Masjid Mungsolkanas Tertua di Bandung
Senin, 07 September 2009 , 15:18:00

BANDUNG, (PRLM).- Mungkin tidak banyak warga Bandung yang mengenal  Masjid
Mungsolkanas. Masjid itu memang tidak terletak di pinggir jalan. Untuk
mencapainya, Anda harus ke Cihampelas, berdiri di seberang Rumah Sakit
Advent atau di sebelah Sekolah Tinggi Bahasa Asing.

Dari tempat itu akan terlihat sebuah pelang: Masjid Mungsolkanas, Berdiri
Sejak 1869.
Siapa yang akan menyangka jika masjid mungil di dalam Gang Winataatmaja itu
ternyata salah satu masjid tertua di Kota Bandung? Sayangnya, tidak ada
literatur sejarah resmi yang membahas sejarah mesjid itu.

Satu-satunya sumber yang bisa memberikan penjelasan tentang Masjid
Mungsolkanas pada saat ini, adalah H. Rudi S. Ahmad. Dia adalah cucu H.
Zakaria Danamihardja, orang pertama yang menjadi pengurus Masjid
Mungsolkanas, pascarevolusi kemerdekaan.

Di tangan Rudi, tersimpan dengan baik catatan harian Zakaria Danamihardja,
yang berisi kisah hidup dan silsilah keluarganya, termasuk riwayat Masjid
Mungsolkanas, yang memang didirikan oleh leluhurnya pada 1869. Zakaria
Danamihardja menulis catatan harian dan sejarah hidup leluhurnya pada tahun
1985, di usianya yang telah 80 tahun. Catatan itu ditujukan sebagai kenangan
bagi anak-cucunya.

Menurut Zakaria, Masjid Mungsolkanas awalnya hanya berupa tajug yang
sederhana. Masjid itu didirikan di atas lahan, yang diwakafkan oleh nenek
Zakaria yang bernama Ibu Lantenas.
Lantenas merupakan perempuan kaya, janda dari R. Suradipura, Camat Lengkong,
Sukabumi, yang wafat pada 1869. Tanah yang dimiliki oleh Lantenas, mulai
dari Jalan Pelsiran sampai ke Gandok (Jl. Siliwangi). Termasuk di dalamnya,
lahan untuk pemandian Cihampelas, dan pabrik daging, yang sekarang telah
berubah menjadi pusat belanja Cihampelas Walk. Lantenas wafat pada tahun
1921 di usia 80 tahun.

Masjid itu diberi nama Mungsolkanas oleh Mama Aden alias R. Suradimadja
alias Abdurohim, yang juga keluarga Lantenas. Mama Aden memberi nama
Mungsolkanas, sebagai singkatan dari mangga urang solawat ka nabi SAW (mari
kita solawat ke nabi SAW). Di zaman  Belanda, Mama Aden sering menulis di
media massa Islam waktu itu, misalnya Al Muhtar. Di setiap artikelnya, Mama
Aden selalu membubuhkan inisial TTM yang merupakan singkatan Tajug
Tjihampelas Mungsolkanas.

Tajug Mungsolkanas pertama kali dipugar menjadi masjid pada tahun 1933,
hampir bersamaan saat Wolf Schumaker memugar Masjid Kaum Cipaganti. Bedanya,
Mungsolkanas dipugar atas biaya dan inisiatif Mama Aden, sedangkan Mesjid
Kaum Cipaganti dibiayai oleh pemerintah kolonial Belanda.

Menurut catatan Zakaria, Masjid Cipaganti sendiri awalnya berupa tajug dan
dibangun oleh Mohammad Tabri, yang juga leluhurnya. Saat Masjid Cipaganti
dipugar oleh Schumaker, jamaah yang biasa shalat di Cipaganti untuk
sementara pindah tempat ke Mungsolkanas.

Setelah Masjid Kaum Cipaganti selesai dibangun, Mama Aden yang saat itu
menjadi imam dan khotib di Mungsolkanas, mengusulkan kepada Bupati Bandung,
agar yang memimpin Masjid Cipaganti, adalah seorang ulama bernama Juanda.

Usulan itu didengar Bupati Bandung. Ulama Juanda pun dipanggil ke dan diuji
di Masjid Kaum. Setelah dinyatakan lulus, Juanda menjadi imam Mesjid Kaum
Cipaganti. Tetapi tak berapa lama, dia dipindahkan menjadi imam Masjid
Ujungberung, sampai wafatnya di tahun 1935.

Mungsolkanas memiliki sejarah yang panjang, dan tentunya harus dikonfirmasi
oleh sejarawan. Yang pasti masjid itu sampai saat ini tidak termasuk dalam
daftar cagar budaya. Masjid itu terakhir dipugar pada tahun 2007.
(A-132/A-147)***

Cite:

Kirim email ke