Precedence: bulk


KISDI TUDING RMS DIBALIK KERUSUHAN AMBON

        JAKARTA (SiaR, 29/1/99) -- Di tengah maraknya tudingan yang mengarah ke
keluarga mantan Presiden Soeharto sebagai dalang serta donatur kerusuhan
Ambon, Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) dan Persatuan
Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), menuduh Republik Maluku Selatan (RMS)
sebagai pihak yang berdiri di belakang kerusuhan Ambon. Pernyataan itu
dilancarkan dalam konferensi pers Kamis (28/1).

        "Dalam kerusuhan itu ada orang-orang yang berteriak-teriak 'Hidup RMS!
Hidup RMS!' seraya menyerang pemukiman Muslim", demikian Ahmad Sumargono
alias Gogon yang didampingi Eggy Sudjana (Ketua PPMI) dan beberapa pemuka
masyarakat muslim Ambon di Jakarta ketika memberikan keterangan persnya.

        Keterangan pers KISDI itu segera menimbulkan kegusaran banyak tokoh
masyarakat Ambon. Freddy Pieterz, salah seorang tokoh masyarakat Ambon yang
dihubungi SiaR menegaskan, bahwa tidak benar RMS berada di balik kerusuhan
Ambon. Menurut dia, tudingan RMS sebagai dalang hanyalah upaya pihak-pihak
yang ingin melindungi kepentingan elite politik di pusat atau Jakarta yang
selama ini merekayasa kerusuhan di berbagai tempat di tanah air.

        "Apa maunya mereka, ketika bukti-bukti bahwa dalang yang mendanai kerusuhan
di berbagai tempat di tanah air adalah para elite politik pendukung
status-quo, tiba-tiba ada kelompok yang mengalihkan bahwa RMS sebagai dalang
kerusuhan Ambon," ujarnya. 

        Menurut Pieterz, sejak akhir 1950-an dan 1960-an, terutama sejak
hijrahnya para pengikut Dr Soumokil ke Negeri Belanda, praktis RMS tidak
lagi memiliki pengaruh di Maluku Selatan. Ia menilai, kalau pun ada
teriakan-teriakan yang mengelu-elukan RMS saat kerusuhan terjadi, hal itu
sebagai manifestasi akumulasi kekecewaan mereka terhadap pemerintah pusat
yang selama lebih 30 tahun berlaku tak adil terhadap kepentingan ekonomi dan
politik masyarakat Maluku.

        Senada dengan Pieterz, Sekjen Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia
(PGI), Pendeta J.M. Pattiasina menolak tudingan RMS sebagai pihak di
belakang kerusuhan Ambon. Menurut Pattiasina, sebelum menuduh RMS sebagai
dalang kerusuhan, sebaiknya pihak-pihak tersebut belajar lebih dahulu
kondisi sosiologis yang ada, yaitu kondisi sosio-kultural dan kondisi
sosio-ekonomi rakyat Maluku. Pattiasina menegaskan kembali, bahwa
berdasarkan temuan-temuan tim investigasi tenaga sukarelawan gereja-gereja
setempat, memang ada provokator-provokator dari luar Ambon, yakni dari Pulau
Jawa yang memprovokasi masyarakat untuk melakukan kerusuhan.

        Terhadap adanya sikap kelompok-kelompok tertentu yang cenderung
melindungi kepentingan Soeharto dan kekuataan status-quo pada umumnya,
pengajar Ilmu Kriminologi UI Mulyana W. Kusumah kepada wartawan, Kamis
malam, melihat adanya upaya dari keluarga Cendana sendiri untuk memperbaiki
citra dan menyerang balik opini negatif dan hujatan terhadap Soeharto,
antara lain dengan mendukung serta mendanai institusi-institusi yang
berperan sebagai pembangun opini (mendukung elite politik pro-status quo.

        "Saya tidak ingin menyebut nama, tapi sekarang ini kan ada institusi
tertentu yang dikaitkan dengan keluarga Cendana. Ini bisa dilihat dari
penerbitan dan relasi politiknya," katanya. 

        Dalam catatan SiaR, beberapa ormas yang selama ini cenderung
mendukung kekuatan status quo, dan dengan demikian memperoleh imbalan
material yang tak sedikit adalah, KISDI, PPMI, Dewan Dakwah Islamiah
Indonesia (DDII), CIDES, Institute for Political Studies (IPS), Pemuda
Pancasila dan organisasi aksi massa seperti Furkon. Sedangkan media-massa
yang kerap menjadi corong kelompok status quo perekayasa kerusuhan antara
lain tabloid Abadi, tabloid Siar, tabloid Mahasiswa Indonesia, majalah
Sabili, dan majalah Media Dakwah.

        Menurut pandangan seorang pengamat politik yang tak mau disebutkan
namanya, dalam aktivitasnya, institusi-institusi tersebut selalu berupaya
menciptakan konflik-konflik horisontal di masyarakat, dengan paradigma
mayoritas-minoritas, dan selalu mempolitisasi agama. "Tak heran jika
kelompok- kelompok tersebut sering menjadi sasaran kritik tokoh, KH
Abdurrahman Wahid, Ketua PBNU yang berpaham Islam kultural," ujarnya.***

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke