Precedence: bulk LETJEN TNI TYASNO SUDARTO TERTUNDA JADI KSAD JAKARTA (TNI Watch!, 5/11/99). Kepala Badan Intelijen ABRI (BIA) Letjen TNI Tyasno Sudarto segera dilantik sebagai KSAD. Serah-terima jabatan (sertijab) akan dilaksanakan pada akhir Nopember 1999. Pelantikan Tyasno sebagai KSAD tertunda karena dua alasan. Pertama, menunggu serah-terima jabatan di lingkungan Angkatan Darat selesai. Berhubung yang memimpin upacara sertijab tersebut, seperti jabatan Pangdam, masih KSAD lama Jend TNI Subagyo HS. Ke dua, menunggu sampai isu pergantian KSAD ini reda, karena Mabes TNI dan Mabes TNI-AD sudah agak "risi" menanggapi isu pergantian tersebut. Sementara ada desakan, Jenderal TNI Subagyo harus segera diganti. Setelah dilantik sebagai KSAD, untuk sementara Tyasno masih merangkap sebagai Kepala BIA. Kabarnya jabatan Tyasno di BIA, akan diberikan pada teman sekelasnya di Akmil (1970), yaitu Letjen TNI Luhut Binsar Panjaitan, yang kini masih menjabat sebagai Dubes di Singapura. Karir Luhut yang pernah menjadi Komandan Grup 3/Pusdikpassus ini, memang sempat macet, karena melakukan tindakan kurang terpuji. Luhut dikabarkan pernah melakukan pelecehan seksual pada pengusaha Dr Rosita Noer, ketika keduanya sama-sama mengikuti kursus di Lemhamnas (1995), kabarnya Luhut minta "pelayanan khusus yang tak lazim" pada Rosita. Agaknya Luhut kurang paham, bahwa Rosita memiliki akses ke Pangab (saat itu) Jenderal Feisal Tanjung. Saat itu Rosita merupakan "istri muda" dari Prof Dr Ali Wardana. Jabatan lainnya yang akan diserahterimakan adalah Kepala Bakin, dari Letjen TNI Purn ZA Maulani kepada Mayjen TNI Farid Zainuddin. Pergantian kepala Bakin ini juga merupakan pergantian orbit, yakni dari orbit ICMI (Maulani) ke orbit NU (Farid Zainuddin). Rupanya dalam hal pemilihan Kepala Bakin, ada sentuhan langsung dari Gus Dur. Nasib Farid Zainuddin hampir sama dengan nasib Luhut Panjaitan. Tak ada yang menyangka karir mereka kembali terang, padahal sudah sempat masuk kotak. Dunia intelijen merupakan habitat Farid Zainuddin, karena ia sempat beberapa waktu menjadi kepala BIA di masa KSAD Jenderal Hartono. Pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Gus Dur - Mega, ternyata tidak merubah kondisi soal promosi perwira, yang masih diwarnai sentimen agama. Perwira-perwira yang beragama selain Islam, kurang dipercaya untuk menduduki jabatan strategis, meski perwira tersebut sangat brilian. Inilah yang dialami WAKSAD Letjen TNI Johny Lumintang dan Kasgar I/Ibu Kota Brigjen TNI Albert Inkiriwang, kebetulan keduanya beragama Nasrani. Jenderal Johny Lumintang tinggal selangkah ke posisi KSAD, hanya karena ia beragama Kristen Protestan, langkahnya terhenti, ia "disingkirkan" sekadar menjadi "Kepala Sekolah" (Gubernur Lemhanas). Jabatan yang kurang strategis untuk jenderal sehebat Lumintang. Hampir sebagian besar karir Johny Lumintang dihabiskan di medan tempur. Setelah menjadi Danyon 752 di Irian, Johny jadi Komandan Brigif Linud 18/Trisula Kostrad di Malang. Dari Malang, ia ditarik ke Jakarta sebagai Komandan Rindam Jaya. Saat menjadi Komandan Rindam Jaya inilah, Johny mendapat jadi Komandan Upacara Hari ABRI 1992. Kemudian berlanjut ke Timtim sebagai Danrem 164/WD. Seusai bertugas di Dili, Johny memperoleh pangkat brigjen, karena dipromosikan sebagai Panglima Divisi Infanteri 1/Kostrad. Dari Kostrad, Johny kembali mendapat tugas teritorial, sebagai Kasdam VIII/Trikora, dan berlanjut sebagai Pangdam Trikora. Dari Irian, Johny ditarik lagi ke Jakarta, sebagai Asop KSAD. Saat menjadi Asop KSAD, ada kejadian unik, ketika ia hanya delapan belas jam menjadi Pangkostrad. Ia batal menjadi Pangkostrad definitif, lagi-lagi karena faktor agama. Kabarnya, digantinya Johny oleh Djamari Chaniago selaku Pangkostrad, atas usulan ZA Maulani. Sebagai pelipur lara, Johny diangkat sebagai WAKSAD. Nasib hampir sama dialami oleh Brigjen TNI Albert Inkiriwang. Untung saja Brigjen Albert secara mendadak dipromosikan sebagai Pangdam VIII/Trikora, setelah sempat diparkir sebagai Waaster KSAD selama seminggu. Brigjen Albert adalah perwira yang hebat, hanya karena ada masalah pertimbangan agama, karirnya agak tersendat. Meski sekarang telah menjadi Pangdam, kecil kemungkinan Brigjen Albert kelak menjadi KSAD. Perjalanan karir Brigjen Albert hampir sama dengan Lumintang, yaitu di kesatuan tempur dan lembaga pendidikan. Kebetulan mereka berdua pernah "bertemu" di penugasan yang sama, saat Albert (masih Letkol Inf) mengganti Kol Inf Johny Lumintang sebagai Komandan Brigif Linud 18/Kostrad. Sebelum menjadi Dan Brigif 18/Kostrad, Albert juga berdinas di Kostrad, yaitu sebagai Komandan Yonif Linud 305 (Karawang) dan Yonif 412 (Purworejo). Selesai bertugas sebagai Dan Brigif 18, Albert memimpin komando pendidikan sebagai Komandan Pusdikif (Pusat Pendidikan Infanteri) di Bandung. Seusai di Bandung, Albert sempat "diparkir" di SUAD (Staf Umum Angkatan Darat) sebagai Paban Opslat (Perwira Bantuan Operasi dan Latihan). Namanya muncul kembali saat diangkat sebagai Kasgar I/Jakarta, dengan pangkat Brigjen. Kasus yang sama, nantinya bisa saja menimpa Brigjen TNI Glenny Kairupan, Brigjen TNI Max Tamaela (Pangdam Maluku), dan Kol Inf George Toisutta (Danrem di Kodam Jaya). Gus Dur sebenarnya adalah seorang yang memiliki toleransi tinggi dalam hal agama, namun ia terpaksa harus mempertimbangkan perasaan golongan Islam lainnya, yang tempo hari secara dadakan, dan dengan alasan yang sangat sektarian (satu sikap yang sebenarnya kurang disukai Gus Dur) mendukungnya sebagai Presiden. Gus Dur harus mengalah terhadap aspirasi "Poros Tengah", maka perwira non-Islam untuk sementara harus antri karier dulu. Seorang pengamat militer menyatakan, bahwa saat ini memang dibutuhkan situasi penyeimbangan namun hal itu tak sepenuhnya terjadi. "Seharusnya Pemerintah mempromosikan seorang putera Minahasa untuk jabatan strategis di negeri ini, karena di Kabinet, tak terdapat seorang pun putera Kawanua." Kalau Gus Dur konsisten terhadap argumentasi pembentukan Kabinetnya, yaitu "Kabinet Persatuan Nasional", seharusnya para perwira asal Kawanua dan Maluku, harus mendapat posisi yang layak. Promosi bagi Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Suaidi Marasabessy sebagai Kasum TNI, yang putera Maluku dan muslim, sebagai upaya memenuhi aspirasi, adanya putera Maluku yang duduk di posisi strategis. Promosi Jenderal Suaidi Marasabessy sebagai Kasum TNI, juga merupakan "jalan tengah" bagi sikap pemerintah sekarang, yang masih "alergi" terhadap Nasrani. Sementara di pihak lain ada aspirasi yang harus dipenuhi, yaitu perlu adanya putera Maluku (dan Minahasa) yang menduduki posisi penting di negeri ini. *** _______________ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html