Mas Dana,

Anda ternyata salah sasaran dengan mengedepankan "uji materi" terhadap Kitab 
Alquran. Bukankah di dalam kitab tersebut ada tantangan, yaitu apabila Anda 
ragu terhadap apa yang diturunkan oleh Allah kepada Kanjeng Nabi saw, maka Anda 
diperintah untuk membuat satu surat tandingan.

Jadi, finalisasi Alquran itu bukan rekayasa manusia. Bukankah di QS 13:38-39 
disebutkan bahwa seorang Rasul pun tak berhak membuat satu ayat pun.

Bukan hanya yang final itu Alquran, bahkan setiap pemeluk agama menganggap 
kitab sucinya telah final. Mana ada sih di Barat orang Kristen yang tidak 
memfinalkan Bibel? Bukankah Konsili Necea yang diselenggarakan pada 325 M juga 
merupakan finalisasi Alkitab (Bibel)?

Konflik interpretasi itu sehat, asal argumentatif. Bukankah adanya Da Vinci 
Code juga merupakan konflik interpretasi? Penulisan Hadis tak ada hubungannya 
dengan finalisasi Alquran. Penulisan Hadis merupakan perkembangan sejarah 
masyarakat Islam.

Kemandekan suatu umat tak bisa diukur dengan finalisasi kitab sucinya. Lihatlah 
Jepang yang Buddhanya berpedoman pada Tipitakanya. Sebaliknya, Birma yang 
mayoritas Buddis tak maju-maju! Negara Eropa Barat maju meski Bibel sudah 
final, namun negara-negara Afrika Kristen tak maju-maju, meski kitabnya sama.

Dana: "Tapi karena akhir2 ini hasilnya malah awut2an maka tentu saya
bertanya: dimana missing linknya?"

Perlu diketahui bahwa semua negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam 
memang saat ini dalam jajaran negara-negara terbelakang. Hal ini bukan 
disebabkan cara pembacaan Kitab Alquran awut-awutan. Cobalah simak kembali QS 
25:30, bukankah disebutkan bahwa Kaum Nabi Muhammad telah meninggalkan Alquran? 
Lalu, dari mana sampeyan bisa mengklaim bahwa ratusan juta/milyaran muslim 
telah membaca Alquran?

Jadi, ketertinggalan kita itu karena kita telah meninggalkan Alquran, bukan 
karena telah membaca Alquran. Perintah "Iqra" pada ayat yang pertama kali 
diturunkan itu tidak dipenuhi oleh Umat Islam.

Wassalam,
chodjim



  ----- Original Message ----- 
  From: Dana Pamilih 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, February 05, 2007 6:03 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Re: Yusuf Qardhawi Puji Islam di Indonesia - Racism


  Bung Chodjim,

  Kepemihakan itu adalah wajar dan saya tidak mempermasalahkannya. Yg
  saya bahas ialah uji materi thd suatu upaya memfinalkan suatu pedoman
  tanpa adanya proses updating yg formal.

  Kalau tetap efektif, suatu pedoman tidak mungkin dapat difinalkan
  karena harus dapat terus berkembang.

  Barangkali ini salah satu dari mandeknya perkembangan Islam karena
  finalnya Al-Qur'an, sehingga reference pointnya selalu kembali ke 14
  abad yg lalu.

  Walaupun wahyu selalu turun tetapi tanpa mekanisme formal utk
  mengupdate induknya segala wahyu niscaya akan mengakibatkan terjadinya
  ambiguitas karena akan selalu terjadi konflik interpretasi sebanyak
  jumlah kepala manusia. Apakah karena ini maka penulisan hadits jadi
  marak sbg upaya dan aspirasi manusia mengupdate suatu pedoman?

  Ini memang pertanyaan pertanyaan yg mendasar bagi saya, bukannya saya
  mau jadi agnostik tetapi saya ingin melihat bahwa kadar utility dari
  Al-Qur'an itu setinggi mungkin penerapannya. Membaca ayat2 sudah
  dilakukan ratusan juta/ milyaran muslim dalam kurun waktu ratusan
  tahun. Tapi karena akhir2 ini hasilnya malah awut2an maka tentu saya
  bertanya: dimana missing linknya?

  Apakah pelembagaan spt Vatican itu perlu, atau bebas sebebasnya spt
  bermacam2 denominasi dlm Protestanisme, atau apakah ada model yg
  menurut bung Chodjim paling optimal.

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Achmad Chodjim" <[EMAIL PROTECTED]>
  wrote:
  >
  > Mas Dana,
  > 
  > Sebenarnya tak ada mata rantai logika yang putus. Yang ada dalam hal
  ini adalah "pemihakan". Perhatikan kembali kata "pemihakan". Setiap
  manusia tentunya tak lepas dari pemihakan! Yang dimaksud dengan
  pemihakan adalah setiap orang --secara nalurinya pun-- pasti memihak
  apa yang dianggapnya paling dekat dengan kebenaran. Oleh karena itu,
  bagi yang Hindu Weda dianggap final, Tipitaka bagi yang Buddha, Tao te
  Ching bagi yang Taoisme, Adigrant bagi yang Sikh, Old Bible bagi yang
  Yahudi, Bible bagi yang Kristiani, dan tentunya Alquran bagi yang Islam.
  > 
  > Hanya yang agnostik saja yang tidak menerima kitab suci. Sedangkan
  para penganut teosofi dan komunis saja punya kitab sucinya sendiri,
  yaitu yang telah dirumuskan oleh tokoh-tokohnya.
  > 
  > Jadi, jika kita harus jujur, tentunya dalam hal ini termasuk Mas
  Dana, Alquran adalah final karena Anda mengaku memeluk Agama Islam.
  > 
  > Nah, Mas Dana harus bisa membedakan antara Alquran dan wahyu semata.
  Alquran sudah final! Namun, diinformasikan juga dalam Alquran (QS
  42:51), Tuhan tak pernah mengakhiri wahyu-Nya kepada manusia. Makanya,
  kita diberi tuntunan untuk berdoa kepada-Nya, termasuk doa yang ada di
  dalam Alfatihah "ihdinaa al-shiraatah al-mustaqiim". Nah, bahasa yang
  digunakan Allah untuk berbicara dengan manusia adalah "wahyu", bukan
  bahasa "suara atau kata-kata". Dengan bahasa wahyu itulah akhirnya
  manusia menyadari bahwa Alquran itu benar (QS 41:53).
  > 
  > Sekali lagi, bedakan antara "Alquran" dan "wahyu". Lebah menerima
  wahyu (QS 16:68), tapi tak menerima Alquran. Manusia diberi Alquran
  oleh Tuhan --tentunya bagi yang mau menerima, dan bagi yang mengaku
  beragama Islam pasti wajib menerimanya. Jika kita beranggapan Alquran
  belum final, berarti kita termasuk orang yang ragu, dan konsekuensi
  logisnya bukanlah orang yang beragama Islam. 
  > 
  > Lalu, apa tugas kita yang paling pokok dalam memajukan umat?
  Tentunya rajin "membaca ayat-ayatNya" baik yang ada di alam semesta
  maupun yang ada di dalam Kitab Alquran Mushhaf Utsmani. Kita memohon
  petunjuk kepada Dia agar pembacaan kita terhadap segala sesuatunya
  berada di dalam "track" yang benar! Kita berlindung kepada Dia dalam
  membaca Alquran tersebut agar kita dijauhkan dari gangguan setan terkutuk.
  > 
  > Wassalam,
  > chodjim
  > 
  > 
  > ----- Original Message ----- 
  > From: Dana Pamilih 
  > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  > Sent: Friday, February 02, 2007 4:18 PM
  > Subject: [wanita-muslimah] Re: Yusuf Qardhawi Puji Islam di
  Indonesia - Racism
  > 
  > 
  > Salam kembali,
  > 
  > Ada rantai putus logika di sini. Mengapa Al-Qur'an itu harus final
  > tidak boleh ditambah dan dikurangi padahal Allah Maha Hidup dan
  > manusia terus berkembang? 
  > 
  > Menyatakan Al-Qur'an sebagai final maka berarti isinya kalimatuLlah yg
  > diucapkanNya sejak RasuluLlah diangkat sampai dikodifikasikan ayat2
  > suci tsb; artinya ada pembatasan lokal dan temporal.
  > 
  > Apa alasannya bahwa Tuhan tidak lagi berusaha menyampaikan sesuatu yg
  > baru dan lebih relevan bagi generasi manusia penerus seperti kita? 
  > Mengapa tidak ada lagi communication channel dari Allah utk memberi
  > petunjuk kepada umat Islam. Padahal kalau kita lihat apa yg terjadi
  > di Timur Tengah dan di belahan dunia lainnya itu peranan petunjuk
  > Allah sangat sangat dibutuhkan saat ini dimana sesama muslim saling
  > membunuh atau terperangkap dalam kesengsaraan ekonomi.
  > 
  > Saya kira ini cuma ulah para teokrat agar mereka tetap dapat
  > memonopoli hak utk menafsir kalimatuLlah sesuai dengan kehendak dan
  > kepentingan mereka. Monopoli memiliki nilai ekonomis tinggi.
  > 
  > Bagi saya dilihat secara netral, hadits tidak lain upaya manusia
  > membubuhkan addendum thd Al-Qur'an yg telah didefinisikan secara
  > final. Hadits diletakkan lebih tinggi dari ijma, qiyas dan ijtihad
  > karena lebih dekat secara lokal dan temporal thd Al-Qur'an. Tetapi
  > dari segi relevansi materi dan penggunaan metodologi ilmiah, malah
  > seharusnya dibalik: ijtihad, qiyas baru ijma.
  > 
  > Ada komentar mas Chodjim?
  > 
  > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Achmad Chodjim" <chodjim@>
  > wrote:
  > >
  > > Salam,
  > > 
  > > Ini cacatan sudah setengah bulan lalu. Mbak Layaly mempertanyakan
  > pemahaman tentang "perintah taat kepada Rasul". 
  > > 
  > > Pada beberapa ayat, kata "athi'ullaah" di rangkai dengan kalimat
  > perintah "wa athi'urrasuul" seperti pada QS 3:32, 4:59, 5:92, 24:54,
  > 47:33, dan 64:12.
  > > 
  > > Ketika Nabi Muhammad saw hadir secara fisikal di tengah-tengah
  > umatnya, perintah tersebut jelas ditangkap secara konkret. Kesadaran
  > tentang kehadiran Allah dan RasulNya itu dialami secara realistis.
  > > 
  > > Bagaimana perintah tsb diterapkan setelah Kanjeng Nabi Muhammad
  > tidak lagi hadir secara fisikal atau seperti sekarang ini Kanjeng Nabi
  > Muhammad itu hadir secara gaib di tengah-tengah kita?
  > > 
  > > Nah, di sini baru timbul permasalahan! Umumnya Umat Islam
  > mengerdilkan Allah dan Rasul-Nya menjadi Kitab Alquran dan Hadits.
  > > 
  > > Bayangkan akibat dari pengerdilan itu. Apa yang terjadi? Pembodohan
  > umat. Penindasan oleh sebagian umat Islam terhadap sebagian lainnya.
  > > 
  > > Allah tak bisa dikerdilkan menjadi Kitab Alquran. Allah adalah Yang
  > Mahahidup, dan abadi secara mandiri. Allah tidak tergantung kepada
  > siapa pun. Jadi, ayat kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya" tidak
  > bisa disamakan dengan kembali kepada "Alquran dan Hadis/Sunah Rasul".
  > Kita memang harus kembali secara konkret kepada Allah dan Rasul-Nya.
  > Kita harus secara nyata menaati Allah dan menaati Rasul-Nya. Janganlah
  > Alquran dipakai sebagai pengganti Allah, yang sama artinya kita
  > berpaling dari Allah. Janganlah Hadis dipakai sebagai pengganti Rasul,
  > yang sama artinya kita menganggap Rasul telah mati!
  > > 
  > > Oleh karena Allah yang hidup tetap hadir, selalu bersama kita di
  > mana saja kita berada (QS 57:4), makanya kita diperintah untuk selalu
  > memohon kepada-Nya agar ditunjuki jalan yang lurus (ihdinaa
  > al-shiraath al-mustaqiim). Apa ayat ini sekadar hapalan di kala
  shalat? 
  > > 
  > > Jika demikian, apa makna Kitab Alquran dan Kitab Hadis buat kita?
  > Kitab Alquran adalah "kitab petunjuk" tentang cara-cara kita
  > mendapatkan petunjuk dari Allah. Oleh karena itu, ayat-ayat Alquran
  > tak bisa dilepaskan dari kesadaran manusianya yang ingin mendapatkan
  > petunjuk itu (QS 29:49). Jadi, petunjuk itu datangnya tetap dari
  > Allah, bukan dari Alquran. Meski bibir sudah menjadi "dower"
  > membacanya, tidak menjamin dapat petunjuk, dan bahkan mungkin malah
  > menjauhi Alquran.
  > > 
  > > Lha, kitab Hadis atau cacatan tentang Sunah Rasul itu apa? Hadis
  > adalah peranti bagi umat Islam untuk mengenali keteladanan-keteladan
  > yang pernah dilakukan oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw! 
  > > 
  > > Jadi, Alquran bukan untuk menjadi pengganti Allah, karena Allah
  > selalu hidup dan tak pernah mati. Dan, Hadis bukan untuk menjadi
  > pengganti Rasul karena Rasul tidaklah mati (QS 3: 169). Kehidupan
  > Rasul itu yang kita saksikan dalam "kalimat syahadat" yang kita
  > ucapkan (entah dalam salat atau dalam "event" apa pun). 
  > > 
  > > Kalau kita bersyahadat sungguh-sungguh, insya Allah kita akan diberi
  > kemampuan untuk mendengarkan sabda beliau, dan selanjutnya akan turun
  > "cahaya Allah" ke dalam diri kita. Bukankah di QS 24:40 disebutkan
  > bahwa "barangsiapa yang tidak diberi cahaya oleh Allah, niscaya tiada
  > cahaya baginya."
  > > 
  > > Maka, sungguh luar biasa kalau ada orang yang berani mengatakan
  > bahwa "dirinya dapat memberikan pencerahan kepada orang lain". Orang
  > tersebut rupanya lupa terhadap firman Allah di QS 28:56, bahwa kita
  > tak akan bisa memberikan petunjuk/pencerahan (atau apa pun sebutannya)
  > terhadap orang lain itu, meski itu orang yang paling kita kasihi
  > sekalipun.
  > > 
  > > Semoga kita semua senantiasa di bawah petunjuk Allah, sehingga
  > Alquran pun menjadi hidup dan memberikan "kehidupan" bagi kita. Amin.
  > > 
  > > Wassalam,
  > > chodjim 
  > > 
  > > 
  > > ----- Original Message ----- 
  > > From: azka 
  > > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  > > Sent: Wednesday, January 17, 2007 6:45 PM
  > > Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Yusuf Qardhawi Puji Islam di
  > Indonesia - Racism
  > > 
  > > 
  > > Lho Mas Dana, bagaimana kita memahami kata2 Athi'urrasul (Taatlah
  > kepada Rasul) yang didalam al qur'an diulang-ulang sekitar 14 kali?
  > > Bukankah perintah taat kepada rasul berarti pula perintah
  > mengikuti dan percaya dengan hadits2nya?.
  > > Atau bagaimana?
  > > 
  > > Layaly
  > > 
  > > ----- Original Message ----- 
  > > From: Dana Pamilih 
  > > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  > > Sent: Wednesday, January 17, 2007 12:47 PM
  > > Subject: [wanita-muslimah] Re: Yusuf Qardhawi Puji Islam di
  > Indonesia - Racism
  > > 
  > > Mengapa tidak Al-Qur'an saja, setahu saya dalam Al-Qur'an tidak
  > > disebut kita harus percaya hadits. 
  > > 
  > > [Non-text portions of this message have been removed]
  > > 
  > > 
  > > 
  > > 
  > > 
  > > [Non-text portions of this message have been removed]
  > >
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > [Non-text portions of this message have been removed]
  >



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke