Ning: ya yang dipilih harus orang yang memiliki concern dan
kompetensi di situ, which is belum tentu berjenis kelamin perempuan.
Gitu maksud saya, mbak. Di milis ini aja, mbak, banyak sekali
Bapak-Bapak yang sangat concern terhadap nasib perempuan, bahkan bisa
adi melebihi member yang perempuan lho..;-(.

Mia: Kan udah dijelaskan, saya ulang lagi (sekali lagi ntar mba Ning 
dapet mangkok..:-):
- memilih kandidat perempuan maupun laki2 yang sama kualifikasinya.
- dari kualifikasi yang sama, kandidat perempuan diberi bobot lebih.
Dampaknya?
- nggak ada diskriminasi karena kualifikasinya sama.
- ketimpangan tsb lambat laun bisa diperbaiki dan rasa keadilanpun 
terpenuhi.

Bapak-bapak feminis adalah anugerah Tuhan kepada para perempuan. 
Yang jelas bukan Janoko kan? hehehe.

Ning: Sekarang, mbak, apa kita yakin para perempuan yang duduk di 
parlemen itu memang mewakili suara kaum perempuan ? Apa benar, para 
laki-laki yang ada di parlemen tidak mewakili suara perempuan ? 
Setahu saya, mereka itu mewakili suara partainya, yang ujung-
ujungnya mewakili suara masyarakat secara umum. Bukankah begitu ?

Mia: 
UU Pemilu sudah menyetujui keterwakilan, UU parpol belum, tapi ada 
parpol yang sudah mengadopsi keterwakilan di anggaran dasarnya.  
Keterwakilan perempuan di parlemen dengan sendirinya memenuhi 
prinsip keterwakilan atau rasa keadilan. Ada sekelompok perempuan 
feminin hadir ya jelas dong suaranya..kalo nggak percaya tanya tuh 
Pak Sabri hahahaha....Masalah apakah mensejahterakan masyarakat, ya 
itu tujuan bersama. Wong kita ngomongin 51% anggota masyarakat 
kokkk, edan banget kalo tujuannya bukan kesejahteraan bersama. Ntar 
kalo saya ulangin ini sekali lagi, mba Ning dapet mangkok. Dan kalo 
ada keterwakilan perempuan, ini bukan serta merta berarti laki-laki 
itu nggak sensitif dengan permasalahan perempuan loh.  Jangan 
disempitkan kesitu.

Ning: Saya rasa, perbedaan pandangan saya (dan mbak Lina) dengan 
mbak Mia adalah : Mbak Mia mendudukkan % jumlah perempuan di 
parlemen sebagai success metric-nya, sedangkan saya mendudukkan 
kesejahteraan masyarakat (termasuk perempuan) sebagai success metric 
tersebut.

Mia: dimanapun metric-nya (success metric sama dengan indikator 
kinerja yah?), mesti ada kesinambungan antara keterwakilan perempuan 
dengan kesejahteraan masyarakat. Keduanya mesti hadir.  Masak si 
bisa tercapai kesejahteraan bersama tanpa 51% anggota masyarakatnya. 
dapet mangkok berkali-kali mba Ning, lantaran saya ngulang ini mlulu.

Akses apa yang tertutup? Di masyarakat rural akses untuk perempuan 
terbatas.

Mengikutsertakan perempuan dalam aspek pembangunan, ini misalnya 
saja. Dalam kepanitiaan pembangunan mesjid keterwakilan perempuan 
mesti ada, dan bukan basa-basi.  Kaum ibu2 bikin pagar hidup, soale 
bapak2 biasanya maunya bikin pagar mewah, mahal dan nggak ramah 
lingkungan.  Ini kan masalah keputusan strategis, bikin pagar besi 
atau pagar hidup?. Misal lain pengakuan perempuan sebagai kepala KK 
ternyata jadi krusial untuk mendapatkan hak rumah2 mereka yang 
dilanda bencana. Ini salah satu contoh saja.

Banyak yang nggak setuju dengan affirmative action.  Dari proses 
yang sudah saya jabarkan di bawah, kalimat mana yang kurang jelas?

Pendidikan gender, misalnya WM ini.  Misalnya lagi pelatihan 
perspektif gender untuk para ustaz yang akan diikutsertakan dalam 
program pendampingan korban KDRT.

salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi Lestyaningsih 
\(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>  
> Saya supporter penegakkan syariat Islam (istilah mbak Mia :Mahzab
> Khilafah ya), memang benar mbak. Tapi bukan berarti saya tidak 
peduli
> dengan apa yang terjadi saat ini, yang belum menerapkan syariat 
Islam.
> Saya peduli, dan tidak ingin keadaan masyarakat tambah kacau karena
> pengambilan langkah-langkah yang keliru, seperti permintaan quota 
sekian
> persen untuk perempuan di parlemen. Karena menurut saya, hal itu 
tidak
> akan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat dan 
kesejahteraan
> perempuan. 
>  
> Kalau tujuan akhirnya ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat 
dan
> perempuan, ya yang dipilih harus orang yang memiliki concern dan
> kompetensi di situ, which is belum tentu berjenis kelamin 
perempuan.
> Gitu maksud saya, mbak. Di milis ini aja, mbak, banyak sekali
> Bapak-Bapak yang sangat concern terhadap nasib perempuan, bahkan 
bisa
> jadi melebihi member yang perempuan lho..;-(.
>  
> Sekarang, mbak, apa kita yakin para perempuan yang duduk di 
parlemen itu
> memang mewakili suara kaum perempuan ? Apa benar, para laki-laki 
yang
> ada di parlemen tidak mewakili suara perempuan ? Setahu saya, 
mereka itu
> mewakili suara partainya, yang ujung-ujungnya mewakili suara 
masyarakat
> secara umum. Bukankah begitu ?
>  
> Saya rasa, perbedaan pandangan saya (dan mbak Lina) dengan mbak Mia
> adalah : Mbak Mia mendudukkan % jumlah perempuan di parlemen 
sebagai
> success metric-nya, sedangkan saya mendudukkan kesejahteraan 
masyarakat
> (termasuk perempuan) sebagai success metric tersebut.
>  
> - Pelatihan dan capacity building : saya setuju, mbak, selama yang
> dilatihkan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas perempuan 
untuk
> menjalankan fungsinya yang strategis yakni pencetak generasi 
penerus
> yang unggul.
> - membuka akses kepada perempuan : Akses apa yang sekarang 
tertutup ?
> Kalau memang tidak pada tempatnya, ya harus diperbaiki (dibuka). 
Saya
> setuju, dengan syarat.
> - Mengikutsertakan perempuan dalam setiap aspek pembangunan : 
maksudnya
> apa ini ya ? Saya rasa memang semua anggota masyarakat harus ikut 
serta
> dalam pembangunan, hanya saja dalam bidang yang sesuai untuk 
dirinya
> masing-masing. Peran perempuan yang utama dan strategis dalam
> pembangunan adalah mempersiapkan suksesor terbaik, generasi yang 
unggul,
> yang siap untuk membangun bangsanya. Bukankah demikian ?
> - Affirmative action : Saya tidak setuju,
> - Pendidikan gender : maksudnya apa ini mbak ? Bisa elaborate 
more ?
>  
> Terimakasih atas diskusinya ya mbak. kalau sempat dijelaskan 
beberapa
> pertanyaan saya di atas.
> Wassalaam,
> -Ning
>  
>  
> 
> ________________________________
> 
> From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Mia
> Sent: Wednesday, May 02, 2007 5:31 PM
> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Subject: [wanita-muslimah] Re: Kepentingan Perempuan Tak Sepenuhnya
> Terakomodasi - My mother
> 
> 
> 
> Nggak setuju apa mba Ning? Nggak setuju mengupayakan keterwakilan 
> perempuan? atau nggak setuju meminta keterwakilan perempuan (i.e 
> affirmative action).
> 
> Mengupayakan keterwakilan kan jalannya macem2:
> - pelatihan & capacity building
> - membuka akses kepada perempuan
> - mengikutsertakan perempuan dalam setiap aspek pembangunan.
> - affirmative action
> - pendidikan gender kepada masyarakat/anak sekolah
> - dll
> 
> Kita punya pilihan menjalankan metode2 yang beragam itu. Mestinya 
> metode itu melengkapi satu sama lain.
> 
> Affirmative action nggak sama dengan favoritism, dengan memilih 
> seseorang karena kelamin. Itu namanya diskriminasi. Affirmative 
> action tu gini prosesnya:
> - mengakui ketimpangan keterwakilan perempuan (misalnya parlemen 
> cuman 10% padahal masyarakat perempuan lebih dari 50%). 
Ketimpangan 
> berarti rasa keadilan tak terpenuhi.
> - menetapkan target minimum keterwakilan perempuan, misalnya saja 
> 30% untuk jangka waktu pendek-menengah atau sementara.
> - memilih kandidat perempuan maupun laki2 yang sama kualifikasinya.
> - dari kualifikasi yang sama, kandidat perempuan diberi bobot 
lebih.
> 
> Dampaknya?
> - nggak ada diskriminasi karena kualifikasinya sama.
> - ketimpangan tsb lambat laun bisa diperbaiki dan rasa keadilanpun 
> terpenuhi.
> 
> Untuk bisa mengangkat kualifikasi perempuan, kita bisa membuat 
> program pelatihan, capacity building dan keikutsertaan perempuan 
> dalam community development. Makanya saya bilang metode2 tsb 
saling 
> menunjang.
> 
> Ning: "hendaklah persoalan perempuan itu dilihat sebagai persoalan 
> masyarakat. Begitu, mbak."
> 
> Kalau kita lagi ngomongin keterwakilan perempuan tentu saja 
otomatis 
> kita ngomongin persoalan masyarakat, gimana si mba Ning ini? Dari 
> statistiknya saja perempuan lebih dari 50%, apa itu bukan bagian 
> dari masyarakat? Setengah masyarakat perempuan dan setengah 
> masyarakat laki2 tentu saja saling bergantung. 
> 
> So mudah2an saya nggak salah mengira bahwa maksud mba Ning 
bukannya 
> nggak setuju dengan terpenuhinya keterwakilan perempuan, tapi 
dalam 
> metode2nya, yang sudah saya jelaskan diatas. Nggak setuju dengan 
> metode tertentu kan biasa.
> 
> (tapi mungkin juga saya salah, karena setahu saya mba Ning 
menganut 
> mazhab khalifah, yang nggak mengakui parlementer, boro2 
keterwakilan 
> perempuan di parlemen. dalam hal ini mba Lina berbeda dengan mba 
> Ning, karena mba Lina setuju keterwakilan perempuan dalam parlemen 
> yang demokratis).
> 
> salam
> Mia
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com
> <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> , "Tri Budi 
Lestyaningsih 
> \(Ning\)" <ninghdw@> wrote:
> >
> > 
> > 
> > Mbak Mia,
> > 
> > Jawaban saya dari pertanyaan mbak Mia : Tidak Setuju. 
> > 
> > Meminta keterwakilan proporsional perempuan di parlemen, menurut 
> saya,
> > artinya minta keistimewaan untuk perempuan untuk menjadi anggota
> > parlemen. Itu justru melecehkan kemampuan perempuan. Karena 
dengan
> > demikian, perempuan dibedakan dalam hal fit and proper test 
> (mungkin
> > akan dipermudah). Dengan demikian, sangat mungkin bahwa laki-
laki 
> dengan
> > kompetensi yang lebih baik akan "kalah" oleh perempuan yang
> > kompetensinya lebih rendah. Walhasil, anggota parlemen bukanlah 
> lagi
> > orang yang memiliki kompetensi terbaik.
> > 
> > Sama halnya bila kita meminta keterwakilan sekian persen untuk
> > laki-laki. 
> > 
> > Saya yakin, baik laki-laki maupun perempuan memiliki potensi dan
> > kemampuan yang sama, dalam hal menganalisa dan menyuarakan suara
> > masyarakat. Jadi, untuk pekerjaan seperti ini, sebaiknya jenis 
> kelamin
> > tidak menjadi batasan. Begitu, mbak. Kalau memag ternyata banyak
> > perempuan yang lebih berkompeten di posisi tersebut, ya gapapa.. 
> Kalau
> > banyak yang laki-laki, ya gapapa juga. Pointnya adalah : yang 
> dipilih
> > haruslah yang memang bisa menyuarakan suara masyarakat. Dan 
> hendaklah
> > persoalan perempuan itu dilihat sebagai persoalan masyarakat. 
> Begitu,
> > mbak.
> > 
> > Wallahua'lam bishowab.
> > Wass,
> > -Ning
> > 
> > PS :Saya juga pernah mengalami seperti mbak Mia (cewek sendiri), 
> tapi
> > justru di Indonesia waktu di Unocal dulu. Pas kerja bareng sama 
> site
> > lain, malahan banyak perempuannya dari Thailand & Phillipines. 
> Kalau di
> > Unocal Thailand dulu, Management IT-nya mayoritas malahan cewek. 
> Top
> > person di IT-nya juga cewek. 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > -----Original Message-----
> > From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> 
> > [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
> <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> ] On Behalf Of Mia
> > Sent: Tuesday, May 01, 2007 4:22 PM
> > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> 
> > Subject: [wanita-muslimah] Re: Kepentingan Perempuan Tak 
Sepenuhnya
> > Terakomodasi - My mother
> > 
> > tentu saja saya setuju dengan mba Lina dan Mba Ning bahwa moral 
dan
> > kesadaran itu sangat penting, dari pihak laki2 maupun perempuan. 
> > Moral dan kesadaran ini tentu saja mempengaruhi kualitas dan 
> akhirnya
> > keputusan parlemen.
> > 
> > So kita setuju ini. Lalu apakah mba Lina dan mba Ning setuju 
bahwa 
> mesti
> > diupayakan keterwakilan proporsional perempuan di parlemen atau 
> wilayah
> > publik? Pertanyaannya blum terjawab.
> > 
> > Kesejahteraan perempuan juga berarti hadirnya sense of equity, 
> yaitu
> > rasa keadilan yang menjadi ruh kesejahteraan itu. Kita membuka 
> akses
> > kepada semua perempuan (dan laki2) ke wilayah publik, capacity 
> building,
> > mendukung, memilih, ini semua dalam usaha menghadirkan 
> keterwakilan. 
> > 
> > Masak si ketiadaan atau kehadiran perempuan nggak ngaruh? kan 
> perempuan
> > bawaannya cenderung feminin, dan cowok maskulin, ini bukannya 
> ngomongin
> > ukuran moral baik atau bener, tapi keragaman nuansa. Fakta dunia 
> ini
> > kan keragaman, masak perempuan dan atributnya nggak ngaruh di 
> wilayah
> > publik?
> > 
> > Sampai tahun 1998 di perusahaan dulu, saya satu2nya cewek di 
> antara 30
> > kolega cowok dari seluruh penjuru dunia. Setiap tahun kita 
> bertemu, dan
> > setiap kali saya persiapkan presentasi. Saking sibuk dan gugup 
> nyiapin
> > presentasi, saya nggak sadar bahwa saya satu2nya cewek, sampai 
> salah
> > satu dari mereka nyletuk: gimana rasanya jadi satu2nya cewek? Aku
> > clingak clinguk o iya ya...paling cantik dong, kataku...Dari 
tahun 
> ke
> > tahun keadaan pun berubah, dan banyak cewek
> > (asia) yang get into the crowd.
> > 
> > salam
> > Mia
> > 
> > 
> > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com
> <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> , "Tri Budi 
Lestyaningsih
> > \(Ning\)" <ninghdw@> wrote:
> > >
> > > 
> > > 
> > > Saya setuju dengan pengapat mbak Lina. Persoalan perempuan 
> adalah 
> > > persoalan manusia dan masyarakat juga. Kita jangan sampai 
hilang
> > (switch)
> > > fokus dari ingin meningkatkan kesejahteraan perempuan menjadi 
> ingin 
> > > lebih banyak perempuan duduk di parlemen, karena banyaknya laki
> > atau
> > > pere di parlemen itu ngga ngaruh. Tetapi balik ke moral, visi 
dan
> > misi
> > > anggota parlemen tersebut.
> > > 
> > > Wassalaam,
> > > -Ning
> > > 
> > > -----Original Message-----
> > > From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> 
> > > [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
> <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> ] On Behalf Of Lina 
Dahlan
> > > Sent: Monday, April 30, 2007 8:29 PM
> > > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> 
> > > Subject: [wanita-muslimah] Re: Kepentingan Perempuan Tak 
> Sepenuhnya 
> > > Terakomodasi - My mother
> > > 
> > > 
> > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com
> <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> , "Mia" <aldiy@> wrote:
> > > >
> > > > Lina: Pertanyaannya adalah apakah kalau pere Indonesia sudah
> > > banyak > berperan dalam politik, dalam pengambilan keputusan 
> untuk 
> > > kesehatan, > pendidikan, dll, kondisi pere Indonesia akan lebih
> > baik ?
> > > > 
> > > > Mia: Menurut mba Lina sendiri bagaimana? Saya pikir akan 
lebih
> > > baik > karena adanya keterwakilan dari 57% penduduk Indonesia. 
> > > Mohon > dicatat, parameter 'baiknya' justru karena memenuhi 
> > > keterwakilan.
> > > 
> > > Lina: Kalo menurut saya dan hanya merefer kepada contoh yang
> > diberikan
> > > mbak Aisha ttg AKI itu, berapa banyak pere yang berperan dalam
> > politik
> > > itu gak banyak pengaruh. Yang lebih besar pengaruhnya adalah
> > kesadaran
> > > para pelaksana UU, peraturan dan kesadaran pere untuk 
> mendapatkan 
> > > pendidikan yang lebih baik, dan juga sikon perekonomian di 
suatu
> > negara.
> > > Banyaknya laki or pere yang berperan di politik itu gak 
ngaruh. 
> > Jadi,
> > > balik lagi ke moral para pemimpin suatu bangsa.
> > > > 
> > > > Lina: Kita tengok ke negara lain yang kondisi perenya dah 
> baik. 
> > > > Apakah itu karena banyaknya peran politik kaum pere-nya?
> > > > 
> > > > Mia: Menurut mba Lina sendiri bagaimana? Menurut saya yes and
> > no 
> > > > tergantung gimana kita menilai apa artinya kalau dibilang
> > kondisi 
> > > > perempuannya dah baik. Keterwakilan perempuan hanya salah 
> satu 
> > > > parameter dari parameter2 yang tak terhingga yang membuat 
> suatu 
> > > > masyarakat menjadi lebih 'baik'.
> > > 
> > > Lina: Sepertinya masalahnya bukan "keterwakilan pere dlm 
politik
> > sebagai
> > > parameter masyarakat menjadi lebih baik" deh. 
> > > Tapi, "pengaruh keterwakilan pere dlm politik kepada 
> kesejahteraan 
> > > pere". Memang perlu dibatasi juga apa yang dimaksud dgn
> > kesejahteraan
> > > pere. Dan pada konteks ini, saya hanya merujuk kepada
> > kesejahteraan pere
> > > pada masalah AKI tsb, krn pada berita awalnya di Kompas gak
> > disebutkan
> > > juga apa yg dimaksud kesejahteraan pere.
> > > > 
> > > Gitu aja, mbak! dah mefet neh waktunya.
> > > 
> > > wassalam,
> > > 
> > > 
> > > 
> > > =======================
> > > Milis Wanita Muslimah
> > > Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun
> > masyarakat.
> > > Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
> <http://www.wanita-muslimah.com>  ARSIP DISKUSI :
> > > http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
> <http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages> 
> > > Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
> <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> 
> > > Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
> <mailto:wanita-muslimah-unsubscribe%40yahoogroups.com> 
> > > Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-
> [EMAIL PROTECTED] <mailto:sejahtera%40yahoogroups.com> 
> > > Milis Anak Muda Islam mailto:[EMAIL PROTECTED]
> <mailto:majelismuda%40yahoogroups.com> 
> > > 
> > > This mailing list has a special spell casted to reject any
> > attachment
> > > .... 
> > > Yahoo! Groups Links
> > >
> > 
> > 
> > 
> > 
> > =======================
> > Milis Wanita Muslimah
> > Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun 
> masyarakat.
> > Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
> <http://www.wanita-muslimah.com>  ARSIP DISKUSI :
> > http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
> <http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages> 
> > Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
> <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> 
> > Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
> <mailto:wanita-muslimah-unsubscribe%40yahoogroups.com> 
> > Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-
[EMAIL PROTECTED]
> <mailto:keluarga-sejahtera%40yahoogroups.com> 
> > Milis Anak Muda Islam mailto:[EMAIL PROTECTED]
> <mailto:majelismuda%40yahoogroups.com> 
> > 
> > This mailing list has a special spell casted to reject any 
> attachment
> > .... 
> > Yahoo! Groups Links
> >
> 
> 
> 
>  
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke