Precedence: bulk BAGI BARAMULI GOLKAR DAN HABIBIE DI ATAS SEGALANYA Oleh: Sulangkang Suwalu Perilaku Ketua DPA Baramuli telah lama menjadi sorotan umum. Malah sampai terdengar suara supaya DPA itu dibubarkan saja. Kini muncul suara dari dalam tubuh DPA sendiri yang mengecam perilaku Ketuanya secara terbuka. Suatu hal yang belum pernah terjadi dalam sejarah kehidupan DPA. PERILAKU KETUA DPA AKAN DIPLENOKAN Ketua DPA Baramuli dinilai tidak mencerminkan sikap sebagai negarawan dan penjaga moral bangsa, karena masih terlalu condong kepada Golkar. Karenanya, anggota DPA yang lain sepakat akan membicarakan perilaku Baramuli dalam sidang Pleno DPA, yang dijadwalkan berlangsung 11-14 Januari 1999 di kantor DPA Jakarta. "Dalam tatatertib keanggotaan DPA memang tidak ada aturannya apa sanksinya, tetapi kalaupun ada teguran, saya kira hanya merupakan teguran keras kepada Ketua DPA," kata Ketua DPA Prof Dr Achmad Syafii Maarif, sejarawan yang kini duduk sebagai salah satu Ketua DPA. Rencana membahas perilaku Ketua DPA itu merupakan tindak lanjut pertemuan sejumlah anggota DPA, di kediaman AA Baramuli 31 Desember 1998. Menurut Syafii Maarif dalam pertemuan dengan AA Baramuli, anggota DPA yang lain telah menyampaikan kritik kerasnya terhadap penampilan AA Baramuli selama dua bulan terakhir selaku Ketua Lembaga Tertinggi Negara. Pertemuan itu untuk menyampaikan pengamatan kita di lapangan, tentang perilaku Ketua DPA sejak dua bulan terakhir, yang kami nilai tidak mencerminkan lagi sikap sebagai negarawan, melainkan sebagai partisan. Tegoran itu kemudian telah dibahas Komisi Politik DPA. Menurut pengakuan Baramuli ia telah melihat kondisi Golkar di Jateng sudah terpuruk. Karena itu menurut Syafii, Baramuli kemudian mengatakan dirinya ingin memperbaiki citra dan dukungan terhadap Golkar di wilayah Indonesia Timur. AA Baramuli dalam pertemuan itu terus terang mengatakan bahwa dirinya orang Bugis dan karena itu mengakui tetap memiliki komitmen dengan Golkar, karena ia muncul ke tingkat nasional karena Golkar. "Saya memang tidak bisa melupakan Golkar," ucap Baramuli. Ketika anggota DPA lain mempertanyakan; kepentingan negara atau partai yang harus dipilih, beliau mengatakan: itulah dilema saya. Syafii telah mengatakan sebagai lembaga tertinggi negara, DPA harus tampil sebagai koridor bangsa, yang memayungi dan yang mempunyai komitmen untuk bangsa ini. Baramuli mengatakan dirinya paham tentang masalah itu, dia katakan: posisinya memang dilematis. BILA GOLKAR KALAH, HABIBIE TAK LAGI JADI PRESIDEN Mengenai kecaman Syafii Maarif atas perilaku Baramuli, Ketua DPA yang terlalu condong kepada Golkar. Selaku Dewan Pimpinan DPP Golkar, AA Baramuli mengajak seluruh masyarakat Sulsel memilih Golkar untuk pemilu mendatang, bila ingin putera Sulsel BJ Habibie tetap menjadi Presiden RI. Sebab, bila Golkar kalah, maka bukan lagi Habibie yang menjadi presiden ke-4. Hal itu dikatakan Baramuli di depan 20 ribu pendukung Golkar yang memenuhi lapangan Karebosi, Ujungpandang (16/12) untuk menghadiri silaturrahmi kader Golkar. Dalam acara tersebut Baramuli menegaskan, Golkar sudah memperjuangkan reformasi sejak tahun 1964. Sebagai tokoh Golkar, ia menyebutkan dirinya membongkar kasus KKN yang dilakukan Eddy Tanzil di zaman Orde Baru. Cukup jelas kiranya, bahwa Baramuli, Ketua DPA itu menggunakan semua kesempatan yang terbuka baginya untuk mendukung Habibie, dengan menggunakan Golkar sebagai kuda tunggangan. HANYA MPR YANG BISA MINTA SAYA MUNDUR Menanggapi akan berlangsungnya sidang pleno DPA (11-14 Januari) yang akan datang, yang akan memperbincangkan perilaku Baramuli sebagai Ketua DPA, maka Baramuli mengatakan siap untuk mempertanggungjawabkan semua perilakunya dalam sidang pleno DPA itu. Dikatakannya, "sebagai kader Golkar dia harus memperjuangkan keberadaan Golkar. Dan itu tidak ada masalah dalam posisi saya sebagai Ketua DPA. Menteri-menteri pun banyak yang jadi pengurus partai. Sistem demokrasi kita membolehkan hal itu." Dikatakannya pula, bahwa sikap yang diambilnya saat ini adalah cara yang dipilihnya dalam berjuang. "Itu cara saya. Itu pendirian saya terhadap reformasi. Orang lain tidak cocok silahkan saja. Saya punya hak untuk menentukan bagaimana cara saya berjuang, bukan orang lain," kata Baramuli. Baramuli justru mempertanyakan latar belakang munculnya perdebatan yang mempersoalkan keberadaannya di jajaran pimpinan Golkar dan posisinya sebagai Ketua DPA. Kenapa harus dipersoalkan. Pak Syafii Maarif sendiri kan juga duduk di DPA, sekaligus Ketua PP Muhammaddiyah. Jadi sama saja dengan saya. Menjawab pertanyaan wartawan, bahwa posisi Syafii Maarif berbeda dengan dirinya, sebab Muhammaddiyah adalah ormas, bukan parpol, Baramuli mengatakan sama saja. Tidak ada soal apakah itu ormas atau orpol. Sebelum itu Baramuli menegaskan hanya MPR hasil Pemilu 1999 yang dapat "memecat" dirinya dari posisi Ketua DPA. Yang berhak meminta saya mundur adalah MPR hasil pemilu nanti. Tunggu saja MPR bersidang. MPR bisa mengajukan usul anggota-anggota DPA yang baru, katanya. Dengan kata lain apapun juga yang akan diputuskan sidang Pleno DPA yang akan memperbincangkan tentang perilakukanya, Baramuli tetap akan bertahan dengan pendiriannya, tetap akan meneruskan langkah yang sudah ditempuhnya selama ini. Demi Golkar dan Habibie. TIDAK ETIS Sementara itu pakar hukum tatanegara Universitas Pajajaran, Prof Dr Bagir Manan SH berpendapat sebagai lembaga yang bertugas memberi nasehat kepada presiden, tidak etis bila DPA dipimpin oleh seorang yang juga merangkap jabatan pada partai politik. Sebab, dikhawatirkan pikiran dan ucapannya tidak objektif lagi, sehingga menimbulkan polemik baru di tengah ramainya permainan elite politik. Secara moral dan etika, sambung Dr Bagir, anggota dan Ketua DPA seharusnya bebas dari kepentingan politik atau kepentingan kelompok tertentu. Demi objektivitas dalam memberikan masukan kepada presiden, sebaiknya konsentrasi sebagai penasehat agung, sesuai dengan nama lembaganya. KETUA DPA ITU MEMANG KETERLALUAN Dalam pada itu, pengamat politik, yang juga mantan anggota DPA, Bambang Triantoro menilai bahwa yang dilakukan oleh Baramuli selama ini memang sudah keterlaluan. Sebagai Ketua lembaga pertimbangan agung, dia (Baramuli) harusnya mampu memberikan nuansa yang tenteram bagi masyarakatnya. Termasuk kepada pemerintah yang diberi nasehat lembaga itu. Selanjutnya Bambang Triantoro mengemukakan bahwa dalam beberapa kali kesempatan, saya menilai dia seperti juru bicaranya pemerintah. Harusnya Baramuli itu memberikan pertimbangan pada presiden. Bukan malah menjadi juru bicara presiden, yang kadang-kadang lebih aktif Baramuli daripada presidennya. Menurut Bambang, untuk memberi nasehat pada presiden, seluruh anggota DPA membahas persoalan itu melalui rapat pleno atau komisi. Lalu masing-masing menyatakan pendapatnya terhadap suatu masalah untuk diajukan pada presiden. Meski di dalam mekanisme DPA, sebelumnya tidak dikenal dengan apa yang disebut mempleno Ketua, tapi itu bisa saja dilakukan. Rapat pleno yang isinya mengkritisi sikap ketua memang jarang dilakukan. Kalau pun ada itu tidak lebih dua kali. Waktu itu kita memang pernah melakukan rapat pleno yang isinya membahas tentang sikap Ketua DPA, yaitu Sudomo. Bambang menilai dikritiknya Baramuli oleh anggotanya menunjukkan bahn DPA memang harus bebenah diri. Sebagai lembaga penasehat presiden, DPA seharusnya tampil independen dan berwibawa. Ya, kalau Baramuli dinilai kurang baik, dia bisa diganti. Kalau dikeluarkan dari anggota DPA, memang tidak bisa. Tapi kalau dia diganti, karena mayoritas anggota tidak setuju, itu baru bisa, tandasnya. BARAMULI MEMANIPULASI PASAL 16 UUD 1945 Sesungguhnya perilaku Baramuli selaku Ketua DPA yang tidak mencerminkan kenegarawanan, bukan saja sejak dua bulan terakhir, seperti yang dikemukakan Achmad Syafii Maarif, tetapi jauh sebelum itu. Dalam bulan Agustus 1998 saja, telah muncul persoalan ketika Baramuli sebagai Ketua DPA melakukan pembelaan terhadap Presiden Habibie dalam menganugerahkan bintang kepada Ny. Hasri Ainun Habibie dan Yusuf Effendy Habibie, yang dinilai banyak pihak berada di luar proporsi pimpinan lembaga tinggi negara. Seperti diketahui pembelaan dilakukan Baramuli itu, seusai ia bertemu dengan Presiden BJ Habibie di Bina Graha (23/8). Baramuli mengemukakan pemberian bintang RI Adipradana kepada Ny. Hasri Ainun Habibie bukan semata-mata keinginan presiden, tetapi sesuai dengan UU. Menurut Baramuli yang mengkritik penganugerahan tanda jasa itu berarti tidak tahu atau tidak membaca UU atau peraturan negara. Terkesan pernyataan Baramuli itu sebagai jubir istana, ujar Budi Hardjono. Sementara itu Slamet Effendi mempertanyakan: apa kah sepantasnya kebijakan presiden diterangkan oleh seorang Ketua DPA? Mungkin itu lebih tepat dikemukakan Menteri Penerangan. Kecaman juga jatuh atas pundak Baramuli mengenai adanya kesepakatan antara DPA, Komnas HAM dan Menteri Kehakiman untuk menunda pelaksanaan Perpu No 2/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Anggota DPR menilai adanya kesepakatan itu tidak pas. MPR perlu mengkaji kembali hubungan antara lembaga tinggi negara. Ketua DPP Golkar Slamet mempertanyakan: Apa betul bisa dilakukan kesepakatan antara DPA dengan pemerintah? Apa betul ada institusi seperti itu? Sepatutnya keputusan seperti itu dilakukan di DPR, sebagai lembaga wakil rakyat. DPA itu lembaga penasehat presiden. Kalau mau keterbukaan yang proporsional. Arsyad menambahkan, karena yang membuat Perpu adalah pemerintah, maka sepatutnya yang mengumumkan secara resmi penundaan pelaksanaan Perpu seharusnya pemerintah. Menanggapi sejumlah kecaman tersebut, Baramuli mengatakan tidak benar kalau DPA dinilai melangkah terlalu jauh. Peran DPA normal-normal saja. Kok, orang-orang saja menilainya terlalu jauh. Padahal biasa saja. Seraya menekankan semuanya itu sesuai dengan Pasal 16 UUD 1945, yakni DPA memberi nasehat kepada presiden baik diminta ataupun tidak. Benarkah langkah Baramuli itu sesuai dengan pasal 16 UUD 1945? Pasal 16 UUD 1945 itu terbagi dua ayat: (1) Susunan DPA ditetapkan dengan UU. (2) Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah. Bertolak dari Pasal 16 UUD 1945 tersebut, timbul pertanyaan: Apakah pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan Baramuli di atas sesuai dengan pasal 16 UUD 1945? Misalnya: membela pemberian bintang kepada istrinya Habibie dan adiknya Habibie oleh Presiden Habibie? Apa kah itu termasuk "menjawab pertanyaan presiden" atau "mengajukan usul kepada pemerintah"? Jauh panggang dari api. Begitu pula tentang DPA mengadakan kesepakatan dengan Komnas HAM dan Menteri Kehakiman untuk menunda pelaksanaan Perpu No 2/1998, termasuk kategori yang mana pula: menjawab pertanyaan presiden, atau mengajukan usul kepada pemerintah? Sama sekali tak ada hubungannya dengan Pasal 16 UUD 1945. Jelas kiranya, bahwa langkah yang ditempuh Baramuli bukan berpegangan kepada Pasal 16 UUD 1945, melainkan ia memanipulasi Pasal 16 UUD 1945 untuk membenarkan sikapnya membela Habibie. Gaya Baramuli atas nama pasal 16 UUD 1945 melumpuhkan UUD Pasal 16 itu sendiri, serupa dengan Suharto atas nama UUD 1945 dan Pancasila melumpuhkan UUD dan Pancasila itu sendiri. KESIMPULAN Perilaku Baramuli selaku Ketua DPA yang tidak mencerminkan kenegarawanannya, melainkan kegolkarannya, sebenarnya bukan saja terdapat sejak dua bulan terakhir, seperti dikatakan Syafii Maarif, tapi telah jauh-jauh hari sebelumnya. Dalam bulan Agustus 1998 saja ia telah memanipulasi Pasal 16 UUD 1945 guna membenarkan langkah Habibie yang memberi bintang kepada istri dan adiknya, serta mengadakan kesepakatan dengan Komnas HAM dan Menteri Kehakiman menunda pelaksanaan Perpu No 2/1998. Baramuli cukup cerdik menggunakan kelemahan yang terdapat dalam aturan keanggotaan DPA untuk kepentingan Golkar dan Habibie. Kepentingan Golkar dan Habibie di atas segala-galanya bagi Baramuli, Ketua DPA. Apakah itu akan disebut tidak etis, tidak bermoral, tidak dipedulikannya. Baramuli menghalalkan segala cara demi Golkar dan Habibie. Karena Golkar dan Habibie yang telah menaikkan Baramuli sampai menjadi Ketua DPA. Untuk tujuan itu, Baramuli akan pertahankan kedudukannya sebagai ketua DPA sekuat-kuatnya. Habibie tentu akan mendukungnya. Kedudukan Baramuli akan jatuh, sejalan dengan kejatuhan Habibie dan Golkar.*** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html