[zamanku] Re: Re: Sudah Waktunya Rakyat Indonesia Memilih Presiden Non-Islam
Saya dukung om Tawang 100% Tidak ada urusan RAS dan AGAMA untuk memilih President murni rakyat yang menentukan Presiden/Bangsa/orang yang masih mendikotomikan SARA dan UUD sesungguhnya merupakan bangsa/orang yang berpikiran SEMPIT, terbelakang mental dan moral Bangun!bangun! tawangalun [EMAIL PROTECTED] wrote: RI setidaknya telah memilih memilih ras Cino sebagai Presidennya,kan mBah harta yg aslinya bernama Lim Slamet itu tunggal Bapak dg On Liem sioe Liong.Jadi RI lebih jauh maju dari Amerika yang belum pernah memilih ras minoritas.Masak masih dituntut mau disuruh milih Presiden Kristen.Yang penting jaman mBah Harta kan menteri2 yg bikin kebijakan banyak yang wong Kristen: 1.J.B.Sumarlin. 2.Radius Prawiro. 3.Keimigrasian pernah dipegang wong Kristen, hingga mulimah dalam paspor harus lepas jilbab,kalau biarawati gak usah lepas tutup kepala. Shalom, Tawangalun. - In zamanku@yahoogroups.com, Hafsah Salim [EMAIL PROTECTED] wrote: Sudah Waktunya Rakyat Indonesia Memilih Presiden Non-Islam Rakyat Indonesia seharusnya memiliki kesadaran bahwa memilih presiden bukan atas dasar kesamaan keimanan agamanya, melainkan atas dasar reliabilitynya, berdasarkan pengabdiannya, berdasarkan pengalamannya, dan juga berdasarkan keahliannya. Adalah salah dan menyesatkan ajaran Islam yang mengharuskan seorang pemimpin seorang yang harus beriman kepada Allah dan beragama Islam. Karena agama seseorang tidak menggambarkan reliabilitynya tidak menggambarkan kesanggupannya. Masa depan bangsa akan menjadi gelap karena memilih Caleg dengan mempersyaratkan keharusan bisa membaca Quran, hal ini bertujuan untuk menjegal Caleg yang bukan beragama Islam. Anti Bullshit anti.bulshit@ wrote: begini kan bentar lagi taun 2009, ada PEMILU gw pesan supaya JANGAN PILIH PRESIDEN ato LEGISLATIF orang JAWA (suku JAWA), sebab mereka penjajah, yang NGAKU- NGAKU turunan MAJA PAHIT (sejarah FIKTIF) yang meng-agung2kan GJAH MADA sebagai penjahat NUSANTARA menjajah rakyat Nusantara. jasadlelaki jasadlelaki@ wrote: ah, dari dulu yang dipilih wong cina yang nyamar jadi jawa kog...?! selama ini mana ada jawa asli yg jadi presiden. jangan berpura-pura goblok lah... Mungkin sekali pendapat anda diatas itu benar meskipun sulit siapapun untuk membuktikannya. Tapi bukan semua jawa adalah keturunan Cina karena ada juga yang keturunan Belanda, Arab dan India. Sukarno adalah seorang pemimpin besar yang berkualitas, ternyata dia dilahirkan oleh seorang ibu yang aseli Bali yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga seorang duda Belanda yang bekerja pada Gubernur Belanda di Bali. Dengan kata lain, Bung Karno adalah keturunan Belanda dari hasil hubungan wanita Bali dan orang Belanda, hal inilah yang memungkinkan bagi Bung Karno untuk diterima disemua sekolah Belanda hingga mendapatkan gelar insinyurnya. Juga bisa terbukti dia menguasai dengan mudah bahasa asing terutama Belanda yang bahkan lebih fasih daripada berbahasa Indonesia. Kalo saja anda ada yang pernah bertemu muka dari dekat disiang hari, maka anda bisa melihat jelas bahwa wajah Sukarno bukanlah wajah Asia, hidungnya mancung, kulitnya kemerahan bukan sawo matang, seluruh postur tubuhnya identik dengan orang Barat Caucasian. Saya masih ingat sewaktu dia menyambut kedatangan Presiden Kennedy yang merupakan sahabat dekatnya, sewaktu dia berjabatan tangan di Kemayoran, ternyata tinggi badannya sama persis setinggi presiden Kennedy yang posturnya sangat tinggi itu. Suharto kalo anda bandingkan wajahnya dengan bekas presiden Lon Nol dari Kamboja, anda akan ter-kaget2 karena wajahnya seperti pinang dibelah dua. Ternyata Lon Nol yang bekas presiden Kamboja ini adalah orang kamboja keturunan Cina. Juga Suharto bukanlah seorang Islam tulen bahkan ibu Tien isterinya adalah seorang Catholic fundamentalist. Habibie dilahirkan oleh ibunya yang berasal dari suku Bugis di Kendari dengan seorang suami Habib yang aseli orang Arab. Setelah diceraikan suaminya, hidup sang ibu terlunta2 sambil harus memikul beban anak2nya. Padawaktu Suharto bertugas menumpas gerombolan pemberontak Kahar Muzakar inilah dia berkenalan dengan ibu Habibie yang konon akhirnya dinikahinya dan menjadi isterinya yang dirahasiakan kepada keluarganya. Habibie diangkat sebagai anak pungut oleh pak Harto dan akhirnya berhasil jadi presiden RI yang ketiga menggantikan Suharto. Jelas, Habibie adalah keturunan Arab jingjing. Jadi cuma tiga orang presiden saja yang pernah dimiliki Indonesia yang diduga memang keturunan Asing, yang satu Belanda dan yang lainnya Cina, sisa2nya presiden Indonesia seperti Habibie adalah keturunan Arab. Selanjutnya presiden2 Indonesia adalah pribumi aseli (Jawa). Mungkin memang sudah waktunya Indonesia mengizinkan presiden yang orang Jepang, Cina, Inggris, ataupun Belanda untuk juga diberi kesempatan yang sama setelah menjadi warganegara Indonesia. Ny.Muslim binti
[zamanku] Krisis Keuangan Global : Karl Marx di Aspal Jalan Dunia Datar (bag 1)
Di tingkat global setelah kisah krisis air, krisis iklim, krisis minyak, krisis pangan, kini krisis finansial naik panggung, Paradoksnya jalan krisis itu terus ditempuh. Masih saja mekanisme pasar dan korporasi dianggap solusi yang menjanjikan. Ironi abad ini, rasionalitas yang irasional. Rasionalitas yang paling tidak masuk akal. It’s the capitalism, stupid! (adapatasi dari frase politik yang populer digunakan Clinton ketika berkampanye melawan George Bush Senior, it’s the economic, stupid!) Rudolf Mrazek di dalam bukunya yang sangat mengesankan dan ajaib, Enginerss of Happy Land : Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di sebuah Koloni (edisi Indonesia, Yayasan Obor Indonesia 2006) dan Thomas L Friedman “The World is Flat : Sejarah Ringkas Abad ke-21 (edisi Indonesia, Dian Rakyat 2006) bertemu dalam rujukan yang sama (dari banyak rujukan tentunya) untuk analisis dan argumentasinya. Rujukan itu adalah Manifesto Komunis yang ditulis oleh Karl Marx dan Engels. Uniknya keduanya merujuk pada bagian yang sama. Bila Friedman mengutip beberapa alinea dari Manifesto Komunis itu, Mrazek hanya mengutip satu alinea. Friedman mengutip Manifesto Komunis untuk menguatkan argumentasi soal gejala pendataran dunia. Ia menyebutkan bahwa Marx lah orang pertama yang melihat kemungkinan pendataran dunia untuk menjadi pasar global, yang tidak direpotkan oleh batasan negara. Menurutnya lagi meskipun Marx adalah pengkritik paling keras kapitalisme, Marx pula mengagumi kekuatan kapitalisme mendobrak segala identitas feodal, nasional, maupun agama. Sedangkan Mrazek mengutip Manifesto Komunis untuk memulai bab 1 yang berjudul Bahasa Sebagai Aspal, suatu kajian ajaib untuk melihat fenomena jalan raya bukan semata sebagai fenomena teknologi dan material tetapi juga sebagai fenomena penemuan bahasa dan pertarungan wacana. Pada pokoknya inilah pesan utama “Kebutuhan akan pasar yang terus meluas bagi produk-produknya mengejar kaum borjuis di seluruh permukaan bumi. Ia harus bersarang di semua tempat, bermukim dimana-mana, menjalin hubungan-hubungan di mana-mana”. Gagasan Pendataran Dunia disimpulkan oleh Friedman sepanjang dan selepas perjalanannya berkelana di India tepatnya ke kota Bangalore “Lembah Silikon” nya India bersama tim kerjanya dari saluran TV Discovery Times. Pemicunya adalah pernyataan Nilekani CEO Infosys Technology Limited (orang pintar dan pemimpin yang paling disegani di dunia usaha India), “Tom, lapangan permainan kini semakin didatarkan”. Friedman kemudian dengan gagah mengatakan perjalanan eksplorasinya ke Bangalore mirip dengan perjalanan Columbus setengah abad lalu dalam upayanya menemukan jalan yang lebih singkat menuju India. Perbedaannya bila Columbus walau akhirnya tidak sampai India dan tersasar ke Amerika mendapatkan kesimpulan bahwa dunia itu bulat, Friedman menyimpulkan sebaliknya Dunia itu Datar. Kita tahu kemudian keberhasilan Columbus memacu para pelaut tangguh dari Eropa berlomba-lomba melakukan pelayaran untuk mencari daerah-daerah yang eksotik dan kaya sumber daya alam. Kita tahu inilah cerita tentang kapitalis negara dalam wujud VOC (Kerajaan Belanda) dan EIC (kerajaan Inggris) dan kemudian juga dalam kata-kata Manifesto Komunis ‘mengejar kaum borjuasi (eropa, catatan saya)…….ia harus bersarang di semua tempat, bermukim dimana-mana, menjalin hubungan dimana-mana” Tidak saja untuk mengejar kebutuhan akan pasar yang terus meluas bagi produk-produknya, tetapi juga menguasai bahan baku (sumber daya alam), sekaligus mengejar barisan budak dan buruh yang murah. Ini adalah awal cerita tentang kolonialisme, dan imperialisme sebagai perkembangan lebih lanjut dari kebajikan ‘akumulasi modal sebesar-besarnya” (kapitalisme atau keserakahan sebagai iman) dan kemudian cerita tentang modal yang tidak kenal batas negara. Bahkan tentang modal yang kemudian mengatur negara dan negara yang mbebek saja melindungi korporasi dibalik mitos biarkan ‘mekanisme pasar bekerja’, ‘tangan-tangan ajaib’ (invisible hand) dan ‘efek menetes ke bawah” (trickle down effect) dari kesejahteraan segelintir orang ke tengah-tengah massa. Dan pagi ini saya kembali bertemu Marx dalam artikel Martin Manurung ‘Neoliberalisme Kena Batunya’ di Kompas, menyoal turun tangannya pemerintah AS dengan dana talangan untuk menyelamatkan korporasi yang mengalami kesulitan karena ulah dan ketololannya sendiri. Hmm dana publik dari pajak tanpa banyak persyaratan digelontorkan kepada korporasi . Lupakan jargon-jargon mekanisme pasar, tangan-tangan ajaib yang dimitoskan itu, negara dalam hal ini Bush mohon ijin terang-terangan (banyak yang tersembunyi tentunya) untuk melindungi pemilik modal. Martin kemudian menutup artikelnya “Tesis negara sebagai pelindung modal, sebagaimana pernah dikatakan Karl Marx, menjadi sungguh-sungguh hadir dan nyata dalam krisis AS”. (Disamping kontradiksi sistemik dan struktural kapitalisme yang akan terus menyimpan kerentanan krisis terus menerus,
Re: [zamanku] Suap-menyuap di Negeri Ini
jangankan pejabat A sampai Z aja yg bisa terjadi suap menyuap ! Bagaimana dengan para Pegawai Negri rendah, seperti Office Boy aka Pelayan Kantor, Sekretaris, Sopir, Ajudan dsbnya?. melalui sekretaris (tapi tidak semua kok!), atau office Boy dengan Rp.500.000 saja dengan gampang kita bisa mendapatkan copy surat keputusan Menteri, risalah rapat Kabinet, Jadwal perjalanan pegawai tinggi pemerintahan, Agenda pimpinan perusahaan BUMN, Memo-memo Intern lembaga pemerintahan, disposisi menteri . menteri? Disposisi Presiden saja bisa! Sunny [EMAIL PROTECTED] wrote: Jawa Pos Senin, 06 Oktober 2008 ] Suap-menyuap di Negeri Ini Oleh: Kurniawan Muhammad * PUSAT Studi Pengembangan Kawasan (PSPK) Jakarta pernah melakukan penelitian pada 2001 di tujuh kota. Yaitu, Jakarta, Bandung, Surabaya, Padang, Medan, Semarang, dan Pontianak. Penelitian itu ingin mengungkap budaya korupsi dalam konteks wacana sehari-hari. Salah satu hasilnya, terungkap ada 40 peribahasa yang tumbuh subur di masyarakat, yang cenderung kompromistis terhadap langgengnya korupsi. Disebut cenderung kompromistis setelah terjadi distorsi dari makna yang sebenarnya peribahasa tersebut. Salah satu contoh peribahasa yang disebut dalam penelitian itu: jer basuki mawa bea. Peribahasa Jawa itu sebenarnya punya makna yang sangat positif, yakni jika ingin sukses, harus berani berkorban. Tapi, menurut penelitian itu, setelah terjadi distorsi makna, peribahasa tersebut disalahgunakan sebagai ''pemaklum'' untuk praktik-praktik penyuapan. Menyuap dianggap sebagai sebuah bentuk pengorbanan jika ingin urusannya lancar. *** Ketika mengikuti ramainya pemberitaan seputar kasus suap yang belakangan ini terjadi, saya teringat dengan hasil penelitian dari PSPK itu. Kita lihat saja kasus suap teranyar yang berhasil diungkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), yang menimpa anggota KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) M. Iqbal. Pada 16 September lalu, dia ditangkap KPK setelah menerima uang Rp 500 juta dari Billy Sindoro, mantan Presdir PT First Media Tbk, penyedia jasa layanan broadband internet dan televisi kabel milik Grup Lippo. Menurut KPK, uang itu dikategorikan sebagai suap karena diterima Iqbal terkait keputusan KPPU yang menguntungkan jaringan perusahaan PT First Media Tbk. Hingga kini, penyidikan kasus tersebut sedang dilakukan. Sebelum mencuatnya kasus Iqbal, bau suap yang lain juga menyengat di balik terpilihnya Miranda Swaray Goeltom sebagai deputi gubernur senior Bank Indonesia. Adalah Agus Condro yang secara lantang ''menyanyi'' dan mengungkap dosanya pada masa lampau. Dia mengaku menerima uang Rp 500 juta setelah komisi tempatnya berkiprah (Komisi Keuangan DPR) saat itu meloloskan Miranda menjadi deputi gubernur senior Bank Indonesia. Agus mengatakan, uang yang diterimanya itu pasti ada kaitan dengan lolosnya Miranda. Hingga kini, KPK masih menyelidiki kebenaran ''nyanyian'' Agus. Melihat dua kasus suap tersebut setidaknya menyisakan dua catatan. Pertama, kasus suap yang mencuat itu selalu melibatkan oknum di lembaga atau instansi strategis. Pola yang terjadi, si oknum memanfaatkan kewenangan dan jabatan untuk membuka peluang bagi terjadinya ''transaksi''. Jika transaksi itu dibahasakan, kalimat yang diucapkan si oknum kira-kira begini: ''Aku punya jabatan dan kewenangan. Siapa saja yang ingin mendapatkan 'berkah' dari jabatan dan kewenanganku, maka berkorbanlah.'' Dari situlah bisa jadi lantas muncul ''habit'' suap-menyuap sebagai wujud dari pengorbanan yang sudah mengalami distorsi makna. Catatan kedua, si oknum yang disuap sering terkesan muncul sebagai pelaku tunggal. Padahal, dia berkiprah di sebuah instansi atau lembaga yang dibentuk dalam sebuah sistem sehingga pasti berinteraksi dengan beberapa orang. Sebut saja dalam kasus suap anggota KPPU M. Iqbal. Mari kita uji dengan beberapa pertanyaan berikut ini: Mungkinkah Iqbal dalam kasus tersebut bermain sendiri? Mungkinkah ada oknum lain di KPPU yang ikut bermain bersama Iqbal? Jika Iqbal memang bermain sendiri, cukup ''sakti'' kah dia untuk bisa mengatur keputusan KPPU sehingga menguntungkan pihak yang menyuap? Saya berharap, KPK merunut jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sehingga bisa menuntaskan penyidikan kasus Iqbal. Contoh lain adalah dugaan kasus suap di balik terpilihnya Miranda Goeltom. Hingga kini, oknum anggota DPR yang menerima suap terkesan hanya si Agus Condro. Betapapun Agus Condro berteriak bahwa tidak hanya dirinya yang menerima suap (dia menyebut beberapa nama yang satu komisi dengannya, seperti Tjahjo Kumolo, Dudhie Makmun Murod, dan Emir Moeis). Tapi, hingga kini, baru Agus Condro yang secara jelas menerima uang tersebut. Itu pun karena dia mengaku. Sementara orang-orang yang disebut Agus ramai-ramai membantah. Untuk kasus Agus Condro itu, ada yang agak aneh. KPK terkesan lambat dalam merespons ''nyanyian'' Agus. Lembaga superbodi itu malah