanan kepada kami. Lalu baginda pun bersabda, Aku berwasiat
akan kamu supaya sentiasa bertakwa kepada Allah dan mendengar serta taat
(kepada pemimpin) sekalipun yang meminpin kamu itu hanya seorang hamba.
Sesungguhnya sesiapa yang panjang umurnya daripada kamu pasti ia akan
melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kamu berpegang teguh
dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa' Ar-Rasyidin.

Penjelasan: 
1. Khulafa' adalah bentuk jama' (plural dari Khalifah)
2. Ada dua bentuk susunan:
Khulafa' Ar-RasyidIn, ini bentuk idhafah
Al-Khulafa' Ar-RasyidUn, ini bentuk jumlah ismiyyah.




[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-15 Terurut Topik Lestyaningsih, Tri Budi (Ning)
 

Dik Aisha dan mas WIkan,

 

Mudah-mudahan peribahasa itu tidak kemudian menggiring kita ke sifat
tidak peduli atau individualistis, sehingga kita tidak mau lagi
mengoreksi kalau ada teman atau saudara kita yang salah.

 

Sedikit sharing bahwa peribahasa gajah dan semut itu cukup menghambat
pembudayaan safety di tempat saya bekerja. Kebetulan di tempat saya
bekerja, saya termasuk salah seorang yang diserahi tugas untuk
mensupport peningkatan awareness dan culture dalam hal safety. Salah
satu prinsip yang harus diterapkan adalah : If you see it, you own it,
yang artinya bila kita melihat suatu kekeliruan, maka kita harus
mengoreksi dengan segera, tidak boleh membiarkan. Menurut saya, ini
islamiy sekali. Karena dalam islam, kita pun diperintahkan untuk saling
mengoreksi dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

 

Namun demikian, yah begitulah budaya masyarakat Indonesia yang menganut
peribahasa gajah dan semut itu. Banyak sekali yang namanya sungkan,
pakewuh dan sebagainya untuk mengoreksi temannya. Alasannya : Wong saya
juga belum bener, kok... Di satu sisi, yang dikoreksi juga masih banyak
yang merasa tidak nyaman, dan keluarlah komentar gajah dan semut tadi.
Jadi ya susah.

 

Di tempat saya, semua workforce diencourage untuk tidak pake prinsip
itu. Justru dengan dia mengoreksi temannya, diharapkan menjadi dorongan
untuk mengoreksi dirinya sendiri juga. Itu prinsip yang dipake.. dan
menurut saya, itu islamiy sekali.

 

Saya berhusnu zhon pada teman-teman yang mengkritisi masalah jilbab ini,
saya yakin mereka bukannya ingin sok tau, sok merasa jadi Tuhan,
melecehkan dan sebagainya. Saya yakin semuanya berangkat dari rasa
peduli/care terhadap fenomena ini. Kalau yang lepas jilbab itu bukan
dari aceh dan bukan puteri Indonesia, mungkin tidak terlalu catchy buat
masyarakat. Tetapi karena dua hal di atas, masyarakat akan melihat, dan
tentunya sedikit banyak ada impactnya buat mereka. Jadi, tidak ada
salahnya mengkritisi hal tersebut. Itu menurut saya..

 

Wallahua'lam bishowab.

Wassalaam,

-Ning 

 

 

 

 

 

From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of aishayasmina2002
Sent: Thursday, October 15, 2009 2:42 PM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi
Rambut ( II )

 

  

betul mas Wikan, peribahasa Indonesia atau bahasa daerah di Indonesia
itu luar biasa. Ada kandungan prinsip agama dalam bahasa lokal, kata
orang2 sih tengoklah kearifan lokal. Peribahasa gajah dan kuman ini
mungkin juga timbul karena banyak orang yang sibuk menilai orang lain
daripada sibuk menilai diri pribadi supaya keimanan dan ketakwaan diri
pribadi bertambah dengan pesat. Atau mungkin juga ini fenomena orang
merasa sudah sangat beriman dan bertakwa sehingga merasa wajib nunjuk2
orang lain salah :)

salam
AY
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com
mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com , Wikan Danar Sunindyo
wikan.da...@... wrote:

 betul juga mbak,
 justru kalau kata guru ngaji saya, makin tinggi ilmu dan tingkat
 keimanan seseorang, setan yang menggoda juga semakin tinggi
 tingkatannya, dan kemungkinan untuk tergelincir dosa juga besar.
 ibaratnya pohon yang tinggi, anginnya juga besar.
 kalau orang yang belum berjilbab, mungkin godaannya levelnya besar.
 tapi kalau orang sudah berjilbab terus ngerasa tingkat ilmu dan
 imannya lebih tinggi, kan godaannya juga jadi lebih tinggi ya?
 orang yang baik sih yang sibuk membenahi diri sendiri ketimbang
 melihat kesalahan/kekurangan orang lain.
 tapi emang susah sih, ibaratnya gajah di pelupuk mata tidak tampak,
 kuman di seberang lautan tampak.
 memang luar biasa peribahasa bahasa indonesia melukiskan
 sifat/perilaku manusia indonesia ini :)
 
 salam,
 --
 wikan
 
 2009/10/15 aishayasmina2002 aishayasmina2...@...
  Hidup itu memilih ya mba Yayah, tiap orang punya latar belakang
kehidupan yang berbeda dengan yang lainnya, dan mungkin pilihannya juga
berbeda. Bagi saya jilbab itu wajib, itu untuk diri saya sendiri, tapi
jika saya berjilbab, itu tidak berarti saya harus cerewet ngomentari
orang yang memilih tidak berjibab, apalagi men-cap orang berjilbab itu
tidak manut Tuhan, tidak beriman, tidak bertakwa. Kenapa sibuk menilai
orang lain, mungkin akan lebih baik merenungi diri sendiri, apakah diri
sendiri sudah baik dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam
raya ini, termasuk disini kasus korupsi yang tentunya merugikan orang
lain, ini kan masalah hubungan kita dengan sesama makhluk Tuhan. Anehnya
di Indonesia, kata orang2, korupsi sudah membudaya, bukannya heboh
ngurusin korupsi yang jelas2 merugikan sesama manusia, tapi sibuk
ngurusin jilbab seseorang.





[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-15 Terurut Topik aishayasmina2002
Mba Ning,
Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia dengan 
mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan.

Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap karyawan 
di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini, jika ada yang merokok, 
bukan hanya sekedar dikoreksi, karyawan pelakunya mungkin dipecat, tergantung 
ketentuan tertulis di perusahaan itu. 

Beda banget dengan kasus seseorang yang berasal dari Aceh tapi lahir dan besar 
di Jakarta lalu dikoreksi dan dicap tidak beriman karena menang satu lomba 
tanpa jilbab, apalagi orang itu tidak berjilbab dalam kesehariannya, atau 
mungkin hanya berjilbab di acara2 tertentu saja. Di dalam lomba itu yang 
katanya dalam lingkup nasional kan tidak ada kewajiban untuk berjilbab, lalu 
jika ada sebagian muslim meyakini bahwa jilbab itu wajib, kan ada juga sebagian 
muslim yang tidak merasa itu sesuatu hal yang wajib, kenapa harus ribut? 
Kembali lagi, masalah beda latar belakang dan pilihan hidup antara orang2 kan 
berbeda ya mba? Tidak bisa dibandingkan dengan aturan2 dalam satu perusahaan 
yang menyangkut safety, kaitannya dengan keselamatan orang lain, semua orang di 
perusahaan tersebut. Sama dengan orang yang korupsi bahan2 untuk membangun satu 
jembatan atau gedung sekolah misalnya, ketika jembatan atau sekolah itu ambruk, 
kaitannya dengan nyawa orang kan? Belum lagi kerugian ekonomi bagi pengguna 
jembatan atau sekolah itu.

salam
AY
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) 
ning...@... wrote:
 Dik Aisha dan mas WIkan,
 
 Mudah-mudahan peribahasa itu tidak kemudian menggiring kita ke sifat
 tidak peduli atau individualistis, sehingga kita tidak mau lagi
 mengoreksi kalau ada teman atau saudara kita yang salah.
 
 Sedikit sharing bahwa peribahasa gajah dan semut itu cukup menghambat
 pembudayaan safety di tempat saya bekerja. Kebetulan di tempat saya
 bekerja, saya termasuk salah seorang yang diserahi tugas untuk
 mensupport peningkatan awareness dan culture dalam hal safety. Salah
 satu prinsip yang harus diterapkan adalah : If you see it, you own it,
 yang artinya bila kita melihat suatu kekeliruan, maka kita harus
 mengoreksi dengan segera, tidak boleh membiarkan. Menurut saya, ini
 islamiy sekali. Karena dalam islam, kita pun diperintahkan untuk saling
 mengoreksi dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
 
 Namun demikian, yah begitulah budaya masyarakat Indonesia yang menganut
 peribahasa gajah dan semut itu. Banyak sekali yang namanya sungkan,
 pakewuh dan sebagainya untuk mengoreksi temannya. Alasannya : Wong saya
 juga belum bener, kok... Di satu sisi, yang dikoreksi juga masih banyak
 yang merasa tidak nyaman, dan keluarlah komentar gajah dan semut tadi.
 Jadi ya susah.
 
 Di tempat saya, semua workforce diencourage untuk tidak pake prinsip
 itu. Justru dengan dia mengoreksi temannya, diharapkan menjadi dorongan
 untuk mengoreksi dirinya sendiri juga. Itu prinsip yang dipake.. dan
 menurut saya, itu islamiy sekali.
 
 Saya berhusnu zhon pada teman-teman yang mengkritisi masalah jilbab ini,
 saya yakin mereka bukannya ingin sok tau, sok merasa jadi Tuhan,
 melecehkan dan sebagainya. Saya yakin semuanya berangkat dari rasa
 peduli/care terhadap fenomena ini. Kalau yang lepas jilbab itu bukan
 dari aceh dan bukan puteri Indonesia, mungkin tidak terlalu catchy buat
 masyarakat. Tetapi karena dua hal di atas, masyarakat akan melihat, dan
 tentunya sedikit banyak ada impactnya buat mereka. Jadi, tidak ada
 salahnya mengkritisi hal tersebut. Itu menurut saya..
 
 Wallahua'lam bishowab.
 
 Wassalaam,
 
 -Ning 



RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-15 Terurut Topik Lestyaningsih, Tri Budi (Ning)
Bagi saya itu sama saja, dik.. 

 

Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada
di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya
safety.  Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu project,
bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau data
tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan
untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce.

 

Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang
tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), seharusnya
kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau
menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya
adalah, karena kita care dan karena kasih sayang. 

 

Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh
seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita
jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin
juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk
terus meningkatkan diri kita.

 

Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu,
kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut
saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena
kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan mempertanyakan
ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang
merasa perlu mengkritisi.

 

Demikian menurut pendapat saya, dik.

 

Mohon maaf bila kurang berkenan.

 

Wassalaam,

-Ning 

 

 

From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of aishayasmina2002
Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re:
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

 

  

Mba Ning,
Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia
dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan.

Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap
karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini, jika ada
yang merokok, bukan hanya sekedar dikoreksi, karyawan pelakunya mungkin
dipecat, tergantung ketentuan tertulis di perusahaan itu. 

Beda banget dengan kasus seseorang yang berasal dari Aceh tapi lahir dan
besar di Jakarta lalu dikoreksi dan dicap tidak beriman karena menang
satu lomba tanpa jilbab, apalagi orang itu tidak berjilbab dalam
kesehariannya, atau mungkin hanya berjilbab di acara2 tertentu saja. Di
dalam lomba itu yang katanya dalam lingkup nasional kan tidak ada
kewajiban untuk berjilbab, lalu jika ada sebagian muslim meyakini bahwa
jilbab itu wajib, kan ada juga sebagian muslim yang tidak merasa itu
sesuatu hal yang wajib, kenapa harus ribut? Kembali lagi, masalah beda
latar belakang dan pilihan hidup antara orang2 kan berbeda ya mba? Tidak
bisa dibandingkan dengan aturan2 dalam satu perusahaan yang menyangkut
safety, kaitannya dengan keselamatan orang lain, semua orang di
perusahaan tersebut. Sama dengan orang yang korupsi bahan2 untuk
membangun satu jembatan atau gedung sekolah misalnya, ketika jembatan
atau sekolah itu ambruk, kaitannya dengan nyawa orang kan? Belum lagi
kerugian ekonomi bagi pengguna jembatan atau sekolah itu.

salam
AY
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com
mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com , Lestyaningsih, Tri Budi
(Ning) ning...@... wrote:
 Dik Aisha dan mas WIkan,
 
 Mudah-mudahan peribahasa itu tidak kemudian menggiring kita ke sifat
 tidak peduli atau individualistis, sehingga kita tidak mau lagi
 mengoreksi kalau ada teman atau saudara kita yang salah.
 
 Sedikit sharing bahwa peribahasa gajah dan semut itu cukup menghambat
 pembudayaan safety di tempat saya bekerja. Kebetulan di tempat saya
 bekerja, saya termasuk salah seorang yang diserahi tugas untuk
 mensupport peningkatan awareness dan culture dalam hal safety. Salah
 satu prinsip yang harus diterapkan adalah : If you see it, you own it,
 yang artinya bila kita melihat suatu kekeliruan, maka kita harus
 mengoreksi dengan segera, tidak boleh membiarkan. Menurut saya, ini
 islamiy sekali. Karena dalam islam, kita pun diperintahkan untuk
saling
 mengoreksi dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
 
 Namun demikian, yah begitulah budaya masyarakat Indonesia yang
menganut
 peribahasa gajah dan semut itu. Banyak sekali yang namanya sungkan,
 pakewuh dan sebagainya untuk mengoreksi temannya. Alasannya : Wong
saya
 juga belum bener, kok... Di satu sisi, yang dikoreksi juga masih
banyak
 yang merasa tidak nyaman, dan keluarlah komentar gajah dan semut
tadi.
 Jadi ya susah.
 
 Di tempat saya, semua workforce diencourage untuk tidak pake prinsip
 itu. Justru dengan dia mengoreksi temannya, diharapkan menjadi
dorongan
 untuk mengoreksi dirinya sendiri juga. Itu prinsip yang dipake.. dan
 menurut saya, itu islamiy sekali.
 
 Saya berhusnu zhon pada teman-teman yang

Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-15 Terurut Topik donnie damana
Mbak Ning,

Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi  
untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa  
mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum  
pekerja organisasi terseubt.
Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh  
hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan  
perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu.  
Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi'  
agama.

Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning.

regards,
Donnie

On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote:

 Bagi saya itu sama saja, dik..

 Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada
 di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya
 safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu  
 project,
 bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau  
 data
 tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan
 untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce.

 Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang
 tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah),  
 seharusnya
 kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau
 menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya
 adalah, karena kita care dan karena kasih sayang.

 Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh
 seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita
 jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin
 juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk
 terus meningkatkan diri kita.

 Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu,
 kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut
 saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena
 kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan  
 mempertanyakan
 ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang
 merasa perlu mengkritisi.

 Demikian menurut pendapat saya, dik.

 Mohon maaf bila kurang berkenan.

 Wassalaam,

 -Ning

 From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of aishayasmina2002
 Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM
 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re:
 Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

 Mba Ning,
 Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia
 dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan.

 Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap
 karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini, jika  
 ada
 yang merokok, bukan hanya sekedar dikoreksi, karyawan pelakunya  
 mungkin
 dipecat, tergantung ketentuan tertulis di perusahaan itu.

 Beda banget dengan kasus seseorang yang berasal dari Aceh tapi lahir  
 dan
 besar di Jakarta lalu dikoreksi dan dicap tidak beriman karena menang
 satu lomba tanpa jilbab, apalagi orang itu tidak berjilbab dalam
 kesehariannya, atau mungkin hanya berjilbab di acara2 tertentu saja.  
 Di
 dalam lomba itu yang katanya dalam lingkup nasional kan tidak ada
 kewajiban untuk berjilbab, lalu jika ada sebagian muslim meyakini  
 bahwa
 jilbab itu wajib, kan ada juga sebagian muslim yang tidak merasa itu
 sesuatu hal yang wajib, kenapa harus ribut? Kembali lagi, masalah beda
 latar belakang dan pilihan hidup antara orang2 kan berbeda ya mba?  
 Tidak
 bisa dibandingkan dengan aturan2 dalam satu perusahaan yang menyangkut
 safety, kaitannya dengan keselamatan orang lain, semua orang di
 perusahaan tersebut. Sama dengan orang yang korupsi bahan2 untuk
 membangun satu jembatan atau gedung sekolah misalnya, ketika jembatan
 atau sekolah itu ambruk, kaitannya dengan nyawa orang kan? Belum lagi
 kerugian ekonomi bagi pengguna jembatan atau sekolah itu.

 salam
 AY
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com
 mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com , Lestyaningsih, Tri Budi
 (Ning) ning...@... wrote:
  Dik Aisha dan mas WIkan,
 
  Mudah-mudahan peribahasa itu tidak kemudian menggiring kita ke sifat
  tidak peduli atau individualistis, sehingga kita tidak mau lagi
  mengoreksi kalau ada teman atau saudara kita yang salah.
 
  Sedikit sharing bahwa peribahasa gajah dan semut itu cukup  
 menghambat
  pembudayaan safety di tempat saya bekerja. Kebetulan di tempat saya
  bekerja, saya termasuk salah seorang yang diserahi tugas untuk
  mensupport peningkatan awareness dan culture dalam hal safety. Salah
  satu prinsip yang harus diterapkan adalah : If you see it, you own  
 it,
  yang artinya bila kita melihat suatu kekeliruan, maka kita harus
  mengoreksi dengan segera, tidak boleh membiarkan. Menurut saya, ini
  islamiy sekali. Karena dalam islam, kita pun diperintahkan untuk

RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-15 Terurut Topik Lestyaningsih, Tri Budi (Ning)
 

Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi
dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki
otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang
me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie,
karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak.

 

Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi
munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan
itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi
berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting
kita sudah mengingatkan. 

 

Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan
saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim.
Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang
lainnya. 

 

Wassalaam,

-NIng

 

From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana
Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was
Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

 

  

Mbak Ning,

Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi 
untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa 
mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum 
pekerja organisasi terseubt.
Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh 
hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan 
perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. 
Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' 
agama.

Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning.

regards,
Donnie

On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote:

 Bagi saya itu sama saja, dik..

 Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada
 di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya
 safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu 
 project,
 bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau 
 data
 tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan
 untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce.

 Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang
 tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), 
 seharusnya
 kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau
 menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya
 adalah, karena kita care dan karena kasih sayang.

 Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh
 seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita
 jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin
 juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk
 terus meningkatkan diri kita.

 Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu,
 kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut
 saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena
 kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan 
 mempertanyakan
 ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang
 merasa perlu mengkritisi.

 Demikian menurut pendapat saya, dik.

 Mohon maaf bila kurang berkenan.

 Wassalaam,

 -Ning

 From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com 
 [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com ] On Behalf Of
aishayasmina2002
 Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM
 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com 
 Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re:
 Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

 Mba Ning,
 Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia
 dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan.

 Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap
 karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini, jika 
 ada
 yang merokok, bukan hanya sekedar dikoreksi, karyawan pelakunya 
 mungkin
 dipecat, tergantung ketentuan tertulis di perusahaan itu.

 Beda banget dengan kasus seseorang yang berasal dari Aceh tapi lahir 
 dan
 besar di Jakarta lalu dikoreksi dan dicap tidak beriman karena menang
 satu lomba tanpa jilbab, apalagi orang itu tidak berjilbab dalam
 kesehariannya, atau mungkin hanya berjilbab di acara2 tertentu saja. 
 Di
 dalam lomba itu yang katanya dalam lingkup nasional kan tidak ada
 kewajiban untuk berjilbab, lalu jika ada sebagian muslim meyakini 
 bahwa
 jilbab itu wajib, kan ada juga sebagian muslim yang tidak merasa itu
 sesuatu hal yang wajib, kenapa harus ribut? Kembali lagi, masalah beda
 latar belakang dan pilihan hidup antara orang2 kan berbeda ya mba? 
 Tidak

Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-15 Terurut Topik Achmad Chodjim
Permisi, Mbak Ning.

Khalifah tidak pernah me-resolve perbedaan mazhab. Justru khalifah --dalam 
sejarah islam-- malah menindas mazhab yang berbeda dengan yang dianut khalifah. 
Ini amat bahaya!

Khalifah Bani Ummayah menindas habis-habisan kaum Syi'ah dan korban pembunuhan 
terhadap mereka amat besar. Sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz muncul, setiap 
khutbah jumat harus dilakukan doa pengutukan terhadap Ali bin Abi Thalib. 
Barulah di zaman Umar bin Abdul Aziz kebiasaan pengutukan itu dihentikan.

Ketika khalifah Bani Abbasiyyah berpihak pada kaum Mu'tazilah, semua mazhab 
yang tidak bisa menerima pandangan Mu'tazilah dihabisi atau paling tidak 
dipenjarakan.

Jadi, ungkapan rasulullah itu bukan merujuk khalifah sebagai personal, tetapi 
umat Islam yang bangkit kesadarannya.

Wassalam,
chodjim

  - Original Message - 
  From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, October 15, 2009 8:31 PM
  Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))




  Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi
  dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki
  otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang
  me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie,
  karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak.

  Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi
  munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan
  itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi
  berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting
  kita sudah mengingatkan. 

  Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan
  saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim.
  Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang
  lainnya. 

  Wassalaam,

  -NIng

  From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana
  Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was
  Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

  Mbak Ning,

  Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi 
  untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa 
  mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum 
  pekerja organisasi terseubt.
  Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh 
  hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan 
  perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. 
  Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' 
  agama.

  Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning.

  regards,
  Donnie

  On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote:

   Bagi saya itu sama saja, dik..
  
   Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada
   di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya
   safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu 
   project,
   bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau 
   data
   tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan
   untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce.
  
   Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang
   tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), 
   seharusnya
   kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau
   menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya
   adalah, karena kita care dan karena kasih sayang.
  
   Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh
   seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita
   jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin
   juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk
   terus meningkatkan diri kita.
  
   Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu,
   kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut
   saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena
   kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan 
   mempertanyakan
   ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang
   merasa perlu mengkritisi.
  
   Demikian menurut pendapat saya, dik.
  
   Mohon maaf bila kurang berkenan.
  
   Wassalaam,
  
   -Ning
  
   From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com 
   [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
  mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com ] On Behalf Of
  aishayasmina2002
   Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com

[wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

2009-10-15 Terurut Topik Lina
Bangkitlah khilafah sbg personal! Bangkitlah khilafah sebagai umat Islam! Sama 
aja deh, dua2nya saya ngarep2.

Tapi kalau dilihat dari pengalaman sejarah, umat itu akan bangkit kalau ada 
pemimpinnya (personal) yang bangkit.

wassalam,

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim chod...@... wrote:

 Permisi, Mbak Ning.
 
 Khalifah tidak pernah me-resolve perbedaan mazhab. Justru khalifah --dalam 
 sejarah islam-- malah menindas mazhab yang berbeda dengan yang dianut 
 khalifah. Ini amat bahaya!
 
 Khalifah Bani Ummayah menindas habis-habisan kaum Syi'ah dan korban 
 pembunuhan terhadap mereka amat besar. Sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz 
 muncul, setiap khutbah jumat harus dilakukan doa pengutukan terhadap Ali bin 
 Abi Thalib. Barulah di zaman Umar bin Abdul Aziz kebiasaan pengutukan itu 
 dihentikan.
 
 Ketika khalifah Bani Abbasiyyah berpihak pada kaum Mu'tazilah, semua mazhab 
 yang tidak bisa menerima pandangan Mu'tazilah dihabisi atau paling tidak 
 dipenjarakan.
 
 Jadi, ungkapan rasulullah itu bukan merujuk khalifah sebagai personal, tetapi 
 umat Islam yang bangkit kesadarannya.
 
 Wassalam,
 chodjim
 
   - Original Message - 
   From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) 
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
   Sent: Thursday, October 15, 2009 8:31 PM
   Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
 Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
 
 
 
 
   Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi
   dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki
   otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang
   me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie,
   karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak.
 
   Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi
   munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan
   itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi
   berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting
   kita sudah mengingatkan. 
 
   Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan
   saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim.
   Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang
   lainnya. 
 
   Wassalaam,
 
   -NIng
 
   From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
   [mailto:wanita-musli...@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie damana
   Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
   Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was
   Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
 
   Mbak Ning,
 
   Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi 
   untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa 
   mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum 
   pekerja organisasi terseubt.
   Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh 
   hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan 
   perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. 
   Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' 
   agama.
 
   Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning.
 
   regards,
   Donnie
 
   On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote:
 
Bagi saya itu sama saja, dik..
   
Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada
di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya
safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu 
project,
bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau 
data
tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan
untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce.
   
Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang
tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), 
seharusnya
kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk mencap atau
menyalah-nyalahkan atau sok menjadi Tuhan. Tetapi semangatnya
adalah, karena kita care dan karena kasih sayang.
   
Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh
seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita
jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin
juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk
terus meningkatkan diri kita.
   
Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu,
kalau saya menilai bukanlah mencap atau sok menjadi Tuhan. Menurut
saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena
kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan 
mempertanyakan
ke-sensitif-an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang
merasa