Precedence: bulk Ujungpandang, Indonesia 16 November 1998 PERKARA KELUARGA CENDANA (1) Ari Sigit dan Yayasan Mabes ABRI Mengganjal Pengusaha Sulawesi Selatan Oleh Hasanuddin Hamid Reporter Crash Program UJUNGPANDANG --- Terusir oleh nasib di kampung halaman, belakangan malah terkatung-katung di tanah seberang yang dinamai kawasan transmigran. Itu yang kini dialami oleh sekitar 133 kepala keluarga (KK) atau 648 jiwa transmigran asal Jawa Timur, Jawa Barat, dan alokasi pemukiman penduduk daerah transmigrasi (APPDT) yang ditempatkan di unit pemukiman transmigrasi Malili I dan Malili II, Luwu sekitar 568 kilometer arah utara Ujungpandang. Sejak menempati lokasi pada Maret 1992 hingga selama empat tahun, mereka seolah hidup dalam harapan demi harapan lantaran tanah subur yang mereka tempati tak kunjung ditanami kelapa sawit sebagaimana direncanakan. Beberapa transmigran bahkan sudah ada yang meninggalkan lokasi. Mereka mengaku nyaris kehilangan harapan dan tersungkup dalam penantian demi penantian jika saja kemudian tak muncul PT Makarti Trimitra dan Yayasan Markas Besar ABRI (Yamabri) Dwibhakti Utama pada awal Januari 1997. PT Makarti adalah perusahaan milik Ari Sigit, cucu Soeharto, bekas presiden itu. Tentu saja harapan transmigran itu kembali bersemi, mengingat yang datang menyandang nama besar keluarga Cendana. Ari masuk ke Malili lewat PT Makarti Trimitra Group dan Yamabri Dwibhakti Utama, digaet PT Fajar Multi Dharma (FMD) yang mengantongi izin pengelolaan lahan sawit seluas 17 ribu hektare itu. Ari menguasai 70 persen saham. Sisanya, 30 persen, dimiliki PT Fajar Multi Dharma, perusahaan yang mengantongi izin pelaksana proyek perkebunan inti rakyat trasmigrasi (PIR-Trans) kelapa sawit. Menurut rencana awal, perkebunan sawit ini menyedot investasi Rp143 miliar yang kemudian berkembang menjadi Rp200 miliar karena adanya krisis moneter. Duit sebanyak ini diperuntukkan bagi pengembangan 2 ribu hektare lahan inti, 8 ribu hektare lahan plasma, 7 ribu hektare prasarana termasuk pabrik pengolahan crude palm oil (CPO) dan dermaga. FMD merupakan salah satu dari 56 perusahaan perkebunan swasta pola PIR-Trans bidang kelapa sawit di Indonesia berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1/1986. Dari jumlah itu tiga di antaranya berada di Sulawesi Selatan (Sulsel). Untuk mendukung pengembangan perkebunan sawit, FMD berencana menempatkan transmigran 8 ribu KK di lokasi tersebut. Prasarana untuk transmigran disiapkan oleh Departemen Trasmigrasi dan PPH Sulsel. Sayangnya, ketika harapan itu digantung, entah mengapa Ari Sigit menyatakan mundur pada awal Mei lalu setelah menyuntik dana di areal perkebunan tersebut sekitar Rp1,5 miliar. Sedangkan FMD sebagai pemegang konsesi sudah menyuntik dana Rp4,7 miliar lebih dari kocek pribadi. Dengan begitu, jumlah uang yang ditanam di lokasi tersebut sudah mencapai Rp6,2 miliar, kata Asyhab Aziz, Direktur Pelaksana FMD. Menurut Asyhab, mundurnya Ari Sigit tidak berpengaruh pada kelanjutan pelaksanaan proyek kelapa sawit pola PIR-Trans itu, sebab FMD akan mencari mitra baru. Beberapa investor sudah menyatakan berminat menggantikan posisi Ari asalkan bisa mengganti uang yang sudah ia tanam, kata Asyhab menirukan ucapan Ari. Asyhab boleh saja menyebut nama investor baru. Tapi itu tak mengurungkan niat Pemerintah Daerah (Pemda) Luwu untuk mengadukan FMD kepada Gubernur Sulsel. Lewat suratnya bernomor 590/138/KTB/98, tanggal 23 September 1998, Bupati Luwu, Yunus Bandu meminta agar kelanjutan pelaksanaan pembangunan kelapa sawit dialihkan kepada investor lain yang memenuhi syarat administrasi maupun permodalan. Yunus Bandu menyebutkan, berdasarkan laporan dari Camat Malili, Djafar Rahman, pada 18 Juli lalu, lahan yang sudah di land clearing baru sekitar 82 hektare, sedangkan yang ditanami baru 25 hektare. Padahal, semestinya FMD sudah menyiapkan lahan yang sudah land clearing seluas 266 hektare untuk 133 KK. Selain itu, kata Yunus Bandu, surat Kepala Kantor Pertanahan Daerah Tingkat (Dati) II Luwu, Nomor 570/2954/53-08/1998 menyebutkan bahwa berakhirnya izin lokasi tidak akan diperpanjang lagi, karena tidak memenuhi ketentuan administrasi dan lapangan yang telah berakhir tanggal 20 Februari 1996. Keberatan Yunus Bandu terhadap aktivitas FMD ini bukan baru pertama kali terjadi, melainkan sudah sering ia layangkan ke berbagai instansi karena menilai FMD tidak memiliki modal yang kuat. Akhir November 1996, menjelang penanaman perdana bibit kelapa sawit, Yunus Bandu juga mengirim surat ke Kantor Wilayah Transmigrasi dan PPH Sulsel, Gubernur Sulsel, serta instansi terkait agar meninjau ulang sekaligus membatalkan aktivitas FMD. Yunus Bandu menawarkan agar lokasi yang nyaris terlantar itu diberikan kepada PT Agro Manunggal, perusahaan milik Musa, putra Luwu yang dianggap memiliki modal maupun keahlian karena sudah berpengalaman. Namun, Bupati Luwu ini akhirnya tak berdaya ketika FMD menarik masuk Ari Sigit dan Yamabri sebagai salah satu pemegang saham. FMD lalu mengumumkan bahwa Ari dan Yamabri menguasai 70 persen saham, sedangkan FMD, yang mengantongi izin operasi dari Direktorat Jenderal Perkebunan dan mulai merintis usaha ini pada 1988, hanya menguasai 30 persen saham. Upaya menggandeng Ari dan Yamabri ini mengganjal pengaduan Yunus Bandu. Karena itu, pada 9 Januari 1997 Ari didampingi Direktur Utama FMD Hendra Gunawan, Mayjen (Pur) Ade Picaulima dari Yamabri, Gubernur Sulsel Zainal Basri Palaguna melakukan penanaman perdana kelapa sawit di lokasi tersebut. Sebenarnya, kata sebuah sumber, Gubernur Sulsel Palaguna tadinya akan mengabulkan permintaan Yunus dengan pertimbangan tak ingin melihat para transmigran menderita. Selain itu, lahan potensial ini diincar banyak pihak karena terhitung subur. Namun, karena tiba-tiba saja FMD menggandeng Ari Sigit dan Yamabri, Palaguna tak berdaya. FMD yang bergerak sejak 1988 ini mengantongi izin berdasarkan SK Gubernur Dati I Sulsel, tanggal 24 September 1988 Nomor 18/KPTS/IX/BKPMD 1988. Dua tahun kemudian izin tersebut diperpanjang lagi dengan SK Gubernur Sulsel tanggal 2 Agustus 1990 Nomor 14/KPTS/VIII/BKPMD/90 dan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Luwu tanggal 20 Februari 1995 Nomor 460.12.18.53.08/95. Pada 5 Agustus 1998 Kepala Kantor Pertanahan Luwu dengan surat Nomor 570/2954/53-08/1998 menyampaikan bahwa izin lokasi PT FMD tak dapat diperpanjang lagi, karena tidak memenuhi ketentuan administrasi dan lapangan yang telah berakhir pada 20 Februari 1996. Maka, akhir 1996 Gubernur Sulsel mengirimkan surat kepada BPN Luwu agar tidak memperpanjang izin lokasi tersebut. Tapi nama besar Ari Sigit bisa bikin orang tak berdaya. Apalagi FMD juga berhasil menggaet Yamabri, tutur Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Sulsel Gaffar Patappe. Lalu, kalau kemudian Yunus kembali meminta agar Gubernur mencabut izin yang sudah dikeluarkan, apa sih motifnya. Menurut Yunus, banyak investor yang memiliki modal siap menggarap lahan seluas 17 ribu hektare itu. Beberapa sumber menyebutkan, lahan ini diincar PT Agro Manunggal Plantation, perusahaan milik Musa, konglomerat pribumi asal Luwu, yang kini dikendalikan oleh konglomerat The Nin King. Agro Manunggal Plantation memiliki pengalaman dan equity, meski belakangan menghadapi masalah karena terkait kredit Bank Rakyat Indonesia sebesar Rp532 miliar, yang belakangan menyeret The Nin King sebagai tersangka korupsi. Bagi Yunus Bandu siapa pun boleh mengembangkan lahan sawit di daerahnya, seperti yang diinginkan oleh Pemda Sulsel dalam upaya mengundang investor. Tapi kalau ada investor yang tidak serius, tentu Pemda tak tinggal diam dan tak rela membiarkan transmigran terus menerus menderita. Meski tidak keberatan atas pengaduan Yunus Bandu, FMD menyebutkan, lahan yang sudah land clearing sejak 1992 hingga Oktober 1998 seluas 1.550 hektare. Yang sudah ditanami 140 hektare, sedangkan pembibitan 1.200 hektare, kata Asyhab. Ia menyebutkan, hingga kini perusahaannya belum menikmati fasilitas kredit perbankan. Seluruh aktivitas menggunakan dana sendiri. Awalnya FMD mengharapkan kucuran dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia lewat Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) sebesar Rp200 miliar lebih. Namun, karena terjadi krisis moneter, pada Februari 1998 Bapindo menyatakan belum bisa merealisasikan kredit tersebut. Tidak mengucurnya kredit Bapindo itulah yang menyebabkan Ari Sigit menarik diri dari FMD dan mempersilakan investor= lain menggantinya. FMD sendiri agaknya menarik Ari hanya karena pertimbangan faktor kemulusan berusaha setelah mendapat ganjalan dari berbagai pihak, termasuk dari Bupati Luwu Yunus Bandu. Nah, yang kini menjadi masalah, kalau Pak Harto sudah tumbang akankah Ari masih tegar dan bank mau membuka tangan. Tentu tidak. Buktinya Bapindo tak mengucurkan kredit. Tapi FMD belum habis akal. Mereka masih berusaha mencari investor baru. Dan, tentu saja, Yunus Bandu pun tak akan tinggal diam, toh? (Hasanuddin Hamid adalah wartawan Pedoman Rakyat dan peserta Program Beasiswa untuk Wartawan LP3Y-LPDS-ISAI) ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
CePe---PERKARA KELUARGA CENDANA (1)
by way of SiaR News Service <[EMAIL PROTECTED]> Mon, 4 Jan 1999 02:00:52 -0500