Khalwat, atau ber-khalwat adalah sebuah tindakan ketika seseorang itu 
menyendiri. Adapun istilah untuk menggambarkan percampuran atau 
mingle antara lain jenis yang bukan mahram adalah ikhtilat. "Khalwat" 
itu berasal dari asal kata KHa-Lam-Wau yang artinya: Kosong/menyepi 
atau istilah sekarang mojok/berdua2an. "Ikhtilath" berasal dari asal 
kata KHa-Lam-THa yang artinya: campur/Bercampur.
 
Memang dalam praktek ada yang menyalah-kaprahkan dua istilah di atas, 
yaitu dianggap khalwat itu ya ikhtilat. Wabil khusus, khalwat 
adalah 'berduaan' dengan lain jenis yang bukan mahram. Bisa jadi ini 
berasal dari sebuah hadis yang isinya adalah larangan buat dua orang 
berlainan jenis kelamin yang bukan mahram untuk berdua-duaan. Bunyi 
hadis2nya itu demikian, 

"Ibnu Abbas ra. berkata: Aku telah mendengar Nabi saw. berkhutbah 
beliau bersabda: "Janganlah ada seorang laki-laki menyepi/menyendiri 
dengan seorang wanita melainkan ia membawa/bersama mahramnya. Dan 
janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya". 
Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteriku keluar 
untuk menunaikan haji, sedangkan aku ikut serta dalam peperangan 
ini ... ini. Rasulullah bersabda: "Berangkatlah haji bersama 
isterimu".(HR. Muslim)" Hadis serupa juga diriwatkan oleh Bukhari dan 
Tirmidzi.

Sekarang mari kita lihat hubungan khalwat spt disebut hadis di atas 
dan pacaran. Pacaran sendiri sec garis besar adalah hubungan dua 
orang manusia berlainan jenis yang bentuk bisa sekadar tatap muka 
hingga hubungan fisik. Pacaran sendiri berasa dari pacar, yaitu orang 
yang dijadikan teman intim dari lawan jenisnya. Persisnya, PACAR 
sesuai entri di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah [1] teman 
lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan bathin, biasanya untuk 
menjadi tunangan, [2] tunangan atau [3] kekasih. Bentuk verba atau 
kara kerjanya adalah BERPACARAN atau disingkat juga PACARAN yang 
menurut KBBI diartikan dengan bercinta, berkasih-kasihan kedua 
remaja. 

Keberatan bahwa berpacaran itu tidak sampai berhubungan intim 
sebetulnya partial truth, artinya memang pacaran tidak melulu about 
sex di negeri ini sec umum, beda dengan ukuran moral di negara 
kampiun demokrasi, misalnya, atau dalam kasus yang tidak terlalu 
terbuka, justru tidak sedikit di negeri ini yang mulai 'meniru' pola 
pacaran a la negeri kampiun demokrasi itu. Tapi saya pernah tahu 
bahwa sebagian remaja putri yang berdiam di daerah elit kebayoran di 
tahun 60-an, sudah tidak lagi perawan ketika menikah. Fakta yang saat 
ini bukan milik elit saja, tapi sudah umum di segala lapisan, untuk 
daerah tertentu. Fakta ini berlaku buat muslim dan nonmus. Jumlah mus 
mungkin banyak tapi prosentasi mungkin sama.

Tapi bagi sebagian besar pelaku pacaran di negeri ini, dengan asumsi 
yang umum adalah yang belum menikah, pacaran memang not all about 
sex. Tapi by definition, necking, petting dan kissing saya anggap 
masuk definisi sex dan saya yakin ini termasuk sex yang non-sex yang 
praktis umum dilakukan saat pacaran. Tapi jauh lebih umum adalah 
affextinate touch, seperti holding hands, berpelukan (entah side to 
side atau against each other) atau saling membelai. Ah anak-anak 
sekarang tidak jarang ko melihat itu, entah real time, real life, 
atau di layar kaca. Undeniable proof.

Yang manapun yang dilakukan, saya lihat wajar jika yang 
namanya 'ikhwan' dan 'akhwat' itu punya anggapan yang namanya pacaran 
yang jelas haram, bukan kata ulama atau siapa pun, tapi begitulah 
firman Allah yang melarang MENDEKATI zina. Nah kalo mendekat saja 
haram, tentu melakukannya jelas sangat sangat dilarang, if there's 
such thing as 'more than HARAM"! Masalahnya ada yang mau menerima 
bahwa 'mendekati zina' itu adalah pacaran, ada yang tidak terima 
dengan asumsi di atas, bahwa pacaran is not sex, walau tidak sedikit 
yang doing non-sex sex spt di penjelasan di atas.

Nah jadi yang menjadi fokus untuk masalah khalwat ataupun ikhtilat di 
sini adalah 'wa laa taqrabu az-ziina (ila akhir ayah)' ... dan jangan 
kau dekati zina (hingga akhir ayat). 

Nah sekarang bagaimana kalo memang dua insan yang 'terkena panah 
asmara' ini ingin memadu kasih, menunjukkan perasaanya kepada yang 
si 'taksir' (ko kayak lelang barang ya, taksir menaksir, ... hehehe)? 
Jawabannya, spt jelas dicontohkan oleh Nabi dan Rasul ASLI, yang 
ditunjuk langsung oleh Allah Jallaa Jalaajuh, lengkap dengan mukjizat 
dan tauladan hidup yang lengkap, yaitu dengan NIKAH (walau saat itu 
beliau belum mendapat wahyu)! Jadi pacaran yang halal, dalam konteks 
Islam adalah "hubungan dua insan berlainan jenis, sebagai suami istri 
yang sah berdasarkan syariat melalui pernikahan, yang memiliki ikatan 
ruhiyah dan tauhid, sebagai bagian dari ibadah kepada Allah, baik 
hubungan fisik atau non-fisik".

Jadi pacaran, ber-khalwat, nge-date, punya gebetan boleh ko dalam 
Islam, dengan syarat setelah melalui akad nikah.

Nah kaitan pembahasan ini juga bersambung dengan proses pernikahan. 
Di dalam sebuah riwayat, ketika Rasulullah menikahi salah satu 
muslimah yang lalu menjadi istrinya, istrinya itu memunggungi para 
tamu pria, yaitu para shahabat, krn memang rumah Rasul itu kecil, 
jadi tidak ada cukup ruang untuk memisahkan bilik pribadi dan non-
pribadi, kec mungkin km tidur. Saya belum temukan lagi teks 
lengkapnya hadis ini. Mungkin ada yang bisa bantu?

Jadi memang ada sejumlah alasan/dalil untuk pacaran dan resepsi 
pernikahan ini dalam Islam. Termasuk, buat yang merasa bahwa aturan 
HAJI itu tidak RAMAH PEREMPUAN, bisa melihat dasarnya, dan memang 
main perasaan itu tidak akan nyambung dengan aturan ALLAH dan RASUL-
NYA.

Maaf jika penjelasan saya kurang lengkap dan mengiuti standar diskusi.

salam,
Satriyo

Kirim email ke