--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Sang Matahari 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>    
>   Orang-orang yang menentang ide syariah, seolah-olah ingin 
membenturkan demokrasi dengan Islam. Dan seolah-olah kebebasan 
berbicara hanya ada dalam demokrasi. Sungguh, Islam pun menjamin 
kebebasan berbicara warganya termasuk protes, aksi, mengkritik 
penguasa, dll asal tak melanggar syariat Islam.  Orang ateis, zindiq, 
non muslim bahkan bebas berdiskusi dengan orang muslim.

DP: Hadits yg menghalalkan darah mereka yg 'menghina' Nabi Muhammad 
mencerminan bahwa kebebasan bicara yg sesungguhnya tidak dikenal dalam 
SI. 

>   Saya memahami, wajar demokrasi begitu diagungkan oleh masyarakat 
melebih syariat Islam, dan kewajiban melaksanakan perintah Allah dan 
menjauhi larangan-Nya, sebab, demokrasi sudah diajarkan pada kita 
sejak kita lahir, sekolah hingga dalam kehidupan sehari-hari kita. 
Namun pendidikan agama, moral sesuai ajaran agama, konsep sistem 
aturan syariah Islam tidak diajarkan dalam hidup kita. 

DP: Yg mengajarnya juga sering tidak paham apa itu Islam.  Jadi ya 
tentu saja yg belajar jadinya tidak mengenal Islam dg sebenarnya 
sehingga jadinya mereka enggak yakin dg keunggulan Islam.
>    
>   Kurikulum pendidikan kita pun hanya membatasi 2 jam pelajaran per 
minggu ditambah pula, pelajaran agama yang diajarkan hanya dibatasi 
dengan pendidikan terkait individu saja, yakni shalat, nikah, haji, 
dll, sehingga wajar dalam memori umat Islam Indonesia, termasuk saya 
dahulu, yang tergambar dalam benak saya soal agama. hanyalah soal 
individu, sejarah Islam pun saya tak begitu  tahu. Lebih-lebih 
pembahasan khilafah. Adakah pemilihan kurikulum pendidikan ini 
merupakan kesengajaan?

DP: Yg program agamanya lebi penuh ternyata menciptakan alumni yg 
kompetitif secara global.  Contoh ada beberapa alumni SMA Kanisius 
termasuk milyarder di AS karena keberhasilannya dalam industri IT di 
Silicon Valley.  Lulusan pesantren dari Ngruki terkenal di dunia dg 
'keberhasilan yg berbeda'.  Salah di mana ini?


>   yah, didalam pidatonya Hafidz Abdurrahman mengatakan," Bentuk 
Pelarangan aktivitas HT merupakan bentuk kekalahan intelektual yang 
sangat memalukan". Maka, pembukaman aktivitas HT di daerah timur 
tengah dan dibeberapa negara, termasuk yang sedang dilakukan oleh 
orang-orang tertentu di negeri ini dengan membenturkan ide syariat 
Islam dan khilafah dengan demokrasi, serta bahwa khilafah 
menghancurkan NKRI merupakan bentuk kekalahan intelektual. Karena 
berupaya membungkam orang berdiskusi.

DP Saya tidak pernah setuju dg bentuk pelarangan ajaran apapun 
termasuk komunisme/Marxisme.  Benar melarang orang lain berpendapat 
merupakan bentuk kekalahan intelektual.
>    
>   Kalau ide syariat Islam dan khilafah dianggap utopia, mimpi, tidak 
realistis, khayalan, lalu orang yang menanggapinya disebut apa?Kenapa 
orang susah payah menentang, menolaknya, jika benar itu khalayan 
biarkan saja. Toh, bukankah tidak disangkal pun tidak akan terjadi 
kenyataan bukan?

DP: Dianggap kayalan karena masih berupa wacana, slogan2 dan belum ada 
kelembagaan yg lengkap.  Tanpa kelembagaan suatu ideologi cuma 
khayalan.  Demokrasi di Barat sangat lengkap kelembagaannya dan itupun 
masih terus diperbaiki.
>    
>    Lalu media massa speerti TV Al Jazeera, TV Turki, TV Perancis, 
Media masa Australia, BCC, AFP, FOX, TV Inggris, Amerika dll media 
masa nasional dalam dan luar negeri disebut memberitakan ide khayalan 
jugakah? ^_^ 
>    
>   Seharusnya kita tahu, ide syariah islam dan khilafah merupakan 
ancaman besar bagi neoliberalisme, kapitalisme, sekularisme, 
pluralisme agama, dll serta dominasi negara adidaya imperialis saat 
ini.  Maka akan banyak pihak menentangnya. Bagi pejuangnya pun 
dikatakan radikal dan fundamental. ini baru ide, bagaimana jika 
terjadi kenyataan.

DP: Yg paling terasa mengancam ialah tidak dikenalnya kesetaraan dalam 
keanggotaan masyarakat, tidak dikenalnya HAM, dan tidak dikenalnya 
kepemimpinan yg bertanggung jawab kepada pemilihnya melainkan kepada 
Tuhan sehingga pertanggungjawabannya cuma virtual, tidak dikenalnya 
sistem pengadilan yg terbuka, tidak dikenalnya prinsip praduga tak 
bersalah, tidak dikenalnya pers bebas, tidak dikenalnya penggantian 
kepepimpinan secara damai, tidak dikenalnya pembatasan masa jabatan 
kepemimpinan dsb sehingga bagi mereka yg mencintai kebebasan ya pasti 
akan terancam dg sistem yg tidak menghargai kebebasan individu.
>    
>   Baca opini jurbir HTI di koran Tempo hari ini  ya.syukron 
wallahu'alambishawab



Kirim email ke