Wisata Alam Jabar?

1. Kawah Tangkubanparahu
2. pemandian air hangat Maribaya
3. Curug Cigulung,
4. Curug Cikawari,
5. Curug Cikoleang,
6. Curug Omas.
7. Makam Junghuhn,
8. bumi perkemahan Cikole,
9. Hutan Wisata Jayagiri,
10. Curug Luhur,
11. Observatorium Bosscha


==========
Kawasan Wisata (1)
Magnet di Utara Bandung

Selama tiga hari, sejak Selasa (23/2), ”PR” akan menyajikan laporan
khusus berseri tentang seluk-beluk persoalan di kawasan wisata
Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Alam menganugerahkan kekayaan luar biasa besar kepada Lembang.
Udaranya yang sejuk --lengkap dengan pemandangan yang membuat betah
mata-- seperti sebuah ”besi berani” berkekuatan besar. Lembang memikat
setiap orang untuk berkunjung. Tidak heran, sejak zaman kolonial
Lembang sudah dijadikan tempat tujuan berwisata. Dari Kota Bandung,
yang mulai padat oleh aktivitas manusia, jalan raya menuju
Tangkubanparahu pun dibangun.

Lembang juga memiliki pemandian air hangat Maribaya yang juga menjadi
primadona wisata. Pesona Maribaya (yang dalam legenda merupakan nama
seorang perempuan cantik jelita) mampu menjadi magnet bagi wisatawan
sejak 1835. Di sana, pengunjung bisa menikmati pesona air terjun
(curug). Mulai dari Curug Cigulung, Curug Cikawari, Curug Cikoleang,
hingga Curug Omas. Lembang juga memiliki objek wisata Makam Junghuhn,
bumi perkemahan Cikole, Hutan Wisata Jayagiri, Curug Luhur, dan
Observatorium Bosscha, yang tak kalah menarik untuk dikunjungi.

Dalam perkembangannya, wisata alam maupun buatan  terus bermunculan di
kecamatan  seluas 10.620 hektare  tersebut.  Ada supermarket bunga,
wisata berkuda, dan kebun stroberi. Selain itu, ada pula beraneka
ragam wisata kuliner khas, seperti tahu lembang, sate kelinci, dan
ketan bakar.

Menurut Wakil Bupati Bandung Barat Ernawan Natasaputra, Lembang memang
diplot sebagai tujuan wisata berbasis agroindustri yang ramah
lingkungan. ”Sebagai bagian dari Kawasan Bandung Utara (KBU), memang
harus ada perlakuan khusus bagi Lembang. Pembangunan boleh dilakukan,
tetapi sudah ada peraturannya,” katanya.

Setiap tahun, jumlah pengunjung ke Lembang mencapai 230.000 orang atau
separuh lebih dari jumlah total pengunjung di Kabupaten Bandung Barat.
Dari jumlah tersebut, seperempatnya merupakan wisatawan mancanegara.
Tingkat hunian (okupansi) hotel mencapai 59 persen, dengan rata-rata
lama menginap pengunjung di Lembang mencapai 1,7 hari. ”Angka ini
tergolong lumayan. Akan terus kami usahakan agar rata-rata  lama
menginap wisatawan bertambah panjang,” kata Ernawan.

Rata-rata lama menginap wisa- tawan yang bertambah panjang, menurut
dia, akan mampu menggerakkan roda ekonomi warga. Apalagi, mengingat
potensi demikian besar yang dimiliki kecama-   tan itu. Kini, Lembang
menjadi penyumbang utama pos wisata bagi pendapatan asli daerah (PAD)
KBB yang pada 2009 mencapai Rp 35,5 miliar.

**

Dari sekian banyak wisata alam di Lembang, Tangkubanparahu menjadi
primadona. Meski demikian, menurut Pelaksana Tugas Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung Barat Yayan Sudjana, objek
tersebut tak satu rupiah pun menyumbang pemasukan, baik bagi Kecamatan
Lembang maupun Kabupaten Bandung Barat. Sejak dulu, objek tersebut
ditangani langsung oleh Perhutani dan sekarang BKSDA.

Kendati demikian, arus pengunjung ke Tangkubanparahu dari Bandung
secara perlahan telah mengubah wajah Lembang. Hotel dan restoran
menjamur. Hingga tahun lalu, jumlah hotel melati telah mencapai 38
buah, vila dan penginapan 4 buah, serta jumlah restoran dan rumah
makan mencapai 60 buah. Layanan wisata sampingan, seperti kebun
stroberi, acara berkuda, atau wisata kuliner, pun memiliki ruang lebar
untuk berkembang.

Yayan mengakui, dari sekian banyak tempat wisata, selama ini, Maribaya
masih menjadi andalan satu-satunya dalam mengejar target setoran ke
PAD. Ditarget sekitar Rp 150 juta per tahunnya, Maribaya baru bisa
memenuhi sekitar separuhnya. ”Kami sadar, layanan infrastruktur di
Maribaya masih harus ditingkatkan. Oleh karena itu, belum lama ini
kami mengajukan proposal pendanaan ke provinsi sebesar Rp 1 miliar.
Semoga bisa turun sehingga bisa ada revitalisasi,” ucapnya.

Harus diakui, dalam urusan pariwisata, Lembang masih amat bergantung
kepada kekayaan alamnya. Amat minim upaya pengembangan wisata budaya
untuk mengimbangi pertumbuhan wisata alam. Padahal, bermacam kesenian
tradisional seperti singa depok, pencak silat, calung, degung,
jaipongan, dan wayang golek, ada di kecamatan itu.

Ketua Pusat Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata (P-P2Par) Institut
Teknologi Bandung Budi Brahmantyo berpendapat, pengelola wisata di
Lembang hendaknya kreatif mencari konsep baru, selain melulu
mengeksplorasi keindahan alam karena bisa memunculkan kebosanan. Ia
mengingatkan, kecenderungan orang berwisata saat ini mengarah kepada
wisata dengan trek (jalur perjalanan) nyata. ”Lembang, dengan segala
kekayaan geologi dan geografinya, sangat memungkinkan untuk
dikembangkan. Tangkubanparahu dan Sesar Lembang, misalnya, bisa
dijadikan tujuan geotrek,” katanya.

Budi sekaligus mengingatkan agar pengembangan wisata di wilayah yang
masuk kawasan Bandung utara ini dilakukan sesuai dengan semangat
menyelamatkan lingkungan. ”Jangan sampai investasi wisata menerjang
aturan-aturan main yang telah disepakati,” ujar pakar Geologi
Lingkungan tersebut.  (Amaliya/Ag. Tri Joko Her Riadi/”PR”-Lingga S.
Wiangga/job)***

web: http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=129108

Kirim email ke